• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pendidikan Akhlak Tasawuf di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali Tahun 2015. - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Model Pendidikan Akhlak Tasawuf di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali Tahun 2015. - Test Repository"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

i

MODEL PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF DI PONDOK PESANTREN DARUSSALAM

BANDUNG WONOSEGORO BOYOLALI TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh YUANITA 111 11 218

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

اًقُلُخ

حْ ُ ُ أَ حْ أَ

اً اأَمحْيِإ

أَ حْيِ ِم

حْ ُمحْا

ُ أَمحْ أَ

“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang

paling baik akhlaknya”

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kepada Allah atas segala karunia-Nya, saya persembahkan karya ini kepada:

1. Bapak dan ibu tercinta yang selalu memberi kasih sayang, semangat, motivasi, dan nasihat untuk keberhasilan.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil’aalamiin, segala puji dan Syukur penulis panjatkan atas

kehadiran Allah SWT yang telah memberikan Taufiq serta Hidayah-Nya yang tiada

terhimgga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “model pendidikan akhlak tasawuf di pondok pesantren darussalam bandung wonosegoro boyolali Tahun 2015”.

Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan Uswah Khasanah Rasulullah Muhammad S.A.W, kepada keluarga, sahabat-sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia yang mana beliaulah sebagai Rosul utusan Allah untuk membimbing umat manusia.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (SPd.I) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Skripsi ini berjudul “Model Pendidikan Akhlak Tasawuf di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali Tahun 2015”.

Penulisan skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

(8)

viii

4. Bapak Dr. Miftahuddin, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. 6. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta

bantuan.

7. Teman-teman Pendidikan Agama Islam Angkatan 2011, khususnya PAI F semangat terus pantang mundur.

8. Almamater IAIN Salatiga.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik semoga amal kebaikannya diterima disisi Allah SWT.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi penulis khususnnya serta para pembaca pada umumnya.

Salatiga, 14 Maret 2016 Penulis

(9)

ix ABSTRAK

Yuanita. 2015. Model Pendidikan Akhlak Tasawuf di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali Tahun 2015. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Miftahuddin, M.Ag.

Kata kunci: Model, Pendidikan Akhlak, Akhlak Tasawuf

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui model pendidikan akhlak tasawuf di Pondok Pesantren Darussalam. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) bagaimana model pendidikan akhlak tasawuf di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali?, (2) bagaimana pelaksanaan model pendidikan akhlak tasawuf di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali?, serta (3) faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan model pendidikan akhlak tasawuf di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali?.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis yang digunakan meliputi reduksi data, penyajian data kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Penegasan Istilah ... 5

F. Metode Penelitian ... 8

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 8

2. Kehadiran Peneliti ... 9

(11)

xi

4. Sumber Data ... 10

5. Prosedur Pengumpulan Data ... 11

6. Analisis Data ... 13

7. Pengecekan Keabsahan Data ... 13

8. Tahap - tahap Penelitian ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Model Pendidikan ... 17

1. Tujuan Pendidikan ... 19

a. Tujuan Umum ... 20

b. Tujuan Khusus ... 21

B. Pengertian Akhlak Tasawuf ... 22

1. Pengertian Akhlak ... 22

a. Pendidikan Akhlak ... 22

b. Ruang Lingkup Akhlak ... 22

c. Fungsi Akhlak bagi Seorang Muslim ... 24

2. Pengertian Tasawuf ... 30

a. Objek Ilmu Tasawuf ... 31

b. Tujuan Tasawuf ... 32

c. Keutamaan Ilmu Tasawuf ... 33

d. Maqamat ... 33

e. Hal ... 37

(12)

xii

g. Model-model Pendidikan Akhlak ... 39

C. Pondok pesantren ... 42

1. Definisi Pondok Pesantren ... 42

2. Ciri-ciri Umum Pesantren ... 43

3. Unsur-unsur Pesantren ... 44

4. Kekuatan dan Kelemahan Pesantren ... 48

a. Kekuatan Pesantren ... 48

b. Kelemahan Pesantren ... 50

5. Peran Pesantren ... 51

6. Kurikulum Pesantren ... 55

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Darussalam ... 57

1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Darussalam ... 57

2. Letak Geografis Pondok Pesantren Darussalam ... 59

3. Dasar dan Tujuan ... 66

4. Keadaan Ustadz dan Ustadzah ... 61

5. Keadaan Santri ... 61

6. Struktur Organisasi Kepengurusan ... 62

7. Sistem Pendidikan Akhlak Tasawuf Pondok Pesantren Darussalam ... 64

8. Kelembagaan ... 66

9. Materi dan Kurikulum Pondok Pesantren Darussalam ... 66

(13)

xiii

B. Model Pendidikan Akhlak Tasawuf ... 69 C. Penerapan Model Pendidikan Akhlak Tasawuf di Pondok

Pesantren Darussalam ... 76 D. Faktor-faktor yang Mendukung dan Menghambat Pendidikan

Akhlak Tasawuuf di Pondok Pesantren Darussalam ... 78 BAB IV PEMBAHASAN

A. Analisis Hasil Temuan ... 81 1. Model Pendidikan Akhlak Tasawuf di Pondok Pesantren

Darussalam ... 81 2. Pelaksanaan Model Pendidikan Akhlak Tasawuf di Pondok

Pesantren Darussalam ... 85 3. Fator-faktor yang Mendukung Dan Menghambat pelaksanaan

model Pendidikan Akhlak Tasawuf di Pondok Pesantren Darussalam ... 91 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 95 B. Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Daftar Struktur Kepengurusan Pondok

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian Lampiran 2. Pedoman Wawancara Lampiran 3. Transkip Hasil Wawancara Lampiran 4. Daftar Nilai SKK

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena perkembangan pendidikan kini menghendaki adanya sistem pendidikan yang komprehensif. Karena perkembangan masyarakat dewasa ini menghendaki adanya pembinaan siswa/santri yang dilaksanakan secara seimbang antara nilai dan sikap, pengetahuan, kecerdasan, keterampilan serta kemampuan komunikasi.

Pondok Pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Secara lahiriyah, pesantren pada umumnya merupakan suatu komplek bangunan yang terdiri dari rumah kyai, masjid, pondok tempat tinggal para santri dan ruangan belajar. Pondok pesantren juga berarti suatu lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal, tetapi dengan sistem bandongan dan sorogan. Dimana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang tertulis dalam bahasa arab oleh ulama-ulama besar abad pertengahan (Nasir, 2005:81).

(17)

2

pesantren mengalami perkembangan dan pergeseran, memiliki berbagai lembaga pendidikan yang bersifat keagamaan, seperti madrasah, maupun pendidikan umum, seperti sekolah, perguruan tinggi, dan ketrampilan-ketrampilan yang ada. Pondok pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan yang ada di Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Di tengah ramainya pendidikan modern, pesantren tetap bertahan dengan semangat tradisi yang mengagumkan. Di kalangan umat Islam sendiri pesantren masih dianggap sebagai model pendidikan yang menjanjikan serta sebagai wadah komunikasi.

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia telah menunjukan kemampuannya dalam mencetak kader-kader ulama dan telah berjasa turut mencerdaskan kehidupan bangsa Selain itu, di tengah arus globalisasi, seiring perubahan zaman pondok pesantren juga dituntut untuk menyelenggarakan pendidikan yang mampu bersaing dengan lembaga pendidikan yang lain dalam mencetak santri-santri yang professional untuk menghadapi tantangan zaman. Karena saat ini tuntutan masyarakat akan pondok pesantren semakin meningkat. Hal ini merupakan sebuah kesempatan sekaligus sebagai tantangan bagi pondok pesantren dalam mengembangkan sistem pendidikannya agar eksistensinya tetap terjaga.

(18)

3

lembaga pendidikan harus memiliki model pendidikan yang kiranya mampu untuk membekali remaja agar tetap dalam koridor Islam. Setiap apa yang ada di bumi sesungguhnya adalah milik Allah. Seperti firman Allah dalam QS Al-Baqarah ayat 115:

ٌميِلَع ٌعِساَو َ ّلِلا َّنِإ ِ ّلِلا ُهْجَو َّمَثَف ْاوُّلَوُت اَمَنْيَأَف ُب ِرْغَمْلاَو ُق ِرْشَمْلا ِ ّ ِلِلَو

Artinya:Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Q. S. 2. Al-Baqoroh, 2:115).

Penanaman akhlak yang diajarkan di pondok pesantren memiliki model yang bermacam-macam. Salah satunya adalah dengan mengajarkan tasawuf kepada para santri. Pondok pesantren Darussalam adalah salah satu pondok pesantren di daerah Boyolali yang mengajarkan pendidikan akhlak tasawuf. Suatu pendidikan akhlak yang dirasa oleh peneliti dapat dijadikan alternatif pendidikan akhlak sebagai bekal seseorang dalam menghadapi

perkembangan zaman yang semakin jauh dari norma dan syari‟at agama.

Dengan diajarkannya tasawuf diharapkan para santri dapat merasakan kedekatan pada Allah Swt. di dalam hati dapat mengendalikan hawa nafsunya sehingga akan menjaga baik hubungan dengan makhluk Allah Swt. Yang lain.

(19)

4 B. Rumusan Masalah

Melihat dari latar belakang di atas, maka penelitian ini difokuskan pada rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah model pendidikan akhlak tasawuf di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali tahun 2015?

2. Bagaimana pelaksanaan model pendidikan akhlak tasawuf yang diajarkan di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali tahun 2015?

3. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan model pendidikan akhlak tasawuf di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali tahun 2015 ?

C. Tujuan Penelitian

Dengan adanya rumusan masalah di atas tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui model pendidikan akhlak tasawuf di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali tahun 2015.

2. Untuk mengetahui penelaksanaan model pendidikan akhlak tasawuf yang diajarkan di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali tahun 2015.

(20)

5 D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai dasar kegiatan penelitian yang akan datang.

b. Sebagai tambahan dokumentasi khasanah ilmu pengetahuan akhlak tasawuf dalam bidang pendidikan islam.

2. Secara Praktis

a. Bagi santri Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali tahun 2015, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan upaya meningkatkan serta memaksimalkan model pendidikan yang berlaku.

b. Bagi Peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan untuk menambah pengalaman peneliti dalam penelitian terkait dengan model pendidikan akhlak tasawuf di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali tahun 2015.

c. Bagi pembaca, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang model pendidikan akhlak tasawuf di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali tahun 2015.

E. Penegasan Istilah

(21)

6 1. Model Pendidikan Akhlak Tasawuf

Model diartikan sebagai pola (contoh, acuan ,ragam, dsb) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan (Purwadarminta, 1984:75).

Pendidikan merupakan rangkaian proses pemberdayaan potensi dan kompetensi individu untuk menjadi manusia berkualitas yang berlangsung sepanjang hayat. Proses ini dilakukan tidak sekedar untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat menggali, menemukan, dan menempa potensi yang dimiliki, tapi juga untuk mengembangkannya dengan tanpa menghilangkan karakteristik masing-masing (Soyomukti, 2010:5).

Untuk memahami pendidikan, ada dua istilah yang dapat mengarahkan pada pemahaman hakikat pendidikan, yakni kata paedagogie dan paedagogiek. Secara estimologik, perkataan paedagogie berasal dari bahasa yunani, yaitu paedagogia yang berarti pergaulan dengan anak. Paidagogos adalah hamba atau orang yang pekerjaannya mengantar dan mengambil budak-budak pulang pergi atau antar jemput sekolah. Perkataan untuk pedagogi yang juga berasal dari bahasa yunani

kuno yang juga dapat dipahami dari kata “paid” yang bermakna anak, dan

“ogogos” yang berarti membina atau membimbing (Sukardjo dan

Komarudin, 2009:7-8).

(22)

7

secara bahasa berasal dari rangkaian huruf-huruf kha-la-qa, jika digabung (khalaqa) berarti menciptakan. Ini mengingatkan kita pada kata al-khaliq yaitu Allah Swt. Dan kata makhluk, yaitu seluruh alam yang Allah ciptakan. Maka kata akhlak tidak bisa dipisahkan dengan al-Khaliq (Allah) dan makhluk (hamba). Akhlak berarti sebuah perilaku yang

muatannya “menghubungkan” antara hamba dengan Allah Swt., yang

Khaliq. Dan beberapa ulama telah menyebutkannya. Yang telah masyhur adalah definisi yang diberikan oleh Imam Ghazali berikut:

khuluq adalah kondisi jiwa yang telah tertanam kuat, yang darinya terlahir sikap amal secara mudah tanpa membutuhkan pemikiran dan

pertimbangan” (Ahmadi, 2004:13).

Tasawuf, Syekh Abdul Qadir al-Jilani berpendapat bahwa tasawuf adalah mensucikan hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwat, riyadah, dan terus-terus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubah, dan ikhlas. Jika seorang mukmin duduk dalam khalwat dengan taubat dan talqin dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka Allah memurnikan amalnya, menyinari hatinya, menghaluskan kulitnya, mensucikan lisannya, memadukan anggota badannya lahir batin, mengangkat amalnya ke haribaan-Nya dan Allah mendengar permohonannya (Alba, 2012:11).

(23)

8

2. Pondok pesantren adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan dan keagamaan yang ada di Indonesia. Secara lahiriyah, pesantren pada umumnya merupakan suatu komplek bangunan yang terdiri dari rumah kyai, masjid, pondok tempat tinggal para santri dan ruang belajar. Pondok pesantren juga berarti suatu lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal, tetapi dengan sistem bandongan dan sorogan. Dimana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang tertulis dalam bahasa arab oleh ulama-ulama besar abad pertengahan (Nasir, 2005:81)

F. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Seperti sudah dijelaskan, variasi metode dimaksud adalah: angket, wawancara, pengamatan atau observasi, tes, dokumentasi (Arikunto, 2010:203). Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, cermat dan akurat, maka pada penelitian ini akan digunakan tahap-tahapan sebagai berikut:

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

(24)

9

dokumenter yang antara satu dengan yang lain saling melengkapi, memperkuat dan menyempurnakan (Sukmadinata, 2005:108). Dalam laporan penelitian ini data memungkinkan berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, dan dokumen lainnya.

Moleong (2008:2) menyatakan, bahwa penelitian lapangan (field research) dapat juga dianggap sebagai pendekatan luas dalam penelitian kualitatif atau sebagai metode untuk mengumpulkan data kualitatif. Ide pentingnya adalah peneliti berangkat ke lapangan mengadakan pengamatan tentang sesuatu fenomena dalam suatu keadaan alamiah atau in situ.

2. Kehadiran Penelitian

Kehadiran peneliti pada penelitian kualitatif sangatlah penting. Karena peneliti harus melakukan pengamatan sekaligus terjun langsung di lapangan untuk mendapatkan hasil yang diperlukan untuk menunjang penelitiannya. Peneliti melakukan penelitian langsung di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali, dan melakukan wawancara dan observasi dengan subjek penelitian di Pondok Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali.

3. Lokasi Penelitian

(25)

10

diajarkan di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali sangatlah penting. Oleh karena itu, model pendidikan akhlak tasawuf di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali perlu terus dikembangkan, sehingga akan meningkat pula dalam mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil).

4. Sumber Data

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawabpertanyaan-pertanyaan peneliti, baik menjawabpertanyaan-pertanyaan tertulis maupun lisan (Arikunto, 2010:172).

Sumber data dibedakan menjadi dua (2) antara lain: a. Data Primer

(26)

11

oleh peneliti dari sumber utama. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data utama yaitu santri, ustadz, dan pengasuh pondok.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data informasi yang diperoleh dari sumber-sumber lain selain data primer. Diantaranya buku-buku literature, dokumen pribadi, dan dokumen resmi lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini. Data tersebut diantaranya buku-buku referensi seperti: Risalah Akhlak ,Panduan Perilaku Muslim Modern karya Wahid Ahmadi, Tasawuf dan Tarekat karya Cecep Alba, Kapita Selekta Pendidikan karya M Arifin, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik karya Suharsimi Arikunto, Analisis Data Penelitian Kualitatif karya Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif karya Lexy J Moleong Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidikan karya Abidin Ibnu Rusn.

5. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan metode-metode berikut:

a. Metode Wawancara

(27)

12

ditujukan kepada pengasuh pondok pesantren Darussalam, dewan asatidz, pengurus, santri serta wali santri pondok pesantren Darussalam guna memperoleh informasi terkait model pendidikan akhlak tasawuf, pelaksanaan model pendidikan akhlak tasawuf serta faktor-faktor yang menghambat dan mendukung pelaksanaan model pendidikan akhlak tasawuf di pondok pesantren Darussalam.

b. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara membaca dan mengutip dokumen-dokumen yang ada dan dipandang relevan. Dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, peraturan rapat, catatan seharian dan sebagainya (Arikunto, 1989:131). Metode ini digunakan untuk memperoleh data sejarah Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali. Letak geografis, Struktur organisasi, serta keadaan ustadz dan santri Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali.

c. Metode Observasi

Metode observasi adalah pengumpulan data dengan pengamatan langsung kepada objek penelitian (Surakhmad, 1994:164). Metode ini digunakan untuk mengetahui situasi dan kondisi lingkungan Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali baik keadaan santri-santri maupun ustadznya.

(28)

13

pendidikan akhlak tasawuf, faktor pendukung dan penghambat model pendidikan akhlak tasawuf di pondok pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali.

6. Analisis data

Menurut Bungin (2010:83) dalam penelitian kualitatif dikenal ada dua analisis data yang sering digunakan bersama-sama atau secara terpisah yaitu model strategi analisis deskriptif kualitatif dan atau model strategi analisis verivikatif kualitatif. Kedua model analisis itu member gambaran bagaimana alur logika analisis data pada penelitian kualitatif sekaligus memberi masukan terhadap bagaimana teknik analisis data kualitatif digunakan.

Proses berjalannya analisis data kualitatif menurut Seiddel sebagaimana dikutip Moleong (2011:248) adalah sebagai berikut:

a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri,

b. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya,

c. Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.

7. Pengecekan Keabsahan Data

(29)

14

tersebut yaitu teknik triangulasi. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Danzin (dalam Moleong, 2011:330-331) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik peemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.

Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Triangulasi dengan metode terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang ssama.

Teknik triangulasi jenis ketiga adalah dengan jalan memanfaatkan peneliti dengan pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Sedangkan triangulasi dengan teori, beranggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.

8. Tahap-tahap Penelitian

(30)

15 b. Kegiatan lapangan yaitu meliputi:

1) Menemui pengasuh pondok untuk memberikan surat ijin penelitian.

2) Menemui para santri yang akan dijadikan subjek penelitian.

3) Melakukan wawancara kepada para responden atau informan sebagai langkah pengumpulan data.

4) Menyajikan data dengan susunan dan urutan yang memungkinkan untuk memudahkan dalam melakukan pemaknaan.

5) Melakukan verifikasi untuk membuat kesimpulan sebagai deskriptif temuan penelitian.

6) Menyusun laporan akhir untuk dijilid dan dilaporkan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan dan penelaahan yang jelas dalam membaca skripsi ini, maka disusunlah sistematika hasil penelitian kualitatif, secara garis besar sebagai berikut:

1. Bagian Awal

Bagian awal ini, meliputi: sampul, lembar berlogo, judul (sama dengan sampul), persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian tulisan, motto, persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, dan daftar lampiran.

2. Bagian Inti

(31)

16

Meliputi Latar Belakang Masalah, Fokus Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulis Skripsi.

BAB II : Kajian Pustaka

Berisi Model Pendidikan akhlak tasawuf. BAB III : Paparan Data Penelitian

Meliputi Gambaran Umum Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali dan model pendidikan akhlak tasawuf di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali tahun 2015.

BAB IV : Analisis Data Penelitian

Meliputi model pendidikan akhlak tasawuf di Pondok Pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali, faktor pendukung dan penghambat model pendidikan akhlak tasawuf di pondok pesantren Al Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali, serta penerapan model pendidikan akhlak tasawuf di pondok pesantren Darussalam Bandung Wonosegoro Boyolali.

BAB V : Kesimpulan, Saran dan Penutup

Yang meliputi Kesimpulan, Saran-saran, dan Penutup.

3. Bagian Akhir

(32)

17 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Model Pendidikan

Model diartikan sebagai pola (contoh, acuan, ragam, dsb) dari suatu yang akan dibuat atau dihasilkan (Purwadarminta, 1984:75). Sedangkan untuk memahami pendidikan, ada dua istilah yang dapat mengarahkan pada pemahaman hakikat pendidikan, yakni kata paedagogie dan paedagogiek. Secara estimologik, perkataan paedagogie berasal dari bahasa yunani, yaitu paedagogia yang berarti pergaulan dengan anak. Paidagogos adalah hamba atau orang yang pekerjaannya mengantar dan mengambil budak-budak pulang

pergi atau antar jemput sekolah. Perkataan “paida” merujuk pada kanak -kanak, yang menjadikan sebab mengapa sebagian orang cenderung membedakan antara pedagogi (mengajar kanak-kanak) dan andragogi (mengajar orang dewasa).

Perkataan untuk pedagogi yang juga berasal dari bahasa yunani kuno

yang juga dapat dipahami dari kata “paid” yang bermakna anak, dan “ogogos”

yang berarti membina atau membimbing. Apa yang dipraktikkan dalam pendidikan selama ini adalah konsep pedagpgi, yang secara harfiah adalah seni mengajar atau seni mendidik anak-anak(Sukardjo dan Komarudin, 2009:7-8).

(33)

18

memajukan bertumbuhnya budi pekerti(kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak.

Dalam pengertian maha luas, pendidikan sama dengan hidup. Pendidikan adalah segala situasi dalam hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang. Pendidikan adalah pengalaman belajar. Oleh karena itu, pendidikan dapat pula didefinisikan sebagai keseluruhan pengalaman belajarsetiap orang sepanjang hidupnya. Dalam pengertian ini pendidikan tidak berlangsung dalam batas usia tertentu, tetapi berlangsung sepanjang hidup (lifelong) sejak lahir (bahkan sejak awal hidup dalam kandungan) hingga mati. Dengan demikian tidak ada batas waktu berlangsungnya pendidikan. Pendidikan berlangsung pada usia balita, usia anak, remaja, dan usia dewasa, atau seumur hidup setiap manusia sendiri.

(34)

19

tugas-tugas sosial mereka. Definisi pendidikan dalam arti sempit secara tersurat dan tersirat memperlihatkan keterbatasan dalam waktu, tempat, bentuk kegiatan dan tujuan dalam proses berlangsungnya pendidikan (Abdulhak, 2006:45-50). Jadi, model pendidikan adalah teknik atau cara yang digunakan dalam melaksanakan pendidikan yang sudah dirancang agar tujuan yang sudah dirancang dapat tercapai.

Sedangkan Zakiyah Daradjat (dalam Umiarso, 2010:39) mendefinisikan pendidikan islam sebagai suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran islamsecara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnyadapat mengamalkan serta menjadikan islam sebagai pandangan hidup. Definisi lain menyebutkan bahwa pendidikan islam merupakan proses yang mengarahkan manusia pada kehidupan yang baik dan mengangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan fitrah.

1. Tujuan Pendidikan

(35)

20

efektif (virtue) kekuatan untuk menghasilkan (efficacy) dan potensi untuk mencapai kebahagiaan hidup melalui kebiasaan dan kemampuan berfikir rasional. Ahli lainnya seperti Dewey yang merupakan ahli filsafat dan ahli pendidikan bangsa Amerika Serikat berpendapat pendidikan kemasyarakatanlah yang yang lebih penting dari dari pendidikan individual. Menurut Dewey, tujuan pendidikan ialah mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik sehingga dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat melalui penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang bersifat aktif, ilmiah, dan memasyarakat serta berdasarkan kehidupan nyata yang dapat mengembangkan jiwa, pengetahuan, rasa tanggung jawab, ketrampilan, kemauan, dan kehalusan budi pekerti (sukardjo dan komarudin, 2009:13-14).

Tujuan Pendidikan Islam, Pendidikan islam berhubungan erat dengan agama islam itu sendiri, lengkap dengan akidah, syariat, dan system kehidupannya. Keduanya ibarat dua kendaraan yang berjalan di atas dua jalur seimbang, baik dari segi tujuan maupun rambu-rambunya yang disyariatkan bagi hamba Allah yang membekali diri dengan takwa, ilmu, hidayah, serta akhlak untuk menempuh perjalanan hidup.

a. Tujuan Umum

(36)

21

tujuan tersebut, Allah mengutus para rasul untuk menjadi guru dan pendidik serta menurunkan kitab. Yang dijelaskan dalam Q.S al-Jumuah ayat 2:

َباَتِكْلا ُمُهُمِّلَعُي َو ْمِهيِّكَزُي َو ِهِتاَيآ ْمِهْيَلَع ىُلْتَي ْمُهْنِم الًىُسَر َنيِّيِّمُ ْلْا يِف َثَعَب يِذَّلا َىُه

لٍنيِ ُم لٍ َ َ يِ َل ُ ْ َ ْنِم اىُااَك ْ ِ َو َ َمْك ِ ْلا َو

Artinya:

Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah. (Q.s.

al-Jumu’ah, 62:2)

b. Tujuan Khusus

Dari tujuan umum pendidikan islam yang berpusat pada ketakwaan dan kebahagiaan tersebut dapat digali tujuan-tujuan khusus sebagai berikut:

1) Mendidik individu yang shaleh dengan memperhatikan segenap dimensi perkembangannya: rohaniah, emosional, social, intelektual, dan fisik.

2) Mendidik anggota kelompok sosial yang shaleh, baik dalam keluarga maupun masyarakat muslim.

(37)

22 B. Pengertian Akhlak Tasawuf

1. Pengertian Akhlak

Akhlak merupakan istilah bahasa arab. Kata akhlak merupakan kata jamak dari bentuk tunggal khuluk, yang pengertian umumnya: perilaku, baik itu perilaku terpuji maupun tercela. Kata akhlak jika diurai secara bahasa berasal dari rangkaian huruf-huruf kha-la-qa, jika digabung (khalaqa) berarti menciptakan. Ini mengingatkan kita pada kata al-khaliq yaitu Allah Swt. Dan kata makhluk, yaitu seluruh alam yang Allah ciptakan. Maka kata akhlak tidak bisa dipisahkan dengan al-Khaliq (Allah) dan makhluk (hamba).

Akhlak berarti sebuah perilaku yang muatannya “menghubungkan”

antara hamba dengan Allah Swt., yang Khaliq. Dan beberapa ulama telah menyebutkannya. Yang telah masyhur adalah definisi yang diberikan oleh Imam Ghazali berikut:

khuluq adalah kondisi jiwa yang telah tertanam kuat, yang darinya terlahir sikap amal secara mudah tanpa membutuhkan pemikiran dan

pertimbangan” (Ahmadi, 2004:13).

a. Pendidikan Akhlak

(38)

23

Pandai hidup bermasyarakat, tolong menolong, berlaku jujur dan peramah, berlaku adil dalam segala hal, berkasih sayang antara satu dengan yang lain, seolah-olah mereka itu satu tubuh, bila sakit satu anggota, niscaya mereka sakit seluruh tubuhnya, atau seolah-olah mereka seperi satu bina yang terdiri dari satu batu-bata, satu sama lain saling menguatkan, sehingga menjadi bina yang kokoh kuat (Yunus, 1978:12).

Tujuan yang utama dalam pendidikan ialah pendidikan akhlak, baik perangai dan tingkah laku, halus budi pekerti, keras kemauan, membedakan yang baik dari yang buruk, mengerjakan kebaikan, dan menjauhi kejahatan.

Tujuan pendidikan akhlak ialah membentuk putera, puteri yang berakhlak mulia, berbudi luhur, bercita-cita tinggi, berkemauan keras, beradap sopan santun, baik tingkah lakunya, manis tutur bahasanya, jujur dalam segala perbuatan, suci murni hatinya(Yunus, 1978:22).

b. Ruang Lingkup Akhlak

Dalam istilah islam, kata yang menunjuk perilaku atau sikap

fisik seseorang ada beberapa. Yang paling masyhur adalah “akhlak”

(39)

24

Ada sebagian ulama yang membuat garis perbedaan antara berbagai istilah ini. Mereka membedakan antara akhlak dan etika. Namun dalam bukunya, ahmadi cenderung menggunakan perspektif Syaikh Jabir Al-Jazari, yang membedakan antara akhlak dan adab. Akhlak dalam pengertian yang khusus merupakan ekspresi jiwa keimanan seseorang. Tentu saja hal ini tidak bisa dipisahkan dengan orang lain, karena ekspresi nilai atau keimanan juga membutuhkan media, yaitu medan pergaulan social, baik dengan sesame orang beriman maupun dengan orang yang beda keyakinan(Ahmadi, 2004;17-18).

c. Fungsi Akhlak Bagi Seorang Muslim 1) Akhlak bukti nyata keimanan

Iman dan taqwa adalah masalah hati. Karena masalah taqwa adalah urusan hati, sehingga bagaimana proses ketaqwaan terjadi sulit untuk dijelaskan. Seseorang tidak bisa memaksakan ketaqwaan kepada orang lain. Seorang penguasa tidak bisa memaksakan taqwa dan iman kepada rakyatnya, bahkan orang tua sampai batas tertentu tidak bisa memaksakan keyakinan di hati anaknya. Yang bisa dilakukan manusia hanyalah mengajak dan mengajak. Bagaimana hasil ajakannya cukup diserahkan kepada Allah Swt., karena urusan hati memang hanya ada dalam kuasa Allah Swt.

(40)

25

Secara materi, manusia adalah seonggok tulang dan daging yang dibungkus kulit. Kaki dan tangannya bisa digerakkan secara leluasa, bisa berjalan, bisa memegang, sekali waktu bahkan memukul. Ia memiliki mata yang bisa dikatupkan dan dibuka untuk melihat, memiliki mulut yang bisa mengeluarkan bunyi, dan telinga yang bisa mendengarkan. Itulah manusia dan begitulah tubuh manusia diciptakan Allah Swt. Secara fisik, semua anggota tubuh manusia telh menceerminkan kesempurnaan sebuah penciptaan yang sangat berbeda dengan makhluk lainnya seperti binatang apalagi tumbuhan.

Rangkaian anggota tubuh manusia yang sempurna itu, antara yang satu dengan yang lain beda pada tingkat keserasiannya. Ada yang jangkung, ada yang pendek. Ada yang sedang-sedang saja. Namun sesungguhnya semua kecantikan dan keserasian yang bersifat fisik itu sangat relatif. Ada orang yang berpostur tubuh yang aduhai dengan wajah yang cantik namun mulutnya tajam dan kata-katanya sering melukai orang lain. Sebaliknya ada orang yang nama dan sosoknya mungkin dan bahkan tidak dikenal, namun kebaikan akhlaknya dirasakan oleh siapa saja.

(41)

26

tidak bermotif. Sebuah baju asal sudah berfungsi menutup aurat dan melindungi tubuh dari sengatan matahari atau dinginnya malam, sudah bisa disebut baju. Akan tetapi, siapa yang mau memakai jika baju itu dijahit asal-asalantanpa motif dan pola yang menarik. Banyak busana di luar sana menjadi mahal justru karena modelnya, bukan materi atau bahan bakunya.

Rasulullah bahkan tidak menganggap ketaatan seseorang kepada Allah sebagai kebajikan jika ternyata perilakunya buruk dan suka menyakiti orang lain.

3) Akhlak amalan yang paling berat timbangannya

Banyak amalan yang dilakukan orang beriman dalam rangka bermunajat kepada Allah, ia shalat wajib lima waktu. Kurang puas dengan amalan wajib maka shalat sunah pun diamalkan, seperti rawatib, dan qiyamulail. Untuk mendekatkan hatinya dengan Al-Quran seorang mukmin membaca Al-Quran secara tartil sembarimerenungkan artinya, atau bahkan hanya membaca tanpa merenungkannya.

(42)

27

ditentukan caranya hingga yang tidak ditentukan, seperti zikir dan doa.

Namun perlu kiranya diketahui bahwa salah satu amal manusia yang paling mulia di hadapan Allah dan paling berat timbangannya di sisi-Nya adalah akhlak. Dan akhlak inilah pula yang salah satu perilaku yang paling dicintai oleh Rasulullah Saw.

Islam banyak membimbing umat manusia dengan berbagai amalan, dari amalan hati seperti aqidah, hingga amalan fisik seperti ibadah. Namun semua amalan itu sesungguhnya sarana pembentuk kepribadian manusia beriman. Dengan kata lain, sasaran utama dari seluruh perintah Allah di dunia ini adalah dalam rangka membentuk karakter manusia beriman agar bertutur kata, berpikir, dan berperilaku yang islami. Maka secara jelas Rasulullah Saw. Mengatakan bahwa misi yang beliau emban dalam berjuang di dunia ini adalahmembentuk akhlak mulia umatnya.

4) Akhlak mulia simbol segenap kebaikan

Kebaikan itu bermacam-macam bentuknya. Banyak sekali cara yang bisa dilakukan seseorang untuk berbuat baik. Memang ada kebaikan yang berbiaya mahal, namun ada pula beberapa di antaranya yang bahkan tanpa biaya.

(43)

28

dilakukan untuk makhluk dan untuk Khaliq sekaligus. Standar kebaikan adalah sesuatu yang menyenangkan, baik bagi pelaku maupun yang menerimanya. Hanya saja banyak pihak pasti selalu memunculkan banyak kepentingan yang beragam, bahkan mungkin saling bertentangan. Sesuatu yang menyenangkan bagi orang lain belum tentu menyenangkan bagi dirinya sendiri. Sebaliknya, sesuatu yang menyenangkan bagi pelaku belum tentu menyenangkan orang lain yang menerimanya. Maka, kebaikan memang harus memiliki standar yang bisa diterima oleh semuanya.dan itulah kebaikan agama. Artinya sesuatu dianggap baik adalah jika islam memandang hal itu baik. Sebaliknya, sesuatu dianggap keburukan adalah apabila dianggap buruk oleh agama. Sesuatu dianggap sebagai kebaikan jika dikenal oleh umumnya orang muslim sebagai kebaikan, dan sesuatu dianggap keburukan adalah jiak disepakatioleh umumnya kaum muslim sebagai keburukan. Maka akhlakul kariamh tidak bisa dipungkiri merupakan symbol bagi sebuah kebaikan, bukan hanya bagi Allah Swt., namun juga bagi manusia.

5) Akhlak merupakan pilar bagi tegaknya masyarakat yang diidam-idamkan

(44)

29

yang positif pada orang lain. Namun tiba-tiba saja ketahuan bahwa apa yang ada di balik siakp baik itudidapati hati yang busuk, sangat bertentangan dengan apa yang selama ini ditunjukkan. Ternyata kebaikan yang dilakukan bukan kebaikan yang sesungguhnya.

Inilah kesudahannya jika suatu masyarakat dibangun dengan landasan kepalsuan, termasuk kepalsuan dalam sikap dan perilaku. Mereka melakukan kebaikan semata untuk mengikuti tradisi, atau semata berbasa basi yang penuh kemunafikan. Tentu ini sangat berbeda dengan akhlakul karimah, karena akhlak ini dibangun pertama-tama oleh hati yang tulus mencari ridha Allah. Baru setelah itu diikuti dengan perilaku terpuji, yang sesuai dengan anjuran islam. Dengan perilaku terpuji inilah maka hubungan antar individu di tengah masyarakat akan terjalin baik. Dengan ini pula beragam watak negatif yang hendak menghancurkan pilar-pilar masyarakat tidak mendapatkan tempat,sedangkan pahala Allah di akhirat nanti surge telah menanti.

6) Akhlak adalah tujuan akhir diturunkannya islam Rasulullah Saw bersabda yang artinya:

(45)

30

Telah jelas dari hadis di atas dan dan hadis-hadis yang lain bahwa kedudukan akhlak atau sikap hidup yang terpuji sangatlah mulia, apalagi dengan sikapnya itu ada orang lain sesama Muslim, dapat teringankan beban hidupnya. Bahkan dapatlah dikatakan bahwa sesungguhnya tujuan Islam diturunkan adalah untuk menciptakan perilaku manusia yang terpuji, bukan sekedar untuk menjadi ahli ibadah yang tidak mengenal kehidupan sosial di sekitarnya. Allah Swt. Memuji Rasulullah Saw. Karena beliau berhasil menampilkan perilaku yang terpuji dalam membimbing umatnya, selain tekun dalam menjalankan ibadah kepada-Nya(Ahmadi, 2004:21-39).

2. Pengertian Tasawuf

Menurut Muhammad bin Ali Qasab, guru imam Junaid al-Bagdadi, tasawuf adalah akhlak mulia yang Nampak di zaman yang mulia dari seorang manusia yang mulia bersama kaum yang mulia. Sedangkan menurut al-Junaid al-Bagdadi, ,menyatakan:

ا

لٍ َ َ َع َ ِب ِ ا َ َم َ ْىُكَت ْ َا َىُه ُ ُىَ َّتل

Tasawuf adalah engkau ada bersama Allah tanpa „alaqah (tanpa

perantara). Dan dalam statemen yang agak lengkap ia mengatakan

“tasawuf adalah Allah mematikanmu, Allah menghidupkanmu, dan kamu

ada bersama Allah tanpa perantara”.

Syekh Samnun ai-Muhib berpendapat, tasawuf adalah

(46)

31 Artinya:

“engkau tidak memiliki sesuatu dan engkau tidak dimiliki oleh sesuatu”,

Usman al-Makki menyatakan bahwa tasawuf adalah “keadaan dimana seorang hamba setiap waktu melakukan suatu perbuatan(amal)

yang lebih baik dari waktu yang sebelumnya”.

Syekh Abdul Qadir al-Jilani berpendapat bahwa tasawuf adalah mensucikan hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwat, riyadah, dan terus-terus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubah, dan ikhlas. Jika seorang mukmin duduk dalam khalwat dengan taubat dan talqin dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka Allah memurnikan amalnya, menyinari hatinya, menghaluskan kulitnya, mensucikan lisannya, memadukan anggota badannya lahir batin, mengangkat amalnya ke haribaan-Nya dan Allah mendengar permohonannya (Alba, 2012:10-11).

Al-Tasawwuf atau sufisme adalah satu cabang keilmuan dalam islam, atau secara keilmuan merupakan hasil peradaban islam yang lahir kemudian setelah Rasulullah wafat (Tamrin, 2010:3).

a. Objek Ilmu Tasawuf

(47)

32 b. Tujuan Tasawuf

Secara umum, tujuan terpenting dari sufi adalah agar berada sedekat mungkin dengan Allah. Akan tetapi apabila diperhatikan karakteristik tasawuf secara umum, terlihat adanya tiga sasaran

“antara” dari tasawuf, yaitu,:

Pertama, tasawuf yang bertujuan untuk pembinaan aspek moral. Aspek ini meliputi mewujudkan kestabilan jiwa yang berkeseimbangan, penguasaan dan pengendalian hawa nafsu sehingga manusia konsisten dan komitmen hanya kepada keluhuran moral. Tasawuf yang bertujuan moralitas ini, pada umumnya bersifat praktis. Kedua, tasawuf yang bertujuan ma‟rifatullah melalui penyingkapan langsung atau metode al-kasyf al-hijab. tasawuf jenis ini sudah bersifat teoritis dengan seperangkat ketentuan khusus yang diformulasikan secara sistematis teoritis.

Ketiga, tasawuf yang bertujuan untuk membahas bagaimana sistem pengenalan dan pendekaan diri kepada Allah secara mistis filosifis, pengkajian garis hubungan antara Tuhan dengan makhluk, terutama hubungan manusia dengan Tuhan dan apa arti dekat dengan Tuhan.

(48)

33

monolog antara manusia yang telah menyatu dalam iradat Tuhan(Siregar, 2000:57).

c. Keutamaan Ilmu Tasawuf

Ilmu tasawuf adalah ilmu yang paling mulia karena berkaitan dengan makrifat kepada Allah Ta‟ala dan Mahabbah kepada-Nya. Ilmu tasawuf adalah ilmu yang paling utama secara mutlak, karena objeknya adalah hati manusia hubungannya dengan Allah SWT(Alba, 2012:12).

d. Maqamat

Secara harfiah maqamat berasal dari bahasa arab yang berarti tempat orang berdiri atau pangkal mulia. Istilah ini selanjutnya digunakan untuk arti sebagai jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah. Dalam bahasa inggris maqamat dikenal dengan istilah stages yang berarti tangga.

Maqamat-maqamat tersebut selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Al-Zuhud

Secara harfiah al-zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniawian. Sedangkan menurut Harun Nasution dalam Nata (2002:194-195) mengatakan bahwa zuhud adalah keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian.

(49)

34

kehidupan dunia. Orang yang zuhud lebih mengutamakan atau mengejar kebahagiaan hidup di akherat yang kekal dan abadi, daripada mengejar kehidupan dunia yang fana dan sepintas lalu. 2) Al-Taubah

Al-Taubah berasal dari bahasa Arab taba, yatubu, taubatan yang artinya kembali. Sedangkan taubat yang dimaksud oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disetrai dengan melakuakn amal kebajikan. Untuk mencapai taubat yang seesungguhnya dan dirasakan oleh Allah tidak dapat dicapai satu kali saja. Ada kisah yang mengatakan bahwa seorang sufi sampai tujuh puluh kali taubat, baru ia mencapai taubat yang sesungguhnya.

3) Al-Wara’

Secara harfiah al-wara‟ artinya shaleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Dan dalam pengertian sufi al-wara‟ adalah meninggalkan segala yang ada di dalamnya terdapat keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat). Ssikap menjauhi diri dari syubhat sejalan dengan hadis yang artinya:

“Barang siapa yang dirinya terbebas dari syubhat, maka sesungguhnya ia telah terbebas dari yang haram”.

(50)

35

pengaruh bagi orang memakan, meminum, atau memakainya. Orang yang demikian akan keras hhatinya, sulit mendapatkan hidayah dan ilham dari Tuhan.

4) Kefakiran

Secara harfiah fakir biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat, butuh atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi fakir adalah tidak meminta lebih dari yang telah ada pada diri kita. Tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban. Tidak meminta sngguhpun tidak ada pada diri kita, kalau diberi diterima. Tidak meminta tapi tidak menolak.

5) Sabar

Secara harfiah, sabar berarti tabah hati. Sedangkan dikalangan para sufi sabar diartikan sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah, dalam menjauhi segala larangan-Nya dan dalam menerima segala percobaan-percobaan yang ditimpakan-Nya pada diri kita. Sabar dalam menunggu datangnya pertolongan Tuhan. Sabar dalam menjalani cobaan dan tidak menunggu-nunggu datangnya pertolongan.

6) Tawakkal

(51)

36

yang memandikannya, ia mengkuti semuuanya yang memandikan, tidak dapat bergerak dan bertindak.

Pengertian tawakkal yang seperti itu sejalan dengan pula dengan yang dikemukakan Harun Nasution. Ia mengatakan tawakkal adalah menyerahkan diri kepada qada dan keputusan Allah. Selamanya dalam keadaan tentram, jika mendapat pemberian berterima kasih, jika mendapat apa-apa bersikap sabar dan menyerah kepada qada dan qadar Tuhan. Tidak memikirkan hari esok, cukup dengan yang ada untuk hari ini.

7) Kerelaan

Secara harfiah ridha artinya rela, suka ,senang. Mengeluarkan perasaan benci dari hati dari hati sehingga yang tinggal di dalamnya hanya perasaan senang dan gembira. Merasa senang menerima malapetaka sebagaimana merasa senang menerima nikmat. Tidak meminta surge dari Allah dan tidak meminta dijauhkan dari neraka. Tidak berusaha sebelum turunnyaqada dan qadar, tidak merasa pahit dan sakit sesudah turunnya qada dan qadar. Malahan perasaan cinta bergelora di

waktu turunnya bala‟ (cobaan yang berarti).

(52)

37 e. Hal

Harun Nasution (dalam Nata, 2002:205-206) menuturkan bahwa hal merupakan keadaan mental, seperti perasaan senang, perasaan sedih, perasaan takut dan sebagainya. Hal yang biasa disebut sebagai hal adalah takut (al-khauf), rendah hati (al-tawaddu), patuh taqwa), ikhlas ikhlas), rasa berteman uns), gembira hati (al-wajd), berterima kasih (al-syukr).

Hal berlainan dengan maqam, bukan diperoleh atas usaha manusia, tetapi didapat sebagai anugrah dan rahmat dari Tuhan. Dan berlainan pula dengan maqam, hal bersifat sementara, dating dan pergi, datang dan pergi bagi seorang sufi dalam perjalanannya mendekati Tuhan.

(53)

38

dan suluk berarti menjalankan cara hidup sebagai sufi dengan zikir dan zikir.

f. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf

(54)

39

mengamalkan tasawuf baik yang bersifat falsafi, akhlaki atau amali, seseorang dengan sendirinya akan berakhlak baik. Perbuatan yang demikian itu ia lakukan dengan sengaja, sadar, pilihan sendiri, dan bukan karena terpaksa (Nata, 2002:17-18).

g. Model-Model Pendidikan Akhlak

Model merupakan suatu pola (contoh, acuan ,ragam, dsb) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan (Purwadarminta, 1984:75).

Menurut Jalaludin dalam makalahnya ”Mempersiapkan Anak Shaleh: Telaah Pendidikan terhadap Sunnah Rasulullah SAW.” Yang dikutip oleh Jauhari (2008:225-226) menjelaskan bahwa model pendidikan yang diberikan Nabi adalah secara berjenjang sesuai dengan usianya masing-masing.

Berikut adalah model bimbingan pendidikan Rasulullah SAW. Sesuai dengan tingkat usia anak didik

1) Bimbingan anak usia 0-7 Tahun

(55)

40 2) Bimbingan anak usia 7-14 tahun

Pada tahap ini Rasulullah menekankan pada pembentukan disiplin dan moral. Adab menurut Syekh Muhammad al-Nauqib al-Attas adalah disiplin tubuh, jiwa dan ruh. Adab mencakup ilmu dan amal sekaligus. Sehingga dalam membentuk adab perlu bimbingan teori dan prakter. Salah satu contoh yang tepat adalah perintah mengerjakan shalat seperti yang dicontohkan Rasulullah. 3) Bimbingan anak usia 14-21 tahun

Rasulullah menandaskan pada anak usia ini bimbingan secara dialogis, misalnya diskusi atau bermusyawarah layaknya teman sebaya (shihibbi). Jangan menganggap anak usia 14-21 tahun ini sebagai anak kecil yang tidak tahu apa-apa dan harus diajarkan serta dituntun terus-menerus.

4) Bimbingan di atas usia 21 tahun

Pada tahap usia ini, Rasulullah membimbing dengan cara “bil hikmah, Mauidzatul Khasanah, Wazahidatul biya Ahsan”

yaitu susunan kata yang logis dan sesuai kenyataan, menyentuh hati, serta menyampaikan dengan cara diskusi. Karena yang ddihadapi adalah manusia dewasa maka bimbingan dan pendidikan pun harus disampaikan dengan cara bijaksana.

(56)

41

model pendidikan lainnya tidak mencerminkan aspek manusia dan tidak ada seorang pun bisa ditiru akhlaknya.

Konsep pendidikan islam hanya berkenaan dengan manusia, maka perumusannya sebagai sistem harus mengambil model manusia sempurna (yaitu Rasulullah SAW). Jadi pendidikan harus bisa membentuk manusia-manusia yang mempunyai akhlak sedekat mungkin dengan Rasulullah SAW. Pendidikan semestinya menghasilkan manusia-manusia yang baik dan beradab sebagaimana Rasulullah SAW.

Seperti halnya Al-Ghazali dalam bukunya menjelaskan bahwasanya model pendidikan yang ideal adalah dengan pentahapan, seperti yang diajarkan Rasulullah SAW, yaitu:

a) Usia 0-6 tahun, adalah masa asuhan orang tua. Sedini mungkin anak dijaga dari segala yang mengotori jasmani dan ruhaninya, antara lain disembelihkan akikah dan diberi nama yang baik. Pendidikan pada usia ini bersifat informal, anak dibiasakan agar melakukan amalan-amalan yang baik berupa perkataan dan perbuatan yang terpuji dengan memberikan contoh-contoh praktis atau teladan. Dengan kata lain, usia ini adalah masa pendidikan secara dressur (pembiasaan).

(57)

42

menerima ganjaran dan hukuman, tetapi dampak keduanya berbeda.

c) Usia 9-13 tahun, adalah masa pendidikan kesusilaan dan latihan kemandirian. Sebagai kelanjutan dari pembiasaan terhadap yang baik dan pemberian pengertian tentang apa yang dibiasakan, anak pada usia ini telah mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk.

d) Usia 13-16 tahun, adalah masa evaluasi terhadap pendidikan yang telah bejalan sejak pembiasaan, dimulainya formal, pendidikan kesusilaan dan pendidikan kemandirian. Jika ditemukan kekurangan-kekurangan dalam mendidik anak, maka untuk membentuk pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan, anak perlu diberi sangsi. Misalnya ketika meninggalkan shalat.

e) Usia 16 tahun dan seterusnya, adalah pendidikan kedewasaan. Menurut Islam, anak usia ini diangap dewasa dan segala yang dilakukan sudah mempunyai nilai tersendiri dihadapan Allah (Rusn, 1998:89).

C. Pondok Pesantren

1. Definisi Pondok Pesantren

(58)

43

berarti penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam pesantren Indonesia, khususnya pilau Jawa, lebih mirip dengan pemondokan dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana yang dipetak-petak dalam bentuk kamar-kamar yang merupakan asrama bagi santri. Sedangkan istilah pesantren secara etimologis asalnya pe-santri-an yang berarti tempat santri. Santri atau murid mempelajari agama dari seorang kyai atau syaikh di pondok pesantren. Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama dan islam (Nasir, 2005:80).

Menurut Zamakhsyari Dhofier sebagaimana dikutip Nasir, bahwa pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri. Lebih lanjut beliau mengutip dari pendapat Profesor Johns dalam ”Islam in South Asia”, bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru ngaji. Sedang menurut C.C Berg, bahwa istilah santri berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa india berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. 2. Ciri-ciri Umun Pesantren

(59)

44

a. Kyai (abuya, encik, ajengan, tuan guru) sebagai sentral figure, yang biasanya juga disebut pemilik.

b. Asrama (kampus atau pondok) sebagai tempat tinggal para santri, di mana masjid sebagai pusatnya,

c. Adanya pendidikan dan pengajaran agama melalui sistem pengajian (weton dan bandongan), yang sekarang sebagian sudah berkembang dengan sistem klasikal atau madrasah. Pada umumnya kegiatan tersebut sepenuhnya dibawah kedaulatan dan leadership seorang atau beberapa orang kyai.

Sedangkan ciri khususnya ditandai dengan sifat karismatik dan suasana kehidupan keagamaan yang mendalam (Dhofier, 1986:18-43).

3. Unsur-unsur Pesantren

Menurut Damakhsyari Dhofier bahwa tradisi pesantren terdiri dari lima elemen dasar, yaitu pondok, masjid, pengajaran kitab-kitab klasik, santri dan kyai. Jika suatu lembaga telah memiliki unsur-unsur tersebut, maka sudah dapat disebut sebagai pesantren. Berikut definisi (Dhofier, 1980:44-55) dari masing-masing unsur:

a. Pondok

Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan islam tradisional di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih

(60)

45

berada dalam lingkungan komplekpesantren di mana kyai bertempat tinggal yang juga menyediakan sebuah masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan-keagamaan yang lain. Komplek pesantren ini biasanya dikelilingi dengan tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pondok, asrama bagi para santri, merupakan cirri khas tradisi pesantren, yang membedakannya denagn sistem pendidikan tradisional di masjid-masjid yang berkembang di kebanyakan wilayah islam di Negara-negara lain. Bahkan sistem asrama ini pula yang membedakan pesantren dengan sistem pendidikan surau di daerah minangkabau.

b. Masjid

Masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan denagn pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima

waktu, khutbah, dan sembahyang jum‟ah, dan pengajaran kitab-kitab islam klasik.

(61)

46

terpancar dalam sistem pesantren. Sejak zaman Nabi, masjid telah menjadi pusat pendidikan islam. Di mana kaum muslimin berada, mereka selalu menggunakan masjid sebagai tempat pertemuan, pusat pendidiakan, aktivitas administrasi, dan cultural.

c. Pengajaran Kitab-kitab Klasik

Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab islam klasik, terutama karangan-karangan ulama yang menganut faham Syafi‟iyah, merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Tujuan utama pengajaran ini ialah untuk mendidik calon-calon ulama. Para santriyang tinggal di pesantren untuk jangka waktu pendek (misalnya kurang dari satu tahun) dan tidak bercita-cita menjadi ulama, mempunyai tujuan untuk mencari pengalaman dalam hal pendalaman perasaan keagamaan.

(62)

47

Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren dapat digolongkan kedalam 8 kelompok yaitu nahwu (syntax) dan saraf (morfologi, fiqh, usul fiqh, hadis, tafsir, tauhid, tasawuf dan etika, serta cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah. Kitab-kitab tersebut meliputi teks yang sangat pendek sampai teks yang terdiri dari berjilid-jilid tebal mengenai hadis, tafsir, fiqh, usul fiqh, dan tasawuf. Kesemuanya ini dapat pula digolongkan kedalam tiga kelompok yaitu, kitab-kitab dasar, kitab-kitab tingkat menengah, dan kitab-kitab besar.

d. Santri

Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan orang-orang pesantren, seorang-orang alim hanya bisa disebut kyai bilamana memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk mempelajari kitab-kitab islam klasik. Oleh karena itu, santri merupakan elemen penting dalam suatu lembaga pesantren. Walaupun demikian, menurut tradisi pesantren, terdapat 2 kelompok santri, yang pertama santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. Dan yang kedua adalah santri kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren. e. Kyai

(63)

48

sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung pada kemampuan pribadi kyainya.

Menurut asal-usulnya, perkataan kyai pada bahasa jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda yaitu: sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat, gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya, dan gelar yang diberikan pleh masyarakat kepada seorang ahli agamaislam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab islam klasik kepada para santrinya.

4. Kekuatan dan Kelemahan Pesantren a. Kekuatan Pesantren

Dalam hal ini dapat dipahami dari rumusan tujuan pendidikan pada masing-masing pesantren. Beberapa pesantren yang tergabung dalam forum pesantren merumuskan beragam tujuan pendidikannya, yang dapat diklasifikasikan kedalam tiga kelompok (Nafi‟ dkk, 2007:50-66) yaitu:

1) Membentuk Akhlak Kepribadian

Berpijak pada hadits Nabi Muhammad Saw.

“innamabu’itstu liutammima shalih al-akhlaq” atau

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia”

(64)

49

Dalam membentuk kepribadian masyarakat melalui para santrinya. Para pengasuh pesantren mengharapkan santri-santrinya memiliki integritas kepribadian yang tinggi (shalih).

2) Kompetensi Santri: wasail, ahdaf, maqashid, dan ghayah Kompetensi dikuatkan melalui empat jenjang tujuan, yaitu tujuan awal (wasail), tujuan antara (ahdaf), tujuan-tujuan pokok (maqashid), dan tujuan-tujuan akhir (ghayah). Terkait dengan tujuan pendidikan pesantren, wasail, ahdaf, dan maqashid selalu dalam bentuk jamak (plural). Bentuk tunggalnya (singular) adalah wasilah, hadfu atau hadaf, dan maqshad. Dengan dirumuskan dala bentuk jamak berarti, tujuan awal, tujuan-tujuan antara, dan tujuan-tujuan-tujuan-tujuan pokok selalu dirumuskan banyak/terinci. Sementara ghayah-nya hanya satu, yaitu mencapai ridla (kerelaan) Allah Swt.

3) Penyebaran Ilmu

(65)

50

Imam al-Ghazali lebih keras menyatakan, bahwa meninggalkan amar makruf nahi munkar berarti keluar dari komunitas orang mukmin.

b. Kelemahan Pesantren

Pertama, orientasi ke belakang atau salaf-oriented masih jauh lebih kuat daripada orientasi ke depan dan ini tentu tercermin dalam sistem pembelajaran dunia pesantren. Kedua, ruang rasio, common sense, belum diminati di dunia pesantren. Pengajaran yang melupakan aspek ini jelas belum mampu melahirkan creativity dan curiosity, rasa ingin tahu. Ketiga, budaya tulis-menulis yang selama ini menghilang dari dunia pesantren dan telah diwariskan tokoh-tokoh pesantren semacam al-Bantani dan at-Turmasi harus dihidupkan kembali secara konsisten. Bukankah surat yang pertama kali diwahyukan juga mengisyaratkan qalam, alat tulis-menulis.

Surat al-Alaq, surat pertama yang diturunkan pada Nabi Muhammad Saw, adalah satu seruan pencerahan intelektual yang telah terbukti dalam sejaraah mampu mengubah peradaban manusia dari masa kegelapan moral-spiritual dan membawanya pada peradaban tinggi di bawah petunjuk Ilahi.

Keempat, selama ini agaknya santri-santri kita lebih disiapkan

menjadi „abd Allah daripada konsep khalifah Allah. Sebagai

(66)

51

penekanan pada loyalitas kesalehan pribadi lupa dengan kesalehan sosial, serta sistem pembelajaran yang lebih menekankan hukuman dari apresiasi santri (Nafi‟dkk, 2007: 101-103).

5. Peran Pesantren

Pesantren mengemban beberapa peran, utamanya sebagai lembaga pendidikan. Jika ada lembaga pendidikan Islam yang sekaligus memainkan peran sebagi lembaga bimbingan keagamaan, keilmuan, kepelatihan, pengembangan masyarakat, dan sekaligus menjadi simpul budaya, maka itulah pondok pesantren. Biasanya peran-peran itu tidak langsung terbentuk, melainkan melewati tahap demi tahap. Setelah sukses sebagai lembaga pendidikan pesntren bisa pula menjadi lembaga keilmuan, kepelatihan dan pemberdayaan masyarakat. Keberhasilannya membangun integrasi dengan masyarakat barulah memberinya mandat sebagai lembaga bimbingan keagamaan dan simpul budaya.

a. Lembaga Pendidikan

Pengembangan apapun yang dilakukan dan dijalani oleh pesantren tidak mengubah ciri pokoknya sebagai lembaga pendidikan dalam arti luas. Ciri inilah yang menjadikannya tetap dibutuhkan oleh masyarakat. Disebut arti luas, karena tidak semua pesantren menyelenggarakan madrasah, sekolah, dan kursus seperti yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan di luarnya.

(67)

52

itu ditetapkan secara turun-temurun membentuk tradisi kurikuler yang terlihat dari segi standar-standar isi, kualifikasi pengajar, dan santri lulusannya.

b. Lembaga Keilmuan

Pola itu membuka peluang bagi pesantren untuk menghadirkan diri juga sebagai lembaga keilmuan. Modusnya adalah kitab-kitab produk para guru pesantren kemudian dipakai juga di pesantren lainnya. Luas sempitnya pengakuan atas kitab-kitab itu bisa dilihat dari banyaknya pesantren yang ikut mempergunakannya jarang terjadi kritik terbuka atas suatu kitab seperti itu dalam bentuk pidato atau selebaran. Yang lebih sering terjadi adalah ketidaksetujuan akan dituangkan ke dalam bentuk buku juga. Dan akhirnya masyarakat akan ikut menilai bobot karya-karya itu. Dialog keilmuan itu berlangsung dalam ketenangan pesantren selama berabad-abad hingga tercatat karya-karya Syekh Nawawi al-Bantani (dari Banten) menjadi pegangan pembelajaran di Mekah dan Madinah (Haramayn).

Demikian pula karya Syekh Mahfudz at-Turmasi (dari Pacitan) yang berjudul Manhaj Dzawi an-Nadhar yang menjadi kitab pegangan ilmu hadits hingga sekarang sampai di jenjang perguruan tinggi.

c. Lembaga Pelatihan

(68)

53

jadwal kunjungan orang tua atau pulang menjenguk keluarga. Pada tahap ini kebutuhan pembelajarannya masih dibimbing oleh santri yang lebih senior sampai si santri mempu mengurusnya sendiri; sejak menyusun jadwal, pengadaan buku pelajaran, pembuatan catatan belajar pribadi,sampai merancang kegiatan belajar tambahan di pesantren lain pada waktu-waktu tertentu.

Jika tahapan ini dapat dikuasai dengan baik, maka santri akan menjalani pelatihan berikutnya untuk dapat menjadi anggota komunitas yang aktif dalam rombongan belajarnya. Di situ santri berlatih bermusyawarah, menyampaikan khithabah (pidato), mengelola suara saat pemilihan organisasi santri, mengelola tugas organisasi santri jika terpilih, mengelola urusan operasional di pondok, dan mengelola tugas membimbing santri yuniornya. Pelatihan-pelatihan itu bisa berlanjut hingga santri dapat menjadi dirinya sendiri suatu hari. d. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

Jarang pesantren dapat berkembang dalam waktu yang singkat dan langsung berskala besar, karena setiap tahapan dipahami sebagai membutuhkan penjiwaan. Kebesaran pesantren akan terwujud bersamaan dengan meningkatnya kapasitas yang dapat dipakai untuk memahami watak pesantren sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Syukur al h amdulill ā h , skripsi yang berjudul “ Perbandingan Model Pendidikan Karakter Pondok Pesantren Darusy Syahadah Berbasis Multikultural dan Pondok Pesantren

Pondok Pesantren Darussalam Sumbersari adalah sebuah lembaga pondok pesantren yang selain mempunyai fungsi dakwah kepada masyarakat, juga merupakan organisasi pendidikan

iii.. HANI MAISYA PUTRIANI, “Pelaksanaan Pendidikan Akhlak dalam Pembentukan Akhlakul Karimah siswa di MI Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan”. Skripsi, Jurusan Pendidikan

Latar belakang utama penulis mengajukan penelitian dengan judul ”Implementasi Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak Plus Wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung”

Kajian ini menghasilkan temuan: 1) Pembelajaran akhlak di pondok pesantren Fadllillah memiliki komponen-komponen meliputi tujuan pembelajaran akhlak, materi

Pondok pesantren Manbail Futuh sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional dengan berbagai ciri khas dan keunikannya, memiliki materi pendidikan akhlak yang sangat utuh dan

Adapun yang menjadi fokus penelitian ini adalah Bagaimana Model Pembinaan Akhlak Mulia dalam Meningkatkan dan Menjaga Disiplin Kebersihan di Pondok Pesantren

Ilmu Tasawuf yang diajarkan kepada para santri di Pondok Pesantren Darul Aman Hamparan Perak melalui beberapa yaitu tahapan takhalli, tahalli, tajalli ditambah dengan dzikir, untuk