• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM IKLAN RADIO MERAPI INDAH FM KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM IKLAN RADIO MERAPI INDAH FM KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh: Samsul Arifin

122160026

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO

2017

(2)
(3)
(4)

iv

Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, maka kerjakanlah sesuatu dengan bersungguh-sungguh, dan hanya kepada Tuhanlah hendaknya kita berharap. (QS. Al-Insyirah : 5-8)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku Bapak Trubus, Ibu Wurwiyati, kakakku Nestu Yulaiman Sidik serta adikku Retno Wulandari tercinta atas doa, bimbingan, dan kasih sayangnya yang selalu mengiringi perjalanan hidupku. 2. Terkasihku Dina Kurniawati

terimakasih atas perhatian, pengertian dan kesabaran yang selalu mendampingiku sehari-hari dalam menyelesaikan skripsi.

(5)

v

saran dan rasa kebersamaannya untuk sama-sama berjuang.

(6)
(7)

vii

Karena rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Alih Kode dan Campur Kode dalam Iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang”. Skripsi ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purworejo. Penulis menyadari dalam menyusun skripsi ini banyak mengalami kesulitan dan hambatan. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Drs. H. Supriyono, M.Pd. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di lembaga pendidikan tinggi ini;

2. Yuli Widyono, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan izin dan rekomendasi kepada penulis mengadakan penelitian untuk penyusunan skripsi ini;

3. Rochimansyah, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa yang telah memberikan izin dan rekomendasi kepada penulis mengadakan penelitian untuk penyusunan skripsi ini;

(8)
(9)

ix

Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang”. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa. FKIP, Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah (1) mendeskripsikan bentuk campur kode yang berupa kata, frasa, pengulangan kata, baster dan klausa dalam tuturan iklan radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang dan (2) mendeskripsikan bentuk alih kode antarbahasa dalam iklan radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini adalah berupa seluruh tuturan dalam iklan radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik rekam yang dibantu dengan handphone serta teknik catat pada kartu data. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen utama, dengan menggunakan bantuan alat berupa handphone, nota pencatat data beserta alat tulisnya, serta laptop. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis wacana. Teknik penyajian hasil analisis data menggunakan teknik informal.

Hasil penelitian yang ditemukan adalah, pertama wujud Alih kode dalam iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang ditemukan 5 peristiwa alih kode antar bahasa, yang kedua wujud Campur kode dalam iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang ditemukan 41 peristiwa campur kode. a) Peristiwa campur kode yang berwujud kata 28 buah indikator, b) Peristiwa campur kode yang berwujud frasa 4 buah indikator, c) Peristiwa campur kode yang berwujud pengulangan kata 2 buah indikator, d) Peristiwa campur kode yang berwujud baster 6 buah indikator, e) Peristiwa campur kode yang berwujud klausa 1 buah indikator.

(10)

x

Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang”. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa. FKIP, Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Ancasipun panaliten punika ngandharaken (1) wujudipun campur kode kayata tembung, frasa, tembung rangkep, baster, lan klausa tutur ing Iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang lan (2) wujudipun alih kode kayata alih kode antarbasa tutur ing iklan radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang.

Jinising panaliten ingkang dipunginakaken inggih punika panaliten deskriptif kualitatif. Dhata panaliten punika sedaya wawan pangandikan wonten ing iklan radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang. Teknik ngempalaken dhata ingkang dipunginakaken inggih punika teknik rekam ngagem handphone, lan teknik catat wonten kartu dhata. Instrumen ingkang dipunginakaken inggih punika pangripta piyambak, handphone, nota pencatat kaliyan alat tulisipun, sarta laptop. Teknik penyajian hasil analisis dhata dipunginakaken teknik informal.

Asil panaliten kaping setunggal inggih punika wujudipun alih kode pangandikan wonten ing iklan radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang dipuntemokaken 5 prastawa alih kode inggih punika alih kode antarbasa, ingkang kaping kalih inggih punika, wujudipun campur kode pangandikan wonten ing iklan radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang dipuntemokaken 41 prastawa campur kode. a) campur kode wujud tembung cacah 28 indikator, b) campur kode wujud frasa cacah 4 indikator, c) campur kode wujud tembung rangkep cacah 2 indikator, d) campur kode wujud baster cacah 6 indikator, lan e) campur kode wujud klausa cacah 1 indikator.

(11)

xi

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

SARIPATI ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 10

B. Kajian Teori ... 12

1. Sosiolinguistik ... 12

2. Bahasa ... 14

3. Hakikat Kedwibahasaan atau Bilingualisme ... 15

4. Alih Kode.. ... . 16

a. Jenis-jenis Alih Kode ... 17

b. Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Alih Kode. ... . 19

c. Fungsi Alih kode ... .. 22

5. Campur Kode ... 22

a. Pengertian Campur Kode (code mixing) ... 22

b. Jenis-jenis Campur Kode ... 24

c. Ciri-ciri Campur Kode ... 25 d. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode 25

(12)

xii

b. Bahasa Iklan ... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 36

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 37

C. Waktu Penelitian ... 37

D. Teknik Pengumpulan Data ... 38

E. Instrumen Penelitian ... 40

F. Teknik Analisis Data ... 41

G. Penyajian Hasil Analisis ... 42

BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA A. Penyajian Data ... 43

1. Alih Kode….. ... 44

2. Campur Kode ... 49

a. Campur Kode yang berwujud Kata ... 49

b. Campur Kode yang berwujud Frasa ... 59

c. Campur Kode yang berwujud Pengulangan Kata ... 62

d. Campur Kode yang berwujud Baster ... 63

e. Campur Kode yang berwujud Klausa ... 67

B. Pembahasan Data ... 69

1. Alih Kode…………. ... 70

a. Alih Kode yang Berwujud Alih Kode Antarbahasa dari Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia……… ... 70

b. Alih Kode yang Berwujud Alih Kode Antarbahasa dari Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia……….. .. 71

c. Alih Kode yang Berwujud Alih Kode Antarbahasa dari Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia………. 73

d. Alih Kode yang Berwujud Alih Kode Antarbahasa dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Jawa………. 74

e. Alih Kode yang Berwujud Alih Kode Antarbahasa dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Jawa……….. 75

2. Campur Kode ... 77

a. Campur Kode yang berwujud Kata ... 77

(13)

xiii

A. Simpulan ... 110

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ………. 112

(14)

xiv

Tabel 2. Wujud Alih Kode... 44

Tabel 3. Wujud Campur Kode Berwujud Kata ... 49

Tabel 4. Wujud Campur Kode Berwujud Frasa... 59

Tabel 5. Wujud Campur Kode Berwujud Pengulangan Kata ... 62

Tabel 6. Wujud Campur Kode Berwujud Baster ... 64

(15)

xv Magelang

Lampiran 2. Surat Keputusan Dosen Pembimbing Skripsi Lampiran 3. Surat Keputusan Dosen Penguji Skripsi Lampiran 4. Kartu Bimbingan Skripsi Pembimbing 1 Lampiran 5. Kartu Bimbingan Skripsi Pembimbing 2

(16)

1 A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan suatu sistem vokal simbol yang bebas yang dipergunakan oleh anggota masyarakat untuk berinteraksi. Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan ataupun berkomunikasi, saling belajar dari orang lain, dan saling memahami orang lain. Melalui bahasa, seseorang akan dapat mengungkapkan sesuatu yang ingin dikemukakannya, sehingga lawan tuturnya akan memahami maksud ungkapan yang dikemukakan oleh lawan tutur tersebut. Dengan demikian, manusia tidak dapat terlepas dari bahasa.

Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa merupakan faktor yang penting untuk menentukan lancar tidaknya suatu komunikasi. Oleh karena itu, ketepatan berbahasa sangat diperlukan demi kelancaran komunikasi. Ketepatan berbahasa tidak hanya berupa ketepatan memilih kata dan merangkai kalimat tetapi juga ketepatan melihat situasi. Artinya, seorang pemakai bahasa selalu harus tahu bagaimana menggunakan kalimat yang baik atau tepat, juga harus melihat dalam situasi apa dia berbicara, kapan, di mana, dengan siapa, untuk tujuan apa dan sebagainya.

Sosiolinguistik memandang bahasa (language) pertama-tama sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi serta merupakan bagian dari masyarakat

(17)

dan kebudayaan tertentu. Dengan demikian, memandang bahasa tidak saja dari sudut penuturnya, tetapi juga dari sudut pendengarnya. Dari segi penggunanya, bahasa dapat menimbulkan keberagaman juga. Istilah penggunaan di sini adalah orang atau penutur bahasa yang bersangkutan. Pemakaian bahasa di dalam masyarakat, dewasa ini semakin bervariasi.

Dalam kehidupan sosial, tidak hanya bahasa yang mempunyai peran sebagai alat komunikasi, tetapi peran media-media komunikasi tidak kalah penting karena dapat mempermudah komunikasi antar manusia yang berada di tempat yang berbeda. Media adalah sarana atau alat untuk menyampaikan informasi. Media yang merupakan tempat bertukar informasi memungkinkan terjadi gejala alih kode dan campur kode di dalamnya. Salah satu jenis media komunikasi yang dapat membantu mempermudah komunikasi antarmanusia yaitu radio, karena dapat digunakan untuk menyampaikan berbagai informasi kepada masyarakat.

Radio merupakan media massa yang mudah dan murah, karena hanya dengan membeli perangkat radio tanpa harus membayar iuran hiburan dan informasi bisa didapatkan. Media radio banyak dipilih masyarakat karena dalam kenyataannya mendengarkan radio tidak menyita waktu dan tempat. Media radio tidak hanya soal hiburan dan penyampaian informasi semata. Di dalamnya juga terdapat persaingan antar sponsor acara yang berupa periklanan. Iklan merupakan salah satu jenis dan bentuk siaran dalam radio yang biasanya diputar setiap jeda acara, terutama pada acara yang memiliki rating tinggi. Terkadang iklan memberi hiburan tersendiri bagi pendengarnya

(18)

dengan kemasan yang unik dan mudah diingat baik dari ilustrasi musik maupun bahasa yang digunakan. Dengan demikian, bahasa iklan di radio harus dapat menarik konsumen, supaya orang yang mendengar dapat tertarik pada produk yang ditawarkan.

Iklan merupakan salah satu bentuk pesan, dalam dunia usaha kebutuhan iklan bagi pengusaha merupakan hal yang penting. Hal ini disebabkan oleh persaingan produk yang semakin ketat. Untuk itulah, pembuat iklan dituntut untuk mengemas iklan dengan semenarik mungkin. Menurut Wright, iklan merupakan proses komunikasi yang mempunyai kekuatan penting sebagai sarana pemasaran, membantu layanan serta gagasan dan ide-ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang bersifat persuasif (Mulyana, 2005: 63-64). Dalam pembuatannya, pembuat iklan harus memperhatikan syarat-syarat iklan seperti, bahasa iklan menggunakan pilihan kata yang tepat, sopan dan logis. Ungkapan majas yang digunakan untuk memikat dan sugestif, disusun secara singkat dan menonjolkan bagian-bagian yang dipentingkan. Isi dalam sebuah iklan harus objektif, jujur, singkat, jelas dan tidak menyinggung golongan tertentu atau produsen lain. Iklan yang dibuat juga harus mengutamakan iklan yang menarik perhatian banyak orang. Menginformasikan pelanggan mengenai produk baru dan mendorong calon pelanggan untuk melakukan pembelian.

Bahasa yang digunakan dalam iklan merupakan hal yang sangat menarik untuk diteliti, karena pada pemakaian ragam dan variasi bahasa iklan radio terdapat adanya alih kode dan campur kode yang dapat dijadikan objek

(19)

penelitian. Dalam bentuk bahasa, iklan radio biasanya berbentuk percakapan yang terdiri dari dua atau lebih penutur. Bahasa yang digunakan dalam percakapan iklan radio tersebut tidak jarang penutur menggunakan lebih dari satu bahasa. Penggunaan bahasa yang lebih dari satu tersebut adalah untuk membuat kemasan iklan lebih menarik dan para konsumen lebih tertarik untuk membeli barang yang diiklankan.

Pada penelitian ini penulis memilih stasiun Radio Merapi Indah FM Magelang sebagai tempat penelitian. Stasiun Radio Merapi Indah FM adalah stasiun radio yang berdiri sejak 20 Juni 1991, pendiri radio Merapi Indah FM adalah Bapak Haji Taifur. Stasiun Radio Merapi Indah FM beralamat di Jl. Raya Gulon Salam No. 104, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. Radio ini mengudara dengan frekuensi FM 104.9 MHz, dengan jam siaran dari pukul 05.00-24.00 WIB. Jumlah karyawan di radio Merapi Indah ada 13 orang. Program acara yang disiarkan oleh radio Merapi Indah FM antara lain Lagu Religi, Pengajian Fajar, Dendang Pagi 1, Berita KBR 68H, Sekilas Merapi, Langgam Merapi, Mitra Karya dan masih banyak lagi program-program lainnya. Stasiun radio Merapi Indah FM menjadi pilihan penulis dalam melakukan penelitian karena Merapi Indah FM adalah salah satu radio di Kabupaten Magelang. Pada siaran di Radio Merapi Indah FM Magelang tidak jarang bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa. Bahasa Jawa yang digunakan untuk berkomunikasi di radio merupakan cerminan bahasa masyarakat. Bahasa yang merupakan cerminan bahasa dari masyarakat dapat menyebabkan gejala sosial, yang tidak dapat dilepaskan dari pemakaiannya.

(20)

Selain menyiarkan acara hiburan dan menyampaikan informasi, di dalam siaran radio Merapi Indah FM juga terdapat berbagai macam iklan. Selain untuk menarik konsumen, bahasa yang digunakan dalam iklan radio Merapi Indah FM juga dimaksudkan untuk menghibur para pendengar, karena tidak jarang bahasa yang digunakan menggunakan bahasa Jawa dialek khas Magelang yang terkesan lucu dan humoris.

Keberagaman penggunaan bahasa yang lebih dari satu bahasa tersebut menimbulkan variasi atau ragam bahasa. Bentuk variasi bahasa yang ada adalah alih kode dan campur kode. Alih kode adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain dalam suatu peristiwa tutur, sedangkan campur kode adalah menyelipkan unsur-unsur bahasa lain ketika sedang memakai bahasa tertentu.

Alih kode dan campur kode timbul akibat dari penggunaan bahasa dalam berkomunikasi. Hal ini hanya terjadi dalam masyarakat multilingual yaitu masyarakat yang menggunakan dua bahasa atau lebih. Alih kode dan campur kode juga dapat terjadi jika penutur menyelipkan bahasa lain ketika menggunakan bahasa tertentu dalam pembicaraannya. Unsur-unsur yang diambil dari bahasa lain itu sering kali berwujud kata, frasa, perulangan kata, idiom, maupun klausa. Peralihan alih kode dan campur kode dapat dilihat dalam pemakaian bahasa secara lisan maupun tulisan. Pada penelitian ini bentuk alih kode dan campur kode yang penulis teliti adalah alih kode dan campur kode yang berbentuk tuturan (lisan), karena objek dari penelitian ini adalah tuturan yang terdapat dalam iklan radio Merapi Indah FM Magelang.

(21)

Berdasarkan uraian di atas, penulis memilih wujud alih kode dan campur kode dalam iklan radio sebagai objek penelitian. Dengan demikian, penelitian ini berjudul “Analisis Alih Kode dan Campur Kode dalam Iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang”.

B. Identifikasi Masalah

Uraian masalah dapat digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diuraikan identifikasi masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut.

1. Peran media komuikasi tidak kalah penting dalam kehidupan sosial masyarakat. Media komunikasi dapat mempermudah komunikasi antar manusia yang berada di tempat yang berbeda.

2. Media sebagai sarana atau alat untuk menyampaikan informasi. Salah satu jenis media komunikasi yang dapat membantu mempermudah komunikasi antar manusia yaitu radio, karena dapat digunakan untuk menyampaikan berbagai hal kepada masyarakat.

3. Stasiun Radio Merapi Indah FM salah satu stasiun radio yang menjadi favorit para pendengar karena menjadi salah satu stasiun radio yang sudah memiliki alamat streaming internet. Radio Merapi Indah 104.9 FM di dalamnya tidak hanya menyiarkan acara hiburan dan penyampaian informasi semata, tetapi juga iklan radio yang memberi hiburan tersendiri bagi pendengarnya.

(22)

4. Iklan radio memberi hiburan tersendiri bagi pendengarnya dengan kemasan yang unik dan mudah diingat baik dari ilustrasi musik maupun bahasa yang digunakan. Dalam bentuk bahasa, iklan radio Merapi Indah 104.9 FM biasanya berbentuk percakapan yang terdiri dari dua atau lebih penutur yang tidak jarang menggunakan lebih dari satu bahasa.

5. Bahasa yang digunakan dalam iklan radio Merapi Indah 104.9 FM juga dimaksudkan untuk menghibur para pendengar dengan menggunakan ragam dan variasi bahasa, seperti penggunaan bahasa Jawa dialek khas Magelang yang terkesan lucu dan humoris. Keragaman tersebut menimbulkan variasi atau ragam bahasa. Akibat keberagaman penggunaan bahasa dalam iklan tersebut adalah terjadinya peristiwa alih kode dan campur kode.

C. Batasan Masalah

Batasan masalah merupakan pembatasan terhadap permasalahan yang muncul pada identifikasi masalah yang akan dibahas lebih lanjut. Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi masalah yang akan diteliti pada tuturan dalam iklan radio Merapi Indah 104.9 FM di Kabupaten Magelang. Dalam hal ini wujud bahasa yang penulis soroti adalah penggunaan alih kode dan campur kode pada bulan Agustus tahun 2016.

(23)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah utama pada penelitian ini ada dua sebagai berikut.

1. Wujud alih kode apa sajakah dalam Iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang?

2. Wujud campur kode apa sajakah dalam Iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:

1. wujud alih kode apa sajakah dalam Iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM di Kabupaten Magelang;

2. wujud campur kode apa sajakah dalam Iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM di Kabupaten Magelang.

F. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat baik secara teoretis maupun praktis.

1. Manfaat Teoretis

Penelitian mengenai penggunaan alih kode dan campur kode dalam iklan radio Merapi Indah 104.9 FM di Kabupaten Magelang dapat memberikan pengetahuan tentang teori sosiolinguistik, khususnya alih

(24)

kode dan campur kode. Selain itu, penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai teori wujud alih kode dan wujud campur kode yang digunakan dalam Iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM di Kabupaten Magelang dan menambah penelitian tentang alih kode dan campur kode.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk:

a. mengetahui tentang seluk beluk alih kode dan campur kode dalam iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM;

b. dapat menggunakan bahasa Jawa yang baik dan benar dalam iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM, serta penuh diharapkan dapat memotivasi peneliti lain khususnya tentang alih kode dan campur kode;

c. bagi peneliti, dapat menambah wawasan tentang pengetahuan bahasa Jawa dalam iklan radio;

d. bagi penyiar, dapat menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam iklan radio.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan kajian secara kritis terhadap kajian terdahulu, sehingga diketahui perbedaan yang khas antara bagian yang terdahulu dengan kajian yang akan dilakukan sehingga bahan perbandingan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis mengacu pada hasil penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian yang penulis teliti serta dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam penelitian ini. Skripsi atau penelitian yang relevan dengan kajian penelitian ini adalah penelitian Siti Masitoh dan Antika Indra Hafari dari Universitas Muhammadiyah Purworejo. 1. Siti Masitoh (2013) dengan judul “Campur Kode Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Jawa pada Siaran Radio Jampi Sayah di Radio POP FM GOMBONG”.

Hasil penelitian yang telah dilakukan adalah campur kode berupa kata berjumlah 53 buah, campur kode berupa frasa berjumlah 22 buah, campur kode baster berjumlah 9 buah, campur kode pengulangan kata berjumlah 19 buah, campur kode idiom berjumlah 13 buah, dan campur kode klausa berjumlah 24 buah.

Persamaan yang ada antara penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan penulis lakukan adalah sama-sama mengkaji tentang alih kode dan campur kode bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa.

(26)

Perbedaannya adalah objek yang peneliti lakukan yaitu dalam iklan radio Merapi Indah FM kabupaten Magelang, sedangkan penelitian dari Siti Masitoh objek kajiannya pada siaran radio Jampi Sayah di radio POP FM Gombong.

2. Antika Indra Hafari (2015) dengan judul “Analisis Campur Kode dan Alih Kode dalam Iklan Radio CITRA FM Kabupaten Wonosobo pada bulan April tahun 2015”.

Hasil penelitian yang telah dilakukan adalah campur kode berupa kata berjumlah 22 buah, campur kode berupa frasa berjumlah 5 buah, campur kode berupa perulangan kata berjumlah 3 buah, campur kode berupa baster berjumlah 2 buah, campur kode berupa klausa berjumlah 2 buah, dan wujud alih kode berjumlah 6 buah.

Persamaan yang ada antara penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan penulis lakukan adalah sama-sama mengkaji tentang alih kode dan campur kode dalam iklan radio. Perbedaannya adalah objek kajian yang peneliti lakukan yaitu dalam iklan radio Merapi Indah FM kabupaten Magelang, sedangkan penelitian dari Antika Indra Hafari objek kajiannya pada iklan radio CITRA FM kabupaten Wonosobo.

Dari tinjauan pustaka di atas, dapat dipahami bahwa penelitian mengenai campur kode dan alih kode bukanlah penelitian yang baru karena sudah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Akan tetapi, penelitian berjudul “Analisis Alih Kode dan Campur Kode dalam Iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang” layak dilakukan mengingat

(27)

objek penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu, walaupun memang tidak dapat dipungkiri adanya persamaan antara penelitian penulis dengan penelitian terdahulu.

B. Kajian Teori 1. Sosiolinguistik

Masyarakat bahasa selalu berkembang sesuai dengan budaya yang dimilikinya. Sebagai produk sosial atau budaya tentu bahasa merupakan wadah aspirasi sosial, kegiatan dan teknologi yang diciptakan oleh masyarakat bahasa. Bahasa bisa dianggap sebagai cermin zamannya. Artinya, bahasa itu dalam masa tertentu mewadahi apa yang terjadi di dalam masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pengertian sosiolinguistik mengenai penggunaan bahasa yang mencerminkan kondisi masyarakat penggunanya. Menurut Sumarsono (2013: 5), batasan kajian sosiolinguistik meliputi tiga hal, yaitu bahasa, masyarakat, dan hubungan antara bahasa dan masyarakat. Sosiolinguistik mempelajari mengenai bahasa yang digunakan oleh suatu masyarakat, dimana masyarakat tersebut bersifat heterogen yang berakibat akan munculnya variasi bahasa yang digunakan, sehingga akan terbentuk pola-pola bahasa tertentu yang digunakan oleh masyarakat satu dengan masyarakat lainnya.

Hal ini sejalan dengan Wijana dan Rohmadi (2013: 7) menjelaskan bahwa sosiolinguistik sebagai ilmu yang bersifat interdisipliner yang menggarap masalah-masalah kebahasaan dalam hubungannya dengan

(28)

faktor-faktor sosial, situasi, dan budaya. Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa misalnya status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin, dan sebagainya. Pemakaian bahasa juga dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional, yaitu siapa berbicara dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dimana, dan mengenai masalah seperti apa.

Senada dengan pendapat di atas, menurut Chaer dan Agustina (2010: 4) bahwa sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam masyarakat tutur. Oleh karena itu, batasan sosiolinguistik yaitu ilmu yang mempelajari mengenai penggunaan bahasa oleh suatu masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial yang ada. Keanekaragaman masyarakat menyebabkan beranekaragam pula bahasa yang digunakan. Keanekaragaman bahasa yang digunakan masyarakat dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi dan jenis kelamin.

Dari beberapa pengertian tersebut penulis menyimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah cabang dari linguistik (ilmu bahasa) yang mempelajari tentang hubungan bahasa dengan masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor-faktor-faktor tersebut seperti faktor sosial, situasional, dan budaya yang ada di dalam masyarakat.

(29)

2. Bahasa

Setiap manusia umumnya hidup dalam ikatan suatu masyarakat. Dengan sesamanya seseorang itu senantiasa bergaul, berhubungan, dan bekerjasama untuk kepentingan bersama pula. Untuk melaksanakan segala kegiatan sosial, manusia membutuhkan pemakaian suatu bahasa. Bahasa itu merupakan alat atau syarat berhubungan antara manusia satu dengan manusia yang lainnya dalam kegiatannya.

Chaer dan Agustina (2010: 11-12) menyatakan bahwa bahasa ialah sebuah sistem dimana bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem bahasa selalu bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa tersusun secara berpola. Sedangkan sistemis, artinya sistem bahasa bukan merupakan sistem tunggal, melainkan dari sejumlah subsistem, yakni subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis, dan subsistem leksikon.

Berdasarkan pendapat tersebut, batasan konsep bahasa adalah lambang-lambang bunyi yang disusun secara sistematis dan sistemis. Sistematis berarti disusun secara berpola, bukan secara sembarangan dan acak. Sistemis berarti tersusun atas kaidah atau aturan kebahasaan. Adapun kaidah tersebut seperti bunyi-bunyi bahasa (subsistem fonologi), tata kata (subsistem morfologi), tata kalimat, frasa, dan klausa (subsistem sintaksis), makna yang terkandung dalam suatu kata dan pemakaian kata(subsistem leksikon).

(30)

3. Hakikat Kedwibahasaan atau Bilingualisme

Konsep dasar dari sosiolinguistik adalah tentang hubungan bahasa dengan masyarakat. Masyarakat bahasa yang terbuka mempunyai hubungan dengan masyarakat bahasa lainnya, hal tersebut mengakibatkan adanya kontak bahasa. Salah satu wujud kontak bahasa tersebut yaitu masyarakat bahasa sekarang ini tidak hanya mampu menggunakan satu jenis bahasa tetapi dua jenis bahasa. Peristiwa tersebut disebut dengan kedwibahasaan atau bilingualisme. Aslinda dan Syafyahya (2014: 8) menjelaskan bahwa kedwibahasaan adalah kemampuan mempergunakan dua bahasa dan kebiasaan memakai dua bahasa. Kedwibahasaan yaitu masyarakat mempunyai penguasaan yang baik kedua bahasa tersebut. Kedua bahasa itu digunakan oleh masyarakat sesuai dengan lingkungan bahasa yang dipakai.

Sementara Weinreich dalam Suwito (1983: 39) menyatakan bahwa kedwibahasaan adalah peristiwa pemakaian dua bahasa secara bergantian oleh seorang penutur. Pemakaian dua bahasa adalah bahasa daerah dan bahasa Indonesia yang dilakukan oleh seorang penutur. Senada dengan pendapat di atas, menurut Kridalaksana (2008: 36), bilingualisme adalah penggunaan dua bahasa oleh seseorang atau suatu masyarakat. Jadi, konsep kedwibahasaan yaitu penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur bahasa baik individu atau suatu masyarakat. Penggunaan dua bahasa berarti menguasai dua sistem kode, dua dialek atau ragam suatu bahasa.

(31)

Pendapat lain, menurut Chaer dan Agustina (2010: 84), bilingualisme ialah berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau kode bahasa. Kedua bahasa tersebut berupa bahasa pertama atau bahasa ibu dan bahasa kedua. Bahasa ibu adalah bahasa yang pertama diterima oleh masing-masing individu, sedangkan bahasa kedua yaitu bahasa lain yang dikuasai dan diterima oleh individu. Bahasa kedua selalu diterima setelah bahasa ibu.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat kedwibahasaan atau bilingualisme merupakan kemampuan dan kebiasaan menggunakan dua bahasa oleh seorang penutur atau masyarakat. Jenis kedua bahasa tersebut yaitu bahasa ibu dan bahasa kedua. Penutur dan masyarakat mempunyai penguasaan yang baik mengenai kedua bahasa tersebut. Selain itu, penutur juga terbiasa menggunakannya. Orang yang dapat menggunakan dua bahasa itu disebut dwibahasawan.

4. Alih Kode

Alih kode adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain dalam suatu peristiwa tutur. Misalnya, penutur menggunakan bahasa Indonesia beralih menggunakan bahasa Jawa. Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa dalam masyarakat multilingual. Dalam masyarakat multilingual sangat sulit seorang penutur mutlak hanya menggunakan satu bahasa. Dalam alih kode masing-masing bahasa masih cenderung mendukung fungsi masing-masing dan masing-masing fungsi sesuai dengan konteksnya.

(32)

Menurut Suwito (1983: 68-69), alih kode ialah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Apabila alih kode itu terjadi antar bahasa-bahasa daerah dalam satu bahasa nasional, atau antara dialek-dialek dalam satu bahasa daerah atau antara beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam satu dialek, alih kode seperti itu disebut bersifat intern. Apabila yang terjadi adalah antar bahasa asli dengan bahasa asing, maka disebut alih kode ekstern.

Senada dengan Suwito, Kridalaksana (2008: 9) menyatakan bahwa “alih kode adalah penggunaan variasi bahasa lain atau bahasa lain dalam satu peristiwa bahasa sebagai strategi untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya partisipan lain”. Dapat disimpulkan bahwa alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Dengan catatan bahwa alih kode memiliki dua bahasa yang berbeda sistem gramatikalnya, kemudian dua bahasa itu masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteks, dan fungsi masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteks. Alih kode intern terjadi dalam satu bahasa nasional dan alih kode ekstern terjadi dari bahasa nasional ke dalam bahasa asing.

a. Jenis-jenis Alih Kode

Poedjosoedarmo dalam Lia Rusmiyati (2012:19) membagi jenis alih kode berdasarkan sifat momentum serta jarak hubungan antar penutur, yaitu alih kode sementara dan alih kode permanen.

(33)

1) Alih kode sementara merupakan pergantian kode bahasa yang berlangsung hanya sebentar dan pergantian bahasa itu hanya berlangsung dalam suatu kalimat atau beberapa kalimat. Misalnya, seseorang penutur yang sedang berbicara menggunakan bahasa lain tiba-tiba karena suatu hal dia berganti menggunakan bahasa jawa ragam krama. Pergantian itu hanya berlangsung dalam satu kalimat atau beberapa kalimat, kemudian pembicaraan kembali lagi ke dalam bahasa Indonesia. Alih kode sementara dapat terjadi dengan frerkuensi tinggi rendah.

2) Alih kode permanen ialah pergantian kode bahasa yang berlangsung cukup lama. Namun peristiwa alih kode ini jarang terjadi. Hal ini mencerminkan pengertian status penutur dan sifat hubungan antar penutur. Pergantian ini biasanya berarti adanya sikap relasi terhadap O2 secara sadar.

Sedangkan Djajasudarma dalam Lia Rusmiyati (2012:19-20) membagi jenis alih kode berdasarkan asal bahasanya, antara lain alih kode intern dan ekstern.

1) Alih kode intern

Alih kode intern adalah kode yang terjadi antara dialek-dialek dalam satu bahasa daerah atau antar ragam dan gaya bahasa tang terdapat dalam satu dialek. Dalam suatu wilayah tertentu biasanya penutur mempunyai kemampuan menggunakan lebih dari satu variasi bahasa. Bahasa-bahasa tersebut akan digunakan pada

(34)

saat tertentu apabila diperlukan. Kenyataan ini dapat ditemukan menggunakan ragam karama apabila berkomunikasi dengan orang yang lebih dihormati atau orang yang baru dikenal. Alih kode intern juga dapat terjadi antara Jawa dan bahasa Sunda. Alih kode intern dapat terjadi dari bahasa nasional ke bahasa daerah atau juga sebaliknya (Subekti, 1998:17). Misalnya, penuturnya mula-mula menggunakan kode bahasa Indonesia laliu ia berganti menggunakan kode bahasa Jawa.

2) Alih kode ekstern

Alih kode ekstern adalah alih kode yang terjadi antar bahasa. Didalam masyarakat Indonesia sering terjadi alih kode ekstern, terutama bagi penutur yang menguasai bahasa asing disamping menguasai bahasa Indonesia. Perpindahan tersebut bergantung situasi dan yang sesuai untuk memakai atau menggunakan bahasa asing tersebut.

b. Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Alih Kode

Suwito (1983: 72-74) menjelaskan alih kode adalah peristiwa kebahasaan yang disebabkan oleh faktor-faktor luar bahasa, terutama faktor-faktor yang sifatnya sosio-situasional. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode sebagai berikut.

1) Penutur

Seorang penutur kadang-kadang dengan sadar berusaha beralih kode terhadap lawan tuturnya karena suatu maksud.

(35)

Biasanya usaha tersebut dilakukan dengan maksud mengubah situasi, yaitu dari situasi resmi ke situasi tak resmi.

2) Lawan tutur

Lawan bicara atau lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode karena setiap penutur pada umumnya ingin mengimbangi bahasa yang dipergunakan oleh lawan tuturnya. 3) Hadirnya penutur ketiga

Kehadiran orang ketiga yang tidak berlatar belakang, dua orang yang berasal dari kelompok etnik yang sama pada umumnya saling berinteraksi dengan bahasa kelompok etniknya. Tetapi apabila kemudian hadir orang ketiga dalam pembicaraan itu, dan orang itu berbeda latar kebahasaannya, biasanya dua orang pertama beralih kedalam bahasa yang dikuasai oleh ketiganya.

4) Pokok pembicaraan (topik)

Topik pembicaraan merupakan hal dominan yang menentukan terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan yang bersifat formal biasanya di ungkapkan dengan ragam baku dengan gaya netral dan serius. Sedangkan pokok pembicaraan yang bersifat informal di sampaikan dengan bahasa tak baku, gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya.

5) Untuk membangkitkan rasa humor

Alih kode sering dimanfaatkan oleh guru, pimpinan rapat atau pelawak untuk membangkitkan rasa humor. Bagi pimpinan

(36)

rapat bangkitnya rasa humor diperlukan untuk menyegarkan suasana yang dirasakan mulai lesu.

6) Untuk sekadar bergengsi

Sebagian penutur yang beralih kode sekedar untuk bergengsi. Hal itu terjadi apabila baik faktor situasi, lawan bicara, topic dan faktor-faktor sosio-situasional yang lain sebenarnya tidak mengharuskan dia untuk beralih kode.

Senada dengan Suwito, Fishman (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 108) juga menyatakan bahwa faktor penyebab alih kode adalah siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa.

Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa hal yang melatarbelakangi terjadinya alih kode adalah adanya penutur yang terkadang mempunyai maksud tersendiri melakukan alih kode, lawan tutur yang ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh lawan tuturnya, hadirnya penutur ketiga yang berbeda latarbelakang kebahasaannya, pokok pembicaraan yang merupakan faktor dominan dalam menentukan terjadinya alih kode, membangkitkan rasa humor yang diperlukan untuk menyegarkan suasana yang dirasa mulai lesu, dan untuk sekedar bergengsi. Faktor lain yang melatarbelakangi terjadinya alih kode adalah siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa.

(37)

c. Fungsi Alih Kode

Suwito (1983: 69) menyatakan bahwa alih kode masing-masing bahasa mendukung fungsi tersendiri secara eksklusif dan peralihan kode terjadi apabila penuturnya merasa bahwa situasinya relevan dengan peralihan kodenya. Alih kode menunjukkan suatu gejala saling ketergantungan antara fungsi kontekstual dan fungsi relefansial didalam pemakaian satu bahasa atau lebih.

Fungsi atau tujuan penggunaan alih kode dalam penelitian ini lebih secara kebahasaan dan tidak terlepas dari faktor yang melatarbelakangi terjadinya sebagai suatu hasil dari proses sosio-situasional. Jadi fungsi alih kode adalah lebih persuasif mengajak atau menyuruh, lebih argumentatif, lebih komunikatif, dan lebih prestis. 5. Campur Kode

a. Pengertian campur kode (code mixing)

Chaer dan Agustina (2010: 114), peristiwa campur kode adalah apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase-frase campuran (hybrid clauses, hybrid phrases), dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi-fungsi sendiri. Campur kode merupakan percampuran unsur-unsur frasa atau klausa suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Kedudukan fungsi-fungsi klausa atau frasa tersebut sudah bergabung menjadi satu kesatuan fungsi dalam percampuran tersebut.

(38)

Dijelaskan lebih lanjut, Chaer dan Agustina (2010: 114) mengatakan bahwa di dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja, tanpa fungsi atau keotonomiannya sebagai kode. Misalnya seorang penutur yang berbahasa Indonesia banyak menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya, bisa dikatakan bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan. Jadi, fungsi keotonomian sebuah kode dalam campur kode tidak ada. Maksudnya frasa dan klausa yang merupakan wujud campur kode memiliki struktur gramatikal yang sudah bergabung dengan bahasa yang dicampurinya.

Pendapat lain, menurut Kridalaksana (2008: 40), campur kode merupakan penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa kebahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa termasuk di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan. Kegunaan campur kode untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tuturan. Wujud campur kode itu berupa pemakaian kata, klausa, idiom, dan sapaan.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa campur kode adalah menyisipkan suatu unsur-unsur bahasa lain ketika sedang memakai bahasa tertentu. Adapun masing-masing unsur tersebut tidak lagi mendukung fungsi-fungsi sendiri. Artinya, fungsi

(39)

gramatikal unsur yang mencampurinya sudah bergabung dengan unsur yang dicampurinya. Kegunaan campur kode tersebut adalah memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa.

b. Jenis-jenis campur kode

Suwito (1983: 75-76) membedakan campur kode menjadi dua yaitu campur kode ke dalam dan campur kode ke luar.

1) Campur kode ke dalam (inner code mixing) yaitu campur kode bersumber dari bahasa asli dengan berbagai variasinya. Misalnya, apabila seorang penutur menyisipkan unsur-unsur bahasa daerahnya ke dalam bahasa nasional, unsur dialeknya ke dalam bahasa daerahnya atau unsur-unsur ragam dan gaya ke dalam dialeknya. Penyisipan demikian juga dapat menunjukkan identifikasi peranan tertentu, identifikasi register tertentu atau keinginan dan tafsiran tertentu. Campur kode dengan unsur-unsur bahasa daerah menunjukkan si penutur cukup kuat rasa daerahnya atau ingin menunjukkan kekhasan daerahnya. Bercampur kode dengan unsur-unsur dialek Jakarta dapat member kesan bahwa penutur termasuk ‘orang metropolitan’, bukan lagi ‘orang udik’, telah ke luar dari lingkungannya yang sempit.

2) Campur kode ke luar (outer code mixing) yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa asing. Misalnya, campur kode dengan bahasa Arab memberi kesan bahwa dia penutur merupakan orang muslim, taat beribadah atau pemuka agama Islam.

(40)

c. Ciri-ciri campur kode

Menurut Suwito (1983: 75), terdapat ciri-ciri dari gejala campur kode adalah sebagai berikut.

1) Hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan

Dalam hal tersebut peranan mempunyai maksud siapa yang menggunakan bahasa itu, sedangkan fungsi kebahasaan berarti apa yang hendak dicapai oleh penutur dengan tuturannya. Jika seorang penutur dalam penuturannya bercampur kode, maka perlu dipertanyakan lebih dulu siapakah dia. Dalam hal ini sifat-sifat khusus penutur (misalnya latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan) sangat penting. Di pihak lain fungsi kebahasaan menentukan sejauh mana bahasa yang dipakai oleh penutur member kesempatan untuk melakukan campur kode.

2) Unsur-unsur bahasa atau variasi-variasinya yang menyisip di dalam bahasa lain tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri

Maksud dari unsur-unsur bahasa atau variasi-variasinya yang menyisip di dalam bahasa lain tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri adalah unsur-unsur itu telah menyatu dengan bahasa yang disisipi. Dengan kata lain secara keseluruhan unsur tersebut telah mendukung dalam satu fungsi.

d. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode

Suwandi (2008: 95) menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode antara lain: (1) partisipan

(41)

mempunyai latar belakang bahasa ibu yang sama, (2) adanya keinginan penutur untuk memperoleh ungkapan yang “pas”, (3) kebiasaan dan kesantaian peserta tindak tutur dalam berkomunikasi. Campur kode dapat terjadi karena antara penutur dan lawan tutur mempunyai bahasa ibu yang sama. Kesamaan bahasa ibu tersebut akan mempermudah dalam komunikasi karena antara penutur dan lawan tutur saling memahami makna tuturannya. Selanjutnya, campur kode terjadi karena tidak ada istilah yang sesuai dengan bahasa yang sedang digunakan. Setelah itu campur kode terjadi juga karena situasi yang santai.

Pendapat lain, menurut Suwito (1983: 77), faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode antara lain identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan. Identifikasi peranan adalah sosial, registral, dan edukasional. Identifikasi ragam ditentukan oleh bahasa dimana seorang penutur melakukan campur kode yang akan menempatkan dia di dalam hierarkhi status sosialnya. Keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan nampak karena campur kode juga menandai sikap dan hubungannya terhadap orang lain, dan sikap dan hubungan orang lain terhadapnya. Oleh karena itu, identifikasi peran meliputi status sosial, pendidikan serta golongan dari penutur bahasa tersebut. Identifikasi ragam ditentukan oleh bahasa yang digunakan oleh penutur pada saat melakukan campur kode, ragam tersebut akan menentukan kedudukan pada status sosial.

(42)

Penulis menyimpulkan bahwa campur kode terjadi karena beberapa faktor. Hal ini merupakan faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode persamaan bahasa ibu, mendapatkan ungkapan yang sesuai, kebiasaan dan kesantaian peserta tutur, identifikasi peranan, identifikasi ragam, keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan.

e. Wujud campur kode

Suwito (1993: 78-80) menjelaskan bahwa wujud campur kode yaitu campur yang berwujud kata, frasa, baster, perulangan kata, idiom, klausa.

1) Campur kode yang berwujud kata

Kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atu dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa, atau deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi dan mempunyai arti (Chaer, 1994: 164). Kata merupakan susunan dari deretan-deretan huruf yang terletak di antara dua spasi dan deretan tersebut mempunyai makna tertentu yang merupakan hasil perwujudan pikiran dan perasaan penutur. Campur kode berwujud kata merupakan penyisipan unsur kata suatu bahasa ke dalam bahasa lain.

2) Campur kode yang berwujud frasa

Frasa merupakan satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat non predikatif atau gabungan kata yang mengisi

(43)

salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 1994: 222). Frasa merupakan gabungan dari kata yang tidak mengandung unsur predikat. Unsur yang ada dalam frasa tidak dapat mengisi unsur lainnya. Misalnya unsur S saja, unsur O saja, unsur pelengkap saja, atau unsur K saja.

Senada dengan pendapat Kridalaksana (2008: 66), frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif; gabungan itu dapat rapat, dapat renggang. Jadi, batasan frasa tidak melebihi unsur yang terkandung di dalam klausa. Frasa bisa terbentuk lebih dari dua kata tetapi hal tersebut tidak mengandung unsur predikat.

Berdasarkan pendapat di atas, frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang bersifat non predikatif yang susunannya tidak melebihi batas fungsi klausa. Cmpur kode berwujud kata merupakan penyisipan dua kata atau lebih suatu bahasa satu ke dalam bahasa lainnya yang tidak mengandung unsur predikat. Selain itu tidak melebihi batas fungsi klausa.

3) Campur kode yang berwujud baster

Baster merupakan hasil proses afiksasi suatu bahasa dengan unsur-unsur bahasa dari bahasa lain. Misalnya afiksasi bahasa Indonesia dengan unsur-unsur bahasa dari bahasa Jawa atau sebaliknya.

(44)

Proses afiksasi disebut juga dengan proses imbuhan. Menurut Chaer (1994: 177), Afiksasi merupakan proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) bentuk dasar, (2) afiks atau imbuhan, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Proses afiksasi terbentuk jika ada kata dasar yang ditempeli imbuhan baik di depan, tengah atau di belakang dari suatu unsur bahasa ke dalam unsur bahasa lain untuk membentuk suatu kata baru.

4) Campur kode yang berwujud perulangan kata

Campur kode yang berwujud perulangan kata merupakan mengulang kata lebih dari satu kali (reduplikasi). Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi (Chaer, 2014: 182).

5) Campur kode yang berwujud idiom

Idiom merupakan satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ‘diramalkan’ dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal (Chaer, 2014: 296).

Kridalaksana (2008: 90) mengungkapkan bahwa idiom adalah konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain, konstruksi maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya.

(45)

Jelaslah bahwa idiom terbentuk dari gabungan beberapa kata untuk membentuk makna yang baru. Masing-masing kata tersebut mempunyai makna yang berbeda.

6) Campur kode yang berwujud klausa

Klausa merupakan satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subyek dan predikat, dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat (Kridalaksana, 2008: 124). Dapat disimpulkan bahwa klausa tersusun atas predikat. Jika dikembangkan maka klausa akan membentuk suatu kalimat.

Dijelaskan lebih lanjut, menurut Khairah dan Ridwan (2014: 86), klausa mengandung suatu proses, perbuatan, atau keadaan, sedangkan frasa tidak. Jelaslah bahwa susunan kelompok kata yang ada di dalam klausa menggambarkan suatu perpindahan atau perubahan. Hal tersebut merupakan pergerakan suatu perbuatan atau keadaan. 6. Perbedaan dan Persamaan Alih Kode dan Campur Kode

Persamaan alih kode dan campur kode adalah kedua peristiwa ini lazim terjadi dalam masyarakat multilingual dalam menggunakan dua bahasa atau lebih. Namun terdapat perbedaan yang cukup nyata, yaitu alih kode terjadi dengan masing-masing bahasa yang digunakan masih memiliki otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan disengaja, karena sebab-sebab tertentu sedangkan campur kode adalah sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan memiliki fungsi dan otonomi. Sebagai contoh, penutur menggunakan bahasa dalam peristiwa tutur

(46)

menyisipkan unsur bahasa Jawa, sehingga tercipta bahasa Indonesia kejawa-jawaan.

Chaer dan Agustina, 2010: 114-115) membedakan alih kode dan campur kode dengan apabila dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Akan tetapi, jika dalam suatu peristiwa tutur klausa dan frasa yang digunakan terdiri dari klausa dan frasa campuran dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alih kode dan campur kode mempunyai persamaan ialah menggunakan dua bahasa atau lebih atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur, sedangkan perbedaan alih kode dan campur kode ialah jika terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain maka disebut alih kode dan apabila masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri maka disebut campur kode.

7. Radio

Menurut Sunarjo (1995: 277), radio adalah keseluruhan sistem gelombang suara yang dipancarkan dari satu stasiun dan kemudian dapat diterima oleh berbagai pesawat penerima seperti rumah, kapal, dan mobil. Media radio banyak dipilih masyarakat karena dalam kenyataannya mendengarkan radio tidak menyita waktu. Radio merupakan media massa

(47)

yang mudah dan murah, karena hanya dengan membeli perangkat radio tanpa harus membayar iuran, hiburan dan informasi bisa didapatkan.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Sunarjo (1995: 278) bahwa radio juga memiliki kekuatan yaitu:

a. radio memungkinkan partisipasi audience atau seolah-olah audience menyaksikan sendiri suatu kejadian yang sedang disiarkan,

b. para pendengar seolah-olah memperoleh suatu acara untuk keperluan pribadi,

c. komunikasi melalui radio seolah-olah mewakili komunikasi tatap muka (face-to-face communication),

d. bahwa radio dapat menyebarkan berita lebih cepat disbanding dengan media massa yang lain (pers, televisi, dan film),

e. setiap pendengar radio mungkin merasa bahwa salah satu dari sekian banyak anggota kelompok pendengar radio yang jumlahnya sangat besar.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa radio adalah sistem gelombang suara yang dipancarkan dari satu stasiun ke berbagai pesawat penerima. Radio juga merupakan media massa yang banyak diminati masyarakat karena penggunaannya yang mudah, harganya murah, tidak menyita waktu dan tempat, serta mempunyai banyak kelebihan seperti memberi hiburan bagi pendengarnya.

(48)

8. Iklan

a. Pengertian Iklan

Menurut KBBI (Dendy Sugono dkk, 2008: 521), disebutkan bahwa iklan adalah berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) tentang barang atau jasa yang ditawarkan. Senada dengan pendapat di atas, Mulyana (2005: 64) menjelaskan bahwa umumnya, iklan dipasang di media massa, baik cetak maupun elektronik. Perbedaan antara iklan dengan informasi atau pengumuman biasa terletak pada ragam bahasa, retorika penyampaian, dan daya persuasi yang diciptakan. Pada iklan, bahasanya distrategikan agar berdaya persuasi, yaitu mempengaruhi masyarakat agar tertarik dan membeli.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa iklan adalah berita pemasaran dan penyampaian informasi tentang barang dan jasa dengan menggunakan media non personal yang dibayar. Iklan bersifat mengajak, mendorong dan mempengaruhi seseorang agar tertarik dan membeli barang dan jasa yang ditawarkan.

b. Bahasa Iklan

Pada umumnya iklan dirancang untuk menarik perhatian konsumen agar membeli atau menggunakan barang atau jasa yang ditawarkan. Untuk itu, peran bahasa sangatlah penting. Dengan bahasa yang menarik, indah dan sesuai dengan sasaran yang hendak dicapai akan lebih mudah di mengerti.

(49)

Sebagai bentuk wacana, bahasa iklan memiliki ciri dan karakter tertentu. Dalam iklan, penggunaan bahasa menjadi salah satu aspek penting bagi keberhasilan iklan. Oleh karena itu, bahasa iklan harus mampu menjadi manifestasi atau presentasi dari hal yang diinginkan pihak pengiklan kepada masyarakat luas. Tujuannya ialah untuk mempengaruhi masyarakat agar tertarik dengan sesuatu yang diiklankan.

Bahasa iklan memegang peranan sangat vital dalam menyampaikan maksud iklan itu sendiri. Di media elektronik, seperti televise misalnya, terkadang ditemukan iklan yang minim bahasa. Gejala itu tidak dengan sendirinya menafikkan pentingnya bahasa dalam iklan. Persoalan sedikit banyaknya bahasa yang digunakan hanya berkutat pada pemahaman tentang aspek mana yang lebih perlu untuk ditonjolkan dalam iklan, gambar atau bahasa verbal.

Pada kenyataannya, bahasa (iklan) sebagai kenyataan sosial (social reality) telah ikut mempengaruhi masyarakat dalam menentukan pandangan, gagasan, dan perilaku mereka. Bahasa iklan yang terus-menerus didengar akan merasuk dan mengkristal di dalam pikiran dan jiwa masyarakat. Akibatnya, hal yang diiklankan akan secara otomatis dimunculkan tatkala seorang menghadapi sesuatu persoalan” (Mulyana, 2005: 65).

Di samping bahasa yang wajib mendapat perhatian, ada pedoman kebahasaan yang digunakan untuk bahasa iklan, yaitu:

(50)

mudah dipahami konsumen, sederhana bahasanya dan jernih pengutaraannya, tanpa kalimat majemuk, kalimatnya aktif, bukan kalimat pasif, padat dan kuat bahasanya, positif bahasanya, bukan bahasa negatif. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa iklan adalah bahasa yang memegang peranan penting dalam penyampaian maksud dari iklan yang disampaikan/ditawarkan serta dapat mempengaruhi masyarakat luas. Bahasa iklan tersebut harus menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dapat diterima oleh masyarakat.

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian “Analisis Alih Kode dan Campur Kode dalam Iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang” adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif adalah suatu proses penelitian yang dialami suatu subjek penelitian yang digambarkan apa adanya dan tidak memanfaatkan perhitungan angka atau dilakukan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata atau bahasa. Ismawati (2011: 112) berpendapat bahwa data deskriptif kualitatif yakni digambarkan dengan kata-kata atau kalimat dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Kualitatif berarti hasil temuannya tidak diperoleh dengan cara yang bisa diperhitungkan. Data dalam penelitian ini berupa uraian kata-kata dan tidak menggunakan data statistik.

Hal ini sejalan dengan Moleong (2015: 6) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi tindakan dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu proses penelitian yang berdasarkan pada metodologi

(52)

yang meneliti fenomena dan masalah sosial. Penelitian dilakukan dengan membuat suatu gambaran kompleks dengan meneliti kata-kata maupun satuan kata dari informan dan melakukannya pada situasi yang alami. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif karena data yang dikaji dan diteliti berupa kata-kata / satuan kata dari tingkat tutur bahasa yang menyebabkan adanya alih kode dan campur kode dalam iklan di Radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang.

B. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian menurut Arikunto (2014: 188) adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Subjek dalam penelitian ini adalah iklan di radio Merapi Indah FM Kabupaten Magelang.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian menurut Arikunto (2014: 161) merupakan apa yang menjadi pusat perhatian suatu penelitian. Objek dalam penelitian ini adalah kutipan-kutipan alih kode dan campur kode yang terdapat di dalam iklan di radio Merapi Indah FM Kabupaten Magelang.

C. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah bulan Agustus 2016 hingga Januari 2017. Dimulai dengan persiapan penelitian sampai pemerolehan data

(53)

yang diperlukan dalam iklan radio maka waktu penelitian kurang lebih 6 bulan. Deskripsi tersebut dapat dirangkum dalam tabel berikut.

Tabel 1

Distribusi Waktu Penelitian

No Waktu Agust Sept Okt Nov Des Jan

1 Penulisan Proposal 2 Pengambilan Data 3 Pengolahan Data 4 Analisis Data 5 Penulisan Laporan

D. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2014: 224), teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang diterapkan.

Hal ini senada dengan Sugiyono, pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak. Menurut Mahsun (2014: 92), istilah menyimak tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga secara tertulis. Metode simak memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap.

(54)

Teknik sadap adalah menyadap penggunaan bahasa dari objek penelitian. Caranya dengan segenap kemampuan dan pikiran menyadap pemakaian bahasa di masyarakat. Teknik ini dipakai untuk mendapatkan data dari informan secara spontan dan wajar. Kemudian teknik lanjutannya sebagai berikut.

1. Teknik Rekam

Menurut Sudaryanto (2015: 135), teknik rekam ialah merekam pemakaian bahasa yang bersifat spontan. Pelaksanaan merekam itu sudah barang tentu harus dilakukan sedemikian sehingga tidak mengganggu kewajaran proses kegiatan pertuturan yang sedang terjadi sehingga dalam prakteknya, kegiatan merekam itu cenderung dilakukan tanpa sepengetahuan penutur sumber data atau pembicara.

2. Teknik Catat

Menurut Sudaryanto (2015: 135), teknik catat ialah memperoleh data dengan mencatat data kebahasaan atau istilah-istilah yang relevan sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian. Teknik catat dalam penelitian ini adalah mencatat penggunaan bahasa atau mentranskripsi penggunaan bahasa lisan menjadi data tulis yang sesuai dengan kenyataan. Pencatatan itu dapat dilakukan langsung ketika teknik pertama atau kedua selesai digunakan atau sesudah perekaman dilakukan, dan dengan alat tulis tertentu.

Dalam hal ini peneliti menyimak seluruh iklan yang disiarkan di Radio Merapi Indah FM Kabupaten Magelang tanpa ikut berpatisipasi

(55)

didalamnya. Peneliti mendengarkan seluruh iklan di Radio Merapi Indah FM dan merekamnya dengan menggunakan handphone.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan metode yang digunakan. Metode simak menggunakan teknik lanjutan berupa, teknik rekam dengan menggunakan alat bantu handphone dan teknik catat pada kartu kata.

E. Instrumen Penelitian

Menurut Arikunto (2010: 203), instrumen penelitian ialah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Instrumen penelitian meliputi instrumen utama dan instrumen bantu. Disebut sebagai instrumen utama karena instrumen tersebut yang paling dominan dalam penelitian khususnya dalam pencarian data. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Menurut Sugiyono (2014: 222), peneliti itu sendiri sebagai instrumen juga harus divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya.

(56)

Instrumen bantu berguna untuk memperlancar jalannya penelitian. Adapun instrumen bantu dalam penelitian ini adalah handphone dan nota pencatat data/kartu data beserta alat tulisnya. handphone digunakan untuk merekam seluruh iklan yang disiarkan di Radio Merapi Indah FM Magelang pada bulan Juli 2016 dan nota pencatat/kartu data digunakan untuk menulis data yang sudah diperoleh.

F. Teknik Analisis Data

Ismawati (2011: 20) menjelaskan analisis data adalah proses yang digunakan untuk mengurutkan dan mengorganisasikan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga melalui proses tersebut dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data tersebut. Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah analisis wacana. Analisis wacana merujuk pada upaya mengkaji analisis wacana tentang satuan-satuan kebahasaan yang lebih luas serta mengkaji tentang pengaturan bahasa di antaranya klausa dan kalimat, seperti pertukaran atau percakapan atau bahasa tulis. Analisis wacana juga harus memperhatikan interaksi antarpenutur (Mulyana, 2005: 69).

Metode ini dilakukan sebagai prosedur penelitian yang menggambarkan keadaan atau fakta tentang adanya bentuk alih kode dan campur kode dalam iklan radio Merapi Indah FM Kabupaten Magelang.

Langkah-langkah yang peneliti lakukan dalam menganalisis data penelitian ini adalah:

(57)

1. menganalisis data-data yang telah diperoleh dari media komunikasi tersebut yang berkaitan dengan titik perhatian dalam penelitian ini;

2. data yang dikumpulkan diidentifikasikan dan diklasifikasikan berdasarkan bentuk alih kode dan campur kode yang berupa kata, frasa, klausa, idiom, pengulangan kata, baster pada iklan radio.

G. Penyajian Hasil Analisis

Dalam penyajian hasil analisis digunakan metode informal. Sudaryanto (2015: 145) menyatakan bahwa metode penyajian informal merupakan perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa meskipun dengan terminology yang bersifat teknis. Dengan demikian, dalam penyajian hasil analisis pada penelitian “Analisis Alih Kode dan Campur Kode dalam Iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang” menggunakan perumusan dengan kata-kata biasa yang lebih terperinci sehingga mudah untuk dipahami.

(58)

BAB IV

PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN

A. Penyajian Data

Penulis akan menyajikan data penelitian terlebih dahulu sebelum membahas data yang telah ditemukan. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui pencapaian tujuan penelitian dan hasil akhir penelitian. Data-data tersebut menjelaskan adanya beberapa peristiwa alih kode dan campur kode dalam Iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang.

Seperti yang telah penulis uraikan di atas, data penelitian ini adalah tuturan dalam iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang. Setelah penulis analisis tuturan dalam iklan tersebut, ditemukan 5 peristiwa alih kode dan 41 peristiwa campur kode. Peristiwa alih kode berupa alih bahasa. Alih bahasa meliputi: alih bahasa Jawa ke bahasa Indonesia, alih bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Adapun peristiwa campur kode terdiri dari: 1) penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata; 2) penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa; 3) penyisipan unsur-unsur yang berwujud pengulangan kata; 4) penyisipan unsur yang berwujud baster; 5) penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa.

Untuk lebih jelasnya, berikut adalah tabel penyajian data hasil penelitian ini tentang alih kode dan campur kode dalam iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang. Wujud alih kode dalam iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang akan dikaji meliputi wujud alih

(59)

kode, berupa: alih bahasa Jawa ke bahasa Indonesia, alih bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Adapun wujud campur kode dalam iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang akan dikaji meliputi wujud campur kode, terdiri campur kode berupa kata, campur kode frasa, campur kode klausa, campur kode pengulangan kata, campur kode baster. Hal tersebut diuraikan di bawah ini.

1. Alih kode

Dari data tuturan dalam iklan Radio Merapi Indah 104.9 FM Kabupaten Magelang, ditemukan peristiwa alih kode berjumlah 5 bentuk alih kode. Peristiwa alih kode tersebut dipaparkan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2 Wujud Alih Kode

No. Tuturan Keterangan

1. Penutur I : “Ehh bu”. Penutur II : “Apa?”

Penutur I : “Tak kandani”. Penutur II : “Kosek!”

Penutur I : “Sekarang kalau mau belanja di HS

Toserba aja komplit-plit bu.

Pakaian anak sampai dewasa,

perlengkapan bayi klontong

sembako semua lengkap, alat tulis

Alih kode antarbahasa dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia

Gambar

Tabel 2  Wujud Alih Kode

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data, disimpulkan bahwa: (1) Bentuk campur kode dalam tuturan bahasa Jawa peyiar acara Hello Dangdut (HelDa) radio Wijang Songko FM di

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan analisis alih kode dan campur kode pada tuturan kru bus jurusan Solo - Semarang yaitu (1) wujud alih kode yang meliputi alih

Peristiwa di samping adalah peristiwa campur kode klausa bentuk dialog yang dilakukan tokoh Fadhil, masuknya unsur bahasa Arab ‗jazakallah‘ ke dalam tuturan bahasa

Tuturan “diberesin” (166) dalam situasi 6 merupakan peristiwa campur kode “berwujud kata” karena kata “diberesin” merupakan satuan bahasa yang dapat berdiri

Pada tuturan di atas mengalami campur kode berbentuk baster yang dilakukan penyiar radio musik Radio Most FM Malang. Hal tersebut dikarenakan serpihan yang disisipkan merupakan

Bentuk campur kode penyisipan unsur kata yakni: (1) penyisipan unsur kata bahasa Indonesia 98 tuturan, (2) penyisipan unsur kata bahasa Inggris 76 tuturan,

Campur kode dalam tuturan penjual dan pembeli di Pasar Tradisional Mantingan Kabupaten Ngawi Jawa Timur dapat dikategorikan ke dalam tiga karakteristik, yaitu karakteristik campur kode

Campur kode yang digunakan pada siaran radio 95,9 El John FM Palembang dalam program Hangout berupa penyisipan serpihan bahasa Inggris ke dalam struktur bahasa Indonesia, bahasa