• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI SISWA KELAS X DAN XI TAHUN AJARAN 20132014 TERHADAP USUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DESKRIPSI SISWA KELAS X DAN XI TAHUN AJARAN 20132014 TERHADAP USUL"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

DESKRIPSI

SISWA KELAS X DAN XI TAHUN AJARAN TERHADAP USUL

Diajukan untuk Mem Memperole Program Studi

PROGRAM

JURUSAN ILMU P FAKULTAS K

UNIVERSITAS SANAT

DESKRIPSI KESULITAN BELAJAR YANG DIALAMI

KELAS X DAN XI SMA MARSUDI LUHUR YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2013/2014 DAN IMPLIKASINYA

TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN BELAJAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh: Lambertus Karapa Anjuangu

Nim: 091114057

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2014

i

YANG DIALAMI

(2)
(3)
(4)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“ Ha l ke ra ja a n Surg a itu se um p a m a se se o ra ng ya ng m e na b urka n

b e nih ya ng b a ik d ila d a ng nya ”

(Ma tius 13: 24)

“ Kita hid up untuk sa a t ini, kita b e rm im p i untuk m a sa d e p a n, d a n

kita b e la ja r untuk ke b e na ra n a b a d i”

(C hia ng Ka i-she k)

Kup e rse m b a hka n ka rya ini untuk:

Ye sus Kristus d a n Bund a Ma ria

Unive rsita s Sa na ta Dha rm a

SMA Ma rsud i Luhur Yo g ya ka rta

Ke lua rg a ku te rc inta : Ba p a k Pe trus Sia , Ma m a Na o m i T. Mb itu,

Ka ka k Kristin, Ad ik De frid us, Ire ne , Lusia d a n Hild e .

(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

DESKRIPSI KESULITAN BELAJAR YANG DIALAMI

SISWA KELAS X DAN XI SMA MARSUDI LUHUR YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2013/2014 DAN IMPLIKASINYA

TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN BELAJAR Lambertus Karapa Anjuangu

Universitas Sanata Dharma 2014

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014 dan memberikan usulan topik-topik bimbingan belajar yang sesuai untuk membantu siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta mengatasi kesulitan belajarnya.

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei. Penelitian ini menggunakan sampel. Sampel penelitian adalah siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 31 orang. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner kesulitan belajar siswa yang disusun oleh peneliti dan terinspirasi kuesioner kesulitan belajar yang disusun oleh Atanus (2013). Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 8 januari sampai 12 januari 2014. Pengolahan data penelitian berpedoman pada Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe II (Masidjo, 1995: 157) yang mengelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu sangat dialami, dialami, dan cukup dialami.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh 2 (4,25%) kesulitan belajar yang sangat dialami, 9 (19,14%) kesulitan belajar yang dialami dan 20 (42,55%) kesulitan belajar yang cukup dialami oleh siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta. Bertolak dari kesulitan belajar yang sangat dialami, dialami, dan cukup dialami peneliti menyusun usulan topik-topik bimbingan belajar untuk siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014.

(8)

ABSTRACT

DESCRIPTION OF LEARNING DIFFICULTIES ENCOUNTERED BY THE TENTH AND ELEVENTH GRADE STUDENTS AT SMA MARSUDI

LUHUR YOGYAKARTA IN 2013/2014 ACADEMIC YEAR AND ITS

IMPLICATIONS TOWARDS THE SUGGESTED TOPICS OF STUDY GUIDANCE

by

Lambertus Karapa Anjuangu Sanata Dharma University

2014

This research aims at describing the learning difficulties encountered by the tenth and eleventh grade students at SMA Marsudi Luhur Yogyakarta in 2013/2014 academic year and providing the suggested topics of study guidance which are appropriate in order to help the tenth and eleventh grade students at SMA Marsudi LuhurYogyakarta overcome their learning difficulties.

This research belongs to a descriptive research with survey method which uses a sample. The sample of this research is the tenth and eleventh grade students at SMA Marsudi LuhurYogyakarta in 2013/2014 academic year which consist of 31 people. The instrument in collecting the data is a questionnaire of the students’ learning difficulties prepared by the researcher and inspired by a questionnaire of the students’ learning difficulties which was compiled by Atanus (2013). The data collection was carried out from January 8th until 12th 2014. The data processing research is based on the standard reference assessment (PAP) type II (Masidjo, 1995: 157) which is classified into tree categories, i.e. highly encountered, encountered, and fairly encountered.

Based on the result, it is found that there are 2 (4.25%) highly encountered learning difficulties, there are 9 (19.14%) encountered learning difficulties and 20 (42.55%) fairly encountered learning difficulties by the tenth and eleventh grade students at SMA Marsudi Luhur Yogyakarta. from this finding, the researcher compiled the topics of study guidance for the tenth and eleventh grade students at SMA Marsudi LuhurYogyakarta in 2013/2014 academic year.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat yang tak terhingga melalui para pembimbing dan orang-orang yang

membantu penulis dalam menulis skripsi ini sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pendidikan, Program Studi Bimbingan dan Konseling,

Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan

berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan, dorongan, dan saran yang

berguna bagi penulis. Oleh karena itu, secara khusus penulis mengucapkan terima

kasih secara tulus kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan

Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Dosen pembimbing yang dengan penuh ketulusan hati telah memberikan

motivasi dan meluangkan waktu untuk mendampingi penulis selama proses

penulisan skripsi.

3. Dra. Lies Indriya Handayani, selaku Kepala Sekolah SMA Marsudi Luhur

Yogyakarta yang telah bersedia memberikan kesempatan kepada penulis

untuk melakukan penelitian.

4. Sr. Fidelis Budiriastuti, CB, S.Pd., selaku Kepala Sekolah SMA Stella Duce

Bantul yang telah bersedia memberikan kesempatan kepada peneliti untuk

melakukan uji coba kuesioner.

(10)

5. Dra. Danar Adiati, selaku Koordinator Bimbingan dan Konseling SMA

Marsudi Luhur Yogyakarta yang memperlancar proses pengumpulan data.

6. Siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta yang telah bersedia

meluangkan waktu dan kesediaannya sebagai responden dalam melaksanakan

penelitian.

7. Siswa kelas X SMA Stella Duce Bantul yang telah bersedia meluangkan

waktu dan kesediannya sebagai responden dalam melaksanakan uji coba

kuesioner.

8. Keluargaku tercinta: Bapak Petrus Sia, Mama Naomi T. Mbitu, Kakak Lena

dan Kristin, Adik Defridus, Irene, Lusia serta Hilde yang telah memberikan

biaya, motivasi, nasehat, dan doa bagi penulis.

9. Keluarga besarku yang selalu memberikan perhatian dan doa bagi penulis.

10. Teman “terdekatku” Ninda Hapsari Putri yang selalu memberikan doa,

perhatian, semangat dan kasih sayang bagi penulis.

11. Teman-teman Keluarga Mahasiswa Katolik Sumba Yogyakarta dan “API

Family Yogyakarta” yang selalu memberikan motivasi dan nasehat yang

berguna bagi penulis.

12. Rekan-rekan seperjuangan BK angkatan 2009 yang selalu memberikan

dukungan dan doa.

13. Semua pihak yang sudah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak

dapat penulis sebutkan satu per satu.

(11)
(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN...iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...vi

ABSTRAK...vii

ABSTRACT...viii

KATA PENGANTAR...ix

DAFTAR ISI...xii

DAFTAR TABEL...xiv

DAFTAR LAMPIRAN...xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah...4

C. Tujuan Penelitian...5

D. Manfaat Penelitian ...5

E. Definisi Operasional ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 7

A. Belajar ... 7

1. Pengertian belajar...7

2. Ciri khas perilaku belajar...8

3. Prinsip-prinsip belajar...9

B. Kesulitan Belajar...10

1. Pengertian kesulitan belajar...10

2. Gejala-gejala kesulitan belajar...11

3. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar...12

4. Dampak kesulitan belajar...32

(13)

5. Kesulitan belajar yang dialami siswa SMA...33

6. Usaha mengatasi kesulitan belajar...34

7. Peran guru dalam membantu siswa mengatasi kesulitan belajar...36

C. Bimbingan Belajar...37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...39

A. Jenis Penelitian...39

B. Subjek Penelitian...39

C. Instrumen Penelitian...41

D. Uji Coba Alat...42

E. Validitas dan Reliabilitas...42

1. Validitas...42

2. Reliabilitas...46

F. Prosedur Pengumpulan Data...47

1. Tahap persiapan...47

2. Tahap pelaksanaan pengumpulan data...48

G. Teknik Analisis Data...48

BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN BELAJAR...50

A. Hasil Penelitian...50

B. Pembahasan Hasil Penelitian...53

C. Usulan Topik-topik Bimbingan Belajar...69

BAB V PENUTUP...75

A. Kesimpulan...75

B. Saran...78

DAFTAR PUSTAKA...79

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Rincian jumlah sampel kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta

tahun ajaran 2012/2013... 40

Tabel 2: Kisi-kisi kuesioner kesulitan belajar yang dialami siswa kelas X dan XI

SMA Marsudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014... 45

Tabel 3: Patokan koefisien reliabilitas, kriteria Guilford... 46

Tabel 4: Jadwal pengumpulan data penelitian siswa kelas X dan XI SMA Marsudi

Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014... 48

Tabel 5: Rentang skor kesulitan belajar siswa kelas X dan XI SMA Marsudi

Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014... 49

Tabel 6: Kesulitan belajar yang dialami siswa kelas X dan XI SMA Marsudi

Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014... 50

Tabel 7: Usulan topik-topik bimbingan belajar kelas X dan XI SMA Marsudi

Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014...70

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Hasil perhitungan penentuan jumlah sampel... 84

Lampiran 2: Kuesioner kesulitan belajar (uji coba)... 85

Lampiran 3: Data hasil uji coba kuesioner kesulitan belajar di kelas X SMA Stella Duce Bantul... 88

Lampiran 4: Data hasil pengujian validitas dengan menggunakan Statistic Programme for Social Science versi 16.0 kelas X SMA Stella Duce Bantul... 91

Lampiran 5: Kuesioner kesulitan belajar (final)... 94

Lampiran 6: Hasil pengujian reliabilitas dengan menggunakan Statistic Programme for Social Science versi 16.0 kelas X SMA Stella Duce Bantul... 97

Lampiran 7: Data kesulitan belajar yang dialami siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014... 98

Lampiran 8: Cara menghitung rentang skor kesulitan belajar berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP) tipe II...100

Lampiran 9: Surat ijin uji coba…………...101

Lampiran 10: Surat ijin penelitian...102

Lampiran 11: Surat keterangan ijin penelitian...103

(16)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi mengenai (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah,

(3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hak azasi setiap manusia, dan menjadi bagian

yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia yang tumbuh dan berkembang

tiada hentinya. Pendidikan dapat dicapai melalui proses belajar baik di

lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Pendidikan bukan

sekedar membuat orang cerdas dan terampil tetapi juga mampu menyadari

kehidupannya dan bertanggung jawab atas dirinya dan orang lain di

lingkungannya.

Dalam dunia pendidikan, belajar dipandang sebagai suatu kegiatan

yang sangat fundamental bagi perkembangan anak didik. Belajar dapat

membentuk pemahaman yang baik, cara berpikir yang baik, perilaku yang

baik, dan mental serta moral yang baik bagi anak didik. Belajar merupakan

suatu hal yang dihadapi oleh setiap manusia. Di mana pun manusia berada, ia

akan belajar mengenai banyak hal, baik hal positif maupun hal negatif.

Belajar pada hakekatnya merupakan proses kegiatan yang

berkelanjutan dalam rangka perubahan perilaku anak didik secara konstruktif.

Hal ini sejalan dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor

20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana unuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

(17)

anak didik secara aktif mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukannya, masyarakat, bangsa, dan

negara (Hanafiah dan Cucu Suhana, 2012: 20).

Bagi anak didik, belajar merupakan hal yang menyenangkan apabila

ia mampu mengatasi berbagai masalah dalam belajarnya. Akan tetapi

kenyataannya, tidak semua anak didik mampu mengatasi masalah dalam

belajarnya. Apabila anak didik tidak mampu mengatasi masalah dalam

belajar, ia akan mengalami masalah dalam proses belajar selanjutnya.

Anak didik yang mengalami hambatan atau kesulitan belajar akan

memperlihatkan gejala-gejala tertentu dalam perilaku sehari-harinya. Menurut

Sudrajat (2011: 6), gejala-gejala yang terlihat dalam perilaku siswa yang

mengalami kesulitan belajar antara lain:

a) Menunjukkan hasil belajar yang rendah dibawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau dibawah potensi yang dimilikinya.

b) Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Ada siswa yang sudah berusaha giat belajar akan tetapi nilai yang diperolehnya selalu rendah.

c) Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.

d) Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya. e) Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti

membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu didalam kelas maupun diluar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.

(18)

Menurut Winkel (2004: 148-257) ada lima hal atau faktor yang

mempengaruhi kesulitan belajar. Kelima faktor tersebut yakni pribadi siswa,

pribadi guru, struktur jaringan hubungan sosial di sekolah, sekolah sebagai

institusi pendidikan dan faktor situasional. Lima faktor yang mempengaruhi

kesulitan belajar tersebut dapat digolongkan dalam dua faktor utama yakni

faktor yang berasal dari dalam diri siswa (internal) yang meliputi pribadi siswa sendiri dan faktor yang berasal dari luar diri siswa (eksternal) yang meliputi pribadi guru, struktur jaringan hubungan sosial di sekolah, sekolah

sebagai institusi pendidikan dan faktor situasional. Dapat disimpulkan bahwa

faktor penyebab kesulitan belajar anak didik berasal dari dalam diri anak

didik (internal) dan dari luar diri anak didik (eksternal).

Guru saat ini ditantang untuk kreatif dan terbuka terhadap segala

perubahan dan kemajuan yang ada untuk memajukan pertumbuhan dan

perkembangan anak didik. Di zaman yang semakin berkembang ini

dibutuhkan guru yang bersikap kritis, ingin terus berkembang dan belajar

seumur hidup, berwawasan luas dan mampu membawa perubahan, rasional,

dan berani membela kebenaran serta keadilan. Guru yang demikian akan

mampu melakukan inovasi pendidikan di sekolah. Keberhasilan siswa dalam

belajar di sekolah dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, antara lain

pemberian bimbingan oleh guru. Guru pembimbing bertugas memberikan

bimbingan kepada anak didik agar anak didik semakin mampu

mengembangkan dirinya, mencegah terjadinya masalah dalam dirinya, dan

(19)

bekerjasama dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan keberhasilan

siswa.

Peneliti melakukan penelitian di SMA Marsudi Luhur Yogyakarta

tahun ajaran 2013/2013/2014. Dari hasil sharing pengalaman dengan guru BK

dan pengamatan selama melaksanakan Program Pengalaman Lapangan

Bimbingan dan Konseling (PPL BK di SMA Marsudi Luhur Yogyakarta),

peneliti memperoleh kesan bahwa siswa di sekolah tersebut mengalami

kesulitan dalam belajar. Guru BK menjelaskan bahwa ada beberapa siswa

atau siswi yang sering membolos, tidak mengerjakan tugas sekolah, tidur di

kelas, membuat gaduh di kelas, tidak mengikuti perintah guru dan ada pula

yang tidak naik kelas. Hal-hal yang dikatakan guru BK sesuai dengan

pengamatan peneliti selama melaksanakan PPL BK. Bertolak dari kesan

tersebut peneliti terdorong untuk melakukan penelian dengan harapan agar

dapat memberikan masukan bagi guru untuk membantu siswa yang

mengalami kesulitan belajar.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar yang

dialami siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran

2013/2014. Pertanyaan yang dijawab dalam penelitian ini adalah

1. Kesulitan belajar manakah yang dialami siswa kelas X dan kelas XI

(20)

2. Topik bimbingan belajar manakah yang sesuai untuk membantu siswa

kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta mengatasi kesulitan

belajarnya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

1. Mengetahui kesulitan belajar yang dialami siswa kelas X dan XI SMA

Marsudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014.

2. Memberikan usulan-usulan topik bimbingan belajar yang sesuai untuk

membantu siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta

mengatasi kesulitan belajarnya.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah

1. Bagi guru pembimbing

Guru pembimbing memperoleh gambaran secara jelas mengenai

kesulitan belajar yang dialami oleh anak didiknya. Dengan demikian,

guru pembimbing dapat menyajikan topik bimbingan yang relevan

dengan kesulitan belajar siswa seperti yang diusulkan dalam skripsi ini.

2. Bagi peneliti

Penelitian ini sangat bermanfaat bagi peneliti untuk mengetahui

berbagai kesulitan belajar yang umum dialami anak didik. Dengan

demikian, peneliti mampu mempersiapkan diri dengan lebih baik

sebelum menghadapi dunia pendidikan yang nyata ketika bekerja.

(21)

mengungkap kesulitan yang dialami siswa dalam belajarnya, dan dalam

menemukan topik yang relevan untuk siswa.

E. Definisi Operasional

1. Belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan anak didik,

dengan tujuan untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam dirinya,

seperti perubahan perilaku, sikap, kebiasaan, pengetahuan, keterampilan

dan lain sebagainya.

2. Kesulitan belajar adalah hambatan atau gangguan dalam belajar yang

dialami oleh siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur tahun ajaran

2013/2014, yaitu hambatan atau gangguan belajar yang dialami anak

didik yang berasal dari dalam diri anak didik itu sendiri (internal) dan yang berasal dari luar diri atau lingkungan anak didik (eksternal), seperti yang dimaksudkan dalam butir-butir kuesioner yang digunakan.

3. Bimbingan belajar adalah bimbingan dalam hal menemukan cara belajar

yang tepat dan mengatasi kesukaran yang timbul berkaitan dengan

tuntutan-tuntutan belajar di sekolah.

4. Topik bimbingan belajar adalah topik-topik yang disusun berdasarkan

hasil penelitian dan yang diusulkan untuk diberikan dalam pelayanan

bimbingan belajar pada siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur

(22)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian mengenai (1) belajar, (2) kesulitan belajar, dan (3)

bimbingan belajar

A. Belajar

1. Pengertian belajar

Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan

dari luar. Apa yang sedang terjadi di dalam diri orang yang sedang

belajar, tidak dapat diketahui secara langsung dengan mengamati orang

itu. Bahkan hasil belajar orang itu tidak langsung kelihatan, kecuali kalau

orang yang bersangkutan melakukan sesuatu yang menampakkan

kemampuan yang telah diperoleh melalui belajar. Dengan mengamati

perilakunya yang merupakan hasil belajarlah dapat ditarik kesimpulan

bahwa seseorang telah belajar (Winkel, 2004: 58).

Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis, yang

berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan

sejumlah perubahan yang bersifat relatif konstan seperti perubahan dalam

hal pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap (Winkel, 2004: 59).

Marx (Atmaja, 2012: 227) mendefinisikan belajar sebagai

perubahan yang dialami secara relatif abadi dalam tingkah laku yang

pada dasarnya merupakan fungsi dari suatu tingkah laku sebelumnya,

yang sering atau biasa disebut praktik atau latihan. Kimble (Atmaja,

2012: 227) mendefinisikan belajar sebagai suatu perubahan yang relatif

(23)

permanen dalam potensialitas tingkahlaku yang terjadi pada

seseorang atau individu sebagai suatu hasil latihan atau praktik yang

diperkuat dengan diberi hadiah. Syah (2008: 92) mendefinisikan belajar

sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif

menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang

mengakibatkan proses kognitif. Dari beberapa pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu usaha atau kegiatan yang

dilakukan anak didik, dengan tujuan untuk mengadakan

perubahan-perubahan dalam dirinya, seperti perubahan-perubahan perilaku, sikap, kebiasaan,

pengetahuan, keterampilan dan lain sebagainya

2. Ciri khas perilaku belajar

Ciri khas perilaku belajar menurut Syah (2008: 116) adalah

a. Perubahan intensional.

Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat

pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan disengaja dan

disadari, atau dengan kata lain bukan kebetulan. Karakteristik ini

mengandung konotasi bahwa siswa menyadari adanya perubahan

yang dialami atau sekurang-kurangnya siswa merasakan adanya

perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan,

kebiasaan, sikap, pandangan, dan keterampilan.

b. Perubahan positif dan aktif

Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif

(24)

harapan. Hal ini juga bermakna bahwa perubahan tersebut senantiasa

merupakan penambahan , yakni diperolehnya sesuatu yang baru

(pemahaman dan keterampilan baru) yang lebih baik daripada yang

telah ada sebelumnya. Perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan

sendiri tetapi karena usaha individu sendiri.

c. Perubahan efektif dan fungsional

Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif,

yakni berhasil guna. Artinya, perubahan tersebut membawa

pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa. Selain itu

perubahan dalam proses belajar bersifat fungsional dalam arti bahwa

perubahan relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan,

perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan. Perubahan

yang efektif dan fungsional biasanya bersifat dinamis dan

mendorong timbulnya perubahan-perubahan positif lainnya.

3. Prinsip-prinsip belajar

Mustaqim (2008: 69) menyebutkan prinsip-prinsip belajar sebagai

berikut:

a. Belajar akan berhasil jika disertai kemauan dan tujuan tertentu.

b. Belajar akan lebih berhasil jika disertai berbuat, latihan dan ulangan.

c. Belajar lebih berhasil jika memberi sukses yang menyenangkan.

d. Belajar lebih berhasil jika tujuan belajar berhubungan dengan aktivitas belajar itu sendiri atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya.

(25)

f. Dalam proses belajar memerlukan bantuan dan bimbingan orang lain.

g. Hasil belajar dibuktikan dengan adanya perubahan dalam diri si pelajar.

h. Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.

B. Kesulitan Belajar

1. Pengertian kesulitan belajar

Djamarah (2011: 235) medefinisikan kesulitan belajar sebagai

kondisi anak didik yang tidak dapat belajar, disebabkan adanya ancaman,

hambatan atau gangguan dalam belajar. Syah (2008: 173) mendefinisikan

kesulitan belajar sebagai menurunnya kinerja akademik atau prestasi

belajar siswa. Kesulitan belajar ditandai dengan munculnya kelainan

perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering

minggat dari sekolah.

Abdurrahman (2009: 7) mengatakan bahwa kesulitan belajar

menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam

bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan kemampuan

mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau

kemampuan dalam bidang studi tertentu. Gangguan tersebut intrinsik dan

diduga disebabkan disfungsi sistem saraf. Kesulitan belajar juga terjadi

karena adanya kondisi lain yang mengganggu (misalnya gangguan

sensoris, hambatan sosial dan emosional) dan berbagai pengaruh

(26)

Abdurrahman (2009: 9) menjelaskan bahwa kesulitan belajar

sebagai suatu kekurangan dalam satu atau lebih bidang akademik, baik

dalam mata pelajaran yang spesifik membaca, menulis, mengeja,

berhitung; atau dalam berbagai keterampilan yang bersifat lebih umum

seperti mendengarkan, berbicara,dan berpikir. Kesulitan belajar juga

dapat muncul dalam bentuk penyesuaian sosial atau vokasional,

keterampilan kehidupan sehari-hari, atau harga diri.

Dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah hambatan atau

gangguan dalam belajar yang dialami oleh anak didik. Faktor penyebab

timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yaitu (1) faktor

intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari

dalam diri siswa sendiri dan (2) faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau

keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa.

2. Gejala-gejala kesulitan belajar

Menurut Sudrajat (2011: 6) gejala-gejala kesulitan belajar antara lain:

a. Menunjukkan hasil belajar yang rendah dibawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau dibawah potensi yang dimilikinya.

b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Ada siswa yang sudah berusaha giat belajar akan tetapi nilai yang diperolehnya selalu rendah.

c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.

d. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya. e. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti

(27)

f. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti: pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu.

3. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar

Kegagalan siswa mencapai tujuan-tujuan belajar menunjukkan

bahwa siswa mengalami kesulitan dalam belajar. Kesulitan belajar

tentunya disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk membantu siswa yang

mengalami kesulitan belajar perlu diketahui terlebih dahulu faktor apa

saja penyebab munculnya kesulitan belajar. Winkel menjelaskan faktor

yang berperan dalam proses belajar-mengajar yakni:

“Keadaan awal” yaitu keadaan yang terdapat sebelum proses belajar dimulai, namun dapat berperanan terhadap proses itu. Keadaan awal itu meliputi pribadi siswa, pribadi guru, struktur jaringan hubungan sosial di sekolah, sekolah sebagai institusi pendidikan, dan faktor-faktor situasional. “Keadaan awal” dipandang sebagai sejumlah hal yang, pada dasarnya, dapat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar. “Keadaan awal” juga dipandang sebagai sejumlah kenyataan yang terdapat pada awal proses belajar mengajar tertentu dan nyata-nyata berpengaruh, selama guru dan siswa berinteraksi (Winkel, 2004: 151-152).

Lima aspek “keadaan awal” yakni pribadi siswa, pribadi guru,

struktur jaringan hubungan sosial di sekolah, sekolah sebagai institusi

pendidikan, dan faktor-faktor situasional, digolongkan dalam dua faktor

utama yakni faktor yang berasal dari dalam diri siswa (internal) meliputi pribadi siswa itu sendiri dan faktor yang berasal dari luar diri siswa

(eksternal) meliputi pribadi guru, struktur jaringan hubungan sosial di sekolah, sekolah sebagai institusi pendidikan dan faktor situasional.

(28)

a. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa (internal) yaitu pribadi siswa, yang mencakup hal-hal sebagai berikut (Winkel, 2004:

154-217):

1) Fungsi kognitif

Fungsi kognitif terdiri dari (a) taraf inteligensi, (b) bakat, (c)

daya fantasi, (d) gaya belajar, (e) konsentrasi. Masing-masing

diuraikan sebagai berikut:

a) Inteligensi.

Binet (Santrock, 2009: 152) menjelaskan bahwa inti dari

inteligensi terdiri dari proses-proses kognitif yang kompleks,

seperti memori, kemampuan membayangkan, pemahaman, dan

penilaian. Winkel (2004: 155-159) menjelaskan bahwa

inteligensi dalam arti sempit adalah kemampuan untuk mencapai

prestasi di sekolah, yang di dalamnya berpikir memegang

peranan pokok, kerap disebut “kemampuan intelektual” atau

“kemampuan akademik”. Kemampuan intelektual atau

kemampuan akademik memegang peranan besar terhadap

tinggi-rendahnya prestasi belajar siswa di sekolah, siswa yang

memiliki kemampuan akademik, khususnya dalam bidang studi

yang menuntut banyak pemikiran seperti matematika dan bahasa

akan beprestasi di sekolah. Namun tinggi-rendahnya prestasi

belajar tidak hanya ditentukan taraf inteligensi saja, melainkan

(29)

Tinggi rendahnya intelegensi seseorang dapat diukur dengan

menggunakan tes intelegensi (tes IQ). Pengukuran IQ pada umumnya lebih ditekankan pada intelegensi matematis-logis dan

linguistik.

Binet (Mustaqim, 2008: 104) menjelaskan bahwa

hakekat inteligensi dapat diilustrasikan sebagai berikut.

Pertama, kemampuan memahami sesuatu. Makin tinggi inteligensi orang, makin cepat pula ia memahami sesuatu yang

dihadapinya. Kedua, kemampuan berpendapat. Semakin cerdas orang, makin cepat pula ia memiliki ide, dan mampu

mengungkapkan ide dengan cara-cara yang tepat. Ketiga, kemampuan kontrol dan kritik. Makin cerdas orang makin

tinggi pula daya kontrol dan kritiknya terhadap yang diperbuat,

sehingga frekuensi pengulangan kesalahan kecil.

Dalam intelegensi terdapat apa yang disebut dengan

organisasi kognitif. Organisasi kognitif menunjuk pada cara

materi yang sudah dipelajari disimpan dalam ingatan, cara

materi dipelajari dan diolah; makin mendalam dan makin

sistematis pengolahan materi pelajaran, makin baiklah taraf

organisasi dalam ingatan itu sendiri (Winkel, 2004: 163).

b) Gaya belajar

Gaya belajar merupakan cara belajar yang khas bagi

(30)

gaya auditif dan gaya kinestetik. Siswa yang memiliki gaya

belajar visual cenderung lebih mudah belajar bila materi

pelajaran dapat dilihat atau dituangkan dalam bentuk gambar,

bagan, dan diagram (Winkel, 2004: 164-166). Uno (2010: 181)

menjelaskan bahwa ada beberapa karakteristik yang khas pada

orang yang menyukai gaya belajar visual, yaitu (1) kebutuhan

melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk

mengetahui atau memahaminya, (2) memiliki kepekaan yang

kuat terhadap warna, (3) memiliki pemahaman yang kuat

terhadap masalah artistik, (4) memiliki kesulitan dalam

berdialog secara langsung, (5) terlalu reaktif terhadap suara,

(6) sulit mengikuti anjuran secara lisan, (7) seringkali salah

menginterpretasikan kata atau ucapan.

Siswa yang memiliki gaya belajar auditif cenderung

lebih mudah belajar bila dapat mendengar penjelasan dan

merumuskan yang telah didengar dalam bentuk kata-kata dan

kalimat, yang kemudian disimpan dalam ingatan (Winkel,

2004: 166). Uno (2010: 181) mendefinisikan gaya belajar

auditif sebagai gaya belajar yang mengandalkan pendengaran

untuk memahami dan mengingat. Gaya belajar ini benar-benar

menempatkan pendengaran sebagai alat utama untuk menyerap

informasi atau pengetahuan. Karakter orang yang memiliki

(31)

melalui pendengaran, memiliki kesulitan untuk menyerap

informasi dalam bentuk tulisan, dan memiliki kesulitan

menulis serta membaca.

Menurut Windura (2008: 23) siswa yang memiliki gaya

belajar kinestetik lebih mudah belajar dengan praktik langsung

atau melalui gerakan, dan mengalami kesulitan dalam belajar

jika hanya mendengar dan melihat. Menurut Aunurrahman

(2012: 149) siswa yang modalitas belajarnya kinestetik, dalam

belajarnya suka menggunakan gerakan-gerakan fisik, misalnya,

menggerakan tangan, kaki, dan melakukan eksperimen yang

memerlukan aktivitas fisik.

c) Daya fantasi

Menurut Winkel (2004: 163) daya fantasi merupakan

aktivitas kognitif yang mengandung banyak pikiran dan

sejumlah tanggapan yang bersama-sama menciptakan sesuatu

dalam alam kesadaran. Dalam alam fantasi individu

menghadirkan kembali hal yang pernah diamati dan

menciptakan sesuatu hal baru.

Daya fantasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu fantasi

yang disadari dan tidak disadari. Fantasi yang disadari adalah

fantasi seperti yang dialami seorang sastrawan yang mengarang

kisah roman, dia bergerak dari alam fantasi sadar, sedangkan

(32)

bergerak dalam alam fantasi yang tidak disadari. Suryabrata

(2006: 39) juga mengatakan bahwa fantasi digolongkan

menjadi dua macam yakni pertama, fantasi yang tidak disadari yakni fantasi yang terjadi melampau dunia riil dengan tidak

disengaja. Misalnya menyampaikan berita yang tidak benar tapi

tidak bermaksud berdusta. Kedua, fantasi yang disadari yakni fantasi yang terjadi dengan sengaja, dan ada usaha dari subjek

untuk masuk kedalam dunia imajiner.

d) Konsentrasi-perhatian

Winkel (2004: 206) menjelaskan konsentrasi sebagai

pemusatan tenaga dan energi psikis dalam menghadapi suatu

objek, seperti peristiwa belajar di kelas dan yang berkait

dengan itu. Konsentrasi dalam belajar berkaitan dengan

kemauan dan hasrat untuk belajar dan, pada dasarnya, sudah

terkandung dalam motivasai belajar. Namun, konsentrasi dalam

belajar dipengaruhi pula oleh minat siswa dalam belajar. Siswa

yang tidak berminat terhadap materi pelajaran, akan mengalami

kesulitan dalam memusatkan tenaga dan energinya. Sebaliknya

siswa yang berminat, akan mudah berkonsentrasi dalam belajar,

apalagi bila motivasi belajarnya kuat.

Gangguan terhadap konsentrasi belajar dapat timbul

dari dari siswa sendiri (internal) dan luar diri siswa (ekternal).

(33)

dalam diri siswa, misalnya mengalami perasaan tertekan karena

mengalami masalah dalam keluarga atau dengan teman.

Buyarnya konsentrasi siswa dapat juga karena sesuatu yang

berasal dari luar diri siswa misalnya, suara bising, suara keras,

dan perubahan cuaca.

e) Bakat

Soegarda (Mustaqim, 2008: 140) menjelaskan bakat

sebagai benih dari suatu sifat yang baru akan tampak nyata jika

mendapat kesempatan atau kemungkinan untuk berkembang.

Syah (2008: 150) menjelaskan bahwa bakat merupakan

kemampuan individu untuk lebih mudah menyerap informasi

dan melaksanakan tugas-tugas tertentu tanpa banyak

bergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Individu yang

memiliki bakat dalam bidang tertentu akan memiliki informasi,

pengetahuan dan keterampilan yang lebih pada bidang tertentu

sesuai bakatnya.

Ellen Winner (Santrock, 2009: 284) mendeskripsikan

tiga kriteria yang menggambarkan anak-anak berbakat:

pertama, perkembangan yang cepat. Kedua, mengikuti kemajuan mereka sendiri. Ketiga, hasrat untuk menguasai.

Renzuli (Ambarjaya, 2012: 55) menjelaskan bahwa

anak berbakat memiliki tiga sifat dasar sebagai berikut:

(34)

rata-rata, mempunyai komitmen yang tinggi terhadap tugas-tugas,

dan mempunyai kreativitas yang tinggi. Anak berbakat adalah

anak yang memiliki kecakapan dalam mengembangkan

gabungan ketiga sifat tersebut dan mengaplikasikan dalam

setiap tindakan yang bernilai.

2) Fungsi konatif-dinamik

Fungsi konatif-dinamik terdiri dari (a) karakter dan (b) motivasi

belajar. Selengkapnya dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Hasrat

Dalam “berhasrat” orang mencari apa yang memberikan

kepuasan menyingkiri yang tidak memuaskan. Siswa yang

berhasrat kuat akan tekun untuk mencapai sesuatu yang

memberikan kepuasan baginya. Siswa yang tidak memiliki

hasrat kuat dalam belajar tampak tidak tekun dan mengalami

kesulitan dalam belajar (Winkel, 204: 168).

b) Motivasi belajar

Winkel (204: 169) menjelaskan motivasi belajar sebagai

keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang

menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan

kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar

demi mencapai suatu tujuan. Motivasi belajar memegang

(35)

dalam belajar, sehingga siswa yang bermotivasi kuat memiliki

energi yang banyak untuk melakukan kegiatan belajar.

Menurut Dalyono (2010: 235) motivasi berfungsi

menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar.

Semakin besar motivasi belajar seseorang, semakin besar pula

kesuksesan belajarnya. Seorang yang besar motivasinya akan

giat berusaha, tampak gigih tidak mudah menyerah, giat

membaca buku-buku untuk meningkatkan prestasinya dan

memecahkan masalahnya. Sebaliknya seseorang yang

motivasinya lemah, tampak acuh tak acuh, mudah putus asa,

perhatian tidak tertuju pada pelajaran, suka mengganggu kelas,

dan sering meninggalkan pelajaran.

Menurut Syah (2008: 136) motivasi dapat dibedakan

menjadi dua macam, yaitu: motivasi intrinsik dan ekstrinsik.

Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari

dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan

tindakan belajar. Termasuk dalam motivasi intrinsik adalah

perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap

materi, untuk kehidupan masa depan.

Sadirman (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 31)

menjelaskan bahwa ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi

belajar adalah tekun dalam menghadapi tugas atau dapat

(36)

menghadapi kesulitan dan tidak mudah putus asa, tidak cepat

puas atas atas prestasi yang diperoleh; menunjukkan minat

yang besar terhadap bermacam-macam masalah belajar; lebih

suka bekerja sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain;

tidak cepat bosan dengan tugas-tugas rutin; dapat

mempertahankan pendapatnya; tidak mudah melepaskan apa

yang diyakininya; senang mencari dan memecahkan

masalahnya.

Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan

yang datang dari luar individu yang mendorong melakukan

kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, peraturan dan tata tertib

sekolah, suri teladan guru, dan orang tua merupakan contoh

konkrit motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa untuk

belajar.

3) Fungsi afektif

Fungsi afektif mencakup (a) perasaan, (b) sikap, dan (c)

minat, yang akan diuraikan pada bagian berikut:

a) Minat

Winkel (2004: 212) mendefinisikan minat sebagai

kecenderungan subjek yang menetap, untuk merasa tertarik pada

bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang

mempelajarinya. Djamarah (2011: 166) medefinisikan minat

(37)

mengenang beberapa aktivitas. Dengan kata lain, minat adalah

suatu rasa lebih suka dan rasa tertarik pada suatu hal atau

aktivitas. Anak didik yang berminat terhadap suatu hal

cenderung memberikan perhatian yang lebih terhadap hal yang

bersangkutan dan tidak menghiraukan sesuatu yang lain yang

tidak berhubungan dengan objek perhatiannya.

b) Sikap

Winkel (2004: 118) mendefinisikan sikap sebagai

kemampuan internal yang berperan dalam mengambil tindakan,

dan kemungkinan untuk bertindak. Orang yang memiliki sikap

jelas, mampu untuk memilih secara tegas diantara beberapa

kemungkinan. Kecenderungan orang untuk menerima atau

menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek. Bila

objek dinilai “baik”, orang cenderung bersikap positif, bila

objek dinilai “jelek”, orang cenderung bersikap negatif. Bruno

(Dalyono, 2010: 216) mendefinisikan sikap (attitude) sebagai kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara

baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Pada

prinsipnya sikap dapat disebut suatu kecenderungan bertindak

dengan cara tertentu. Perwujudan perilaku belajar siswa akan

ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru

yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu objek,

(38)

Siswa yang memandang belajar di sekolah pada

umumnya, atau bidang studi tertentu, sebagai sesuatu yang

sangat bermanfaat akan memiliki sikap positif. Sebaliknya,

siswa yang memandang belajar sebagai sesuatu yang tidak

berguna, akan memiliki sikap negatif.

c) Perasaan

Perasaan yang dimaksudkan adalah perasaan momentan

dan intensional. “momentan” berarti perasaan timbul pada saat

tertentu; “intensional” bearti reaksi perasaan diberikan terhadap

sesuatu, seseorang atau situasi tertentu. Semua reaksi perasaan

yang momentum dan intensional bervariasi banyak sekali;

namun dapat digolongkan dalam “perasaan senang” dan “tidak

senang”. Kalau perasaan momentan dan intensional berulang

kali telah mengandung penilaian positif maka akan lahir

perasaan senang; perasaan senang tersebut dibawa oleh siswa

sebagai sumber energi dalam belajar lebih lanjut. Sebaliknya,

bila reaksi perasaan momentan dan intensional berulang kali

mengandung penilaian negatif maka lahirnya perasaan tidak

senang; membunuh semangat belajar siswa (Winkel, 2004: 210).

Sukmadinata (2009: 78) mendefinisikan perasaan

sebagai suatu suasana batin atau suasana hati yang membentuk

suatu kontinum atau garis. Kontinum ini bergerak dari ujung

(39)

yang paling negatif, yaitu sangat tidak senang. Beberapa bentuk

perasaan lain selain senang atau tidak senang adalah suka atau

tidak suka, tegang atau lega, dan terangsang atau tidak

terangsang.

4) Fungsi sensorik-motorik

Winkel (2004: 213) menjelaskan bahwa kemampuan

yang dimiliki siswa di bidang psikomotorik dapat menghambat

dan membantu semua proses belajar-mengajar atau, paling

sedikit, dalam proses belajar yang harus menghasilkan

keterampilan motorik. Perolehan kemampuan yang dimaksud,

antara lain kecepatan menulis; kecepatan berbicara dan

artikulasi kata-kata; menggunakan alat-alat menggunting,

memotong, membuat garis dan lingkaran, dan menggambar.

Kekurangan dalam kemampuan motorik yang sudah nampak

pada siswa sebelum proses belajar, cenderung membuat siswa

merasa kurang percaya diri, agak takut dan gelisah, serta

menggoroti motivasi belajar.

5) Kondisi fisik dan psikis

a) Individualitas biologis

Individualitas biologis mencakup konstitusi dan

habitus. Konstitusi meliputi susunan kimiawi badan,

susunan alat-alat perlengkapan badan, daya tahan terhadap

(40)

yang khas untuk setiap manusia. Yang berperanan dalam

belajar adalah daya tahan terhadap penyakit,daya hidup,

dan alat-alat perlengkapan badan (Winkel, 2004: 214).

b) Kondisi mental

Kondisi ini merupakan akibat dari keadaan psikis

siswa, seperti ketenangan batin, stabilitas dan labilitas

mental. Siswa yang menikmati ketenangan batin, karena

kehidupan keluarganya harmonis dan pergaulan sosialnya

baik, akan jauh lebih mudah berkonsentrasi dalam belajar.

Sebaliknya, siswa yang pikirannya kalut dan mudah

menjadi bingung, cenderung mempertanyakan diri sendiri;

dengan demikian, daya psikisnya kurang terpusat pada

berbagai tugas belajar (Winkel, 2004: 214).

c) Vitalitas psikis

Vitalitas menunjuk pada jumlah dan kekuatan

energi yang dimiliki seseorang. Orang yang badannya

mudah merasa lesu, cepat lelah dan kerap merasa lemah

tidak akan memiliki energi yang banyak (Winkel, 2004:

214).

b. Faktor yang berasal dari luar diri siswa (eksternal) meliputi (1) pribadi guru, (2) struktur jaringan hubungan sosial di sekolah, (3)

sekolah sebagai institusi pendidikan dan (4) faktor situasional.

(41)

1) Pribadi guru

a) Kepribadian guru

Winkel (2004: 219) menjelaskan bahwa ciri khas

kepribadian orang nampak dalam cara ia melakukan pekerjaan.

Kenyataan ini semakin berlaku dalam pekerjaan seorang guru,

yang mendidik generasi muda di sekolah. Kehadiran guru di

kelas memberikan pengaruh terhadap perkembangan siswa.

Ciri-ciri kepribadian guru yang ideal antara lain luwes

dalam pergaulan, suka humor, mampu menyelami alam pikiran

dan perasaan anak, peka terhadap tuntutan keadilan, mampu

mengadakan organisasi, kreatif dan rela membantu. Menurut

Daradjat (Syah, 2008: 227) ciri guru yang luwes yakni:

menunjukkan perilaku demokratis dan tenggang rasa kepada

semua siswa, responsif terhadap kelas (mau melihat, mendengar,

dan merespon masalah disiplin, dan kesulitan belajar),

memandang siswa sebagai partner dalam proses belajar

mengajar (PBM), menilai siswa berdasarkan faktor-faktor yang

memadai, dan berkesinambungan dalam menggunakan ganjaran

dan hukuman sesuai dengan penampilan siswa.

Guru di sekolah juga berperan sebagai korektor. Guru

sebagai korektor harus berusaha membetulkan sikap dan

tindakan siswa yang tidak sesuai dengan tuntutan kehidupan

(42)

menggunakan reinforcement dan punishment secara tepat. Pemberian hukuman atau punishment bertujuan membuat siswa merasa jera akan perbuatan yang telah dilakukannya dan

bertekad untuk tidak mengulanginya kembali. Pemberian

peneguhan atau reinforcement bertujuan agar siswa mengulang kembali tindakan yang tepat.

Seorang guru juga dituntut menciptakan suasana yang

memungkinkan siswa untuk belajar. Guru harus mampu

mengelola kelas sedemikian rupa, sehingga guru dapat mengajar

dengan penuh konsentrasi dan siswa dapat belajar dengan tekun.

b) Kemampuan didaktis guru

Winkel (2004: 226) menjelaskan bahwa kemampuan

didaktis guru menyangkut kompetensi yang perlu dimiliki oleh

guru, seperti kemampuan menguasai bahan atau materi,

kemampuan mengelola program belajar-mengajar, kemampuan

mengelola kelas, kemampuan menggunakan media/sumber,

kemampuan mengelola interaksi belajar-mengajar, kemampuan

menilai prestasi siswa, dan kemampuan pengenalan fungsi serta

penyelenggaraan administrasi sekolah. Menurut Winkel (2004:

224) faktor penguasaan keterampilan didaktis sebanyak

mungkin dan menggunakan keterampilan lain yang dimiliki oleh

guru sangat penting dalam proses megajar dikelas. Guru juga

(43)

dimilikinya, sesuai dengan kondisi kelas serta gaya mengajar

guru sendiri. Beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah Pertama, guru harus mempunyai keahlian dalam penggunaan prosedur didaktis yang mencakup beberapa hal,

seperti menyadari keuntungan dan kelemahan dari

masing-masing prosedur; memperhatikan kebutuhan siswa. Kedua, guru harus mempunyai keahlian dalam menguasai materi pelajaran.

Hal ini merupakan syarat bagi penggunaan berbagai prosedur

didaktis. Ketiga, “gaya memimpin kelas” menunjuk pada cara guru memberikan pengarahan pada proses belajar mengajar.

Keempat, selama proses belajar mengajar berlangsung, guru dan siswa berinteraksi pula sebagai pribadi; baik guru maupun

siswa, mengkomunikasikan sikap dan berbagai perasaan. Slavin

(2008: 4 ) menjelaskan bahwa guru yang baik bukan hanya

mengetahui permasalahan anak didik, tetapi juga dapat

mengkomunikasikan pengetahuan yang dimilikinya terhadap

anak didik. Kelima, kemampuan guru untuk berbahasa indonesia yang baik.

2) Sekolah sebagai institusi

a) Sarana dan prasarana

Menurut Winkel (2004: 244) sarana dan prasarana

meliputi hal-hal seperti gedung sekolah (letaknya, luasnya,

(44)

laboratorium, fasilitas perpustakaan, tempat olahraga,

fasilitas UKS, ruang BK, ruang guru, dan kamar kecil.

Adanya sarana dan prasarana yang lengkap memungkinkan

kelancaran selama proses belajar-mengajar.

b) Suasana di sekolah

Suasana di sekolah menunjuk pada iklim psikologis

yang terdapat pada suatu sekolah seperti bagaimana cara

warga sekolah bergaul satu sama lain; bagaimana tata cara

kesopanan yang berlaku di sekolah; dan bagaimana cara

disiplin sekolah ditentukan serta kemudian dijamin

pelaksanaannya. Suasana di sekolah, untuk sebagian,

dibentuk atau diciptakan oleh seperangkat peraturan

disiplin yang berlaku (Winkel, 2004: 245).

c) Kurikulum sekolah

Istilah kurikulum dapat mempunyai arti yang luas dan

meliputi program pendidikan nasional, program kerja

sekolah, silabi untuk masing-masing bidang studi, petunjuk

pelaksanaan pengajaran dan evaluasi. Istilah kurikulum

juga dapat mempunyai arti yang lebih terbatas yakni

program studi dan silabi setiap bidang studi (Winkel, 2004:

246). Menurut Parkay (2008: 453) kurikulum yang eksplisit

atau tersurat mengacu pada apa yang hendak diberikan

(45)

komponen: (1) sasaran dan tujuan yang disiapkan sekolah

untuk siswa, (2) realisasi pelajaran yang membentuk

rangkaian pelajaran, dan (3) pengetahuan khusus,

keterampilan dan sikap yang guru ingin didapatkan siswa.

Singkatnya, kurikulum eksplisit mewakili harapan sekolah

untuk siswa yang diumumkan secara luas.

d) Pelayanan kepada siswa di luar jam pelajaran

Pelayanan kepada siswa di luar jam pelajaran,

mencakup kegiatan ekstrakurikuler, bimbingan dan

konseling, dan unit kesehatan sekolah. Pelayanan

bimbingan dan konseling akhir-akhir ini menunjukkan

peningkatan yang cukup pesat. Jelaslah kiranya, bahwa

konstelasi pelayanan itu menjadi tanggung jawab sekolah

sebagai institusi; mutu pelayanan yang baik di ketiga

bidang yang disebut di atas, akan mempunyai dampak

positif terhadap proses belajar-mengajar di dalam kelas

(Winkel, 2004: 255).

3) Struktur jaringan hubungan sosial

Menurut Winkel (2004: 235-243) selama proses

belajar-mengajar, terjadi interaksi sosial antara guru dengan para siswa

dan antara siswa yang satu dengan yang lain. Interaksi sosial itu

dipengaruhi oleh sistem sosial yang berlaku dalam kalangan

(46)

siswa. Semua itu merupakan kenyataan yang sudah terdapat

sebelum proses belajar-mengajar dimulai, dan biasanya

mewarnai interaksi sosial dalam proses itu. Misalnya,

pandangan siswa terhadap guru tertentu, menempatkan guru

dalam suatu posisi menyimpang dari kedudukannya yang resmi.

Pandangan itu kerap dituangkan dalam bentuk cap tertentu yang

sering kali bernada negatif, seperti guru A= sombong, guru B=

pilih kasih, dan guru C= kejam. Cap-cap seperti itu belum tentu

sesuai dengan sikap yang mendasari perilaku guru itu, namun

kerap cenderung bertahan dan menjadi tradisi dalam kalangan

siswa.

Seandainya dalam kalangan siswa berlaku sistem sosial

yang merusak suasana sekolah atau memojokkan sejumlah

siswa, sampai konsentrasi belajar terganggu, perlu dipikirkan

usaha supaya sistem itu berubah ke arah sistem sosial yang lebih

mendukung kegiatan belajar. Bila guru meninjau masalah itu

secara bersama dan kemudian bertindak bersama, seyogyanya

dimulai gerakan untuk mempengaruhi siswa atau diambil

ketentuan yang secara perlahan mempunyai dampak positif

(47)

4) Faktor-faktor situasional

a) Keadaan ekonomi

Menurut Winkel (2004: 256) guru yang gelisah dan

sulit berkonsentrasi saat mengajar, boleh jadi karena guru

memikirkan cara memperoleh penghasilan tambahan untuk

melengkapi kekurangannya. Siswa gelisah dan sulit

berkonsentrasi saat belajar boleh jadi karena siswa

memikirkan keadaan ekonomi keluarga yang selalu

kekurangan, seperti siswa tidak mendapat uang jajan, uang

sekolah belum lunas, uang buku kurang, uang kegiatan

pribadi kurang, dan uang kontrakan yang belum lunas.

b) Alokasi tempat

Banyak jalan dekat lingkungan sekolah di perlebar

untuk menampung arus lalu-lintas yang semakin padat dan

ramai. Areal kebun atau lapangan kena pemotongan,

sehingga ruang kelas yang semula terletak agak jauh dari

jalan, akhirnya terletak di pinggir jalan yang ramai dan

penghuninya terpaksa “menikmati” polusi udara dan suara.

4. Dampak kesulitan belajar

Kesulitan belajar yang dialami oleh siswa akan memberikan

dampak yang negatif bagi siswa sendiri. Dampak kesulitan belajar siswa

(48)

a. Pertumbuhan dan perkembangan siswa terhambat.

b. Siswa menjadi frustrasi.

c. Siswa yang mengalami kesulitan belajar menuding dirinya sebagai

anak yang bodoh, aneh, terbelakang, dan merasa berbeda.

d. Siswa yang mengalami kesulitan belajar biasanya malu, rendah diri,

berperilaku nakal, agresif, menyendiri atau bahkan menarik diri

untuk menutupi kekurangan dirinya.

e. Siswa yang mengalami kesulitan belajar memiliki perasaan kecewa,

marah, putus asa, dan merasa bersalah dengan keadaannya.

f. Terjadi ketidakharmonisan di dalam keluarga.

5. Kesulitan belajar yang dialami siswa SMA

Penelitian mengenai kesulitan belajar di SMA cukup banyak

dilakukan oleh mahasiswa, dan pada dasarnya dalam setiap penelitian

selalu ada perbedaan, seperti sekolah yang di pilih untuk penelitian,

subjek penelitian, dan alasan melakukan penelitian. Contoh hasil

penelitian mengenai kesulitan belajar siswa SMA yakni yang dilakukan

Kabelen (2011) “Deskripsi Kesulitan Belajar yang Dialami Para Siswa

Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011 dan

Implikasinya terhadap Usulan Topik-topik Bimbingan Belajar”.

Hasil penelitian Kabelen (2011) menunjukkan bahwa kesulitan

belajar yang banyak dialami para siswa XI SMA Stella Duce 2

(49)

1. Kesulitan menjawab soal-soal saat ulangan atau ujian

2. Kesulitan menyesuaikan diri terhadap guru, orang tua dan

lingkungan sekolah.

3. Kesulitan beradaptasi dengan keadaan iklim dan cuaca.

6. Usaha mengatasi kesulitan belajar

Usaha-usaha yang perlu dilakukan dalam rangka mengatasi

kesulitan belajar anak didik antara lain (Djamarah, 2011: 250-255):

a. Pengumpulan data

Untuk menemukan sumber informasi kesulitan belajar

diperlukan banyak informasi. Observasi, interview, dan dokumentasi

dapat digunakan sebagai teknik pengumpulan data yang bertujuan

mengumpulkan informasi. Usaha lain yang dapat dilakukan untuk

mengumpulkan data antara lain: kunjungan rumah, case study, case history, dan daftar pribadi. Dalam pelaksanaannya, semua metode tersebut tidak mesti digunakan bersama-sama, tergantung pada

masalah, kompleks atau tidak.

b. Pengolahan data

Data yang telah terkumpul tidak ada artinya jika tidak diolah

secara cermat. Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam rangka

pengolahan data adalah sebagai berikut: identifikasi kasus,

membandingkan dengan kasus lain, membandingkan dengan hasil

(50)

c. Diagnosis

Diagnosis adalah keputusan mengenai hasil dari pengolahan

data. Diagnosis dapat berupa hal-hal sebagai berikut: pertama, keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak didik yakni berat

dan ringannya tingkat kesulitan yang dirasakan anak didik. Kedua, keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi penyebab

kesulitan belajar anak didik. Ketiga, keputusan mengenai faktor utama yang menjadi penyebab kesulitan belajar anak didik. Agar

keputusan yang diambil tidak keliru diperlukan kecermatan dan

ketelitian yang tinggi dan juga konsul dengan ahli lain yang

memiliki keahlian di bidang yang bersangkutan.

d. Prognosis

Dalam prognosis dilakukan kegiatan penyusunan program

dan penetapan ramalan mengenai bantuan yang harus diberikan pada

anak untuk membantunya keluar dari kesulitan belajar. Dalam

penyusunan program bantuan terhadap anak didik yang mengalami

kesulitan belajar dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan 5W+1H,

yaitu who, what, when, where, which, danhow. e. Treatment

Treatment adalah perlakuan. Perlakuan di sini dimaksudkan adalah pemberian bantuan kepada anak didik yang mengalami

kesulitan belajar sesuai dengan program yang telah disusun pada

(51)

belajar individual, bimbingan belajar kelompok, dan bimbingan

belajar yang dilakukan oleh orang tua di rumah.

7. Peran guru dalam membantu siswa mengatasi kesulitan belajar. a. Peran guru mata pelajaran

Guru mata pelajaran memiliki peran yang sangat penting

dalam menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang

dilaksanakan. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat

perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan

belajar bagi siswa dan memperbaiki kualitas mengajar. Guru

berperan sebagai pengelola proses belajar mengajar, bertindak

sebagai fasilitator, mengembangkan bahan pelajaran dengan baik

dan meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak, serta

menguasai tujuan pendidikan yang harus dicapai (Daryanto & Mulyo

Rahardjo, 2012: 1).

b. Peran guru BK

Peran guru BK yakni memberikan bimbingan dan konseling

terhadap anak didik. Dengan memberikan bimbingan, guru BK

menggunakan berbagai prosedur, cara dan bahan agar anak didik

mampu mandiri dalam memecahkan masalah-masalah yang

dihadapi. Guru BK juga memberikan layanan bimbingan dan

konseling kepada anak didik melalui layanan bimbingan kelompok,

klasikal, layanan konseling individual dan konseling kelompok guna

(52)

BK pada dasarnya adalah membantu anak didik dan kelompok anak

didik untuk: mengurangi sampai seminimal mungkin dampak

sumber-sumber permasalahan terhadap anak didik dan kelompok

anak didik, mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh anak didik

dan kelompok anak didik, dan membantu anak didik

mengembangkan diri seoptimal mungkin (Prayitno & Erman Amti,

2008: 35).

C. Bimbingan Belajar

Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang diberikan

kepada seseorang (individu) atau sekelompok orang agar dapat berkembang

menjadi pribadi yang mandiri. Pribadi yang mandiri yang di maksudkan yakni

mengenal diri sendiri dan lingkungannya sebagaimana adanya, menerima diri

sendiri dan lingkungannya secara poritif dan dinamis, mengambil keputusan,

mengarahkan diri sendiri, dan mewujudkan diri sendiri (Sukardi & Desak

Kusumawati, 2008: 1-2).

Winkel (2010: 115) menjelaskan bahwa bimbingan belajar adalah

bimbingan dalam hal menemukan cara belajar yang tepat dan mengatasi

kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar di sekolah.

Cara belajar yang salah mengakibatkan, materi pelajaran tidak dikuasai

dengan baik, sehingga akan timbul kesulitan dalam mempelajari materi

selanjutnya. Prayitno dan Erman Amti (2008: 279) mengatakan bahwa

kegagalan-kegagalan yang dialami siswa dalam belajar tidak selalu

(53)

kegagalan itu terjadi karena siswa tidak mendapatkan layanan bimbingan

yang memadai. Tugas guru dan konselor membantu mengatasi kesulitan

belajar, mengembangkan cara belajar yang efektif, membantu siswa agar

sukses dalam belajar, dan membantu siswa menyesuaikan diri terhadap semua

tuntutan belajar. Dalam bimbingan belajar konselor berupaya agar

memfasilitasi siswa dalam mencapai tujuan belajar yang diharapkan (Yusuf

(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi uraian mengenai (1) jenis penelitian, (2) subjek penelitian, (3)

insrumen penelitian, (4) prosedur pengumpulan data, dan (5) teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei.

J.W. Creswell (Sangadji dan M.M. Sopiah, 2010: 24) menjelaskan bahwa

penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang berusaha menggambarkan

dan menginterpretasikan objek apa adanya. Tujuannya adalah

menggambarkan secara sistematis fakta, objek, atau subjek apa adanya.

Dengan kata lain, menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik

objek yang diteliti secara tepat. Metode survei bertujuan mengumpulkan

informasi tentang variabel penelitian (Furchan, 2007: 450). Penelitian ini

dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang kesulitan belajar yang

dialami siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran

2013/2014.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur

Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014. Penelitian ini menggunakan sampel,

yakni bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.

Penggunaan sampel dikarenakan adanya keterbatasan waktu dan tenaga oleh

peneliti dan pihak sekolah. Peneliti menggunakan sampling insidental, yakni teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara

(55)

kebetulan atau insidental bertemu dengan peneliti digunakan sebagai sampel

(Sugiono, 2012: 126).

Dalam menentukan ukuran sampel, peneliti menggunakan rumus

sebagai berikut (Sugiono, 2012: 132):

Jumlah Sampel = jumlah populasi (taraf kesalahan 10%)

Dengan menggunakan tabel 5.1 (tabel penentuan jumlah sampel dari populasi

tertentu dengan taraf kesalahan 10%), bila jumlah populasi kedua kelas 36

dengan taraf kesalahan 10%, maka jumlah sampelnya = 31. Rincian jumlah

sampel kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta dapat dilihat pada

tabel 1. Hasil perhitungan penentuan jumlah sampel dapat dilihat pada

lampiran 1.

Tabel 1.

Rincian Jumlah Sampel Kelas X dan XI SMA Marsudi Luhur Yogyakarta

Tahun Ajaran 2013/2014 Kelas Jumlah Siswa Sampel

X 21 18

XI 15 13

Total 36 31

(56)

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang

mengungkap kesulitan belajar yang dialami siswa SMA Marsudi Luhur

Yogayakarta tahun ajaran 2013/2014. Kuesioner ini dibuat oleh peneliti dan

terinspirasi dari item-item kuesioner kesulitan belajar yang disusun oleh

Atanus (2013:114). Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner

tertutup, artinya subjek langsung menjawab pertanyaan yang sudah

disediakan dengan memilih alternatif jawaban yang paling sesuai dengan

dirinya (Taniredja dan Hidayati, 2011: 14). Kuesioner yang digunakan dalam

pengambilan data uji coba di kelas X SMA Stela Duce Bantul dapat di lihat

pada lampiran 2.

Penelitian ini menggunakan skala likert. Skala likertdigunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang

tentang fenomena sosial (Sugiono, 2011: 134). Jawaban setiap item yang

menggunakan skala likert ada lima, dari sangat positif sampai sangat negatif.

Peneliti menggunakan empat alternatif jawaban sebagai berikut: sangat

setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju. Alasan peneliti menggunakan

empat alternatif jawaban adalah untuk menghindari subjek memilih alternatif

jawaban tengah, karena apabila subjek memilih alternatif jawaban tengah

menunjukkan bahwa subjek ragu-ragu atau belum dapat menentukan pilihan

jawaban yang sesuai dengan dirinya, akibatnya peneliti tidak mendapatkan

jawaban yang pasti. Instrumen penelitian yang menggunakan skala likert

Gambar

Tabel 3: Patokan koefisien reliabilitas, kriteria Guilford.....................................
tabel 1. Hasil perhitungan penentuan jumlah sampel dapat dilihat pada
Tabel 2.
tabel 3.Tabel 3.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Iklim Psikologis, dan Prinsip Birokrasi terhadap Kesiapan untuk Berubah Pegawai Negeri

Di tahun 2009, seiring dengan semakin intensifnya pendampingan dari Petugas Puskesmas, Pertanian, PAUD dan Dikdas, KB, KUA, PUSKESWAN dll yang tergabung dalam Tim

Karakteritik kesiapan sarana prasarana dalam mendukung pembelajaran adalah a) mempunyai buku saku KTSP, b) menyiapkan alat peraga dan media pembelajaran IPS,

Skripsi (tidak diterbitkan) Salatiga: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana.. Theories Of Learning

Sebuah percobaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui pengaruh peritrich ciliates ( Epistylis sp.) sebagai epibionts pada kelangsungan hidup dari Acartia bifilosa

Ketidaknyaman tersebut antara lain ketinggian laci meja tidak sesuai dengan ketinggian lutut siswa sehingga menimbulkan kesemutan pada bagian kaki, kaki bagian

Hasil penelitian menunjukkan perlakuan pemupukan kalium berpengaruh nyata terhadap peubah pertumbuhan yaitu tinggi tanaman pada 4 MST, jumlah anakan pada 11 dan

Tabel 6 menunjukkan besarnya nilai Adjusted R Square sebesar 0,212 yang artinya bahwa hanya 21,2% variasi kebijakan hutang dapat dijelaskan oleh variasi set