ANGKA Staphylococcus aureus DALAM JAMU KUNYIT ASAM YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL KECAMATAN
GONDOMANAN KOTAMADYA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Eureka Graci a Letiti a
NIM : 088114044
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
ANGKA Staphylococcus aureus DALAM JAMU KUNYIT ASAM YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL KECAMATAN
GONDOMANAN KOTAMADYA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Eureka Graci a Letiti a
NIM : 088114044
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karyaku ini kepada:
Tuhan Yesus Kristus buat kasihMu selalu di hidupku
Orangtuaku, Lubis Rada Inin dan Eny Bungeyana yang
tercinta atas doa dan dukungannya
Kakak dan Adikku, Gary Pradhana, Eunike Ghea Leilani yang
kusayangi
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala limpahan berkat dan kasih-Nya sehingga penelitian dan penyusunan
skripsi yang berjudul “Angka Staphylococcus aureus dalam Jamu Kunyit Asam
yang Dijual Di Pasar Tradisional Kecamatan Gondomanan Kotamadya
Yogyakarta” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Dalam pelaksanaan penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini,
penulis mendapat dukungan, bimbingan, kritik dan saran dari berbagai pihak.
Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si selaku Dosen Pembimbing atas kebijaksanaan,
perhatian, dan kesabarannya dalam membimbing penyusunan skripsi ini.
3. Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
saran dan kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi ini.
4. Agustina Setiawati, M.Sc, Apt selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
saran dan kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si atas pengarahan, masukan, kritik, saran,
viii
6. Ibu C. M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt selaku Ketua Program Studi
Farmasi sekaligus Ketua Tim Panitia Skripsi Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
7. Ibu dr. Fenty, M. Kes., Sp.PK, selaku Dosen Pembimbing Akademik atas
bimbingan selama masa perkuliahan yang telah diberikan selama ini.
8. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat demi kemajuan mahasiswa dalam bidang
Farmasi.
9. Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta sebagai tempat penelitian
berlangsung.
10.Ibu Septi Widyastuti, S.Si., M.Kes, Ibu Retno, Ibu Evina, Ibu Darwani, Ibu
Siti, Bapak Jumakir, Bapak Andi, Bapak Sigit dan segenap anggota Balai
Laboratorium Kesehatan Yogyakarta yang telah membimbing penulis dalam
penelitian laboratorium.
11.Teman-teman seperjuangan penelitian dan tempat berbagi keluh kesah selama
penelitian dan penyusunan skripsi: Christina Putranti Rose Widani, Primaboti
Nurwidaningrum, Wiria Sende Paiman, dan Adityawarman.
12.Sahabat-sahabatku terkasih: Kartika Sari Senas, Ellen Naomi Nauli Sinaga,
Perthy Melati Kasih, Liani, Efrida Lusia Sari Tambunan, Ketut Ary
Widiasih, dan Yohanes Hermawan. Terima kasih untuk kebersamaan, canda,
tawa, suka, duka yang telah kita lalui bersama.
ix
14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu dan memberikan semangat dalam kelancaran penyelesaian skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi
informasi bagi pembaca.
x
DAFTAR ISI
Halama
n
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi
PRAKATA ...vii
DAFTAR ISI ...x
DAFTAR GAMBAR ...xiv
DAFTAR TABEL ...xv
DAFTAR LAMPIRAN ...xvi
INTISARI ...xvii
ABSTRACT ...xviii
BAB I. PENGANTAR ...1
A.Latar Belakang ...1
1. Permasalahan ...5
2. Keaslian penelitian ...6
3. Manfaat penelitian ...7
xi
1. Tujuan umum ...7
2. Tujuan khusus ...8
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ...9
A.Obat Tradisional dan Jamu Kunyit Asam ...9
B.Rimpang Kunyit ...11
C.Buah Asam Jawa ...12
D.Media Pertumbuhan Staphylococcus aureus ...13
E. S. aureus ...16
F. Landasan Teori ...18
G.Hipotesis ...20
BAB III. METODE PENELITIAN ...21
A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 21
B.Variabel dan Definisi Operasional ...21
1. Variabel penelitian ...20
2. Definisi operasional ...22
C.Bahan Penelitian ...23
D.Alat Penelitian ...24
E. Tata Cara Penelitian ...24
1. Penentuan dan pemilihan pasar ...24
2. Pemilihan dan pengumpulan sampel jamu kunyit asam ...25
xii
a. Uji pengkayaan dalam media Giolitti-Cantoni Broth ...25
b. Isolasi S. aureus dari sampel jamu kunyit asam dalam media selektif Baird Parker Agar...26
c. Identifikasi S. aureus ...26
1) Uji fermentasi gula-gula ...27
2) Uji motilitas ...27
3) Uji sitrat ...28
4) Uji koagulase ...28
5) Uji katalase...29
6) Uji mikroskopik dengan pengecatan Gram ...29
7) Interpretasi hasil ...30
d. Uji angka S. aureus dalam jamu kunyit asam yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta (S5P4/IKM/M/01) ...31
F. Analisis Hasil ...31
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...33
A. Penentuan dan pemilihan pasar ... 35
B. Pemilihan dan pengumpulan sampel jamu kunyit asam ...36
C. Uji S. aureus yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta (S5P4/IKM/M/01) ...37
a. Uji pengkayaan dalam media Giolitti-Cantoni Broth ...39
xiii
c. Identifikasi S. aureus ...45
1) Uji fermentasi gula-gula ...46
2) Uji motilitas ...49
3) Uji sitrat ...50
4) Uji koagulase ...51
5) Uji katalase...53
6) Uji mikroskopik dengan pengecatan Gram ...55
d. Uji angka S. aureus dalam jamu kunyit asam yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta (S5P4/IKM/M/01) ...58
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...64
A.Kesimpulan ... 64
B.Saran ...64
DAFTAR PUSTAKA ...65
LAMPIRAN...70
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Uji pengkayaan sampel jamu kunyit asam pada media
Giolitti-Cantoni Broth setelah inkubasi 48 jam37°C ... 41
25923) dan sampel jamu kunyit asam ... 49
Gambar 5. Hasil uji sitrat pada kontrol positif (S. aureus ATCC
25923) dan sampel jamu kunyit asam ... 51
Gambar 6. Hasil uji koagulase pada kontrol positif (S. aureus ATCC
25923) dan sampel jamu kunyit asam ... 52
Gambar 7. Hasil uji katalase pada kontrol positif (S. aureus ATCC
25923) dan sampel jamu kunyit asam ... 53
Gambar 8. Hasil uji mikrospik dengan pengecatan Gram pada kontrol
positif (S. aureus ATCC 25923) dan sampel A jamu
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Hasil identifikasi positif S. aureus ...30
Tabel II. Hasil sampling jamu kunyit asam dari berbagai pasar
tradisional di Kecamatan Gondomanan Kotamadya
Yogyakarta ...36
Tabel III. Hasil identifikasi uji fermentasi gula-gula, uji motilitas,
uji sitrat, uji koagulase, uji katalase dan uji mikroskopik
S. aureus dalam sampel jamu kunyit
asam... 57
Tabel IV. Hasil uji angka S. aureus dalam jamu kunyit asam yang
dijual di pasar tradisional Kecamatan Gondomanan
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat ijin penelitian di Balai Laboratorium Kesehatan
Yogyakarta ... 71
Lampiran 2. Sampel kunyit asam yang dijual di pasar tradisional
Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta... 72
Lampiran 3. Hasil uji pengkayaan secara duplo sampel jamu kunyit
asam dalam media Giolitti-Cantoni Broth... 73
Lampiran 4. Hasil isolasi secara duplo sampel jamu kunyit asam dalam
media Baird Parker Agar... 74
Lampiran 5. Hasil uji fermentasi gula-gula, uji sitrat dan uji motilitas…. 76
Lampiran 6. Hasil uji koagulase... 78
Lampiran 7. Hasil uji katalase... 79
Lampiran 8. Hasil uji mikroskopik dengan pewarnaan Gram……... 80
Lampiran 9. Hasil uji angka S. aureus dalam jamu kunyit asam yang
dijual di pasar Tradisional Kecamatan Gondomanan
xvii
INTISARI
Jamu kunyit asam merupakan salah satu minuman tradisional yang banyak dikonsumsi dan diminati masyarakat Indonesia. Ramuan jamu kunyit asam ini terdiri dari rimpang kunyit (Curcumae domesticae Rhizoma) dan buah asam jawa (Tamarindi Pulpa) yang berguna untuk menghilangkan nyeri saat haid, menghilangkan bau badan, bahkan menurunkan kolesterol. Proses pembuatan dan penyajian jamu kunyit asam yang dijual di pasar tradisional terkadang tidak memperhatikan kebersihan dan keamanan, sehingga tidak menutup kemungkinan apabila jamu tersebut tercemar oleh mikroba.
Penelitian ini bertujuan mengetahui ada tidaknya S. aureus dan angka S. aureus pada sampel jamu kunyit asam yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta, sehingga dapat diketahui kualitas dan keamanannya. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 661/MenKes/SK/VII/1994 dinyatakan bahwa keberadaan mikroba patogen dalam cairan obat harus bernilai negatif.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif komparatif. Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi penentuan dan pemilihan pasar, pemilihan dan pengumpulan sampel jamu kunyit asam, uji pengkayaan, isolasi S. aureus, identifikasi S. aureus, serta uji angka S. aureus. Data yang diperoleh berupa identitas S. aureus dan angka S. aureus yang didekskripsikan dan dikomparasikan dengan persyaratan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994 yaitu bernilai nol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka S. aureus pada lima sampel jamu kunyit asam yang berasal dari Pasar Beringharjo (kode A, B), Pasar Pathuk (kode C, D) dan Pasar Sawo (kode E) Kecamatan Gondomanan adalah negatif. Hasil penelitian ini memenuhi persyaratan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 661/MenKes/SK/VII/1994.
xviii
ABSTRACT
Jamu kunyit asam is Indonesian jamu which is consumed people of Indonesia. The ingredient of jamu kunyit asam are curcuma (Curcumae domesticae Rhizoma) and tamarind (Tamarindi Pulpa). They are useful to relief dismenorrhea, eliminate body odor, and decrease the level of cholesterol. The manufacturing process and the presentation of jamu kunyit asam that were sold in tradisional markets sometimes do not pay attention to hygiene and safety, so do not rule out the possibility if the herbal medicine are contaminated by microbes.
This research was aimed to describe Staphylococcus aureus identification and count the numbers of S. aureus in samples of jamu that were sold in traditional markets of Gondomanan Subdistricts Municipality Yogyakarta so as to know the quality and safety. Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994 that the presence of microbial pathogens, particularly S. aureus in the liquid medication should be negative.
This research was a non-experimental study using descriptive comparative design. The stages of research were conducted include determining and choosing the market, selecting and collecting sample jamu kunyit asam, enriching phase, isolating of S. aureus, identificating of S. aureus, and numerical calculating of S. aureus. The results of the calculations were the identity of S. aureus and the number of S. aureus which were described and compared to the requirements written in Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994, which was zero in number.
The results of the research showed the number of S. aureus in five samples that were collected from Beringharjo Market (Code A, B), Pathuk Market (Code C, D) and Sawo Market (Code E) were negative. It was mean that jamu kunyit asam that were sold at traditional market of Gondomanan Subdistricts Municipality Yogyakarta filled the requirements in Keputusan Menteri Kesehatan RI No:661/MenKes/SK/VII/1994.
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Jamu adalah obat tradisional yang berisi seluruh bahan tanaman yang
menjadi penyusun jamu tersebut. Jamu disediakan dalam bentuk serbuk seduhan,
pil, atau cairan yang dibuat berdasarkan resep turun-temurun (Handayani dan
Suharmiati, 2006). Jamu yang diolah dalam bentuk minuman sangat digemari oleh
masyarakat Indonesia. Hal ini diperkuat dengan penelitian Wisely, Djunarko dan
Hartini (2008) bahwa masyarakat Desa Paingan Maguwoharjo Depok Sleman
Yogyakarta lebih memilih jamu ramuan segar dengan alasan lebih alami dan tidak
mengandung bahan pengawet.
Salah satu jamu yang banyak dikonsumsi dan diminati oleh masyarakat
adalah jamu kunyit asam. Ramuan jamu kunyit asam ini terdiri dari campuran
rimpang kunyit (Curcumae domesticae Rhizoma) dan buah asam jawa (Tamarindi
Pulpa). Rimpang kunyit mengandung minyak atsiri, pati, zat pahit, resin, selulosa,
dan beberapa mineral (Winarto, 2005) yang digunakan untuk mengobati diabetes
melitus, tifus, keputihan, melancarkan peredaran darah, menghilangkan flek di
wajah, mengatasi pilek, gangguan haid, dan radang kulit. Selain itu, rimpang
kunyit juga dapat sebagai analgesik, karminatif, peluruh haid (Murti dan Poerba,
2010), sedangkan buah asam jawa mengandung asam apel, asam sitrat, asam
anggur, asam tartrat, asam suksinat, pektin, dan gula invert yang berkhasiat
(Utami, 2008). Manfaat ke dua bahan ini apabila diracik menjadi jamu kunyit
asam menghasilkan manfaat yang akan bertambah yaitu menyegarkan tubuh,
terutama pada saat haid dan memperlancar haid, mengatasi gangguan perut,
mengatasi gangguan hati dan lambung, melangsingkan badan serta menurunkan
kolesterol (Prasetiyo, 2003).
Jamu kunyit asam merupakan cairan obat dalam. Berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994, cairan obat dalam adalah
sediaan obat tradisional berupa larutan emulsi atau suspensi dalam air, bahan
bakunya berasal dari serbuk simplisia atau sediaan galenik, dan digunakan sebagai
obat dalam. Jamu sebagai obat tradisional merupakan minuman kesehatan yang
digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat. Oleh karena itu, untuk
melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang dapat merugikan kesehatan, maka
perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatannya. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No:
661/MenKes/SK/VII/1994 mengatur tentang Persyaratan Obat Tradisional yaitu
keberadaan mikroba patogen dalam cairan obat harus negatif. Mikroba patogen
adalah semua mikroba yang dapat menyebabkan orang menjadi sakit, apabila
terinfeksi bakteri tersebut. Obat tradisional untuk penggunaan obat dalam perlu
diwaspadai adanya mikroba seperti: Salmonella, Escherichia coli, Staphylococcus
aureus, dan Pseudomonas aeruginosa (DepKes RI, 1994). Persyaratan
KepMenKes ini mengatur mengenai keamanan dari jamu kunyit asam yang dijual
di pasar tradisional Kotamadya Yogyakarta, sehingga kualitas jamu kunyit asam
Pedagang jamu tradisional terutama pedagang jamu kunyit asam masih
dijumpai di pasar-pasar tradisional. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti
pada bulan Mei 2011 di pasar-pasar tradisional Kotamadya Yogyakarta, jamu
kunyit asam diolah sendiri oleh pedagang jamu secara sederhana dengan jumlah
sesuai kebutuhan tanpa takaran yang baku. Proses pembuatan jamu kunyit asam
meliputi pencucian bahan baku rimpang kunyit yang dicuci satu kali dengan
dicelupkan pada ember berisi air, kemudian direbus sampai mendidih. Rebusan
yang diperoleh dibiarkan sampai agak dingin, lalu disaring dan dicampurkan
dengan air asam jawa dan larutan air gula jawa. Selain itu, dari hasil observasi di
pasar-pasar tradisional Kotamadya Yogyakarta, pedagang jamu tidak mencuci
tangan dengan sabun dan air yang mengalir sebelum membuat jamu. pedagang
Jamu yang sudah jadi langsung dimasukkan dalam botol plastik bekas untuk
dijual dalam bentuk jamu siap minum. Botol plastik yang digunakan cara
pencuciannya kurang higienis, yaitu hanya dicelup ke dalam air.
Proses pembuatan jamu berdasarkan hasil observasi peneliti inilah yang
dapat dimungkinkan dapat mempengaruhi adanya cemaran S. aureus dalam jamu
kunyit asam dilihat dari bahan baku, proses pengolahan, dan pembuatnya. Selain
itu, pembuatan jamu dapat dilakukan tanpa pengujian dan proses pendaftaran
bahan jamu. Oleh karena itu, kualitas dan keamanan jamu yang dihasilkan belum
terjamin karena tidak diketahui ada atau tidaknya cemaran bakteri, khususnya S.
aureus.
Menurut Petunjuk Operasional Cara Pembuatan Obat Tradisional yang baik
pembuatan yang memperhatikan kualitas maupun keamanan. Setiap bahan
sebelum digunakan dilakukan sortasi untuk membebaskan dari bahan asing dan
kotoran lain. Setelah itu dicuci sampai 2-3 kali dengan air bersih, sehingga
diperoleh bahan yang bersih dan terbebas dari bakteri patogen, kapang, khamir,
virus, protozoa, serta pencemar lainnya. Tempat pengolahan jamu harus dijaga
kebersihannya dengan dibersihkan terlebih dahulu baik sebelum maupun sesudah
proses pembuatan jamu. Pembuat jamu sebelum mengolah jamu harus mencuci
tangan dan menggunakan alat pelindung diri agar terhindar dari kontaminasi
cemaran mikroba. Jamu yang sudah jadi harus dikemas dalam wadah yang sesuai
dan memenuhi persyaratan kehigienisan (Badan POM RI, 2005).
Staphylococcus aureus tidak membentuk spora, sehingga pertumbuhan
oleh S. aureus di dalam obat tradisional dapat segera dihambat dengan perlakuan
panas. Kontaminasi S. aureus menjadi salah satu penyebab utama foodborne
disease (FBD) karena S. aureus dapat mengkontaminasi obat tradisional selama
persiapan dan pengolahan. Bakteri ini ditemukan di dalam saluran pernapasan,
permukaan kulit dan rambut hewan berdarah panas termasuk manusia, Lebih dari
30-50% populasi manusia adalah pembawa S. aureus (Le Loir, Baron, dan
Gautier, 2003). S. aureus merupakan sel Gram positif berbentuk bulat, biasanya
tersusun dalam rangkaian tak beraturan seperti anggur (Brooks, Butel dan Morse,
2007). Menurut Umoh dan Udoba (1999) (cit. Sumedi, 2006), S. aureus dan jenis
staphylococci yang lain mampu menghasilkan berbagai enzim dan toksin yang
menyebabkan infeksi, baik pada manusia dan hewan, sehingga dapat
antara lain, air liur yang terus menerus mengalir, pusing, muntah, kram perut serta
diare. Gejala lain yang mungkin terjadi adalah keringat berlebihan, sakit kepala
dan dehidrasi (Brooks dkk., 2007).
Hal inilah yang mendorong peneliti untuk menguji kualitas dan keamanan
jamu tradisional dilihat dari aspek mikrobiologis yaitu angka Staphylococcus
aureus dalam jamu kunyit asam yang dijual di pasar tradisional Kecamatan
Gondomanan Kotamadya Yogyakarta. Kecamatan Gondomanan dipilih karena
terletak di pusat kota Yogyakarta, tepatnya di titik 0 kilometer Kota Yogyakarta.
Kecamatan ini merupakan pusat perekonomian karena terdapat dua pasar terbesar
yaitu Pasar Beringharjo dan Pasar Pathuk, sehingga sering dikunjungi masyarakat
dalam dan luar kota Yogyakarta. Selain itu, pedagang jamu tradisional masih
banyak ditemukan menjual jamu kunyit asam dan konsumen jamu kunyit asam
yang cukup tinggi, terutama para wanita untuk mengurangi rasa sakit ketika
menstruasi dan menambah kesegaran tubuh. Uji cemaran mikroba dalam jamu
kunyit asam ini merupakan salah satu evaluasi keamanan dari jamu gendong
berupa nilai angka S. aureus yang dapat memberikan jaminan keamanan bagi
konsumen jamu gendong terhadap efek samping yang dapat ditimbulkan oleh
cemaran mikroba yang terdapat pada jamu gendong.
1. Permasalahan
a. Apakah jamu kunyit asam yang dijual di pasar tradisional Kecamatan
Gondomanan Kotamadya Yogyakarta mengandung cemaran mikroba S.
b. Berapakah angka S. aureus dalam jamu kunyit asam yang dijual di pasar
tradisional Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta?
c. Apakah sampel jamu kunyit asam yang dijual di pasar tradisional
Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta memenuhi persyaratan
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No:
661/KepMenKes/SK/VII/1994 yang menyatakan bahwa keberadaan
mikroba patogen dalam cairan obat dalam, secara khusus S. aureus harus
negatif?
2. Keaslian penelitian
Penelitian terdahulu yang terkait dengan pengujian cemaran mikroba
pada jamu tradisional pernah diteliti oleh Jinarwanto (2008) dengan judul “Uji
Escherichia coli dalam Jamu Gendong Beras kencur yang beredar di Tiga
Pasar di Kotamadya Yogyakarta”. Hasil penelitian uji Escherichia coli pada
jamu gendong beras kencur menunjukkan dari 15 sampel yang diambil, 6
sampel menunjukkan hasil yang positif mengandung bakteri E. coli.
Penelitian yang dilakukan peneliti berjudul “Angka Staphylococcus
aureus dalam Jamu Kunyit Asam yang Dijual di Pasar Tradisional Kecamatan
Gondomanan Kotamadya Yogyakarta”. Perbedaan dengan penelitian yang
telah dilakukan yaitu penelitian ini secara khusus menghitung angka S. aureus
dalam jamu kunyit asam yang dijual oleh pedagang jamu di pasar tradisional
3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
perkembangan ilmu pengetahuan mengenai ada tidaknya S. aureus dan
angka S. aureus dalam jamu kunyit asam yang dijual di pasar tradisional
Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang kualitas dan keamanan jamu kunyit asam yang dijual
oleh pedagang jamu tradisional dilihat dari angka S. aureus, sehingga
kesehatan masyarakat menjadi lebih terjamin. Selain itu, penelitian ini
juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat agar
lebih peduli akan kebersihan dan teliti dalam memilih jamu yang akan
dikonsumsi.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Mengetahui kualitas dan keamanan berdasarkan ada tidaknya cemaran
mikroba dalam jamu kunyit asam yang dijual di pasar tradisional
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui ada tidaknya cemaran S. aureus pada jamu kunyit asam
yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Gondomanan Kotamadya
Yogyakarta.
b. Mengetahui angka S. aureus dalam jamu kunyit asam yang dijual di
pasar tradisional Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta.
c. Mengetahui jamu kunyit asam yang dijual di pasar tradisional
Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta memenuhi
persyaratan atau tidak berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI
No: 661/MenKes/SK/VII/1994 yang menyatakan bahwa keberadaan
mikroba patogen dalam cairan obat dalam, secara khusus S. aureus
9
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Obat Tradisional dan Jamu Kunyit Asam
Jamu tradisional merupakan salah satu ramuan tradisional yang banyak
dikonsumsi masyarakat Indonesia. Jamu berkhasiat sebagai minuman segar,
mempertahankan kesehatan ataupun mengobati penyakit ringan (Kodim, 2000).
Berdasarkan survei yang dilakukan peneliti pada bulan Mei 2011 di pasar-pasar
tradisional Kotamadya Yogyakarta, cara pengolahan jamu kunyit asam yaitu jamu
kunyit asam diolah sendiri oleh pedagang jamu secara sederhana dengan jumlah
sesuai kebutuhan tanpa takaran yang baku. Bahan rimpang kunyit ditumbuk
secara kasar menggunakan lumpang dan alu. Rimpang kunyit yang sudah
ditumbuk, kemudian bahan dimasukkan ke dalam air mendidih dan direbus.
Rebusan yang diperoleh dibiarkan sampai agak dingin, kemudian disaring dan
dicampurkan dengan air asam jawa dan larutan air gula jawa. Hasil saringan
dimasukkan ke dalam botol-botol.
Berdasarkan Winarto (2004), pembuatan kunyit asam untuk skala rumah
tangga diperlukan bahan-bahan antara lain 150 g rimpang kunyit, 80 g buah asam
jawa, 130 g gula jawa, 80 g gula pasir, garam secukupnya dan air 1 liter. Biji asam
dibuang, kemudian asam direndam dengan sedikit air. Rimpang kunyit diparut
dan diperas untuk diambil airnya. Air asam dan air kunyit dicampur dalam kuali
dibiarkan sampai agak dingin, kemudian disaring. Hasil saringan dimasukkan ke
dalam botol-botol.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan menyebutkan bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sari (galenik),
atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan. (DepKes RI, 2009). Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 661/MenKes/SK/VII/1994, cairan obat
dalam adalah sediaan obat tradisional berupa larutan emulsi atau suspensi dalam
air, bahan bakunya berasal dari serbuk simplisia atau sediaan galenik dan
digunakan sebagai obat dalam (DepKes RI, 1994).
Berdasarkan PerMenKes No. 246/MenKes/Per/V/1990, jamu gendong
adalah jamu yang diracik, dicampur, diolah dan diedarkan sebagai obat tradisional
dalam bentuk cairan, pilis, tapel, atau parem, tanpa penandaan dan atau merk
dagang serta dijajakan untuk langsung digunakan. Pada jamu gendong tidak
memerlukan ijin produksi, namun tetap harus memenuhi standar yang dibutuhkan
yaitu jenis tanaman, kebersihan bahan baku, peralatan yang digunakan, pengemas,
serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional (DepKes RI,
1990).
Kualitas jamu secara mikrobiologi berkaitan dengan khasiat, mutu
maupun keamanan jamu. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No: 661/MenKes/SK/VII/1994 tentang Persyaratan Obat Tradisional,
coli, Salmonella, Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa (DepKes
RI, 1994).
Bahan jamu, proses pengolahan jamu gendong juga memiliki peran dalam
terkontaminasinya jamu oleh cemaran mikroba. Hal ini terutama dari kualitas air
yang digunakan, kebersihan pengolahan, dan perlakuan pada proses pembuatan.
Tingkat kontaminasi bahan baku yang tinggi, proses pembuatan yang kurang
higienis dan rendahnya pengetahuan, serta kurangnya kesadaran akan pentingnya
kebersihan menyebabkan tingginya angka cemaran mikroba (Hastuti, 2004).
B. Rimpang Kunyit
Rimpang kunyit mempunyai dua bagian yaitu rimpang induk atau umbi
utama dan tunas atau cabang rimpang. Jumlah tunas umumnya banyak, tumbuh
mendatar atau melengkung, serta berbuku-buku pendek, lurus atau melengkung.
Warna kulit rimpang adalah jingga kecoklatan atau berwarna terang agak kuning
sampai agak kehitaman. Warna daging jingga dilengkapi dengan bau khas dan
rasa agak pahit dan pedas (Nugroho, 1998).
Komponen kimia yang terdapat dalam rimpang kunyit, antara lain minyak
atsiri, pati, zat pahit, resin, selulosa, dan beberapa mineral. Kandungan minyak
atsiri kunyit sekitar 3-5%. Minyak atsiri kunyit ini terdiri dari senyawa
d-alfa-pelandren (1%), d-sabinen (0,6%), cineol (1%), borneol (0,5%), zingiberen (25%),
tirmeron (58%), seskuiterpen alkohol (5,8%), alkohol (5,8%), alfa-atlanton, dan
gammaatlanton. Komponen utama rimpang kunyit adalah pati berkisar 40-50%
Komponen zat warna atau pigmen pada kunyit yang utama adalah
kurkumin, yakni sebanyak 2,5-6%. Di samping itu, kunyit juga mengandung zat
warna lain, seperti monodesmetoksikurkumin dan bidemestoksikurkumin. Setiap
rimpang segar kunyit mengandung ketiga senyawa ini sebesar 0,8%. Pigmen
inilah yang memberikan warna kuning oranye pada rimpang (Winarto, 2005).
Rimpang kunyit digunakan untuk mengobati diabetes melitus, tifus,
keputihan, menghilangkan flek di wajah, melancarkan peredaran darah, mengatasi
pilek, gangguan haid, radang kulit, rematik, demam, sakit kuning, hepatitis,
hipertensi, diare, disentri dan gangguan pencernaan. Selain itu, dapat pula sebagai
analgesik, karminatif, peluruh haid, dan dapat dipakai sebagai obat luar untuk
merawat kulit (Murti dan Poerba, 2010).
C. Buah Asam Jawa
Buah asam berbentuk polong tipis, berukuran panjang 12-15 cm, dengan
bobot (berat) antara 15-20 g. Polong (buah) asam pada umumnya bengkok. Kulit
polong berwarna seperti karat besi tipis dan mudah pecah retak. Di dalam polong
terdapat daging buah dengan rasa masam yang membungkus biji buah berukuran
panjang mencapai 15 cm dan dapat berisi banyak biji (Rukmana, 2005). Daging
buah (mesokarp) putih kehijauan ketika muda, menjadi merah kecoklatan sampai
kehitaman ketika sangat masak, asam manis dan lengket. Biji coklat kehitaman,
mengkilap dan keras, agak persegi (El-Siddig, Gunasena, Prasad, Pushpakumara,
Daging buah asam jawa mengandung asam apel, asam sitrat, asam anggur,
asam tartrat, asam suksinat, pektin, dan gula invert (Utami, 2008). Warna asli
daging asam adalah kuning kecoklat-coklatan. Akibat pengaruh pengolahan,
warnanya berubah menjadi kehitam-hitaman. Daging buah asam yang masak
mengandung air sekitar 63,3-68,6%, bahan padat total 31,3-36,6%, protein
1,6-3,1%, lemak 0,27-0,69%, sukrosa 0,1-0,8%, selulosa 2,0-3,4%, dan abu 1,2-1,6%.
Asam tartrat merupakan komponen asam yang paling utama dalam daging buah.
Kandungan asam dalam daging buah asam berkisar antara 8-16%, sedangkan
asam lainnya total hanya sekitar 3% dari berat daging buah (Rukmana, 2005). Zat
kimia yang terkandung dalam asam jawa bersifat antiradang, penurun panas,
antibiotik, dan untuk menghilangkan bengkak. Asam jawa berkhasiat untuk
mengobati asma, batuk, demam, panas, rematik, sakit perut, morbili dan biduren
(Utami, 2008).
D. Media Petumbuhan Staphylococccus aureus
Media diperkaya adalah media yang ditambahkan zat-zat tertentu yang
ditambahkan zat-zat, misalnya serum, darah, ekstrak tumbuh-tumbuhan (Waluyo,
2010). Media yang digunakan adalah Media Giolitti-Cantoni Broth yang
merupakan media pengkayaan S. aureus dalam obat tradisional sebelum prosedur
isolasi. Media ini mengandung tripton, ekstrak sapi,ekstrak khamir, D-manitol,
natrium klorida, litium klorida, glisin dan natrium piruvat. Pepton dan ekstrak
daging sapi sebagai sumber karbon, nitrogen, vitamin dan mineral. Ekstrak
bakteri. D-Manitol sebagai sumber karbohidrat. Natrium piruvat merangsang
pertumbuhan Staphylococcus. Litium klorida menghambat basil gram negatif.
Penambahan telurit 1% sebagai pasokan kalium telurit, yang akan berkombinasi
dengan glisin untuk menghambat bakteri Gram positif, selain Staphylococcus.
Penciptaan kondisi anaerobik dengan adanya lilin parafin steril setinggi 2 cm akan
menghambat pertumbuhan Micrococci. Media ini dilapis dengan 2 cm dari lilin
parafin cair steril (suhu leleh 42-44°C) dan diinkubasi selama 48 jam pada 35°C.
Hasilnya dianggap negatif untuk Staphylococcus jika medium tidak menghitam
ketika diamati (Becton dan Dickinson, 2009; Oxoid, 2010a).
Setiap koloni yang akan diidentifikasi harus benar-benar murni untuk
mendapatkan biakan murni. Secara khusus untuk S. aureus digunakan media
selektif yang memungkinkan untuk isolasi koloni mikroba tersangka berdasarkan
karakter biokimia dari mikroba yang akan mempengaruhi sifat pertumbuhan
bakteri pada suatu media spesifik. Identitas mikroba dapat dilihat dari
pembentukan koloni yang spesifik pada media (Badan POM RI, 2008). Media
selektif merupakan media yang ditambahkan suatu zat kimia tertentu yang bersifat
selektif untuk mencegah pertumbuhan mikroba lainnya (Waluyo, 2010). Media
yang digunakan adalah Media Baird Parker Agar yang merupakan media dari
telurite-glisin untuk mengisolasi S. aureus dari obat tradisional. Media ini
mengandung natrium piruvat, glisin, litium, telurit, emulsi kuning telur. Natrium
piruvat, untuk melindungi sel yang rusak dan membantu pemulihannya dan
emulsi kuning telur sebagai agen diagnostik. Agen selektif seperti glisin, litium
menghambat S. aureus. Emulsi kuning telur membuat media berwarna kuning dan
buram. S. aureus mereduksi telurit untuk membentuk koloni hitam mengkilat dan
kemudian menghasilkan zona bening di sekitar koloni dengan aksi proteolitik.
Zona bening dengan khas koloni abu-abu hitam adalah diagnostik untuk S.
aureus. Pada inkubasi lebih lanjut, strain sebagian besar S. aureus membentuk
buram di sekitar koloni kemungkinan karena aksi dari enzim lipase (Oxoid,
2010b).
S. aureus dimungkinkan dapat hidup di jamu kunyit asam, selain pada
media in vitro. Hal ini disebabkan karena adanya kesesuaian suhu maupun pH
antara habitat hidup S. aureus dan jamu kunyit asam. Pada umumnya, S. aureus
tumbuh pada kisaran suhu 7-48,5oC dengan suhu optimum pertumbuhan 30-37oC.
S. aureus termasuk ke dalam kelompok bakteri mesofilik, namun terdapat
beberapa galur S. aureus yang mampu tumbuh pada suhu rendah 6-7oC. Kisaran
pH pertumbuhan antara 4,5-9,3 dengan pH optimum 7,0-7,5. Berdasarkan
aktivitas air (aw), Staphylococcus mampu tumbuh pada kadar air yang lebih
rendah dibandingkan dengan bakteri nonhalofilik lainnya. Pertumbuhan
Staphylococcus tetap terjadi pada air 0,83 yang merupakan kondisi di bawah ideal
untuk pertumbuhan kebanyakan bakteri. Kebanyakan galur-galur S. aureus
mempunyai toleransi tinggi terhadap konsentrasi garam dan gula. Bakteri ini
masih dapat bertahan hidup pada konsentrasi natrium klorida lebih dari 15% dan
memiliki toleransi tinggi terhadap komponen-komponen seperti telurit, merkuri
klorida, neomycin, polymixin dan sodium azida, yang semuanya dapat digunakan
E. Staphylococcus aureus
Secara umum, koloni S. aureus memiliki ciri-ciri: berbentuk bola,
diameter 0,5-1,5 µm, tunggal, berpasangan, tersusun dalam rangkaian tak
beraturan tidak motil, tidak berspora, fakultatif anaerob, katalase positif (Holt,
Krieg, Sneath, Staley, dan Williams, 2000). Organisme ini paling cepat
berkembang pada suhu 37OC, tetapi suhu terbaik untuk menghasilkan pigmen
adalah suhu ruangan (20-25OC). Bakteri ini mempunyai metabolisme aktif,
meragikan karbohidrat serta menghasilkan pigmen yang bervariasi dari putih
sampai kuning tua. Koloni pada medium berbentuk bulat, halus, meninggi, dan
berkilau. S. aureus biasanya membentuk koloni berwarna abu-abu hingga kuning
tua kecoklatan. S. aureus patogen dapat menyebabkan hemolisis darah,
mengkoagulasi plasma, serta menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler dan
toksin. Suatu jenis keracunan makanan sering terjadi akibat enterotoksin tahan
panas yang dihasilkan stafilokokus tertentu (Brooks dkk., 2007).
Staphylococcus aureus tidak membentuk spora sehingga pertumbuhan
oleh S. aureus di dalam obat tradisional dapat segera dihambat dengan perlakuan
panas. Bakteri ini sendiri ditemukan di dalam saluran pernapasan, permukaan
kulit dan rambut hewan berdarah panas termasuk manusia, Lebih dari 30-50%
populasi manusia adalah pembawa S. aureus (Le Loir dkk., 2003). Kontaminasi
oleh S. aureus dapat menyebabkan keracunan makanan karena S. aureus
mengeluarkan suatu eksotoksin (Todar, 2008).
S. aureus bersifat koagulase positif, yang membedakannya dari spesies
pernah mengalami infeksi S. aureus selama hidupnya, dengan derajat keparahan
yang beragam, dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan hingga infeksi
berat yang mengancam jiwa (Brooks dkk., 2007).
S. aureus menghasilkan katalase, yang membedakannya dengan
streptococcus. Bakteri ini meragikan banyak karbohidrat dengan lambat,
menghasilkan asam laktat, tetapi tidak menghasilkan gas. Aktivitas proteolitik
sangat bervariasi untuk setiap strain. Staphylococcus relatif resisten terhadap
pengeringan, panas (bakteri ini tahan terhadap suhu 50OC selama 30 menit) dan
terhadap natrium klorida 9% tetapi mudah dihambat oleh zat-zat kimia tertentu
seperti heksakloroform 3% (Brooks dkk., 2007).
Keracunan pangan akibat S. aureus disebabkan oleh tertelannya
Staphylococcus enterotoksin (SE) bersama makanan yang terkontaminasi. Bila
tertelan, SE akan masuk ke saluran pencernaan dan mencapai usus halus.
Selanjutnya toksin tersebut akan merusak dinding usus halus dan menimbulkan
sekresi jaringan usus dengan cepat (Ash, 2000). Menurut Umoh dan Udoba
(1999) (cit., Sumedi, 2006), Staphylococcus aureus dan jenis staphylococci yang
lain mampu menghasilkan berbagai enzim dan toksin yang menyebabkan infeksi
baik pada manusia dan hewan, sehingga dapat menyebabkan terjadinya foodborne
intoxication. Staph toxin merupakan enteric toxin dan dapat menyebabkan
gastroenteritis. Pada individu yang sehat (normal), dosis toksisitas mencapai ± 30
g/mL makanan yang mengandung 100-200 ng toksin yang diproduksi oleh 106
-107 sel/g atau mL. Individu yang beresiko tinggi seperti bayi, manula dan orang
penyakit. Gejala penyakit dapat berlangsung antara 2-4 jam dengan kisaran waktu
30 menit sampai 8 jam. Gejala-gejala utama yang timbul antara lain, air liur yang
terus menerus mengalir, pusing, muntah, kram perut serta diare. Beberapa gejala
lain yang mungkin terjadi adalah keringat berlebihan, sakit kepala dan dehidrasi
(Brooks dkk., 2007).
F. Landasan Teori
Jamu kunyit asam merupakan salah satu minuman tradisional yang
banyak dikonsumsi dan diminati masyarakat Indonesia. Ramuan jamu kunyit
asam ini terdiri dari rimpang kunyit (Curcuma domestica Rhizoma) dan buah
asam jawa (Tamarindi Pulpa). Kegunaan jamu kunyit asam ini adalah
menyegarkan tubuh, terutama pada saat haid dan memperlancar haid, mengatasi
gangguan perut, mengatasi gangguan hati dan lambung, melangsingkan badan
serta menurunkan kolesterol.
Kurangnya hieginitas dan sanitasi dari pembuatan jamu kunyit asam
berdasarkan observasi peneliti pada bulan Mei 2011 terkaitnya dengan bahan
baku, proses pengolahan, dan pembuatnya dimungkinkan dapat membuat mikroba
patogen, khususnya S. aureus tumbuh dalam jamu kunyit asam. Adanya mikroba
patogen dalam jamu kunyit asam membuat jamu kunyit asam tersebut tidak aman
untuk dikonsumsi. Selain itu, pembuatan jamu dapat dilakukan tanpa pengujian
dan proses pendaftaran bahan jamu, sehingga kualitasnya maupun keamanannya
Kontaminasi S. aureus menjadi salah satu penyebab utama Foodborne
Disease (FBD) karena S. aureus dapat mengkontaminasi obat tradisional selama
persiapan dan pengolahan. Bakteri ini ditemukan di dalam saluran pernapasan,
permukaan kulit dan rambut hewan berdarah panas termasuk manusia. Keracunan
pangan akibat S. aureus disebabkan oleh tertelannya Staphylococcus enterotoksin
(SE) bersama makanan yang terkontaminasi. Apabila tertelan, SE akan masuk ke
saluran pencernaan dan mencapai usus halus. Selanjutnya, toksin tersebut akan
merusak dinding usus halus dan menimbulkan sekresi jaringan usus dengan cepat.
Keracunan ditandai dengan gejala mual, muntah, retching (seperti muntah tetapi
tidak mengeluarkan apa pun), kram perut, dan rasa lemas. Gejala penyakit dapat
berlangsung antara 2-4 jam dengan kisaran waktu 30 menit sampai 8 jam.
Uji S. aureus merupakan salah satu evaluasi keamanan dari jamu gendong
berupa identitas S. aureus dan nilai angka S. aureus yang dapat memberikan
jaminan kualitas dan keamanan bagi konsumen jamu gendong terhadap efek
samping yang dapat ditimbulkan oleh cemaran mikroba. Keberadaan mikroba
patogen tidak boleh melebihi batas keamanan yang telah ditetapkan Menteri
Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994 yang menyatakan bahwa keberadaan
bakteri patogen dalam cairan obat harus negatif, apabila angka S. aureus
menunjukkan nilai nol artinya cairan jamu kunyit asam tersebut aman untuk
dikonsumsi karena bebas dari S. aureus. Apabila jamu kunyit asam terdapat
cemaran S. aureus, maka jamu kunyit asam tersebut tidak terjamin kualitas dan
keamanannya, karena S. aureus dapat menyebabkan keracunan makanan. Oleh
jamu kunyit asam yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Gondomanan
Kotamadya Yogyakarta untuk memberikan jaminan mutu dan keamanan jamu
kunyit asam.
G. Hipotesis
Angka S. aureus dalam jamu kunyit asam yang dijual di pasar tradisional
Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta tidak memenuhi persyaratan
batas keamanan yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No:
661/Menkes/SK/VII/1994 bahwa keberadaan dan angka S. aureus dalam cairan
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan
penelitian deskriptif komparatif. Data penelitian berupa identitas S. aureus dan
angka S. aureus yang dideskripsikan dan dibandingkan dengan persyaratan yang
ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/Menkes/SK/VII/1994
bahwa keberadaan mikroba patogen dalam cairan obat dalam adalah negatif,
khususnya S. aureus. Penelitian dilakukan di Laboratorium Balai Kesehatan
Yogyakarta.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas
Lima sampel jamu kunyit asam dan pedagang yang menetap berjualan di
pasar tradisional Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta.
b. Variabel tergantung
Identitas S. aureus dan angka S. aureus.
c. Variabel pengacau terkendali
Asal jamu kunyit asam (pasar tradisional Kecamatan Gondomanan
Kotamadya Yogyakarta), media pengkayaan (Giolliti-Cantoni Broth),
Lactose Broth, Mannitol Broth, Maltosa Broth, Saccharose Broth,
Simmon Citrate Agar, Sulphur Indole Motility Agar, Nutrient Agar),
reagen uji koagulase (Reagen Staphylococcus aureus Kit), reagen uji
katalase (H2O2 3%), Reagen uji mikroskopik (Gram A, Gram B, Gram C,
Gram D), suhu inkubasi (35oC–37oC) dan waktu inkubasi (24-48 jam).
d. Variabel pengacau tak terkendali
Kualitas media, efektivitas autoklaf, akurasi peralatan dan merek alat-alat
yang digunakan saat penelitian.
2. Definisi Operasional
a. Jamu kunyit asam adalah jamu berbentuk cairan siap minum yang terdiri
dari campuran rimpang kunyit dan buah asam jawa diolah melalui
pemanasan. Jamu tersebut diperoleh dari pedagang jamu tradisional di
pasar tradisional Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta.
b. Uji S. aureus dalam jamu kunyit asam adalah suatu uji untuk menetapkan
adanya S. aureus dalam cairan jamu kunyit asam. Prinsip uji S. aureus
adalah pertumbuhan bakteri S. aureus pada pembenihan khusus setelah
diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24-48 jam, mempunyai
metabolisme aktif, meragikan karbohidrat, mengkoagulasi plasma, dan
katalase positif.
c. Angka S. aureus merupakan besarnya jumlah bakteri S. aureus yang ada
dalam jamu kunyit asam yang diperoleh dari pedagang jamu tradisional di
d. Cemaran S. aureus secara mikrobiologi adalah adanya kandungan bakteri
S. aureus dalam jamu kunyit asam, sehingga tidak sesuai dengan
persyaratan Keputusan Menteri Kesehatan RI No:
661/MenKes/SK/VII/1994 yang menyatakan bahwa mikroba patogen
dalam cairan obat dalam harus negatif, khususnya S. aureus.
e. S. aureus adalah bakteri Gram positif berbentuk kokus, memfermentasi
karbohidrat tetapi tidak menimbulkan gas, tidak motil, dapat
mengkoagulasi plasma dan katalase positif (Brooks dkk., 2007).
C. Bahan Penelitian
a. Sampel kunyit asam berasal dari pasar tradisional Kecamatan Gondomanan
Kotamadya Yogyakarta yang diperoleh pada bulan Januari 2012.
b. Media yang digunakan adalah media pengkayaan (Giolitti-Cantoni Broth),
media selektif (Baird Parker Agar), media identifikasi (Glucose Broth,
Lactose Broth, Mannitol Broth, Maltosa Broth, Saccharose Broth, Simmon
Citrate Agar, Sulphur Indole Motility Agar, dan Nutrient Agar).
c. Bakteri baku sebagai standar pembanding adalah Staphylococcus aureus
ATCC 25923.
d. Pereaksi yang digunakan adalah Reagen Staphylococcus aureus Kit
(Plamatec), H2O2 3%, Perwarnaan Gram (Gram A, Gram B, Gram C, Gram
D. Alat Penelitian
Colony Counter (Erma Optical Works Ltd.), Inkubator (WTC Bider
37OC), autoklaf (KT-40 No.108049 Midorigaoka Japan), Mikroskop (Olympus
Corp. Model U-MDOB3), Safety Pump (Macro Brand), Microbiological Safety
Cabinet (MSC), alat timbang (Sartorius), bunsen, pipet ukur (Pyrex), cawan petri
(Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), pipet mikro (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), ose
dispossible.
E. Tatacara Penelitian 1. Penentuan dan pemilihan pasar
Penentuan lokasi pasar dipilih pasar yang terletak di satu kecamatan
dari 14 kecamatan yang ada di Kotamadya Yogyakarta. Kecamatan yang
dipilih adalah Kecamatan Gondomanan karena terletak di pusat Kota
Yogyakarta, tepatnya di titik 0 kilometer Kota Yogyakarta. Selain itu,
kecamatan ini merupakan pusat perekonomian karena terdapat dua pasar
tradisional terbesar di Kotamadya Yogyakarta yang sering dikunjungi, baik
masyarakat dari dalam maupun luar Yogyakarta. Dua pasar tersebut adalah
Pasar Beringharjo dan Pasar Pathuk. Selain Pasar Beringharjo dan Pasar
Pathuk terdapat juga Pasar Sawo dan Ledok Gondomanan yang menjadi pusat
perekonomian warga sekitarnya. Di Pasar Ledok Gondomanan tidak terdapat
penjual jamu kunyit asam, sehingga tidak digunakan sebagai tempat
pengambilan sampel. Tempat pengambilan sampel hanya dilakukan di Pasar
2. Pemilihan sampel jamu kunyit asam
Berdasarkan observasi peneliti pada bulan Mei 2011, terdapat dua
pedagang jamu gendong di Pasar Beringharjo dan Pathuk, di Pasar Sawo
terdapat satu pedagang, sedangkan di Pasar Ledok Gondomanan tidak terdapat
pedagang jamu gendong. Pemilihan sampel jamu kunyit asam diambil satu
sampel dari setiap pedagang dengan satu kali pengambilan dan setiap sampel
diuji aspek mikrobilogisnya secara duplo.
Sampel jamu kunyit asam dipilih dari pedagang jamu yang menjual
dengan mengendong dagangannya, serta memproduksi jamu kunyit asam
sendiri. Selain itu, secara organoleptis dipilih jamu kunyit asam yang
berwarna kuning, berbau khas jamu dan berbentuk cairan. Penanganan sampel
jamu kunyit asam yang dibeli satu sampel dari tiap pedagang dimasukkan
secara aseptis dalam kemasan botol steril 600 mL.
3. Uji S. aureus dalam jamu kunyit asam yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta (S5P4/IKM/M/01) a. Uji pengkayaan dalam media Giolitti-Cantoni Broth
Secara aseptik, dipipet 1 mL cuplikan tiap sampel dimasukkan ke
dalam tabung yang berisi 9 mL Giolitti-Cantoni Broth, setelah itu
dikocok homogen dan diinkubasi pada suhu 35-37OC selama 24 jam.
Pada kontrol positif, ditanam 1 ose bakteri S. aureus ATCC 25923 ke
dalam tabung yang berisi 9 mL Giolitti-Cantoni Broth, setelah itu
dikocok homogen dan diinkubasi pada suhu 35-37OC selama 24 jam.
pertumbuhan mikroba dan perubahan warna hitam keruh pada media
sebagai penanda pertumbuhan S. aureus (Becton dan Dickinson, 2009;
Oxoid, 2010a).
b. Isolasi koloni S. aureus dari jamu kunyit asam dalam media selektif Baird Parker Agar
Satu sengkelit diambil dari uji pengkayaan dan digoreskan pada
lempeng Baird Parker Agar (media selektif) dengan teknik streak plate
empat kuadran. Cara yang sama dilakukan pula untuk kontrol positif S.
aureus ATCC 25923. Semua lempeng diinkubasi pada suhu 35-37OC
selama 48 jam dengan posisi lempeng terbalik. Hasil perlakuan
dibandingkan dengan kontrol positif. Koloni spesifik S. aureus diamati
yang tumbuh dengan ciri-ciri sebagai berikut: koloni berwarna hitam
mengkilat dengan zona putih di sekelilingnya (Oxoid, 2010b).
c. Identifikasi S. aureus dalam jamu kunyit asam
Dipilih satu koloni spesifik yang tumbuh pada Baird Parker Agar
(BPA) dan ditanam sebagai kultur murni pada Nutrien Agar (NA) miring
secara goresan, kemudian dilakukan uji fermentasi gula-gula, penanaman
pada media Sulphur Indole Motility (SIM) dan media Simmon Citrate,
kemudian dinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
Uji identifikasi S. aureus dalam jamu kunyit asam juga dilakukan
untuk uji koagulase, uji katalase dan uji mikroskopik dengan pengecatan
1) Uji fermentasi gula-gula
Dipilih koloni tersangka biakan yang tumbuh pada media Baird
Parker Agar (BPA) dari sampel jamu kunyit asam dan kontrol positif
S. aureus ATCC 25923 untuk diinokulasikan secara aseptik pada
Glucose Broth, Lactose Broth, Mannitol Broth, Maltosa Broth, dan
Saccharose Broth, Kemudian dinkubasikan pada suhu 35-37OC
selama 24 jam dan diamati perubahan warna yang terjadi setelah
inkubasi 24 jam.
Hasil pada uji fermentasi gula-gula dapat dinyatakan positif S.
aureus apabila terjadi perubahan warna media menjadi kuning dan
tidak adanya gas pada tabung Durham (Holt dkk., 2000) (Tabel I).
2) Uji motilitas
Dipilih koloni tersangka dari biakan yang tumbuh pada media
Baird Parker Agar dari sampel jamu kunyit asam dan kontrol positif
S. aureus ATCC 25923 untuk diinokulasikan secara aseptik pada pada
medium SIM (Sulphur Indol Motility) secara tusukan pada agar tegak
kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
Hasil pada uji motilitas dapat dinyatakan positif apabila tidak
menyebarnya pertumbuhan bakteri pada bekas tusukan dalam media
yang menunjukkan bakteri tersebut bersifat tidak motil/ non motil
3) Uji sitrat
Dipilih koloni tersangka dari biakan yang tumbuh pada media
Baird Parker Agar (BPA) dari sampel jamu kunyit asam dan kontrol
positif S. aureus ATCC 25923 untuk diinokulasikan secara aseptik
pada medium Simmon’s Citrate agar dalam tabung reaksi secara
vertikal, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dan
diamati perubahan yang terjadi.
Hasil pada uji sitrat dinyatakan positif apabila terjadi
perubahan warna media dari hijau menjadi biru menunjukkan bakteri
mampu menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber energi (Holt
dkk., 2000) (Tabel I).
4) Uji koagulase
Dipilih koloni tersangka dari biakan yang tumbuh pada media
Baird Parker Agar (BPA) dari sampel jamu kunyit asam dan kontrol
positif S. aureus ATCC 25923 untuk diinokulasikan secara aseptik,
kemudian dinkubasikan pada suhu 35-37OC selama 24 jam dan
dilanjutkan dengan uji koagulase. Satu ose diambil dari NA miring,
kemudian diletakkan di kaca objek dan diteteskan reagen S. aureus
Kit. Hasil pada uji koagulasi dinyatakan positif terdapat S. aureus
5) Uji katalase
Dipilih koloni tersangka dari biakan yang tumbuh pada media
Baird Parker Agar (BPA) dari sampel jamu kunyit asam dan kontrol
positif S. aureus ATCC 25923 untuk diinokulasikan secara aseptik
pada media NA miring, kemudian diinkubasikan pada suhu 35-37OC
selama 24 jam dan dilanjutkan dengan uji katalase. Satu ose diambil
dari NA miring, diteteskan pada kaca objek, kemudian diteteskan 2-3
tetes reagen H2O2 3%. Hasil pada uji katalase dinyatakan positif
terdapat S. aureus apabila terjadi reduksi H2O2 akan terlihat adanya
gelembung O2 di sekeliling pertumbuhan bakteri (Holt dkk., 2000)
(Tabel I).
6) Uji mikroskopik dengan pengecatan Gram
Dipilih koloni tersangka dari biakan yang tumbuh pada media
Baird Parker Agar (BPA) dari sampel jamu kunyit asam dan kontrol
positif S. aureus ATCC 25923 untuk diinokulasikan secara aseptik
pada media NA miring, kemudian diinkubasikan pada suhu 35-37OC
selama 24 jam. Kaca penutup dan kaca obyek dibersihkan dengan
alkohol hingga bebas lemak, kemudian dilewatkan di atas nyala
lampu spritus. Diambil secara aseptik sebanyak satu ose bakteri pada
media NA miring dan diletakkan pada kaca obyek seluas ± 1 cm2,
kemudian dilakukan fiksasi di atas nyala lampu spritus. Diteteskan
selama 1 menit. Setelah itu dicuci dengan air mengalir lalu
dikeringkan, kemudian ditetesi dengan (larutan lugol iodin) dan
didiamkan selama 1 menit. Setelah kering, dicuci dengan larutan
peluntur/pemucatan (alkohol) sebayak 2 tetes dan didiamkan selama
± 30 detik. Selanjutnya dicuci dengan air mengalir lalu dikeringkan.
Setelah kering diberi larutan zat warna pembanding/penutup
(safranin) sebanyak 2 tetes dan didiamkan selama 2 menit dan dicuci
dengan air mengalir lalu dikeringkan. Setelah itu diamati dengan
mikroskop dengan pere, hasil pada uji mikroskopik pengecatan Gram
dinyatakan positif terdapat S. aureus apabila berbentuk kokus dan
berwarna ungu, serta bergerombol (Brooks dkk., 2007).
7) Interpretasi hasil
Tabel I. Hasil identifikasi positif S. aureus
Uji Hasil tradisional Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta (S5P4/IKM/M/01)
Diamati koloni spesifik yang tumbuh dengan ciri-ciri berbentuk
sekelilingnya (Oxoid, 2010b). Kemudian dihitung koloni dengan
menggunakan alat hitung bakteri.
Angka Staphylococcus aureus dinyatakan dengan persentase
koloni spesifik yang telah dikonfirmasi sebagai S. aureus dikalikan
jumlah koloni dari 2 cawan (duplo) dan faktor pengenceran.
Rumus:
Angka S. aureus =
x B x C
Keterangan:
A = Koloni spesifik S. aureus
B = jumlah koloni terduga S. aureus dari dua cawan (duplo)
C = faktor pengenceran
Angka S. aureus yang diperoleh dari perhitungan dibandingkan
dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/Menkes/SK/VII/1994.
F. Analisis Hasil
Analisis data dilakukan dengan deksriptif komparatif. Data yang diperoleh
dari penelitian ini berupa identitas S. aureus (pertumbuhan koloni spesifik dalam
media Baird Parker Agar, reaksi fermentasi gula-gula, motilitas, sitrat, koagulase,
katalase, dan reaksi dengan pengecatan Gram) dan angka S. aureus yang
dideskripsikan dan dikomparasikan dengan nilai angka S. aureus dengan satuan
CFU (Colony Forming Unit) per mL sampel yang tercantum dalam persyaratan
661/MenKes/SK/VII/1994 yaitu keberadaan S.aureus dalam cairan obat dalam
harus negatif.
Hasil yang diperoleh menunjukkan apakah jamu kunyit asam yang dijual
di pasar tradisional Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta memenuhi
persyaratan ataukah tidak berdasarkan batas keamanan yang ditetapkan, sehingga
dapat diketahui kualitas dan keamanan jamu kunyit asam tersebut berdasarkan
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jamu kunyit asam merupakan salah satu jamu yang diminati masyarakat
karena komposisi dari kunyit asam memiliki manfaat tidak hanya untuk
pengobatan (kuratif), tetapi juga dapat meningkatkan kesehatan (promotif),
mencegah penyakit (preventif) dan memulihkan kesehatan (rehabilitatif) serta
jamu ramuan segar itu alami dan tidak mengandung pengawet (Wisely, Djunarko,
dan Hartini, 2008). Kegunaan jamu kunyit asam ini adalah untuk menyegarkan
tubuh, terutama pada saat haid dan memperlancar haid, mengatasi gangguan perut,
mengatasi gangguan hati dan lambung, melangsingkan badan serta menurunkan
kolesterol (Prasetiyo, 2003).
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada bulan Mei 2011 di
pasar-pasar tradisional Kotamadya Yogyakarta, jamu kunyit asam diolah sendiri
oleh pedagang jamu secara sederhana dengan jumlah sesuai kebutuhan tanpa
takaran yang baku. Proses pembuatan jamu kunyit asam meliputi pencucian bahan
baku rimpang kunyit (Curcumae domesticae Rhizoma) yang dicuci satu kali
dengan dicelupkan pada ember berisi air, kemudian direbus sampai mendidih.
Rebusan yang diperoleh dibiarkan sampai agak dingin, lalu disaring dan
dicampurkan dengan air asam jawa dan larutan air gula jawa. Selain itu, dari hasil
observasi di pasar-pasar tradisional Kotamadya Yogyakarta, pedagang jamu tidak
mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir sebelum membuat jamu.
dijual dalam bentuk jamu siap minum. Botol plastik yang digunakan cara
pencuciannya kurang higienis, yaitu hanya dicelup ke dalam air.
Proses pembuatan jamu berdasarkan hasil observasi peneliti inilah yang
dapat dimungkinkan dapat mempengaruhi adanya cemaran S. aureus dalam jamu
kunyit asam dilihat dari bahan baku, proses pengolahan, dan pembuatnya. Selain
itu, berdasarkan PerMenKes No. 246/MenKes/Per/V/1990 pembuatan jamu dapat
dilakukan tanpa pengujian dan proses pendaftaran bahan jamu. Oleh karena itu,
kualitas dan keamanan jamu yang dihasilkan belum terjamin karena tidak
diketahui ada atau tidaknya cemaran bakteri, khususnya S. aureus (DepKes RI,
1990).
Uji S. aureus merupakan salah satu evaluasi keamanan dari jamu gendong
berupa identitas S. aureus dan nilai angka S. aureus yang dapat memberikan
jaminan keamanan bagi konsumen jamu gendong terhadap efek samping yang
dapat ditimbulkan oleh cemaran mikroba (DepKes RI, 1990). Keberadaan
mikroba patogen tidak boleh melebihi batas keamanan yang telah ditetapkan
Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994 yang menyatakan bahwa
keberadaan mikroba patogen dalam cairan obat dalam harus negatif (DepKes RI,
1994). Oleh karena itu, dilakukan penelitian aspek mikrobiologi yaitu angka S.
aureus dalam jamu kunyit asam yang dijual di pasar tradisional Kecamatan
Gondomanan Kotamadya Yogyakarta untuk meneliti cemaran S. aureus dalam
A. Penentuan dan Pemilihan Pasar
Penentuan lokasi pasar dipilih dari pasar yang terletak di satu kecamatan
dari 14 kecamatan yang ada di Kotamadya Yogyakarta. Kecamatan yang dipilih
adalah Kecamatan Gondomanan karena terletak di pusat kota Yogyakarta,
tepatnya di titik 0 kilometer Kota Yogyakarta. Kecamatan Gondomanan dipilih
karena di kecamatan tersebut terdapat 2 pasar tradisional yang merupakan pasar
terbesar di Yogyakarta di mana pasar ini menjadi pusat perekonomian
masyarakat, baik masyarakat dari dalam maupun luar Yogyakarta. Dua pasar
tersebut adalah Pasar Beringharjo dan Pasar Pathuk. Selain Pasar Beringharjo dan
Pasar Pathuk terdapat juga Pasar Sawo dan Ledok Gondomanan yang menjadi
pusat perekonomian warga sekitarnya. Di pasar-pasar tersebut masih banyak
pedagang yang menjual jamu kunyit asam dan animo masyarakat dalam
mengkonsumsi jamu kunyit asam yang masih cukup tinggi. Selain pasar
Beringharjo dan Pasar Pathuk, juga terdapat Pasar Sawo dan Pasar Ledok
Gondomanan. Di Pasar Ledok Gondomanan tidak terdapat pedagang jamu kunyit
asam, sehingga tidak digunakan sebagai tempat pengambilan sampel. Tempat
pengambilan sampel hanya dilakukan di Pasar Beringharjo, Pasar Pathuk, Pasar
Sawo.
B. Pemilihan dan Pengumpulan Sampel Jamu Kunyit Asam
Pemilihan Kecamatan Gondomanan sebagai tempat pengambilan sampel
cukup untuk mewakili populasi sampel dan pedagang jamu yang terdapat di pasar
jamu adalah semua pedagang jamu gendong di Pasar Beringharjo, Pasar Pathuk,
dan Pasar Sawo. Jumlah pedagang jamu gendong di Pasar Beringharjo ada dua
pedagang jamu gendong, Pasar Pathuk 2 pedagang jamu gendong, dan Pasar
Sawo 1 pedagang jamu gendong. Dipilih satu sampel cairan jamu kunyit asam
dari masing-masing pedagang di tiap pasar yang sudah dipilih. Pengambilan
sampel hanya dilakukan dalam sekali pengambilan dan setiap sampel jamu kunyit
asam diuji duplo.
Tabel II. Hasil sampling jamu kunyit asam dari berbagai pasar tradisional di Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta
Sampel yang diuji dilakukan penanganan kemasan dan sampel terlebih
dahulu agar tidak tercemar bahan atau mikroba lain selama perjalanan menuju
laboratorium. Selama dalam perjalanan ke laboratorium, sifat sampel harus
dijamin tidak mengalami perubahan sejak sampel diambil, dikemas dan dikirim ke
laboratorium. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kontaminasi dari
lingkungan dan data yang diperoleh valid. Sampel jamu kunyit asam dipilih dari
pedagang jamu yang menjual dengan menggendong dagangannya, serta
memproduksi jamu kunyit asam sendiri. Dipilih jamu kunyit asam yang berwarna
kuning, berbau khas jamu dan berbentuk cairan, serta jamu dibuat pada hari
pengambilan sampel. Penanganan sampel jamu kunyit asam yang dibeli tiap
mengalami sterilisasi dan botol ini berwarna gelap agar terhindar dari sinar
matahari yang merusak sampel (Lampiran 2). Mulut botol dibersihkan dengan
alkohol untuk menjaga sterilitas jamu dan segera ditutup rapat setelah sampel
dimasukkan dalam botol untuk menghindari potensi kontaminasi.
C. Uji S. aureus dalam Jamu Kunyit Asam yang Dijual di Pasar Tradisional Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta (S5P4/IKM/M/01)
Jamu kunyit asam merupakan cairan obat dalam. Berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994, cairan obat dalam adalah
sediaan obat tradisional berupa larutan emulsi atau suspensi dalam air, bahan
bakunya berasal dari serbuk simplisia atau sediaan galenik dan digunakan sebagai
obat dalam. Jamu sebagai obat tradisional merupakan suatu minuman kesehatan
yang digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat. Oleh karena itu, untuk
melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang dapat merugikan kesehatan, maka
perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatannya. Keputusan Menteri Kesehatan No:
661/MenKes/SK/VII/1994 mengatur tentang Persyaratan Obat Tradisional yaitu
keberadaan mikroba patogen dalam cairan obat dalam harus negatif. Mikroba
patogen adalah semua mikroba yang dapat menyebabkan orang menjadi sakit,
apabila terinfeksi bakteri tersebut. Obat tradisional untuk penggunaan obat dalam
perlu diwaspadai adanya mikroba seperti: Salmonella, Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas aeruginosa (DepKes RI, 1994).
Bakteri S. aureus ditemukan di dalam saluran pernapasan, permukaan