Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai rencana
program investasi infrastruktur Bidang Cipta Karya seperti
rencana pengembangan permukiman, rencana penataan
bangunan dan lingkungan (PBL), rencana pengembangan
sistem penyediaan air minum, dan rencana penyehatan
lingkungan permukiman (PLP). Pada setiap sektor
dijelaskan isu strategis, kondisi eksisting, permasalahan,
dan tantangan daerah, analisis kebutuhan, serta usulan
Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang mencakup 4 (empat) sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.
6.1 Pengembangan Permukiman
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.
6.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
6.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan & Tantangan
A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Kegiatan kajian isu-isu permukiman dan infrastruktur perkotaan adalah kegiatan untuk merumuskan isu pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan berdasarkan kondisi eksisting dan kebijakan yang berlaku. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan melalui data primer maupun sekunder, berikut kondisi eksisting pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan di Kabupaten Lombok Tengah berdasarkan dokumen SPPIP/RP2KP Kabupaten Lombok Tengah:
1. Masalah wilayah kurang berkembang
Kawasan Permukiman Tersebar di setiap pusat-pusat kecamatan dan desa. Persebaran tersebut Sebagian besar di Kawasan Perkotaan Praya dan selebihnya menyebar pada kawasan kota-kota kecamatan. Pada kawasan perkotaan Praya, khusunya di Kelurahan Prapen, Tiwugalih, Praya, Leneng kondisi kerapatan bangunan sangat padat, sebagian besar konstruksi bangunan permanen. Kemudian untuk luar kawasan perkotaan Praya umumnya kondisi permukiman dengan konstruksi bangunan semi permanen sampai temporer.
2. Isu Pengembangan Wilayah
Berikut ini merupakan isu perkembangan sektor bangkim yang ada di Kabupaten Lombok Tengah :
- Keberadaan Bandara Internasional Lombok (BIL) memberikan dampak pertumbuhan kawasan semakin pesat, yang tentunya akan meningkatkan permintaan akan penyediaan perumahan. Pengembangan wilayah untuk menyelesaikan fenomena ini adalah Pengaturan Kawasan Pengembangan permukiman pada zona aman penerbangan. Kemudian arah pengembangan lain adalah relokasi pada kawasan permukiman yang berada terlalu dekat dengan bandara, maupun kawasan konservasi (jalur baypass) yang tidak sesuai dengan ketentuan GSB (Garis Sempadan Bangunan).
- Kawasan Perkotaan Praya terdapat Bendungan Batujai yang potensial di kembangkan sebagai kawasan wisata maupun budidaya perikanan air tawar. Arah pengembangan kedepan diantaranya adalah Mempertegas aturan dan pelaksanaan zona konservasi bendungan; relokasi / penataan kawasan permukiman sekitar bendungan; relokasi kandang kolektif/ penataan kadang kolektif; pengembangan, perbaikan dan penataan jalan-jalan inspeksi sekitar bendungan; dan Pengembangan kawasan wisata di beberapa titik area bendungan yang potensial - Kawasan Perkotaan Praya terdapat kawasan yang memiliki nilai historis tinggi,
seperti Lapangan Bolet (Bundar), Masjid Jami’ dan sekitarnya (di kelurahan Prapen).
Kebutuhan pengembangan dari adanya isu pembangunan kawasan perkotaan praya diantaranya adalah Revitalisasi kawasan Lapangan Bolet dan sekitarnya; Penataan Kawasan permukiman dengan memberikan Landmark sebagai identitas kawasan; dan Penataan kawasan sekita pasar lama.
- Kawasan Pantai Kuta dan sekitarnya memiliki pemandangan yang indah, namun pada kawasan pesisirnya yang merupakan area konservasi banyak terdapat permukiman yang menghalangi view dan mengurangi keindahan pantai. Kebutuhan pengembangan ini diantaranya adalah Relokasi Permukiman di sekitar kawasan sempadan pantai; Penataan Kawasan Pantai Kuta dan Sekitarnya serta penyediaan lahan bagi masyarakat untuk berjualan guna menunjang kegiatan ekonomi masyarakat sekitarnya; dan Program-program pelatihan dalam bidang kepariwisataan, perikanan kelautan dan home industry bagi masyarakat guna menunjang perekonomian masyarakat sekitar.
3. Isu Lingkungan
Berikut ini merupakan isu lingkungan yang terdapat pada sektor bangkim yang ada di Kabupaten Lombok Tengah :
- Lahan yang terdapat di Kabupaten Lombok Tengah didominasi oleh Tanah Lempung dan Mudah bergerak. Hal ini berpengaruh terhadap pengembangan lahan yang akan digunakan sebagai sarana untuk pengembangan kawasan perkotaan di Lombok Tengah
- Sebagaian Besar lahan yang berada di Kabupaten Lombok Tengah ini merupakan lahan produktif, sehingga terdapat permasalahan mengenai kepentingan pengembangan kawasan perkotaan dan kawasan lahan produksi pertanian.
- Masih adanya daerah-daerah genangan terutama pada kawasan perkotaan Praya - Saluran drainase kawasan perkotaan yang belum optimal
- Di Kawasan Perkotaan Praya khususnya dan Kabupaten Lombok Tengah pada umumnya, Pembuangan air limbah masih di buang ke saluran dan sungai. Belum terlaksananya sistim pembuangan air limbah secara komunal menyebabkan pencemaran sungai ini terjadi, disertai dengan sedimentasi sungai yang belum terkendali.
- Pemukiman yang berkembang secara sporadis dan Masih banyak ditemukan permukiman yang tidak tertata. Pertumbuhan mengenai pembangunan-pembangunan permukiman ini tersebar di setiap pusat-pusat kecamatan dan desa. Persebaran tersebut Sebagian besar di Kawasan Perkotaan Praya dan selebihnya menyebar pada kawasan kota-kota kecamatan. Selain itu, terdapat bangunan-bangunan di kawasan sekitar bantaran sungai yang terkesan kumuh. Kebutuhan pengembangan ini diantaranya adalah Perlu Relokasi terhadap bangunan-bangunan yang berada pada kawasan rawan bencana, pembuatan tanggul pengaman sungai; Diperlukan adanya pengerukan sungai di beberapa lokasi; dan Perlu penghijauan ataupun pembuatan jalan-jalan inspeksi sekitar sungai. Selain itu Diperlukan revitalisasi kawasan pusat Perkotaan Praya (Pertokoan, Lapangan Bundar dan
Kawasan Majid Jami’) yang mempunyai nilai historis.
4. Utilitas perkotaan
Air Bersih
Sanitasi/ Air Limbah
Belum adanya tempat pembuangan air limbah secara komunal (Sanitasi Komunal). Selain itu isu lainnya adalah degradasi kualitas dari Bendungan Batujai sebagai akibat pembuangan air limbah masyarakat secara langsung ke bendungan.
Drainase
Masih adanya daerah-daerah genangan terutama pada kawasan perkotaan Praya. Saluran drainase kawasan perkotaan yang belum optimal. Permasalahan Sanitasi dan Drainase merupakan masalah utama, terutama untuk wilayah perkotaan Praya. Sistem drainase yang menjadi satu dengan pembuangan air limbah mengakibatkan tercemarnya air buangan yang semuanya bermuara di Bendungan Batujai.
Persampahan
Penanganan sampah yang masih bersifat komunal/ masyarakat belum memiliki sistim pengolahan sampah yang baik. Pengangkutan sampah hanya pada kawasan perkotaan Praya. Sementara untuk Perkotaan Praya (Kel. Praya, Prapen, Leneng, Tiwugalih, Jontlak, Semayan belum berjalan optimal, dan belum ada sistim pengelolaan sampah secara terorganisir dari masyarakat.
Jalan Lingkungan
Masih banyaknya jalan-jalan lingkungan dalam kondisi rusak berat dan dengan perkerasan tanah
Tabel 6.1 Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Kabupaten Lombok Tengah
NO ISU STRATEGIS KETERANGAN
1 Wilayah yang Kurang Berkembang
Pengembangan permukiman yang pesat dengan tidak mengacu pada perencanaan tata ruang yang ada akan mengakibatkan timbulnya kawasan kumuh baru.
2 Isu Pengembangan Wilayah Tren pertumbuhan perkotaan di Kabupaten Lombok Tengah sejalan dengan perkembangan bandara Internasional Lombok di Kecamatan Praya.
3 Isu Lingkungan Konversi Lahan Pertanian pada kawasan sekitar bandara Internasional Lombok di Kecamatan Praya.
Penggunaan lahan di sepanjang sempadan sungai dan pantai
Permukiman kumuh 5 Utilitas Perkotaan
NO ISU STRATEGIS KETERANGAN
menyeluruh di kawasan Kab. Lombok Tengah
Sanitasi/Limbah Belum adanya tempat pembuangan air limbah secara komunal.
Selain itu isu lainnya adalah degradasi kualitas dari Bendungan Batujai
Drainase Masih adanya daerah-daerah genangan terutama pada kawasan perkotaan Praya. Saluran drainase kawasan perkotaan yang belum optimal
Persampahan Penanganan sampah yang masih bersifat komunal/ masyarakat belum memiliki sistim pengolahan sampah yang baik.
Sumber: SPPIP Kabupaten Lombok Tengah
B. Kondisi Eksisting Pembangunan Permukiman Kabupaten Lombok Tengah
Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu kota/ kabupaten dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni. Terlebih dahulu perlu diketahui peraturan perundangan di tingkat kabupaten/kota (meliputi peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan walikota/bupati, maupun peraturan lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman
Tabel 6.2 Peraturan Daerah Terkait Pengembangan Permukiman
NO
PERATURAN
AMANAT KEBIJAKAN DAERAH PRODUK
PENGATURAN NO PERIHAL
1 Peraturan Daerah Nomor: 10 Tahun 2006
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
Mewujudkan Pembangunan Yang Merata,
Seimbang dan berkelanjutan
2 Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2006
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Penataan kawasan-kawasan permukiman dengan mengedepankan nilai estetika pada kawasan wisata
3 Peraturan Daerah No 7 Tahun 2011
Rencana Tata Ruang Wilayah
a. meningkatkan
NO
PERATURAN
AMANAT KEBIJAKAN DAERAH PRODUK
PENGATURAN NO PERIHAL
Kabupaten Lombok Tengah (RTRW)
perkotaan secara sinergis dengan permukiman
perdesaan; b. mengendalikan
kegiatan budidaya yang terdapat di dalam kawasan lindung melalui konversi atau rehabilitasi lahan, pembatasan kegiatan, serta pemindahan kegiatan permukiman penduduk atau kegiatan budidaya terbangun yang mengganggu, secara bertahap ke luar kawasan lindung;
Sumber: Kompilasi Peraturan Daerah
Keberadaan Bandara Internasional Lombok (BIL) memberikan dampak pertumbuhan kawasan semakin pesat, yang tentunya akan meningkatkan permintaan akan penyediaan perumahan. Khusus untuk perkotaan Praya yang memiliki fasilitas maupun sarana dan prasarana yang lengkap menjadi daya tarik untuk pengembangan perumahan pada kawasan ini. Meningkatnya permintaan akan perumahan akan menimbulkan efek terhadap perumbahan pola guna lahan yang sebelumnya berupa pertanian menjadi kawasan terbangun. Pengembangan permukiman yang pesat dengan tidak mengacu pada perencanaan tata ruang yang ada akan mengakibatkan timbulnya kawasan kumuh baru.
keterkaitan antar pusat-pusat permukiman dengan wiayah pelayanan dan fasilitas yang dimilikinya.
Berdasarkan Dokumen SPPIP/RP2KP Kabupaten Lombok Tengah dapat diketahui bahwa pada kondisi eksisting, pola sebaran pusat-pusat permukiman di wilayah perencanaan terkonsentrasi di bagian tengah tepatnya pada jalur utara yaitu jalur arteri primer Ruak – Lembar yang merupakan jalan negara. Pada jalur ini berkembang pusat-pusat permukiman dengan indeks skalogram tertinggi antara lain Aik Darek, Darek, Mantang dan Kopang Rembiga. Sementara berdasarkan skalogram diatas hanya satu pusat permukiman di jalur selatan yang berada pada hirarki I yaitu Praya yang merupakan pusat permukiman yang berfungsi sebagai ibukota Kabupaten Lombok Tengah. Secara terstruktur, hirarki Desa - Kota Kabupaten Lombok Tengah (berdasarkan hasil analisis Skalogram) adalah sebagai berikut :
- Orde I
Praya, Aik Darek, Mantang, Kopang Rembiga, Darek dan Pringgarata. - Orde II
Montong Terep - Orde III
Kel. Prapen, Batujai, Puyung, Penujak, Aikmual, Pengadang, Muncan, Barabali, Pagutan, Kawo, Ungga, Sengkol, Beber, Janapria, Teratak, Aik Bukak, Teruwai, Sintung, Bagu.
- Orde IV
Kelurahan Semayan.
- Orde V
Jurang Jaler, Sukarara, Monggas, Kelebuh, Beraim, Jago, Jelantik, Pejanggik, Mujur, Bakan, Bonjeruk, Dasan Baru, Langko, Selebung Rembiga, Tanak Awu, Mangkung, Pengenjek, Ubung, Labulia, Bujak, Pendem, Montong Gamang, Ganti, Loang Maka, Peresak, Beleka, Rembitan, Saba, Lekor, Pengembur, Lantan, Karang Sidemen, Aik Berik, Setiling, Kuta, Wajageseng, dan Montong Sapah.
- Orde VI
Berdasarkan dokumen SPPIP/RP2KP Kabupaten Lombok Tengah disebutkan bahwa pusat-pusat permukiman yang mengalami pertumbuhan penduduk yang pesat adalah Kawasan Perkotaan Praya pada jalur selatan dan Aik Darek, Mantang, Kopang Rembiga, Darek dan Pringgarata pada jalur utara. Sementara pusat-pusat permukiman yang terletak di bagian utara dan selatan wilayah perencanaan berdasarkan hasil analisa berada pada hirarki rendah antara hirarki IV sampai hirarki VI. Hal ini menunjukkan indikasi adanya ketimpangan pertumbuhan dalam wilayah perencanaan. Untuk itu diperlukan strategi agar dapat terjadi pemerataan pertumbuhan dalam wilayah kabupaten maupun antar wilayah kabupaten dengan wilayah regionalnya. Salah satu strategi adalah dengan pembukaan akses yang memadai untuk wilayah-wilayah yang masih tertinggal. Untuk itu pembangunan Bandar Udara Internasional Lombok (BIL) di Kecamatan Pujut merupakan terobosan yang strategis dalam mengembangkan wilayah selatan yang potensial di bidang pariwisata.
Untuk masa dua puluh tahun kedepan, dengan mulai beroperasinya Bandar Udara Internasional Lombok (BIL) maka akan terjadi perubahan kecenderungan perkembangan wilayah pada daerah-daerah yang dipengaruhi oleh kegiatan bandara seperti di Sengkol, Penujak dan jalur-jalur bandara – Kota Mataram. Hal ini tentunya perlu diantisipasi agar perubahan struktur ruang di bagian tengah wilayah perencanaan tersebut tidak mengganggu aspek-aspek kehidupan masyarakat yang telah ada sebelum. Di sisi lain, perubahan struktur ini perlu diarahkan agar dapat mendukung pengembangan wilayah secara keseluruhan.
C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Kegiatan identifikasi potensi, permasalahan, dan tantangan pembangunan perkotaan dan permukiman perkotaan adalah kegiatan untuk menemukenali potensi, permasalahan, tantangan, dan hambatan suatu kota/kabupaten dalam menyelenggarakan pembangunan permukiman dan infrastruktur permukiman perkotaan. Berikut hasil kajian terhadap potensi, permasalahan, peluang pengembangan serta tantangan pengembangan infrastruktur perkotaan di Kabupaten Lombok Tengah yang terangkum dalam table berikut ini:
Tabel 6.3 Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
NO. SEKTOR PERMASALAHAN TANTANGAN/ HAMBATAN
PENGEMBANGAN 1. Perumahan - Meningkatnya permintaan akan
perumahan akan menimbulkan efek terhadap perumbahan pola guna lahan yang sebelumnya berupa pertanian menjadi kawasan terbangun.
- Pengembangan permukiman yang pesat dengan tidak mengacu pada
- Adanya masalah keamanan yang dapat menyebabkan keengganan investor dalam pengembangan perumahan.
NO. SEKTOR PERMASALAHAN TANTANGAN/ HAMBATAN PENGEMBANGAN
perencanaan tata ruang yang ada akan mengakibatkan timbulnya kawasan kumuh baru.
kawasan sekitar Bandara.
2. Air Bersih - Semakin meningkatnya Kebutuhan Prasarana Air Minum bagi
masyarakat di Kabupaten Lombok Tengah pada umumnya, serta Wilayah Pengembangan (WP) Lombok Tengah Bagian Tengah pada khususnya
- Semakin meningkatnya kerusakan Hutan pada wilayah Hulu, sehingga mengakibatkan kuranggnya resapan cadangan air tanah, yang
mengakibatkan banyak mata air yang hilang
- Belum terdapatnya studi potensi air baku pada wilayah Kabupaten Lombok Tengah guna mengetahui potensi-potensi SDA
- Masih kurangnya perhatian Pemerintah (kelembagaan) dan Masyarakat akan arti pentingnya sunber air.
- Masih kurangnya pemanfaatan potensi topografi untuk
pembangunan Waduk atau Embung sebagai upaya pemanfaatan sumber air baku
3. Persampahan - Kondisi TPA yang sebagian besar di operasikan secara Open Dumping memerlukan upaya rehabilitasi agar pencemaran lingkungan dan sumber-sumber air dapat diminimalisasi - Program 3R yang selama ini masih
sulit untuk di praktekkan merupakan tantangan yang memerlukan kesungguhan terutama dalam masalah sosialisasi, pendidikan, dan penyuluhan.
- Keterbatasan tenaga kebersihan Di Perkotaan Praya
- Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan.
- Belum optimalnya kelembagaan yang memungkinkan
dilaksanakannya pengelolaan sampah secara lebih professional dengan dukungan SDM ahli yang memadai.
- Belum sinerginya penggalian sumber dana untuk investasi dan biaya O/M terutama dari pihak swasta dengan penerapan pola pemulihan biaya ( cost recover ). - Masih lemahnya penegakan hukum
atas pelanggaran pembuangan sampah
- Belum adanya SDM yang handal, biaya yang memadai dalam Inovasi tekhnik untuk peningkatan kualitas TPA terutama berkaitan dengan pengolahan leachate dan pemanfaatan gas landfill menjadi energy listrik serta insenerator ramah lingkungan dan tekhnologi pengolahan sampah lainnya
4. Drainase - Adanya alih fungsi lahan/ tertimbunya tempat penampungan air.
- Belum adanya ketegasan fungsi saluran drainase
- Belum adanya kelengkapan peraturan dan penanganan masalah drainase secara terpadu.
- Konsistensi dalam pelaksanaan dari masterplan Drainase yang telah disusun.
- Kesiapan masyarakat untuk menjaga dan memelihara fungsional dari saluran drainase.
5. Air Limbah - Kurangnya perhatian serta sosialisasi peraturan perundang-undangan mengenai sistem pengelolaan air
NO. SEKTOR PERMASALAHAN TANTANGAN/ HAMBATAN PENGEMBANGAN
limbah.
- Kebiasaan dan Kesadaran Masyarakat yang masih rendah.
Sumber: SPPIP Kabupaten Lombok Tengah
Kabupaten Lombok Tengah merupakan kawasan Rawan Genangan, terdapat permasalahan Sendimentasi sungai di sungai-sungai yang berada di Kabupaten Lombok Tengah, permasalahan Pemukiman yang berkembang secara sporadic, Masih banyak ditemukan permukiman yang tidak tertata, Banyak bangunan pada kawasan sempadan sungai dan bendungan dan masih terdapat kawasan kumuh secara umum permasalahan didalam sub bab ini dibagi berdasarkan aspek-aspek yang terdapat pada Kabupaten Lombok Tengah:
Tabel 6.4 Permasalahan dari berbagai aspek dalam sektor Bangkim
NO ASPEK
FISIK
1 Tanah Lempung dan Mudah bergerak 2 Sebagaian Besar merupakan lahan produktif 3 Rawan Genangan
4 Sendimentasi sungai
5 Pemukiman yang berkembang secara sporadis
6 Masih banyak ditemukan permukiman yang tidak tertata
7 Banyak bangunan pada kawasan sempadan sungai dan bendungan 8 Terdapat kawasan kumuh
SOSIAL
9 Konflik sosial (Bagian Selatan)
10 Kurangnya kepedulian Masyarakat dalam memeliharaan lingkungan
11 Kurangnya Partisipasi masyarakat dalam Pembangunan (Program Pemerintah) 12 Kurangnya Kepedulian masyrakat dalam memelihara hasil pembangunan 13 tingginya angka kemiskinan
14 Pertumbuhan penduduk yang tinggi
15 Terbatasnya lapangan pekerjaan (non Pertanian)
INFRASTRUKTUR
16 Kawasan Permukiman tidak memiliki SPAL dan IPAL 17 sistim pengelolaan sampah masih open dumping 18 Kondisi dan jumlah TPS masih kurang
19 Kondisi TPA sudah tidak layak 20 Drainase kota tidak memadai
21 Sistim jaringan transportasi yang belum terintegrasi antar moda 22 Jalan Lingkungan masih banyak yang rusak
23 Belum tersedianya sistim transportasi massal 24 Kurangnya tersedianya penerangan jalan
KELEMBAGAAN
NO ASPEK
27 Belum tersedianya regulasi pengendalian dan pemanfaatan ruang
28 Belum adanya kelompok masyarakat/ lembaga non formal dalam pengelolaan sampah
29 Belum memiliki Masterplan drainase
30 Kurangnya Koordinasi antar Instansi/ Lembaga Pemerintah dan organisasi masyarakat setempat (OMS)
31 Kurangnya SDM aparatur pemerintah
PEMBIAYAAN
32 Sumber pembiayaan Pembangunan yang terbatas
33 Alokasi Pembiayaan untuk pemeliharaan infrastruktur perkotaan masih terbatas 34
Kurangnya keikutsertaan pihak swasta dalam penyediaan infrastruktur 35 Lemahnya kapasitas pemda dalam menggali potensi pembiayaan Sumber: SPPIP Kabupaten Lombok Tengah
6.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Untuk kawasan permukiman di Kabupaten Lombok Tengah, sebagian besar di Kawasan Perkotaan Praya selebihnya menyebar pada kawasan kota-kota kecamatan. Berdasarkan data yang ada mengenai perumahan di Kota Mataram, maka akan dilakukan suatu perhitungan proyeksi untuk memperkirakan kondisi perumahan yang kana terjadi di Kota Mataram pada tahun yang akan dating. Prediksi kebutuhan rumah di kota Mataram dihitung dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut :
Satu unit hunian akan ditempati oleh satu keluarga (1 unit = 1 KK)
Prediksi jumlah KK ditentukan dengan membagi jumlah penduduk dengan rata-rata jumlah jiwa / KK Kota Mataram, yaitu 5 jiwa / KK.
Tabel 6.5 Proyeksi Penduduk Kabupaten Lombok Tengah
No Kecamatan 2015 2016 2017 2018 2019
Sementara itu berdasarkan proyeksi penduduk Kabupaten Lombok Tengah Tersebut, asumsi proyeksi kebutuhan hunian/rumah di kabupaten Lombok Tengah adalah sebagai berikut:
Tabel 6.6 Proyeksi kebutuhan hunian di Kabupaten Lombok Tengah
No Kecamatan 2015 2016 2017 2018 2019
1 Praya Barat 14,487 14,623 14,762 14,901 15,042 2 Prabarda 10,689 10,778 10,867 10,957 11,048 3 Pujut 19,840 19,840 19,840 19,840 19,840 4 Praya Timur 13,011 13,106 13,201 13,297 13,394 5 Janapria 14,707 14,845 14,985 15,126 15,268 6 Kopang 15,608 15,703 15,798 15,893 15,990 7 Praya 21,754 21,975 22,198 22,424 22,652 8 Praya Tengah 12,532 12,646 12,761 12,877 12,994 9 Jonggat 18,490 18,616 18,743 18,871 19,000 10 Pringgantara 13,410 13,585 13,762 13,942 14,124 11 Batukliang 14,877 14,995 15,114 15,233 15,354 12 Btl. Utara 9,980 10,089 10,199 10,310 10,422
Total 179,385 180,801 182,230 183,672 185,128 Sumber: Analisis 2014
Berdasarkan proyeksi kebutuhan rumah di Kabupaten Lombok Tengah pada tahun 2015, yaitu 179.385 hunian, sementara pada 5 (tahun) mendatang, yakni tahun 2019 jumlah kebutuhan hunian sebesar 185.128 unit. Melihat kondisi dimasa mendatang
6.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
Berdasarkan kondisi permukiman eksisting, dalam hal ini program-program yang disusun pada sektor pengembangan permukiman di prioritaskan kepada kawasan kumuh, terutama yang berada pada kawasan prioritas SPPIP, yakni berada pada kawasan perkotaan Praya. Kegiatan perumusan program pembangunan dalam skala kota dan kawasan sebagai arahan kebutuhan program investasi merupakan merupakan kegiatan untuk merumuskan program pembangunan yang aplikatif, riil, dan terukur sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah dalam skala kota maupun kawasan sebagai pelaksanaan strategi dan arahan kebutuhan program investasi SPPIP. Adapun program pembangunan permukiman dan infrastruktur permukiman baik skala Kabupaten maupun skala kawasan prioritas serta Permasalahan utama dan Program Utama Penanganan Kawasan Kawasan Prioritas Terpilih (Kawasan Prioritas 1 : Kawasan Pusat Pemerintahan, Jasa dan Kawasan konservasi)
Selatan dan Kawasan Prioritas 3 Perkotaan Praya Bagian Utara, diantaranya adalah sebagai berikut:
Program Penyusunan RDTR/ Zoning Regulation Kawasan Perkotaan Perda Rencana Detail Tata Ruang
Penyusunan RTBL Kawasan Pusat Pertumbuhan Pelatihan masyarakat di bidang jasa dan pariwisata
Pengembangan Baypass Bandara - Pusat Perkotaan Praya Pengembangan Kawasan Wisata Bendungan Batujai Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan
Pendampingan dukungan PSD penataan dan revitalisasi kawasan
6.1.5 Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.
1. Umum
Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra. Kesiapan lahan (sudah tersedia).
Sudah tersedia DED.
Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK, Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)
Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.
Ada unit pelaksana kegiatan.
Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.
2. Khusus
Rusunawa
Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh
Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya Ada calon penghuni
RIS PNPM
Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya. Tingkat kemiskinan desa >25%.
PPIP
Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya
Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik Tingkat kemiskinan desa >25%
PISEW
Berbasis pengembangan wilayah
Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan
Mendukung komoditas unggulan kawasan
Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:
1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.
b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.
c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.
2. Vitalitas Ekonomi Kawasan
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.
c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.
3. Status Kepemilikan Tanah
a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman. b. Status sertifikat tanah yang ada.
4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah. 5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.
b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.
6.1.6 Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman
Usulan program ini disesuaikan dengan isu banyaknya permukiman kumuh yang tersebar di Kabupaten Lombok Tengah di wilayah Perkotaan Praya bagian Tengah, Perkotaan Praya Bagian Selatan dan Perkotaan Praya Bagian Utara. Berdasarkan isu tersebut, maka disesuaikan kembali dengan lokasi prioritas yang kiranya akan dikembangkan terlebih dahulu dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. Didalam program ini juga disebutkan bahwa dominasi pembiyaan yang merupakan sumber pendanaan program pengembangan permukiman ini di dominasi oleh APBD Kabupaten Lombok Tengah. Berdasarkan dokumen SPPIP Kabupaten Lombok Tengah, maka program yang kiranya akan dilakukan adalah sebagai berikut:Tabel 6.7 Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman
Aspek Program Lokasi Pelaku Pendanaan
Legal
Kawasan Prioritas Perkotaan Praya Bagian Tengah
Dinas Kawasan Prioritas Perkotaan
Praya Bagian Selatan
Kawasan Prioritas Perkotaan Praya Bagian Utara
Kawasan Perkotaan Sengkol dan Kopang
Kawasan Perkotaan Mantang, Puyung, Ubung, Pringgarata, Mujur, Janapria, Selong Belanak & Teratak
Legal
Perda Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan Prioritas Perkotaan Praya Bagian Tengah
Dinas Kawasan Prioritas Perkotaan
Praya Bagian Selatan
Kawasan Prioritas Perkotaan Praya Bagian Utara
Aspek Program Lokasi Pelaku Pendanaan
Kawasan Perkotaan Mantang, Puyung, Ubung, Pringgarata, Mujur, Janapria, Selong Belanak & Teratak
Kawasan Prioritas Perkotaan Praya Bagian Tengah
Dinas Kawasan Prioritas Perkotaan
Praya Bagian Selatan
Kawasan Prioritas Perkotaan Praya Bagian Utara
Kawasan Perkotaan Sengkol dan Kopang
Kawasan Perkotaan Mantang, Puyung, Ubung, Pringgarata, Mujur, Janapria, Selong Belanak & Teratak
Sosial Ekonomi
Pelatihan masyarakat di bidang jasa dan pariwisata
Kawasan Prioritas Perkotaan Praya Bagian Tengah
Disperindag, Kawasan Prioritas Perkotaan
Praya Bagian Selatan
Kawasan Prioritas Perkotaan Praya Bagian Utara
Kawasan Perkotaan Sengkol dan Kopang
Kawasan Perkotaan Mantang, Puyung, Ubung, Pringgarata, Mujur, Janapria, Selong Belanak & Teratak
Kawasan Prioritas Perkotaan Praya Bagian Tengah
Dinas Kawasan Prioritas Perkotaan
Praya Bagian Selatan
Fisik
Kawasan Prioritas Perkotaan Praya Bagian Tengah
Dinas
Kawasan Prioritas Perkotaan Praya Bagian Tengah
Dinas Kawasan Prioritas Perkotaan
Praya Bagian Selatan
Kawasan Prioritas Perkotaan Praya Bagian Utara
Kawasan Perkotaan Sengkol dan Kopang
Aspek Program Lokasi Pelaku Pendanaan
Kelembagaan
Pendampingan dukungan PSD penataan dan revitalisasi kawasan
Kawasan Prioritas Perkotaan Praya Bagian Tengah
Dinas Pekerjaan Umum Kab. Lombok Tengah
APBN/ APBD Kab. Lombok Tengah Kawasan Prioritas Perkotaan
Praya Bagian Selatan
Kawasan Prioritas Perkotaan Praya Bagian Utara
Kawasan Perkotaan Sengkol dan Kopang
Kawasan Perkotaan Mantang, Puyung, Ubung, Pringgarata, Mujur, Janapria, Selong Belanak & Teratak
Sumber: Dokumen SPPIP Kabupaten Lombok Tengah, 2012
6.2
PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
6.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang undang dan peraturan antara lain:
Arah Kebijakan PBL
1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:
c. Status kepemilikan bangunan gedung; dan d. Izin mendirikan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.
3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.
Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara. Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
6.2.2 Isu Strategis dan Muatan Dokumen Sektor PBL
pembangunan tersebut tidak boleh melewati batas daya dukung lingkungan, oleh karenanya semua pihak yang terkait dalam pembangunan wajib memperhatikan sistem ekologi, persediaan air, kualitas udara, kebisingan, peninggalan sejarah, keadaan bentang alam, flora, fauna dan sebagainya. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. Peraturan Daerah ini memuat ketentuan pokok mengenai bangunan gedung, oleh karenanya perlu ditindak lanjuti dengan ketentuan-ketentuan pelaksanaannya. Tidak berlebihan bila dalam Peraturan Daerah ini tidak menunjuk satu Dinas tertentu, melainkan hanya menunjuk Dinas teknis. Dengan demikian maka dalam pelaksanaan Peraturan Daerah ini dituntut suatu keserasian, keterpaduan dan sinkronisasi diantara para pelaksana, serta adanya ketegasan dan kejelasan pembagian tugas dan tanggung jawab masing sesuai dengan tugas dan fungsi dinasnya masing-masing.
Untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kabupaten Lombok Tengah, dokumen yang saat ini tersedia adalah dokumen Peraturan Bangunan Gedung, oleh karena itu didalam penyusunan Dokumen RPI2JM ini hanya mempertimbangkan penyelenggaraan bangunan Gedung dan Rumah Negara di Kabupaten Lombok Tengah. Berikut ini adalah syarat-syarat penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah Negara yang termuat didalam Peraturan Daerah No 7 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung :
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
Pembangunan bangunan gedung diselenggarakan melalui tahapan perencanaan teknis dan pelaksanaan beserta pengawasannya. Pembangunan bangunan gedung wajib dilaksanakan secara tertib administratif dan teknis untuk menjamin keandalan bangunan gedung tanpa menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan. Pembangunan bangunan gedung mengikuti kaidah pembangunan yang berlaku, terukur, fungsional, prosedural, dengan mempertimbangkan adanya keseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya setempat terhadap perkembangan arsitektur, ilmu pengetahuan dan teknologi. Penyelenggara bangunan gedung terdiri atas pemilik bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi dan pengguna bangunan gedung.
berdasarkan Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2012 Tentang Bangunan Gedung di Kabupaten Lombok Tengah, berikut ini adalah uraian mengenai aspek-aspek tersebut:
1. Keselamatan
Berikut ini merupakan kriteria mengenai aspek keselamatan yang terdapat pada persyaratan penyelenggaraan bangunan gedung di Kabupaten Lombok Tengah: - Setiap bangunan harus dibangun dengan mempertimbangkan kekuatan dan
kekakuan, serta kestabilan dari segi struktur.
- Peraturan/standar teknik yang harus dipakai ialah peraturan/standar teknik yang berlaku di Indonesia yang meliputi SNI tentang Tata Cara, Spesifikasi, dan Metode Uji yang berkaitan dengan bangunan gedung.
- Setiap bangunan dan bagian konstruksinya harus diperhitungkan terhadap beban sendiri, beban yang dipikul, beban angin, serta getaran dan gaya gempa sesuai dengan peraturan pembebanan yang berlaku.
- Setiap bangunan dan bagian konstruksinya yang dinyatakan mempunyai tingkat - beban angin atau gempa yang cukup besar harus direncanakan dengan
konstruksi yang sesuai dengan pedoman dan standar teknis yang berlaku. - Struktur bangunan gedung harus direncanakan secara detail dan dilaksanakan
sedemikian rupa, sehingga pada kondisi pembebanan yang melampaui pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan kondisi strukturnya masih dapat memberi kemudahan evakuasi bagi penghuni dan pengamanan harta milik.
- Dinas mempunyai kewajiban dan wewenang untuk memeriksa konstruksi bangunan yang dibangun/akan dibangun baik dalam rancangan bangunannya maupun pada masa pelaksanaan pembangunannya.
Persyaratan-persyaratan perencanaan struktur yang harus dipenuhi dalam perencanaan diantaranya adalah: analisis struktur harus dilakukan dengan cara-cara mekanika teknik yang telah baku; analisis dengan bantuan program komputer harus mencantumkan prinsip dari program yang digunakan serta harus ditunjukkan dengan jelas data masukan dan data keluaran; percobaan model diperbolehkan bila diperlukan untuk menunjang analisis teristik; analisis struktur harus dilakukan dengan model-model matematik yang menstimulasikan keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi sifat bahan dan kekakuan unsur-unsurnya.
keterangan dan cara-cara tersebut; apabila perlu, tim dapat meminta diadakannya percobaan ulang lanjutan atau tambahan laporan tim yang berisi syarat. Syarat dan ketentuan-ketentuan penggunaan cara tersebut mempunyai kekuatan yang sama dengan tata cara perencanaan struktur. Adapun perencanaan dan perhitungan struktur bangunan gedung mencakup:
- konsep dasar;
- penentuan data pokok; - analisis sistem pembebanan;
- analisis struktur pokok dan pelengkap;
- pendimensian bagian-bagian struktur pokok dan pelengkap;
- analisis dan pendimensian pondasi yang didasarkan atas hasil penelitian tanah dan rekomendasi sistem pondasi.
Bupati dapat menetapkan pengecualian terhadap ketentuan perencanaan struktur untuk rumah tinggal, bangunan umum dan bangunan lain yang strukturnya bersifat sederhana. Perencanaan suatu bangunan harus memperhatikan faktor-faktor keamanan, yang meliputi faktor keamanan terhadap pemakaian, penurunan kekuatan bahan (material) dan sifat pembebanan. Perencanaan Konstruksi beton, baja dan kayu masing-masing harus memenuhi standar-standar perencanaan konstruksi beton, baja, dan kayu yang berlaku. Perencanaan semua sambungan konstruksi baja dan kayu harus konsisten dengan bentuk-bentuk konstruksi dan perilaku sambungan tidak boleh menimbulkan pengaruh buruk terhadap bagian-bagian lainnya dalam suatu struktur di luar yang direncanakan.
Perencanaan semua komponen struktur harus proporsional untuk mendapatkan kekuatan yang cukup dengan menggunakan faktor beban dan faktor reduksi kekuatan. Faktor beban dan faktor reduksi kekuatan harus sesuai dengan SNI yang berlaku. Dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan bangunan gedung, sebelumnya wajib diadakan penelitian tanah dengan terlebih dahulu dilakukan pematangan tanahnya. Penelitian tanah harus memenuhi persyaratan:
- Dilaksanakan di bawah tanggung jawab ahli di bidang mekanika tanah yang memiliki sertifikat keahlian yang sesuai;
- Penelitian tanah harus mencakup daya dukung tanah yang diizinkan serta rekomendasi sistem pondasi.
2. Kesehatan
Untuk persyaratan mengenai aspek kesehatan pada penyelenggaraan bangunan gedung di Kabupaten Lombok Tengah diantaranya adalah:
- Jenis, mutu, sifat bahan, dan peralatan instalasi air bersih harus memenuhi standar dan ketentuan teknis yang berlaku.
- Pemilihan sistem dan penempatan instalasi air bersih harus disesuaikan dan aman terhadap sistem lingkungan, bangunan-bangunan lain, bagian-bagian lain dari bangunan dan instalasi-instalasi lain sehingga tidak saling membahayakan, mengganggu, dan merugikan serta memudahkan pengamatan dan pemeliharaan.
- Pengadaan sumber air bersih diambil dari PDAM atau dari sumber yang dibenarkan secara resmi oleh yang berwenang.
- Perencanaan dan instalasi jaringan air bersih mengikuti ketentuan dalam pedoman dan standar teknis yang berlaku.
Pada dasarnya air hujan harus dibuang atau dialirkan ke saluran umum kota setelah melalui sumur resapan air hujan. Apabila belum tersedianya saluran umum kota ataupun sebab-sebab lain yang dapat diterima oleh yang berwenang, maka pembuangan air hujan harus dilakukan melalui proses peresapan ataupun cara-cara lain yang ditentukan oleh Instansi yang berwenang. Dalam tiap-tiap persil harus dibuat saluran pembuangan air hujan, saluran tersebut diatas harus mempunyai ukuran yang cukup besar dan kemiringan yang cukup untuk dapat mengalirkan seluruh air hujan dengan baik; air hujan yang jatuh diatas atap harus segera disalurkan ke saluran diatas permukaan tanah dengan pipa atau saluran pasangan terbuka. Perencanaan dan instalasi jaringan air hujan serta sumur resapan air hujan mengikuti ketentuan dalam pedoman dan standar teknis yang berlaku.
diberikan jika ventilasi alami tidak memenuhi syarat; Penempatan fan sebagai ventilasi buatan harus memungkinkan pelepasan udara secara maksimal dan masuknya udara segar, atau sebaliknya. Bilamana digunakan ventilasi buatan, sistem tersebut harus bekerja terus menerus selama ruang tersebut dihuni.
Penggunaan ventilasi buatan, harus memperhitungkan besarnya pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi ruang dalam bagian bangunan gedung sesuai pedoman dan standar teknis yang berlaku. Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan khususnya ruang perawatan, dan bangunan gedung pendidikan khususnya ruang kelas, harus mempunyai sistem ventilasi alami. Setiap lantai gedung parkir harus mempunyai sistem ventilasi alami permanen yang memadai.
3. Kenyamanan
Berikut ini merupakan persyaratan kenyamanan yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan bangunan gedung di Kabupaten Lombok Tengah:
- Setiap bangunan yang dibangun harus mempertimbangkan faktor kenyamanan bagi pengguna/penghuni yang berada di dalam dan di sekitar bangunan.
- Dalam merencanakan kenyamanan dalam bangunan gedung harus memperhatikan kenyamanan ruang gerak, kenyamanan hubungan antar ruang, kenyamanan kondisi udara, kenyamanan pandangan, kenyamanan terhadap kebisingan dan getaran.
- untuk mengatur iklim mikro dan menjaga resapan air disekitar bangunan gedung wajib mengalokasikan sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari luas lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Untuk mendapatkan kenyamanan ruang gerak dalam bangunan gedung, makapenentuan tata letak ruang harus mempertimbangkan persyaratan keselamatan dan kesehatan. Tata letak ruang di dalam bangunan gedung ditentukan berdasarkan fungsi ruang, aksesibilitas ke dalam ruang, dan keterkaitannya dengan fungsi ruang-ruang lainnya di dalam bangunan gedung. Penentuan tata letak ruang-ruang juga mempertimbangkan penggunaan ruang ditinjau dari tingkat kepentingan publik, atau pribadi, dan efisiensi pencapaian ruang. Sementara itu penempatan fasilitas toilet untuk pria dan wanita harus terpisah kecuali rumah tinggal. Kamar toilet sekurang-kurangnya memiliki luas 2, 10 m2 (dua koma sepuluh meter persegi).
luar bangunan, rancangan bentuk luar bangunan, serta memanfaatkan potensi ruang luar bangunan gedung. Dalam memenuhi terwujudnya kenyamanan pandangan dari dalam bangunan gedung harus mempertimbangkan tata letak ruang dalam bangunan gedung, keberadaan bangunan gedung yang ada dan/atau yang akan ada di sekitarnya, untuk terciptanya kenyamanan pandangan bagi orang dan bangunan gedung lain yang berada di lingkungan bangunan gedung yang bersangkutan.
4. Kemudahan
Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan kemudahan yang meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung. Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung, meliputi kemudahan hubungan horisontal dan hubungan vertikal, tersedianya akses evakuasi, serta fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman bagi penyandang cacat dan lanjut usia. Kelengkapan prasarana dan sarana pada bangunan gedung untuk kepentingan umum meliputi penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah, ruang ganti, ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat merokok, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi. Kemudahan hubungan horizontal antar ruang dalam bangunan gedung merupakan keharusan bangunan gedung untuk menyediakan pintu dan/atau koridor antar ruang. Penyediaan mengenai jumlah, ukuran dan konstruksi teknis pintu dan koridor disesuaikan dengan fungsi ruang bangunan gedung. Ketentuan mengenai kemudahan hubungan horizontal antar ruang dalam bangunan gedung mengikuti ketentuan dalam standar teknis yang berlaku.
Kemudahan hubungan vertikal dalam bangunan gedung, termasuk sarana transportasi vertikal berupa penyediaan tangga, ram, dan sejenisnya serta lift dan/atau tangga berjalan, lantai berjalan/travolator dalam bangunan gedung. Bangunan gedung yang bertingkat harus menyediakan tangga yang menghubungkan lantai yang satu dengan yang lainnya dengan mempertimbangkan kemudahan, keamanan, keselamatan, dan kesehatan pengguna. Bangunan gedung untuk parkir harus menyediakan ram dengan kemiringan tertentu dan/atau sarana akses vertikal lainnya dengan mempertimbangkan kemudahan dan keamanan pengguna sesuai standar teknis yang berlaku. Bangunan gedung dengan jumlah lantai 5 (lima) ke atas harus dilengkapi dengan sarana transportasi vertikal (lift) yang dipasang sesuai dengan kebutuhan dan fungsi bangunan gedung.
dalam bangunan gedung meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi lainnya, kecuali rumah tinggal. Penyediaan akses evakuasi harus dapat dicapai dengan mudah dan dilengkapi dengan penunjuk arah yang jelas. Ketentuan mengenai penyediaan akses evakuasi mengikuti ketentuan dalam standar teknis yang berlaku.
Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal, harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia masuk dan keluar ke dan dari bangunan gedung serta beraktivitas dalam bangunan gedung secara mudah, aman, nyaman dan mandiri. Fasilitas dan aksesibilitas meliputi: toilet, tempat parkir, telepon umum, ramp, jalur pemandu, dan rambu penanda bagi penyandang cacat dan lanjut usia. Penyediaan area parkir bagi penyandang cacat dan lanjut usia harus dekat dengan jalur aksesibilitas serta memungkinkan naik turunnya kursi roda. Pintu pagar dan pintu akses ke dalam bangunan gedung harus mudah dibuka dan ditutup oleh penyandang cacat dan lanjut usia secara mandiri.
Kemiringan, lebar ram, dan bordes tempat manuver kursi roda bagi penyandang cacat dan tangga/trap bagi lanjut usia, harus memberikan keamanan dan kenyamanan dengan dilengkapi pegangan rambatan dan pencahayaan yang cukup. Bila bangunan gedung tidak dilengkapi dengan lift khusus bagi penyandang cacat, maka lift orang/barang harus dapat digunakan oleh penyandang cacat dan lanjut usia. Bila bangunan gedung tidak dilengkapi dengan lift, maka harus disediakan sarana lain yang memungkinkan penyandang cacat dan lanjut usia untuk mencapai lantai yang dituju.
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di Kabupaten Lombok Tengah
disepakati dan ditetapkan oleh pemerintah kota sebagai alat pengendalian pembangunan dan pemanfaatan dalam kawasan atau lingkungan yang bersangkutan.
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;
Tantangan untuk mewujudkan penyelenggaraan bangunan gedung ini adalah dengan cara menertibkan proses birokrasi dan sistem dalam memberikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada masyarakat. Pada dasarnya prosedur untuk memberikan izin ini harus disertai dengan gambar rencana kerja bangunan yang akan di bangun pada sebuah lahan tertentu, selanjutnya penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung ini harus diawasi dengan baik oleh pemerintah, agar pembangunan yang akan direalisasikan sesuai dengan izin yang berlaku. Pendekatan lain adalah dengan memberikan kewajiban pendiri bangunan agar melakukan asistensi secara berkala kepada pemerintah, sebagai upaya pemerintah dalam mengawasi pembangunan gedung tersebut.
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;
Pada saat memproses perizinan bangunan gedung, Pemerintah Daerah mendata sekaligus mendaftar bangunan gedung dalam data base bangunan gedung. Kegiatan pendataan bangunan gedung dimaksudkan untuk tertib administrative pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung serta sistem informasi bangunan gedung. Pendataan bangunan gedung untuk keperluan sistem informasi dilakukan guna mengetahui kekayaan aset negara, keperluan perencanaan dan pengembangan, dan pemeliharaan serta pendapatan pemerintah daerah. Pendataan bangunan gedung untuk keperluan sistem informasi tersebut meliputi data umum, data teknis, dan data status/riwayat lahan dan/atau bangunannya. Pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk penerbitan surat bukti kepemilikan bangunan gedung.
6.2.3 Permasalahan dan Tantangan
Berikut ini beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
• Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
• Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;
• Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
• Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;
• Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
• Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
• Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;
• Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.
6.2.4 Kapasitas Kelembagaan Daerah:
• Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
• Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
• Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.
6.2.5 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota, hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010, seperti yang telah dijelaskan pada Subbab 8.2.1. Pada Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi:a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.
RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:
- Program Bangunan dan Lingkungan; - Rencana Umum dan Panduan Rancangan; - Rencana Investasi;
- Ketentuan Pengendalian Rencana; - Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran. Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya. RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.
Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional adalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;
4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU No.14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor PBL, yang dapat dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan.
Tabel 6.8 SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No Jenis Pelayanan
Dasar Sasaran indikator Satuan
Target Tahun 2019
1 Penataan Bangunan dan Lingkungan
Meningkatnya tertib pembangunan
bangunan gedung
persentase jumlah Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) yang diterbitkan
IMB 60%
2 Penangan Pemukiman Kumuh Perkotaan
Berkurangnya
permukiman kumuh di perkotaan
persentase berkurangnya luasan permukiman
kumuh di kawasan perkotaan
Ha 10%
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 01/ Prt/M/2014
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:
1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan); 2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; 3. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.
Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan rumah negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN, sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan gedung.
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat.
6.2.6 Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan
Bangunan dan Lingkungan
Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:
a) Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
b) Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
c) Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.
Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan
Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda
dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping,
pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan
menangan pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur
dibangun.
Sementara untuk Kriteria Kesiapan dalam sektor Penataan Bangunan dan
Lingkungan adalah sebagai berikut:
Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung Kriteria Khusus:
- Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan Gedung;
Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis
Komunitas
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman
Berbasis Komunitas:
- Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;
- Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM Pronangkis-nya;
- Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;
- Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; - Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) Kriteria
Lokasi :
- Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006; - Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;
- Kawasan yang dilestarikan/heritage; - Kawasan rawan bencana;
- Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/ budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga
(central business district);
- Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;
- Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang
dan/atau pengembangan wilayahnya;
- Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat; - Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau
(RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen
kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan
pelaksanaan serta DAED/DED.
Kriteria Umum:
- Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm scenario pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);
- Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang
dan/atau pengembangan wilayahnya;
- Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi
Kawasan:
- Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis; - Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas; - Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;
- Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat; - Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:
- Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik);
- Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No.
26/2007 tentang Tata ruang);
- Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH public minimal 20% dari luas wilayah kota;
- Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat; - Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional
Bersejarah:
- Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten); - Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan
estetis;
- Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;
- Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; - Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
(RISPK):
- Ada Perda Bangunan Gedung;