Karya Ilmiah
LARUTAN HASIL FERMENTASI LIMBAH KUBIS SEBAGAI
PENGAWET ALAMI IKAN SEGAR
Oleh
Ir. Lestina Tiarma Ida Siagian, MSi
NIDN : 0120125901
Dosen Fakultas Teknik Prodi Teknik Elektro
Universitas HKBP Nommensen Medan
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEDAN
Larutan Hasil Fermentasi Limbah Kubis sebagai Pengawet Alami Ikan Segar
ABSTRAK
Larutan limbah kubis (Brassica oleracea) adalah hasil dari fermentasi
limbah kubis. Larutan ini dapat digunakan sebagai pengawet alami pada makanan. Penelitian ini dilakukan karena maraknya penggunaan zat kimia berbahaya seperti formalin yang digunakan sebagai bahan pengawet pada makanan. Larutan limbah kubis yang digunakan sebagai pengawet pada ikan menghasilkan asam laktat yang dapat menurunkan pH sehingga bersifat asam dan dapat menyebabkan
pertumbuhan bakteri perusak dan pembusuk pada makanan terhambat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas larutan limbah kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan, mencari alternatif bahan pengawet alami makanan, memanfaatkan limbah kubis sebagai pengawet alami
makanan yang mudah dan efisien, meningkatkan produksi usaha pangan serta memberikan informasi kepada masyarakat bahwa limbah kubis dapat dimanfaatkan menjadi bahan pengawet alami makanan yang tidak berbahaya.
Penelitian ini bersifat eksperimen. Objek penelitian ini adalah ikan laut jenis ikan dencis (Sardinella Sirm). Penelitian ini dilakukan dengan empat perlakukan
yaitu ikan dencis tanpa perendaman (kontrol), ikan dencis direndam selama 1 jam , ikan dencis direndam selama 2 jam, dan ikan dencis direndam selama 3 jam. Hasil penelitian menujukkan bahwa ikan paling awet jika direndam dalam jangka waktu 3 jam dengan masa simpan 6 hari.
Dengan demikian diharapkan para produsen makanan tidak menggunakan formalin sebagai bahan pengawet pada makanan dan beralih menggunakan larutan hasil fermentasi limbah kubis sebagai pengawet alami makanan.
DAFTAR ISI
2.2.5. Pengawetan dengan larutan hasil fermentasi limbah kubis 2.3. Larutan Fermentasi Selada
2.4. Penyalahgunaan formalin sebagai bahan pengawet BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Sumber Literatur dan Data 3.1.1. Eksperimen
3.2.1. Waktu dan tempat penelitian 3.2.2. Variabel penelitian
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Fermentasi Limbah Kubis
4.2. Hasil dan pembahasan
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN
5.2. SARAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kandungan gizi limbah kubis mentah
Tabel 4.1. Hasil penelitian pengaruh larutan hasil fermentasi Limbah kubis terhadap masa simpan ikan
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian.
Penggunaan formalin sebagai bahan pengawet pada makanan di Indonesia banyak sekali dilakukan secara illegal terutama untuk pengawetan ikan segar . Hal ini merupakan bentuk penyalahgunaan fungsi dari formalin. Formalin tidak diperkenankan ada dalam makanan maupun minuman, karena dalam jangka
panjang dapat memicu perkembangan sel-sel kanker. Produsen secara diam-diam melakukan hal ini karena belum menemukan jalan keluar untuk dapat mempertahankan kualitas ikan dalam jangka waktu yang lama dengan menggunakan pengawet alami makanan yang ada saat ini. Harga yang terjangkau serta pemakaian yang mudah membuat para produsen lebih memilih pengawet
buatan yang berbahaya seperti formalin dibandingkan pengawet alami.
Masalah ini dapat diatasi dengan mencari alternatif bahan pengawet makanan yang mudah didapat dan efisien. Kombinasi fermentasi limbah kubis dan penyimpanan suhu rendah dapat memperpanjang masa simpan ikan. Limbah
kubis yang umumnya sudah tidak dapat digunakan lagi ternyata bisa menjadi jalan keluar bagi masalah ini. Pemanfaatan limbah kubis dalam proses fermentasi dapat menghasilkan bakteri asam laktat yang dapat menghambat proses pembusukkan pada ikan karena bersifat membunuh bakteri pembusuk.
Penyimpanan ikan pada suhu rendah juga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri pembusuk karena sebagian besar bakteri tidak dapat hidup pada suhu 5
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang dikemukakan di atas, penulis akan membahas tiga masalah yang timbul yaitu:
1. Bagaimanakah proses fermentasi limbah kubis?
2. Apa yang menyebabkan hasil fermentasi limbah kubis dapat digunakan sebagai pengawet alami pada ikan?
3. Bagaimana pengaruh waktu rendaman ikan dalam larutan fermentasi limbah kubis terhadap masa simpan ikan?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui proses fermentasi limbah kubis.
2. Mengetahui penyebab hasil fermentasi limbah kubis dapat digunakan sebagai
pengawet alami pada ikan.
3. Mengetahui pengaruh waktu rendaman ikan dalam larutan fermentasi limbah kubis terhadap masa simpan ikan.
4. Mengetahui pengaruh penyimpanan ikan yang telah direndam dalam larutan
fermentasi limbah kubis dalam suhu rendah.
5. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa limbah kubis dapat dimanfaatkan menjadi bahan pengawet alami makanan yang mudah, murah dan aman bagi kesehatan
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
2. Menambah pengetahuan di bidang ilmu pengetahuan dan di bidang kesehatan pangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
Berbagai cara di tempuh manusia untuk mengawetkan makanan. Tidak jarang produsen menggunakan pengawet berbahaya untuk mengawetkan makanan karena harganya lebih terjangkau dan masa simpannya lebih tahan lama dibandingkan dengan pengawet alami. Perlunya informasi yang baik mengenai
pengawetan makanan dapat membantu masyarakat untuk memilih makanan yang bebas dari pengawet makanan berbahaya.
2.1.1 Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri gram-positif yang tidak
membentuk spora dan dapat memfermentasikan karbohidrat untuk menghasilkan
asam laktat. Sebagian besar bakteri asam laktat dapat tumbuh sama baiknya di
lingkungan yang memiliki dan tidak memiliki O2 (tidak sensitif terhadap O2), sehingga termasuk anaerob aerotoleran. Bakteri yang tergolong dalam bakteri asam
laktat memiliki beberapa karakteristik tertentu yang meliputi: tidak memiliki porfirin dan sitokrom, katalase negatif, tidak melakukan fosforilasi transpor elektron, dan hanya mendapatkan energi dari fosforilasi substrat. Hampir semua bakteri asam laktat hanya memperoleh energi dari metabolisme gula sehingga habitat pertumbuhannya hanya terbatas pada lingkungan yang menyediakan cukup
gula atau bisa disebut dengan lingkungan yang kaya nutrisi. Kemampuan mereka untuk menghasilkan senyawa (biosintesis) juga terbatas dan kebutuhan nutrisi kompleks bakteri asam laktat meliputi asam amino, vitamin, purin, dan pirimidin
Bakteri asam laktat dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain dengan memproduksi protein yang disebut bakteriosin. Salah satu contoh bakteriosin yang dikenal luas adalah nisin, diproduksi oleh Lactobacillus lactis ssp. lactis. Nisin dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri, yaitu Bacillus, Clostridium,
Staphylococcus, dan Listeria. Senyawa bakteriosin yang diproduksi bakteri asam laktat dapat bermanfaat karena menghambat bakteri patogen yang dapat merusak makanan ataupun membahayakan kesehatan manusia, sehingga keamanan makanan lebih terjamin.
2.1.2.Fermentasi
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan memiliki daya simpan yang lama serta mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan sehingga tidak terjadi penurunan kualitas makanan tersebut, dengan
kata lain tidak terjadi proses pembusukan. Dalam mengawetkan makanan harus diperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik produk pengawetan makanan.
Proses pengawetan makanan dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah
satunya dengan memanfaatkan bakteri yang bersifat antagonis terhadap bakteri pembusuk dan patogen pada bahan pangan, misalnya bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat dapat dihasilkan dengan cara fermentasi asam laktat.
Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai
respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.
2.1.3 Limbah Kubis
Kubis (Brassica olerace) merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak
kubis putih dan kubis hijau. Selama ini kubis dijual hanya sebagai sayuran saja dalam jumlah kecil (Wikipedia, 2011). Pemakaian kubis sebagai sayuran menghasilkan limbah yang tidak pernah digunakan. Limbah kubis didapat di pasar. Seringkali produsen membuang lapisan terluar kubis karena tidak layak untuk
dikonsumsi akibat faktor kotor dan dapat menurunkan harga jual.
Akan tetapi limbah kubis yang biasanya tidak digunakan tersebut masih menyimpan kandungan gizi, terutama karbohidrat untuk dimanfaatkan dalam fermentasi asam laktat untuk menghasilkan bakteri asam laktat.
Tabel 1 : Kandungan gizi limbah kubis mentah, energi 103 kJ (25 kcal)
Kandungan Gizi Nilai gizi per 100 g (3.5 oz)
Karbohidrat 5,8 g
Fermentasi limbah kubis dalam jangka waktu tertentu akan menghasilkan bakteri asam laktat yang dapat digunakan sebagai pengawet alami pada makanan.
2.2. Pengawetan ikan
2.2.1.Penyimpanan pada Suhu Rendah
Suhu lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan pembusukan pada daging ikan. Penyimpanan pada suhu rendah diketahui dapat memperlambat proses kemunduran mutu dan memperpanjang
masa hidup jaringan-jaringan di dalam bahan pangan dengan menghambat aktivitas enzim dan bakteri pembusuk. Ikan akan tetap segar selama dibekukan atau
didinginkan. Suhu yang digunakan untuk pendinginan 2 –0̊ C. Untuk pendinginan biasanya memakai es batu atau disimpan dalam kulkas. Sedang untuk pembekuan
dengan suhu sampai –42 ̊C biasanya menggunakan sharp freezing, multi plate freezing, air blast freezing dan brine freezing. Namun, beberapa bakteri pembusuk mampu bertahan pada penyimpanan suhu rendah karena proses ini bersifat
menghambat pertumbuhan bukan untuk membunuh atau menghentikan mikroorganisme sama sekali.
2.2.2. Pengawetan dan penggaraman.
Ada dua tahap proses pengawetan dengan cara penggaraman yaitu dimulai dengan proses penggaraman dan diakhiri dengan proses pengeringan. Garam dapat
menghambat atau membunuh bakteri penyebab pembusukan pada ikan. Garam bersifat menyerap cairan tubuh ikan sehingga proses metabolisme bakteri terganggu akhirnya mematikan bakteri. Setelah digarami, ikan dijemur di bawah sinar matahari sampai kering. Contohnya adalah pembuatan ikan asin.
2.2.3. Pengawetan dengan pengasapan.
2.2.4. Pengawetan dengan pemindangan : perebusan dengan garam ± 10
menit
2.2.5. Pengawetan dengan larutan hasil fermentasi limbah kubis.
2.3. Larutan Fermentasi Selada sebagai Pengawet Alami
Penanganan pascapanen produk perikanan merupakan hal yang penting untuk dicermati karena akan berpengaruh pada kualitas produk yang akan dihasilkan dan nilai jualnya. Namun, penanganan pascapanen pada tingkat nelayan
tradisional atau pembudidaya masih rendah, misalnya tempat pelelangan ikan dan pasar ikan tradisional di Bagan Deli Belawan sebagian besar penanganan ikan masih didominasi oleh penggunaan es sebagai media pengawet. Es dapat memperpanjang masa simpan ikan, namun ada beberapa bakteri pembusuk yang dapat bertahan pada suhu rendah, sehingga diperlukan kombinasi penggunaan zat
antibakteri sebagai bahan pengawet. Terdapat banyak sekali alternatif bahan pengawet yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan, mulai dari yang alami sampai bahan-bahan kimia yang bersifat antibakteri atau pun yang bersifat antioksidan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melilih dan
menggunakan bahan pengawet, yaitu sifat kimia dan antibakteri dari bahan pengawet tersebut, sifat dan komposisi bahan pangan, jenis dan jumlah mikroorganisme yang terdapat pada bahan pangan, kepastian bahwa bahan pengawet tersebut tidak merugikan kualitas produk, ekonomis, dan yang terpenting adalah keamanannya.
senyawa antibakteri seperti asam organik dan hasil metabolit lainnya yang dapat berfungsi secara langsung untuk menghambat atau membunuh bakteri pembusuk.
Selada (Lactuca sativa) merupakan salah satu jenis sayuran komersial yang memiliki sifat mudah layu, rusak, dan busuk. Selada merupakan tumbuhan sayur
yang biasa ditanam di daerah beriklim sedang maupun daerah tropika. Selama ini pemanfaatan selada hanya sebatas untuk dikonsumsi, namun selada juga dapat dimanfaatkan sebagai starter bakteri asam laktat yang mampu memperpanjang masa simpan bahan pangan. Selada mempunyai tingkat kandungan nutrisi yang
dapat memacu pertumbuhan berbagai jenis bakteri asam laktat dalam proses fermentasi. Selada merupakan isolat yang menghasilkan persentase asam laktat yang tinggi. Fermentasi selada lebih aman digunakan dibandingkan dengan zat antibakteri lain yang bersifat kimia. Penggunaan larutan fermentasi selada sebagai pengawet alami pada ikan dapat memperpanjang masa simpan ikan, selain itu
dapat meningkatkan pemanfaatan selada selain untuk dikonsumsi.
Pada fermentasi selada, L. mesenteroides dapat tumbuh lebih cepat dari bakteri asam laktat lainnya. Dalam pertumbuhannya bakteri ini menghasilkan karbondioksida dan asam laktat yang dapat dengan cepat menurunkan pH sehingga
menghambat bakteri yang tidak diinginkan keberadaannya. Karbondioksida menggantikan udara dan menciptakan suatu kondisi anaerobik yang merupakan kondisi lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan spesies bakteri-bakteri asam laktat yang lainnya secara berurutan. Akan tetapi pertumbuhan dari setiap spesies berlangsung berdasarkan urutan toleransi asamnya sehingga akan selalu ada
pertumbuhan yang saling tumpang tindih.
Pada proses fermentasi selada, jenis bakteri asam laktat yang memiliki sifat lebih tahan terhadap kondisi asam dibandingkan jenis
akan mengalami penurunan sampai akhirnya pada hari ke-20 sudah tidak terdeteksi lagi.
2.4. Penyalahgunaan formalin sebagai bahan pengawet.
Formalin adalah larutan formaldehid dengan konsentrasi 10 – 40 %. Formalin digunakan untuk antiseptic, germisida dan pengawet non makanan. Apabila digunakan dengan benar formalin banyak faedahnya misalnya pembunuh
kuman, lalat, serangga, pembersih lantai, pakaian, kapal, gudang, pencegah korosi, bahan perekat kayu lapis dan dalam konsentrasi kecil untuk bahan campuran
pembersih rumah, cairan pelembut, perawatan sepatu, mobil, karpet ( Anonimous, 2009). Formalin juga dipakai untuk pengawetan sampel penelitian dan identifikasi. Dalam bidang ilmu forensic kedokteran, formalin dengan konsentrasi 10 %
digunakan sebagai bahan pengawet mayat. Namun akhir-akhir ini makananpun sering menggunakan formalin seperti industry mie basah, tahu, bakso, ikan asin, ikan segar. Bila sering mengkonsumsi makanan yang diawetkan/ mengandung formalin adalah penyakit kanker. Oleh karena itu formalin sangat tidak disarankan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Sumber Literatur dan Data
3.1.1. Eksperimen
Untuk membuktikan bahwa larutan fermentasi limbah kubis dapat menghasilkan bakteri
asam laktat yang dapat digunakan sebagai pengawet, maka kami melakukan percoba
membandingkan kualitas ikan segar yang telah direndam dengan larutan fermentasi dengan ikan
segar yang tidak direndam dengan larutan fermentasi.
Observasi
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan tentang penggunaan pengawet makanan
khususnya pada ikan, produsen menggunakan es batu untuk menyimpan ikan dalam suhu rendah
supaya tidak terjadi pembusukkan.
3.2. Pengolahan Data dan Informasi
Penulisan karya ilmiah ini didasarkan pada data primer yaitu data hasil analisis
eksperimen yang telah dilakukan. Penelitian yang dilakukan merupakan bentuk pengembangan
dari beberapa penelitian terdahulu. Pencantuman literatur yang dipakai, dicantumkan dalam
daftar pustaka pada karya ilmiah ini.
3.2.1. Waktu dan Tempat Penelitian
pelaksanaan : 3 (tiga) bulan
waktu : September sd Desember 2012
tempat : Fakultas Teknik Universitas HKBP Nommensen
3.2.2. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel, yaitu variabel bebas, variabel kontrol, dan
variabel terikat.
Variabel bebas : perendaman ikan
Variabel kontrol : suhu dan jumlah ikan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pengaruh larutan hasil fermentasi
limbah kubis sebagai pengawet ikan segar adalah sebagai berikut:
Tabel 2 : Hasil penelitian pengaruh larutan hasil fermentasi limbah kubis terhadap
masa simpan ikan
No. Objek yang ditelilti Lama perendaman Masa simpan
1. Ikan dencis kel 1 tanpa perendaman 1 hari
2. Ikan dencis kel 2 1 jam 4 hari
3. Ikan dencis kel 3 2 jam 8 hari
4. Ikan dencis kel 4 3 jam 12 hari
Gambar 4.2. Ikan dengan perendaman 2 jam
Gambar 4.3. Ikan dengan perendaman 3 jam
Proses fermentasi limbah kubis langkah pertama adalah menyiapkan alat dan bahan.
Adapun alat yang digunakan adalah pisau, neraca ohauss, toples, sendok, cling warp, plastik
hitam, dan baskom. Sedangkan bahan yang digunakan adalah limbah kubis, ikan dencis segar,
garam, dan air. Langkah kedua adalah mengiris limbah kubis sepanjang satu sampai dua
sentimeter kemudian irisan tersebut ditimbang sebanyak 1000 gram selanjutnya dimasukkan ke
dalam toples yang bagian luarnya ditutup dengan kantong plastik berwarna hitam. Langkah
selanjutnya adalah menambahkan irisan limbah kubis dengan larutan garam 2,5% dengan
konsentrasi limbah kubis 1000g/L kemudian diaduk rata dan ditutup rapat. Limbah kubis
tersebut diinkubasi (didiamkan) selama enam hari pada suhu ruang dan dibiarkan terjadi proses
fermentasi. Proses inkubasi limbah kubis harus bebas dari oksigen. Setelah diinkubasi, hasil
fermentasi disaring sehingga diperoleh larutan fermentasi limbah kubis yang siap digunakan
sebagai bahan pengawet. Penggunaan larutan fermentasi limbah kubis yakni dengan cara
perendaman. Ikan direndam dalam larutan kubis dalam waktu 1 jam, 2 jam, dan 3 jam
selanjutnya ditutup menggunakan cling warp. Ikan yang telah dikemas menggunakan cling warp
langsung disimpan dalam pendingin dengan suhu 5-10 ̊C.
Fermentasi asam laktat merupakan proses produksi energi dalam sel dalam keadaan
anaerobik (tanpa oksigen). Fermentasi asam laktat terbagi menjadi dua jenis, yaitu
homofermentatif dan heterofermentatif. Pada penelitian kali ini proses fermentasi limbah kubis
yang terjadi adalah fermentasi asam laktat jenis homofermentatif yang sebagian besar hasil
akhirnya menghasilkan bakteri asam laktat. Jalur metabolisme yang digunakan pada
homofermentatif adalah lintasan Embden-Meyerhof-Parnas. Beberapa contoh genus bakteri yang
merupakan bakteri homofermentatif adalah Streptococcus, Enterococcus, Lactococcus,
Pediococcus, dan Lactobacillus.
Mekanisme pembentukkan asam laktat adalah piruvat akan diubah menjadi asam laktat
dan diikuti dengan proses transfer elektron dari NADH menjadi NAD
Proses fermentasi limbah kubis menghasilkan banyak bakteri asam laktat salah satunya
jenis Lactobacillus plantarum. Bakteri ini lebih banyak dihasilkan pada tahap akhir proses
fermentasi. Lactobacillus plantarum memiliki daya hambat paling tinggi terhadap pertumbuhan
bakteri pembusuk dan patogen pada bahan pangan dibandingkan spesies bakteri asam laktat
dan hidrogen peroksida). Akumulasi senyawa metabolit dari bakteri asam laktat akan mengalami
peningkatan seiring lamanya proses fermentasi. Produksi asam laktat oleh bakteri asam laktat
akan terus meningkat, sehingga pH lingkungan dalam larutan fermentasi limbah kubis akan terus
mengalami penurunan. Hasil penelitian terdahulu pada fermentasi selada menunjukkan bahwa
pH terendah dicapai selama delapan belas hari yaitu pH 3,5 dengan kadar asam laktat tertinggi.
Bakteri asam laktat juga menghasilkan senyawa antibakteri berupa bakteriosin dan hidrogen
peroksida yang penting peranannya dalam pengawetan bahan pangan.
Dengan penambahan bakteri asam laktat jenis Lactobacillus plantarum yang dapat
menurunkan pH daging ikan ini, dapat memperlambat pertumbuhan bakteri pembusuk sehingga
penguraian protein oleh bakteri pembusuk terhambat juga. Dengan terhambatnya pertumbuhan
bakteri pembusuk serta penyimpanan ikan pada suhu rendah tersebut maka masa simpan ikan
akan menjadi lebih lama.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, masa simpan ikan segar tanpa
perendaman dalam larutan fermentasi limbah kubis pada suhu rendah adalah satu hari.
Perendaman dalam larutan fermentasi limbah kubis selama satu jam pada suhu rendah
memberikan masa simpan selama empat hari. Sedangkan penggunaan larutan fermentasi limbah
kubis selama tiga jam menunjukkan pengaruh terbaik terhadap masa simpan dan kualitas ikan
selama penyimpanan suhu rendah, yaitu dengan batas penyimpanan hingga hari ke-12
dibandingkan dengan perendaman selama 2 jam dan penyimpanan suhu rendah dengan masa
simpan delapan hari.
Ikan dencis kelompok 1, yakni ikan tanpa perendaman air fermentasi limbah kubis
mengalami pembusukan dalam waktu dua hari. Pada saat hari ke-2, ikan ini berbau menyengat,
struktur ikan sudah lunak, dan memberikan penampakan bahwa ikan sudah tidak segar lagi.
Ikan kelompok 2, yakni ikan dengan perendaman selama satu jam mengalami
pembusukan dalam waktu lima hari. Pada saat hari ke-5, ikan ini menunjukkan tanda-tanda
kebusukan yang sama seperti ikan kelompok 1. Namun, dengan perendaman selama satu jam
dengan menggunakan larutan hasil fermentasi limbah kubis memberikan masa simpan tiga hari
lebih lama dibandingkan dengan ikan dencis kelompok 1 yang tidak melalui proses perendaman.
Ikan dencis kelompok 3, yakni ikan dengan perendaman selama dua jam mengalami
kelompok 3 sama seperti ikan kelompok 1 dan ikan kelompok 2. Dengan perendaman yang lebih
lama dibandingkan dengan ikan kelompok 2, masa simpan ikan kelompok 3 adalah empat hari
lebih lama.
Sedangkan ikan kelompok 4, yakni dengan perendaman selama tiga jam mengalami
pembusukan pada hari ke-13 dan merupakan ikan dengan masa simpan terlama dibandingkan
dengan ketiga ikan yang diteliti.
Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa larutan hasil fermentasi limbah kubis
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Larutan hasil fermentasi limbah kubis dapat dipakai sebagai pengawet makanan yang murah dan aman.
2. Ikan yang akan diawetkan dalam penelitian ini diambil dari jenis ikan laut yaitu ikan dencis segar (sardinella sirm).
3. Ikan segar yang tidak diawetkan (control) hanya tahan selama 1 hari, hari ke 2 sudah mengalami pembusukan.
4. Hasil pengawetan menunjukkan bahwa dengan perendaman selama 1 jama ikan akan tahan disimpan selama 4 hari, hari ke 5 sudah mengalami pembusukan. Dengan perendaman 2 jam ikan tahan disimpan selama 8 hari, hari ke 9 telah mengalami pembusukan. Perendaman selama 3 jam menghasilkan ketahanan ikan selama 12 hari, hari ke 13 telah mengalami pembusukan.
5. Pemakaian limbah kubis sebagai bahan fermentasi dapat mengurangi pencemaran lingkungan.
5.2. Saran
Disarankan agar :
1. Ada penelitian selanjutnya untuk mendapatkan hasil fermentasi secara cepat dan mudah karena dalam penelitian ini upaya fermentasi dilakukan dalam 6 hari masa tunggu.
2. Kesadaran masyarakat akan pemakaian bahan pengawet yang aman sehingga disarankan penggunaan hasil fermentasi limbah kubis.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2007, Pengawetan ikan,
ikan.htlm.(05 September 2012).
__________, 2008, Pengawet dan bahan kimia, http:// www.ristek.go.id. (05 September
2012).
____________2009. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan.
http://www.iptek.net.id ( 05 September 2012 )
Alfrianto, Eddy, Eviliawati, 2005, Pengawetan dan Pengolahan Ikan, Kanisius,
Yogyakarta.
BPOM RI, 2006, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Keterangan
Pers No KH.00.01.1.241.002 Tentang Penyalahgunaan Formalin Untuk
Pengawet Mie Basah, Tahu dan Ikan tahun 2006, Jakarta.
Ekasari, Wiwied, 2009, Kubis Sayur Yang Kaya Manfaat. Departemen Farmakognosi
dan Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya.
L A M P I R A N
Gambar L2. Limbah Kubis sebagai bahan fermentasi
Gambar L4. Ditaruh dalam wadah + air+garam
Gambar L.7. Proses penyaringan hasil fermentasi untuk pengawetan ikan