DESKRIPSI
SISWA KELAS X DAN XI TAHUN AJARAN TERHADAP USUL
Diajukan untuk Mem Memperole Program Studi
PROGRAM
JURUSAN ILMU P FAKULTAS K
UNIVERSITAS SANAT
DESKRIPSI KESULITAN BELAJAR YANG DIALAMI
KELAS X DAN XI SMA MARSUDI LUHUR YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2013/2014 DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN BELAJAR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun oleh: Lambertus Karapa Anjuangu
Nim: 091114057
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2014
i
YANG DIALAMI
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“ Ha l ke ra ja a n Surg a itu se um p a m a se se o ra ng ya ng m e na b urka n
b e nih ya ng b a ik d ila d a ng nya ”
(Ma tius 13: 24)
“ Kita hid up untuk sa a t ini, kita b e rm im p i untuk m a sa d e p a n, d a n
kita b e la ja r untuk ke b e na ra n a b a d i”
(C hia ng Ka i-she k)
Kup e rse m b a hka n ka rya ini untuk:
Ye sus Kristus d a n Bund a Ma ria
Unive rsita s Sa na ta Dha rm a
SMA Ma rsud i Luhur Yo g ya ka rta
Ke lua rg a ku te rc inta : Ba p a k Pe trus Sia , Ma m a Na o m i T. Mb itu,
Ka ka k Kristin, Ad ik De frid us, Ire ne , Lusia d a n Hild e .
ABSTRAK
DESKRIPSI KESULITAN BELAJAR YANG DIALAMI
SISWA KELAS X DAN XI SMA MARSUDI LUHUR YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2013/2014 DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN BELAJAR Lambertus Karapa Anjuangu
Universitas Sanata Dharma 2014
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014 dan memberikan usulan topik-topik bimbingan belajar yang sesuai untuk membantu siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta mengatasi kesulitan belajarnya.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei. Penelitian ini menggunakan sampel. Sampel penelitian adalah siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 31 orang. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner kesulitan belajar siswa yang disusun oleh peneliti dan terinspirasi kuesioner kesulitan belajar yang disusun oleh Atanus (2013). Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 8 januari sampai 12 januari 2014. Pengolahan data penelitian berpedoman pada Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe II (Masidjo, 1995: 157) yang mengelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu sangat dialami, dialami, dan cukup dialami.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh 2 (4,25%) kesulitan belajar yang sangat dialami, 9 (19,14%) kesulitan belajar yang dialami dan 20 (42,55%) kesulitan belajar yang cukup dialami oleh siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta. Bertolak dari kesulitan belajar yang sangat dialami, dialami, dan cukup dialami peneliti menyusun usulan topik-topik bimbingan belajar untuk siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014.
ABSTRACT
DESCRIPTION OF LEARNING DIFFICULTIES ENCOUNTERED BY THE TENTH AND ELEVENTH GRADE STUDENTS AT SMA MARSUDI
LUHUR YOGYAKARTA IN 2013/2014 ACADEMIC YEAR AND ITS
IMPLICATIONS TOWARDS THE SUGGESTED TOPICS OF STUDY GUIDANCE
by
Lambertus Karapa Anjuangu Sanata Dharma University
2014
This research aims at describing the learning difficulties encountered by the tenth and eleventh grade students at SMA Marsudi Luhur Yogyakarta in 2013/2014 academic year and providing the suggested topics of study guidance which are appropriate in order to help the tenth and eleventh grade students at SMA Marsudi LuhurYogyakarta overcome their learning difficulties.
This research belongs to a descriptive research with survey method which uses a sample. The sample of this research is the tenth and eleventh grade students at SMA Marsudi LuhurYogyakarta in 2013/2014 academic year which consist of 31 people. The instrument in collecting the data is a questionnaire of the students’ learning difficulties prepared by the researcher and inspired by a questionnaire of the students’ learning difficulties which was compiled by Atanus (2013). The data collection was carried out from January 8th until 12th 2014. The data processing research is based on the standard reference assessment (PAP) type II (Masidjo, 1995: 157) which is classified into tree categories, i.e. highly encountered, encountered, and fairly encountered.
Based on the result, it is found that there are 2 (4.25%) highly encountered learning difficulties, there are 9 (19.14%) encountered learning difficulties and 20 (42.55%) fairly encountered learning difficulties by the tenth and eleventh grade students at SMA Marsudi Luhur Yogyakarta. from this finding, the researcher compiled the topics of study guidance for the tenth and eleventh grade students at SMA Marsudi LuhurYogyakarta in 2013/2014 academic year.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat yang tak terhingga melalui para pembimbing dan orang-orang yang
membantu penulis dalam menulis skripsi ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pendidikan, Program Studi Bimbingan dan Konseling,
Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan, dorongan, dan saran yang
berguna bagi penulis. Oleh karena itu, secara khusus penulis mengucapkan terima
kasih secara tulus kepada:
1. Dr. Gendon Barus, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Dosen pembimbing yang dengan penuh ketulusan hati telah memberikan
motivasi dan meluangkan waktu untuk mendampingi penulis selama proses
penulisan skripsi.
3. Dra. Lies Indriya Handayani, selaku Kepala Sekolah SMA Marsudi Luhur
Yogyakarta yang telah bersedia memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melakukan penelitian.
4. Sr. Fidelis Budiriastuti, CB, S.Pd., selaku Kepala Sekolah SMA Stella Duce
Bantul yang telah bersedia memberikan kesempatan kepada peneliti untuk
melakukan uji coba kuesioner.
5. Dra. Danar Adiati, selaku Koordinator Bimbingan dan Konseling SMA
Marsudi Luhur Yogyakarta yang memperlancar proses pengumpulan data.
6. Siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta yang telah bersedia
meluangkan waktu dan kesediaannya sebagai responden dalam melaksanakan
penelitian.
7. Siswa kelas X SMA Stella Duce Bantul yang telah bersedia meluangkan
waktu dan kesediannya sebagai responden dalam melaksanakan uji coba
kuesioner.
8. Keluargaku tercinta: Bapak Petrus Sia, Mama Naomi T. Mbitu, Kakak Lena
dan Kristin, Adik Defridus, Irene, Lusia serta Hilde yang telah memberikan
biaya, motivasi, nasehat, dan doa bagi penulis.
9. Keluarga besarku yang selalu memberikan perhatian dan doa bagi penulis.
10. Teman “terdekatku” Ninda Hapsari Putri yang selalu memberikan doa,
perhatian, semangat dan kasih sayang bagi penulis.
11. Teman-teman Keluarga Mahasiswa Katolik Sumba Yogyakarta dan “API
Family Yogyakarta” yang selalu memberikan motivasi dan nasehat yang
berguna bagi penulis.
12. Rekan-rekan seperjuangan BK angkatan 2009 yang selalu memberikan
dukungan dan doa.
13. Semua pihak yang sudah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii
HALAMAN PENGESAHAN...iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN...iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...vi
ABSTRAK...vii
ABSTRACT...viii
KATA PENGANTAR...ix
DAFTAR ISI...xii
DAFTAR TABEL...xiv
DAFTAR LAMPIRAN...xv
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah...1
B. Rumusan Masalah...4
C. Tujuan Penelitian...5
D. Manfaat Penelitian ...5
E. Definisi Operasional ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA... 7
A. Belajar ... 7
1. Pengertian belajar...7
2. Ciri khas perilaku belajar...8
3. Prinsip-prinsip belajar...9
B. Kesulitan Belajar...10
1. Pengertian kesulitan belajar...10
2. Gejala-gejala kesulitan belajar...11
3. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar...12
4. Dampak kesulitan belajar...32
5. Kesulitan belajar yang dialami siswa SMA...33
6. Usaha mengatasi kesulitan belajar...34
7. Peran guru dalam membantu siswa mengatasi kesulitan belajar...36
C. Bimbingan Belajar...37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...39
A. Jenis Penelitian...39
B. Subjek Penelitian...39
C. Instrumen Penelitian...41
D. Uji Coba Alat...42
E. Validitas dan Reliabilitas...42
1. Validitas...42
2. Reliabilitas...46
F. Prosedur Pengumpulan Data...47
1. Tahap persiapan...47
2. Tahap pelaksanaan pengumpulan data...48
G. Teknik Analisis Data...48
BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN BELAJAR...50
A. Hasil Penelitian...50
B. Pembahasan Hasil Penelitian...53
C. Usulan Topik-topik Bimbingan Belajar...69
BAB V PENUTUP...75
A. Kesimpulan...75
B. Saran...78
DAFTAR PUSTAKA...79
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Rincian jumlah sampel kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta
tahun ajaran 2012/2013... 40
Tabel 2: Kisi-kisi kuesioner kesulitan belajar yang dialami siswa kelas X dan XI
SMA Marsudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014... 45
Tabel 3: Patokan koefisien reliabilitas, kriteria Guilford... 46
Tabel 4: Jadwal pengumpulan data penelitian siswa kelas X dan XI SMA Marsudi
Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014... 48
Tabel 5: Rentang skor kesulitan belajar siswa kelas X dan XI SMA Marsudi
Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014... 49
Tabel 6: Kesulitan belajar yang dialami siswa kelas X dan XI SMA Marsudi
Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014... 50
Tabel 7: Usulan topik-topik bimbingan belajar kelas X dan XI SMA Marsudi
Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014...70
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Hasil perhitungan penentuan jumlah sampel... 84
Lampiran 2: Kuesioner kesulitan belajar (uji coba)... 85
Lampiran 3: Data hasil uji coba kuesioner kesulitan belajar di kelas X SMA Stella Duce Bantul... 88
Lampiran 4: Data hasil pengujian validitas dengan menggunakan Statistic Programme for Social Science versi 16.0 kelas X SMA Stella Duce Bantul... 91
Lampiran 5: Kuesioner kesulitan belajar (final)... 94
Lampiran 6: Hasil pengujian reliabilitas dengan menggunakan Statistic Programme for Social Science versi 16.0 kelas X SMA Stella Duce Bantul... 97
Lampiran 7: Data kesulitan belajar yang dialami siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014... 98
Lampiran 8: Cara menghitung rentang skor kesulitan belajar berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP) tipe II...100
Lampiran 9: Surat ijin uji coba…………...101
Lampiran 10: Surat ijin penelitian...102
Lampiran 11: Surat keterangan ijin penelitian...103
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi mengenai (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah,
(3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hak azasi setiap manusia, dan menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia yang tumbuh dan berkembang
tiada hentinya. Pendidikan dapat dicapai melalui proses belajar baik di
lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Pendidikan bukan
sekedar membuat orang cerdas dan terampil tetapi juga mampu menyadari
kehidupannya dan bertanggung jawab atas dirinya dan orang lain di
lingkungannya.
Dalam dunia pendidikan, belajar dipandang sebagai suatu kegiatan
yang sangat fundamental bagi perkembangan anak didik. Belajar dapat
membentuk pemahaman yang baik, cara berpikir yang baik, perilaku yang
baik, dan mental serta moral yang baik bagi anak didik. Belajar merupakan
suatu hal yang dihadapi oleh setiap manusia. Di mana pun manusia berada, ia
akan belajar mengenai banyak hal, baik hal positif maupun hal negatif.
Belajar pada hakekatnya merupakan proses kegiatan yang
berkelanjutan dalam rangka perubahan perilaku anak didik secara konstruktif.
Hal ini sejalan dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor
20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana unuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
anak didik secara aktif mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukannya, masyarakat, bangsa, dan
negara (Hanafiah dan Cucu Suhana, 2012: 20).
Bagi anak didik, belajar merupakan hal yang menyenangkan apabila
ia mampu mengatasi berbagai masalah dalam belajarnya. Akan tetapi
kenyataannya, tidak semua anak didik mampu mengatasi masalah dalam
belajarnya. Apabila anak didik tidak mampu mengatasi masalah dalam
belajar, ia akan mengalami masalah dalam proses belajar selanjutnya.
Anak didik yang mengalami hambatan atau kesulitan belajar akan
memperlihatkan gejala-gejala tertentu dalam perilaku sehari-harinya. Menurut
Sudrajat (2011: 6), gejala-gejala yang terlihat dalam perilaku siswa yang
mengalami kesulitan belajar antara lain:
a) Menunjukkan hasil belajar yang rendah dibawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau dibawah potensi yang dimilikinya.
b) Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Ada siswa yang sudah berusaha giat belajar akan tetapi nilai yang diperolehnya selalu rendah.
c) Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
d) Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya. e) Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti
membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu didalam kelas maupun diluar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
Menurut Winkel (2004: 148-257) ada lima hal atau faktor yang
mempengaruhi kesulitan belajar. Kelima faktor tersebut yakni pribadi siswa,
pribadi guru, struktur jaringan hubungan sosial di sekolah, sekolah sebagai
institusi pendidikan dan faktor situasional. Lima faktor yang mempengaruhi
kesulitan belajar tersebut dapat digolongkan dalam dua faktor utama yakni
faktor yang berasal dari dalam diri siswa (internal) yang meliputi pribadi siswa sendiri dan faktor yang berasal dari luar diri siswa (eksternal) yang meliputi pribadi guru, struktur jaringan hubungan sosial di sekolah, sekolah
sebagai institusi pendidikan dan faktor situasional. Dapat disimpulkan bahwa
faktor penyebab kesulitan belajar anak didik berasal dari dalam diri anak
didik (internal) dan dari luar diri anak didik (eksternal).
Guru saat ini ditantang untuk kreatif dan terbuka terhadap segala
perubahan dan kemajuan yang ada untuk memajukan pertumbuhan dan
perkembangan anak didik. Di zaman yang semakin berkembang ini
dibutuhkan guru yang bersikap kritis, ingin terus berkembang dan belajar
seumur hidup, berwawasan luas dan mampu membawa perubahan, rasional,
dan berani membela kebenaran serta keadilan. Guru yang demikian akan
mampu melakukan inovasi pendidikan di sekolah. Keberhasilan siswa dalam
belajar di sekolah dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, antara lain
pemberian bimbingan oleh guru. Guru pembimbing bertugas memberikan
bimbingan kepada anak didik agar anak didik semakin mampu
mengembangkan dirinya, mencegah terjadinya masalah dalam dirinya, dan
bekerjasama dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan keberhasilan
siswa.
Peneliti melakukan penelitian di SMA Marsudi Luhur Yogyakarta
tahun ajaran 2013/2013/2014. Dari hasil sharing pengalaman dengan guru BK
dan pengamatan selama melaksanakan Program Pengalaman Lapangan
Bimbingan dan Konseling (PPL BK di SMA Marsudi Luhur Yogyakarta),
peneliti memperoleh kesan bahwa siswa di sekolah tersebut mengalami
kesulitan dalam belajar. Guru BK menjelaskan bahwa ada beberapa siswa
atau siswi yang sering membolos, tidak mengerjakan tugas sekolah, tidur di
kelas, membuat gaduh di kelas, tidak mengikuti perintah guru dan ada pula
yang tidak naik kelas. Hal-hal yang dikatakan guru BK sesuai dengan
pengamatan peneliti selama melaksanakan PPL BK. Bertolak dari kesan
tersebut peneliti terdorong untuk melakukan penelian dengan harapan agar
dapat memberikan masukan bagi guru untuk membantu siswa yang
mengalami kesulitan belajar.
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar yang
dialami siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran
2013/2014. Pertanyaan yang dijawab dalam penelitian ini adalah
1. Kesulitan belajar manakah yang dialami siswa kelas X dan kelas XI
2. Topik bimbingan belajar manakah yang sesuai untuk membantu siswa
kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta mengatasi kesulitan
belajarnya?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1. Mengetahui kesulitan belajar yang dialami siswa kelas X dan XI SMA
Marsudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014.
2. Memberikan usulan-usulan topik bimbingan belajar yang sesuai untuk
membantu siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta
mengatasi kesulitan belajarnya.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah
1. Bagi guru pembimbing
Guru pembimbing memperoleh gambaran secara jelas mengenai
kesulitan belajar yang dialami oleh anak didiknya. Dengan demikian,
guru pembimbing dapat menyajikan topik bimbingan yang relevan
dengan kesulitan belajar siswa seperti yang diusulkan dalam skripsi ini.
2. Bagi peneliti
Penelitian ini sangat bermanfaat bagi peneliti untuk mengetahui
berbagai kesulitan belajar yang umum dialami anak didik. Dengan
demikian, peneliti mampu mempersiapkan diri dengan lebih baik
sebelum menghadapi dunia pendidikan yang nyata ketika bekerja.
mengungkap kesulitan yang dialami siswa dalam belajarnya, dan dalam
menemukan topik yang relevan untuk siswa.
E. Definisi Operasional
1. Belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan anak didik,
dengan tujuan untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam dirinya,
seperti perubahan perilaku, sikap, kebiasaan, pengetahuan, keterampilan
dan lain sebagainya.
2. Kesulitan belajar adalah hambatan atau gangguan dalam belajar yang
dialami oleh siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur tahun ajaran
2013/2014, yaitu hambatan atau gangguan belajar yang dialami anak
didik yang berasal dari dalam diri anak didik itu sendiri (internal) dan yang berasal dari luar diri atau lingkungan anak didik (eksternal), seperti yang dimaksudkan dalam butir-butir kuesioner yang digunakan.
3. Bimbingan belajar adalah bimbingan dalam hal menemukan cara belajar
yang tepat dan mengatasi kesukaran yang timbul berkaitan dengan
tuntutan-tuntutan belajar di sekolah.
4. Topik bimbingan belajar adalah topik-topik yang disusun berdasarkan
hasil penelitian dan yang diusulkan untuk diberikan dalam pelayanan
bimbingan belajar pada siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini berisi uraian mengenai (1) belajar, (2) kesulitan belajar, dan (3)
bimbingan belajar
A. Belajar
1. Pengertian belajar
Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan
dari luar. Apa yang sedang terjadi di dalam diri orang yang sedang
belajar, tidak dapat diketahui secara langsung dengan mengamati orang
itu. Bahkan hasil belajar orang itu tidak langsung kelihatan, kecuali kalau
orang yang bersangkutan melakukan sesuatu yang menampakkan
kemampuan yang telah diperoleh melalui belajar. Dengan mengamati
perilakunya yang merupakan hasil belajarlah dapat ditarik kesimpulan
bahwa seseorang telah belajar (Winkel, 2004: 58).
Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis, yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan
sejumlah perubahan yang bersifat relatif konstan seperti perubahan dalam
hal pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap (Winkel, 2004: 59).
Marx (Atmaja, 2012: 227) mendefinisikan belajar sebagai
perubahan yang dialami secara relatif abadi dalam tingkah laku yang
pada dasarnya merupakan fungsi dari suatu tingkah laku sebelumnya,
yang sering atau biasa disebut praktik atau latihan. Kimble (Atmaja,
2012: 227) mendefinisikan belajar sebagai suatu perubahan yang relatif
permanen dalam potensialitas tingkahlaku yang terjadi pada
seseorang atau individu sebagai suatu hasil latihan atau praktik yang
diperkuat dengan diberi hadiah. Syah (2008: 92) mendefinisikan belajar
sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif
menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
mengakibatkan proses kognitif. Dari beberapa pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu usaha atau kegiatan yang
dilakukan anak didik, dengan tujuan untuk mengadakan
perubahan-perubahan dalam dirinya, seperti perubahan-perubahan perilaku, sikap, kebiasaan,
pengetahuan, keterampilan dan lain sebagainya
2. Ciri khas perilaku belajar
Ciri khas perilaku belajar menurut Syah (2008: 116) adalah
a. Perubahan intensional.
Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat
pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan disengaja dan
disadari, atau dengan kata lain bukan kebetulan. Karakteristik ini
mengandung konotasi bahwa siswa menyadari adanya perubahan
yang dialami atau sekurang-kurangnya siswa merasakan adanya
perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan,
kebiasaan, sikap, pandangan, dan keterampilan.
b. Perubahan positif dan aktif
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif
harapan. Hal ini juga bermakna bahwa perubahan tersebut senantiasa
merupakan penambahan , yakni diperolehnya sesuatu yang baru
(pemahaman dan keterampilan baru) yang lebih baik daripada yang
telah ada sebelumnya. Perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan
sendiri tetapi karena usaha individu sendiri.
c. Perubahan efektif dan fungsional
Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif,
yakni berhasil guna. Artinya, perubahan tersebut membawa
pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa. Selain itu
perubahan dalam proses belajar bersifat fungsional dalam arti bahwa
perubahan relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan,
perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan. Perubahan
yang efektif dan fungsional biasanya bersifat dinamis dan
mendorong timbulnya perubahan-perubahan positif lainnya.
3. Prinsip-prinsip belajar
Mustaqim (2008: 69) menyebutkan prinsip-prinsip belajar sebagai
berikut:
a. Belajar akan berhasil jika disertai kemauan dan tujuan tertentu.
b. Belajar akan lebih berhasil jika disertai berbuat, latihan dan ulangan.
c. Belajar lebih berhasil jika memberi sukses yang menyenangkan.
d. Belajar lebih berhasil jika tujuan belajar berhubungan dengan aktivitas belajar itu sendiri atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya.
f. Dalam proses belajar memerlukan bantuan dan bimbingan orang lain.
g. Hasil belajar dibuktikan dengan adanya perubahan dalam diri si pelajar.
h. Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
B. Kesulitan Belajar
1. Pengertian kesulitan belajar
Djamarah (2011: 235) medefinisikan kesulitan belajar sebagai
kondisi anak didik yang tidak dapat belajar, disebabkan adanya ancaman,
hambatan atau gangguan dalam belajar. Syah (2008: 173) mendefinisikan
kesulitan belajar sebagai menurunnya kinerja akademik atau prestasi
belajar siswa. Kesulitan belajar ditandai dengan munculnya kelainan
perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering
minggat dari sekolah.
Abdurrahman (2009: 7) mengatakan bahwa kesulitan belajar
menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam
bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan kemampuan
mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau
kemampuan dalam bidang studi tertentu. Gangguan tersebut intrinsik dan
diduga disebabkan disfungsi sistem saraf. Kesulitan belajar juga terjadi
karena adanya kondisi lain yang mengganggu (misalnya gangguan
sensoris, hambatan sosial dan emosional) dan berbagai pengaruh
Abdurrahman (2009: 9) menjelaskan bahwa kesulitan belajar
sebagai suatu kekurangan dalam satu atau lebih bidang akademik, baik
dalam mata pelajaran yang spesifik membaca, menulis, mengeja,
berhitung; atau dalam berbagai keterampilan yang bersifat lebih umum
seperti mendengarkan, berbicara,dan berpikir. Kesulitan belajar juga
dapat muncul dalam bentuk penyesuaian sosial atau vokasional,
keterampilan kehidupan sehari-hari, atau harga diri.
Dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah hambatan atau
gangguan dalam belajar yang dialami oleh anak didik. Faktor penyebab
timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yaitu (1) faktor
intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari
dalam diri siswa sendiri dan (2) faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau
keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa.
2. Gejala-gejala kesulitan belajar
Menurut Sudrajat (2011: 6) gejala-gejala kesulitan belajar antara lain:
a. Menunjukkan hasil belajar yang rendah dibawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau dibawah potensi yang dimilikinya.
b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Ada siswa yang sudah berusaha giat belajar akan tetapi nilai yang diperolehnya selalu rendah.
c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
d. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya. e. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti
f. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti: pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu.
3. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar
Kegagalan siswa mencapai tujuan-tujuan belajar menunjukkan
bahwa siswa mengalami kesulitan dalam belajar. Kesulitan belajar
tentunya disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk membantu siswa yang
mengalami kesulitan belajar perlu diketahui terlebih dahulu faktor apa
saja penyebab munculnya kesulitan belajar. Winkel menjelaskan faktor
yang berperan dalam proses belajar-mengajar yakni:
“Keadaan awal” yaitu keadaan yang terdapat sebelum proses belajar dimulai, namun dapat berperanan terhadap proses itu. Keadaan awal itu meliputi pribadi siswa, pribadi guru, struktur jaringan hubungan sosial di sekolah, sekolah sebagai institusi pendidikan, dan faktor-faktor situasional. “Keadaan awal” dipandang sebagai sejumlah hal yang, pada dasarnya, dapat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar. “Keadaan awal” juga dipandang sebagai sejumlah kenyataan yang terdapat pada awal proses belajar mengajar tertentu dan nyata-nyata berpengaruh, selama guru dan siswa berinteraksi (Winkel, 2004: 151-152).
Lima aspek “keadaan awal” yakni pribadi siswa, pribadi guru,
struktur jaringan hubungan sosial di sekolah, sekolah sebagai institusi
pendidikan, dan faktor-faktor situasional, digolongkan dalam dua faktor
utama yakni faktor yang berasal dari dalam diri siswa (internal) meliputi pribadi siswa itu sendiri dan faktor yang berasal dari luar diri siswa
(eksternal) meliputi pribadi guru, struktur jaringan hubungan sosial di sekolah, sekolah sebagai institusi pendidikan dan faktor situasional.
a. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa (internal) yaitu pribadi siswa, yang mencakup hal-hal sebagai berikut (Winkel, 2004:
154-217):
1) Fungsi kognitif
Fungsi kognitif terdiri dari (a) taraf inteligensi, (b) bakat, (c)
daya fantasi, (d) gaya belajar, (e) konsentrasi. Masing-masing
diuraikan sebagai berikut:
a) Inteligensi.
Binet (Santrock, 2009: 152) menjelaskan bahwa inti dari
inteligensi terdiri dari proses-proses kognitif yang kompleks,
seperti memori, kemampuan membayangkan, pemahaman, dan
penilaian. Winkel (2004: 155-159) menjelaskan bahwa
inteligensi dalam arti sempit adalah kemampuan untuk mencapai
prestasi di sekolah, yang di dalamnya berpikir memegang
peranan pokok, kerap disebut “kemampuan intelektual” atau
“kemampuan akademik”. Kemampuan intelektual atau
kemampuan akademik memegang peranan besar terhadap
tinggi-rendahnya prestasi belajar siswa di sekolah, siswa yang
memiliki kemampuan akademik, khususnya dalam bidang studi
yang menuntut banyak pemikiran seperti matematika dan bahasa
akan beprestasi di sekolah. Namun tinggi-rendahnya prestasi
belajar tidak hanya ditentukan taraf inteligensi saja, melainkan
Tinggi rendahnya intelegensi seseorang dapat diukur dengan
menggunakan tes intelegensi (tes IQ). Pengukuran IQ pada umumnya lebih ditekankan pada intelegensi matematis-logis dan
linguistik.
Binet (Mustaqim, 2008: 104) menjelaskan bahwa
hakekat inteligensi dapat diilustrasikan sebagai berikut.
Pertama, kemampuan memahami sesuatu. Makin tinggi inteligensi orang, makin cepat pula ia memahami sesuatu yang
dihadapinya. Kedua, kemampuan berpendapat. Semakin cerdas orang, makin cepat pula ia memiliki ide, dan mampu
mengungkapkan ide dengan cara-cara yang tepat. Ketiga, kemampuan kontrol dan kritik. Makin cerdas orang makin
tinggi pula daya kontrol dan kritiknya terhadap yang diperbuat,
sehingga frekuensi pengulangan kesalahan kecil.
Dalam intelegensi terdapat apa yang disebut dengan
organisasi kognitif. Organisasi kognitif menunjuk pada cara
materi yang sudah dipelajari disimpan dalam ingatan, cara
materi dipelajari dan diolah; makin mendalam dan makin
sistematis pengolahan materi pelajaran, makin baiklah taraf
organisasi dalam ingatan itu sendiri (Winkel, 2004: 163).
b) Gaya belajar
Gaya belajar merupakan cara belajar yang khas bagi
gaya auditif dan gaya kinestetik. Siswa yang memiliki gaya
belajar visual cenderung lebih mudah belajar bila materi
pelajaran dapat dilihat atau dituangkan dalam bentuk gambar,
bagan, dan diagram (Winkel, 2004: 164-166). Uno (2010: 181)
menjelaskan bahwa ada beberapa karakteristik yang khas pada
orang yang menyukai gaya belajar visual, yaitu (1) kebutuhan
melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk
mengetahui atau memahaminya, (2) memiliki kepekaan yang
kuat terhadap warna, (3) memiliki pemahaman yang kuat
terhadap masalah artistik, (4) memiliki kesulitan dalam
berdialog secara langsung, (5) terlalu reaktif terhadap suara,
(6) sulit mengikuti anjuran secara lisan, (7) seringkali salah
menginterpretasikan kata atau ucapan.
Siswa yang memiliki gaya belajar auditif cenderung
lebih mudah belajar bila dapat mendengar penjelasan dan
merumuskan yang telah didengar dalam bentuk kata-kata dan
kalimat, yang kemudian disimpan dalam ingatan (Winkel,
2004: 166). Uno (2010: 181) mendefinisikan gaya belajar
auditif sebagai gaya belajar yang mengandalkan pendengaran
untuk memahami dan mengingat. Gaya belajar ini benar-benar
menempatkan pendengaran sebagai alat utama untuk menyerap
informasi atau pengetahuan. Karakter orang yang memiliki
melalui pendengaran, memiliki kesulitan untuk menyerap
informasi dalam bentuk tulisan, dan memiliki kesulitan
menulis serta membaca.
Menurut Windura (2008: 23) siswa yang memiliki gaya
belajar kinestetik lebih mudah belajar dengan praktik langsung
atau melalui gerakan, dan mengalami kesulitan dalam belajar
jika hanya mendengar dan melihat. Menurut Aunurrahman
(2012: 149) siswa yang modalitas belajarnya kinestetik, dalam
belajarnya suka menggunakan gerakan-gerakan fisik, misalnya,
menggerakan tangan, kaki, dan melakukan eksperimen yang
memerlukan aktivitas fisik.
c) Daya fantasi
Menurut Winkel (2004: 163) daya fantasi merupakan
aktivitas kognitif yang mengandung banyak pikiran dan
sejumlah tanggapan yang bersama-sama menciptakan sesuatu
dalam alam kesadaran. Dalam alam fantasi individu
menghadirkan kembali hal yang pernah diamati dan
menciptakan sesuatu hal baru.
Daya fantasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu fantasi
yang disadari dan tidak disadari. Fantasi yang disadari adalah
fantasi seperti yang dialami seorang sastrawan yang mengarang
kisah roman, dia bergerak dari alam fantasi sadar, sedangkan
bergerak dalam alam fantasi yang tidak disadari. Suryabrata
(2006: 39) juga mengatakan bahwa fantasi digolongkan
menjadi dua macam yakni pertama, fantasi yang tidak disadari yakni fantasi yang terjadi melampau dunia riil dengan tidak
disengaja. Misalnya menyampaikan berita yang tidak benar tapi
tidak bermaksud berdusta. Kedua, fantasi yang disadari yakni fantasi yang terjadi dengan sengaja, dan ada usaha dari subjek
untuk masuk kedalam dunia imajiner.
d) Konsentrasi-perhatian
Winkel (2004: 206) menjelaskan konsentrasi sebagai
pemusatan tenaga dan energi psikis dalam menghadapi suatu
objek, seperti peristiwa belajar di kelas dan yang berkait
dengan itu. Konsentrasi dalam belajar berkaitan dengan
kemauan dan hasrat untuk belajar dan, pada dasarnya, sudah
terkandung dalam motivasai belajar. Namun, konsentrasi dalam
belajar dipengaruhi pula oleh minat siswa dalam belajar. Siswa
yang tidak berminat terhadap materi pelajaran, akan mengalami
kesulitan dalam memusatkan tenaga dan energinya. Sebaliknya
siswa yang berminat, akan mudah berkonsentrasi dalam belajar,
apalagi bila motivasi belajarnya kuat.
Gangguan terhadap konsentrasi belajar dapat timbul
dari dari siswa sendiri (internal) dan luar diri siswa (ekternal).
dalam diri siswa, misalnya mengalami perasaan tertekan karena
mengalami masalah dalam keluarga atau dengan teman.
Buyarnya konsentrasi siswa dapat juga karena sesuatu yang
berasal dari luar diri siswa misalnya, suara bising, suara keras,
dan perubahan cuaca.
e) Bakat
Soegarda (Mustaqim, 2008: 140) menjelaskan bakat
sebagai benih dari suatu sifat yang baru akan tampak nyata jika
mendapat kesempatan atau kemungkinan untuk berkembang.
Syah (2008: 150) menjelaskan bahwa bakat merupakan
kemampuan individu untuk lebih mudah menyerap informasi
dan melaksanakan tugas-tugas tertentu tanpa banyak
bergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Individu yang
memiliki bakat dalam bidang tertentu akan memiliki informasi,
pengetahuan dan keterampilan yang lebih pada bidang tertentu
sesuai bakatnya.
Ellen Winner (Santrock, 2009: 284) mendeskripsikan
tiga kriteria yang menggambarkan anak-anak berbakat:
pertama, perkembangan yang cepat. Kedua, mengikuti kemajuan mereka sendiri. Ketiga, hasrat untuk menguasai.
Renzuli (Ambarjaya, 2012: 55) menjelaskan bahwa
anak berbakat memiliki tiga sifat dasar sebagai berikut:
rata-rata, mempunyai komitmen yang tinggi terhadap tugas-tugas,
dan mempunyai kreativitas yang tinggi. Anak berbakat adalah
anak yang memiliki kecakapan dalam mengembangkan
gabungan ketiga sifat tersebut dan mengaplikasikan dalam
setiap tindakan yang bernilai.
2) Fungsi konatif-dinamik
Fungsi konatif-dinamik terdiri dari (a) karakter dan (b) motivasi
belajar. Selengkapnya dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Hasrat
Dalam “berhasrat” orang mencari apa yang memberikan
kepuasan menyingkiri yang tidak memuaskan. Siswa yang
berhasrat kuat akan tekun untuk mencapai sesuatu yang
memberikan kepuasan baginya. Siswa yang tidak memiliki
hasrat kuat dalam belajar tampak tidak tekun dan mengalami
kesulitan dalam belajar (Winkel, 204: 168).
b) Motivasi belajar
Winkel (204: 169) menjelaskan motivasi belajar sebagai
keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan
kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar
demi mencapai suatu tujuan. Motivasi belajar memegang
dalam belajar, sehingga siswa yang bermotivasi kuat memiliki
energi yang banyak untuk melakukan kegiatan belajar.
Menurut Dalyono (2010: 235) motivasi berfungsi
menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar.
Semakin besar motivasi belajar seseorang, semakin besar pula
kesuksesan belajarnya. Seorang yang besar motivasinya akan
giat berusaha, tampak gigih tidak mudah menyerah, giat
membaca buku-buku untuk meningkatkan prestasinya dan
memecahkan masalahnya. Sebaliknya seseorang yang
motivasinya lemah, tampak acuh tak acuh, mudah putus asa,
perhatian tidak tertuju pada pelajaran, suka mengganggu kelas,
dan sering meninggalkan pelajaran.
Menurut Syah (2008: 136) motivasi dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu: motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari
dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan
tindakan belajar. Termasuk dalam motivasi intrinsik adalah
perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap
materi, untuk kehidupan masa depan.
Sadirman (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 31)
menjelaskan bahwa ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi
belajar adalah tekun dalam menghadapi tugas atau dapat
menghadapi kesulitan dan tidak mudah putus asa, tidak cepat
puas atas atas prestasi yang diperoleh; menunjukkan minat
yang besar terhadap bermacam-macam masalah belajar; lebih
suka bekerja sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain;
tidak cepat bosan dengan tugas-tugas rutin; dapat
mempertahankan pendapatnya; tidak mudah melepaskan apa
yang diyakininya; senang mencari dan memecahkan
masalahnya.
Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan
yang datang dari luar individu yang mendorong melakukan
kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, peraturan dan tata tertib
sekolah, suri teladan guru, dan orang tua merupakan contoh
konkrit motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa untuk
belajar.
3) Fungsi afektif
Fungsi afektif mencakup (a) perasaan, (b) sikap, dan (c)
minat, yang akan diuraikan pada bagian berikut:
a) Minat
Winkel (2004: 212) mendefinisikan minat sebagai
kecenderungan subjek yang menetap, untuk merasa tertarik pada
bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang
mempelajarinya. Djamarah (2011: 166) medefinisikan minat
mengenang beberapa aktivitas. Dengan kata lain, minat adalah
suatu rasa lebih suka dan rasa tertarik pada suatu hal atau
aktivitas. Anak didik yang berminat terhadap suatu hal
cenderung memberikan perhatian yang lebih terhadap hal yang
bersangkutan dan tidak menghiraukan sesuatu yang lain yang
tidak berhubungan dengan objek perhatiannya.
b) Sikap
Winkel (2004: 118) mendefinisikan sikap sebagai
kemampuan internal yang berperan dalam mengambil tindakan,
dan kemungkinan untuk bertindak. Orang yang memiliki sikap
jelas, mampu untuk memilih secara tegas diantara beberapa
kemungkinan. Kecenderungan orang untuk menerima atau
menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek. Bila
objek dinilai “baik”, orang cenderung bersikap positif, bila
objek dinilai “jelek”, orang cenderung bersikap negatif. Bruno
(Dalyono, 2010: 216) mendefinisikan sikap (attitude) sebagai kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara
baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Pada
prinsipnya sikap dapat disebut suatu kecenderungan bertindak
dengan cara tertentu. Perwujudan perilaku belajar siswa akan
ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru
yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu objek,
Siswa yang memandang belajar di sekolah pada
umumnya, atau bidang studi tertentu, sebagai sesuatu yang
sangat bermanfaat akan memiliki sikap positif. Sebaliknya,
siswa yang memandang belajar sebagai sesuatu yang tidak
berguna, akan memiliki sikap negatif.
c) Perasaan
Perasaan yang dimaksudkan adalah perasaan momentan
dan intensional. “momentan” berarti perasaan timbul pada saat
tertentu; “intensional” bearti reaksi perasaan diberikan terhadap
sesuatu, seseorang atau situasi tertentu. Semua reaksi perasaan
yang momentum dan intensional bervariasi banyak sekali;
namun dapat digolongkan dalam “perasaan senang” dan “tidak
senang”. Kalau perasaan momentan dan intensional berulang
kali telah mengandung penilaian positif maka akan lahir
perasaan senang; perasaan senang tersebut dibawa oleh siswa
sebagai sumber energi dalam belajar lebih lanjut. Sebaliknya,
bila reaksi perasaan momentan dan intensional berulang kali
mengandung penilaian negatif maka lahirnya perasaan tidak
senang; membunuh semangat belajar siswa (Winkel, 2004: 210).
Sukmadinata (2009: 78) mendefinisikan perasaan
sebagai suatu suasana batin atau suasana hati yang membentuk
suatu kontinum atau garis. Kontinum ini bergerak dari ujung
yang paling negatif, yaitu sangat tidak senang. Beberapa bentuk
perasaan lain selain senang atau tidak senang adalah suka atau
tidak suka, tegang atau lega, dan terangsang atau tidak
terangsang.
4) Fungsi sensorik-motorik
Winkel (2004: 213) menjelaskan bahwa kemampuan
yang dimiliki siswa di bidang psikomotorik dapat menghambat
dan membantu semua proses belajar-mengajar atau, paling
sedikit, dalam proses belajar yang harus menghasilkan
keterampilan motorik. Perolehan kemampuan yang dimaksud,
antara lain kecepatan menulis; kecepatan berbicara dan
artikulasi kata-kata; menggunakan alat-alat menggunting,
memotong, membuat garis dan lingkaran, dan menggambar.
Kekurangan dalam kemampuan motorik yang sudah nampak
pada siswa sebelum proses belajar, cenderung membuat siswa
merasa kurang percaya diri, agak takut dan gelisah, serta
menggoroti motivasi belajar.
5) Kondisi fisik dan psikis
a) Individualitas biologis
Individualitas biologis mencakup konstitusi dan
habitus. Konstitusi meliputi susunan kimiawi badan,
susunan alat-alat perlengkapan badan, daya tahan terhadap
yang khas untuk setiap manusia. Yang berperanan dalam
belajar adalah daya tahan terhadap penyakit,daya hidup,
dan alat-alat perlengkapan badan (Winkel, 2004: 214).
b) Kondisi mental
Kondisi ini merupakan akibat dari keadaan psikis
siswa, seperti ketenangan batin, stabilitas dan labilitas
mental. Siswa yang menikmati ketenangan batin, karena
kehidupan keluarganya harmonis dan pergaulan sosialnya
baik, akan jauh lebih mudah berkonsentrasi dalam belajar.
Sebaliknya, siswa yang pikirannya kalut dan mudah
menjadi bingung, cenderung mempertanyakan diri sendiri;
dengan demikian, daya psikisnya kurang terpusat pada
berbagai tugas belajar (Winkel, 2004: 214).
c) Vitalitas psikis
Vitalitas menunjuk pada jumlah dan kekuatan
energi yang dimiliki seseorang. Orang yang badannya
mudah merasa lesu, cepat lelah dan kerap merasa lemah
tidak akan memiliki energi yang banyak (Winkel, 2004:
214).
b. Faktor yang berasal dari luar diri siswa (eksternal) meliputi (1) pribadi guru, (2) struktur jaringan hubungan sosial di sekolah, (3)
sekolah sebagai institusi pendidikan dan (4) faktor situasional.
1) Pribadi guru
a) Kepribadian guru
Winkel (2004: 219) menjelaskan bahwa ciri khas
kepribadian orang nampak dalam cara ia melakukan pekerjaan.
Kenyataan ini semakin berlaku dalam pekerjaan seorang guru,
yang mendidik generasi muda di sekolah. Kehadiran guru di
kelas memberikan pengaruh terhadap perkembangan siswa.
Ciri-ciri kepribadian guru yang ideal antara lain luwes
dalam pergaulan, suka humor, mampu menyelami alam pikiran
dan perasaan anak, peka terhadap tuntutan keadilan, mampu
mengadakan organisasi, kreatif dan rela membantu. Menurut
Daradjat (Syah, 2008: 227) ciri guru yang luwes yakni:
menunjukkan perilaku demokratis dan tenggang rasa kepada
semua siswa, responsif terhadap kelas (mau melihat, mendengar,
dan merespon masalah disiplin, dan kesulitan belajar),
memandang siswa sebagai partner dalam proses belajar
mengajar (PBM), menilai siswa berdasarkan faktor-faktor yang
memadai, dan berkesinambungan dalam menggunakan ganjaran
dan hukuman sesuai dengan penampilan siswa.
Guru di sekolah juga berperan sebagai korektor. Guru
sebagai korektor harus berusaha membetulkan sikap dan
tindakan siswa yang tidak sesuai dengan tuntutan kehidupan
menggunakan reinforcement dan punishment secara tepat. Pemberian hukuman atau punishment bertujuan membuat siswa merasa jera akan perbuatan yang telah dilakukannya dan
bertekad untuk tidak mengulanginya kembali. Pemberian
peneguhan atau reinforcement bertujuan agar siswa mengulang kembali tindakan yang tepat.
Seorang guru juga dituntut menciptakan suasana yang
memungkinkan siswa untuk belajar. Guru harus mampu
mengelola kelas sedemikian rupa, sehingga guru dapat mengajar
dengan penuh konsentrasi dan siswa dapat belajar dengan tekun.
b) Kemampuan didaktis guru
Winkel (2004: 226) menjelaskan bahwa kemampuan
didaktis guru menyangkut kompetensi yang perlu dimiliki oleh
guru, seperti kemampuan menguasai bahan atau materi,
kemampuan mengelola program belajar-mengajar, kemampuan
mengelola kelas, kemampuan menggunakan media/sumber,
kemampuan mengelola interaksi belajar-mengajar, kemampuan
menilai prestasi siswa, dan kemampuan pengenalan fungsi serta
penyelenggaraan administrasi sekolah. Menurut Winkel (2004:
224) faktor penguasaan keterampilan didaktis sebanyak
mungkin dan menggunakan keterampilan lain yang dimiliki oleh
guru sangat penting dalam proses megajar dikelas. Guru juga
dimilikinya, sesuai dengan kondisi kelas serta gaya mengajar
guru sendiri. Beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah Pertama, guru harus mempunyai keahlian dalam penggunaan prosedur didaktis yang mencakup beberapa hal,
seperti menyadari keuntungan dan kelemahan dari
masing-masing prosedur; memperhatikan kebutuhan siswa. Kedua, guru harus mempunyai keahlian dalam menguasai materi pelajaran.
Hal ini merupakan syarat bagi penggunaan berbagai prosedur
didaktis. Ketiga, “gaya memimpin kelas” menunjuk pada cara guru memberikan pengarahan pada proses belajar mengajar.
Keempat, selama proses belajar mengajar berlangsung, guru dan siswa berinteraksi pula sebagai pribadi; baik guru maupun
siswa, mengkomunikasikan sikap dan berbagai perasaan. Slavin
(2008: 4 ) menjelaskan bahwa guru yang baik bukan hanya
mengetahui permasalahan anak didik, tetapi juga dapat
mengkomunikasikan pengetahuan yang dimilikinya terhadap
anak didik. Kelima, kemampuan guru untuk berbahasa indonesia yang baik.
2) Sekolah sebagai institusi
a) Sarana dan prasarana
Menurut Winkel (2004: 244) sarana dan prasarana
meliputi hal-hal seperti gedung sekolah (letaknya, luasnya,
laboratorium, fasilitas perpustakaan, tempat olahraga,
fasilitas UKS, ruang BK, ruang guru, dan kamar kecil.
Adanya sarana dan prasarana yang lengkap memungkinkan
kelancaran selama proses belajar-mengajar.
b) Suasana di sekolah
Suasana di sekolah menunjuk pada iklim psikologis
yang terdapat pada suatu sekolah seperti bagaimana cara
warga sekolah bergaul satu sama lain; bagaimana tata cara
kesopanan yang berlaku di sekolah; dan bagaimana cara
disiplin sekolah ditentukan serta kemudian dijamin
pelaksanaannya. Suasana di sekolah, untuk sebagian,
dibentuk atau diciptakan oleh seperangkat peraturan
disiplin yang berlaku (Winkel, 2004: 245).
c) Kurikulum sekolah
Istilah kurikulum dapat mempunyai arti yang luas dan
meliputi program pendidikan nasional, program kerja
sekolah, silabi untuk masing-masing bidang studi, petunjuk
pelaksanaan pengajaran dan evaluasi. Istilah kurikulum
juga dapat mempunyai arti yang lebih terbatas yakni
program studi dan silabi setiap bidang studi (Winkel, 2004:
246). Menurut Parkay (2008: 453) kurikulum yang eksplisit
atau tersurat mengacu pada apa yang hendak diberikan
komponen: (1) sasaran dan tujuan yang disiapkan sekolah
untuk siswa, (2) realisasi pelajaran yang membentuk
rangkaian pelajaran, dan (3) pengetahuan khusus,
keterampilan dan sikap yang guru ingin didapatkan siswa.
Singkatnya, kurikulum eksplisit mewakili harapan sekolah
untuk siswa yang diumumkan secara luas.
d) Pelayanan kepada siswa di luar jam pelajaran
Pelayanan kepada siswa di luar jam pelajaran,
mencakup kegiatan ekstrakurikuler, bimbingan dan
konseling, dan unit kesehatan sekolah. Pelayanan
bimbingan dan konseling akhir-akhir ini menunjukkan
peningkatan yang cukup pesat. Jelaslah kiranya, bahwa
konstelasi pelayanan itu menjadi tanggung jawab sekolah
sebagai institusi; mutu pelayanan yang baik di ketiga
bidang yang disebut di atas, akan mempunyai dampak
positif terhadap proses belajar-mengajar di dalam kelas
(Winkel, 2004: 255).
3) Struktur jaringan hubungan sosial
Menurut Winkel (2004: 235-243) selama proses
belajar-mengajar, terjadi interaksi sosial antara guru dengan para siswa
dan antara siswa yang satu dengan yang lain. Interaksi sosial itu
dipengaruhi oleh sistem sosial yang berlaku dalam kalangan
siswa. Semua itu merupakan kenyataan yang sudah terdapat
sebelum proses belajar-mengajar dimulai, dan biasanya
mewarnai interaksi sosial dalam proses itu. Misalnya,
pandangan siswa terhadap guru tertentu, menempatkan guru
dalam suatu posisi menyimpang dari kedudukannya yang resmi.
Pandangan itu kerap dituangkan dalam bentuk cap tertentu yang
sering kali bernada negatif, seperti guru A= sombong, guru B=
pilih kasih, dan guru C= kejam. Cap-cap seperti itu belum tentu
sesuai dengan sikap yang mendasari perilaku guru itu, namun
kerap cenderung bertahan dan menjadi tradisi dalam kalangan
siswa.
Seandainya dalam kalangan siswa berlaku sistem sosial
yang merusak suasana sekolah atau memojokkan sejumlah
siswa, sampai konsentrasi belajar terganggu, perlu dipikirkan
usaha supaya sistem itu berubah ke arah sistem sosial yang lebih
mendukung kegiatan belajar. Bila guru meninjau masalah itu
secara bersama dan kemudian bertindak bersama, seyogyanya
dimulai gerakan untuk mempengaruhi siswa atau diambil
ketentuan yang secara perlahan mempunyai dampak positif
4) Faktor-faktor situasional
a) Keadaan ekonomi
Menurut Winkel (2004: 256) guru yang gelisah dan
sulit berkonsentrasi saat mengajar, boleh jadi karena guru
memikirkan cara memperoleh penghasilan tambahan untuk
melengkapi kekurangannya. Siswa gelisah dan sulit
berkonsentrasi saat belajar boleh jadi karena siswa
memikirkan keadaan ekonomi keluarga yang selalu
kekurangan, seperti siswa tidak mendapat uang jajan, uang
sekolah belum lunas, uang buku kurang, uang kegiatan
pribadi kurang, dan uang kontrakan yang belum lunas.
b) Alokasi tempat
Banyak jalan dekat lingkungan sekolah di perlebar
untuk menampung arus lalu-lintas yang semakin padat dan
ramai. Areal kebun atau lapangan kena pemotongan,
sehingga ruang kelas yang semula terletak agak jauh dari
jalan, akhirnya terletak di pinggir jalan yang ramai dan
penghuninya terpaksa “menikmati” polusi udara dan suara.
4. Dampak kesulitan belajar
Kesulitan belajar yang dialami oleh siswa akan memberikan
dampak yang negatif bagi siswa sendiri. Dampak kesulitan belajar siswa
a. Pertumbuhan dan perkembangan siswa terhambat.
b. Siswa menjadi frustrasi.
c. Siswa yang mengalami kesulitan belajar menuding dirinya sebagai
anak yang bodoh, aneh, terbelakang, dan merasa berbeda.
d. Siswa yang mengalami kesulitan belajar biasanya malu, rendah diri,
berperilaku nakal, agresif, menyendiri atau bahkan menarik diri
untuk menutupi kekurangan dirinya.
e. Siswa yang mengalami kesulitan belajar memiliki perasaan kecewa,
marah, putus asa, dan merasa bersalah dengan keadaannya.
f. Terjadi ketidakharmonisan di dalam keluarga.
5. Kesulitan belajar yang dialami siswa SMA
Penelitian mengenai kesulitan belajar di SMA cukup banyak
dilakukan oleh mahasiswa, dan pada dasarnya dalam setiap penelitian
selalu ada perbedaan, seperti sekolah yang di pilih untuk penelitian,
subjek penelitian, dan alasan melakukan penelitian. Contoh hasil
penelitian mengenai kesulitan belajar siswa SMA yakni yang dilakukan
Kabelen (2011) “Deskripsi Kesulitan Belajar yang Dialami Para Siswa
Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011 dan
Implikasinya terhadap Usulan Topik-topik Bimbingan Belajar”.
Hasil penelitian Kabelen (2011) menunjukkan bahwa kesulitan
belajar yang banyak dialami para siswa XI SMA Stella Duce 2
1. Kesulitan menjawab soal-soal saat ulangan atau ujian
2. Kesulitan menyesuaikan diri terhadap guru, orang tua dan
lingkungan sekolah.
3. Kesulitan beradaptasi dengan keadaan iklim dan cuaca.
6. Usaha mengatasi kesulitan belajar
Usaha-usaha yang perlu dilakukan dalam rangka mengatasi
kesulitan belajar anak didik antara lain (Djamarah, 2011: 250-255):
a. Pengumpulan data
Untuk menemukan sumber informasi kesulitan belajar
diperlukan banyak informasi. Observasi, interview, dan dokumentasi
dapat digunakan sebagai teknik pengumpulan data yang bertujuan
mengumpulkan informasi. Usaha lain yang dapat dilakukan untuk
mengumpulkan data antara lain: kunjungan rumah, case study, case history, dan daftar pribadi. Dalam pelaksanaannya, semua metode tersebut tidak mesti digunakan bersama-sama, tergantung pada
masalah, kompleks atau tidak.
b. Pengolahan data
Data yang telah terkumpul tidak ada artinya jika tidak diolah
secara cermat. Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam rangka
pengolahan data adalah sebagai berikut: identifikasi kasus,
membandingkan dengan kasus lain, membandingkan dengan hasil
c. Diagnosis
Diagnosis adalah keputusan mengenai hasil dari pengolahan
data. Diagnosis dapat berupa hal-hal sebagai berikut: pertama, keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak didik yakni berat
dan ringannya tingkat kesulitan yang dirasakan anak didik. Kedua, keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi penyebab
kesulitan belajar anak didik. Ketiga, keputusan mengenai faktor utama yang menjadi penyebab kesulitan belajar anak didik. Agar
keputusan yang diambil tidak keliru diperlukan kecermatan dan
ketelitian yang tinggi dan juga konsul dengan ahli lain yang
memiliki keahlian di bidang yang bersangkutan.
d. Prognosis
Dalam prognosis dilakukan kegiatan penyusunan program
dan penetapan ramalan mengenai bantuan yang harus diberikan pada
anak untuk membantunya keluar dari kesulitan belajar. Dalam
penyusunan program bantuan terhadap anak didik yang mengalami
kesulitan belajar dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan 5W+1H,
yaitu who, what, when, where, which, danhow. e. Treatment
Treatment adalah perlakuan. Perlakuan di sini dimaksudkan adalah pemberian bantuan kepada anak didik yang mengalami
kesulitan belajar sesuai dengan program yang telah disusun pada
belajar individual, bimbingan belajar kelompok, dan bimbingan
belajar yang dilakukan oleh orang tua di rumah.
7. Peran guru dalam membantu siswa mengatasi kesulitan belajar. a. Peran guru mata pelajaran
Guru mata pelajaran memiliki peran yang sangat penting
dalam menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang
dilaksanakan. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat
perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan
belajar bagi siswa dan memperbaiki kualitas mengajar. Guru
berperan sebagai pengelola proses belajar mengajar, bertindak
sebagai fasilitator, mengembangkan bahan pelajaran dengan baik
dan meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak, serta
menguasai tujuan pendidikan yang harus dicapai (Daryanto & Mulyo
Rahardjo, 2012: 1).
b. Peran guru BK
Peran guru BK yakni memberikan bimbingan dan konseling
terhadap anak didik. Dengan memberikan bimbingan, guru BK
menggunakan berbagai prosedur, cara dan bahan agar anak didik
mampu mandiri dalam memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi. Guru BK juga memberikan layanan bimbingan dan
konseling kepada anak didik melalui layanan bimbingan kelompok,
klasikal, layanan konseling individual dan konseling kelompok guna
BK pada dasarnya adalah membantu anak didik dan kelompok anak
didik untuk: mengurangi sampai seminimal mungkin dampak
sumber-sumber permasalahan terhadap anak didik dan kelompok
anak didik, mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh anak didik
dan kelompok anak didik, dan membantu anak didik
mengembangkan diri seoptimal mungkin (Prayitno & Erman Amti,
2008: 35).
C. Bimbingan Belajar
Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang diberikan
kepada seseorang (individu) atau sekelompok orang agar dapat berkembang
menjadi pribadi yang mandiri. Pribadi yang mandiri yang di maksudkan yakni
mengenal diri sendiri dan lingkungannya sebagaimana adanya, menerima diri
sendiri dan lingkungannya secara poritif dan dinamis, mengambil keputusan,
mengarahkan diri sendiri, dan mewujudkan diri sendiri (Sukardi & Desak
Kusumawati, 2008: 1-2).
Winkel (2010: 115) menjelaskan bahwa bimbingan belajar adalah
bimbingan dalam hal menemukan cara belajar yang tepat dan mengatasi
kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar di sekolah.
Cara belajar yang salah mengakibatkan, materi pelajaran tidak dikuasai
dengan baik, sehingga akan timbul kesulitan dalam mempelajari materi
selanjutnya. Prayitno dan Erman Amti (2008: 279) mengatakan bahwa
kegagalan-kegagalan yang dialami siswa dalam belajar tidak selalu
kegagalan itu terjadi karena siswa tidak mendapatkan layanan bimbingan
yang memadai. Tugas guru dan konselor membantu mengatasi kesulitan
belajar, mengembangkan cara belajar yang efektif, membantu siswa agar
sukses dalam belajar, dan membantu siswa menyesuaikan diri terhadap semua
tuntutan belajar. Dalam bimbingan belajar konselor berupaya agar
memfasilitasi siswa dalam mencapai tujuan belajar yang diharapkan (Yusuf
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi uraian mengenai (1) jenis penelitian, (2) subjek penelitian, (3)
insrumen penelitian, (4) prosedur pengumpulan data, dan (5) teknik analisis data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei.
J.W. Creswell (Sangadji dan M.M. Sopiah, 2010: 24) menjelaskan bahwa
penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang berusaha menggambarkan
dan menginterpretasikan objek apa adanya. Tujuannya adalah
menggambarkan secara sistematis fakta, objek, atau subjek apa adanya.
Dengan kata lain, menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik
objek yang diteliti secara tepat. Metode survei bertujuan mengumpulkan
informasi tentang variabel penelitian (Furchan, 2007: 450). Penelitian ini
dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang kesulitan belajar yang
dialami siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran
2013/2014.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur
Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014. Penelitian ini menggunakan sampel,
yakni bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.
Penggunaan sampel dikarenakan adanya keterbatasan waktu dan tenaga oleh
peneliti dan pihak sekolah. Peneliti menggunakan sampling insidental, yakni teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan atau insidental bertemu dengan peneliti digunakan sebagai sampel
(Sugiono, 2012: 126).
Dalam menentukan ukuran sampel, peneliti menggunakan rumus
sebagai berikut (Sugiono, 2012: 132):
Jumlah Sampel = jumlah populasi (taraf kesalahan 10%)
Dengan menggunakan tabel 5.1 (tabel penentuan jumlah sampel dari populasi
tertentu dengan taraf kesalahan 10%), bila jumlah populasi kedua kelas 36
dengan taraf kesalahan 10%, maka jumlah sampelnya = 31. Rincian jumlah
sampel kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta dapat dilihat pada
tabel 1. Hasil perhitungan penentuan jumlah sampel dapat dilihat pada
lampiran 1.
Tabel 1.
Rincian Jumlah Sampel Kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta
Tahun Ajaran 2013/2014 Kelas Jumlah Siswa Sampel
X 21 18
XI 15 13
Total 36 31
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang
mengungkap kesulitan belajar yang dialami siswa SMA Marsudi Luhur
Yogayakarta tahun ajaran 2013/2014. Kuesioner ini dibuat oleh peneliti dan
terinspirasi dari item-item kuesioner kesulitan belajar yang disusun oleh
Atanus (2013:114). Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner
tertutup, artinya subjek langsung menjawab pertanyaan yang sudah
disediakan dengan memilih alternatif jawaban yang paling sesuai dengan
dirinya (Taniredja dan Hidayati, 2011: 14). Kuesioner yang digunakan dalam
pengambilan data uji coba di kelas X SMA Stela Duce Bantul dapat di lihat
pada lampiran 2.
Penelitian ini menggunakan skala likert. Skala likertdigunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang
tentang fenomena sosial (Sugiono, 2011: 134). Jawaban setiap item yang
menggunakan skala likert ada lima, dari sangat positif sampai sangat negatif.
Peneliti menggunakan empat alternatif jawaban sebagai berikut: sangat
setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju. Alasan peneliti menggunakan
empat alternatif jawaban adalah untuk menghindari subjek memilih alternatif
jawaban tengah, karena apabila subjek memilih alternatif jawaban tengah
menunjukkan bahwa subjek ragu-ragu atau belum dapat menentukan pilihan
jawaban yang sesuai dengan dirinya, akibatnya peneliti tidak mendapatkan
jawaban yang pasti. Instrumen penelitian yang menggunakan skala likert