11
B A B II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Pendidikan Dan Pelatihan
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk
meningkatkan kepribadiannya dengan jalan
mengembangkan potensi pribadinya agar terjadi perubahan perilaku menuju kedewasaan serta pengembangan kemampuan kearah yang diinginkan yang pada akhirnya mendapatkan hasil yang memuaskan dalam jangka panjang. Sedangkan pelatihan adalah merupakan suatu kegiatan untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan dari para pegawai sesuai dengan keinginan dari suatu lembaga atau organisasi.
Menurut Siswanto Sastrohadiwiryo (2003: 199) pendidikan merupakan tugas untuk meningkatkan pengetahuan, pengertian atau sikap tenaga kerja sehingga mereka dapat lebih menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja mereka.Pada akhirnya akan diperoleh ketrampilan, sikap dan perubahan tingkah laku menuju hasil yang diharapkan. Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Maka diperlukan proses yang dapat membantu berbagai tujuan dari lembaga. Secara khusus,
pelatihan mempersiapkan pegawai dengan
12
mereka saat ini. Terkadang ada batasan yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan, dengan
pengembangan yang bersifat meluas untuk
mengembangkan kemampuan individu bagi
pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang.
Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2003: 251) mengemukakan bahwa pelatihan merupakan suatu usaha sadar dan terencana untuk memberikan fasilitas pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai. Hasibuan (2003: 10) mengatakan Pendidikan dan Latihan sama dengan pengembangan yaitu merupakan proses peningkatan keterampilan kerja baik teknis maupun manajerial.
Hamalik (2001: 13) mengatakan bahwa pelatihan
bermanfaat untuk mempersiapkan promosi
ketenagakerjaan pada jabatan yang lebih rumit dan sulit, serta mempersiapkan tenaga kerja pada jabatan yang lebih tinggi yaitu tingkatan kepengawasan atau manajerial.
13
pengalaman guna meningkatkan kinerja profesional. Prinsip Pembelajaran dalam diklat merupakan
pendidikan bagi orang dewasa yang yang
mengembangkan interaksi antara penatar dengan peserta diklat dengan menerapkan prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa. Pusdiklat Depdiknas (2003) menguraikan aplikasi prinsip pembelajaran orang dewasa antara lain sebagai berikut:
a.Orang dewasa perlu mengetahui mengapa harus mempelajari sesuatu dan harus siap belajar. Alasannya adalah pada awal pembelajaran sebagai pengantar harus ada kaitan isi materi diklat dengan pekerjaan mereka.
b.Peserta diklat cenderung berfokus pada kegiatan pembelajaran yang ber- kaitan dengan kehidupan, tugas, dan
pemecahan masalah. Prinsip ini
memberitahukan bahwa orang dewasa ingin memperoleh pengetahuan yang praktis dan menerapkan hal-hal yang dipelajari.
c.Peserta diklat dapat belajar dengan baik, ketika berpraktek dan bekerja atas dasar pengetahuan dan ketrampilan serta sikap baru.
14
dan bermanfaat untuk mempersiapkan jabatan yang lebih tinggi.
2.1.2 Model Pelatihan Partisipasif
Banyak ahli berpendapat tentang arti, tujuan dan manfaat pelatihan. Namun dari berbagai pendapat tersebut pada prinsipnya tidak jauh berbeda. Menurut Suprijanto (2007: 158), dalam bukunya berjudul Pendidikan Orang Dewasa dari teori hingga aplikasi menyatakan bahwa “pelatihan adalah salah satu metode dalam pendidikan orang dewasa atau suatu pertemuan yang biasa digunakan dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan mengubah sikap
peserta dengan cara yang spesifik”. Sedangkan
Partisipatif adalah: keterlibatan mental dan emosi serta
fisik peserta dalam memberikan respon terhadap kegiatan yang dilaksanakan dalam proses belajar mengajar serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung jawab atas keterlibatannya.
Menurut Sudjana (2000: 172-174), bahwa prinsip pembelajaran partisipatif terdiri dari:
1.Didasarkan kebutuhan belajar (learning needs based)
2.Kebutuhan belajar sebagai landasan untuk penyusunan dan pengembangan
program kegiatan pembelajaran
partisipatif, sehingga kebutuhan belajar menjadi salah satu faktor penting dalam pembelajaran partisipatif.
15
4.Pembelajaran partisipatif direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan sebelumnya berdasarkan kebutuhan belajar warga belajar.
5.Berpusat pada warga belajar
(participant centered), Prinsip ini
mengandung makna bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan, harus didasarkan dan disesuaikan dengan latar belakang kehidupan warga belajar.
6.Berangkat dari pengalaman belajar
(experiential learning), kegiatan pem-
belajaran partisipatif disusun dan dilaksanakan bertitik tolak dari hal-hal yang telah dikuasai warga belajar atau dari pengalaman yang telah dikuasai wargabelajar.
Menurut Sudjana (2005: 78) mengembangkan model pelatihan sepuluh langkah atau dikenal dengan model pelatihan partisipatif, yang langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.Identifikasi Kebutuhan Pelatihan.
16
tersebut dapat memenuhi kebutuhan yang
dirasakannya. Setelah mengetahui kebutuhan belajar atau pelatihan, maka selanjutnya adalah mengidentifikasi sumber belajar yang tepat dengan kegiatan pelatihan yang akan dilaksanakan. Sumber belajar yang diidentifikasi tersebut dapat berupa manusia dan dapat pula berupa non manusia. Di samping mengidentifikasi kebutuhan dan sumber belajar yang mungkin dapat dimanfaatkan, maka perlu diidentifikasi kemungkinan hambatan yang akan dihadapi atau dijumpai baik dalam melaksanakan kegiatan pelatihan maupun dalam mengembangkan hasil pelatihan. Kemungkinan hambatan ini dapat berupa faktor manusia seperti: keterbatasan kemampu an sumber belajar dalam memberikan dan menyajikan materi, ketidak mampuan peserta dalam mengembangkan keterampilan.Sedangkan faktor non manusia seperti, dukungan lingkungan sekitar, bantuan dari pihak lain berupa modal stimulan dalam mengembangkan keterampilan yang dimiliki.
17
dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan tujuan pelatihan harus menggunakan ungkapan-ungkapan yang operasional.
3.Penyusunan Program Pelatihan. Pada tahap pe- nyusunan program pelatihan berarti mencakup kegiatan penyusunan kurikulum pelatihan, menyiap- kan materi pelatihan, menentukan metode dan strategi pelatihan, waktu pelaksanaan pelatihan dan nara sumber pelatihan (instruktur).
4. Penyusunan Alat Evaluasi Awal dan Evaluasi Akhir Peserta.
Alat evaluasi awal digunakan untuk mengadakan evaluasi awal (pre test) guna mengetahui pengetahuan, sikap dan keterampilan dasar yang dimiliki peserta. Sedangkan alat evaluasi akhir (post test) adalah digunakan untuk mengetahui hasil belajar peserta setelah mengikuti kegiatan pelatihan.
5. Latihan Untuk Pelatih. Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada pelatih/ tutor/ sumber belajar tentang kegiatan program pelatihan secara menyeluruh.
18
pelatihan. Penentuan metode dan teknik didasarkan pada tingkat kesesuaiannya dengan materi, dan karakteristik peserta serta daya dukungnya terhadap intensitas kegiatan pelatihan.
7.Mengimplementasikan Proses Latihan. Tahapan ini merupakan inti pelaksaan kegiatan pelatihan. Pada tahapan ini terjadi proses pembelajaran yaitu proses interaksi dinamis antara peserta pelatihan dan sumber belajar/ fasilitator, serta materi pelatihan. 8.Melaksanakan Evaluasi Terhadap Peserta Pelatihan.
Evaluasi awal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta yang menyangkut pengetahuan, sikap dan ketrampil- annya. Evaluasi awal ini dapat berupa test tulis dan dapat juga test lisan.
9.Melaksanakan Evaluasi Akhir Kegiatan. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh peserta setelah mengikuti program pelatihan. Untuk mengevaluasi akhir kegiatan dapat menggunakan alat evaluasi yang digunakan pada saat evaluasi awal.
10.Melaksanakan Evaluasi Program Pelatihan.
Evaluasi program pelatihan adalah kegiatan me-
ngumpulkan data tentang penyelenggaraan pelatih- latihan untuk diolah dan dianalisis guna dijadikan masukan dalam pengambilan keputusan untuk pelaksanaan kegiatan pelatihan di masa mendatang.
Menurut Paulo Freire mengemukakan model pelatihan partisipatif menggunakan beberapa langkah pendekatan, diantaranya:
19
perti pengenalan masalah, kebutuhan dan potensi masyarakat. Pengkajian hubungan sebab akibat masalah-masalah (identifikasi akar masalah).
2.Pengkajian potensi dan penetapan prioritas masalah.
3.Perencanaan kegiatan, seperti alternatif- alternatif pemecahan masalah. Alternatif kegiatan yang bisa dilakukan. Penentuan para pelaksana. Pelaksanaan atau pengorganisasian kegiatan.
4. Pemantauan kegiatan. 5. Evaluasi kegiatan.
Menurut pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pelatihan partisipatif dimulai dengan identitifikasi kebutuhan yang merupakan akar masalah kemudian di cari pemecahannya dengan
melakukan pelatihan yang sesuai dengan
perencanaan, tujuan, program pelatihan dan selama pelatihan perlu pemantauan serta diadakan evaluasi guna mengetahui keberhasilan dari suatu program pelatihan.
2.1.3 Kompetensi Guru menyusun Rencana
Pembelajaran Model Problem Posing
Dalam pasal 28 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standart Nasional Pendidikan secara tegas dinyatakan bahwa ada empat kompetensi yang harus dimilki guru sebagai agen pembelajaran. Keempat kompetensi itu adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.
20
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemaham- an terhadap peserta, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengem- bangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang di milki.
b.Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa , menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Sub kompetensi mantap dan stabil memiliki indikator essensial yakni bertindak sesuai dengan hukum, bertindak sesuai norma sosial, bangga menjadi guru dan memiliki konsistensi dalam bertindak dan bertutur.
c. Kompetensi Profesional
21
d. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan pendidikan sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik di masyarakat sekitar. Guru tidak bisa bekerja sendiri tanpa memperhatikan lingkungan- nya. Ia harus sadar sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat akademik tempat dia mengajar maupun dengan masyarakat di luar. Keempat kompetensi diatas merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dan berdiri sendiri-sendiri. Karena keempat kompetensi saling mempengaruhi dan saling menunjang dalam pelaksanaan tugasnya baik sebagai guru, pelatih, pendidik atau pemimpin pembelajaraan di kelas maupun di luar kelas.
Menurut Finch dan Crunkilton (dalam Mulyasa, 2004: 4) mengatakan kompetensi adalah penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Berdasar hal tersebut kompetensi guru meliputi aspek tugas, sikap dan ketrampilan yang harus dimiliki pendidik untuk dapat melaksanakan tugas proses pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.
Menurut Muhaimin (2004: 151) mengatakan
22
tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai tindakan yang baik menurut moral, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perencanaan pembelajaran atau disebut juga sebagai desain pembelajaran merupakan kegiatan awal yang harus dilakukan guru sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Ada banyak istilah untuk menamai perencanaan pembelajaran. Ada yang menyebut rencana pelajaran, program pembelajaran, skenario pembelajaran, bahkan ada yang menyebut- nya dengan desain pembelajaran. Apa pun istilah nya, konsep awalnya tetap sama yaitu sebagai sebuah proses perencanaan dalam kegiatan belajar mengajar. Mendesain pembelajaran berarti menyusun rancangan atau menyusun model pembelajaran sesuai dengan silabus, standar kompetensi, dan kompetensi dasar yang disyaratkan. Menurut Oemar Hamalik (2008:
134) “perencanaan merupakan seperangkat operasi
yang konsisten dan terkoordinasi guna memperoleh hasil-hasil yang diinginkan”. Perencanaan dikatakan pula sebagai pemilihan dari sejumlah alternatif tentang penetapan prosedur pencapaian, serta perkiraan sumber yang dapat disediakan untuk mencapai tujuan tersebut (Soetjipto, 2004: 134).
23
komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid.
Model pembelajaran dapat diartikan sebagai prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar. Dalam arti yang sama model pembelajaran dapat dikatakan sebagai pendekatan atau strategi pembelajaran. Menurut Arends (Suprijono, 2011: 45) bahwa model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang digunakan, termasuk dalam tujuan - tujuan pembelajaran, guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, ketrampilan, cara berfikir dan mengekspresikan ide.
Mukminan (2006: 28) memberi beberapa kriteria yang dapat dijadikan pedoman untuk memilih model desain pembelajaran yang akan dilakukan antara lain:
(1) Sederhana artinya bentuk yang seder- hana menjadi lebih mudah dimengerti, diikuti dan dipahami.
(2) Lengkap artinya model pembelajaran yang didesain lengkap, paling tidak mengandung tiga unsur pokok yaitu identifikasi, pengembangan dan evaluasi (3) Dapat diterapkan bahwa model pem- belajaran hendaknya dapat diterima dan diterapkan, sesuai dengan situai dan kondisi setempat.
(4) luas artinya model pembelajaran hendaknya memiliki jangkauan yang luas. (5) teruji, artinya model pembelajaran telah teruji/ terbukti memberi hasil yang baik.
24
Silver dalam hajar (2001: 11) model pembelajaran problem posing mempunyai 3 pengertian:
1.Problem posing adalah perumusan soal sederhana atau Perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa pe- rubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecah- kan soal yang rumit.
2.Problem posing adalah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah dipecah- kan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain.
3.Problem posing adalah merumuskan atau membuat soal dari situasi yang berbeda
Ali Mahmudi (2008: 9) menuliskan langkah - langkah Penyusunan Rencana Pembelajaran Model Problem posing:
1.Identitas Pembelajaran
2.Mengidentifikasi standart Kompetensi 3.Mengidentifikasi Kompetensi Dasar 4.Indikator Pencapaian Kompetensi 5.Tujuan Pembelajaran
6.Materi Pembelajaran 7.Alokasi Waktu
8.Metode/Pendekatan/Model Pembelajaran 9.Kegiatan Pembelajaran
a.Kegiatan Awal
(1)Membuka kegiatan pembelajaran (salam,absensi) (b)Apersepsi
25
(1) Penyampaian.materi/bahan pelajaran kemudian memberi contoh soal dan penyelesaiannya
(2) Pembentukan kelompok
(3) Pembuatan soal ( pengajuan masalah ) setiap siswa pada kelompok
(4) Penukaran hasil pembuatan soal kepada ke- lompok lain untuk dikerjakan
(5) pengerjaan soal yang telah diterima setiap siswa dari kelompok lain
(6) pengembalian soal kepada si pembuat soal (7) Pembahasan soal yang sudah dikerjakan (8) Wakil kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya
c. Kegiatan Penutup
(1). Menutup kegiatan pembelajaran
(2).Mengarahkan siswa membuat kesimpulan (3).Membuat rangkuman berdasarkan kesimpul- an yang dibuat siswa
10.Menentukan Alat dan Sumber Bahan 11.Melaksanakan Penilaian
26
Model pembelajaran problem posing yang dikemukakan diatas secara filosofis dalam pembelajarannya bertujuan menfasilitasi siswa dalam pengembangan olah pikir atau kreativitas berfikir dalam menyelesaikan masalah.
2.1.4 Pengaruh Pelatihan Model Partisipasif Terhadap Peningkatan Kompetensi Guru
Pendidikan dan pelatihan merupakan proses pembelajaran melalui proses dan prosedur berlangsung dalam waktu tertentu. Pendidikan dan pelatihan pada dasarnya dimaksudkan untuk mempersiapkan SDM sebelum memasuki pasar kerja. Dengan pengetahuan yang diperolehnya dari pendidikan dan pelatihan dalam proporsi tertentu diharapkan sesuai dengan syarat-syarat yang dituntut oleh suatu pekerjaan. Pendidikan mempunyai fungsi sebagai penggerak sekaligus pemacu terhadap potensi kemampuan SDM dalam meningkatkan prestasi kerjanya. Irianto (2001: 75), menyatakan bahwa nilai kompetensi seorang pekerja dapat dipupuk melalui program pendidikan, pengembangan dan pelatihan
27
serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Kinerja Guru yang baik tentunya tergambar pada penampilan mereka baik dari penampilan kemampuan akademik maupun kemampuan profesi yang artinya mampu mengelola pengajaran di dalam kelas dan mendidik siswa dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan pelatihan pembelajaran dapat mem- pengaruhi peningkatan kemampuan dan kinerja guru dari merencanakan, melaksanakan sampai meng- evaluasi pengajaran, sehingga dapat menyelesaikan tugas yang dibebankan dengan baik.
2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan
Navarro (2000: 18) teacher training in Latin
America entitled updates and trends say that classroom-based training, teacher training, group training, integration training, support special ability is a strong case and used as training programs that effectively address the problem of teaching in the use of teaching methods will have an effect on learning outcomes
Rebecca Oxford (2008) Strategy Training for
28
situational training strategy, the affective aspects intertwined as part of the training; c) to offer training model strategy based on personal experience; and d) to make other instructional suggestions for training strategies in the language classroom.
Haksan Darwangsa (2012: 128) Berdasarkan hasil-hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model diklat partisipatif-kolaboratif yang dapat meningkatkan kompetensi Guru Biologi SMA adalah pada tahap perencanaan dimulai dari identifikasi kebutuhan peserta, menentukan tujuan, mendesain program, dan struktur program diklat yang dilakukan dengan melibatkan seluruh peserta diklat secara bersama-sama. Selanjutnya pada tahap pelaksanaan pembelajaran,nara sumber berperan sebagai fasilitator dalam memotivasi dan melibatkan secara aktif peserta
dalam mengungkapkan pengalaman-pengalaman
belajar, permasalahan-permasalahan pembelajaran di sekolah serta mendorong peserta lebih aktif dalam memberikan tanggapan-tanggapan dalam diskusi untuk pemecahan masalah yang terkait dengan pembelajaran dan permasalahan yang dihadapi di sekolah. Pada tahap evaluasi fasilitator mengarahkan peserta untuk secara bersama - sama menyusun program tindak lanjut dari kegiatan yang telah dilaksanakan untuk melakukan program desiminasi kepada rekan-rekan sejawat di sekolah atau di MGMP serta mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan tanggapan peserta terhadap pelaksanaan model diklat.
29
Kompetensi Guru Pada Pendidikan Profesi Guru Sekolah Dasar. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan yang dihadapi para peserta program Pendidikan Profesi Guru (PPG-SD) yakni masih rendahnya kompetensi mereka terutama terkait dengan kompetensi pedagogik dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru. Hal ini terlihat dari indikasi hasil uji kinerja dan ujian tulis pada PPG SM3T tahun 2013. Dari peserta berjumlah 32 orang lulus ujian kinerja tahap pertama hanya 8 orang (25%). Demikian pula hasil dari ujian tulis nasional uji kompetensi guru dari 32 orang peserta hanya 14 orang (kurang dari 50%) yang lulus uji kompetensi guru tahap pertama. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang model pembelajaran
yang dapat meningkatkan kompetensi dan
kemandirian peserta program pendidikan profesi guru sekolah dasar (PPGSD). Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang: (1) kompetensi pedagogik peserta PPG SM3T
sebelum menggunakan model pembelajaran
30
ini yaitu test dan non test mencakup wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
penguasaan kompetensi pedagogik peserta program pendidikan profesi guru SD melalui penggunaan model pembelajaran partisipatif.
Sudhiana (2007) meneliti tentang upaya meningkatkan kemampan guru dalam menyusun RPP melalui kegiatan pelatihan workshop. Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas peserta dalam kegiatan pelatihan workshop .Di samping itu juga, terjadi peningkatan kompetensi guru dalam menyusun RPP melalui pembinaan berupa pelatihan workshop dari siklus I ke siklus III dan mencapai target minimal yang telah ditetapkan yakni 80%, artinya 80% guru telah efektif dalam menyusun RPP pada masing-masing aspek. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui pelatihan workshop dapat meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun RPP.
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas dapat di disimpulkan bahwa program pelatihan diantaranya pelatihan partisipatif menjadikan guru mempunyai kompetensi profesional dan pedagogik guru serta berpengaruh positif karena sesuai dengan kebutuhan yang pada akhirnya dari peningkatan kompetensi guru akan membantu siswa belajar lebih efektif dan mudah.
31
2.3 Kerangka Pikir
Berdasarkan kajian teori yang dikemukakan di atas, kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah seperti terlihat pada Gambar 1
Dalam kaitannya dengan kemampuan guru menyusun rencana pembelajaran masih kurang maka atas kebutuhan guru diadakan pelatihan model partisipasif, bahwa tujuan dari pelatihan ini adalah untuk memperoleh tingkat kinerja yang diperlukan dalam pekerjaan mereka serta mengimplementasikan dalam pembelajaran.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas, maka hipotesis penelitian sebagai Berikut:
“Di duga melalui pelatihan partisipatif, guru dapat