• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Provinsi Lampung merupakan satu diantara provinsi di Indonesia yang sampai dengan sekarang merupakan wilayah dengan kasus AI tinggi (Farnsworth

et al. 2011). Kejadian AI dimulai pada akhir tahun 2003 akibat masuknya ayam-ayam afkir dari Pulau Jawa (BPPVR 3 2010).

Kasus AI sepanjang tahun 2010-2011 sebanyak 307 kasus dengan rincian 192 kasus AI pada tahun 2010 dan 115 kasus AI pada tahun 2011 dengan sebaran per kabupaten disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Jumlah kasus AI per kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2010-2011.

Secara keseluruhan kejadian kasus AI merata di kabupaten dan kota Provinsi Lampung. Kasus AI tertinggi adalah Kota Metro yang kemudian diikuti oleh Kota Bandar Lampung. Kejadian AI di Kota Metro adalah 35 kasus pada tahun 2010, turun menjadi 23 kasus pada tahun 2011. Kota Bandar Lampung 24 kasus pada tahun 2010, turun menjadi 14 kasus pada tahun 2011.

Adapun untuk sebaran kasus per kecamatan menunjukkan intensitas kasus di semua kecamatan di Kota Metro tinggi, yaitu Kecamatan Metro Timur, Metro Barat, Metro Utara, Metro Selatan dan Metro Pusat. Sebaran kasus tinggi lainnya di Kota Bandar Lampung, yaitu Kecamatan Kemiling, Rajabasa, Tanjung Karang Timur, Teluk Betung Utara dan Sukarame. Peta sebaran dan intensitas kasus AI per kecamatan disajikan pada Gambar 3.

(2)

Gambar 3 Kasus AI berdasarkan jumlah kasus per kecamatan di Provinsi Lampung tahun 2010-2011.

Kecenderungan kasus AI berdasarkan waktu pada tahun 2010-2011, pada bulan Januari kasus tinggi kemudian meningkat dan menjadi puncak di bulan Februari dan kasus terus menurun sampai di bulan Mei. Bulan Juni sampai dengan Oktober kasus cenderung stabil, kemudian sedikit meningkat di bulan November dan Desember. Gambaran kasus AI berdasarkan bulan kejadian disajikan pada Gambar 4.

(3)

Gambar 4 Kasus AI berdasarkan bulan kejadian tahun 2010-2011 di Provinsi Lampung.

Pada Gambar 4 dapat dilihat terjadi peningkatan kasus pada bulan Januari sampai dengan bulan Februari yang merupakan musim penghujan. Hasil analisis tersebut sejalan dengan analisis Farnsworth et al. (2011) yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan peluang kasus AI di Indonesia pada bulan Januari-Maret dan dimungkinkan adanya pengaruh musim terhadap infeksi AI.

Pola Kejadian Avian Influenza

Pola kejadian Avian Influenza dapat dianalisis berdasarkan ruang (spasial) dan waktu (temporal). Analisis spasial dan temporal mendeteksi pengelompokan daerah (clustering area) yang memiliki intensitas kejadian paling tinggi dalam waktu tertentu dan mengevaluasi signifikansinya secara statistik (Kulldorf 2010). Pada masing-masing clustering area tersebut diperoleh nilai risiko relatif (RR), jumlah kasus, nilai dugaan kasus dan signifikansinya (nilai p).

Hasil analisis yang diperoleh clustering areadengan empat kategori kluster primer (most likely cluster), kluster sekunder (secondary cluster), kasus rendah (low rate) dan tidak ada kasus (no case). Kecamatan-kecamatan yang termasuk kluster primer yaitu: Kecamatan Pekalongan di Kabupaten Lampung Timur; Kecamatan Metro Barat, Metro Timur dan Metro Utara di Kota Metro. Kluster primer ini merupakan hotspot area sehingga patut diwaspadai karena memiliki kecenderungan tinggi untuk terjadi lagi kasus AI dimasa yang akan datang.

(4)

Selain kluster primer hasil analisis lainnya kluster sekunder yang merupakan kluster pendamping kluster primer. Kluster sekunder pertama yaitu Kecamatan Kemiling, Rajabasa, Tanjung Karang Timur dan Sukarame, Kota Bandar Lampung. Kluster sekunder kedua Kecamatan Baradatu, Kabupaten Way Kanan. Selain dari kluster-kluster tersebut kecamatan-kecamatan lain yang memiliki kasus AI dikategorikan sebagai kasus rendah (low rate) dan kecamatan yang tidak pernah terjadi kasus dikategorikan tidak ada kasus (no case). Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Clustering kasus AI di Provinsi Lampung tahun 2010–2011.

Pada kluster primer nilai RR 3.53, dengan pusat kejadian kasus berada pada koordinat 5.2 Lintang Selatan, 105.45 Bujur Timur, dan radius 8.66 km. Nilai RR tersebut merupakan perkiraan risiko terjadinya kasus AI, 3.53 kali lebih besar didalam area kluster primer dibanding diluar area kluster primer. Nilai p yang dihasilkan signifikan yaitu 0.001 (p<0.05) sehingga kecamatan-kecamatan yang masuk kluster primer signifikan sebagai hotspot area dan risiko terjadi kasus

(5)

di lokasi tersebut tinggi. Karena itu perencanaan surveilans di area kluster primer sangat penting dilakukan sebagai tindak lanjut untuk menentukan program pengendalian dan pencegahan AI yang sesuai dengan kondisi lapangan.

Adapun kluster sekunder memiliki nilai p>0.05 sehingga nilai RR yang dihasilkan tidak signifikan. Walaupun tidak signifikan tetapi wilayah yang masuk kluster sekunder tetap penting sehingga pencegahan dan pengendalian di wilayah ini tetap menjadi prioritas setelah prioritas utama di kluster primer atau hotspot area. Hasil analisis kluster kasus AI dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Deteksi klusterkasus AI berdasarkan kecamatan di Provinsi Lampung tahun 2010–2011

Kecenderungan Periode Kluster Kasus Risiko Relatif (RR) Nilai p

Kluster primer

Kec. Pekalongan (Kab. Lampung Timur) Kec. Metro Barat, Metro Timur, Metro Utara (Kota Metro)

1 Januari 2010-31 Desember 2011

21 3.53* 0.001

Kluster sekunder

1 Kec. Kemiling, Rajabasa, Tanjung Karang Timur dan Sukarame (Kota Bandar Lampung)

1 Januari 2010-31 Desember 2011

9 2.9 0.541

2 Kec. Baradatu (Kab. Way Kanan)

1 Januari 2010-31 Desember 2011

6 3.39 0.701

*signifikan pada α=0.05

Data pada Tabel 3 menunjukan time frame kejadian AI di kluster primer dan sekunder dapat terjadi sepanjang tahun kejadian walaupun kasus banyak terjadi di awal tahun (Januari–Februari). Hasil ini dimungkinkan karena analisis tidak hanya menghitung dimensi waktu tapi juga tempat dan sebaran kejadian. Kejadian yang terus ada sepanjang tahun dan terkosentrasi di wilayah tertentu menjadikan risiko kejadian AI tidak terpengaruh bulan dan musim. Hasil penelitian ini memperkuat kesimpulan Jatikusumah et al. (2010) bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara kejadian AI dengan musim walaupun terjadi peningkatan kasus AI dimusim penghujan dan pancaroba.

Intensitas kasus yang cenderung tersebar di sejumlah daerah tertentu membuat pola kejadian AI tidak terpengaruh waktu. Hal ini dimungkinkan dengan keberadaan pasar unggas hidup dan tingginya lalu lintas unggas antar area

(6)

menjadikan risiko kejadian AI akan terus ada sepanjang waktu di Provinsi Lampung. Hasil analisis terhadap data PDSR di Indonesia tahun 2008-2010 menunjukan bahwa Provinsi Lampung memiliki peluang tertinggi untuk terjadinya kasus AI di Indonesia dengan nilai rata-rata peluang terjadinya kasus per kabupaten adalah 0.7 (Farnsworth et al. 2011).

Penelitian tentang analisis spasial dan temporal AI telah banyak dilakukan di sejumlah negara. Penyebaran virus AI di beberapa negara menunjukan keterkaitan erat wabah AI dengan musim, suhu, perayaan, burung-burung migran, unggas air, lalu lintas unggas dan produknya (Ward et al. 2008; Minh et al. 2009).

Di Eropa kejadian AI erat kaitannya dengan keberadaan burung-burung migran. Beberapa wabah AI di Rusia, Kazakhstan dan Turki terkait erat dengan keberadaan burung migran (Yee et al. 2009). Hasil analisis spasial wabah AI di Rumania tahun 2005-2006 menunjukkan keterkaitan wabah dengan keberadaan burung-burung migran saat musim gugur dan dingin; transportasi dan lalu lintas unggas domestik saat musim panas dan semi (Ward et al. 2008).

Secara umum di Asia dan Afrika, pasar unggas hidup berperan besar dalam penyebaran AI. Analisis filogenetik dan investigasi epidemiologik di sejumlah negara menunjukan penyebaran AI lebih dominan disebabkan lalu lintas unggas dibanding keberadaan burung liar (Smith et al. 2006). Lalu lintas pekerja dan pengunjung di peternakan serta pembelian unggas hidup berperan dalam penularan AI di Nigeria (Fasina et al. 2011). Kasus di China dan Vietnam menunjukan bahwa ada keterkaitan yang erat perdagangan ilegal, transportasi unggas ilegal dan burung eksotik dengan wabah AI (Yee et al. 2009). Hasil analisis spasial dan temporal di Vietnam menunjukan keterkaitan yang erat dengan perayaan Vietnamese New Year (Januari dan Februari) dan musim pernikahan (Oktober sampai April) (Minh et al. 2009).

(7)

Faktor Risiko Penyakit Avian Influenza

Faktor risiko adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penularan suatu penyakit (Thursfield 2005). Faktor tersebut terdiri atas faktor inang, lingkungan dan daerah yang disidik untuk melihat hubungannya dengan infeksi AI pada unggas.

Karakteristik Peternakan

Faktor risiko terhadap kejadian AI erat kaitannya dengan karakteristik peternakan. Karakteristik peternakan yang dibahas lebih lanjut pada penelitian ini mengacu pada hasil penelitian sebelumnya tentang faktor risiko terkait kejadian AIantara lainkarakteristik peternak, manajemen peternakan dan kesehatan hewan, dan tingkat biosekuriti (Tabbu 2005; FKH IPB dan Deptan RI 2005; FKH UGM dan Deptan RI 2006; Siahaan 2007).

Karakteristik peternak. Karakteristik peternak merupakan gambaran keadaan khusus responden yang menjadi obyek penelitian dalam hal ini peternak sektor 4. Karakteristik peternak pada penelitian ini meliputi: jenis kelamin, umur, pendidikan formal, tujuan usaha, status kepemilikan, pengalaman beternak, pengetahuan dan sikap. Pada kelompok kasus sebagian besar peternak berjenis kelamin laki-laki 54.5% dan berumur >40 tahun 72.7% sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar peternak berjenis kelamin laki-laki 50.9% dan berumur >40 tahun 76.4%. Tingkat pengetahuan peternak kelompok kasus sebagian besar peternak memiliki pengetahuan baik 47.3% dan sikap positif 47.3% sedangkan kelompok kontrol memiliki pengetahuan baik 80% dan sikap positif 76.4%. Proporsi kasus dan kontrol pada karakteristik peternak dapat dilihat pada Tabel 4.

Tingkat pengetahuan dan sikap peternak yang baik terutama pada kelompok kasus sangat didukung oleh kegiatan penyuluhan petugas PDSR, kader, dan penyuluh. Sesuai standar operasional PDSR apabila terjadi kematian unggas tinggi maka lokasi atau desa tersebut akan ditetapkan statusnya menjadi “desa kasus” apabila positif AI dan “desa suspek” apabila negatif AI. Kegiatan selanjutnya antara lain komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), disinfeksi berupa penyemprotan, dan stamping out apabila memungkinkan (FAO 2009b).

(8)

Sebelum terjadinya kasus AI sebanyak 65.5% peternak tidak pernah mendapatkan penyuluhan, kemudian meningkat menjadi cukup sering 54.6% dan sering 45.5% mendapat penyuluhan setelah terjadi kasus. Patriantariksina (2007) menyatakan bahwa penyuluhan dan akses terhadap informasi berpengaruh nyata terhadap pengetahuan dan sikap seseorang.

Tabel 4 Hubungan karakteristik peternak dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung

Peubah Kategori Kasus (n=55) Kontrol (n=55) OR SK(95%) p

n % n % Jenis Kelamin Laki-laki 30 54.5 30 54.5 0.86 0.40-1.83 0.702 Perempuan 25 45.5 25 45.5 Umur <30 tahun 3 5.5 3 5.5 3.15 0.31-31.55 0.329 30-40 tahun 12 21.8 12 21.8 1.05 0.42-2.61 0.916 >40 tahun 40 72.7 40 72.7 Pendidikan Formal Rendah (s/d SD) 22 40.1 22 40.1 1.50 0.47-4.58 0.473 Sedang(SMP-SMA) 26 47.2 26 47.2 1.95 0.67-5.89 0.239 Tinggi (PT) 7 12.7 7 12.7 Tujuan Usaha Pokok 0 0 0 0 - - - Sampingan 55 100 55 100 Status

Kepemilikan Milik Sendiri 55 100 55 100 - - -

Milik Orang Lain 0 100 0 100

Pengalaman Beternak Rendah (< 5 tahun) 15 27.3 15 27.3 1.19 0.33-4.29 0.787 Sedang (5-10 tahun) 32 58.2 32 58.2 0.76 0.25-2.32 0.626 Tinggi (>10 tahun) 8 14.5 8 14.5 Pengetahuan Buruk 4 7.3 0 0.0 - - - Sedang 25 45.5 11 20.0 - - - Baik 26 47.3 44 80.0 Sikap Negatif 5 9.1 2 6.0 - - - Netral 24 43.6 11 20.0 - - - Positif 26 47.3 42 76.4

*signifikan pada α=0,05; SK=Selang Kepercayaan; OR=Odds Ratio

Peubah yang diukur untuk melihat hubungan karakteristik peternak dengan kejadian AI di sektor 4 yaitu: jenis kelamin, umur, pendidikan formal, tujuan usaha, status kepemilikan, dan pengalaman beternak. Pengetahuan dan sikap tidak diukur hubungannya dengan kejadian AI karena pengetahuan dan sikap yang diperoleh merupakan kondisi saat ini sedangkan kasus AI terjadi pada waktu yang

(9)

lampau dan telah dilakukan intervensi berupa penyuluhan oleh petugas. Hasil analisis menunjukan tidak ada satupun peubah karakteristik peternak yang dapat dijadikan kandidat kovariat untuk uji selanjutnya (p>0.25).

Manajemen Perkandangan. Manajemen perkandangan meliputi: pola pemeliharaan, sistem perkandangan, asal bibit. Pada kelompok kasus pola pemeliharaan sebagian besar peternak adalah hanya ayam saja 81.8% dan kandang tidak terpisah dari rumah 76.4% sedangkan pada kelompok kontrol pola pemeliharaan sebagian besar peternak adalah hanya ayam saja 87.3% dan kandang tidak terpisah dari rumah 21.8%. Proporsi kasus dan kontrol pada manajemen perkandangan dan hubungannya dengan kejadian AI dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hubungan manajemen perkandangan dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung

Peubah Kasus (n=55) Kontrol (n=55) OR SK (95%) p n % n % Pola pemeliharaan - Mix farming - Ayam saja 10 45 18.20 81.80 7 48 12.70 87.30 1.52 0.53-4.35 0.430 Sistem perkandangan - Diumbar/kombinasi umbar-dikandangkan

- Dikandangkan terus menerus

43 12 78.20 21.80 22 33 40 60 5.38* 2.33-12.41 0.000 Kandang terpisah dari rumah

- Tidak - Ya 42 13 76.40 23.60 12 43 21.80 78.20 11.58* 4.74-28.26 0.000 Tinggi pagar peternakan ≥75 cm

- Tidak - Ya 37 18 67.30 32.70 20 35 36.40 63.60 3.58* 1.64-7.90 0.001 Memiliki saluran limbah

- Tidak - Ya 51 4 92.70 7.30 45 10 81.80 18.20 2.83 0.83-9.66 0.090 Asal bibit dari pasar unggas hidup

- Tidak - Ya 22 33 40 60 37 18 67.3 32.7 3.08* 1.41-6.73 0.004 Asal bibit dari tempat pembibitan

- Tidak - Ya 41 14 74.5 25.5 18 37 32.7 67.3 0.70 0.31-1.60 0.401 Asal bibit dari pemberian

- Tidak - Ya 23 32 41.8 58.2 23 32 41.8 58.2 1.00 0.47-2.13 1.000 Asal bibit dari menetaskan sendiri

- Tidak - Ya 15 40 27.3 72.7 18 37 32.7 67.3 0.77 0.34-1.75 0.533 *signifikan pada α=0,05; SK=Selang Kepercayaan; OR=Odds Ratio

(10)

Pada Tabel 5 dapat dilihat, ada beberapa peubah yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian AI (p≤0.05) yaitu: sistem perkandangan diumbar dan kombinasi diumbar dengan kadang-kadang dikandangkan, kandang yang tidak terpisah dari rumah, tinggi pagar <75 cm dan asal bibit dari pasar unggas hidup. Odds ratio (OR) yang ditampilkan adalah odds peubah secara tunggal tanpa memperhitungkan peubah lainnya. Peubah tersebut termasuk peubah lain dengan p<0.25 selanjutnya dijadikan sebagai kandidat kovariat untuk dianalisis lebih lanjut dengan analisis multivariat.

Manajemen perkandangan sangat berperan dalam penularan dan penyebaran AI. Unggas yang berada dalam lingkungan dan kandang yang baik dan terlindung merupakan prinsip dasar agar peternakan tetap terbebas dari penyakit (Swayne 2008). Lingkungan fisik seperti keberadaan, tata letak dan jarak kandang mempengaruhi perkembangbiakan virus AI (Orinda 2008). Karena itu pemerintah menganjurkan tidak memelihara unggas di lingkungan pemukiman atau perumahan. Jika ingin memelihara disyaratkan secara kelompok dalam kandang khusus yang memiliki tata laksana yang baik dengan jarak aman dari pemukiman minimal 25 m (Ditjennak 2009).

Manajemen kesehatan unggas tidak dijadikan sebagai peubah karena hampir semua peternakan tidak melakukan vaksinasi AI dan pengobatan saat terjadinya kasus. Kebijakan pemerintah terkait vaksinasi AI pada peternakan sektor 4 di daerah endemis seperti Provinsi Lampung adalah vaksinasi secara tertarget (Ditjennak 2009) dengan prioritas pada peternakan yang sudah menerapkan pemeliharaan secara intensif atau dikandangkan terus menerus untuk menghindari shedding virus.

Tingkat Biosekuriti Peternakan. Biosekuriti adalah semua tindakan yang merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan dilakukan untuk mencegah semua kemungkinan kontak atau penularan dengan peternakan tertular dan penyebaran penyakit (Ditjennak 2009). Tindakan biosekuriti ini meliputi sanitasi, isolasi dan pengawasan terhadap lalu lintas. Peternakan dengan biosekuriti yang rendah menyebabkan unggas mudah terinfeksi AI (FAO 2010)

(11)

sehingga biosekuriti menjadi satu diantara faktor yang penting untuk pencegahan dan pengendalian AI.

Secara umum kondisi biosekuriti peternakan berada pada kategori rendah.Proporsi peternakan dari kelompok kasus yang memiliki tingkat biosekuriti rendah sebanyak 92.7% dan 58.2% dari kelompok kontrol. Tingkat biosekuriti peternakan sektor 4 dan hubungannya dengan kejadian AI disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hubungan biosekuriti dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung

Peubah Kasus (n=55) Kontrol (n=55) OR SK(95%) p

n % n % Tingkat Biosekuriti - Baik - Rendah 4 51 7.3 92.7 23 32 41.8 58.2 9.16* 2.90-28.95 0.000

Pengawasan terhadap lalulintas unggas - Baik - Rendah 0 55 0 100 10 45 18.2 81.8 - - - Sanitasi - Baik - Rendah 15 40 27.3 72.7 26 29 47.3 52.7 2.39* 1.08-5.29 0.03 Isolasi - Baik - Rendah 12 43 21.8 78.2 22 33 40 60 2.35 1.04-5.52 0.039 *signifikan pada α=0,05; SK=Selang Kepercayaan; OR=Odds Ratio

Hubungan biosekuriti dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 menunjukkan semua peubah memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian AI sehingga semua peubah dapat menjadi kandidat kovariat untuk dianalisis lebih lanjut diuji multivariat. Pengawasan terhadap lalu lintas unggas merupakan peubah yang paling dominan terhadap kejadian AI dengan 100% kelompok kasus pada kondisi buruk.

Pengawasan lalu lintas unggas merupakan tindakan pengawasan terhadap setiap keluar masuknya peralatan kandang, manusia dan kendaraan di peternakan (Ditjennak 2009). Nilai OR pada pengawasan terhadap lalu lintas unggas tidak bisa terhitung karena semua kelompok kasus menunjukan kondisi yang buruk. Adapun tindakan yang masuk sebagai peubah pengawasan lalu lintas antara lain

(12)

membatasi kontak orang dan unggas, sistem perkandangan, keberadaan burung liar dan tikus, asal bibit, dan pengawasan terhadap unggas yang sakit.

Pada kelompok kasus 81.8% kelompok kasus dan 38.2% kelompok kontrol tidak membatasi kontak orang dengan unggas. Demikian juga pengawasan terhadap unggas yang sakit 78.2% kelompok kasus dan 52.7% kelompok kontrol tidak melakukannya. Proporsi praktik pengawasan lalu lintas pada kelompok kasus dan kontrol dan hubungannya dengan kejadian AI dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hubungan pengawasan lalu lintas dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung

Peubah Kasus (n=55) Kontrol (n=55) OR SK (95%) p n % n %

Membatasi kontak orang dengan unggas - Tidak - Ya 45 10 81.8 18.2 21 34 38.2 61.8 7.29* 3.04-27.48 0.000 Sistem perkandangan - Diumbar/kombinasi umbar-dikandangkan

- Dikandangkan terus menerus

43 12 78.2 21.8 22 33 40 60 5.38* 2.32-12.41 0.000

Keberadaan burung liar - Tidak - Ya 38 17 69.1 30.9 40 15 72.7 27.3 1.19 0.52-2.72 0.680 Keberadaan tikus - Tidak - Ya 37 18 67.3 32.7 44 11 80 20 1.95 0.82-4.63 0.130

Asal bibit dari pasar unggas hidup - Tidak - Ya 33 22 60 40 18 37 32.7 67.3 3.08* 1.41-6.73 0.004

Karantina terhadap unggas yang baru masuk ≥ 2 minggu - Tidak - Ya 44 1 97.8 2.2 26.1 4 65 35 23.69* 2.94-190.8 0.000

Pengawasan terhadap unggas yang sakit - Tidak - Ya 43 12 78.2 21.8 29 26 52.7 47.3 3.21* 1.40-7.37 0.010

Urutan penanganan unggas sakit - Tidak berurutan

- Sehat dulu baru yang sakit

40 15 72.7 27.3 41 14 74.5 25.5 0.91 0.39-2.13 0.829

Disinfeksi peralatan kandang - Tidak - Ya 51 4 92.7 7.3 50 5 90.9 9.1 1.28 0.32-5.03 0.728

Peternak tidak saling pinjam peralatan kandang - Tidak - Ya 51 4 92.7 7.3 49 6 89.1 10.9 1.56 0.42-5.87 0.507

(13)

Pada Tabel 7 dapat dilihat hubungan pengawasan lalu lintas dengan kejadian AI, peubah yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian AI yaitu: membatasi kontak orang dengan unggas, sistem perkandangan diumbar atau kombinasi diumbar dan dikandangkan, asal bibit dari unggas hidup, karantina terhadap unggas baru, dan pengawasan terhadap unggas yang sakit. Peubah tersebut ditambah dengan keberadaan tikus (p<0.25) menjadi kandidat kovariat untuk dianalisis lebih lanjut dengan analisis multivariat.

Sanitasi adalah tindakan pengawasan terhadap faktor lingkungan yang yang mempengaruhi kesehatan. Secara umum praktik sanitasi peternakan berada pada kategori rendah. Peternakan dengan sanitasi buruk memiliki nilai odds 2.39 kali lebih besar dibanding dengan sanitasi baik. Hal ini tergambar pada praktik tidak membersihkan tempat pakan 87.3% kelompok kasus dan 80% kelompok kontrol, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah menangani unggas 67.3% kelompok kasus dan 50.9% kelompok kontrol. Praktik terkait sanitasi pada peternakan sektor 4 dan hubungannya dengan kejadian AI disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Hubungan sanitasi dengankejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung

Peubah Kasus (n=55) Kontrol (n=55) OR SK (95%) p

n % n %

Tempat pakan dibersihkan setiap hari - Tidak - Ya 48 7 87.3 12.7 44 11 80 20 1.71 0.61-4.81 0.303

Tempat minum dibersihkan setiap hari - Tidak - Ya 32 23 58.2 41.8 30 25 54.5 45.5 1.16 0.55-2.47 0.701

Cuci tangan sebelum dan sesudah menangani unggas - Tidak - Ya 37 18 67.3 32.7 28 27 50.9 49.1 1.98 0.92-4.29 0.081

Disinfeksi peralatan kandang - Tidak - Ya 51 4 92.7 7.3 50 5 90.9 9.1 1.28 0.32-5.03 0.728

Kandang dibersihkan dengan sabun dan desinfektan secara berkala

- Tidak - Ya 29 26 52.7 47.3 28 27 50.9 49.1 1.08 0.51-2.27 0.849

Penanganan terhadap feses - Tidak - Ya 43 12 78.2 21.8 36 19 65.5 34.5 1.89 0.81-4.41 0.138

Bangkai unggas dikubur/dibakar - Tidak - Ya 32 23 58.2 41.8 23 32 41.8 58.2 1.94 0.91-4.13 0.086

(14)

Sanitasi pada peternakan bertujuan memelihara dan mengawasi kebersihan peternakan secara menyeluruh antara lain kandang, peralatan, pakan dan air minum (Ditjennak 2009). Sanitasi peralatan dan kandang sangat penting untuk mencegah kemungkinan unggas terpapar virus AI. Pada Tabel 8 dapat dilihat walaupun tidak ada hubungan yang signifikan antara peubah sanitasi dengan pemaparan AI tetapi ada beberapa peubah yang dapat dijadikan kandidat kovariat untuk diuji lebih lanjut dengan analisis multivariat, yaitu: penanganan bangkai unggas dibakar atau dikubur, penanganan feses, dan cuci tangan sebelum dan sesudah menangani unggas.

Isolasi adalah tindakan karantina unggas dari kemungkinan terpaparnya unggas dari pembawa penyakit.Secara keseluruhan praktik isolasi berada pada kategori rendah dengan nilai odds peternakan dengan praktik isolasi buruk 2.35 kali lebih besar dibanding dengan yang baik. Hal ini tergambar antara lain pada kelompok kasus 92.7% tidak memiliki saluran limbah dan tempat pembuangan limbah sedangkan kelompok kontrol 81.8% tidak memiliki saluran limbah dan 83.6% tidak memiliki tempat pembuangan limbah khusus. Peubah yang berperan pada isolasi dan hubungannya dengan kejadian AI dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Hubungan isolasi dan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung

Peubah Kasus (n=55) Kontrol (n=55) OR SK (95%) p

n % n % Pola pemeliharaan - Mix farming - Ayam saja 10 45 18.20 81.80 7 48 12.70 87.30 1.52 0.53-4.35 0.430 Kandang permanen - Tidak - Ya 24 31 43.6 56.4 4 51 7,3 92.7 9.87* 3.13-31.14 0.000

Kandang terpisah dari rumah - Tidak - Ya 42 13 76.40 23.60 12 43 21.80 78.20 11.58* 4.74-28.26 0.000 Tinggi pagar peternakan ≥75 cm

- Tidak - Ya 37 18 67.30 32.70 20 35 36.40 63.60 3.58* 1.64-7.90 0.001

Memiliki saluran limbah - Tidak - Ya 51 4 92.70 7.30 45 10 81.80 18.20 2.83 0.83-9.66 0.090

Memiliki pembuangan limbah khusus - Tidak - Ya 51 4 92.70 7.30 46 9 83.60 16.40 2.49 0.72-8.65 0.140

Pengosongan kandang setelah wabah - Tidak - Ya 36 19 65.50 34.50 21 34 38.20 61.80 3.07* 1.41-6.67 0.004

(15)

Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa kandang yang tidak permanen, kandang tidak terpisah dari rumah, tinggi pagar <75 cm, dan pengosongan setelah wabah memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian AI. Peubah tersebut ditambah dengan peubah peternakan yang tidak memiliki saluran dan tempat pembuangan limbah (p<0.25) dapat dijadikan sebagai kandidat kovariat untuk diuji lebih lanjut dengan analisis multivariat.

Model Hubungan Faktor Risiko terhadap Kejadian Avian Influenza

Model hubungan faktor risiko terhadap kejadian AI dianalisis menggunakan analisis multivariat dengan regresi logistik berganda. Analisis ini untuk mengetahui efek pengaruh peubah independen secara bersama-sama terhadap terjadinya kejadian AI. Dari hasil pemilihan kandidat peubah diperoleh hasil sebagai berikut:

1 Sistem perkandangan. 2 Asal bibit dari unggas hidup. 3 Keberadaan tikus.

4 Keberadaan pagar <75 cm.

5 Bangkai unggas dibakar dan atau dikubur. 6 Tingkat biosekuriti.

7 Saluran limbah. 8 Kandang terpisah.

9 Membatasi kontak orang dengan unggas. 10 Penanganan feses.

11 Karantina unggas baru. 12 Pengosongan kandang. 13 Sanitasi.

14 Lalu lintas. 15 Isolasi.

16 Kandang permanen.

17 Cuci tangan sebelum dan sesudah menangani unggas. 18 Tempat pembuangan limbah.

(16)

Ada beberapa kandidat peubah yang saling berkorelasi atau memiliki multikolinearitas yang tinggi. Tindakan yang dapat dilakukan pada peubah tersebut dengan memilih satu yang paling dominan berdasarkan pertimbangan keilmuan peneliti atau dibuat satu peubah baru yang mewakili kedua peubah tersebut tetapi tidak dengan operasi matematika. Hasil uji korelasi masing-masing kandidat peubah dapat dilihat pada Lampiran 1. Adapun kandidat peubah yang dapat dijadikan model untuk diuji lebih lanjut adalah sebagai berikut:

1 Sistem perkandangan. 2 Asal bibit dari unggas hidup. 3 Saluran limbah.

4 Penanganan feses.

5 Karantina terhadap unggas baru 6 Keberadaan tikus.

7 Keberadaan pagar <75 cm.

8 Bangkai unggas dibakar dan atau dikubur.

9 Cuci tangan sebelum dan sesudah menangani unggas

Berdasarkan hasil analisis dan model regresi logistik peubah yang memiliki hubungan yang nyata terhadap kejadian AI pada penelitian ini yaitu: sistem perkandangan diumbar dan kombinasi diumbar, asal bibit dari pasar unggas hidup, keberadaan pagar peternakan dengan tinggi <75 cm. Hasil analisis multivariat dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Model akhir analisis multivariat faktor risiko terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung

Peubah OR SK (95%) p

Sistem perkandangan diumbar dan kombinasi diumbar dan dikandangkan vs dikandangkan terus menerus

8.94* 2.85-28.02 0.000

Asal bibit dari pasar unggas hidup vs tempat lainnya

5.18* 1.80-14.92 0.002 Keberadaan tinggi pagar peternakan <75

cm vs tinggi pagar peternakan ≥75 cm

5.03* 1.86-13.62 0.001 *signifikan pada α=0.05; vs= versus, SK=Selang Kepercayaan; OR=Odds Ratio

(17)

Pada Tabel 10 dapat dilihat model akhir analisis multivariat yang merupakan faktor risiko terhadap kejadian AI. Sistem perkandangan diumbar atau kombinasi diumbar dengan kadang-kadang dikandangkan memiliki odds 8.94 kali lebih besar untuk terinfeksi AI dibanding unggas terus menerus dikandangkan (OR=8.94; SK=2.85−28.02). Ditjennak (2009) telah mengeluarkan prosedur operasional standar pengendalian AI, pemeliharaan unggas pada sektor 4 dilakukan dalam kelompok dan dikandangkan dengan jarak minimal 25 m dari pemukiman. Hal ini dilakukan untuk menghindari shedding virus dan kontak yang tinggi dengan manusia. Beberapa penelitian menunjukan populasi dan kepadatan penduduk memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian AI (Yupiana et al. 2010; Loth et al. 2011; Farnsworth et al. 2011) sehingga perlu diatur jarak peternakan dengan pemukiman.

Asal bibit dari pasar unggas hidup memiliki odds 5.18 kali lebih besar untuk terinfeksi AI dibanding asal bibit dari tempat lainnya (OR=5.18; SK=1.80-14.92). Peran pasar unggas hidup sebagai tempat penularan sangat penting terutama di beberapa kecamatan di Kota Metro yang merupakan kluster primer. Hal ini disebabkan pasar merupakan tempat berkumpulnya pembeli dan penjual sehingga kontak antar unggas, lingkungan dan manusia dengan kondisi biosekuriti yang rendah menyebabkan risiko terpapar virus AI tinggi.

Beberapa kajian menunjukan bahwa pasar unggas hidup memiliki peran yang dominan pada penyebaran AI. Jatikusumah et al. (2006) menyatakan bahwa penularan dan penyebaran virus AI pada tempat penampungan ayam (TPnA) dan pasar unggas hidup berkategori tinggi. Prevalensi virus AI di pasar unggas hidup di Denpasar adalah 4,1% (Khusnul et al. 2008), di beberapa pasar unggas hidup di Surabaya 9% (Chasanah 2008) dan di beberapa pasar unggas hidup di Kalimantan 3,1% (Fikri et al. 2008). Adapun titik kritis kontaminasi virus AI adalah tempat penjajaan (display) produk (76.92%), tempat pemotongan unggas (74.35%) dan tempat penampungan unggas hidup (61.53%) (Indriani et al.2008).

Keberadaan pagar peternakan menunjukan hasil, tidak memiliki pagar atau memiliki pagar <75 cm memiliki odds 5.03 kali lebih besar untuk terinfeksi AI dibanding tinggi pagar ≥75 cm (OR=5.03; SK= 1.86-13.62). Hasil yang diperoleh ini sejalan dengan penelitian Lestari et al. (2011) yang menyatakan pagar

(18)

peternakan berperan penting untuk meningkat skor biosekuriti peternakan sehingga terlindungi dari penyakit. Peternakan dengan tinggi pagar <75 cm memiliki odds 2.93 kali lebih besar dibanding peternakan dengan tinggi pagar ≥75 cm (Siahaan 2007).

Hasil analisis faktor-faktor risiko ini sejalan dengan analisis spasial dan temporal pola kejadian AI. Analisis spasial menghasilkan kluster primer di Kecamatan Pekalongan di Kabupaten Lampung Timur; Kecamatan Metro Barat, Metro Timur dan Metro Utara di Kota Metro. Lokasi ini merupakan hotspot area

dengan risiko tinggi karena kondisi biosekuriti yang rendah terutama sistem perkandangan dan keberadaan pasar unggas hidup.

Adapun hasil analisis temporal menunjukan bahwa risiko AI yang tetap ada sepanjang tahun terkait kondisi faktor risiko yang terus ada sepanjang tahun dan tidak terpengaruh bulan dan musim. Oleh karena itu dengan mempertimbangkan pola kejadian dan faktor risiko AI diharapkan dapat disusun strategi pengendalian dan pencegahan AI yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan lokal kabupaten dan kota di Provinsi Lampung.

Penelitian ini merupakan kombinasi analisis data sekunder untuk pola kejadian dan penelitian lapangan yang menggunakan rancangan kasus kontrol (case control study). Ada beberapa kelemahan penelitian terkait bias informasi, bias perancu (confounding variable) dan besaran sampel yang mempengaruhi kesimpulan penelitian.

Pada analisis spasial dan temporal, jumlah data kasus yang dianalisis adalah data dua tahun terakhir dari 1 Januari 2010 sampai dengan 31 Desember 2011. Oleh karena sebaran kasus berdasarkan tempat dan waktu yang terlalu tinggi variasinya, memungkinkan belum bisa diperoleh hasil yang signifikan untuk kejadian AI terhadap waktu (bulan) di hotspot area.

Pada penilaian faktor risiko, besaran sampel untuk kasus dan kontrol juga turut berpengaruh terhadap hasil penelitian. Nilai Odds Ratio (OR) yang diperoleh dari hasil analisis memiliki rentang selang kepercayaan (SK) yang besar. Rentang SK yang besar mencirikan tingginya keragaman data yang dapat diminimalisir dengan menambah besaran sampel.

Gambar

Gambar 2  Jumlah kasus AI per kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2010-2011.
Gambar  3  Kasus AI berdasarkan jumlah kasus per kecamatan di Provinsi  Lampung tahun 2010-2011
Gambar 5 Clustering kasus AI di Provinsi Lampung tahun 2010–2011.
Tabel 3 Deteksi klusterkasus AI berdasarkan kecamatan di Provinsi Lampung  tahun 2010–2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

5.2.2 Kepala seksi menetapkan jadwal Pelaksanaan Diklat selama satu tahun berdasarkan program kerja yang ada dalam DIPA Balai Diklat Industri Jakarta.. Jadwal

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Seni Tari.. Oleh:

Antioksidan eksogen yang aman dan mudah diperoleh adalah antioksidan dari bahan alam seperti Halimeda macroloba yang mengandung senyawa bioaktif meliputi fenol,

Guru berperan sangat penting dalam pendidikan remidi ini sebagai upaya penanggulangan kesulitan belajar yang dialami siswa, jika hal itu tidak terlaksanakan dengan baik

11 Saya mengerjakan tugas dengan bantuan orang lain ketika di minta untuk menggerjakannya sendiri 12 Saya menyalin kalimat yang telah.. dituliskan orang lain

Dapat disimpulkan bahwa variabel profesionalisme – dimensi pengabdian pada profesi berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat materialitas, sehingga apabila

Untuk itu, selanjutnya kita akan membahas suatu bentuk integral lain yang juga dapat digunakan untuk mengek- strapolasi gelombang hanya dengan menggunakan nilai P atau (∇P ) saja,

Strategi Pengembangan Tari Topeng Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Di Kabupaten Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.. BAB I