KAJIAN PROGRAM MAKANAN TAMBAHAN UNTUK ANAK SEKOLAH
(PMT-AS) DI BANDUNG
Ira Endah Rohima*)
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknik – Universitas Pasundan
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini untuk mengkaji kinerja PMT-AS di Bandung, persepsi pihak sekolah mengenai pelaksanaan, manfaat, beban, kebutuhan, dan pelatihan dari PMT-AS, dan persepsi masyarakat mengenai pelaksanaan, manfaat, beban, kebutuhan dari PMT-AS. Desain penelitian ini adalah cross sectional study dan retrospective yang dilaksanakan di Kabupaten dan Kota Bandung. Pengambilan data primer dan sekunder dari responden pihak sekolah dan masyarakat yang berjumlah 54 orang. Pejabat Daerah di Bandung memberikan persepsi bahwa pelaksananan PMT-AS berjalan dengan baik (100%), 75-100% menilai bahwa PMT-AS memberikan manfaat, tidak menjadi beban (50-100%), masih dibutuhkan (100%).Pihak sekolah memberikan persepsi bahwa pelaksanaan PMT-AS berjalan dengan baik (100%), 75-91,7% pihak sekolah menilai bahwa PMT-AS memberikan manfaat (100%), tidak menjadi beban(100%), dan masih dibutuhkan (100%). Masyarakat di Bandung memberikan persepsi bahwa pelaksanaan PMT-AS berjalan dengan baik (100%), memberikan manfaat (90,9-100%), dan tidak menjadi beban (100%) dan masih dibutuhkan (100%).
Kata kunci : PMT-AS, persepsi, responden
I. PENDAHULUAN1
1.1 Latar Belakang
Murid Sekolah Dasar adalah masa pertumbuhan
yang cepat dan kegiatan fisik yang aktif.
Keturunan dan lingkungan merupakan
determinan yang sangat penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan sekolah anak.
Penyebab langsung seorang anak dapat
tumbuh dan berkembang secara baik adalah
cukupnya masukan gizi serta terbebasnya dari
penyakit infeksi.
*)[email protected]
Pemerintah bertanggung jawab atas pendidikan,
menyediakan sekolah cuma-cuma, dan
mengharuskan wajib belajar karena banyak
orang tua tidak mampu menyekolahkan
anaknya. Keadaan tingkat kesehatan gizi
anak-anak di sebagian besar dunia menimbulkan
keragu-raguan karena ketidakmampuan orang
tua dalam menyediakan gizi yang cukup. Bila
terjadi penyakit kurang gizi, maka pemerintah
harus melakukan intervensi. Penyelesaian untuk
membantu mengatasinya, pemerintah harus
Program makanan tambahan anak sekolah
merupakan usaha yang dilakukan.
Negara-negara berkembang dalam rangka memenuhi
makanan bergizi. Di banyak Negara, program
makanan tambahan berbeda jenisnya dan
biasanya tergantung dari tujuan yang akan
dicapai [1].
Program makanan tambahan untuk anak
Indonesia dilaksanakan dengan latar belakang
bahwa anak merupakan asset sumber daya
manusia yang sangat penting guna membangun
masa depan bangsa yang maju, mandiri,
sejahtera, dan berkeadilan (Hidayat [2]).
Program Makanan Tambahan Anak Sekolah
(PMT-AS) merupakan program pemerintah
dengan memberikan makanan tambahan dan
pemberian obat cacing dalam upaya
peningkatan status gizi anak. Indikator
keberhasilan PMT-AS meliputi peningkatan
status gizi anak SD/MI, penurunan angka
absensi, peningkatan nilai anak, penurunan
angka infeksi kecacingan anak, serta
peningkatan pengetahuan dalam aspek
kesehatan. Tujuan PMT-AS berdimensi gizi,
kesehatan, pendidikan, pertanian, ekonomi, dan
pemberdayaan masyarakat. Sasaran PMT-AS
berdimensi anak, orang tua murid, guru, dan
masyarakat (Forum Koordinasi PMT-AS).
PMT-AS ini dilakukan tiga kegiatan yaitu
pemberian makanan kudapan dengan syarat
tertentu seperti menggunakan bahan lokal, tidak
berbentuk makanan lengkap atau makanan
pokok dan bersifat sebagai makanan suplemen
bukan substitusi, selain itu makanan harus
mengandung kurang lebih 300 kalori dan 5 gram
protein untuk setiap kali pemberian. Kudapan
diberikan tiga kali seminggu atau 108 kali dalam
satu tahun ajaran. Kegiatan lainnya berupa
pemberian obat cacing setiap dua kali per tahun
serta penyuluhan pendidikan gizi dan
kesehatan.
Penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang
beragam mengenai pelaksanaan PMT-AS baik
pengaruh positif seperti status gizi anak yang
lebih baik tetapi di lain pihak belum memenuhi
persyaratan gizi makanan yang diberikan
sehingga perlu dilakukan kajian pada Program
Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS)
yang telah dilaksanakan.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji :
1. Kinerja PMT-AS di Bandung
2. Persepsi pihak sekolah mengenai
pelaksanaan, manfaat, beban, dan
kebutuhan, dari PMT-AS
3. Persepsi pihak sekolah mengenai
pelaksanaan, manfaat, beban, dan
kebutuhan dari PMT-AS
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan masukan bagi pembuat dan
meningkatkan pelaksanaan program makanan
tambahan bagi anak sekolah dasar sehingga
dapat meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia di masa depan.
1.4 Kerangka Pemikiran
Program Makanan Tambahan Anak Sekolah
(PMT-AS) merupakan salah satu komponen
Program Perluasan Jaring Pengaman Sosial
dan Penanggulangan Kemiskinan (PJPS-PK)
sebagai upaya pemerintah untuk mengatasi
masalah kurang gizi dan angka putus sekolah
yang tinggi pada murid Sekolah Dasar. Selain
itu diharapkan juga mampu memberdayakan
orang tua murid dan masyarakat sehingga lebih
memperhatikan pendidikan, gizi, dan kesehatan
anak.
Pelaksanaan PMT-AS dipengaruhi oleh kinerja,
persepsi, dan upaya oleh pihak terkait seperti
pihak sekolah dan masyarakat. Kinerja PMT-AS
mencakup input, proses, dan output. Input
meliputi dana dari APBD, tenaga dari pihak
terkait, sarana, prasarana, pelatihan dan
penyuluhan. Proses mencakup perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi, dan
pemantauan. Output meliputi peningkatan status
gizi anak, penurunan angka absensi dan
peningkatan nilai anak.
Dukungan berbagai pihak mulai dari pejabat
daerah, pihak sekolah, dan masyarakat
menentukan keberlangsungan pelaksanaan
PMT-AS. Persepsi yang berbeda dapat
mempengaruhi keberlanjutan suatu program.
Persepsi tersebut dipengaruhi oleh
pelaksanaan, manfaat, beban, dan kebutuhan.
Persepsi pejabat daerah dipengaruhi oleh
persepsi pihak sekolah dan masyarakat
demikian sebaliknya pesepsi pihak sekolah dan
masyarakat seipenaruhi oleh persepsi pejabat
daerah.
II. METODOLOGI
2.1 Desain dan Lokasi Penelitian
Desain penelitian ini adalah cross-sectional
study dan retrospectif dengan menggali
informasi mengenai kinerja PMT-AS, persepsi
dan upaya serta perbaikan dalam keberlanjutan
PMT-AS. Penelitian dilaksanakan di Bandung
meliputi Kabupaten dan Kota. Kabupaten
Bandung merupakan daerah yang mempunyai
resiko tinggi rawan pangan dan gizi dan Kota
Bandung merupakan daerah yang mempunyai
resiko rendah rawan pangan dan gizi.
2.2 Teknik Penarikan Contoh
Responden adalah pihak sekolah meliputi
Kepala Sekolah, Dewan Sekolah dan guru SD
dan MI dan masyarakat terutama orang tua
murid, PKK, dan tokoh masyarakat yang ada di
Kota dan Kabupaten Bandung. Pemilihan
responden dilakukan secara purposif. Jumlah
responden adalah 54 orang yang terdiri dari
pejabat daerah 10 orang, pihak sekolah 24
Tabel 1
Daftar Responden
Responden Bandung Jumlah
Kota Kab 1. Pejabat Daerah
• Dinas Pendidikan
2. Pihak Sekolah
• Kepala Sekolah 3. Masyarakat
• Orang tua murid
2.3 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer
dan data sekunder. Pengumpulan data primer
dilakukan dengan melakukan wawancara
berdasarkan kuesioner, sedangkan data
sekunder diperoleh dari arsip yang diperoleh
dari responden.
Data primer berupa wawancara dengan pejabat
daerah, pihak sekolah, dan masyarakat untuk
mengetahui persepsi, kebijaksanaan
pemerintah, sumberdaya manusia, dan
pengalokasian dana untuk PMT-AS. Data
sekunder berupa arsip mengenai kinerja, data
sekolah, data murid, pengalokasian dana, jalur
pencairan dana, struktur APBD, dan kondisi
wilayah.
2.4 Pengolahan dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan merupakan data
kualitatif dan diolah secara deskriptif. Data yang
diolah mencakup sikap terhadap keberlanjutan
PMT-AS dari masyarakat dan pihak sekolah.
Penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian
deskriptif kualitatif.Penilaian kinerja diperoleh
dari laporan atau arsip di pejabat daerah, PKK,
dan sekolah yang meliputi input, proses, dan
output di Kota dan Kabupaten Bandung.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Keadaan Wilayah
Bandung dan Bogor merupakan wilayah dengan
penduduk yang cukup padat. Kabupaten
Bandung merupakan daerah yang mempunyai
resiko tinggi rawan pangan dan gizi dan Kota
Bandung merupakan daerah yang mempunyai
resiko rendah rawan pangan dan gizi.
Tabel 2
Keadaan Wilayah Bandung
Wilayah Luas Wilayah Jumlah
Penduduk
Sumber : Badan Pusat Statistik (2014)
Tabel 3
Kriteria Sasaran PMT-AS
Kriteria Kota Bandung Kab Bandung
Desa Desa tertinggal Desa tertinggal Sekolah
Dasar (SD)
SD di daerah miskin dari keluarga KS/KS1
SD dari keluarga Pra Sejahtera Madrasah
Ibtidaiyah (MI)
MI di daerah miskin dari keluarga Pra KS/KS1
MI di daerah miskin dari keluarga Pra Sejahtera
Pondok Pesantren (Ponpes)
Ponpes di desa IDT dengan usia santri 7-12 tahun
3.2 Keadaaan Sekolah
Dalam penelitian ini, Sekolah Dasar (SD) dan
Madrasah (MI) dipilih secara purposif. Di
kabupaten Bandung dipilih 2 SD dan 2 MI
sedangkan di Kota Bandung dipilih 2 SD dan 2
MI.
Tabel 4.
Lokasi Sekolah untuk contoh penelitian
Wilayah SD/MI Kec Desa
Kab SD. Cilampeni
SD. Margahayu 7 MI. Miftahul Jannah MI. Al Haq Bandung Kaler
Warung
Pemilihan lokasi sekolah didasari oleh
karakteristik yang berbeda dari sekolah-sekolah
yang ada di kota dan kabupaten Bandung.
Pemilihan lokasi dilihat dari keadaan bangunan
sekolah, perbandingan guru dengan murid, dan
kebun sekolah.
Tabel 5
Karakteristik sekolah yang menjadi contoh penelitian Margahayu 7 Cibuntu 2 Salafiyah 3
146
3.3 Kinerja Program Makanan Tambahan
Anak Sekolah (PMT-AS)
3.3.1 Komponen Input
1. Dana
Penyaluran dana PMT-AS dari Anggaran
Pendapaan Belanja Daerah (APBD)
dialokasikan ke rekening masing-masing
kepala sekolah melalui Bank penyalur unit
kecamatan seperti Bank Rakyat Indonesia
di Kabupaten Bandung dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Jabar
di Kota Bandung.
2. Tenaga
PMT-AS didukung bebagai pihak dari
pejabat daerah, pihak sekolah, dan
masyarakat. Pejabat daerah mempunyai
kewenangan dalam membuat kebijakan
mengenai pengalokasian dana,
pelaksanaan dan mekanismenya. Pihak
sekolah dan masyarakat merupakan tim
pelaksana.
3. Sarana dan Prasarana
Sarana PMT-AS adalah alat ukur tinggi dan
timbangan badan, sedangkan prasarananya
adalah alat masak, kebun sekolah, dan
sarana air bersih.
Pelatihan diberikan oleh tim pengelola
tingkat kecamatan terutama Tenaga
Pelaksana Gizi (TPG) kepada tim
pelaksana. TPG Puskesmas berperan
dalam melatih kelompok petugas masak
dari PKK untuk membuat kudapan yan baik
dan sesuai dengan standar, selain itu
memantau dalam pengukuran berat dan
tinggi badan.
3.3.2 Komponen Proses
1. Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan adalah
pengaggaran dana, pendatan lokasi
sasaran, survey lokasi, sosialisasi, dan
rapat koordinasi.
2. Pengorganisasian
Organisasi dimulai dari tingkat koordinasi
kota/kabupaten sampai tingkat sekolah
sebagai pelaksana.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan meliputi penyaluran dana,
pemberian kudapan, dan pemberian obat
cacing.
4. Evaluasi dan Pemantauan
Evaluasi dan pemantauan dilakukan oleh
tim secara berjenjang. Pelaporan dlakukan
setiap bulan.
3.3.3 Komponen Output
1. Status Gizi
Perbaikan status gizi diperoleh dari adanya
peningkatan berat badan dan tinggi badan
setelah pemberian PMT-AS.
Tabel 6
Persentase status gizi anak
Wilayah Status Gizi Sebelum
PMT-AS
Sesudah PMT-AS
Kab Kurang Baik
Lebih
10,69% 85,51% 4,04%
10,07% 85,87% 4,06% Kota Kurang
Baik Lebih
12,05% 85,82% 2,03%
7,64% 83,5% 3,55%
Sumber : Dinas Kesehatan
2. Prestasi Akademik
Prestasi akademik yang dicerminkan oleh
nilai mata pelajaran Matematika, IPS, dan
IPA belum dapat menggambarkan dampak
PMT-AS. Peningkatan dan penurunan
prestasi tidak bisa dikaitkan dengan
pemberian PMT-AS saja melainkan
dipengaruhi oleh dukungan sekolah dan
keluarga juga lingkungan murid untuk
merangsang peningkatan prestasi tersebut.
3. Kebersihan diri dan lingkungan
Kebersihan diri dan lingkungan meruoakan
bagian dari penyelenggaraan PMT-AS yang
dapat berdampak pada kehidupan
sehari-hari. Kebersihan diri tercermin saat anak
harus mencuci tangan sebelum makan juga
saat membuang pembungkus makanan ke
4. Pengetahuan Gizi
PMT-AS diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan gizi melibatkan guru, orang
tua, dan murid. Namun penelitian
sebelumnya di Kabupaten Bogor
menunjukkan bahwa kegiatan PMT-AS
belum memberikan dampak positif terhadap
pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi siswa.
5.Persepsi mengenai pelaksanaan PMT-AS
Responden seluruhnya menyatakan
pelaksanaan PMT-AS berjalan dengan baik.
Tabel 7
Persepsi Pelaksanaan PMT-AS
Responden Kabupaten Kota
Baik Tidak baik
Baik Tidak baik
Pejabat daerah 100% 0% 100% 0% Pihak sekolah 100% 0% 100% 0%
Masyarakat 100% 0% 90,9% 9,1%
6. Persepsi mengenai manfaat PMT-AS
Manfaat PMT-AS meberikan persepsi yang
berbeda, sebagian besar merasakan manfaat
tapi sebagian kecil tidak merasakan manfaat
dari pemberian PMT-AS.
Tabel 8
Persepsi mengenai manfaat PMT-AS
Responden Kabupaten Kota
Ada
7. Persepsi mengenai beban PMT-AS
Pada umumnya PMT-AS tidak dianggap
beban oleh sebagian besar responden.
Persepsi dinilai beban bila ada kerugian yang
dirasakan dari segi biaya, tenaga, moril, dan
waktu.
Tabel 9
Persepsi mengenai beban PMT-AS
Responden Kabupaten Kota
Beban Tidak beban
Beban Tidak beban
Pejabat daerah 50% 50% 0% 100% Pihak sekolah 0% 100% 0% 100% Masyarakat 0% 100% 0% 100%
8. Persepsi mengenai kebutuhan PMT-AS
PMT-AS diarasakan masih dibutuhkan oleh
sebagian besar responden tetapi perlu
adanya perbaikan pada mekanisme
pelaksanannya.
Tabel 10
Persepsi mengenai kebutuhan PMT-AS
Responden Kabupaten Kota
Masih
3.4 Pembahasan
Responden pada umumnya memberikan sikap
walaupun partisipasi untuk keberlanjutannya
masih rendah. Partisipasi dalam kerangka arus
dari atas (top down) seringkali melahirkan
parisipasi yang artifisial dan cenderung bersifat
mobilisasi. Keterlibatan masyarakat hanya
dijadikan sebagai pelengkap, bukan yang
utama. Partisipasi dipahami sebagai suatu
kewajiban. Walaupun ada manfaatnya dari segi
efisiensi waktu dan upaya pemaksaan program,
pendekatan yang top down ini lebih efektif dan
cepat.
Sebaliknya, pendekatan bottom up yang
melibatkan masyarakat memiliki daya dukung
yang kuat. Hal ini dapat dimengerti dan
dipahami karena masyarakat telah menentukan
sendiri apa yang terbaik bagi dirinya dan
masyarakat sekitarnya. Pendekatan ini dapat
dilakukan di masyarakat pada tahap memiliki
keammpuan, semangat, dan antusiasme yang
tingi serta memiliki kebersihan yang tinggi, maka
kualitas dan kuantitas hasil pembangunan akan
menunjukkan kemajuan yang signifikan.
PMT-AS saat ini mempunyai kerangka arus dari
bawah (bottom up) sejak otonomi daerah
diberlakukan. Secara konsep PMT-AS sangat
relevan dengan keadaan saat ini karena
keadaan ekonomi Indonesia yang masih belum
stabil sehingga berdampak pada keluarga yang
mayoritas sangat sulit untuk menyediakan
makanan yang bergizi. Otonomi daerah
memerlukan kerjasama dan harmonisasi
hubungan antar daerah akan memperluas
jangkauan pemanfaatan sumber daya dan
berbagai hasil suatu daerah (Manan [3]).
Keberhasilan mengatasi masalah gizi
merupakan tanggung jawab bersama. Berhasil
atau gagalnya program juga dipengaruhi oleh
sikap masyarakat terhadapnya. Apabila sikap ini
menguntungkan maka masyarakat akan
bertindak sesuai rencana program.
Perencanaan pembangunan daerah juga
dikaitkan dengan keputusan politik dari
pemerintah, maka ada hal tertentu yang harus
dilaksanakan tanpa harus mengenyampingkan
kepentingan kepentingan masyarakat, namun
untuk jangka panjang kebijakan yang diambil
harus sejalan dengan kesepakatan yang telah
digariskan.
Pelaksanaan PMT-AS yang paling sering
dikeluhkan responden adalah pencairan dana
yang tidak tepat waktu dan tidak sesuai dengan
jumlah murid. Hal ini terjadi karena kurangnya
koordinasi tim pelaksana pada masing-masing
tingkatan. Oleh karena itu diperlukan
perencanaan yang lebih matang dalam
mengantisipasi keterlambatan pencairan dana
tersebut.
Pelaksanaan PMT-AS pada pengendalian dan
evaluasi tidak optimal sehingga akan kesulitan
Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran
masyarakat pentingnya evaluasi program untuk
melihat perkembangan yang terjadi setelah
pemberian PMT-AS.
Manfaat PMT-AS memang dirasakan
pengaruhnya tidak terlalu besar tapi tetap
berdampak positif pada murid, sekolah, dan
lingkungan. Ketahanan fisik murid yang lebih
baik akan memberikan peluang menerima
pelajaran lebih baik. Pengetahuan gizi tidak
meningkat tetapi anak dibiasakan memilih
makanan yang lebih baik saat jajan.
Memajukan perekonomian masyarakat adalah
hal yang sulit dilakukan karena masyarakat
sekitar mengelola kebun kurang beragam
komoditinya sehingga upaya meningkatkan
penghasilan masyarakat belum dapat tercapai.
Kebutuhan makanan beragam tidak terpenuhi
dari kebun masyarakat tetapi membeli dari
pasar sekitar.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Kinerja PMT-AS mencakup input, proses,
dan output.Input meliputi dana, tenaga,
sarana, prasarana, pelatihan, dan
penyuluhan. Proses meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi,
dan monitoring. Ouput meliputi status gizi,
angka absensi, prestasi akademik, dan
pengetahuan gizi.
2. Pejabat Daerah di Bandung memberikan
persepsi bahwa pelaksananan PMT-AS
berjalan dengan baik (100%), 75-100%
menilai bahwa PMT-AS memberikan
manfaat, tidak menjadi beban (50-100%),
masih dibutuhkan (100%).
3. Pihak sekolah memberikan persepsi bahwa
pelaksanaan PMT-AS berjalan dengan baik
(100%), 75-91,7% pihak sekolah menilai
bahwa PMT-AS memberikan manfaat
(100%), tidak menjadi beban (100%), dan
masih dibutuhkan (100%).
4. Masyarakat di Bandung memberikan
persepsi bahwa pelaksanaan PMT-AS
berjalan dengan baik (100%), memberikan
manfaat (90,9-100%), dan tidak menjadi
beban (100%) dan masih dibutuhkan (100%).
4.2 Saran
1. PMT-AS masih relevan dan dibutuhkan saat
ini sehingga pembuat kebijakan setidaknya
mempertimbangkan kembali penghapusan
PMT-AS di Kabupaten atupun Kota Bandung.
2. Koordinasi, pemantauan, dan evaluasi lebih
ditingkatkan untuk menunjukka keberhasilan
program.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Berg, A. 1986. Peranan Gizi dalam
Pembangunan Nasional. Rajawali.
Jakarta.
[2] Hidayat, S.1997. Membangun Sumber
Telaahan Gizi Masyarakat dan Sumber
Daya Keluarga. Orasi Ilmiah. Fakultas
Pertanian Bogor.
[3] Manan, B. 2001. Menyongsong Fajar
Otonomi Daerah. Pusat Studi Hukum