LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Theodorus Haryu Jinarwanto
Nomor mahasiswa : 028114065
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Uji Escherichia Coli Pada Jamu Beras Kencur yang Beredar di 3 Pasar Di Kotamadya Yogyakarta
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 11 Februari 2008 Yang menyatakan
UJI Escherichia coli PADA JAMU GENDONG BERAS KENCUR YANG BEREDAR DI 3 PASAR DI KOTAMADYA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Theodorus Haryu Jinarwanto NIM: 028114065
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
SKRIPSI
UJI Escherichia coli PADA JAMU GENDONG BERAS KENCUR YANG BEREDAR DI 3 PASAR DI KOTAMADYA YOGYAKARTA
Yang diajukan oleh:
Theodorus Haryu Jinarwanto NIM : 028114065
Telah disetujui oleh:
Pembimbing
Yustina Sri Hartini M.Si., Apt Tanggal : 11 Februari 2008
yang terpendam di dalamnya.
Disini kita mencoba menggapai sebuah legenda.... adakah yang tahu ke mana lagi
tangan nasib akan membawa kita. Saat tugas akhir ini dimulai, siapa yang mengira bahwa semua harus dijalani selama setahun? Adalah ketentuan yang kemudian kami ketahui bagaimana berakhirnya. Selalu, kita terus berjalan.
Meski terkadang dalam lelah yang menyiksa raga, tapi semangat tak pernah pudar.
Terus menjadi bara yang siap mengambil alih kemudi saat semua tak terasa benar. Semangat tak pernah pudar,
berteman dengan jiwa yang tak pernah mati. Selama berjalan kita tersadar,
titik-titik pengetahuan menuntun manusia pada titik berikutnya, sebuah pertanyaan membawa manusia pada pertanyaan lain.
Dengan ilmu kehidupan menjadi enak; dengan seni kehidupan menjadi halus;
dan dengan agama, hidup menjadi terarah dan bermakna.
K upersem bahkan karya ini
U ntuk m ereka yang m em iliki tem pat khusus D alam denyut kehidupanku
My Father : H. Hargiyatno
My Mother : A. Yuliastuti
My Sister : F.E. Kristiandari
My Grandpa and My Grandma
My Friends
Teman-teman yang membutuhkan inspirasi ....
Harap tidak sungkan-sungkan** untuk menggunakan informasi yang terdapat dalam skripsi ini ini !
KATA PENGANTAR
Dengan penuh rasa syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan anugerah serta kehendakNya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Uji Escherichia coli Pada Jamu Gendong Beras Kencur Yang Beredar di 3 Pasar di Kotamadya Yogyakarta. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah sesuatu hal yang mudah, hanya dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Yustina Sri Hartini M.Si., Apt, selaku dosen pembimbing yang telah berkenan membimbing, mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si selaku dosen penguji, atas kritik dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
3. Maria Dwi Budi Jumpowati, S. Si. selaku dosen penguji, atas kritik dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
4. Rita Suhadi, MSi. Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
5. Sri Hartati Yuliani S.Si., Apt., M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan.
6. Keluargaku tercinta atas kasih sayang, doa serta dukungannya baik moril maupun materiil.
7. Sahabat-sahabatku angkatan 02 kelas B: Anno, Ema, Astu, Rina, Heri (Kumal), Arinawa, Rio, Tepe, Antok, Paulin, Ayu, Prima, Puri, atas persahabatan, kebersamaan dan dukungannya selama ini.
8. Teman-teman seperjuangan dalam penyusunan skripsi ini: Danu dan ndaru atas segala saran, kebersamaan, keceriaan dan dukungannya selama ini.
9. Sobat-sobatku sekontrakan: Arinawa, Heri, Kobo, Anno, atas persahabatan, keceriaan dan kebersamaannya selama ini.
10. Teman – teman komunitas kontrakan: Antok, Thomas, Eko, Yuda, Danu, TP dan Rio atas kebersamaan dan guyonannya selama ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Skripsi ini jauh dari sempurna karena keterbatasan pikiran, waktu dan tenaga. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini lebih mendekati sempurna. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan.
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 25 Januari 2008 Penulis,
vii
viii INTISARI
Jamu beras kencur banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Dalam pembuatan terdapat dua bahan dasar pokok yang selalu dipakai, yaitu beras dan kencur. Peraturan Menteri Nomor 661/Menkes/SK/VII/1994 tentang persyaratan obat tradisional mensyaratkan obat tradisional harus bebas dari mikroba patogen, salah satunya adalah Escherichia coli. Pada manusia Escherichia coli dapat menyebabkan penyakit diare, septimia, peritonistis, dan meningitis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri Escherichia coli
pada jamu beras kencur yang dijual di 3 pasar di wilayah kotamadya Yogyakarta yaitu Pasar Kranggan, Pasar Karangwaru, dan Pasar Pingit.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali dari tiap orang penjual pada hari yang berbeda. Identifikasi Escherichia coli dilakukan menurut prosedur yang tertera pada MA PPOMN No.97/MIK/00 tentang uji Escherichia coli
pada obat tradisional. Identifikasi dilakukan secara biokimiawi dengan uji IMVIC (Indol, metil merah, voges proskaeur, sitrat)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 15 sampel yang diambil, 6 sampel positif mengandung Escherichia coli. Dilihat dari asal sampel, 4 dari 5 orang penjual, menjajakan jamu beras kencur yang positif mengandung bakteri Escherichia coli.
Kata kunci: Escherichia coli, jamu beras kencur
ix ABSTRACT
Jamu beras kencur many consumed by publics in Indonesia. There are two basic matters to make jamu beras kencur, that are rice and curcuma. Minister Regulation No.661/Menkes/SK/VII/1994 about the condition of traditional medicine that have to clear from pathogens bacteria, one of them is Escherichia coli. At human, Escherichia coli can cause diarrhoea, septimia, peritonistis, and meningitis.
This research's purpose was to identify Escherichia Coli in jamu beras kencur that are sold in 3 markets in Jogjakarta, Kranggan Market, Karangwaru Market, and Pingit Market.
This research was non-experimental research with descriptive design. Sampling was done counted 3 times;rill of each seller at different day. Identification of Escherichia coli was done appropriate with procedure written in MA No.97/MIK/00 about experiment of Escherichia coli at traditional medicine. Identification was done biochemically with IMVIC (Indol, Methyl Red, Voges Proskaeur, Citrate).
This research result showed that out of 15 sample which taken, 6 positive sample contained Escherichia coli. Seen from of sample, 4 of 5 seller, vend Jamu beras kencur which are positive containing Escherichia coli.
DAFTAR ISI
Halaman
B. Jamu Gendong ... BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...
F. Analisis Hasil... 4. Identifikasi dan Konfirmasi ... 5. Uji IMVIC ... a. Uji Indol... b. Uji Metil Merah ... c. Uji Sitrat ... d. Uji Voges Proskaeur... 6. Pengecatan Gram ... BIOGRAFI PENULIS ...
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel I
Tabel II Tabel III Tabel IV Tabel V
Khasiat Jamu Beras Kencur ... Hasil uji IMVIC pada Escherichia coli... Hasil uji IMVIC pada sampel jamu beras kencur ... Hasil identifikasi Escherichia coli dilihat dari tiap penjual jamu ... Perbandingan hasil uji biokimia IMVIC dan pengecatan gram pada sampel, kultur NIHJ dan Bergey’s manual‘...
14 53 54 55
xiv
Sampel jamu beras kencur yang ditempatkan pada plastik steril ... Sampel ditempatkan dalam media Tryptic soy broth (TSB) .... Mikroba Escherichia coli pada media EMBA ... Media Nutrient agar miring ... Hasil uji indol menggunakan medium Trypton broth ... Hasil uji metil red menggunakan medium MR-VP... Hasil uji sitrat menggunakan medium SCA ... Hasil uji Voges Proskaeur menggunakan medium MR-VP ... Hasil pengecatan gram Escherichia coli...
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1
Lampiran 2
SK Menkes No 661 Tahun 1994 ... Laporan Pengujian Badan POM...
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jamu sudah dikenal di Indonesia khususnya di Jawa sebagai perawatan kesehatan sehari-hari, maupun sebagai sarana pemulih kesehatan bila sembuh dari sakit. Penggunaan jamu sejak dahulu kala bermanfaat untuk preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Penggunaan jamu telah berakar sedemikian kuatnya dalam masyarakat Indonesia dari dahulu hingga sekarang, meskipun sejak seabad yang lalu pendidikan kedokteran dengan obat-obatan modern telah dikenal di Indonesia. Jamu masih sangat populer terutama di wilayah pedesaan (Soedibyo, 2004).
Menurut World Health Organization (WHO), kira-kira 80% dari penduduk dunia yang berjumlah 4 miliar penduduk, percaya manfaat tumbuh-tumbuhan untuk kesehatan dan kebugaran tubuh, dan masyarakat modern pun akhirnya juga menggebu-gebu mencintai pemakaian bahan-bahan alam segar untuk suplemen, makanan, minuman, dan sarana kecantikan dan penampilan bagi pria dan wanita. Pada umumnya khasiat dari jamu tidak dapat langsung dirasakan. Cara kerjanya bertahap dengan pemakaian yang terus-menerus (Soedibyo, 2004).
Obat tradisional Indonesia, yang merupakan warisan budaya dan telah menjadi bagian integral dari kehidupan bangsa Indonesia, diinginkan untuk dapat dipakai dalam sistem pelayanan kesehatan. Untuk itu harus sesuai dengan kaidah pelayanan kesehatan yaitu secara medis harus dapat dipertanggungjawabkan.
Guna mencapai hal itu perlu dilakukan pengujian ilmiah tentang khasiat, keamanan dan standar kualitasnya. Perkembangan tuntutan kebutuhan pemakaian obat tradisional dirasa semakin nyata, selain menyangkut aspek kesehatan juga berkaitan dengan potensi ekonomi.(Anonim,2000b)
Obat tradisional sering diramu sendiri oleh masyarakat dengan bahan baku yang berasal dari tanaman di kebun atau dari pedagang simplisia di pasar. Selain meramu sendiri, masyarakat dapat memperoleh dari penjual keliling atau warung jamu. Dalam pembuatan obat tradisional yang dijual, timbul keraguan tentang keseragaman kualitas baik kandungan aktif maupun kebersihan (kontaminasi kotoran, bakteri, fungi) yang dapat merugikan konsumen. Obat tradisional ini belum dapat digunakan di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum dibuktikan secara ilmiah keamanan serta manfaatnya serta terstandarisasi, sehingga terjamin keseragamannya. (Anonim,2000b)
Jamu gendong merupakan salah satu jamu dalam bentuk cairan minum yang sangat digemari masyarakat. Jamu gendong dijual dalam botol dan diletakkan dalam keranjang yang digendong di punggung belakang menggunakan kain. Peraturan Menteri Kesehatan RI No : 246/Menkes/Per/V/1990 tentang izin usaha industri obat tradisional dikatakan untuk mendirikan usaha jamu gendong tidak diperlukan izin usaha.
diharapkan adanya obat tradisional dengan dosis yang diketahui dan terulangkan, termasuk untuk keamanan dan kemanfaatan nantinya. Parameter yang perlu terdiri atas parameter standar mutu untuk bahan baku, dan parameter standar mutu untuk sediaan yang mempunyai formula dalam bentuk sediaan tertentu (Anonim,2000b). Salah satu parameter standar mutu obat tradisional adalah mensyaratkan adanya uji cemaran mikroba patogen Escherichia coli. Keputusan Menteri kesehatan No 661 tahun 1994 tentang persyaratan obat tradisional menyebutkan bahwa dalam obat tradisional tidak boleh mengandung mikroba patogen seperti
Escherichia coli. Penetapan dilakukan menurut cara yang tertera pada Metode Analisis Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Keberadaan mikroba pada makanan maupun minuman penting artinya karena mikroba tersebut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada makanan atau dapat memproduksi toksin (racun) yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit pada manusia. Mikroba seperti Escherichia coli merupakan bakteri yang paling sering ditemukan sebagai penyebab penyakit, meskipun jumlah yang termakan sedikit.
yang dapat menyebabkan meningkatnya sekresi air dan klorida ke dalam lumen usus dan mengakibatkan hiper motilitas yang akan menyebabkan diare.
1. Perumusan masalahan
a. Apakah terdapat bakteri Escherichia coli pada jamu gendong beras kencur? b. Apakah jamu gendong beras kencur telah memenuhi persyaratan yang ada? 2. Keaslian penelitian
Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang uji Escherichia coli pada jamu gendong beras kencur yang beredar di 3 pasar di kotamadya Yogyakarta belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi tentang uji Escherichia coli pada jamu gendong beras kencur.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan data tentang cemaran mikroba Escherichia coli pada jamu gendong beras kencur yang beredar di kotamadya Yogyakarta.
B. Tujuan
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan (Anonim,2000b)
Obat tradisional atau lebih dikenal dengan nama jamu atau obat asli Indonesia (OAIN) sudah dikenal sejak jaman nenek moyang kita dan tumbuh berkembang sejalan dengan perkembangan yang terjadi di negara kita. Oleh karena itu, jamu merupakan warisan nenek moyang yang perlu dikembangkan umumnya untuk menunjang upaya peningkatan kesehatan masyarakat baik digunakan untuk tujuan pencegahan (preventif), peningkatan (promotif), maupun pengobatan (kuratif). Obat tradisional juga digunakan dalam usaha perawatan kecantikan dan kosmetik (Soegihardjo,2002).
Obat tradisional Indonesia yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan bangsa Indonesia diinginkan untuk dapat dipakai dalam sistem pelayanan kesehatan. Untuk itu harus sesuai dengan kaidah pelayanan kesehatan yaitu secara medis harus dapat dipertanggungjawabkan. Guna mencapai hal itu perlu dilakukan pengujian ilmiah tentang khasiat, keamanan dan standar kualitasnya (Soegihardjo,2002).
Berdasarkan sumber pembuat atau yang memproduksi obat tradisional, obat tradisional dapat dikelompokkan menjadi 3 (Handayani dan Suharmiati,2002).
1. Obat tradisional buatan sendiri
Obat tradisional jenis ini merupakan akar dari pengembangan obat tradisional di Indonesia saat ini. pada zaman dahulu, nenek moyang kita mempunyai kemampuan untuk menyediakan ramuan obat tradisional yang lebih mengarah kepada “self care” untuk menjaga kesehatan anggota keluarga serta penanganan penyakit ringan yang dialami oleh anggota keluarga. Sumber tanaman disediakan oleh masyarakat sendiri, baik secara individu, keluarga, maupun kolektif dalam suatu lingkungan masyarakat. Namun, tidak tertutup kemungkinan bahan baku dibeli dari pasar tradisional yang banyak menjual bahan jamu yang pada umumnya juga merupakan bahan untuk keperluan bumbu dapur masakan asli Indonesia.
2. Obat tradisional berasal dari pembuat jamu/herbalist
umumnya mereka menggunakan bahan-bahan yang berasal dari Cina meski tidak jarang juga dicampur dengan bahan lokal yang sejenis dengan yang mereka jumpai di Cina.
3. Obat tradisional buatan industri
Obat tradisional merupakan campuran bahan-bahan yang berasal dari bagian tanaman yang dikenal dengan simplisia. Agar diperoleh simplisia yang baik, harus melalui beberapa proses pengolahan meliputi :
1. Pengeringan.
Pengeringan adalah pengeluaran air sampai kadar air yang seimbang dengan keadaan udara atmosfer normal atau pada kadar air dimana penurunan mutu bahan oleh kapang, aktifitas enzim dan serangga dapat diabaikan. Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air, untuk menjamin penyimpanan, dan mencegah pertumbuhan jamur serta mencegah terjadinya proses atau reaksi enzimatik yang dapat menurunkan mutu. Jumlah kandungan air pada bahan akan mempengaruhi daya tahan bahan baku obat (simplisia) tersebut terhadap serangan mikroba. Bakteri membutuhkan air untuk tumbuh dan berkembang biak. Kebutuhan mikroba akan air biasanya dinyatakan sebagai water activity (AW). Air adalah pelarut essential yang digunakan untuk reaksi biokimia oleh makluk hidup. Oleh karena itu untuk memperpanjang daya tahan bahan (simplisia) dalam penyimpanan maka kadar air harus dihilangkan sampai mencapai kadar air tertentu.
pula dari suhu buatan (misalnya menggunakan oven). pengeringan. Simplisia yang dikeringkan dibawah sinar matahari adalah yang berasal dari dari akar, rimpang, kulit, dan biji-bijian. Keuntungan dari cara pengeringan ini adalah biaya yang murah, tetapi mempunyai kekurangan yaitu suhu dan kelembaban tidak dapat dikontrol, serta waktu yang relatif lebih lama. Waktu pengeringan tergantung cuaca dan intensitas penyinaran, serta mudah terkontaminasi oleh kuman dari luar, serta pengaruh sinar ultraviolet yang dapat merusak kandungan kimia dari simplisia.
Cara pengeringan yang lain adalah dengan menggunakan pengering mekanis (oven) yang menggunakan tambahan panas. Pengeringan dengan panas buatan ini memberikan beberapa keuntungan yaitu : tidak tergantung cuaca, tidak memerlukan tampat yang luas, kondisi pengeringan dapat dikontrol sehingga pengeringan dapat dapat rata pada tiap bagian dari simplisia. Pengeringan dengan alat pengering mekanis akan mendapatkan hasil yang lebih baik bila kondisi pengeringan ditentukan dengan tepat dan selama pengeringan dikontrol dangan baik (Anonim, 1994).Kecuali dinyatakan lain, pengeringan simplisia dilakukan di udara terbuka, terlindung dari sinar matahari langsung. 2. Vaporasi.
Proses ini dilakukan untuk simplisia tertentu yang mempunyai angka kuman tinggi (misalnya daun-daunan), dengan menggunakan uap panas.
3. Wadah dan pembungkusan.
mengakibatkan perubahan potensi, mutu, atau kemurnian. Jika pengaruh itu tidak dapat dihindari maka perubahan yang terjadi tidak boleh sedemikian besar sehingga menyebabkan bahan yang disimpan tidak memenuhi persyaratan baku. 4. Penyimpanan.
Semua simplisia harus disimpan sedemikian rupa sehingga perubahan karena cahaya sejauh mungkin dapat dihindari. Simplisia yang mudah menyerap air (higroskopis) harus disimpan dalam wadah tertutup rapat berisi kapur tohor. 5. Kemurnian simplisia.
Dalam perdagangan tidak selalu didapat simplisia yang sepenuhnya murni. Bahan asing yang tidak berbahaya dalam jumlah kecil atau yang dicampurkan, pada umumnya tidak merugikan. Simplisia nabati harus bebas dari serangga, fragmen-fragmen atau kotoran hewan, tidak boleh menyimpang bau dan warnanya, tidak boleh mengandung lendir dan cendawan atau menunjukkan tanda-tanda pengotor lainnya, tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun atau berbahaya.
6. Sortasi.
Proses ini dilakukan untuk memisahkan bahan yang berguna dan tidak berguna. Untuk simplisia yang mengandung debu dibantu dengan mesin hembus, sedangkan yang banyak mengandung pasir digunakan mesin ayak (Anonim, 1994b).
bahan-bahan tersebut yang belum dibakukan dan dipergunakan dalam upaya pengobatan berdasar pengalaman. Bentuk sediaannya berwujud sebagai serbuk seduhan, rajangan untuk seduhan dan sebagainya. Istilah penggunaanya masih memakai pengertian tradisional sepeti galian singset, sekalor, pegal linu, tolak angin dan sebagainya. Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang telah ada sejak dahulu kala dan dimanfaatkan jauh sebelum pelayanan formal dengan obat-obat modern menyentuh masyarakat luas. Kini jamu telah berkembang baik dari segi jenis, bentuk sediaan maupun produksinya, sehingga semakin menarik minat produsen dan konsumen. Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku.
B. Jamu Gendong
Pengobatan tradisional Indonesia telah lama dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia, dimana tradisi meracik dan meminum jamu sudah membudaya pada periode kerajaan Hindu-Jawa. Hal ini dibuktikan dengan adanya pahatan di beberapa candi, antara lain candi Borobudur. Di candi tersebut ada lukisan beberapa tanaman obat, cara mengolah dan cara memanfaatkannya. Prasasti Madhawapura dari zaman Majapahit juga menyebut adanya profesi ‘tukang meracik jamu’ yang disebut Acaraki (Soedibyo,1998).
Kegunaan masih sepenuhnya menggunakan istilah-istilah tradisional, misalnya galian singset, jamu pegal linu, dan tolak angin (Anonim,2000b)
Usaha jamu gendong adalah usaha peracikan, pencampuran, pengolahan dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk cairan, pilis, parem, tapel, tanpa penandaan dan atau merek dagang serta dijajakan untuk langsung digunakan.(Anonim,1994a)
Jamu gendong merupakan salah satu ramuan tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, digunakan baik untuk memelihara kesehatan, meningkatkan kesehatan, mempertahankan kesehatan ataupun mengobati penyakit. Konsumennya sangat luas, mulai dari ibu rumah tangga, pekerja kantor, serta buruh pabrik, dan bangunan. Dibuat dan dijajakan oleh ibu-ibu muda yang bersolek, memakai batik dan kebaya, dengan sebuah bakul yang berisi botol-botol berisi racikan obat tradisonal tersandang dengan selendang lusuh di punggungnya.(Kodim,2000)
tujuan untuk memelihara kebugaran dan kecantikan, baik berupa minuman maupun bedak, pilis atau param (Soegihardjo,2002).
Penggunaan jamu gendong biasanya berdasarkan kebiasaan turun-temurun secara umum, sudah diketahui manfaat jamu gendong, namun secara tertulis belum banyak yang mengidentifikasikan khasiat dan manfaatnya. Pemanfaatan jamu gendong lebih banyak sebagai upaya promotif dan preventif kesehatan (Handayani & Suharmiati,2001).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar produk jamu gendong yang dihasilkan aman dikonsumsi oleh masyarakat adalah (Prabowo, 2001) :
a. Bahan baku (simplisia)
Bahan baku yang digunakan tidak boleh tercemar oleh cemaran fisik, mikroba dan senyawa kimia beracun (insektisida).
b. Pencucian dan air yang digunakan
Air yang sehat adalah air yang tidak tercemar secara fisik, organisme merugikan, tidak tercemar senyawa beracun, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak keruh.
c. Alat yang digunakan
Agar jamu yang dihasilkan mempunyai keamanan, maka harus dibuat menggunakan peralatan yang bersih dan tidak mencemari jamu.
d. Kebersihan dan perilaku penjual
C. Jamu Beras Kencur
Jamu beras kencur dikatakan oleh sebagian besar penjual jamu sebagai jamu yang dapat menghilangkan pegal-pegal pada tubuh. Dengan membiasakan minum jamu beras kencur, tubuh akan terhindar dari pegal-pegal dan linu yang biasa timbul bila bekerja terlalu payah. Selain itu, banyak pula yang berpendapat bahwa jamu beras kencur dapat merangsang nafsu makan, sehingga selera makan meningkat dan tubuh menjadi lebih sehat. (Anonim,2007)
Dalam pembuatan jamu beras kencur, terdapat beberapa variasi bahan yang digunakan, namun terdapat dua bahan dasar pokok yang selalu dipakai, yaitu beras dan kencur. Kedua bahan ini sesuai dengan nama jamu, dan jamu ini selalu ada meskipun komposisinya tidak selalu sama di antara penjual jamu. Bahan-bahan lain yang biasa dicampurkan ke dalam racikan jamu beras kencur adalah biji kedawung, rimpang jahe, biji kapulogo, buah asam, kunci, kayu keningar, kunir, jeruk nipis, dan buah pala. Sebagai pemanis digunakan gula merah dicampur gula putih dan seringkali mereka juga mencampurkan gula buatan. (Anonim,2007)
matang yang sudah tersedia, diaduk rata. Selanjutnya dimasukkan ke dalam botol-botol. (Anonim,2007)
Tabel 1. Tabel khasiat pada jamu beras kencur
Jamu Beras Kencur
No. Khasiat Bahan yang digunakan
01. Pegal/kelelahan cabe, kencur, kunci, asam, kedawung, jahe, kapulogo, gula
02. Payah/pegal beras, kencur, kedawung, jahe, asam kawak, gula
03. Pegal, nafsu makan beras, kencur, gula, asam kawak 04. Meningkatkan nafsu
makan
beras, jahe, asam, gula merah/putih, kedawung, kencur
05. Pegal, linu-linu kencur, asam, kedawung, gula, jeruk nipis
06. Pegel linu beras, kencur, kunci, ke dawung, gula, asam
07. Meningkatkan nafsu makan
beras, kencur, jahe, gula kunir, keningar, asam, kedawung, pandan, sereh, daun jeruk purut
08. Menambah nafsu makan, pegal-pegal
kencur, jahe, asam, gula merah, jeruk nipis, keda wung, keningar
09. Pegal, nafsu makan beras, jahe, kencur, kapulogo, cengkeh, pala
10. Pegal-pegal kencur, kedawung, gula merah, asam, jeruk nipis garam, jahe, beras (disangan)
D. Escherichia coli
Sistematika Escherichia coli adalah sebagai berikut : Divisio : Protophyta
Classis : Shcizomycetes Ordo : Eubacteriales
Familia : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia
Species : Escherichia coli (Salle, 1961)
Escherichia coli adalah bakteri gram negatif dan merupakan flora yang paling banyak di temui berbentuk batang, kadang berderet seperti rantai membentuk koloni halus, bergerak dengan flagel. Beberapa galur E. coli
menghasilkan eksitosin yang tidak tahan panas, yang dapat menyebabkan meningkatnya sekresi air dan klorida ke dalam lumen usus, dan mengakibatkan hipermotilitas yang akan menyebabkan diare ringan pada anak-anak (Jawetz. dkk, 1996).
Escherichia coli merupakan flora normal pada manusia, bersifat tidak patogen jika berada dalam saluran pencernaan tetapi menjadi patogen bila terdapat di luar saluran pencernaan, seperti saluan kemih, saluran empedu, paru, peritoneum, dan selaput otak (Jawetz dkk, 1996). Escherichia coli memberikan hasil positif untuk uji indol dan uji metil merah, dan memberikan hasil negatif untuk uji voges proskaeur dan uji sitrat
E. Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu usaha untuk membebaskan alat-alat atau bahan-bahan dari segala bentuk kehidupan, terutama mikroba. Macam sterilisasi yang digunakan tergantung pada macam sifat dan bahan. Cara umum yang dipakai untuk sterilisasi, yaitu :
1. Sterilisasi dengan panas
Penggunaan panas merupakan cara termudah untuk mensterilkan bahan, dengan syarat bahwa bahan tersebut tahan terhadap pemanasan. Suhu 121oC selama 15 menit digunakan untuk mematikan spora. Uap harus dipertahankan pada tekanan 15 lb/sq diatas tekanan atmosfer untuk memperoleh suhu 121oC (Jawetz dkk, 1996). Sterilisasi ini dibedakan menjadi 2, yaitu : sterilisasi panas lembab dan sterilisasi panas kering (Hadioetomo, 1985).
kalori per gram uap air pada suhu 121oC. Panas ini mendenaturasikan atau mengkoagulasikan protein pada organisme hidup dan dengan demikian mematikannya. Sterilisasi basah biasanya dilakukan di dalam autoklav atau sterilisator uap yang mudah diangkat dengan menggunakan uap air jenuh bertekanan dengan suhu 121oC selama 15 menit. Sterilisasi basah dapat digunakan untuk mensterilkan bahan apa saja yang dapat ditembus oleh uap air dan tidak rusak bila dipanaskan dengan suhu yang berkisar 110oC sampai 121oC. Bahan-bahan yang biasa disterilkan dengan cara ini antara lain medium biakan, air suling, alat-alat gelas, biakan yang akan dibuang, medium tercemar dan bahan-bahan dari karet (Hadioetomo, 1985). Beberapa cara pemanasan basah dapat membunuh mikroba karena panas basah dapat menyebabkan denaturasi protein, termasuk enzim-enzim di dalam sel (Fardiaz,1992).
Ada empat hal yang harus diingat bila melakukan sterilisasi basah: (1) sterilisasi bergantung pada uap, karena itu udara harus dikosongkan betul-betul dari ruang sterilisator; (2) semua bagian bahan yang disterilkan harus terkena uap, karena itu tabung dan labu kosong harus diletakkan dalam posisi tidur agar udara tidak terperangkap didasarnya; (3) bahan-bahan yang berpori atau yang berbentuk cair harus permeabel terhadap uap; (4) suhu sebagaimana yang terukur oleh termometer harus mencapai 121oC dan dipertahankan setinggi itu selama 15 menit (Hadioetomo,1985)
berperilaku seakan-akan tidak mengandung kelembaban, maka panas kering harus mencapai suhu 166oC–175oC untuk dapat mematikannya. Sterilisasi panas kering dapat diterapkan pada apa saja yang tidak menjadi rusak, menyala, hangus, atau menguap pada suhu setinggi itu. Bahan-bahan yang biasa disterilkan dengan cara ini antara lain pecah belah seperti pipet, tabung reaksi, cawan petri, bahan dari kaca, botol sampel, juga peralatan jarum suntik, dan bahan-bahan yang tidak tembus uap seperti gliserin, minyak, vanilin, dan bahan-bahan berupa bubuk. Bahan-bahan yang harus disterilkan harus dilindungi dengan cara membungkus, menyumbat, atau menaruhnya dalam suatu wadah tertutup untuk mencegah kontaminasi setelah dikeluarkan dari oven (Hadioetomo,1985).
2. Sterilisasi dengan penyaringan (filtrasi)
Sterilisasi ini digunakan untuk mensterilkan medium laboratorium dan larutan-larutan yang sangat peka terhadap panas atau relatif tidak tahan terhadap pemanasan. Dengan cara ini larutan atau suspensi dibebaskan dari semua mikroba hidup dengan cara melakukannya lewat saringan dengan ukuran pori yang sedemikian kecil (0,45 atau 0,22 mikron) sehingga bakteri dan sel-sel yang lebih besar tertahan diatasnya, sedangkan filtratnya ditampung di dalam wadah yang steril(Hadioetomo, 1985).
3. Sterilisasi dengan bahan kimia
akan mengalami perubahan. Sterilisasi secara kimia dapat menggunakan etilen oksida, asam perasetat, dan formaldehide (Hadioetomo, 1985).
a. Alkohol. Senyawa dalam struktur R-CH2OH ( dimana R berarti “gugus alkil”) bersifat racun terhadap sel pada konsentrasi yang relatif tinggi. Pada konsentrasi yang biasa dipakai (70 % larutan dalam air) alkohol bekerja sebagai denaturan protein
b. Fenol. Fenol dan banyak senyawa fenol merupakan zat anti kuman yang kuat. Pada konsentrasi yang biasa digunakan (larutan dalam air 1-2%), fenol dan derivatnya menyebabkan denaturasi protein.
c. Ion logam berat. Air raksa, tembaga, dan perak dalam bentuk garam bersifat denaturan protein pada konsentrasi tinggi. Ion-ion ini biasanya digunakan pada konsentrasi yang sangat rendah, ion-ion bekerja dengan bergabung pada gugus sulfhidril.
d. Unsur pengoksida. Unsur pengoksida kuat menyebabkan sel-sel tidak aktif karena gugus sulfhidril bebas dioksidasi.
e. Unsur pengalkil. Sejumlah unsur bereaksi dengan senyawa dalam sel untuk menggantikan atom hidrogen labil dengan gugus alkil. Dua unsur jenis ini yang biasa digunakan untuk tujuan disinfeksi ialah formaldehida dan etilen oksida.
gugus yang dapat larut dalam lemak dan larut dalam air (Jawetz dkk, 1996).
4. Sterilisasi dengan radiasi
Sinar matahari yang dipancarkan langsung pada sel vegetatif mikroba dapat menyebabkan kematian pada sel tersebut, sedangkan sporanya lebih tahan terhadap sinar matahari. Aktivitas bakterisida dari sinar matahari disebabkan oleh sinar ultraviolet dari spektrum sinar. Sinar ultraviolet yang dipancarkan dari lampu uap merkuri sering digunakan untuk menyinari ruangan sehingga mengurangi kontaminasi mikroba di udara. Radiasi ultraviolet menyebabkan kesalahan dalam replikasi DNA dan mempunyai aktivitas mutagenik pada sel-sel hidup. (Fardiaz,1992). Untuk memperoleh hasil yang baik, maka bahan-bahan yang akan disterilkan, baik berupa cairan, gas atau aerosol harus dilewatkan (dialirkan) atau langsung ditempatkan langsung di bawah sinar ungu ultra dalam lapisan yang tipis-tipis (Chatim & Soeharto,1994).
F. Media
Media harus dalam keadaan steril, tidak ditumbuhi mikroba lain yang tidak diharapkan (Hadioetomo,1985).
Berdasarkan konsistensinya, medium dapat dibedakan menjadi : medium cair, medium padat dan medium setengah padat. Konsistensi medium dapat dibuat bermacam-macam bergantung kepada keperluannya. Medium cair seperti kaldu nutrien dapat digunakan untuk pembiakan organisme dalam jumlah besar, penelahaan fermentasi, dan berbagai macam uji. Medium padat biasanya digunakan untuk mengamati penampilan atau morfologi koloni dan mengisolasi biakan murni. Medium setengah padat berguna untuk menguji ada tidaknya motilitas dan kemampuan fermentasi (Hadioetomo,1985).
Medium padat diperoleh dengan menambahkan agar. Agar berasal dari ganggang merah. Agar digunakan sebagai bahan pemadat karena tidak diuraikan mikroba dan membeku pada suhu di bawah 45oC. Kandungan agar sebagai bahan pemadat dalam media adalah 1,5-2 % (Lay,1994). Meskipun bahan utama agar-agar adalah galaktan, yaitu suatu kompleks karbohidrat yang diekstraksi dari alga marin genus gelidium, namun sebagian besar mikroba tidak dapat menggunakannya sebagai makanan sehingga agar-agar dapat berlaku semata-mata sebagai bahan pemadat. Agar-agar menjadi larut bila dipanaskan pada suhu hampir 100oC dan tetap berbentuk cair bila didinginkan sampai kurang lebih 43 o
C. Berbeda dengan gelatin, sekali menjadi padat agar-agar harus dipanaskan lagi sampai 100 oC untuk mencairkannya kembali. Namun tidak dianjurkan untuk membiarkan medium agar menjadi padat lalu mencairkannya kembali lebih dari 2 kali karena dapat memberikan hasil yang kurang baik (Hadioetomo,1985).
campuran garam anorganik dan senyawa organik, seperti asam amino, asam lemak berbobot molekul rendah, alkohol, dan karbohidrat; atau senyawa anorganik dan organik dengan tambahan vitamin (2) Media nonsintetik, yang sering digunakan adalah ekstrak daging sapi, ekstrak ragi, berbagai macam pepton, infus daging, darah serum, dan hidrolisat kasein (Salle,1961).
Penyimpanan media dalam bentuk kaldu nutrien atau yang mengandung agar disiapkan dengan cara melarutkan masing-masing bahan yang dibutuhkan atau lebih mudah lagi dengan cara menambahkan air pada suatu produk komersial berbentuk medium bubuk yang sudah mengandung semua nutrien yang dibutuhkan. Pada praktisnya semua media tersebut secara komersial dalam bentuk bubuk, dan juga dalam bentuk siap pakai di dalam cawan petri dan tabung (Pelczar dan Chan,1986).
Penyiapan media bakteriologis mengikuti langkah-langkah berikut :
1. Setiap komponen, atau medium terdehidrasi yang lengkap, dilarutkan dalam air suling dengan volume yang sesuai.
2. pH (derajat keasaman atau kebasaan) ditentukan dengan menggunakan indikator pH atau pH meter
3. Medium tersebut dituang kedalam wadah yang sesuai seperti tabung dan tutup dengan sumbat kapas sebelum disterilisasi.
4. Medium itu disterilkan, biasanya dengan menggunakan autoklaf
tumbuh pada media tertentu sangat mungkin berhubungan dengan tidak adanya satu atau lebih nutrisi pertumbuhan yang essential (Salle,1961).
G. Identifikasi Bakteri
Pada identifikasi bakteri mula-mula diamati morfologi individual secara mikroskopik dan pertumbuhannya pada bermacam- macam medium. Karena suatu bakteri tidak dapat dideterminasi hanya berdasarkan sifat- sifat morfologinya saja, maka perlu diteliti pula sifat-sifat biokimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya. Bakteri-bakteri yang morfologinya sama mungkin berbeda dalam kebutuhan nutrisi serta persyaratan ekologi lainnya (temperatur, pH dan sebagainya) (Jutono dkk, 1980).
Mikroba sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, karena tidak mengadsorbsi ataupun membiaskan cahaya. Oleh karena itu, digunakan zat warna untuk mewarnai mikroba atau latar belakangnya. Zat warna mengadsorbsi dan membiaskan cahaya sehingga kontras mikroba dengan sekelilingnya ditingkatkan. Pewarnaan yang digunakan untuk melihat salah satu struktur sel disebut pewarnaan khusus, sedangkan pewarnaan yang digunakan untuk memilahkan mikroba disebut pewarnaan diferensial. Pewarnaan gram merupakan contoh pewarnaan diferensial yang memilahkan bakteri menjadi kelompok gram positif dan gram negatif. Pewarnaan memberikan hasil positif bila bakteri gram positif berwarna ungu, sedangkan bakteri gram negatif berwarna merah (Lay,1994). 1. Sifat Morfologi Bakteri
1) Ukuran, bentuk, dan rangkaian sel 2) Ada tidaknya spora dan kedudukan spora
3) Ada tidaknya flagella, kedudukan dan jumlah flagella 4) Ada tidaknya kapsula
5) Reaksi- reaksi pengecatan
b. Morfologi Koloni, meliputi: pertumbuhan, bentuk, ukuran, tekstur, bau, konsistensi, kilat dan ciri- ciri optik dari isolat koloni mikroba pada beberapa tipe medium yaitu medium agar miring, tegak dan cair. Pada medium agar miring koloni mikroba diinokulasikan sepanjang agar secara goresan dengan ose, pada medium agar tegak koloni bakteri diinokulasikan secara tusukan, dan pada medium cair koloni mikroba diinokulasikan langsung pada medium (Jutono dkk, 1980).
2. Sifat Biokimia
Pada pemeriksaan mikroba tak dikenal, setelah didapat koloni yang terpisah, dapat dilakukan berbagai uji biokimiawi. Uji biokimiawi didasarkan pada berbagai hasil metabolisme yang disebabkan oleh daya kerja enzim. Jarang sekali dapat ditentukan suatu genus berdarakan sifat morfologi atau biakan saja. Ini berarti bahwa penentuan suatu spesies memerlukan kumpulan berbagai sifat biokimia dari suatu mikroba. Karena uji biokimia memerlukan berbagai media, maka dari koloni yasng terpisah perlu dibuat dulu biakan murni harian (working culture) dari koloni terpisah tersebut (Lay,1994).
diketahui beberapa bakteri yang sangat erat kekerabatannya sering dipisahkan dalam golongan yang berlainan dengan menguji kemampuan mikroba tersebut untuk mengadakan fermentasi. Di dalam saluran percernaan makanan manusia dan hewan terdapat kelompok bakteri gram negatif, misalnya anggota-anggota dari genera Escherichia, Enterobacter, Shigella, dan Salmonella. Genus
Escherichia dan Enterobacter dapat dibedakan dengan genus Shigella, dan
Salmonella menurut kemampuannya untuk mengadakan fermentasi laktosa. Kedua genus yang pertama dapat merombak laktosa menjadi asam dan gas melalui fermentasi, sedangkan yang disebut terakhir tidak. Dengan uji biokimia kita dapat membedakan jenis mikroba yang satu dengan yang lain (Tarigan,1988)
Pengujian sifat biokimia dilakukan uji IMVIC (Iindol, Metil Merah, Voges Proskaeur, Citrate) meliputi:
a. Uji Indol
b. Uji Voges Proskaver (VP)
Uji ini digunakan untuk mengidentifikasi mikroba yang melaksanakan fermentasi 2,3 butanadiol. Bila mikroba memfermentasi karbohidrat menjadi 2,3 butanadiol sebagai produk utama, akan terjadi penumpukan bahan tersebut dalam media pertumbuhan. Penambahan KOH dan α naftol dapat menentukan adanya asetoin, yaitu suatu senyawa
pemuka dalam sintesis 2,3 butanadiol. Pada penambahan KOH, adanya asetoin akan ditunjukkan oleh perubahan warna menjadi merah pada medium dan akan diperjelas dengan penambahan α naftol. Perubahan
warna media biakan lebih jelas pada bagian yang berhubungan dengan udara, karena sebagian 2,3 butanadiol dioksidasikan kembali menjadi asetoin sehingga memperjelas hasil reaksi. Berdasarkan hal ini tabung yang berisi kaldu dikocok sehingga berbuih, kemudian dibuka tutup tabungnya dan dimiringkan di atas meja (Lay,1994).
c. Uji Metil Merah (MR)
d. Uji Citrate
Uji sitrat digunakan untuk melihat kemampuan mikroroganisme menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Untuk uji ini dapat digunakan medium sitrat-simmons berupa medium padat.
Simmons citrate agar merupakan medium sintetik dengan Na sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon, NH4+ sebagai sumber N dan brom tyhmol blue sebagai indikator pH. Bila mikroba mampu menggunakan sitrat, maka asam akan dihilangkan dari medium biakan, sehingga menyebabkan peningkatan pH dan mengubah warna medium dari hijau menjadi biru. Perubahan warna dari hijau menjadi biru menunjukkan bahwa mikrorganisme mampu menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon (Lay, 1994).
H. Landasan teori
Keputusan Menteri kesehatan No 661 tahun 1994 tentang persyaratan obat tradisional menyebutkan bahwa dalam obat tradisional tidak boleh mengandung mikroba patogen seperti Escherichia coli. Penetapan dilakukan menurut cara yang tertera pada Metode Analisis Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No : 246/Menkes/Per/V/1990 tentang izin usaha industri obat tradisional dikatakan untuk mendirikan usaha jamu gendong tidak diperlukan izin usaha.
Escherichia coli merupakan flora normal pada manusia, tetapi menjadi patogen bila terdapat di luar saluran pencernaan. Escherichia coli pada keadaan tertentu dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh, dapat menyebabkan diare, septimia, peritonistis, meningitis, dan infeksi lainnya.
I. Hipotesis
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan
rancangan penelitian deskriptif dan komparatif, karena dalam penelitian ini tidak
dilakukan manipulasi pada subjek penelitian. Penelitian akan mendeskripsikan
keadaan yang ada dan membandingkan dengan persyaratan yang berlaku.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel utama
a. Variabel bebas : Jamu beras kencur yang beredar di tiga pasar di
Kotamadya Yogyakarta.
b. Variabel tergantung : Escherichia coli
2. Variabel pengacau terkendali
Sterilisasi media, sterilisasi alat, Suhu inkubasi, lama inkubasi, media yang
digunakan.
3. Definisi Operasional
a. Jamu gendong beras kencur yang digunakan adalah jamu beras kencur
dalam bentuk cairan yang diramu dan dijual dengan wadah botol plastik
maupun plastik yang dijual di Pasar Kranggan, Pasar Karangwaru, dan
Pasar Pingit, tanpa penandaan atau merek dagang.
b. Escherichia coli yang didapatkan pada uji biokimia dan pewarnaan gram berasal jamu gendong beras kencur
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama yaitu jamu beras kencur dari tiga pasar yaitu Pasar Kranggan,
Pasar Karangwaru, dan Pasar Pingit.
2. Media yang digunakan : Letheen broth(LB), Tryptic soy broth(TSB), Eosin
methylen blue(EMB) agar, Trypton broth(TB), Methyl-Red Voges Proskauer
(MR-VP), Simmon’s Citrate Agar(SCA), dan Nutrient Agar (NA).
3. Pereaksi : Pereaksi kovacks, larutan metil merah, larutan alfa-naftol, larutan
KOH 40%
4. Kultur murni Escherichia coli NIHJ (National Institute of Health, Japan)
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Badan Pengawas Obat dan
Makanan sebagai mikroba indikator.
5. Bahan untuk pengecatan gram : larutan kristal violet (larutan gram A), larutan
iodine (larutan gram B), alkohol 70% (larutan gram C), safranin (larutan gram
D)
6. Aquadest
D. Alat Penelitian
Laminar Air Flow, Autoklaf, Inkubator, Oven, Stomacher, Mikroskop,
Pipet tetes, Tabung reaksi, Cawan petri, Pipet volume, beker glass, gelas ukur,
E. Tata Cara Penelitian 1. Pemilihan sampel
Sampel jamu beras kencur diambil dari 3 pasar yang ada di kotamadya
Yogyakarta yaitu pasar Pingit, pasar Kranggan dan pasar Karangwaru. Dari 3
pasar tersebut diambil sampel dari 5 orang penjual jamu beras kencur. Setiap
penjual diambil sampelnya sebanyak 3 kali pada waktu yang berbeda. Sampel
jamu beras kencur selanjutnya diuji mikroba Escherichia coli sesuai prosedur
Metode Analisis Pusat Pengujian Obat dan Makanan (MAPPOMN)
No.97/MIK/00.
2. Sterilisasi alat
Alat-alat yang telah dicuci, dibungkus menggunakan aluminium foil
dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 1800 C selama 1 jam
3. Pembuatan media a. Trypton broth.
Larutkan 10 g tryptone ke dalam 1 L air suling. Diisikan ke dalam tabung masing
masing 5 ml, disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121○C selama 15 menit.
Larutan yang baru disterilkan, didinginkan sampai suhu kamar kemudian
digunakan sesuai kebutuhan. Media yang telah disterilkan, jika tidak digunakan
disimpan pada suhu 5 – 15 ○C. pH akhir = 7,1.
b. Simmon’s citrate agar.
Bahan-bahan dilarutkan dalam air suling hingga volume mencapai 1000 ml.
panaskan sambil diaduk hingga mendidih. Diisikan ke dalam tabung (3ml/tabung)
diletakkan miring. penggunaan : langsung digunakan yang dalam tabung reaksi
(agar miring). Media yang telah disterilkan, jika tidak digunakan disimpan pada
suhu 5 – 15 ○C. pH akhir = 6,8.
c. Nutrient agar.
Bahan-bahan dilarutkan dalam 1000 ml air suling. panaskan sambil diaduk hingga
mendidih. Didinginkan pada suhu 50 – 60 ○C. Kemudian diisikan ke dalam tabung
reaksi untuk agar miring. Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121○C selama 15
menit. Media yang telah disterilkan, jika tidak digunakan disimpan pada suhu 5 –
15 ○C. pH akhir = 6,8 – 7,0.
d. Eosin methyelne blue agar(EMBA).
Bahan-bahan dilarutkan dalam 1000 ml air suling, dipanaskan sambil diaduk
sampai mendidih. Disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121○C selama 15 menit.
Media yang baru disterilkan, didinginkan sampai suhu 44 – 45 ○C kemudian
digunakan sesuai kebutuhan. Media yang telah disterilkan dan disimpan sampai
padat, dilelehkan diatas tangas air. Didinginkan sampai suhu 44 – 45 ○C kemudian
digunakan sesuai dengan kebutuhan. Media yang baru disterilkan, jika digunakan
disimpan pada suhu 5 – 15 ○C. pH akhir : 7,1.
e. Tryptic Soy Broth (TSB)
Bahan-bahan dilarutkan dalam 1000 ml air suling, panaskan sambil diaduk hingga
larut sempurna. Diisikan ke dalam wadah yang sesuai dan disterilkan dalam
f. MR-VP medium
Bahan-bahan dilarutkan dalam 1000 ml air suling. Diisikan ke dalam tabung
(3ml/tabung) dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121○C selama 15 menit.
pH akhir = 6,9.
g. Lechteen broth (LB)
Bahan-bahan dilarutkan dalam 1000 ml air suling, panaskan sambil diaduk hingga
larut sempurna. Diisikan ke dalam wadah yang sesuai dan disterilkan dalam
autoklaf pada suhu 121○C selama 15 menit. pH akhir = 7,4.
4. Homogenisasi contoh
Dilakukan prosedur seperti pada MA No.94/MIK/00. Dengan cara aseptik dipipet
10 ml cuplikan, ke dalam wadah steril yang sesuai ditambahkan 90 ml LB
kemudian dihomogenkan sehingga diperoleh suspensi pengenceran 1:10.
5. Pengkayaan
Dengan cara aseptik dipipet 10 ml suspensi hasil homogenisasi contoh kemudian
diinokulasikan pada 90 ml TSB, diinkubasi pada suhu 35-37○C selama 18-24 jam
6. Isolasi
Dari biakan pengkayaan diinokulasikan 1 sengkelit pada permukaan EMB dan
diinkubasi pada suhu 35-37○C selama 24-48 jam, dengan posisi lempeng dibalik.
Diamati koloni spesifik yang tumbuh dengan ciri-ciri bentuk bulat, diameter 2-3
mm, warna hijau dengan kilap logam dan bintik biru kehijuan di tengahnya.
7. Identifikasi dan konfirmasi
Dipilih dua atau lebih koloni spesifik pada EMB diinokulasikan pada NA miring,
8. Uji biokimia
Dari biakan NA miring dilanjutkan dengan uji biokimia sebagai berikut :
a. Uji Indol
Dari biakan NA miring diinokulasikan pada media Trypton Broth dan diinkubasi
pada suhu 35-37○C selama 24-48 jam. Setelah diinkubasi, ke dalam biakan
ditambahkan 1 ml pereaksi indol(Kovacks) dikocok dan didiamkan beberapa
menit. Warna merah Cherry yang membentuk cincin pada permukaan biakan
menunjukkan reaksi indol positif.
b. Uji Metil Merah
Dari biakan NA miring diinokulasikan pada media MR-VP dan diinkubasi pada
suhu 35-37○C selama 24-48 jam. Setelah diinkubasi tambahkan 5 tetes larutan
metil merah dikocok homogen dan didiamkan beberapa menit, bila biakan
menjadi merah menunjukkan hasil uji positif.
c. Uji Voges Proskauer
Dari biakan NA miring diinokulasikan pada media MR-VP dan diinkubasi pada
suhu 35-37○C selama 24-48 jam. Setelah diinkubasi tambahkan 12 tetes larutan
alfa naftol dan 4 tetes larutan KOH 40%, dikocok kemudian didiamkan selama
2-4 jam. Jika warna biakan menjadi merah muda hingga merah menyala
menunjukkan reaksi positif.
d. Uji Sitrat
Dari biakan NA miring diinokulasikan pada media Simmon’s citrate agar dan
diinkubasi pada suhu 35-37○C selama 24-48 jam. Jika terjadi perubahan warna
9. Pengecatan gram
Buat sediaan di atas kaca alas. Keringkan di udara dan fiksasikan dengan
panas. Warnai sediaan dengan larutan crystal violet-ammonium oksalat selama 1
menit. Cuci dengan air dan tiriskan. Bubuhkan larutan lugol (gram iodine) selama
1 menit. Cuci dengan air dan tiriskan. Cuci(hilangkan warna) dengan alkohol 95%
selama 30 detik. Cuci dengan air, tiriskan dan bubuhkan larutan safranin selama
10-30 detik. Cuci dengan air dan tiriskan. Serap dengan kertas saring, keringkan
dan dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran
1000 kali.
F. Analisis hasil
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif dan berbentuk batang.
Identifikasi bakteri dilakukan dengan pengamatan dengan menggunakan
mikroskop dan pengujian sifat biokimia. Pada pengamatan dengan menggunakan
mikroskop berbentuk cocoid dan pada reaksi biokimia IMVIC memberikan hasil :
a. Uji Indol : positif
b. Uji Metil Merah : positif
c. Uji Voges Proskaeur : negatif
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengambilan Sampel
Tahap awal pada penelitian ini adalah pengambilan sampel. Sampel yang
diambil adalah jamu beras kencur yang dijual di pasar. Pengambilan sampel
merupakan suatu proses yang dilakukan untuk memilih dan mengambil sampel
secara benar dari suatu populasi, sehingga dapat mewakili populasi tersebut. Sampel
diambil dari 3 pasar yang berbeda di kotamadya Yogyakarta. Ketiga pasar yang
diambil sampelnya adalah Pasar Karangwaru, Pasar Kranggan dan Pasar Pingit.
Selanjutnya dari ketiga pasar tersebut, diambil 5 sampel dari 5 penjual jamu gendong
tradisional yang berbeda. Pengambilan sampel pada tiap penjual dilakukan sebanyak
3 kali pada waktu dan hari yang berbeda.
Setelah pengambilan sampel dari penjual, sampel dimasukkan ke dalam
plastik steril untuk menghindari adanya kontaminasi pada saat membawa, serta
menggunakan es batu untuk menjaga agar suhu tetap dingin, karena jika jamu beras
kencur dalam keadaan hangat bakteri akan lebih cepat berkembang biak
Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Convinience
sampling (sampling pekoleh). Metode ini dipilih karena untuk mengidentifikasi satu
per satu anggota populasi sangat sulit sehingga dengan random sampling tidak
mungkin dilakukan. Oleh karena itu, sampel yang dipilih merupakan anggota
populasi yang mudah untuk ditemukan saja. Dari hasil observasi yang dilakukan
sebelum penelitian, terdapat variasi waktu penjualan jamu dan tempat yang
berpindah-pindah diantara para penjual jamu beras kencur. Oleh karena itu, sampel
yang dipilih adalah para penjual jamu beras kencur yang setiap hari berjualan di
pasar dan memiliki keseragaman waktu penjualan jamu agar mudah untuk dimonitor.
Gambar 1. Sampel jamu beras kencur yang ditempatkan pada plastik steril
B. Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu usaha untuk membebaskan alat-alat atau
bahan-bahan dari segala bentuk kehidupan, terutama mikroba. Apabila pada pengerjaan alat
atau media yang tidak steril, maka tidak dapat dibedakan apakah cemaran bakteri
yang diperoleh berasal dari bahan atau hasil kontaminasi dari alat ataupun media
yang digunakan. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu dilakukan sterilisasi untuk
membebaskan alat dan media yang digunakan dari mikroba. Sterilisasi dapat
dilakukan dengan banyak cara tergantung bahan atau alat yang akan disterilkan, di
antaranya dapat menggunakan pemanasan, radiasi, filtrasi dan kimia. Dengan
perlakuan aseptis dan sterilisasi diharapkan cemaran mikroba yang diperoleh
aseptis penting dilakukan karena mikrorganisme dapat masuk melalui kontak
langsung dengan tangan, alat-alat yang belum disterilkan, ataupun melalui udara
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan saat pemilihan metode sterilisasi tergantung
pada sifat dan macam bahan yang akan disterilisasi.
Media disterilisasi dengan menggunakan metode sterilisasi panas lembab.
Penggunaan panas merupakan cara termudah untuk mensterilkan bahan, dengan
syarat bahwa bahan tersebut tahan terhadap pemanasan dan tidak rusak bila
dipanaskan dengan suhu yang berkisar 110oC sampai 121oC. Panas lembab sangat
efektif meskipun pada suhu yang tidak begitu tinggi. Panas ini mendenaturasikan
atau mengkoagulasikan protein pada organisme hidup dan dengan demikian
mematikannya. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121 0C dan tekanan 1 atm selama 15
menit menggunakan autoklaf.
Metode yang digunakan untuk sterilisasi alat adalah sterilisasi panas kering
menggunakan oven. Sterilisasi panas kering membutuhkan suhu lebih tinggi serta
waktu yang lebih lama untuk sterilisasi. Sterilisasi dilakukan pada suhu 180 0C
selama 1 jam. Sterilisasi panas kering dapat diterapkan pada apa saja yang tidak
menjadi rusak, menyala, hangus, atau menguap pada suhu setinggi itu. Bahan-bahan
yang biasa disterilkan dengan cara ini antara lain pecah belah seperti pipet, tabung
reaksi, cawan petri, bahan dari kaca, botol sampel, juga peralatan jarum suntik, dan
bahan yang tidak tembus uap seperti gliserin, minyak, vanilin, dan
bahan-bahan berupa bubuk. Bahan-bahan-bahan yang disterilkan harus dilindungi dengan cara
membungkus, menyumbat, atau menaruhnya dalam suatu wadah tertutup untuk
yang akan disterilisasi disumbat tutupnya menggunakan kapas dan dibungkus
menggunakan kertas alumunium foil.
Untuk sterilisasi ruangan, dalam hal ini adalah laminar air flow (LAF),
disterilisasi dengan menyemprotkan alkohol pada dinding bagian dalam laminar air
flow kemudian dilap dengan kapas kering. Setelah selesai, laminar air flow ditutup
dan lampu ultraviolet dinyalakan selama 3 jam. Sinar ultraviolet yang digunakan
mempunyai panjang gelombang 260 – 270 nm.
C. Uji biokimia
Uji biokimia Escherichia coli dimaksudkan untuk membuktikan
keberadaan Escherichia coli dalam sampel jamu beras kencur. Uji biokimia
didasarkan pada berbagai hasil metabolisme yang disebabkan oleh daya kerja enzim.
Pada buku panduan bakteri determinasi Bergey’s Manual (Holt et al, 2000) dikatakan
Escherichia coli mempunyai ciri-ciri anaerob fakultatif, berbentuk batang, gram
negatif, bergerak dengan flagel (peritrikus), kemoorganotropik dan tidak membentuk
spora. Pertumbuhan optimum terjadi pada suhu 37oC, terdapat dalam bentuk tunggal
maupun kelompok, dapat mereduksi nitrat dan memfermentasikan laktosa dengan
pembentukan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35oC. Pada uji biokimia,
Escherichia coli akan memberikan hasil positif untuk uji katalase, uji indol, dan uji
metil merah. Identifikasi Escherichia coli akan memberikan hasil negatif untuk uji
voges proskaeur, uji sitrat, uji oksidase, pembentukan H2S, dekarboksilase lisin, uji
Mengacu pada standar yang telah ditetapkan oleh badan POM yang
tercantum pada MA PPOMN 97/MIK/00 tentang uji Escherichia coli dalam obat
tradisional, maka dipilih 4 macam uji biokimia yang spesifik untuk Escherichia coli
yaitu uji indol, uji metil merah, uji voges proskaeur dan uji sitrat.
Uji biokimia juga dilakukan pada kultur murni NIHJ (National Institute of
Health, Japan) sebagai mikroba indikator. Kultur NIHJ akan diperlakukan sama
dengan sampel yang diambil. Hal ini dimaksudkan sebagai pembanding dengan
sampel yang telah diambil.
1. Homogenisasi contoh
Persiapan dan homogenisasi sampel meliputi cara persiapan contoh obat
tradisional untuk memperoleh distribusi bakteri secara merata didalam contoh yang
diuji. Media yang digunakan adalah Letheen broth. Prinsip dari homogenisasi sample
adalah membebaskan sel-sel bakteri yang masih terlindung oleh partikel sampel dan
untuk menggiatkan kembali sel-sel bakteri yang mungkin viabilitasnya menurun
karena kondisi yang kurang menguntungkan didalam proses pembuatan obat
tradisional.
Sebelum sampel ditempatkan ke dalam media biakan, sampel terlebih
dahulu dihomogenkan. Sampel yang telah ditempatkan ke dalam wadah plastik steril,
dibuka dan dipipet sebanyak 10 ml. Pengerjaan dilakukan dalam laminar air flow
untuk menghindari terkontaminasinya bahan sampel. Selanjutnya sampel
ditempatkan dalam wadah plastik steril yang baru dan ditambahkan 90 ml larutan
Letheen broth(LB). Sampel kemudian dihomogenkan dengan alat homogeniser
2. Tahap pengkayaan
Pada tahap pengkayaan, diambil 10 ml sampel yang telah dihomogenisasi
dengan cara dipipet. Pada kultur murni NIHJ dilakukan sebanyak 1 sengkelit. Sampel
dan kultur murni NIHJ kemudian ditambahkan ke dalam masing-masing 90 ml
Tryptic soy broth (TSB) dan diinkubasi pada suhu 35-37○C selama 18-24 jam. Suhu
37oC merupakan suhu yang optimum untuk pertumbuhan bakteri Escherichia coli.
Tahap pengkayaan dilakukan untuk tetap menjaga pertumbuhan bakteri
Escherichia coli dengan menjaga biakan dalam kondisi yang menguntungkan bagi
pertumbuhan yaitu menjaga pada suhu 37oC yang merupakan suhu optimum untuk
pertumbuhan dan memberikan nutrisi yang sesuai. Media Tryptic soy broth (TSB)
mengandung laktosa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan mikroba.
Gambar 2. Sampel ditempatkan dalam media Tryptic soy broth(TSB)
3. Tahap isolasi
Media yang digunakan pada tahap isolasi adalah Eosin methylen
blue(EMB) agar. Media Eosin methylen blue(EMB) agar yang menggunakan eosin
yang meragikan laktosa dan yang tidak. Media Eosin methylen blue(EMB) agar
digunakan karena tidak hanya bersifat selektif tetapi juga diferensial. Media ini
bersifat selektif terhadap organisme gram negatif karena zat warna yang terkandung
di dalamnya yaitu anilin akan menghambat pertumbuhan gram positif. Media ini juga
dapat digunakan untuk membedakan koloni dari Escherichia coli dan Enterobacter
aerogenes. Koloni Escherichia coli pada media ini akan berwarna biru kehijauan
dengan kemilau metalik, sedangkan koloni Enterobacter aerogenes berwarna
grey-brown dan tidak ada kemilau metalik.
Gambar 3. Mikroba Escherichia coli pada media Eosin methylen blue
(EMB) agar Keterangan :
1. Hasil isolasi memberikan warna biru kehijauan dengan kilau metalik 2. Koloni yang terbentuk ditunjukkan dengan panah (A dan B)
Pada tahap isolasi, diambil dari biakan pengkayaan dan diinokulasikan 1
sengkelit pada permukaan media Eosin methylen blue (EMB) agar secara streak
plate dan diinkubasi pada suhu 35-37○C selama 24-48 jam, dengan posisi lempeng
terpisah sehingga mudah untuk diamati. Diamati koloni spesifik yang tumbuh dengan
ciri-ciri bentuk bulat, diameter 2-3 mm, warna hijau dengan kilap logam dan bintik
biru kehijuan di tengahnya. Escherichia coli pada media Eosin methylen blue (EMB)
agar yang merupakan media diferensial akan berwarna hijau dengan kilap logam dan
bintik biru kehijauan.
4. Tahap identifikasi dan konfirmasi
Koloni yang terbentuk pada Eosin methylen blue(EMB) agar berwarna biru
kehijauan dengan kemilau metalik. Warna yang terbentuk menunjukkan hasil positif
seperti ciri bakteri Escherichia coli. Pada tahap identifikasi dan konfirmasi ini,
Dipilih dua atau lebih koloni spesifik pada Eosin methylen blue(EMB) agar. Koloni
yang diperoleh selanjutnya digoreskan pada nutrient agar miring, kemudian
diinkubasi pada suhu 35-37○C selama 18-24 jam.
Medium nutrient agar miring digunakan untuk memperoleh permukaan
yang lebih luas. Ditinjau secara kimiawi termasuk ke dalam medium sintetik.
Medium nutrient agar miring mengandung nutrien yang berguna untuk pertumbuhan
bakteri. Nutrien merupakan substansi anorganik dan organik yang diperoleh dari
lingkungan, diperlukan pada biosintesis dan produksi energi dari sel, dan digunakan
sebagai sumber energi untuk mendukung pertumbuhan mikrobia. Nutrien yang pada
umumnya diperlukan bakteri adalah makroelemen seperti karbon, oksigen, hidrogen,
nitrogen, sulfur, fosfor, kalsium, magnesium, besi dan mikroelemen seperti mangan,
Gambar 4. Media Nutrient agar miring
5. Uji IMVIC
Tahap setelah identifikasi dan konfirmasi adalah pengujian biokimia.
Pengujian biokimia dilakukan dengan identifikasi penetapan IMVIC (Indol, Metil
merah, Voges proskaeur, Citrate). Pada identifikasi dengan penetapan IMVIC
dilakukan empat macam uji meliputi uji metil red, uji indol, uji sitrat dan uji
voges-proskaeur.
a. Uji Indol
Mikroba menggunakan asam amino sebagai pemuka protein, komponen sel
dan kadangkala sebagai sumber energi. Asam amino ini dimodifikasi dengan
berbagai cara sewaktu metabolisme. Modifikasi asam amino dapat digunakan untuk
pencirian, karena produk yang dihasilkan akibat modifikasi asam amino dapat
Asam amino triptofan merupakan komponen asam amino yang lazim
terdapat pada protein, sehingga asam amino ini dapat dengan mudah digunakan oleh
mikroba akibat penguraian protein. Bakteri seperti Escherichia coli mampu
menggunakan triptofan sebagai sumber karbon. Karbon digunakan oleh bakteri untuk
memproduksi karbohidrat dan senyawa-senyawa organik lain yang digunakan
sebagai makanan.
Escherichia coli menghasilkan enzim triptofanase yang mengkatalisis
penguraian gugus indol dari triptofan. Dalam media biakan, indol menumpuk sebagai
produk buangan, sedangkan bagian lainnya dari molekul triptofan (asam piruvat dan
NH4+) dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan zat hara mikroba
Pembentukan indol dari triptofan oleh mikroba dapat diketahui dengan
menumbuhkannya dalam media Trypton Broth yang kaya dengan triptofan. Triptofan
biasanya diberikan dalam bentuk tripton, suatu polipeptida yang kaya dengan residu
triptofan. Penumpukan indol dalam media biakan dapat diketahui dengan
penambahan pereaksi Kovacks yang mengandung para-dimetil-aminobenzaldehide.
Reagens ini akan bereaksi dengan indol dan menghasilkan senyawa yang tidak larut
dalam air dan berwarna merah pada permukaan media.
Dari biakan NA miring diinokulasikan sebanyak 1 sengkelit pada media
Trypton Broth dan diinkubasi pada suhu 35-37○C selama 24-48 jam. Setelah
diinkubasi, ke dalam biakan ditambahkan 1 ml pereaksi indol(Kovacks) dikocok dan
didiamkan beberapa menit. Warna merah Cherry yang membentuk cincin pada
Hasil uji indol menunjukkan 9 sampel memberikan hasil positif yang
ditandai dengan terbentuknya cincin berwarna merah pada permukaan media uji
setelah penambahan pereaksi kovacks. Hasil uji indol pada kultur murni NIHJ juga
didapatkan hasil positif. Hasil ini menunjukkan terjadinya pembentukan indol. Enam
sampel lainnya memberikan hasil negatif karena tidak terbentuk cincin berwarna
merah pada permukaan media uji setelah penambahan pereaksi kovacks. Hasil ini
menunjukkan tidak terjadinya pembentukan indol.
Gambar 5 . Hasil uji indol menggunakan medium Trypton broth
Keterangan :
A. Uji indol menunjukkan hasil negatif yang ditandai dengan tidak terbentuknya cincin berwarna merah pada permukaan media uji setelah penambahan pereaksi kovacks
b. Uji Metil Merah
Kemampuan memfermentasikan berbagai karbohidrat dan produk
fermentasi yang dihasilkan merupakan ciri yang sangat berguna dalam identifikasi
mikroba. Hasil akhir fermentasi karbohidrat ditentukan oleh sifat mikroba, media
biakan yang digunakan, serta faktor lingkungan, antara lain suhu dan pH. Media
fermentasi harus mengandung senyawa yang dapat dioksidasikan dan
difermentasikan oleh mikrorganisme. Glukosa termasuk senyawa yang paling sering
digunakan oleh mikroba dalam proses fermentasi itu.
Sejumlah besar bakteri gram negatif dapat dikenali berdasarkan produk
akhir yang dihasilkannya bila memfermentasikan laktosa di dalam media MR-VP.
Beberapa bakteri seperti Escherichia, Salmonella, Proteus, dan Aeromonas
memfermentasikan laktosa dan menghasilkan banyak asam laktat, suksinat, asetat,
dan format
Uji metil merah digunakan untuk mengetahui adanya fermentasi asam
campuran. Beberapa bakteri memfermentasikan glukosa dan menghasilkan berbagai
produk yang bersifat asam sehingga akan menurunkan pH media pertumbuhan.
Penambahan indikator metil red dapat menunjukkan adanya perubahan pH menjadi
asam dengan perubahan warna media menjadi merah, karena indikator ini akan
berwarna merah pada pH 4,4 dan berwarna kuning pada pH 6,2. Bila terjadi
fermentasi asam campuran, maka media akan menjadi merah atau merah muda.
Tetapi bila tidak terjadi fermentasi asam campuran maka warna media akan tetap
Dari biakan NA miring diinokulasikan sebanyak 1 sengkelit pada media
Methyl-Red Voges Proskauer dan diinkubasi pada suhu 35-37○C selama 24-48 jam.
Setelah diinkubasi tambahkan 5 tetes larutan metil merah dikocok homogen dan
didiamkan beberapa menit, bila biakan menjadi merah menunjukkan hasil uji positif.
Hasil uji metil merah menunjukkan hasil 15 sampel positif yang ditandai
dengan terbentuknya warna merah pada media setelah penambahan metil red. Hasil
uji metil merah pada kultur murni NIHJ juga didapatkan hasil positif. Dari hasil uji
ini dapat disimpulkan bahwa mikroba hasil isolasi mampu memfermentasikan asam
campuran.
Gambar 6. Hasil uji metil merah menggunakan medium Methyl- Red Voges Proskauer