• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM TERHADAP EKSISTENSI DAN K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TINJAUAN HUKUM TERHADAP EKSISTENSI DAN K"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP EKSISTENSI DAN KEDUDUKAN

HUKUM PERATURAN DPR DAN KEPUTUSAN DPR DALAM SISTEM

KENEGARAAN INDONESIA

1. Pendahuluan

Salah satu keberhasilan yang dicapai oleh bangsa Indonesia pada masa reformasi adalah reformasi konstitusional (constitutional reform). Reformasi konstitusi1 dipandang merupakan kebutuhan dan agenda yang harus dilakukan karena UUD 1945 sebelum perubahan dinilai tidak cukup untuk mengatur dan mengarahkan penyelenggaraan negara sesuai harapan rakyat, terbentuknya good governance, serta mendukung penegakan demokasi dan hak asasi manusia2. Tidak dapat disangkal bahwa keempat amandemen terhadap UUD 1945 telah berpengaruh terhadap konstelasi hubungan lembaga-lembaga negara, termasuk dalam bidang legislasi. UUD 1945 yang baru memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada DPR dibandingkan dengan UUD

1

Perubahan UUD 1945 dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu agenda Sidang MPR dari 1999 hingga 2002.

2

Jimly Asshiddiqie , Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi, Bahan disampaikan pada acara Seminar

(2)

2

1945 (sebelum perubahan). DPR yang ada sekarang ini memainkan peranan yang amat dominan dalam proses perumusan dan pengesahan UU.3

Terkait dengan penguatan peran DPR pasca perubahan UUD 1945 di atas, menarik untuk dibahas (karena sering kali luput dari perhatian) adalah mengenai eksistensi dan kedudukan hukum peraturan DPR dan keputusan DPR dalam sistem kenegaraan Indonesia, khususnya dilihat dari aspek ilmu perundang-undangan. Beberapa pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah apakah peraturan dan keputusan DPR merupakan peraturan perundang-undangan? Dan bagaimanakah kedudukan peraturan dan keputusan DPR dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia?

Ketentuan-ketentuan yang terkait dengan pembahasan mengenai eksistensi dan kedudukan DPR meliputi UUD 1945; Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah; Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tanggal 22 Juni 2004 (UU No. 10/2004); dan Peraturan Tata Tertib (Tatib) DPR.

Ketentuan-ketentuan dalam UU No. 10/2004 yang terkait dengan penelaahan terhadap eksistensi peraturan DPR dan keputusan DPR meliputi Pasal 1 Angka 2 dan Angka 12, Pasal 5 Huruf b, Pasal 7 Ayat (1); Ayat (4) dan Ayat (5), Pasal 32 Ayat (7), Pasal 35 Ayat (3), dan Pasal 54. Pasal-pasal tersebut diatur sebagai berikut:

3

(3)

3

a) Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.4

b) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.5

c) Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada antara lain asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat.6 Yang dimaksud dengan

asas „kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat‟ dalam hal ini adalah bahwa

setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang, dimana peraturan perundang-undangan dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.7

d) Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah UUD 1945, Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang-Undang-Undang (PPPUU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Daerah (Perda).8 Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki tersebut.9 Pengertian hierarki dalam hal ini adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.10 Namun demikian, jenis-jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana tersebut diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan

4

Sesuai UU No. 10/2004 Pasal 1 Angka 2.

(4)

4

perundang-undangan yang lebih tinggi.11 Jenis peraturan perundang-undangan ini antara lain adalah peraturan yang dikeluarkan oleh DPR.12

e) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembahasan rancangan UU (RUU) diatur dengan Peraturan Tata Tertib (Tatib) DPR.13 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata

cara penarikan kembali RUU diatur dengan Peraturan Tatib DPR.14 Ketentuan ini

dimaksudkan untuk menyederhanakan mekanisme penarikan kembali RUU.15

f) Teknik penyusunan dan/atau pembentukan Keputusan Pimpinan DPR harus berpedoman pada teknik penyusunan dan/atau bentuk yang diatur dalam UU No. 25/2004.16 Keputusan dalam hal ini menyangkut keputusan di bidang administrasi

di berbagai lembaga yang ada sebelum UU No. 10/2004 diundangkan dan dikenal dengan keputusan yang bersifat tidak mengatur.17

Berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya DPR harus membuat peraturan DPR tentang tata tertib. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa pasal antara lain:

1) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan tugas pimpinan DPR diatur dengan peraturan DPR tentang tata tertib (Pasal 84 Ayat (2) jo Ayat (1)).

(5)

5

2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dan penggantian pimpinan DPR diatur dengan peraturan DPR tentang tata tertib (Pasal 86).

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat pembicaraan pembahasan rancangan UU diatur dengan peraturan DPR tentang tata tertib (Pasal 152 jo Pasal 148).

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerimaan masukan dan penyerapan aspirasi dari masyarakat dalam penyiapan dan pembahasan rancangan UU diatur dengan peraturan tentang tata tertib DPR (Pasal 153 Ayat (3)).

5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hak interpelasi diatur dengan peraturan DPR tentang tata tertib (Pasal 176).

6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hak angket diatur dengan peraturan DPR tentang tata tertib (Pasal 183).

7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hak menyatakan pendapat diatur dengan peraturan DPR tentang tata tertib (Pasal 189).

8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan keputusan diatur dengan peraturan DPR tentang tata tertib (Pasal 205).

9) Tata tertib DPR berlaku di lingkungan internal DPR (Pasal 206 Ayat (2) jo Ayat (1)).

Berdasarkan Peraturan Tatib DPR18, peraturan DPR diterbitkan untuk hal-hal antara lain sebagai berikut:

a. Tata Beracara Badan Kehormatan, yang mengatur tata cara Anggota DPR dalam membela diri dan/atau memberikan keterangan.19

b. Tata Beracara Badan Kehormatan, yang mengatur tata cara pengaduan masyarakat dan penjatuhan sanksi.20

c. Susunan dan tata kerja Badan Fungsional/keahlian21.

18

< http://www.dpr.go.id/id/tentang-dpr/tata-tertib>, diakses 24 Oktober 2009.

19

Sesuai Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Pasal 184 ayat (2).

20Ibid

(6)

6

Dalam Peraturan Tatib DPR diatur bahwa materi yang dituangkan dalam bentuk keputusan DPR antara lain hal-hal sebagai berikut:

a. Penetapan hasil konsultasi alat kelengkapan DPR22 dengan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi sehubungan dengan penyusunan tata kerja pelaksanaan tugas oleh alat kelengkapan DPR.23

b. Peresmian penetapan Ketua dan wakil ketua DPR.24

2. Status dan kedudukan peraturan dan keputusan DPR

Sebagai lembaga legislatif DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Disamping itu DPR juga dapat membentuk instrumen hukum lain berupa Peraturan DPR dan Keputusan DPR. Tapi apakah kedua instrument hukum tersebut merupakan peraturan perundang-undangan?

Dilihat dari jenis norma hukumnya, peraturan DPR merupakan norma hukum yang bersifat individual, karena materi yang diatur didalamnya ditujukan bagi banyak orang tertentu (anggota DPR).25 Sedangkan dilihat dari hal yang diaturnya, peraturan Badan Anggaran; Badan Akuntabilitas Keuangan Negara; Badan Kehormatan; Badan Kerja Sama Antar-Parlemen; Badan Urusan Rumah tangga; panitia khusus; dan alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.

23

Berdasarkan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Pasal 24 ayat (3) jo ayat (2).

24Ibid

., Pasal 27 Huruf j.

25

(7)

7

misalnya, dinyatakan bahwa DPR menetapkan jumlah komisi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Dalam hal ini, berapa jumlah komisi, permulaan masa keanggotaan dan permulaan tahun sidang, yang ditetapkan secara abstrak, tidak konkrit.

Kemudian apabila dilihat dari daya lakunya, peraturan dan keputusan DPR merupakan norma hukum yang berlaku terus-menerus. Hal ini karena keberlakuan norma hukum dalam peraturan DPR tidak dibatasi oleh waktu sehingga dapat berlaku kapan saja, terus-menerus, sampai peraturan tersebut dicabut atau diganti dengan peraturan yang baru. Sedangkan, dari segi daya laku, peraturan DPR berlaku dan sah karena dibuat oleh lembaga yang berwenang dan diperintahkan oleh norma yang lebih tinggi.

Lantas bagaimanakah kedudukan Peraturan dan Keputusan DPR dilihat dari UU No. 10/2004? Dalam Pasal 1 Ayat (2) UU No. 10/2004 dinyatakan bahwa peraturan perundang-undangan adalah ”peraturan tertulis” yang dibentuk oleh ”lembaga negara

atau pejabat yang bewenang” dan ”mengikat secara umum”. Dalam hal ini, syarat

pertama sebagai peraturan tertulis terpenuhi. Tetapi syarat kedua, yaitu dibentuk oleh

”lembaga negara atau pejabat yang bewenang” tidak terpenuhi. Pasal 20 UUD 1945

(8)

8

DPR hanya dapat membentuk undang-undang dengan persetujuan presiden.26 Demikian pula syarat ”mengikat secara umum” tidak terpenuhi, karena peraturan DPR merupakan norma hukum yang bersifat individual, dan hanya ditujukan bagi anggota DPR saja.

Dilihat dari aspek kedudukannya, Pasal 7 Ayat (4) jo Ayat (1) UU No. 10/2004 menyebutkan bahwa bahwa peraturan perundang-undangan terdiri dari:

1. UUD 1945 2. UU/PPPUU 3. PP

4. Perpres 5. Perda

Meskipun dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di atas, peraturan dan keputusan DPR tidak dimuat, namun keberadaannya diakui dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagaimana dinyatakan dalam Penjelasan Pasal 7 Ayat (4) UU No. 10/2004, peraturan perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain adalah peraturan yang dikeluarkan oleh DPR. Selain itu, penerbitan peraturan oleh DPR juga didasarkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya, yaitu UU, yang dalam hal ini adalah UU No. 27/2009.

26

(9)

9

3. Kesimpulan

Dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa meskipun dalam Pasal 7 Ayat (4) UU No. 10/2004, peraturan dan keputusan DPR diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, namun Peraturan dan Keputusan DPR tidak memenuhi syarat ”dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang bewenang”, dan

”mengikat secara umum” sebagaimana sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (2) UU

(10)

10

DAFTAR PUSTAKA

1. Jimly Asshiddiqie , Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi, Bahan disampaikan pada

acara Seminar “Membangun Masyarakat Sadar Konstitusi”, yang diselenggarakan oleh

DPP Partai Golkar, Jakarta, 8 Juli 2008.

2. Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan (Buku 1), Penerbit Kanisius, Jakarta, 2007.

3. Maswadi Rauf, Perkembangan UU Bidang Politik Pasca Amandemen UUD 1945, disajikan dalam Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional VIII yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional di Denpasar, Bali, pada tanggal l4-18 Juli 2003.

4. http://www.dpr.go.id/id/tentang-dpr/tata-tertib>, diakses 24 Oktober 2009. 5. Undang-Undang Dasar 1945.

6. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah 7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga dokumen Rencana Program Infrastruktur Jangka Menengah (RPIJM) Bidang

Seperti halnya pada saat kondisi yang ada di lokasi tersebut telah terjadi pengelolaan lahan di kawasan hutan oleh masyarakat (perambahan), pelaksana kebijakan ber usaha

Pada hasil pengamatan, perubahan yang terjadi pada sampel medium singkong rebus dengan menambahan jamur Aspergillus dari roti setelah 72 jam, yaitu pada keadaan

One example is a trial of cultured human neuronal neurons for deep hemorrhagic stroke; they were applied to humans in early clinical trials after only a few rodent studies showed

Berdasarkan uji ANOVA, ekstrak metanolik daun kenikir, mengkudu dan mangga yang telah diekstraksi sebanyak 10 dan 15 x 50mL n -heksan mengalami penurunan %

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat informasi harga pokok produksi pesanan adalah untuk menentukan harga jual, memantau realisasi biaya,

 Mahasiswa mampu menjelaskan striktur bahan, bentuk geografi, teknologi fabrikasi, diagram pita energi, serta karakteristik devais compound semiconductor FET, MESFET, dan HFET

Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap ditentukan sebesar perbedaan antara jumlah neto hasil pelepasan, jika ada, dengan jumlah tercatat dari aset