BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemerintah Daerah
Pemerintahan daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah
otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah, merupakan penyelenggara
pemerintah daerah otonomi. Oleh karena wilayah negara kesatuan Republik
Indonesia dibagi menjadi daerah propinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota
maka pemerintah daerah terdiri atas gubernur, bupati, dan walikota,
masing-masing beserta perangkatnya (Halim, 2007).
Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintah Pusat. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah
dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah
diatur dalam undang-undang. Pemerintahan daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur, Bupati, dan
Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi,
Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis (Wikipedia, 2009).
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota,
diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang (Wikipedia, 2009).
2.2 Keuangan Daerah
Faktor keuangan merupakan faktor yang penting dalam mengukur
tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan
keuangan daerahlah yang menentukan bentuk dan ragam yang akan dilakukan
oleh pemerintah daerah. Kriteria penting untuk mengetahui secara nyata,
kemampuan daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri adalah
kemampuan “self supporting” dalam bidang keuangan. Halim (2007)
mengungkapkan bahwa kemampuan pemda dalam mengelola keuangan
daerah dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
yang langsung maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan pemda
dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan sosial masyarakat. Selanjutnya untuk mengukur kemampuan
keuangan pemda adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap
APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya.
Keuangan daerah secara sederhana dapat diartikan sebagai semua hak
dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah
sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi
serta pihak-pihak lain sesuai denganketentuan/peraturan perundangan yang
Dari pengertian tersebut di atas dapat dilihat bahwa dalam keuangan
daerah terdapat dua unsur penting yaitu :
1. Semua hak dimaksudkan sebagai hak untuk memungut pajak daerah,
retribusi daerah dan/atau penerimaan dan sumber-sumber lain sesuai
ketentuan yang berlaku merupakan penerimaan daerah sehingga
menambah kekayaan daerah;
2. Kewajiban daerah dapat berupa kewajiban untuk membayar atau
sehubungan adanya tagihan kepada daerah dalam rangka pembiayaan
rumah tangga daerah serta pelaksanaan tugas umum dan tugas
pembangunan oleh daerah yang bersangkutan.
Pemerintah Daerah di dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan memerlukan sumber dana/modal untuk
membiayai pengeluaran pemerintah tersebut (government expenditure)
terhadap barang-barang publik (publik goods) dan jasa pelayanannya.
Menurut Kunarjo dalam Susantih dan Saftiana, 2008) bahwa untuk
melaksanakan pembangunan prasarana, pemerintah daerah dapat membiayai
dari sumber pendapatan asli daerah, dana perimbangan maupun pinjaman
daerah. Karena kecilnya pendapatan asli daerah dibanding dengan kebutuhan
pembangunan maka dalam beberapa hal pemerintah daerah memerlukan
pinjaman untuk digunakan pada proyek-proyek yang dapat menghasilkan
2.3 Kinerja Keuangan Daerah
Organisasi sektor publik (Pemerintah) merupakan organisasi yang
bertujuan memberikan pelayanan publik kepada masyarakat dengan
sebaik-baiknya, misalnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, keamanan,
penegakan hukum, transportasi dan sebagainya. Pelayanan publik diberikan
karena masyarakat merupakan salah satu stakeholder organisasi sektor publik.
Sehingga pemerintah tidak hanya menyampaikan laporan
pertanggungjawaban kepada pemerintah pusat saja, tetapi juga kepada
masyarakat luas. Oleh karena itulah diperlukan sistem pengukuran kinerja
yang bertujuan untuk membantu manajer publik untuk menilai pencapaian
suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem
pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi
(Susantih dan Saftiana, 2008).
Pengukuran kinerja (performance measurenment) adalah suatu
indikator keuangan atau non keuangan dari suatu pekerjaan yang
dilaksanakan atau hasil yang dicapai dari suatu aktivitas, suatu proses atau
suatu unit organisasi. Pengukuran kinerja merupakan wujud akuntabilitas
dimana penilaian yang lebih tinggi menjadi tuntutan yang harus dipenuhi,
data pengukuran kinerja dapat menjadi peningkatan program selanjutnya
(Florida, 2006).
Penilaian kinerja ( performance appraisal ) pada dasarnya merupakan
faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan
efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber
bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan,
melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang
bagaimana kinerja lembaga (Rusydi, 2010).
Keuangan daerah mempunyai arti yang sangat penting dalam rangka
pelaksanaan pemerintahan dan kegiatan pembangunan oleh pelayanan
kemasyarakatan di daerah. Oleh karena itu keuangan daerah diupayakan
untuk berjalan secara berdaya guna dan berhasil guna (Suprapto, 2006).
Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah kemampuan suatu daerah
untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam
memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan,
pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan tidak
tergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan
di dalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat daerah
dalam batas-batas yang ditentukan peraturan perundang-undangan (Syamsi,
dalam Susantih dan Saftiana, 2008).
Penggunaan analisis rasio keuangan sebagai alat analisis kinerja
keuangan secara luas telah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat
komersial, sedangkan pada lembaga publik khususnya pemerintah daerah
masih sangat terbatas sehingga secara teoritis belum ada kesepakatan yang
bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Dalam rangka pengelolaan
keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan
akuntabel, analisis rasio keuangan terhadap pendapatan belanja daerah perlu
dilaksanakan (Mardiasmo, 2002). Beberapa rasio keuangan yang dapat
yaitu rasio kemandirian, rasio efektifitas terhadap pendapatan asli daerah,
rasio efisiensi keuangan daerah dan rasio keserasian.
Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan ukuran untuk mengetahui
kemampuan pemerintah daerah dalam mengatur rumah tangganya sendiri
(Syamsi, dalam Susantih dan Saftiana, 2008).
1. Kemampuan struktural organisasinya.
Struktur organisasi Pemerintah Daerah harus mampu menampung
segala aktivitas dan tugas-tugas yang menjadi beban dan tanggung
jawabnya, jumlah unit-unit beserta macamnya cukup mencerminkan
kebutuhan, pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang cukup
jelas.
2. Kemampuan aparatur Pemerintah Daerah
Aparat Pemerintah Daerah harus mampu menjalankan tugasnya
dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Keahlian, moral,
disiplin dan kejujuran saling menunjang tercapainya tujuan yang
diidam-idamkan oleh daerah.
3. Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat
Pemerintah Daerah harus mampu mendorong agar masyarakat mau
berperan serta dalam kegiatan pembangunan.
4. Kemampuan keuangan daerah
Pemerintah Daerah harus mampu membiayai semua kegiatan
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sebagai pelaksanaan
kemampuan keuangan daerah harus mampu mendukung terhadap
pembiayaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam
mengelola keuangan daerahnya adalah dengan mel aksanakan analisis rasio
terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya . Hasil analisis
rasio keuangan ini selanjutnya digunakan untuk tolok ukur dalam (Suprapto,
2006):
a. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelengggaraan
otonomi daerah.
b. Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan
daerah.
c. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan
pendapatan daerahnya.
d. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendaptan dalam pembentukan
pendapatan daerah.
e. Melihat pertumbuhan atau perkembangan perolehan pendapatan dan
pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu.
Adapun pihak-pihak yang berkepentingan dengan rasio keuangan
pemda (Halim, 2007) adalah :
1. DPRD sebagai wakil dari pemilik daerah (masyarakat).
2. Pihak Eksekutif sebagai landasan dalam menyusun APBD berikutnya.
3. Pemerintah pusat/provinsi sebagai masukan dalam membina pelaksanaan
4. Masyarakat dan kreditur, sebagai pihak yang akan turut memiliki saham
pemda, bersedia memberi pinjaman maupun membeli obligasi.
2.4 Kerangka Pemikiran
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah merupakan satu kesatuan
yang tak dapat dipisahkan dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan masyarakat. Misi utama dari UU 22/1999 dan UU 25/1999 bukan
sekedar keinginan untuk melimpahkan kewenangan dan pembiayaan dari
Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, tetapi yang lebih penting adalah
keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber
daya keuangan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan
pelayanan kepada masyarakat. Semangat desentralisasi, demokratisasi,
transparansi, dan akuntabilitas harus acuan dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan pada umumnya dan proses pengelolaan keuangan Pemerintah
Daerah pada khususnya (Sidik, 2002).
Pemerintah Daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan
efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan
pembangunan. Sumber daya keuangan inilah yang merupakan salah satu
dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam
mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan demikian masalah keuangan
merupakan masalah penting dalam setiap kegiatan pemerintah di dalam
mengatur dan mengurus rumah tangga daerah karena tidak ada kegiatan
merupakan faktor penting di dalam mengukur tingkat kemampuan daerah
dalam melaksanakan otonominya. Kemampuan daerah yang dimaksud dalam
pengertian tersebut adalah sampai seberapa jauh daerah dapat menggali
sumber-sumber keuangan sendiri guna membiayai kebutuhannya tanpa harus
selalu menggantungkan diri pada bantuan dan subsidi Pemerintah Pusat
(Pamudji dalam dalam Susantih dan Saftiana, 2008).
Pelaporan keuangan pemerintah pada umumnya hanya menekankan
pada pertanggung jawaban apakah sumber yang diperoleh sudah digunakan
sesuai dengan anggaran atau perundang-undangan yang berlaku. Dengan
demikian pelaporan keuangan yang ada hanya memaparkan informasi yang
berkaitan dengan sumber pendapatan pemerintah, bagaimana penggunaannya
dan posisi pemerintah saat itu (Suprapto, 2006).
Susantih dan Saftiana (2008) melakukan penelitian tentang
perbandingan indikator kinerja keuangan pemerintah Propinsi Se-Sumatera
Bagian Selatan. Penelitian ini menemukan bukti bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan kinerja keuangan pemerintah daerah pada lima Propinsi
Sumatera Bagian Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa ke-lima propinsi
se-Sumatera Bagian Selatan mempunyai kebijakan keuangan yang hampir serupa
antar satu dengan yang lain.
Berdasarkan uraian diatas maka kerangka pemikiran dari penelitian ini
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.5 Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitian yang diajukan
adalah:
H1 = Terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan
pemerintah Kabupaten Banyumas dan Cilacap.
H2 = Terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan
pemerintah Kabupaten Banyumas dan Kebumen.
H3 = Terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan
pemerintah Kabupaten Banyumas dan Banjarnegara.
H4 = Terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan
pemerintah Kabupaten Banyumas dan Purbalingga.
H5 = Terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan
pemerintah Kabupaten Cilacap dan Kebumen.
H6 = Terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan
pemerintah Kabupaten Cilacap dan Banjarnegara. Kinerja Keuangan
• Kemandirian
• Efektifitas
• Keserasian
• Debt Service
Coverage Ratio Kabupaten
Barlingmascakeb
H7 = Terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan
pemerintah Kabupaten Cilacap dan Purbalingga.
H8 = Terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan
pemerintah Kabupaten Kebumen dan Banjarnegara.
H9 = Terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan
pemerintah Kabupaten Kebumen dan Purbalingga.
H10 = Terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan