LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Agustinus Daru Pramudya
Nomor mahasiswa : 038114084
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Uji Angka Kapang/Khamir dalam Jamu Gendong Beras Kencur yang Beredar di Tiga Pasar di Kotamadya Yogyakarta
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 11 Februari 2008 Yang menyatakan
UJI ANGKA KAPANG/KHAMIR
DALAM JAMU GENDONG BERAS KENCUR
YANG BEREDAR DI TIGA PASAR DI KOTAMADYA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Agustinus Daru Pramudya 038114084
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2008
i
UJI ANGKA KAPANG/KHAMIR
DALAM JAMU GENDONG BERAS KENCUR
YANG BEREDAR DI TIGA PASAR DI KOTAMADYA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Agustinus Daru Pramudya 038114084
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2008
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
UJI AI{CKA KAPANG/I(HAMIR
DALAM JA}IU GtrNDONG BSRAS KENCUR
YAF{G BEREDAR DI TTGA PASAR DI KOTAMADYA YOGYAKARTA
O l e h :
Agustinus Dam Pramudya N I M : 0 3 8 1 1 4 0 8 4
Dipertahankaa di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharrna palatanggal : I I Februari 20S8
Mengetahui
Itas Farmasi Sanats Dharma
i" M. Si., Apt.
Yustina Sri fI
Panitia Penguji
1. Yustina Sri Hartini M. Sl, AItt
2. Yohanes Dwiatmaka" S. Si., M. Si
3. Mada Dwi Budi Jumpowati, S. Si
^'rt 8
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan kumpulan kata ini kepada :
Iesu vere miranda...
Bapakku tercinta Theodoricus Sarman
Ibuku tercinta Anastasia Suwasni
Istriku tercinta Valentina Dewi Akhila Candrawilasita B.
Anakku Johanes Capistrano Dhira Maharddhika Pramudya
Mbakku tersayang Fransiska Murni Sayekti Handayani & Meisya
Putri
Floriana
Enjang
Dwi
Sumiwi,
S.
Ak.
Mertuaku tercinta Thomas Tommy Benyamin & Agnes Widaryanti,
SH.
Adik-adikku tersayang Benedicta Virghia Diwyacitta B.
Gabriella
Anindyacitta
Sanjung
B.
v
Tugas cinta yang pertama adalah mendengarkan...
-Paul Tillich
Ada tiga hal dalam kehidupan manusia yang penting.
Yang pertama adalah menjadi baik.
Yang kedua adalah menjadi baik.
Dan yang terakhir adalah menjadi baik...
-Harry James
Burung yang tidak menabur biji gandum akan menuai panen
Apalagi kita yang dianugrahi Tuhan akal budi...
Jangan menyerah dengan keadaanmu,
Bangkit dan berusahalah mengejar mimpimu...
-N.N.
INTISARI
Pada umumnya masyarakat Indonesia masih lazim menggunakan obat tradisional sebagai alternatif penyembuhan penyakit. Salah satu contohnya adalah jamu gendong beras kencur. Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan nomor 661/Menkes/SK/VII/1994 mensyaratkan bahwa jamu gendong beras kencur harus memenuhi persyaratan mutu kefarmasian, salah satunya dengan uji angka kapang/khamir (AKK).
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif dan komparatif. Tujuan penelitian ini adalah penelitian ini diharapkan mampu memberikan data tentang angka kapang/khamir dan informasi tentang jamu gendong beras kencur yang beredar di 3 pasar di Kotamadya Yogyakarta memenuhi persyaratan atau tidak.
Data yang diperoleh berupa data kuantitatif yang dianalisis dengan cara perhitungan koloni kapang/khamir. Angka kapang/khamir yang diperbolehkan berdasarkan Metode Analisis Pusat Pengujian Obat dan Makanan nomor 05/mik/00 adalah tidak lebih dari 103 koloni/mL
Dari data kuantitatif 5 sampel dan 3 kali replikasi yang dilakukan
diperoleh jumlah koloni sampel 1 = 36 x 103 koloni/mL; 19 x 103 koloni/mL; 9 x 103 koloni/mL, sampel 2 = 20 x 103 koloni/mL; 80 x 102 koloni/mL; 33 x 10 koloni/mL, sampel 3 = 82 x 104 koloni/mL; 98 x 104 koloni/mL; 18 x 105 koloni/mL, sampel 4 = 12 x 103 koloni/mL; 67 x 103 koloni/mL; 12 x 104 koloni/mL, sampel 5 = 89 x 102 koloni/mL; 88 x 103 koloni/mL; 44 x 103 koloni/mL. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa angka
kapang/khamir jamu gendong beras kencur yang beredar di 3 pasar di kotamadya Yogyakarta tidak memenuhi syarat.
Kata kunci : Jamu gendong beras kencur, koloni kapang/khamir, Angka kapang/khamir (AKK).
vii
ABSTRACT
Generally, Indonesian people still use traditional medicine as an alternative in healing disease. Jamu gendong beras kencur is the one of them. Health Departement of Indonesian Republic requires pharmaceutical quality for traditional medicines through Peraturan Menteri Kesehatan number 661/Menkes/SK/VII/1994 has required that jamu gendong beras kencur have to fulfill the pharmaceutical quality requirement, one way to know the pharmaceutical quality is by having the number of mold/yeast contamination test.
This research is a non experimental research with the design of descriptive and comparative research. This research is aim to served data about the number of mold/yeast and give information that jamu gendong beras kencur that distributed at Yogyakarta’s three traditional markets was fulfill the requirement or not.
The data is obtained in the form of quantitative data which was analyzed by calculated the colony of mold/yeast. Based on Analysis Method of the Food and Medicine Research Center number 05/mik/00, the number of mold/yeast not more than 103 colony/mL was allowed.
From the quatitative data of five samples with three replications done in the research,are the amount of sample 1 = 36 x 103 colony/mL; 19 x 103 colony/mL; 19 x 103 colony/mL, sample 2 = 20 x 103 colony/mL; 80 x 102 colony/mL; 33 x 10 colony/mL, sample 3 = 82 x 104 colony/mL; 98 x 104 colony/mL; 18 x 105 colony/mL, sample 4 = 12 x 103 colony/mL; 67 x 103 colony/mL; 12 x 104 colony/mL, sample 5 = 89 x 102 colony/mL; 88 x 103 colony/mL; 44 x 103 colony/mL. From the data, the research concluded that jamu gendong beras kencur that distributed at Yogyakarta’s three traditional markets was not fulfill the requirement.
Keywords : Jamu gendong beras kencur, colony of mold/yeast, The number of mold/yeast
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Bapa di Surga
yang senantiasa memelihara dan berkarya dalam penyusunan skripsi yang
berjudul : “Uji Angka Kapang/Khamir pada Jamu Gendong Beras Kencur yang
Beredar di Tiga Pasar di Kotamadya Yogyakarta”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Farmasi (S. Farm) di fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Selain itu, penulis juga berharap dengan disusunnya skripsi ini dapat
memberi tambahan informasi kepada pembaca tentang resiko mengkonsumsi
jamu gendong bagi kesehatan.
Dalam penyusunan skripsi ini, banyak kendala yang dihadapi oleh
penulis. Dengan segala keterbatasan yang ada, skripsi ini dapat selesai dengan
bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus, yang telah memberikan anugrah-Nya.
2. Ibu Rita Suhadi, M. Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma
3. Ibu Yustina Sri Hartini, M. Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran dalam penyusunan skripsi ini.
4. Tim Penguji : Bapak Yohanes Dwiatmaka, S. Si., M. Si., Ibu Maria Dwi Budi
Jumpowati, S. Si
ix
5. Ibu Christine Patramurti, M. Si., Apt selaku Kepala Program Studi Farmasi
sekaligus ketua panitia skripsi
6. Seluruh dosen dan staf karyawan fakultas Farmasi yang telah membagikan
ilmu kefarmasian dan juga membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
7. Ibu Rini Astuti, M. Si., Apt selaku Kepala Bidang Pengelola Mikrobiologi
BPOM Yogyakarta.
8. Pegawai BPOM Yogyakarta, khususnya bagian mikrobiologi. Mbak Haz,
Mbak Wuri, Mbak Tammy, Pak Budi
9. Keluargaku yang telah mendukung dan menyemangati dalam proses
penyelesaian skripsi ini : Bapak & Ibuku Pak Sarman dan Bu Wasni, Istri dan
anakku tercinta Valentina Dewi Akhila Candrawilasita & Johanes Capistrano
Dhira Maharddhika Pramudya, Mbak Yekti, Mbak Enjang, Meme, Ayah,
Mama, Ghie & Nindya
10. Mbah Kinang, Mbah Kakung, Ma’e, dan mbah putri yang sangat menyayangi
cucu-cucunya, Keluarga Banjit : Om Sugeng, Bulik Dewi, Dik Eko, Dik
Gatot, Dik Sodho, Dik Wahyu, Dik Beta, Dik Ungsi, Dik Singgih, Keluarga
Jakarta : Om Teguh, Bulik Ning, Dik Surya, Dik Mayang, Keluarga Om
Tamin, Keluarga Paklik Harno, Keluarga Mbah Nir, Keluarga Pojok, Keluarga
Om Sarjono, Om Sartono, Keluarga Om Wito, Keluarga Om Agus & Bulik
Titek
11. Keluarga besar Eyang Sukarno
12. Mbah Yarkasi kakung & putri, Bulik Nora, Om Hohok, Bulik Heni
13. Almamaterku TK & SD Bhakti Baradatu, SLTP Xaverius Kotabumi, SMUN1
Bukit Kemuning. Terima kasih suster, pak guru dan bu guru, Bruder Sis,
Romo Yosef, Bu Pri, Widhi dan keluarga
14. Teman kecilku, Mamat, Joko, Ari, Roni, Rossy, Aan, Gatot, Supri, Didik dan
semua yang belum tersebut
15. Sahabat-sahabatku Andri, DAB band, Alfadi, Ferry, Andre, Anton ‘ciput’,
Dedi ‘Hubes’, Aris, dan masih banyak lagi yang terlupakan
16. Teman-teman seperjuanganku : Abang Aan, Pa’cik, Irwan ‘plus’, Alvian ‘boi’,
Budi 03 ‘bodong’, koko Madya, Topan ‘Toke’, Manto’, Rateeh, Supendi
‘Budha’, Bakri, Iyas, dan kontrakan community yang baru. Berada bersama
kalian selama 4 tahun sungguh memberikan banyak pelajaran berharga dan
arti sebuah pertemanan.
17. Teman-teman angkatan 2003 khususnya kelas B & kelompok D.
18. Sakura PS Community, Roni , Gepeng, Memet, Deni, dan semua yang belum
disebut.
19. Semua orang yang baik langsung maupun tidak langsung telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini yang belum disebutkan. Terima kasih
xi
Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis membuka diri untuk menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi yang berguna bagi pembaca.
Yogyakarta, 11 Februari 2008 Penulis
Agustinus Daru Pramudya
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 11 Februari 2008 Penulis
Agustinus Daru Pramudya
xiii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ...
Halaman Persetujuan Pembimbing ...
Halaman Pengesahan ... i
iii
iv
Halaman Persembahan ... v
Intisari ... vii
Abstract ... viii
Kata Pengantar ... ix
Halaman Pernyataan Keaslian Karya ... xiii
Daftar Isi ... xiv
Daftar Tabel ... xvii
Daftar Gambar ... xviii
Daftar Lampiran ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Permasalahan ... 3
2. Keaslian Penelitian ... 3
3. Manfaat Penelitian ... 4
a. Manfaat Teoritis ... 4
b. Manfaat Praktis ... 4
c. Manfaat Metodologis ... 4
B. Tujuan Penelitian ... 4
1. Tujuan Umum ... 4
2. Tujuan Khusus ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. Obat Tradisional ... 6
B. Jamu Gendong Beras Kencur ... 7
C. Media ... 7
D. Morfologi Fungi ... 8
E. Uraian Kapang dan Khamir ... 10
1. Kapang ... 10
a. Hifa dan Miselium ... 11
b. Sistem Reproduksi Kapang ... 13
2. Khamir ... 13
3. Patogenitas Fungi ... 14
F. Angka Kapang/Khamir ... 15
G. Landasan Teori ... 15
H. Hipotesis ... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 17
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 17
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 17
1. Variabel Utama ... 17
a. Variabel Bebas ... 17
b. Variabel Tergantung ... 17
2. Variabel Pengacau Terkendali ... 17
3. Definisi Operasional ... 18
C. Bahan Penelitian ... 19
D. Alat Penelitian ... 19
E. Tata Cara Penelitian ... 19
1. Pemilihan Sampel ... 19
2. Pembuatan Media, Pengencer, dan Pereaksi ... 20
A. Potato Dextrose Agar (PDA) ... 20
B. Air Suling Agar (ASA) ... 20
C. Leethen Broth (LB) ... 20
3. Sterilisasi Ruangan dan Alat ... 20
4. Penyiapan Sampel ... 21
5. Uji Angka Kapang / Khamir ... 21
F. Analisis Hasil ... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
a. Pengambilan sampel ... 24
b. Sterilisasi media, alat, dan ruangan ... 24
xv
c. Uji angka kapang/khamir ... 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …... 39
A. Kesimpulan ... 39
B. Saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
LAMPIRAN ... 42
BIOGRAFI PENULIS ... 74
DAFTAR TABEL
Tabel I. Data perhitungan koloni kapang/khamir pada sampel jamu
gendong beras kencur dengan kode sampel 19 TS
……….. 31
Tabel II Jumlah koloni total dari kedua petri pada sampel 1 ... 32
Tabel III Jumlah koloni total dari kedua petri pada sampel 2 ... 33
Tabel IV Jumlah koloni total dari kedua petri pada sampel 3 ... 33
Tabel V. Jumlah koloni total dari kedua petri pada sampel 4 ... 34
Tabel VI Jumlah koloni total dari kedua petri pada sampel 5 ... 34
Tabel VII Jumlah koloni / mL bahan pada masing-masing sampel ... 35
Tabel VIII Data angka kapang/khamir dari 5 produsen jamu gendong di Kotamadya Yogyakarta yang diteliti oleh Silvia Tunjung Pratiwi ... 37
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Sampel jamu gendong beras kencur dalam kantong plastik
steril ... 28
Gambar 2 A. Media TSB setelah disterilisasi dengan autoklaf; B. Media
Potato Dextrose Agar setelah disterilisasi dengan autoklaf ………... 30
Gambar 3 Pertumubuhan koloni kapang/khamir pada sampel 32 TS pada
hari ke-5 ... 31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jumlah pasar di kotamadya Yogyakarta ………. 42
Lampiran 2 Angka kapang/khamir sampel 19 TS dan perhitungannya ... 43
Lampiran 3 Angka kapang/khamir sampel 20 TS dan perhitungannya ... 44
Lampiran 4 Angka kapang/khamir sampel 21 TS dan perhitungannya ... 45
Lampiran 5 Angka kapang/khamir sampel 22 TS dan perhitungannya ... 46
Lampiran 6 Angka kapang/khamir sampel 23 TS dan perhitungannya ... 47
Lampiran 7 Angka kapang/khamir sampel 24 TS dan perhitungannya ... 48
Lampiran 8 Angka kapang/khamir sampel 25 TS dan perhitungannya ... 49
Lampiran 9 Angka kapang/khamir sampel 26 TS dan perhitungannya ... 50
Lampiran 10 Angka kapang/khamir sampel 27 TS dan perhitungannya ... 51
Lampiran 11 Angka kapang/khamir sampel 28 TS dan perhitungannya ... 52
Lampiran 12 Angka kapang/khamir sampel 29 TS dan perhitungannya ... 53
Lampiran 13 Angka kapang/khamir sampel 30 TS dan perhitungannya ... 54
Lampiran 14 Angka kapang/khamir sampel 31 TS dan perhitungannya ... 55
Lampiran 15 Angka kapang/khamir sampel 32 TS dan perhitungannya ... 56
Lampiran 16 Angka kapang/khamir sampel 33 TS dan perhitungannya ... 57
xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya masyarakat Indonesia masih lazim menggunakan obat
tradisional sebagai alternatif penyembuhan penyakit. Obat tradisional tidak jarang
dipakai untuk pengobatan penyakit yang belum ada obatnya yang memuaskan,
seperti penyakit kanker, penyakit virus termasuk AIDS dan penyakit degeneratif,
serta pada keadaan terdesak, yaitu ketika obat jadi tidak tersedia atau karena tidak
terjangkau oleh daya beli masyarakat (Anonim, 2000). Menurut World Health
Organization (WHO), kira-kira 80% dari penduduk dunia yang berjumlah 4 miliar
penduduk, percaya manfaat tumbuh-tumbuhan untuk kesehatan dan kebugaran tubuh,
dan masyarakat modern pun akhirnya juga menggunakan bahan-bahan alam segar
untuk suplemen, makanan, minuman, dan sarana kecantikan dan penampilan bagi pria
dan wanita. Pada umumnya khasiat dari jamu tidak dapat langsung dirasakan. Cara
kerjanya bertahap dengan pemakaian yang terus-menerus (Soedibyo, 2004).
Obat tradisional Indonesia, yang merupakan warisan budaya dan telah
menjadi bagian integral dari kehidupan bangsa Indonesia, diinginkan untuk dapat
dipakai dalam sistem pelayanan kesehatan. Untuk itu harus sesuai dengan kaidah
pelayanan kesehatan yaitu secara medis harus dapat dipertanggungjawabkan.
Guna mencapai hal itu perlu dilakukan pengujian ilmiah tentang khasiat,
keamanan dan standar kualitasnya (Soegihardjo, 2002). Obat tradisional ini belum
dapat digunakan di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum dibuktikan secara
2
ilmiah keamanan serta manfaatnya serta terstandarisasi, sehingga terjamin
keseragamannya.
Dalam penelitian ini pemilihan jamu gendong didasarkan pada Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246/Menkes/Per/V/1990 pasal 2
ayat (2) dan pasal 3 ayat (1) dan (2). Dalam pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa
untuk mendirikan usaha jamu racikan dan jamu gendong tidak diperlukan izin.
Dalam pasal 3 ayat (1) obat tradisional yang diproduksi, diedarkan di wilayah
Indonesia maupun diekspor terlebih dahulu harus didaftarkan sebagai persetujuan
menteri. Dalam pasal 3 ayat (2) disebutkan bahwa dikecualikan dari ketentuan
ayat (1) adalah obat tradisional hasil produksi industri kecil dalam bentuk
rajangan, pilis, tapel, parem, jamu racikan dan jamu gendong (Hartini, 2006).
Berdasarkan fakta di atas, perlu dilakukan uji untuk mengetahui mutu kefarmasian
dari jamu gendong beras kencur. Salah satu parameter standar mutu kefarmasian
jamu gendong beras kencur adalah uji angka kapang/khamir (Hartini, 2006).
Menurut Metode Analisis Pusat Pengujian Obat dan Makanan (MA PPOMN)
nomor 05/mik/00, angka kapang/khamir dalam sediaan cairan obat dalam tidak
boleh lebih dari 103 koloni/mL bahan (Anonim, 2006).
Kondisi tanah sebagai media tumbuh bahan baku obat tradisional yang
lembab atau basah dan kandungan air dalam bahan baku obat tradional dapat
mengakibatkan timbulnya kapang/khamir, karena fungi memerlukan air untuk
tetap melangsungkan kehidupannya. Menurut Tjitrosono et al. (1986), tumbuhan tingkat rendah juga diketahui mempengaruhi pertumbuhan tanaman; kapang
misalnya, memainkan peranan yang penting. Banyak diantara fungi ini menembus
xxi
sel-sel akar tumbuhan dan hifa kapang dapat pula berkumpul ke dalam selubung
mengelilingi akar-akar. Kapang hampir secara universal dijumpai di tanah.
Sehingga fungi yang telah menembus sel-sel akar, pada saat pemanenan akan
tetap menempel pada bahan hingga sampai pada proses pengeringan.
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan akan diketahui angka
kapang/khamir dalam sediaan jamu gendong beras kencur yang beredar di 3 pasar
di Kotamadya Yogyakarta, yaitu pasar Kranggan, pasar Karangwaru, dan pasar
Pingit. Dengan demikian penelitian ini dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang manfaat dan keamanan penggunaan jamu gendong beras
kencur.
1. Permasalahan
Dalam penelitian ini, permasalahan yang dirumuskan adalah sebagai
berikut :
1. Berapa angka kapang/khamir yang terdapat pada sediaan jamu gendong
beras kencur yang beredar di 3 pasar di Kotamadya Yogyakarta?
2. Apakah angka kapang/khamir yang terdapat pada sediaan jamu gendong
beras kencur yang beredar di 3 pasar di Kotamadya Yogyakarta telah
memenuhi persyaratan?
2. Keaslian Penelitian
Sepengetahuan penulis, penelitian tentang Uji kapang/khamir pada jamu
gendong beras kencur sudah pernah diteliti oleh Silvia Tunjung Pratiwi pada
4
tahun 2005 dengan judul “Pengujian Cemaran Bakteri dan Cemaran
Kapang/Khamir pada Produk Jamu Gendong di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Yang membedakan dengan penelitian ini adalah periode pengambilan sampel
yang diteliti.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai angka
kapang/khamir dalam jamu gendong beras kencur yang beredar di 3 pasar di
Kotamadya Yogyakarta.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan data
tentang angka kapang/khamir pada jamu gendong beras kencur yang beredar
di 3 pasar di Kotamadya Yogyakarta.
c. Manfaat metodologis
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan dan terus
dikembangkan dalam pengujian cemaran mikroba pada sediaan-sediaan jamu
yang lain.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui angka kapang/khamir pada
jamu gendong beras kencur yang beredar di 3 pasar di Kotamadya Yogyakarta
xxiii
untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap penggunaan jamu
tersebut.
2. Tujuan khusus :
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan data dan informasi
tentang angka kapang/khamir dalam jamu gendong beras kencur yang beredar di 3
pasar di Kotamadya Yogyakarta. Kemudian data yang diperoleh dibandingkan
dengan persyaratan tentang batas angka kapang/khamir yang diperbolehkan,
sehingga dapat disimpulkan bahwa jamu gendong beras kencur yang beredar di 3
pasar di Kotamadya Yogyakarta sesuai dengan persyaratan atau tidak.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Obat tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dan bahan
bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (Anonim,1994).
Obat tradisional Indonesia yang telah menjadi bagian dari kehidupan
bangsa Indonesia dalam sistem pelayanan kesehatan. Untuk itu harus sesuai
dengan kaidah pelayanan kesehatan, yaitu secara medis harus dapat
dipertanggungjawabkan. Guna mencapai hal itu, perlu dilakukan pengujian ilmiah
tentang khasiat, keamanan, dan standar kualitasnya (Soegihardjo, 2002).
Pemanfaatan obat tradisional pada umumnya lebih diutamakan sebagai
preventif untuk menjaga kesehatan, meskipun adapula upaya sebagai pengobatan
suatu penyakit. Dengan semakin berkembangnya obat tradisional, ditambah
dengan imbauan di masyarakat untuk kembali ke alam (back to nature), telah meningkatkan popularitas obat tradisional (Santoso, 2000). Salah satu kelompok
obat tradisional adalah jamu. Jamu sudah dikenal di Indonesia, khususnya di
Pulau Jawa sebagai sarana perawatan kesehatan sehari-hari maupun sebagai
sarana pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari sakit. Ramuan yang ada di
dalam jamu terdiri dari berbagai bagian tumbuh-tumbuhan yang saling
bekerjasama membantu perawatan dan untuk pencegahan penyakit. Dengan
xxv6
demikian penggunaan sejak dahulu kala bermanfaat untuk preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif (Soedibyo, 2004).
B. Jamu Gendong Beras Kencur
Jamu gendong beras kencur adalah bahan atau ramuan dengan komposisi utama beras dan kencur. Sebagai bahan tambahan biasanya digunakan jahe, kedawung, gula merah, gula putih, kapulaga, kunci, asam jawa, dan garam. Setiap penjual jamu gendong mempunyai ramuan yang tidak selalu sama (Anonim, 2007).
Ada dua cara dalam proses pembuatan jamu gendong. Pertama dengan merebus semua bahan. Kedua dengan mencampurnya dengan air matang (Suharmiati dan Handayani, 1998).
C. Media
8
harus dalam keadaan steril, artinya tidak ditumbuhi mikroba lain yang tidak diharapkan (Jawetz dkk, 1996).
Berdasarkan konsistensinya, media dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu: media padat, media cair, dan media semi padat/cair. Berdasarkan komposisi atau susunannya, media dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : media sintesis (media yang dapat diketahui dengan pasti susunan kimianya), dan media non-sintesis (media yang tidak dapat diketahui dengan pasti susunan kimianya, merupakan bahan-bahan alami seperti kentang, nutrient kaldu, telur, dan sebagainya) (Tarigan, 1988).
Dalam penelitian ini, media digunakan sebagai tempat tumbuh koloni kapang/khamir dan juga sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhan kapang/khamir. Media yang digunakan adalah Potatoes Dextrose Agar atau biasa disebut PDA. PDA merupakan media yang digunakan untuk memacu produksi konidia oleh fungi. Infus dari kentang dan dekstrosa pada media ini menyediakan faktor nutrien yang sangat baik untuk pertumbuhan fungi (Murray, 1999).
D. Morfologi Fungi
Fungi (jamak) atau fungus (tunggal) adalah suatu organisme eukariotik yang mempunyai inti sel, memproduksi spora, tidak mempunyai klorofil, sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis, dapat berkembang biak secara seksual dan aseksual (Fardiaz, 1992). Beberapa fungi disebut fungi dimorfik karena dapat tumbuh dalam bentuk filamen seperti kapang atau sel tunggal seperti khamir.
Fungi sebenarnya merupakan organisme yang menyerupai tanaman, tetapi mempunyai beberapa perbedaan, yaitu tidak mempunyai klorofil, mempunyai dinding sel dengan komposisi berbeda, berkembang biak dengan spora, tidak mempunyai batang atau cabang, akar atau daun, tidak mempunyai sistem vaskular seperti pada tanaman, bersifat multiseluler tetapi tidak mempunyai fungsi masing-masing bagian seperti pada tanaman (Fardiaz, 1992).
Fungi lebih tahan terhadap kondisi-kondisi lingkungan yang ekstrem kalau dibandingkan dengan kebanyakan mikroorganisme lain. Pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Air
Umumnya fungi membutuhkan kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan bakteri, sehingga makanan yang dikeringkan akan lebih mudah dirusak oleh fungi daripada bakteri.
2. Suhu
Kebanyakan fungi dapat tumbuh pada suhu antara 20 - 25 0C (mesofilik) dan paling baik pertumbuhannya pada suhu optimum sekitar 25 - 30 0C atau sama dengan suhu kamar. Pada kasus lain fungi Aspergillus sp. akan tumbuh dengan baik pada suhu 35 – 37 0C.
3. Makanan/substrat
10
4. Keasaman (pH)
Pada umumnya, fungi tumbuh pada pH antara 2,0 – 8,5. Akan tetapi fungi lebih cenderung hidup dalam suasana asam.
5. Oksigen
Fungi yang tumbuh pada makanan umumnya adalah aerobik karena membutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya.
6. Inhibitor
Makanan yang terdapat di alam kadang-kadang mengandung senyawa atau zat penghambat pertumbuhan yang dikenal dengan antibiotik, misalnya penisilin, streptomisin, dan sebagainya (Tarigan, 1988).
E. Uraian Kapang dan Khamir 1. Kapang
Kapang adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen. Filamen merupakan ciri khas morfologi kapang yang membedakan dengan khamir. Dengan adanya filamen, penampakan koloni kapang berserabut seperti kapas. Pertumbuhannya mula-mula berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan membentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang. Sifat-sifat morfologi kapang baik penampakan makroskopik maupun mikroskopik digunakan dalam identifikasi dan klasifikasi kapang. Sifat-sifat umum kapang antara lain : mempunyai inti sel, memproduksi spora, tidak mempunyai klorofil sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis, dapat berkembang biak secara seksual dan aseksual,
beberapa mempunyai bagian-bagian tubuh berbentuk filamen dengan dinding sel
yang mengandung selulosa atau kitin atau keduanya (Fardiaz, 1992).
a. Hifa dan miselium
Kapang terdiri dari suatu thalus (jamak = thalli) yang tersusun dari filamen yang bercabang yang disebut hifa (tunggal = hypa, jamak = hypae). Kumpulan dari hifa disebut misellium (tunggal = mysellium, jamak = mysellia). Hifa tumbuh dari spora yang melakukan germinai membentuk suatu tuba germ,
dimana ini akan tumbuh terus membentuk filamen yang panjangdan bercabang
yang disebut hifa kemudia seterusnya akan membentuk suatu massa hifa yang
disebut misellium. Pembentukan misellium merupakan sifat yang membedakan
grup-grup dalam fungi (Fardiaz, 1992).
Hifa mungkin tumbuh di bawah permukaan yaitu terendam dalam
substrat/makanan, atau pertumbuhnnya mungkin muncul di atas permukaan
substrat/makanan. Pertumbuhan atau perpanjangan hif dimulai dari bagian tengah
yang disebut pertumbuhan interkalar, atau bagian ujung hifa yang disebut
pertumbuhan apikal (Fardiaz, 1992).
Hifa dapat dibedakan atas dua macam, yaitu : (1) hifa vegetatif atau hifa
tumbuh, dan (2) hifa fertil yang membentuk bagian reproduksi. Pada kebanyakan
kapang hifa fertil tumbuh di atas permukaan, tetapi pada beberapa kapang
mungkin terendam. Penyerapan nutrien terjadi pada permukaan misellium
(Fardiaz, 1992).
Hifa dikelilingi oleh dinding sel tegar yang terdiri dari polisakarida.
Kandungan tertinggi dalam dinding sel pada kebanyakan kapang adalah selulosa,
12
tetapi pada beberapa kapang dinding selnya terutama dari khitin. Hifa mungkin
membentuk kumpulan misellium yang padat dan keras dengan dinding sel tebal.
Struktur ini disebut sklerotium (jamak = sklerotia) yang bersifat tahan terhadap pemanasan dan keadaan kering. Oleh karena itu, perlu mendapat perhatian khusus
dalam pengelolaan pangan (Fardiaz, 1992).
Kapang dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan struktur
hifanya, yaitu : (1) hifa tidak bersekat atau nonseptat, dan (2) hifa berekat atau
septat yang membagi hifa dalam mangan-mangan, dimana setiap mangan
mempunyai satu atau lebih inti sel (nukleus). Dinding penyekat yang disebut
septum (jamak = septat) tidak tertutup rapat sehingga sitoplasma masih bebas
bergerak dari ruangan yang satu ke ruangan yang lainnya. Kapang yang tergolong
septat terutama termasuk dalam kelas Ascomycetes, Basidiomycetes, dan
Deuteromycetes, sedangkan kapang nonseptat terutama termasuk dalam kelas
Phycomycetes (Zygomycetes dan Oomycetes). Pada kapang nonseptat inti sel tersebar di sepanjang hifa (Fardiaz, 1992).
Hifa pada kebanyakan kapang biasanya terang, tetapi pada beberapa
kapang agak keruh dan gelap. Secara mikroskopik, hifa terlihat tidak berwarna
dan transparan, tetapi kumpulan hifa secara makroskopik mungkin berwarna
(Fardiaz, 1992).
Struktur miselia mungkin spesifik untuk beberapa jenis kapang dan
sehingga dapat digunakan untuk identifikasi. Bentuk-bentuk spesifik tersebut
misalnya rhizoid (holdfast) pada Rhizopus dan Absidia, foot cell pada
Aspergillus, percabangan bentuk Y pada Geotrichum (Fardiaz, 1992).
xxxi
b. Sistem reproduksi kapang
Dikenal dua macam reproduksi kapang, yaitu (1) reproduksi aseksual,
dan (2) reproduksi seksual. Secara aseksual, kapang dapat tumbuh dari sepotong
miselium, tetapi cara ini jarang terjadi, dan yang paling umum terjadi adalah
pertumbuhan dari spora aseksual.
2. Khamir
Khamir adalah fungi uniseluler yang mikroskopik dan tidak membentuk
percabangan permanen. Sebagian besar khamir termasuk dalam kelas
Ascomycetes, sebagian kecil termasuk dalam kelas Basidiomycetes dan fungi imperfecti. Khamir yang termasuk kelas pertama dan kelas kedua berkembang biak dengan tunas (budding), pembelahan sel, spora aseksual, dan spora seksual. Kelas ketiga hanya dapat berkembang biak secara aseksual yaitu dengan tunas,
pembelahan sel, dan spora aseksual. Pada umumnya, kebanyakan khamir
berkembang biak dengan tunas.
Ukuran khamir 4 – 20 kali lebih besar daripada ukuran bakteri, yaitu
berkisar antara 1 – 9 µm x 2 – 20 µm, tergantung pada spesiesnya. Bentuk khamir
bermacam-macam yaitu, bulat (spheroid), bulat telur (elips), silindris (seperti silinder), seperti sosis, seperti buah jeruk, dan sebagainya. Beberapa khamir
tertentu dapat mengalami dimorfisme, yaitu membentuk fase Y (yeast, khamir, bentuk sel tunggal) dan fase F (filamen, bentuk benang). Khamir tidak mempunyai flagela jadi tidak dapat bergerak aktif.
14
Dinding sel khamir terdiri dari khitin. Sel yang masih muda dinding
selnya tipis dan lentur, sedangkan sel yang sudah tua dinding selnya tebal dan
kaku. Di bawah dinding sel terdapat membran sitoplasma yang bersifat permeable
selektif. Di dalam sitoplasma terdapat banyak granul-granul, seperti mitokondria,
volutin, granula lemak, dan granula glikogen. Makin tua sel khamir makin jelas
granula-granulanya. Di dalam sel terdapat vakuola yang besar yang berisi inti sel
(vakuola initi). Tipe sel khamir adalah eukaryotik (Jutono dkk, 1980).
3. Patogenitas fungi
Fungi dapat menimbulkan penyakit yang dapat dibedakan atas dua
golongan yaitu :
a. Infeksi oleh kapang yang disebut mikosis
b. Mikotoksikosis, yaitu suatu gejala keracunan yang disebabkan oleh
tertelannya suatu hasil metabolisme yang beracun dari kapang atau fungi.
Dari kedua golongan tersebut, hanya mikotoksikosis yang umumnya disebarkan
melalui makanan, sedangkan mikosis disebabkan melalui sentuhan pakaian, angin,
dan sebagainya. Senyawa beracun yang diproduksi oleh fungi disebut mikotoksin.
Toksin ini dapat menimbulkan gejala sakit dan kadang-kadang fatal. Beberapa di
antaranya mempunyai sifat karsinogenik, yaitu dapat menimbulkan kanker.
Kapang yang memproduksi mikotoksin terutama dari jenis Aspergillus, Penicillium, dan Vusarium, selain itu mikotoksin juga diproduksi oleh fungi
Amanita sp. Mikotoksin pada umumnya tahan terhadap panas, sehingga
xxxiii
pengolahan atau pemasakan tidak menjamin hilangnya atau berkurangnya
aktivitas toksin tersebut (Fardiaz, 1992).
F. Angka Kapang/Khamir
Angka kapang/khamir adalah jumlah koloni kapang dan khamir yang
ditumbuhkan dalam media yang sesuai setelah diinkubasi selama 5 hari pada suhu
20 – 25 OC dan dinyatakan dalam satuan koloni / mL. Perhitungan angka kapang/khamir berdasarkan prosedur dalam Metode Analisis Pusat Pengujian
Obat dan Makanan Nasional tahun 2006 no 05/mik/00.
G. Landasan Teori
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor
246/Menkes/Per/V/1990 pasal 2, produsen obat tradisional dikelompokkan
menjadi dua yaitu: (1) yang mempunyai ijin usaha industri sesuai dengan
peraturan perundang undangan yang berlaku; (2) yang tidak diharuskan memiliki
ijin usaha industri, yaitu mereka yang membuat obat tradisional untuk dipasarkan
secara terbatas, contohnya penjual jamu racikan dan jamu gendong (Hartini,
2006).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2000
mensyaratkan bahwa obat tradisional harus memenuhi persyaratan mutu
kefarmasian. Dengan persyaratan mutu tersebut dapat diharapkan adanya obat
tradisional dengan bentuk dan dosis yang diketahui dan terulangkan, termasuk
untuk keamanan dan kemanfaatannya. Parameter yang perlu terdiri atas parameter
16
standar mutu untuk bahan baku, dan parameter standar mutu untuk sediaan yang
mempunyai formula dalam bentuk sediaan tertentu (Anonim, 2000).
Salah satu parameter standar mutu bahan baku obat tradisional adalah
mensyaratkan adanya uji cemaran mikroba seperti uji mikroba patogen, uji angka
kapang/khamir, uji angka lempeng total, uji nilai duga terdekat coliform, dan uji
aflatoksin (Anonim, 2000a).
Berdasarkan pernyataan di atas, perlu dilakukan uji angka
kapang/khamir terhadap sediaan jamu gendong yang dimaksud dalam Peraturan
Menteri Kesehatan nomor 246/Menkes/Per/V/1990 pasal 2 ayat (2), karena
penjual jamu gendong tidak memiliki ijin usaha industri. Dengan tidak memilki
ijin usaha industri, tidak ada jaminan bahwa jamu gendong yang diproduksi sesuai
dengan persyaratan mutu kefarmasian.
H. Hipotesis
Berdasarkan data di atas, jamu gendong beras kencur yang beredar di
tiga pasar di Kotamadya Yogyakarta diduga memiliki angka kapang/khamir yang
melebihi batas maksimal yang dipersyaratkan.
xxxv
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan
rancangan penelitian deskriptif dan komparatif, karena dalam penelitian ini tidak
dilakukan manipulasi pada subjek penelitian. Penelitian akan mendeskripsikan
keadaan yang ada dan membandingkan dengan teori-teori yang berkaitan.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel utama
a. Variabel bebas : jamu gendong beras kencur yang beredar di pasar Kranggan,
pasar Karangwaru, dan pasar Pingit di Kotamadya Yogyakarta.
b. Variabel tergantung : jumlah koloni kapang/khamir pada media Potato Dextrose Agar (PDA).
2. Variabel pengacau terkendali
Suhu inkubasi (± 20 OC), lama inkubasi (5 hari), sterilisasi media (Autoklaf pada suhu ± 121 OC selama 15 menit), sterilisasi alat (Oven pada suhu 180 OC
selama 1 jam), sterilisasi ruangan (LAF) (menggunakan alkohol 70 % dan
sinar UV pada panjang gelombang 260 – 270 nm selama 3 jam), media yang
digunakan (PDA), volume suspensi jamu gendong beras kencur (± 0,5 mL),
dan penyebaran suspensi bahan pada media.
18
3. Definisi Operasional
a. Jamu gendong beras kencur yang digunakan adalah jamu cair dengan bahan
utama beras dan kencur yang dibuat dengan cara direbus maupun diracik saat
akan dikonsumsi, yang dijual dengan wadah botol plastik maupun botol kaca
yang dijual di pasar Kranggan, pasar Karangwaru, dan pasar Pingit di
Kotamadya Yogyakarta, baik digendong maupun di emperan.
b. Koloni yang dihitung adalah koloni tunggal. Jika koloni bertumpuk dan sulit
dibedakan antara koloni yang satu dengan yang lain dihitung satu koloni.
c. Angka kapang/khamir adalah jumlah koloni kapang dan khamir yang dihitung
dengan rumus yang telah ditentukan tanpa membedakan morfologi koloni.
Rumus angka kapang/khamir adalah :
Angka kapang/khamir = jumlah koloni total x faktor pengenceran
d. Jumlah sampel 5 dengan masing-masing sampel dilakukan replikasi sebanyak
3 kali. Kode untuk masing-masing sampel dan replikasinya adalah sebagai
berikut :
Sampel Replikasi I Replikasi II Replikasi III
1 19 TS 24 TS 29 TS
2 20 TS 25 TS 30 TS
3 21 TS 26 TS 31 TS
4 22 TS 27 TS 32 TS
5 23 TS 28 TS 33 TS
xxxvii
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama yaitu jamu gendong beras kencur yang dijual di pasar Kranggan, pasar Karangwaru, dan pasar Pingit di Kotamadya Yogyakarta.
2. Bahan-bahan kimia yang digunakan yaitu :
a. Media penumbuhan koloni kapang/khamir : Potato Dextrose Agar (PDA). b. Pengencer dan pereaksi : Air Suling Agar (ASA), Leethen Broth (LB),
Tween 80.
c. Penghambat pertumbuhan bakteri : Kloramfenikol
D. Alat Penelitian
Laminar Air Flow; Autoklaf, Inkubator, Vortex, Oven, Cawan petri (Pyrex), Pipet volume, Pipet tetes, ball pipet, Tabung reaksi, Erlenmeyer, beker glass, gelas ukur, stomacher, Neraca analitik, lampu spiritus, waterbath, stirer
magnetik, dan alat- alat gelas.
E. Tata Cara Penelitian 1. Pemilihan sampel
Sampel jamu gendong beras kencur diambil dari lima pembuat jamu
gendong di pasar Kranggan, pasar Karangwaru, dan pasar Pingit di Kotamadya
Yogyakarta dan dilakukan replikasi sebanyak 3 (tiga) kali. Sampel jamu gendong
beras kencur selanjutnya diuji angka kapang/khamir total untuk mengetahui
20
jumlah kontaminasi kapang/khamir dan dibandingkan dengan persyaratan batas
angka kapang/khamir maksimal dalam jamu gendong yang diperbolehkan.
2. Pembuatan media, pengencer, dan pereaksi a. Potato Dextrose Agar ( PDA)
Sebanyak 39 gram serbuk PDA disuspensikan dalam 1000 mL aquadest,
kemudian dilarutkan dengan pemanasan dan diaduk hingga merata, dimasukkan
dalam wadah yang sesuai. Kemudian ditambahkan kloramfenikol 100 gram/L
media dan dicampur hingga merata. Sterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit
dengan suhu 121○C. Setelah itu dituang ke dalam cawan petri atau tabung reaksi
steril dan dibiarkan memadat.
b. Air Suling Agar (ASA)
Sebanyak 0,5 gram serbuk agar ditimbang seksama dan dilarutkan dalam
1000 mL aquadest steril, dikocok hingga merata dan dimasukkan ke dalam tabung
erlenmeyer. Sterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 OC.
c. Letheen Broth (LB)
Sebanyak 37,8 g serbuk LB disuspensikan dalam 1000 mL aquadest.
Aduk sampai merata, dan bila perlu dengan pemanasan. Tambahkan tween 80
sampai pH media 7.0 ± 0.2. Sterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit dengan
suhu 121○C, kemudian dimasukkan dalam cawan petri yang telah disterilkan.
3. Sterilisasi rungan dan alat
Ruangan (LAF) dibersihkan dengan alkohol 70% kemudian
disterilisasi dengan lampu UV selama 3 jam. Alat-alat direndam dengan air sabun
xxxix
kemudian dicuci dengan aquadest. Alat-alat yang telah dicuci, dikeringkan dan
dibungkus menggunakan alumunium foil untuk menghindarkan kontak langsung
dengan benda lain setelah disterilisasi. Sterilisasi alat mengggunakan oven pada
suhu 180 0C selama 1 jam. Media disterilisasi bersama wadah dengan autoklaf
pada suhu 121 0C elama 15-20 menit.
4. Penyiapan Sampel
Sebanyak 10 mL sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 90 mL Letheen Broth. Digojog sampai homogen, sehingga diperoleh pengenceran 10-1.
5. Uji angka kapang dan khamir
Disiapkan 3 buah tabung yang masing masing telah diisi 9 ml ASA.
Dari hasil homogenisasi pada penyiapan sampel dipipet 1 ml pengenceran 10-1 ke
dalam tabung ASA pertama hingga diperoleh pengenceran 10-2 dan dikocok sampai homogen. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-4. Dari masing masing pengenceran dipipet 0,5 ml, dituangkan pada permukaan PDA, segera
digoyang dan diputar agar suspensi tersebar merata dan dibuat duplo. Untuk
mengetahui sterilitas media dan pengencer, dilakukan uji blangko. Pada satu
lempeng PDA dituangkan 0,5 mL pengencer dan disebar-ratakan, dan untuk uji
media digunakan satu lempeng PDA. Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu
20 - 25○C dan diamati pada hari ke-3 sampai hari ke-5. Koloni khamir (ragi)
memiliki bentuk bulat kecil, putih, hampir menyerupai bakteri. Sedangkan koloni
22
kapang mempunyai serabut seperti kapas pada permukaan koloni. Jumlah koloni
yang tumbuh diamati dan dihitung.
F. Analisis Hasil
Dipilih cawan petri dari suatu pengenceran yang menunjukkan jumlah
koloni antara 10 – 150 koloni. Jumlah koloni dari kedua cawan dihitung lalu
dikalikan dengan faktor pengencerannya. Bila pada cawan petri dari 2 tingkat
pengenceran yang berurutan menunjukkan jumlah antara 10 – 150, maka dihitung
jumlah koloni dan dikalikan faktor pengenceran, kemudian diambil angka
rata-rata. Hasil dinyatakan sebagai angka kapang/khamir dalam tiap gram contoh.
Untuk beberapa kemungkinan lain yang berbeda dari pernyataan di atas, maka
diikuti petunjuk sebagai berikut:
a. Bila hanya salah satu diantara kedua cawan petri dari pengenceran yang sama
menunjukkan jumlah antara 10-150 koloni, dihitung jumlah koloni dari kedua
cawan dan dikalikan dengan faktor pengenceran.
b. Bila pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi didapat jumlah koloni lebih
besar dari dua kali jumlah koloni pada pengenceran dibawahnya, maka dipilih
tingkat pengenceran terendah (misal pada pengenceran 10-2 diperoleh 60
koloni dan pada pengenceran 10-3 .diperoleh 20 koloni, maka dipilih jumlah koloni pada tingkat pengenceran 10-2 yaitu 20 koloni).
c. Bila dari seluruh cawan petri tidak ada satupun yang menunjukkan jumlah
antara 10-150 koloni, maka dicatat angka sebenarnya dari tingkat pengenceran
terendah dan dihitung sebagai angka kapang/khamir perkiraan.
xli
d. Bila tidak ada pertumbuhan pada semua cawan dan bukan disebabkan karena
faktor inhibitor, maka angka kapang/khamir dilaporkan sebagai kurang dari
satu dikalikan faktor pengenceran terendah.
Setelah diperoleh jumlah koloni yang sesuai dengan persyaratan di atas, dilakukan
perhitungan angka kapang/khamir dengan rumus :
Angka kapang/khamir = jumlah koloni total x faktor pengenceran
Setelah diperoleh data angka kapang/khamir masing-masing sampel, data tersebut
dibandingkan dengan persyaratan dalam MA PPOMN nomor 05/mik/00. Angka
kapang/khamir yang diperbolehkan dalam persyaratan tersebut tidak boleh lebih
dari 103 koloni / mL (Anonim, 2006).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Pengambilan sampel jamu gendong beras kencur
Penelitian ini bersifat deskriptif. Menurut Gay & Diehl (Sigit, 2003),
jumlah sampel untuk penelitian deskriptif minimum sebesar 10 % dari jumlah
populasi. Berdasarkan data yang diperoleh, populasi pasar yang ada di kotamadya
Yogyakarta sebanyak 31 pasar. Maka, peneliti mengambil sampel dari penjual
jamu gendong beras kencur yang berjualan di 3 pasar di kotamadya Yogyakarta.
Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Convinience sampling (sampling pekoleh). Metode ini dipilih karena populasinya tidak homogen dan sulit untuk diidentifikasi (Sigit, 2003). Tiga pasar yang terpilih
adalah pasar Kranggan, pasar Karangwaru, dan pasar Pingit. Semua pedagang
jamu gendong yang berjualan di ketiga pasar tersebut diambil sebagai sampel,
kemudian diuji angka kapang/khamirnya. Diperoleh lima sampel, dan diuji
dengan replikasi sebanyak tiga kali.
b. Sterilisasi media, alat, dan ruangan
Setelah pembuatan media selesai dan alat disiapkan, media dan alat-alat
gelas disterilisasi. Media disterilisasi dengan menggunakan autoklaf. Sterilisasi
dilakukan pada suhu 121 0C selama 15 menit. Dengan metode ini diharapkan media dan alat yang digunakan benar-benar steril. Prinsip kerja metode sterilisasi
dengan autoklaf adalah mendenaturasi protein yang merupakan komposisi utama
xliii24
dinding sel pada mikroorganisme. Uap panas dan bertekanan tinggi akan
memecah dinding sel bakteri. Dengan pecahnya dinding sel, maka bakteri akan
mati.
Sedangkan untuk sterilisasi alat, metode yang digunakan adalah
sterilisasi kering menggunakan oven. Sterilisasi dilakukan pada suhu 180 0C selama 1 jam. Alat-alat yang disterilisasi dibungkus dengan kertas alumunium foil
agar tidak terkontaminasi lagi dan tidak kontak langsung dengan benda lain ketika
dikeluarkan dari oven. Prinsip kerja metode ini adalah dehidrasi.
Untuk sterilisasi ruangan, laminar air flow (LAF), disterilisasi dengan menyemprotkan alkohol pada dinding bagian dalam laminar air flow kemudian dilap dengan kapas kering. Setelah selesai, laminar air flow ditutup dan lampu ultraviolet dinyalakan selama 3 jam. Sinar ultraviolet yang digunakan mempunyai
panjang gelombang 260 – 270 nm. Pada panjang gelombang ini, sinar ultraviolet
dapat membentuk radikal bebas pada mikroorganisme. Radikal bebas ini sifatnya
sangat reaktif dan merusak sistem reaksi kimia yang dapat menyebabkan kematian
mikroorganisme.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan metode
sterilisasi, salah satunya adalah sifat bahan yang akan disterilkan. Pada penelitian
ini, metode sterilisasi media dan sterilisasi alat tidak sama. Media berisi nutrisi
untuk pertumbuhan kapang/khamir. Pemanasan dengan suhu tinggi dan durasi
yang lama akan merusak nutrisi yang terkandung di dalam media, sehingga media
tidak dapat mensuplai makanan. Dengan tidak tersedianya suplai makanan untuk
kapang/khamir, maka pertumbuhan koloni kapang/khamir pada media tidak
26
optimal bahkan tidak akan tumbuh. Oleh karena itu, metode sterilisasi yang
digunakan adalah metode sterilisasi basah dengan menggunakan autoklaf. Untuk
alat-alat gelas, metode sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi kering dengan
menggunakan oven. Metode ini dipilih karena alat-alat gelas lebih tahan terhadap
panas tinggi.
c. Uji Angka Kapang/Khamir
Ada lima jenis uji yang disarankan oleh Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2000 untuk melakukan uji cemaran suatu bahan baku obat, yaitu
Uji Angka Lempeng Total (ALT), Uji Angka Kapang/Khamir (AKK), Uji
Mikroba Patogen, Uji Nilai Duga Terdekat (MPN) Coliform, dan Uji Aflatoksin.
Dalam penelitian ini dilakukan uji cemaran angka kapang/khamir saja. Menurut
World Health Organization (WHO), kira-kira 80% dari penduduk dunia yang
berjumlah 4 miliar penduduk, percaya manfaat tumbuh-tumbuhan untuk kesehatan
dan kebugaran tubuh, dan masyarakat modern pun akhirnya juga mencintai
pemakaian bahan-bahan alam segar untuk suplemen, makanan, minuman, dan sarana
kecantikan dan penampilan bagi pria dan wanita. Pada umumnya khasiat dari jamu
tidak dapat langsung dirasakan. Cara kerjanya bertahap dengan pemakaian yang
terus-menerus (Soedibyo, 2004). Berdasarkan fakta tersebut, uji ini perlu dilakukan
untuk memberi jaminan bahwa bahan obat tidak mengandung cemaran
kapang/khamir melebihi batas yang ditetapkan. Karena jika jumlah kapang/khamir
yang terkandung di dalam jamu melebihi batas yang diperbolehkan dan
dikonsumsi secara rutin, maka penggunaan jamu untuk tujuan meningkatkan
kesehatan tidak dapat tercapai. Dengan jumlah kapang/khamir yang melebihi
xlv
batas maka dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan
masyarakat yang mengkonsumsi jamu, karena kapang/khamir bersifat patogen
(Fardiaz, 1992).
Uji ini merupakan salah satu dari serangkaian uji yang harus dilakukan
untuk memperoleh bahan baku obat tradisional yang terstandar, sehingga
memungkinkan untuk dilakukan uji pra-klinik dan uji klinik, sehingga pada
akhirnya obat tradisional dapat digunakan dalam upaya pelayanan kesehatan.
Berdasarkan MA PPOMN 05/mik/00, batas cemaran kapang/khamir tidak lebih
dari 103 koloni / mL (Anonim, 2006).
Untuk mengetahui berapa besar jumlah kapang/khamir yang ada pada
obat tradisional, maka dapat digunakan metode hitungan cawan petri yang
didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang hidup akan berkembang menjadi
satu koloni. Jumlah koloni yang tampak pada cawan petri merupakan suatu indeks
bagi jumlah organisme yang dapat hidupyang terkandung dalam bahan. Cara yang
digunakan untuk perhitungan sel-sel hidup adalah dengan menentukan jumlah sel
yang mampu membentuk koloni pada media yang sesuai. Pada penelitian ini,
media yang digunakan adalah PDA yang telah ditambahkan kloramfenikol.
Kandungan dari media ini adalah glukosa, ekstrak kentang dan agar. Penggunaan
PDA sebagai media tumbuh kapang/khamir karena media ini menyediakan faktor
nutrien yang sangat baik untuk pertumbuhan kapang/khamir (Murray, 1996).
Dekstrosa dan ekstrak kentang dari media PDA dapat memacu produksi konidia
kapang/khamir (Beever & Bollard, 1970). Media ini menstimulasi produksi
konidia dari kapang/khamir. Kloramfenikol di sini berfungsi sebagai anti bakteri.
28
Dengan ditambahkan kloramfenikol ke dalam media PDA diharapkan koloni yang
tumbuh adalah murni koloni kapang/khamir.
Sampel yang berupa cairan dalam kantong plastik steril digojog sampai
homogen. Penggojogan ini bertujuan agar cairan dan endapan bercampur. Setelah
digojog, dibuat suspensi jamu gendong beras kencur dengan cara mengiambil 10
mL sampel dan ditambah dengan 90 mL Letheen Broth. Tujuan pembuatan
suspensi jamu gendong beras kencur bertujuan untuk melepaskan spora-spora,
sehingga spora-spora yang sudah terlepas dapat membentuk koloni. 100 mL
suspensi tersebut dimasukkan ke dalam plastik steril dan aduk homogen
menggunakan stomacher. Hal ini bertujuan agar sampel dan pengencer bercampur
merata. Penyiapan sampel dilakukan di dalam laminar air flow yang telah disterilkan, dan setiap memipet sampel, pipet yang digunakan dipanasi dengan
api. Hal ini bertujuan agar sampel tidak terkontaminasi dan yang terukur adalah
hasil yang sebenarnya.
Gambar 1. Sampel jamu gendong beras kencur dalam kantong plastik steril.
xlvii
Pada umumnya konsentrasi sel fungi di dalam spesimen tidak diketahui
sebelumnya, maka pengenceran perlu dilakukan beberapa tingkat sehinga
sekurang-kurangnya satu di antara cawan-cawan tersebut mengandung
koloni-koloni terpisah di atas permukaan media. Dalam penelitian ini, pengenceran
dibuat sampai tingkat 10-8. Hal ini dilakukan sebagai orientasi untuk menentukan tingkat pengenceran yang paling efektif di mana koloni mudah dihitung dan sesuai
dengan range. Prinsip dari pengenceran serial ini adalah diperolehnya individu
fungi yang tumbuh secara terpisah yang tampak pada cawan petri setelah inkubasi
berasal dari satu sel tunggal.
Selain pengujian sampel, disiapkan juga blangko. Tujuannya adalah
untuk memeriksa apakah media dan pengencer yang digunakan terdapat cemaran
atau tidak, sehingga yang terhitung benar-benar koloni kapang/khamir yang
berasal dari sanpel. Seluruh perlakuan dilakukan di dalam Laminar Air Flow yang telah disterilisasi dengan alkohol dan sinar UV dan dengan cara aseptis. Untuk
memastikan bahwa koloni yang tumbuh hanya koloni fungi, maka ditambahkan
kloramfenikol dalam media PDA yang bertujuan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme lain seperti bakteri. Antibiotik yang dipilih kloramfenikol karena
antibiotik ini mempunyai spektrum yang luas.
30
A B
Gambar 2. A. Media TSB setelah disterilisasi dengan autoklaf; B. Media Potato Dextrose Agar setelah disterilisasi dengan
autoklaf.
Sampel yang telah diencerkan sampai 10-8 dituangkan ke dalam cawan petri yang berisi media padat PDA. Sampel dituangkan ke permukaan media padat
dan segera digoyangkan sampai merata pada permukaan media. Hal ini bertujuan
agar koloni yang tumbuh terpisah dan rata, sehingga mempermudah perhitungan
koloni. Setiap pengenceran dibuat duplo. Setelah semua sampel dituangkan ke
dalam cawan petri, cawan petri dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu
± 20 OC. Pada suhu ini, kapang/khamir dapat tumbuh dengan baik
(Tarigan, 1988).
Sampel yang telah dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu ± 20 OC diamati pertumbuhannya pada hari ke-3 dan hari ke-5. Koloni khamir yang
dihitung adalah koloni yang berbentuk bulat, warna putih, dan terpisah. Koloni
kapang yang dihitung adalah koloni tunggal yang memiliki serabut seperti kapas
tanpa membedakan warna koloni. Jika terdapat koloni yang bertumpuk, maka
xlix
dianggap sebagai 1 koloni. Untuk menghindari kesalahan perhitungan jumlah
koloni yang bertumpuk, maka pengamatan tidak hanya dilakukan pada hari ke-5
dimana pertumbuhan fungi mencapai puncaknya, tetapi juga dilakukan pada hari
ke-3. Pada hari ke-3 pertumbuhan belum maksimal sehingga koloni mudah
dihitung.
Gambar 3. Pertumbuhan koloni kapang/khamir pada sampel 32 TS pada hari ke-5
Sebagai contoh, dari pengamatan sampel 19 TS diperoleh data sebagai
berikut :
Tabel I. Data perhitungan koloni kapang/khamir pada sampel jamu gendong beras kencur dengan kode sampel 19 TS
Pengamatan hari ke Sampel /
Kode sampel
Pengenceran
3 5 Total
Jumlah koloni
10-1 ~ ~ ~ ~ ~ ~
10-2 13 9 117 86 203. 197
10-3 2 3 19 23 42 36 Sampel 1 / 19
TS
10-4 0 0 0 0 0 0
Tabel I. Lanjutan Pengamatan hari ke Sampel /
Kode Sampel
Pengenceran
3 5 Total
Jumlah koloni
10-5 0 0 0 0 0 0
10-6 0 0 1 3 4 0
10-7 0 0 0 0 0 0 Sampel 1 / 19
TS
10-8 0 0 0 0 0 0
Catatan : blangko PDA = 3
Dari Tabel I di atas, data yang sesuai dengan aturan perhitungan koloni
adalah data pada tingkat pengenceran 10-3. Setelah dikalikan dengan faktor pengenceran, maka diperoleh jumlah koloni sebenarnya dalam tiap mL sampel
sebesar 36 x 103. Jumlah ini jauh melebihi batas yang diperbolehkan, yaitu
sebesar 103 koloni/mL. Berikut data jumlah koloni seluruh sampel :
Tabel II. Jumlah koloni total dari kedua petri pada sampel 1 Jumlah koloni total Sampel / Kode
Sampel
Pengenceran
19 TS 24 TS 29 TS
10-1 ~ ~ ~
10-2 197 138 ~
10-3 36 24 88
10-4 0 3 19
10-5 0 0 0
10-6 0 - -
10-7 0 - -
Sampel 1 / 19 TS;
24 TS; 29 TS
10-8 0 - -
32
li
Tabel III. Jumlah koloni total dari kedua petri pada sampel 2
Jumlah koloni total Sampel / Kode
Sampel Pengenceran 20 TS 25 TS 30 TS
10-1 ~ ~ 33
10-2 20 80 4
10-3 0 0 0
10-4 0 0 0
10-5 0 0 0
10-6 0 - -
10-7 0 - -
Sampel 2 / 20 TS;
25 TS; 30 TS
10-8 0 - -
Tabel IV. Jumlah koloni total dari kedua petri pada sampel 3
Jumlah koloni total Sampel / Kode
Sampel Pengenceran 21 TS 26 TS 31 TS
10-1 ~ ~ ~
10-2 ~ ~ ~
10-3 179 187 ~
10-4 82 98 181
10-5 5 0 18
10-6 0 - -
10-7 0 - -
Sampel 3 / 21 TS;
26 TS; 31 TS
10-8 0 - -
34
Tabel V. Jumlah koloni total dari kedua petri pada sampel 4
Jumlah koloni total Sampel / Kode
Sampel Pengenceran 22 TS 27 TS 32 TS
10-1 ~ ~ ~
10-2 118 212 ~
10-3 6 67 156
10-4 0 3 12
10-5 0 2 2
10-6 0 - -
10-7 0 - -
Sampel 4 / 22 TS; 27 TS; 32 TS
10-8 0 - -
Tabel VI. Jumlah koloni total dari kedua petri pada sampel 5
Jumlah koloni total Sampel / Kode
Sampel Pengenceran 23 TS 28 TS 33 TS
10-1 ~ ~ ~
10-2 89 ~ ~
10-3 20 88 ~
10-4 8 3 ~
10-5 0 0 44
10-6 0 - -
10-7 0 - -
Sampel 5 / 23 TS; 28 TS; 33 TS
10-8 0 - -
Setelah diperoleh jumlah koloni dan dipilih data yang sesuai dengan prosedur analisis hasil, dilakukan perhitungan jumlah koloni fungi tiap mL bahan dengan rumus sebagai berikut :
Jumlah koloni / mL = Jumlah koloni x Faktor pengenceran
Setelah dihitung dengan rumus di atas, maka diperoleh data jumlah koloni tiap
mL bahan. Berikut ini adalah data jumlah koloni / mL masing-masing sampel :
Tabel VII. Jumlah koloni / mL bahan pada masing-masing sampel
Sampel / Kode Sampel Jumlah koloni / mL
36 x 103 Sampel 1 / 19 TS
19 x 103 Sampel 1 / 24 TS
19 x 103 Sampel 1 / 29 TS
20 x 102 Sampel 2 / 20 TS
80 x 102 Sampel 2 / 25 TS
Sampel 2 / 30 TS 33 x 10
82 x 104 Sampel 3 / 21 TS
98 x 104 Sampel 3 / 26 TS
18 x 105 Sampel 3 / 31 TS
12 x 103 Sampel 4 / 22 TS
67 x 103 Sampel 4 / 27 TS
12 x 104 Sampel 4 / 32 TS
89 x 102 Sampel 5 / 23 TS
88 x 103 Sampel 5 / 28 TS
Sampel 5 / 33 TS 44 x 105
Dari tabel VII, dapat diketahui bahwa hampir seluruhnya tidak
memenuhi persyaratan. Seluruh data menunjukkan bahwa jumlah koloni / mL
bahan melebihi persyaratan yang diperbolehkan, yaitu 103 koloni / mL. Hanya
satu kali percobaan pada sampel 2 yang menunjukkan data sesuai dengan
36
persyaratan. Hal ini bisa terjadi karena jamu gendong beras kencur diteliti dengan
jarak waktu pengambilan sampel 1 minggu. Perbedaan waktu pembuatan jamu
gendong berpengaruh pada jumlah cemaran, karena kemungkinan besar bahan
baku yang digunakan beda tempat tumbuhnya.
Sebagai data pendukung, peneliti telah melakukan observasi dan
wawancara dengan penjual jamu gendong. Dari hasil observasi dan wawancara
dapat diketahui bahwa penjual ataupun pembuat jamu belum memahami tentang
cemaran mikroba dan dampak yang mungkin ditimbulkan. Dalam pembuatan
jamu, bahan yang digunakan dibeli dari pedagang lain. Dengan demikian,
kemugkinan besar tempat tumbuh dan umur bahan saat dipanen juga tidak
seragam. Perbedaan tempat tumbuh berarti kondisi tanah juga berbeda. Hal ini
dapat mempengaruhi jumlah cemaran kapang/khamir. Pada kondisi tanah yang
lembab, angka kapang/khamir biasanya akan lebih tinggi daripada tumbuhan yang
tumbuh pada kondisi tanah yang kering. Kapang/khamir membutuhkan air untuk
melangsungkan proses kehidupannya. Begitu juga waktu pemanenan. Perbedaan
umur tanaman saat dipanen akan berakibat adanya perbedaan jumlah cemaran
kapang/khamir. Wadah, alat dan bahan jamu gendong beras kencur dibersihkan
hanya dengan cara dicuci, tidak melalui proses sterilisasi. Air yang digunakan
juga tidak berasal dari sumber air bersih. Ketika meracik jamu, jamu diperas
dengan tangan telanjang. Penyimpanan baik simplisia maupun sudah dalam
bentuk sediaan tidak memenuhi syarat. Hal tersebut di atas kemungkinan dapat
mempengaruhi angka kapang/khamir dalam jamu gendong beras kencur. Berikut
lv
ini beberapa hal yang mungkin dapat mempengaruhi jumlah cemaran pada jamu
gendong :
1. Keseragaman bahan.
2. Sterilisasi alat dan bahan
3. Wadah dan tempat penyimpanan
4. Kebersihan air yang dipakai
5. Higienitas tangan saat meracik jamu
Berdasarkan data-data yang diperoleh dan dibandingkan dengan
persyaratan mutu kefarmasian, dapat disimpulkan bahwa dugaan angka
kapang/khamir dalam jamu gendong beras kencur yang beredar di tiga pasar di
kotamadya Yogyakarta melebihi batas yang diperbolehkan terbukti.
Berikut ini adalah data angka kapang/khamir yang diperoleh dari 5
produsen jamu gendong di Kotamadya Yogyakarta pada tahun 2005 yang
dilakukan oleh Silvia Tunjung Pratiwi.
Tabel VIII. Data angka kapang/khamir dari 5 produsen jamu gendong di Kotamadya Yogyakarta yang diteliti oleh Silvia Tunjung Pratiwi.
Rerata Sampel (koloni / mL) Produsen
1 2 3
A 12.300 1.850 17.800
B 97.000 103.000 110.000
C 1.390 9.000 7.000
D 12.200 2.170 10.200
E 4.850 9.200 10.600
Dari Tabel VIII, dapat diketahui bahwa angka kapang/khamir jamu
gendong dari ke lima produsen berdasarkan MA PPOMN nomor 05/mik/00 telah
melebihi batas yang diperbolehkan. Pengambilan sampel pada penelitian ini dan
38
penelitian Silvia Tunjung Pratiwi memiliki rentang waktu kurang lebih 2 tahun.
Tetapi data angka kapang/khamir yang diperoleh masih melebihi batas yang
diperbolehkan. Dengan kata lain, tidak ada peningkatan mutu kefarmasian
terutama tentang cemaran kapang/khamir dalam jamu gendong yang dipasarkan di
Kotamadya Yogyakarta.
lvii
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, dapat diambil 2 kesimpulan utama, yaitu :
1. Angka kapang/khamir pada 5 jamu gendong beras kencur yang beredar di 5 pasar di 3 kecamatan kotamadya Yogyakarta dengan replikasi tiga kali berturut-turut adalah :
a. Sampel 1 = 36 x 103 koloni / mL; 19 x 103 koloni / mL; 19 x 103 koloni / mL.
b. Sampel 2 = 20 x 103 koloni / mL; 80 x 103 koloni / mL; 33 x 10 koloni / mL
c. Sampel 3 = 82 x 104 koloni / mL; 98 x 104 koloni / mL; 18 x 105 koloni / mL.
d. Sampel 4 = 12 x 103 koloni / mL; 67 x 103 koloni / mL; 12 x 104 koloni / mL.
e. Sampel 5 = 89 x 102 koloni / mL; 88 x 103 koloni / mL; 44 x 105 koloni / mL.
2. Angka kapang/khamir dalam 5 jamu gendong beras kencur yang beredar di 3 pasar di Kotamadya Yogyakarta tidak memenuhi syarat maksimal yang diperbolehkan, yaitu tidak boleh lebih dari 103 koloni / mL.
B. Saran
Perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadap proses produksi jamu gendong oleh pihak yang berwenang seperti Balai Penelitian Obat dan Makanan (BPOM), sehingga mutu jamu gendong dapat lebih baik dan manfaat bagi kesehatan lebih dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1994, Teknologi Pengeringan Simplisia Untuk Pedesaan, Prosiding Simposium Penelitian Bahan Obat Alami VIII, 79-84, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor
Anonim, 2000, Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional, 27-37, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2006, Metode Analisis Prosedur Pengujian Obat dan Makanan Negara, 13, Balai POM, Jakarta.
Anonim, 2007, Racikan Jamu Tradisional, diakses dari
http://racik.wordpress.com/category/jamu-gendong/ pada tanggal 10 Mei
2007
Beever, R. E., and Bollard, E. G., 1970, The Nature of the stimulation of Fungal
Growth by Potato Extract, diakses dari
http://www.rona.biz/analytics/micro_manual/TEDISdata/prods/1_10130_0 500.html pada tanggal 31 Januari 2008
Fardiaz, S., 1992, Mikrobiologi Pangan, 180-195, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta Hartini, Yustina S., Sulasmono, 2006, Peraturan Perundang-undangan Terkait
Bidang Farmasi; Obat Tradisional, 1-5 dan 29-46, Penerbit Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Jawetz, Melnich, and Addberg, 1996, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, 187-191, Penerbit EGC, Jakarta
Jutono, soedarsono, J., Hartadi, S., Suhadi, S. K. Dan soesanto, 1980, Pedoman Praktikum Mikrobio;ogi Umum, 60-70, Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Murray, P. R., 1999, Manual of Clinical Microbiology, 7th edition, 1688-1700, aditors Ellen Jo Baron, Michael A. Pfaller, Fred C. Tenover, Robert H. Yolken, American Society for Microbiology, 1325 Massachusetts Avenue, Washington D. C. 20005
Pratiwi, Silvia Tunjung, Pengujian Cemaran Bakteri dan Cemaran Kapang/Khamir pada Jamu Gendong di Daerah Istimewa Yogyakarta,
diakses dari http://eprints.ums.ac.id/56/ pada tanggal 8 November 2006
Santoso, S. S., 2000, Penelitian Manfaat Pengobatan Tradisional untuk Penyembuhan Penyakit Tidak Menular, JKPKBPPK/Badan Litbang
lix40
Kesehatan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, diakses dari
http://digilib.litbang.depkes.go.id pada tanggal 8 November 2006
Sigit, Soehardi, 2003, Pengantar Metodologi Penelitian Sosial – Bisnis – Manajemen, 108 – 112, Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta
Soedibyo, M.. 2004, Jamu, Obat Sepanjang Zaman, diakses dari
http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/m/mooryatisoedibyo/opini.sh tml diakses tanggal 8 November 2006.
Soegihardjo, C. J., 2002, Perkembangan Obat Tradisional dan Pembuatan Obat Tradisional, 6-7, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Suharmiati dan Handayani, L., 1998, Bahan Baku, Khasiat dan Cara Pengolahan Jamu Gendong: Studi Kasus di Kotamadya Surabaya, Pusat Penelitian Pelayanan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, diakses dari http://www.tempo.co.id/medika/arsip/052001/art-1.html pada tanggal 8 November 2006
Tarigan, J., 198