• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP NEGERI 7 SALATIGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP NEGERI 7 SALATIGA"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN

KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP NEGERI 7 SALATIGA

OLEH

RUNNA JESICA

802010054

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Runna Jesica

Nim : 802010054

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP NEGERI 7 SALATIGA

Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga

Pada Tanggal : 16 Oktober 2015 Yang menyatakan,

Runna Jesica

Mengetahui,

Pembimbing Utama

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Runna Jesica

Nim : 802010054

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, berjudul :

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP NEGERI 7 SALATIGA

Yang dibimbing oleh :

1. Heru Astikasari S. Murti, S.Psi., MA.

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 16 Oktober 2015 Yang memberi pernyataan

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP NEGERI 7 SALATIGA

Oleh Runna Jesica

802010054

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui, pada tanggal : 27 Oktober 2015 Oleh:

Pembimbing Utama

Heru Astikasari S. Murti, S.Psi., MA.

Diketahui oleh, Disahkan oleh, Kaprogdi Dekan

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(7)

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN

KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP NEGERI 7 SALATIGA

Runna Jesica

Heru Astikasari S. Murti

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

i Abstrak

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara keharmonisan keluarga dengan kemandirian belajar pada siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara keharmonisan keluarga dengan kemandirian belajar pada siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 7, Salatiga. Partisipan sebanyak 50 orang siswa diambil dengan menggunakan teknik sampel jenuh. Metode pengumpulan data dengan skala, yaitu skala keharmonisan keluarga yang disusun oleh Hawari (1997) dan skala kemandirian belajar yang disusun oleh Williamson (2007). Variabel kemandirian belajar diukur dengan menggunakan skala yang terdiri dari 40 item, sedangkan variabel keharmonisan keluarga diukur menggunakan skala yang terdiri dari 36 item. Teknik analisis data yang dipakai adalah teknik korelasi Pearson Product Moment dari Pearson. Dari hasil analisa data diperoleh koefisien korelasi (r) 0,319 dengan nilai signifikansi 0,024 (p<0,05) yang berarti ada hubungan positif dan signifikan antara keharmonisan keluarga dengan kemandirian belajar. Hal ini bermakna bahwa semakin tinggi keharmonisan keluarga berarti semakin tinggi pula kemandirian belajarnya.

(9)

ii Abstract

This research is a correlational research which aims is to determine the significance of the relationship between family harmony with independence learning of students grade VIII of SMP Negeri 7 Salatiga. The hypothesis of this study is that there is a significant positive relationship between family harmonies with independence learning of VIII grade students of SMP Negeri 7 Salatiga. This research was conducted in SMP Negeri 7, Salatiga. Participants were 50 students taken by using saturated sample. The method of collecting data here is using some scales. Using harmony family scale conducted by Hawari (1997) and the scale of learning independence drafted by Williamson (2007). Learning independence variables were measured by using a scale consisting of 40 items, while the variable of family harmony was measured by using a scale consisting of 36 items. The data analysis technique used is Pearson Product Moment from Pearson. From the analysis of data obtained by the correlation coefficient (r) 0.319 with a significance value of 0.024 (p<0.05), which means there is a positive and significant relationship between family harmony and independence learning. This means that the higher the family harmony means that the higher of their independence learning.

(10)

PENDAHULUAN

Belajar merupakan aktivitas manusia yang paling kompleks dan berlangsung sepanjang hayat. Semenjak dalam kandungan janin sudah mulai belajar. Interaksi dengan lingkungan menuntut seseorang untuk terus belajar, menyesuaikan diri, mensikapi dan pada akhirnya sampai pada kondisi apakah mampu ”menaklukkan dunia”, atau sebaliknya berada dibawah cengkeraman kekuasaan dunia. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang menitik beratkan proses kognitif (Syah, 1999).

Kemandirian belajar merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan siswa dalam belajar, sehingga sikap mandiri ini penting dimiliki oleh siapa saja yang ingin mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Sikap mandiri seseorang tidak terbentuk dengan cara yang mendadak, namun melalui proses sejak masa anak-anak. Perilaku mandiri antara tiap individu tidak sama, kondisi ini dipengaruhi oleh banyak hal. Hal yang mempengaruhi atau faktor penyebab sikap mandiri seseorang itu dibagi menjadi dua, yaitu faktor dari dalam individu dan faktor dari luar individu. Berbagai faktor mempengaruhi kemandirian seseorang, antara lain adalah faktor eksternal. Faktor ini berasal dari luar seperti keluarga, sekolah, dan masyarakat. Faktor kemandirian yang lain adalah faktor internal. Faktor ini berasal dari dalam diri murid yaitu fisiologis dan psikologi. Kemandirian belajar siswa, akan menuntut mereka untuk aktif baik sebelum pelajaran berlangsung dan sesudah proses belajar. Murid yang mandiri akan

(11)

2

mempersiapkan materi yang akan dipelajari. Sesudah proses belajar mengajar selesai, murid akan belajar kembali mengenai materi yang sudah disampaikan sebelumnya dengan cara membaca atau berdiskusi. Sehingga murid yang menerapkan belajar mandiri akan mendapat prestasi lebih baik jika dibandingkan dengan murid yang tidak menerapkan prinsip mandiri (Basri, 1994).

Kemandirian dalam belajar merupakan keharusan dan tuntutan dalam pendidikan saat ini. Menurut Drost (1993), individu yang mandiri adalah individu yang mampu menghadapi masalah-masalah yang dihadapinya dan mampu belajar secara mandiri. Dengan demikian individu yang mandiri dalam belajar adalah yang memiliki ciri utama belajar mandiri dengan adanya pengembangan kemampuan siswa untuk melakukan proses belajar yang tidak tergantung pada faktor guru, teman, kelas dan lain-lain. Tingkat kemandirian belajar siswa dapat ditentukan berdasarkan seberapa besar inisiatif dan tanggungjawab siswa untuk berperan aktif dalam hal perencanaan belajar, proses belajar maupun evaluasi belajar. Semakin besar peran aktif siswa dalam berbagai kegiatan tersebut, mengindikasikan bahwa siswa tersebut memiliki tingkat kemandirian belajar yang tinggi (Pannen. dkk., 2001).

Kebanyakan siswa masih bersifat saling ketergantungan dengan siswa lainnya dan ingin melakukan segala hal yang berpengaruh dengan hasil belajar secara bersama-sama. Proses belajar saat ini sangat diperlukan sikap kemandirian dalam belajar serta mengorganisir dirinya sendiri, dengan adanya sikap mandiri dalam diri siswa maka tujuan belajar akan berhasil dicapai sebagaimana yang diharapkan. Sikap kemandirian belajar penting dimiliki oleh siswa agar dalam bersikap dan melaksanakan tugas tidak tergantung pada orang lain dan bertanggungjawab terhadap apa yang telah dikerjakannya. Sikap kemandirian belajar siswa dalam mengerjakan tugas harus

(12)

dipupuk sedini mungkin, karena dengan sikap mandiri dapat menunjukkan inisiatif, berusaha mengejar prestasi, dan mempunyai rasa percaya diri (Williamson, 2007).

Menurut Gibbons (2002) masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju awal kedewasaan. Tugas pada masa remaja dalam kemampuan akademis banyak melibatkan perkembangan kepribadian, karakter dan bakat. Hal itulah yang mengarahkan remaja pada tujuan dan mengarahkan pada rasa percaya diri. Ketika remaja menjadi individu yang dewasa, mereka dapat menemukan lingkungan sosial yang tepat, dan bersikap mandiri. Kemandirian yang dimaksud bukan hanya kemandirian dalam segi sosial tetapi juga kemandirian dalam proses pembelajarannya.

Kemandirian sangat dibutuhkan dalam perkembangan siswa menuju masa depan yang lebih baik. Kemandirian menuntut kedisiplinan siswa di sekolah sebagai upaya menumbuhkan nilai-nilai kepatuhan siswa dalam melaksanakan peraturan yang berlaku di sekolah. Upaya mewujudkan kemandirian belajar dengan pembinaan pribadi siswa di sekolah artinya siswa yang memiliki kemandirian belajar yang baik akan menunjukkan kesiapan dalam mengikuti pelajaran di kelas, mengerjakan tugas baik di rumah maupun di sekolah, memiliki kelengkapan belajar, bersikap eksploratif, mampu mengambil keputusan, percaya diri, dan kreatif (Hurlock, 2009).

Berdasarkan data BP/BK SMP Negeri 7 Salatiga Tahun ajaran 2014/2015 yang diutarakan oleh guru BP/BK pada saat melakukan wawancara dan observasi pada hari Rabu, tanggal 9 September 2015. Problematika kemandirian belajar ditunjukkan ketidaksiapan siswa mengikuti pelajaran diantaranya tidak menyelesaikan tugas sekolah, tidak mencatat ketika ada tugas mencatat, tidak siap mengerjakan ujian sehingga siswa menyontek dan bertanya jawaban teman, tidak menyelesaikan ujian

(13)

4

praktek ciri khusus tepat waktu sehingga ada panggilan berulang kali yang mengakibatkan kurang lancarnya KBM (Data dokumentasi BP/BK, 2014).

Data survei yang dilakukan oleh The World Economic Forum Swedia (Fuady, 2011) mengungkap penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hasbullah (2005) menjelaskan bahwa penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia berasal dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti motivasi, konsep diri, kepercayaan diri, kemandirian belajar, sedangkan faktor eksternal seperti sarana prasarana, guru, orangtua, dan lain-lain.

Kenyataan di lapangan berdasarkan informasi dari guru bimbingan konseling dan guru bidang studi di SMP Negeri 7 Salatiga, pada hari Rabu, tanggal 9 September 2015 siswa belum sepenuhnya memiliki nilai kemandirian belajar, khususnya siswa kelas VIII. Hal ini dapat dilihat dari permasalahan yang nampak di kelas VIII diantaranya adalah 27,7% siswa tidak yakin pada kemampuan diri sendiri, 41,6% siswa minta diarahkan guru secara terus menerus dalam kegiatan belajar, 13,8% siswa membutuhkan dukungan dari orang lain yang berlebihan dalam menyelesaikan masalah sendiri, 55,5% tidak mampu belajar mandiri, 27,7% siswa melaksanakan kegiatan harus atas perintah orang lain, 41,6% siswa sering menyontek pekerjaan teman saat ada tugas maupun saat ulangan berlangsung, apabila ada pekerjaan rumah sering tidak mengerjakannya, 69,4% siswa menggunakan waktu belajar di sekolah untuk bermain saat ada jam kosong, 50% siswa tidak memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tugas, dan 27,7% siswa selalu ingin cepat-cepat mengakhiri kegiatan belajarnya. Fenomena di atas menggambarkan bahwa nilai kemandirian belajar dalam diri siswa

(14)

belum tampak. Apabila keadaan yang seperti ini tidak segera ditangani, dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap prestasi siswa di sekolah.

Menurut Carroll (2000) menyebutkan bahwa siswa yang memiliki kemandirian belajar adalah siswa yang aktif mengikuti proses pembelajaran, ditambahkan oleh Johnson (2009) rata-rata siswa di sekolah dalam belajar bersikap pasif. Siswa hanya mau bertanya ketika disuruh oleh guru, sehingga proses belajar yang terjadi hanya terpusat pada guru. Hal ini terus berkembang sehingga mutu pendidikan menjadi menurun. Potensi dan bakat dari siswa juga tidak akan dapat ditingkatkan jika siswa hanya menjadi pelajar yang pasif.

Potensi dan bakat siswa dapat tercapai dengan cara menerapkan kemandirian belajar artinya siswa tidak tergantung dengan guru ataupun sekolah. Siswa dapat berpartisipasi secara aktif dalam menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya dengan demikian siswa mampu berpikir kritis, mampu menerima realitas serta dapat memanipulasi lingkungan, percaya diri, terarah pada tujuan, dan mampu mengendalikan diri dalam situasi apapun (Santrock, 2003).

Siswa yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi cenderung belajar lebih baik, sebab siswa dalam pengawasan sendiri bukan dari pengawasan program; mampu memantau, mengevaluasi, mengatur belajarnya secara efektif; menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya; dan mengatur waktu belajar secara efisien (Sumarmo, 2004).

Belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Namun untuk pertama kalinya aktivitas belajar dilakukan dalam lingkungan keluarga, sebab keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama bagi pendidikan anak. Kondisi keluarga sangat berpengaruh terhadap perilaku siswa, karena dari lingkungan inilah siswa mulai

(15)

6

berinteraksi dengan orang lain, baik keluarga maupun masyarakat sekitarnya (Nurhayati, Suyanto dan Joharman, 2012).

Keluarga yang harmonis dalam pendidikan anak pada akhirnya akan menimbulkan rasa percaya diri pada diri si anak yang pada akhirnya sikap ini akan memunculkan kemandirian belajar pada dirinya pula. Sifat dan sikap berkonsep diri secara positif merujuk pada mengetahui tentang keunggulan dan kelemahan diri dan menerima baik keunggulan maupun kelemahan itu. Berbagai ciri orang yang memiliki sifat seperti tersebut di atas cenderung bangga terhadap kemampuan dirinya, selalu memperjuangkan kemampuannya secara penuh, pantang mundur, menerima dirinya sendiri maupun orang lain apa adanya, dan tidak lari dari kenyataan.

Kemandirian belajar anak akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orangtua mendidik anak, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, dan latar belakang kebudayaan. Lingkungan keluarga yang harmonis mempunyai pengaruh besar bagi proses belajar dan perkembangan anak. Dalam lingkungan keluarga anak akan merasa nyaman di lingkungan yang harmonis dan utuh, apabila keluarga tidak harmonis membuat anak menjadi tidak nyaman dan cenderung pendiam, serta suka menyendiri, dengan kurangnya kemandirian belajar (Slameto, 2010).

Basri (2004) menyatakan bahwa setiap orangtua bertanggungjawab juga memikirkan dan mengusahakan agar senantiasa tercipta dan terpelihara suatu hubungan antara orangtua dengan anak yang baik, efektif dan menambah kebaikan dan keharmonisan hidup dalam keluarga, sebab telah menjadi bahan kesadaran para orangtua bahwa hanya dengan hubungan yang baik dalam kemandirian belajar serta kegiatan pendidikan dapat dilaksanakan dengan efektif dan dapat menunjang

(16)

terciptanya kehidupan keluarga yang harmonis. Sedangkan hubungan yang tidak baik, dalam kemandirian belajar serta kegiatan pendidikan anak tidak dapat dilaksanakan dengan efektif dan tidak dapat menunjang terciptanya kehidupan keluarga yang harmonis.

Berdasarkan hasil penelitian Nurhayati, Suyanto dan Joharman (2012) disimpulkan bahwa hubungan keharmonisan keluarga berpengaruh signifikan terhadap kemandirian belajar. Hal ini berarti bahwa semakin baik atau positif keharmonisan keluarga, secara bersama-sama yang dimiliki oleh siswa semakin tinggi pula dalam kemandirian belajar siswa tersebut, demikian pula sebaliknya. Hal tersebut terbukti dari hasil belajar di atas rata-rata dikerjakan oleh siswa yang berasal dari keluarga harmonis dan kemandirian belajar menjadi lebih baik.

Dari uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti hubungan yang signifikan antara antara keharmonisan keluarga dengan kemandirian belajar pada siswa SMP Negeri 7 Salatiga. Dimana di sekolah tersebut, siswa dengan keluarga yang harmonis dalam pendidikan anak akan memberikan bantuan, dukungan/motivasi, dan informasi tentang cara belajar yang baik dan tepat. Keluarga yang harmonis dalam pendidikan anak pada akhirnya akan menimbulkan rasa percaya diri pada diri si anak yang pada akhirnya sikap ini akan memunculkan kemandirian belajar pada dirinya pula.

Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah adakah hubungan antara keharmonisan keluarga dengan kemandirian belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga.

Kemandirian Belajar

Menurut Slameto (2010) kemandirian belajar adalah belajar yang dilakukan dengan sedikit atau sama sekali tanpa bantuan dari pihak luar. Dari pendapat di atas

(17)

8

ditegaskan bahwa kemandirian belajar dalam penelitian ini adalah belajar yang dilakukan siswa dengan sedikit atau sama sekali tanpa bantuan dari pihak luar. Siswa bertanggungjawab atas pembuatan keputusan yang berkaitan dengan proses belajarnya dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan keputusan yang diambilnya.

Indikator kemandirian belajar siswa menurut Sumarmo (2003) meliputi, inisiatif belajar, mendiagnosa kebutuhan belajar, menetapkan target atau tujuan belajar; memonitor; mengatur dan mengontrol belajar; memandang kesulitan sebagai tantangan, memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, memilih dan menerapkan strategi belajar, mengevaluasi proses dan hasil belajar serta self efficacy (konsep diri).

Senada dengan pengertian diatas, Williamson (2007) mendefinisikan kemandirian belajar (self directed learning) yaitu; (a) siswa mampu bertanggungjawab dengan berbagai keputusan yang berhubungan dengan belajar; (b) kemandirian dipandang sebagai rangkaian atau sikap yang muncul di tingkat tertentu di setiap individu dan setiap situasi; (c) kemandirian belajar mampu belajar, baik dalam pengetahuan maupun ketrampilan dalam berbagai situasi; (d) kemandirian belajar mampu mengaitkan berbagai kegiatan dan sumber sebagai sumber belajar, berpartisipasi dalam kelompok, bersosialisasi dengan orang lain, komunikasi lewat elektronik, kegiatan menulis secara mandiri; (e) beberapa institusi pendidikan menemukan cara kemandirian belajar individu, penawaran kursus mordern dan program-program inovatif yang lain.

Berdasarkan pendapat para pakar diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar siswa sangat diperlukan dalam proses pembelajaran tanpa harus bergantung pada guru, sehingga proses belajar mengajar akan lebih optimal.

(18)

Aspek-Aspek Kemandirian Belajar

Menurut Williamson (2007) aspek-aspek kemandirian belajar yaitu: 1. Kesadaran.

Pemahaman siswa mengenai faktor-faktor yang memberikan kontribusi guna menjadi pembelajar yang mandiri.

2. Strategi pembelajaran.

Menjelaskan berbagai macam strategi yang harus diadopsi pembelajar mandiri guna menjadi mandiri dalam proses belajar mereka.

3. Kegiatan pembelajaran.

Menspesifikasikan persyaratan kegiatan belajar yang harus dilakukan secara aktif oleh anak didik guna menjadi mandiri dalam proses belajar mereka.

4. Evaluasi.

Memperlihatkan atribut-atribut khusus yang dimiliki anak didik dengan tujuan membantu memantau kegiatan pembelajaran yang mereka lakukan.

5. Skill/kemampuan interpersonal.

Kemampuan anak didik dalam banyak hubungan interpersonal, yang mana merupakan prasyarat untuk menjadi pembelajar mandiri.

Berdasarkan definisi dan aspek-aspek kemandirian belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang siswa yang memiliki kemandirian belajar, adalah siswa yang memiliki perilaku yang termotivasi untuk memikul tanggungjawab pribadi, kognitif dan konseptual dalam membangun dan mengkonfirmasikan hasil belajar. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan self directed learning sebagai definisi dan alat ukur dalam penelitian yang diajukan oleh Williamson (2007) karena self directed learning merupakan sinonim dari kemandirian belajar.

(19)

10

Faktor-Faktor Kemandirian Belajar

Menurut Slameto (2010) faktor-faktor kemandirian belajar meliputi: 1. Faktor internal.

Faktor yang muncul dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti tingkat intelegensi dan kepribadian.

2. Faktor eksternal.

Faktor yang muncul dari luar diri siswa, seperti faktor keharmonisan keluarga dan lingkungan sekolah.

Faktor dari luar individu yang mempengaruhi kemandirian belajar adalah lingkungan salah satunya adalah keluarga yaitu dalam keharmonisan keluarga. Di dalam keluarga, orangtua berperan dalam mengasuh, membimbing, dan membantu mengarahkan anak untuk menjadi mandiri, sebagaimana pendapat Thoha (1996) bahwa kemandirian belajar dipengaruhi oleh keluarga, meliputi aktivitas pendidikan dalam keluarga, kecenderungan cara keluarga mendidik anak, cara memberikan penilaian kepada anak, bahkan sampai cara hidup orangtua berpengaruh terhadap kemandirian belajar anak.

Keharmonisan Keluarga

Menurut Hawari (1997) keharmonisan keluarga itu akan terwujud apabila masing-masing unsur dalam keluarga itu dapat berfungsi dan berperan sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai agama kita, maka interaksi sosial yang harmonis antar unsur dalam keluarga itu akan dapat diciptakan.

Keluarga harmonis ditandai oleh adanya relasi yang sehat antar anggotanya sehingga dapat menjadi sumber hiburan, inspirasi, dorongan yang menguatkan dan perlindungan bagi setiap anggotanya (Fatimah, 2010).

(20)

Aspek-Aspek Keharmonisan Keluarga

Hawari (1997) mengemukakan enam aspek keharmonisan keluarga adalah: a. Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.

Sebuah keluarga yang harmonis ditandai dengan terciptanya kehidupan beragama dalam rumah tersebut. Hal ini penting karena dalam agama terdapat nilai-nilai moral dan etika kehidupan. Berdasarkan beberapa penelitian ditemukan bahwa keluarga yang tidak religius yang penanaman komitmennya rendah atau tanpa nilai agama sama sekali cenderung terjadi pertentangan konflik dan percekcokan dalam keluarga, dengan suasana yang seperti ini, maka anak akan merasa tidak betah di rumah dan kemungkinan besar anak akan mencari lingkungan lain yang dapat menerimanya.

b. Mempunyai waktu bersama keluarga.

Keluarga yang harmonis selalu menyediakan waktu untuk bersama keluarganya, baik itu hanya sekedar berkumpul, makan bersama, menemani anak bermain dan mendengarkan masalah dan keluhan-keluhan anak, dalam kebersamaan ini anak akan merasa dirinya dibutuhkan dan diperhatikan oleh orangtuanya, sehingga anak akan betah tinggal di rumah.

c. Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga.

Komunikasi merupakan dasar bagi terciptanya keharmonisan dalam keluarga. Terciptanya rasa aman apabila orangtuanya tampak rukun, karena kerukunan tersebut akan memberikan rasa aman dan ketenangan bagi anak, komunikasi yang baik dalam keluarga juga akan dapat membantu untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya di luar rumah, dalam hal ini selain berperan sebagai orangtua, ibu dan ayah juga harus berperan sebagai teman, agar anak lebih leluasa dan terbuka dalam menyampaikan semua permasalahannya.

(21)

12

d. Saling menghargai antar sesama anggota keluarga.

Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang memberikan tempat bagi setiap anggota keluarga menghargai perubahan yang terjadi dan mengajarkan ketrampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak dengan lingkungan yang lebih luas.

e. Kualitas dan kuantitas konflik yang minim.

Tidak kalah pentingnya dalam menciptakan keharmonisan keluarga adalah kualitas dan kuantitas konflik yang minim, jika dalam keluarga sering terjadi perselisihan dan pertengkaran maka suasana dalam keluarga tidak lagi menyenangkan. Dalam keluarga harmonis setiap anggota keluarga berusaha menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan mencari penyelesaian terbaik dari setiap permasalahan.

f. Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga.

Hubungan yang erat antar anggota keluarga juga menentukan harmonisnya sebuah keluarga, apabila dalam suatu keluarga tidak memiliki hubungan yang erat maka antar anggota keluarga tidak ada lagi rasa saling memiliki dan rasa kebersamaan akan kurang. Hubungan yang erat antar anggota keluarga ini dapat diwujudkan dengan adanya kebersamaan, komunikasi yang baik antar anggota keluarga dan saling menghargai.

Keenam aspek tersebut mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lainnya. Proses tumbuh kembang anak sangat ditentukan dari berfungsi tidaknya keenam aspek di atas, untuk menciptakan keluarga harmonis peran dan fungsi orangtua dalam keluarga sangat menentukan, keluarga yang tidak bahagia atau tidak harmonis akan mengakibatkan persentase anak menjadi nakal semakin tinggi (Hawari, 1997). Hubungan Keharmonisan Keluarga dengan Kemandirian Belajar

Keluarga merupakan satu organisasi sosial yang paling penting dalam kelompok sosial dan keluarga merupakan lembaga di dalam masyarakat yang paling utama

(22)

bertanggungjawab untuk menjamin kesejahteraan sosial dan kelestarian biologis anak manusia (Kartono, 1977). Sedangkan menurut Hawari (1997) keharmonisan keluarga itu akan terwujud apabila masing-masing unsur dalam keluarga itu dapat berfungsi dan berperan sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai agama kita, maka interaksi sosial yang harmonis antar unsur dalam keluarga itu akan dapat diciptakan.

Menurut Hurlock (1999) pengaruh yang mendalam dari hubungan anak dengan keluarga jelas terlihat dalam berbagai bidang kehidupan. Pekerjaan di sekolah dan sikap anak terhadap sekolah sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan anggota keluarga. Hubungan keluarga yang sehat dan bahagia menimbulkan dorongan untuk berprestasi, sedangkan hubungan yang tidak sehat dan tidak bahagia menimbulkan ketegangan emosional yang biasanya memberi efek yang buruk pada kemampuan berkonsentrasi dan kemampuan untuk belajar. Hubungan keluarga sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan kepribadian anak-anak. Pandangan anak-anak tentang diri mereka sendiri merupakan cerminan langsung dari apa yang dinilai dari cara mereka diperlakukan oleh anggota-anggota keluarga.

Terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan yang semakin pesat membuat para siswa dituntut untuk menjadi lebih mandiri. Siswa harus dapat mengetahui bagaimana belajar yang baik, bagaimana beradaptasi dengan lingkungan yang terus mengalami perubahan, dan bagaimana mengambil inisiatif secara mandiri. Kemandirian belajar dapat mempersiapkan siswa ke dalam dunia baru dimana pelajar yang aktif merupakan pelajar yang terbaik (Gibbons, 2002).

Menurut Rimm (2003), tak adanya keharmonisan keluarga bisa menghentikan perilaku tertentu. Untuk memberikan kasih sayang dan motivasi kepada anak yang

(23)

14

diproyeksikan melalui perbuatan, sikap dan ucapan, baik yang dilakukan secara spontan maupun terprogram dan bersifat terus-menerus, sehingga akan dapat dilihat suatu dampak dari proses tersebut. Dalam keharmonisan keluarga sebagai bentuk kasih sayang melalui perbuatan, sikap dan ucapan, baik yang dilakukan secara spontan maupun terprogram dan bersifat terus-menerus, sehingga anak menjadi baik dan mandiri dalam belajar.

Salah satu faktor eksternal yang tidak bisa ditinggalkan yaitu yang dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar adalah suasana dari keluarga yang harmonis. Karena keluarga adalah dunia pertama yang dikenal anak. Melalui orangtua, keluarga menjadi lingkungan tempat anak belajar menanggapi dunia luar, berinteraksi dengan teman, serta beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Apabila dalam keluarga terjalin suasana yang harmonis maka akan tumbuh semangat belajar dari dalam diri siswa. Komunikasi orangtua dengan anak juga merupakan kunci untuk merangsang keinginan belajar anak. Sedangkan, tidak semua orangtua mengalami dididik dan dibesarkan dalam lingkungan yang menunjang kondusif untuk membangun keluarga ideal. Apalagi di zaman serba ada seperti sekarang, tidaklah mudah menjadi orangtua. Pada saatnya nanti, orangtua akan didampingi oleh para guru dalam menuntun anaknya. Namun ini bukan berarti tugas orangtua menjadi lebih ringan dan tidak berarti juga tugas orangtua beralih kepada guru. Berada di lingkungan sekolah, berhadapan dengan guru dan teman, bisa menimbulkan persoalan yang berbeda. Dalam keadaan demikian tugas mendidik yang utama tetap ada pada orangtua.

Suasana yang sangat gaduh, tidak mungkin anak dapat belajar dengan efektif karena terganggu konsentrasinya, sehingga akan kesulitan dalam belajar. Tidak beda juga dengan suasana rumah yang selalu tegang, sering terjadi pertengkaran antara

(24)

anggota keluarga dan kurangnya komunikasi dalam suatu keluarga maka akan dapat melahirkan anak-anak yang tidak sehat mentalnya. Karena anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang kurang harmonis, orangtua yang bersikap keras terhadap anak atau orangtua yang tidak memperhatikan nilai-nilai agama, maka perkembangan kepribadian anak akan cenderung mengalami kelainan dalam penyesuaian diri dan kemandirian belajar.

Terkait dengan hal di atas, maka menjadi orangtua adalah tugas seumur hidup, bahkan ketika anak telah dewasa, peran orangtua tetap dibutuhkan dan diakui. Serta memiliki tanggungjawab yang sangat besar dalam mendidik anak-anaknya sekaligus memberi semangat, dukungan dan motivasi untuk kemandirian belajarnya. Karena keluarga yang harmonis akan selalu mendukung kegiatan-kegiatan yang positif dari individu, termasuk dorongan agar dapat meningkatkan kemandirian belajar untuk anak-anaknya. Keharmonisan keluarga harus dibangun sebaik-baiknya karena sangat berpengaruh pada perkembangan kemandirian belajar anak.

Berdasarkan hasil penelitian Nurhayati, Suyanto dan Joharman (2012) disimpulkan bahwa hubungan keharmonisan keluarga berpengaruh signifikan terhadap kemandirian belajar. Hal ini berarti bahwa semakin baik atau positif keharmonisan keluarga, secara bersama-sama yang dimiliki oleh siswa semakin tinggi pula dalam kemandirian belajar siswa tersebut, demikian pula sebaliknya. Hal tersebut terbukti dari hasil belajar di atas rata-rata dikerjakan oleh siswa yang berasal dari keluarga harmonis dan kemandirian belajar menjadi lebih baik.

Hipotesis

Berdasarkan tinjauan yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif yang signifikan

(25)

16

antara keharmonisan keluarga dengan kemandirian belajar siswa SMP Negeri 7 Salatiga.

METODE PENELITIAN

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah keharmonisan keluarga dan yang menjadi variabel terikatnya adalah kemandirian belajar.

Devinisi Operasional Variabel

Adapun definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Keharmonisan keluarga adalah keadaan keluarga yang utuh dan bahagia, yang didalamnya terdapat suatu ikatan kekeluargaan dan memberikan rasa aman tentram bagi setiap anggotanya. Keharmonisan keluarga diukur dengan menggunakan angket keharmonisan keluarga yang disusun berdasarkan aspek-aspek keharmonisan keluarga didasarkan pada konsep teori yang dikemukakan oleh Hawari (1997). Terdiri dari aspek kehidupan beragama yang cukup kuat, mempunyai waktu yang cukup bersama anggota keluarga, saling menghargai sesama anggota keluarga, komunikasi yang baik dan fungsional antar anggota keluarga, kualitas dan kuantitas konflik yang minim dan adanya hubungan yang erat antar anggota keluarga.

2. Kemandirian belajar adalah kemampuan siswa dalam belajar dengan mewujudkan kehendak atau keinginan secara nyata dan tidak bergantung pada orang lain. Kemandirian belajar diukur dengan menggunakan angket kemandirian belajar yang disusun berdasarkan aspek-aspek kemandirian belajar didasarkan pada konsep teori yang dikemukakan oleh Williamson (2007). Terdiri dari aspek kesadaran, strategi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, evaluasi dan skill/kemampuan interpersonal.

(26)

Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 7 Salatiga, populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas VIII SMP Negeri 7 di Salatiga yang berjumlah 50 siswa. Sesuai dengan rancangan penelitian dalam menentukan subjek menggunakan teknik sampling jenuh yaitu dimana semua anggota populasi digunakan sebagai subjek (Sugiyono, 2010).

Pengumpulan Data dan Alat Ukur Penelitian

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Skala pengukuran psikologis, yang terdiri dari 2 skala, yaitu Skala Keharmonisan Keluarga dan Skala Kemandirian Belajar.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan skala kemandirian belajar yang dimodifikasi oleh penulis dari skala kemandirian belajar Williamson (2007) yang menggunakan aspek (a)kesadaran terhadap belajar secara mandiri (Awareness); (b)mampu menyusun strategi belajar secara mandiri (Learning Strategy); (c)mampu belajar dengan kemandirian berfikir, menentukan keputusan secara mandiri, berfikir yang kritis (Learning Activities); (d)mampu mengevaluasi belajarnya dan hasilnya (Evaluation); (e)memiliki keterampilan berinteraksi dengan orang lain (Interpersonal Skill). Dalam skala ini ada 40 item pertanyaan yang telah dimodifikasi oleh penulis dengan cara menerjemahkan skala asli ke dalam Bahasa Indonesia terlebih dahulu, kemudian penulis juga mengubah kalimat yang terlalu panjang atau sulit dipahami menjadi kalimat yang lebih singkat dan jelas dengan menggunakan model skala Likert dengan 4 (empat) pilihan jawaban. Dengan skor yaitu: 4, 3, 2, 1. (1)untuk pilihan jawaban SS (Sangat Sesuai) skornya 4. (2)untuk pilihan jawaban S (Sesuai) skornya 3. (3)untuk pilihan jawaban TS (Tidak Sesuai) skornya 2. (4)untuk pilihan jawaban STS

(27)

18

(Sangat Tidak Sesuai) skornya 1. Skor tersebut untuk pernyataan yang sifatnya positif, sedangkan untuk pertanyaan yang bersifat negatif adalah sebaliknya. Keseluruhan data diperoleh dari skala psikologi yang telah dibagikan kepada subjek.

Angket keharmonisan keluarga dibuat berdasarkan skala keharmonisan keluarga dari aspek-aspek keharmonisan keluarga menurut Hawari (1997), terdiri atas:

a. Menciptakan kehidupan beragama (religius yang kuat). b. Mempunyai waktu bersama keluarga.

c. Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga (ayah, bunda, dan anak). d. Saling menghargai antara sesama anggota keluarga.

e. Keakraban: masing-masing anggota keluarga terlibat satu sama lain dalam ikatan keluarga sebagai ikatan keluarga yang kuat.

f. Mengatasi berbagai krisis yang terjadi dengan cara positif dan konstruktif.

Jumlah item dalam angket ini sebanyak 36 butir yang terdiri dari 18 item favorabel dan 18 item unfavorabel. Aturan skoring adalah sebagai berikut, untuk item favorabel pilihan Sangat Sesuai (SS) diberi skor 4, Sesuai (S) diberi skor 3, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 2, Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 1, sebaliknya untuk item unfavorabel pilihan Sangat Sesuai (SS) diberi skor 1, Sesuai (S) diberi skor 2, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 3, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 4.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dengan teknik korelasional, yaitu untuk mengetahui hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas (keharmonisan keluarga) dengan variabel terikat (kemandirian belajar).

Prosedur Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 06 Oktober 2015. Jumlah skala psikologi yang disebar sebanyak 50 buah skala psikologi yang dibagikan pada siswa

(28)

kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga. Sebelumnya, peneliti memperkenalkan diri dan memberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan peneliti melakukan penelitian kepada siswa-siswi dan meminta partisipasinya untuk berperan serta dalam penelitian ini dengan mengisi skala yang akan diberikannya. Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian diolah menggunakan bantuan program computer SPSS 16.0 for windows.

Hasil Uji Reliabilitas dan Seleksi Item

1. Skala Keharmonisan Keluarga

Hasil uji reliabilitas dan daya diskriminan item pada putaran pertama dari keharmonisan keluarga dengan 36 item didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,917 yang berarti alat ukur tersebut tergolong reliabel, dan dari 36 item tersebut tidak terdapat item yang gugur. Penentuan-penentuan item valid menggunakan ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan bahwa item pada skala pengukuran dapat dikatakan valid apabila > 0,30. Nilai korelasi item total bergerak antara 0,307-0,640 dengan minimal indeks daya deskriminan item sebesar 0,30.

2. Skala Kemandirian Belajar

Hasil uji reliabilitas dan daya diskriminan item pada putaran pertama dari kemandirian belajar dengan 40 item didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,902 yang berarti alat ukur tersebut tergolong reliabel. Jumlah item yang gugur adalah 4, yaitu pada item 2, 17, 23, dan 40. Penentuan-penentuan item valid menggunakan ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan bahwa item pada skala pengukuran dapat dikatakan valid apabila > 0,30. Pada pengujian kedua didapatkan perubahan koefisien reliabilitas sebesar 0,914. Nilai korelasi item total bergerak antara 0,324-0,634 dengan minimal indeks daya deskriminan item sebesar 0,30.

(29)

20

HASIL PENELITIAN

Uji Deskriptif

Tabel 1. Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

KK 50 77 142 119.26 11.428

KB 50 94 139 112.44 11.448

Valid N (listwise) 50

1. Variabel Keharmonisan Keluarga

Variabel keharmonisan keluarga (KK) memiliki skala yang berisi 36 item dengan nilai berjenjang antara nilai 1 hingga nilai 4, dan memiliki mean sebesar 119.26 dengan standar deviasi 11.428 dan jumlah subjek (N) sebanyak 50 yang memperoleh nilai empirik minimum sebesar 77 dan maksimum 142 (lihat Tabel 1). Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel keharmonisan keluarga, peneliti menggunakan 4 kategori yaitu rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Maka skor hipotetik maksimum 4x36 item valid = 144 dan skor minimum 1x36 item valid = 36, maka intervalnya adalah 27 (diperoleh dari perhitungan Interval).

Norma kategorisasi hasil pengukuran Skala Keharmonisan Keluarga dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.

Kategorisasi Pengukuran Skala Keharmonisan Keluarga

No. Interval Kategori Mean N Presentase

1. 118 < X < 144 Sangat Tinggi 119.26 30 60% 2. 91 < X < 117 Tinggi 19 38% 3. 64 < X < 90 Sedang 1 2% 4. 36 < X < 63 Rendah 0 0% Jumlah 50 100% SD = 11.428 Min = 77 Max = 142

(30)

Berdasarkan Tabel 2. di atas dapat dilihat bahwa 30 orang memiliki skor keharmonisan keluarga yang berada pada kategori sangat tinggi dengan presentase 60%, 19 orang memiliki skor keharmonisan keluarga yang berada pada kategori tinggi dengan presentase 38%, dan 1 orang memiliki skor keharmonisan keluarga yang berada pada kategori sedang dengan presentase 2%, serta tidak ada siswa yang memiliki skor keharmonisan keluarga yang rendah dengan presentase 0%. Berdasarkan rata-rata keharmonisan keluarga siswa berada pada kategori sangat tinggi. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 77 sampai dengan skor maksimum sebesar 142 dengan standar deviasi 11.428.

2. Variabel Kemandirian Belajar

Variabel kemandirian belajar (KB) memiliki skala yang berisi 40 item dengan nilai berjenjang antara nilai 1 hingga nilai 4, dan memiliki mean sebesar 112.44 dengan standar deviasi 11.448 dan jumlah subjek (N) sebanyak 50 yang memperoleh nilai empirik minimum sebesar 94 dan maksimum 139 (lihat Tabel 1). Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel kemandirian belajar, peneliti menggunakan 4 kategori yaitu rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Maka skor hipotetik maksimum 4x40 item valid = 160 dan skor minimum 1x40 item valid = 40, maka intervalnya adalah 30 (diperoleh dari perhitungan Interval).

(31)

22

Norma kategorisasi hasil pengukuran Skala Kemandirian Belajar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.

Kategorisasi Pengukuran Skala Kemandirian Belajar

No. Interval Kategori Mean N Presentase

1. 131 < X < 160 Sangat Tinggi 3 6% 2. 101 < X < 130 Tinggi 112.44 39 78% 3. 71 < X < 100 Sedang 8 16% 4. 40 < X < 70 Rendah 0 0% Jumlah 50 100% SD = 11.448 Min = 94 Max = 139

Berdasarkan Tabel 3. di atas dapat dilihat bahwa 3 orang memiliki skor kemandirian belajar yang berada pada kategori sangat tinggi dengan presentase 6%, 39 orang memiliki skor kemandirian belajar yang berada pada kategori tinggi dengan presentase 78%, dan 1 orang memiliki skor kemandirian belajar yang berada pada kategori sedang dengan presentase 16%, serta tidak ada siswa yang memiliki skor kemandirian belajar yang rendah dengan presentase 0%. Berdasarkan rata-rata kemandirian belajar siswa berada pada kategori tinggi. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 94 sampai dengan skor maksimum sebesar 139 dengan standar deviasi 11.448.

Uji Asumsi

Uji asumsi pada penelitian ini menggunakan uji normalitas, uji linearitas, dan uji korelasi. Perhitungan dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 16.0.

Uji Normalitas

Untuk uji normalitas sebaran skor digunakan uji Kolmogorov Smirnov.

Berdasarkan hasil uji normalitas yang menggunakan Kolmogorov Smirnov, dapat diketahui kedua variabel memiliki signifikansi p>0,05. Variabel Keharmonisan

(32)

Keluarga (KK) memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,748 dengan nilai signifikansi sebesar 0,630 (p>0,05). Oleh karena nilai signifikansi p>0,05, maka distribusi data berdistribusi normal. Hal ini juga terjadi pada variabel Kemandirian Belajar yang memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,597 dengan nilai signifikansi sebesar 0,869 (p>0,05), dengan demikian data Kemandirian Belajar juga berdistribusi normal.

Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk menguji integritas hubungan data yaitu variabel bebas dan variabel terikat, untuk mengetahui apakah variabel bebas berhubungan dengan variabel terikat atau tidak.

Dari hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,614 dengan sig.=0,883 (p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara keharmonisan keluarga dengan kemandirian belajar pada siswa adalah linear.

Uji Korelasi

Hasil korelasi antara keharmonisan keluarga dengan kemandirian belajar pada siswa yang menggunakan analisis korelasi Pearson product moment dapat dilihat pada tabel 4, berikut ini:

Tabel 4.

Hasil Uji Korelasi antara Keharmonisan Keluarga dengan Kemandirian Belajar Correlations KK KB KK Pearson Correlation 1 .319* Sig. (2-tailed) .024 N 50 50 KB Pearson Correlation .319* 1 Sig. (2-tailed) .024 N 50 50

(33)

24

Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara keharmonisan keluarga dengan kemandirian belajar pada siswa, sebesar 0,319 dengan signifikansi = 0,024 (p<0,05), yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif signifikan antara keharmonisan keluarga dengan kemandirian belajar pada siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi keharmonisan keluarga yang mereka dapatkan maka semakin tinggi pula kemandirian belajar pada mereka. Besarnya variasi kemandirian belajar siswa dengan keharmonisan keluarga dapat menjelaskan bahwa keharmonisan keluarga memberikan kontribusi kemandirian belajar siswa 78% dan sisanya 22% yang dipengaruhi oleh faktor lain diluar keharmonisan keluarga yang dapat berpengaruh terhadap kemandirian belajar siswa.

PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian tentang hubungan keharmonisan keluarga dengan kemandirian belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga, didapatkan hubungan positif dan signifikan antara kedua variabel tersebut dengan besar korelasi 0,319 dengan signifikansi 0,024 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara keharmonisan keluarga dengan kemandirian belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga. Dengan demikian hipotesis yang diajukan oleh peneliti diterima. Hasil korelasi tersebut mempunyai makna bahwa semakin tinggi keharmonisan keluarga, maka semakin tinggi kemandirian belajarnya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah keharmonisan keluarga, maka semakin rendah kemandirian belajarnya.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nurhayati, Suyanto dan Joharman (2012) yang menyatakan hubungan yang positif dan signifikan antara keharmonisan keluarga

(34)

dengan kemandirian belajar siswa. Keharmonisan keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian belajar, sehingga dapat menghasilkan hubungan yang positif dan signifikan.

Hasil penelitian dari Slameto (2010) menunjukkan bahwa kemandirian belajar terhadap siswa memiliki keterkaitan dengan beberapa faktor, yaitu: (1) Faktor internal adalah faktor yang muncul dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti tingkat inteligensi dan kepribadian; dan (2) Faktor eksternal adalah faktor yang muncul dari luar diri siswa, seperti faktor keharmonisan keluarga dan lingkungan sekolah.

Hal ini juga sejalan dengan pendapatnya Slameto (2010) yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian belajar, salah satunya faktor keharmonisan keluarga. Menurut Thoha (1996) bahwa kemandirian belajar dipengaruhi oleh keluarga, meliputi aktivitas pendidikan dalam keluarga, kecenderungan cara keluarga mendidik anak, cara memberikan penilaian kepada anak, bahkan sampai cara hidup orangtua berpengaruh terhadap kemandirian belajar anak.

Peran keharmonisan keluarga dapat memacu kemandirian belajar. Keluarga merupakan tempat pertama kali seorang anak belajar. Selama hidupnya, seorang individu membutuhkan kedekatan dan hubungan yang hangat dengan orangtua mereka. Kedekatan itu akan mempengaruhi timbulnya rasa percaya diri dan mendorong anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Kemandirian belajar dipengaruhi oleh faktor lingkungan keluarga dimana keluarga membawa pengaruh primer terhadap kemandirian belajar seorang anak. Dikatakan bahwa perkembangan kemandirian belajar dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi pada setiap tahap perkembangan (Hurlock, 1999). Dari analisa data keharmonisan keluarga mempunyai koefisien korelasi (r) 0,319 dengan nilai signifikansi 0,024 (p<0,05), kontribusi sumbangan efektif keharmonisan

(35)

26

keluarga sebesar 78% terhadap kemandirian belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga, yang artinya berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa 22% kemandirian belajar siswa kelas VIII di SMP Negeri 7 Salatiga dapat dipengaruhi oleh faktor lain.

Berdasarkan kategorisasi data empirik variabel kemandirian belajar, dengan rata-rata 112,44 dan standar deviasi sebesar 11,448 diketahui bahwa tidak ada subjek yang berada pada kategori rendah (0%), 1 subjek (16%) berada pada kategori sedang, dan 39 subjek (78%) berada pada kategori tinggi. Serta 3 subjek (6%) berada pada kategori sangat tinggi. Sedangkan berdasarkan kategorisasi data empirik variabel keharmonisan keluarga, dengan rata-rata 119,26 dan standar deviasi 11,428 diketahui bahwa tidak ada subjek yang berada pada kategori rendah (0%), 1 subjek (2%) berada pada kategori sedang, dan 19 subjek (38%) berada pada kategori tinggi. Serta 30 subjek (60%) berada pada kategori sangat tinggi.

Hasil analisa deskriptif dalam penelitian ini, diperoleh data bahwa keharmonisan keluarga sebesar 60% yang ada pada kategori sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga memiliki keharmonisan keluarga yang tinggi. Pada tingkat kemandirian belajar yang dimiliki oleh siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga sebesar 78% yang berada pada kategori tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga memiliki tingkat kemandirian belajar yang berada pada taraf tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas mengenai hubungan antara keharmonisan keluarga dengan kemandirian belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 7

(36)

Salatiga, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara hubungan antara keharmonisan keluarga dengan kemandirian belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga. Dari hasil analisa data diperoleh koefisien korelasi (r) 0,319 dengan nilai signifikansi 0,024 (p<0,05). Nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara keharmonisan keluarga dengan kemandirian belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga.

Sebagian besar siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga memiliki tingkat keharmonisan keluarga dengan rata-rata sebesar 119.26 yang berada pada kategori sangat tinggi, dan rata-rata kemandirian belajar sebesar 112.44 berada pada kategori tinggi. Sumbangan efektif keharmonisan keluarga sebesar 78%, hal ini berarti bahwa 22% keharmonisan keluarga dipengaruhi faktor lain.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka peneliti memberi saran sebagai berikut:

1. Bagi siswa.

Disarankan pada para siswa hendaknya memiliki kesadaran yang tinggi untuk belajar secara mandiri, dengan cara menanamkan nilai-nilai pentingnya belajar secara mandiri. Bahwa dengan belajar secara mandiri akan menjadikan siswa menjadi pandai dan agar terus menumbuhkan sikap kemandirian belajar dalam proses belajarnya.

(37)

28

2. Bagi orangtua.

a. Orangtua diusahakan menciptakan keluarga yang harmonis seperti meluangkan waktu untuk keluarga, menjaga, mempertahankan dan memelihara hubungan yang hangat dalam keluarga dengan cara saling menghargai, pengertian, dan penuh kasih sayang serta tidak bertengkar di depan anak, sehingga anak merasakan kebutuhannya akan kasih sayang terpenuhi.

b. Orangtua sejak dini selalu memberikan dorongan dan mengajarkan anak dalam hal kemandirian, membiasakan siswa untuk melakukan kegiatan belajar secara mandiri. Agar anak tidak mudah bergantung kepada orang lain dan agar kedua variabel tersebut berjalan seimbang. Orangtua sebaiknya memberi bimbingan dan pendidikan yang baik di rumah. Orangtua memberikan motivasi, arahan dan dukungan kepada siswa.

3. Bagi penelitian selanjutnya.

a. Untuk penelitian selanjutnya, berdasarkan temuan penelitian ini terutama para peneliti bidang pendidikan dapat mengkaji lebih lanjut variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi kemandirian belajar. Diharapkan dapat meneliti faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi antara kemandirian belajar pada siswa selain keharmonisan keluarga, seperti faktor lingkungan sekolah, teman sebaya, tingkat intelegensi, dan lainnya.

b. Diharapkan populasi pada penelitian selanjutnya dapat diperluas, serta dapat melihat perbandingan pada perbedaan antara jenis kelamin.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Basri, Hasan. (1994). Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan Solusinya). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Basri, H. (2004). Keluarga Sakinah Tinjauan Psikologi dan Agama. (edisi empat). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Carroll, D. (2000). Health Psychology: Stress, Behavior, and Disease. Francis, Inc. Drost, J. (1993). Menjadi Pribadi Dewasa dan Mandiri. Yogyakarta: Kanisius.

Fatimah. (2010). Hubungan Persepsi Anak terhadap Keharmonisan Keluarga dan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi Belajar. FIK Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Fuady. (2011). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemandirian Belajar Siswa Melalui Pendekatan Problem Solving. Medan: Unimed.

Gibbons, M. (2002). The selfdirected learning handbook: Challenging adolescent students to excel. San Francisco, CA: Jossey‐Bass.

Hasbullah. (2005). Kapita selekta pendidikan. Penerbita Fatiya. Makassar.

Hawari, D. (1997). Alquran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Mental. Jakarta: Dana Bhakti Yasa.

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi 5. Indonesia. Diterjemahkan oleh Istiwiayanti, Soejarwo. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, E.B. (2009). Psikologi Perkembangan : Suatu pengantar sepanjang rentang kehidupan (edisi v). Jakarta: Erlangga.

Johnson, E. B. (2009). Contextual Teaching & Learning. Bandung: Mizan Learning Center.

Kartono, K. (1977). Psychology Wanita (Wanita Sebagai Ibu dan Anak), Jilid 2.

Bandung.

Nurhayati, Suyanto, Joharman. (2012). Pengaruh Keharmonisan Keluarga dan Kemandirian Belajar Anak terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD. PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret:1-6.

(39)

30

Pannen, P. dkk. (2001). Konstruktivisme dalam Pembelajaran. (Jakarta : PAU-PPAI, Universitas Terbuka).

Rimm, S. (2003). Mendidik dan Menerapkan Disiplin pada Anak Prasekolah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Santrock, J.W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja. Edisi ke enam. Penerjemah: Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga.

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sumarmo, U. (2003). Makalah Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : UPI.

Sumarmo, U. (2004). Kemandirian belajar : apa, mengapa, dan bagaimana dikembangkan pada peserta didik. (Laporan penelitian hibah pascasarjana). UPI Bandung.

Syah, M., (1999). Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Thoha, Ch. (1996). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Williamson, Swapna. (2007). Development of a self-rating scale of self-directed

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Umar (2009), tujuan menganalisis aspek keuangan dari suatu studi kelayakan proyek bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitugan biaya dan

Hari dan Tanggal lahir : Hari Tgl Bln

Profil karyawan (Cinamon, 2002) dibedakan menjadi tiga yaitu (a) profil A adalah orang yang menganggap peran keluarga lebih penting daripada peran pekerjaan, (b) profil

Menyampaikan pernyataan/pengakuan tertulis bahwa badan usaha yang bersangkutan dan manajemennya tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, kasih, serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan Unit Simpan Pinjam (USP) Pada KUD “Sido Makmur” Kecamatan Sumbersuko Kabupaten Lumajang tahun 2009-2013 dan untuk

Otomotif FT UNY telah meluluskan 48 mahasiswa yang pernah mengambil bagian untuk mengelola operasional bengkel.. Otomotif FT UNY yang ikut ambil bagian dalam

keselamatan pasien adalah proses dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan. pelayanan pasien yang lebih