• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPASAL UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI MINY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROPASAL UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI MINY"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Anomali penurunan produksi yang terjadi di sumur LS-124 (JOB PLP Lirik), diperkirakan akibat kondisi Formation Damage oleh endapan wax / kristal paraffin, sehingga sumur harus diproduksikan secara Intermitten Production. Sumur produksi yang mengalami kerusakan formasi akan menyebabkan indeks produktifitas menurun, disebabkan adanya hambatan aliran (flow) dari formasi batuan ke dalam lubang sumur. Hal tersebut akan ter-indikasi pada laju penurunan produksi yang tiba-tiba, padahal seluruh fasilitas produksi masih beroperasi secara baik. Kerusakan formasi batuan dapat terjadi pada saat perawatan sumur atau kerja ulang yang disebabkan oleh material halus terbawa oleh cairan komplesi atau terbentuknya kristal endapan paraffin akibat penurunan suhu di dalam lubang sumur. Inovasi solvent dan surfactants digunakan untuk meningkatkan nilai kelarutan endapan paraffin di sekitar lubang perforasi agar laju alir fluida menjadi normal kembali.

(2)

- Produksi : Gross : 35 BFPD

- Menganalisa pengaruh penginjeksian surfactant dan solvent terhadap laju produksi minyak.

- Memperbaiki permeabilitas dan mobilitas minyak hingga dapat terproduksi bebas ke permukaan.

- Mendapatkan pengetahuan mengenai salah satu cara yang dapat dilakukan jika oil well mengandung wax sekaligus dapat mengaplikasikannya didunia perminyakan.

C. TINJAUAN PUSTAKA SEJARAH LAPANGAN SAGO

(3)

adalah sumur LR-003. Pada tanggal 31 Maret 1941 dilakukan test awal pada sumur LS-10 dan menghasilkan minyak 850 BOPD dengan kadar air 30 %. Lapangan Sago diperkirakan dengan Initial Oil In Place (OOIP) sebesar 284.328.805 barel oil, dan Ultimate Recovery (UR) sebesar 213.246.603 barel oil dengan Recovery Factor (RF) sekitar 75% dari jumlah awal minyak awal ditempat (OOIP). Terhitung jumlah produksi komulatif hingga bulan Desember 2004 sebesar 201.873.451 barel oil, maka diperkirakan sisa cadangan minyak pada 1 Januari 2005 adalah sebesar 11.373.152 barel oil.

KERUSAKAN FORMASI

Kontak antara formasi dengan fluida lain adalah dasar yang menyebabkan kerusakan formasi. Adapun yang dimaksud fluida disini adalah lumpur pemboran, fluida workover, fluida perforasi ataupun dari fluida reservoir itu sendiri dimana karakteristik reservoirnya telah berubah (Zulfikar, 2009)

Zulfikar, (2009) menyatakan bahwa ada beberapa kemungkinan mekanisme terjadinya kerusakan formasi meliputi :

1. Penyumbatan yang berasosiasi dengan padatan.

Penyumbatan oleh padatan dapat terjadi pada permukaan formasi, lubang perforasi atau pada formasi itu sendiri. Penyumbatan oleh padatan tersebut berupa material pemberat, clay, material loss circulation, pengendapan scale dan asphalt.

2. Padatan sangat kecil

Padatan yang dimaksud berupa oksida besi atau partikel silikat lain. Padatan ini sering terbawa oleh aliran dan akhirnya terendapkan dalam pori-pori pada permeabilitas relatif formasi dan akan berkembang menjadi penyumbat yang serius.

Kerusakan formasi sumur minyak bumi telah menyebabkan menurunnya produktivitas sumur minyak. Kerusakan formasi disebabkan oleh proses pemboran dan cara memproduksikan hidrokarbon yang menyebabkan menurunnya permeabilitas sekitar lubang sumur. Produktifitas sumur dapat dipengaruhi oleh sifat kebasahan batuan (wettability) menjadi oil wet, tekanan kapiler yang tinggi, water blocking, particle blocking dan emulsion blocking (Mulyadi, 2000).

(4)

tersebut (Ashayer et. al., 2000). Sifat batuan yang cenderung basah air disebut water wet sedangkan sifat batuan yang cenderung basah minyak disebut oil wet. Pada kondisi water wet, batuan diselubungi oleh air sedangkan pada kondisi oil wet, batuan cenderung diselubungi oleh minyak. Pada kondisi oil wet, keberadaan minyak yang menyelubungi batuan menyebabkan meningkatnya ketebalan dari lapisan pada batuan reservoir sehingga menyebabkan berkurangnya laju alir. Sifat batuan oil wet dapat mengurangi produktivitas sumur hingga 15–85% (Mulyadi, 2000).

- Tekanan kapiler adalah tekanan yang timbul karena adanya perbedaan tegangan antar muka dari dua fluida yang immiscible (tidak saling melarut) pada daerah penyempitan pori-pori batuan. Tingginya tekanan kapiler berbanding terbalik dengan jari-jari kapilernya dan berbanding lurus dengan tegangan antar muka. Tekanan kapiler yang tinggi akan menghambat aliran fluida minyak sehingga minyak akan tertinggal di dalam pori-pori (Allen dan Robert, 1993).

- Water blocking merupakan kondisi dimana pori-pori reservoir tertutup oleh air formasi dalam jumlah yang banyak. Water blocking terjadi karena air yang bergerak akibat adanya gaya kapilaritas air. Sifat air ini menyebabkan air akan memby-passed minyak dan menyebabkan minyak tertinggal di dalam pori-pori sebagai by-passed oil. Salah satu cara dalam mengatasi water blocking adalah dengan menginjeksikan 1–3% surfaktan dalam formasi (Allen dan Robert, 1993).

- Particle blocking atau penyumbatan pori-pori oleh partikel-partikel tertentu (lempung halus dan lumpur) merupakan masalah umum yang sering dijumpai pada reservoir. Particle blocking dapat diatasi dengan melarutkan partikel-partikel penyumbat dengan menggunakan surfaktan jenis tertentu. Surfaktan anionik dapat melarutkan lempung pada larutan asam (Allen dan Robert, 1993). Menurut McCune (1976), melalui penginjeksian asam ke dalam formasi reservoir carbonate yang padat dan mengalami kerusakan biasa disebut stimulasi, diharapkan asam tersebut akan bereaksi dengan beberapa mineral dan menciptakan pori-pori dan saluran pori yang lebih besar sehingga permeabilitas meningkat.

(5)

ENHANCED OIL RECOVERY (EOR)

Menurut Gomaa (1997), pengembangan Lapangan minyak dapat dikelompokkan atas tiga fase yaitu fase primer (primary phase), fase sekunder (secondary phase) dan fase tersier (tertiary phase). Pada fase primer, produksi dikontrol dari tenaga alami yang tergantung pada kandungan energi alam pada reservoir. Optimasi produksi pada fase primer antara lain stimulasi menggunakan metode asam (acidizing), metode fracturing dan metode sumur horizontal (horizontal wells). Pada fase sekunder diterapkan penambahan energi dari luar seperti gas flood dan water flood. Metode pada fase tersier sering juga disebut sebagai metode enhanced oil recovery (EOR).

Metode Enhanced Oil Recovery (EOR) didefinisikan sebagai suatu metode yang melibatkan proses penginjeksian dengan penambahan material tertentu yang dapat menyebabkan perubahan fluida dalam reservoir seperti komposisi minyak, rasio mobilitas dan juga karakteristik interaksi batuan-fluida.

(6)

Menurut Gulick dan William (1998), waterflooding telah dikenal sejak tahun 1860 tetapi pada saat itu waterflooding sebagai upaya proses peningkatan recovery minyak bumi tidak dapat diterapkan secara luas. Hal ini dikarenakan karakteristik reservoir yang berbeda-beda tiap wilayah. Menurut Lake (1989), reservoir-reservoir minyak bumi berberbeda-beda dalam hal kondisi geologis alamnya, kandungan air dalam reservoir dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut, metode optimum untuk merecovery minyak bumi dalam jumlah yang maksimum pada suatu reservoir berbeda terhadap reservoir yang lain.

Menurut Salager (1977), chemical flooding dengan menggunakan formula surfaktan harus memperhatikan beberapa faktor seperti :

- Tahan terhadap temperatur dan tekanan reservoir. - Tidak menyebabkan tersumbatnya pori-pori batuan.

- Dapat menurunkan saturation residu oil (SOR) dan dapat merubah sifat kebasahan (wettability) batuan .

- Dapat meningkatkan efisiensi displacement minyak dimana formula surfaktan harus mampu .

- menurunkan tegangan antarmuka antara minyak mentah dengan air formasi.

- Adsorbsi formula surfaktan yang rendah oleh batuan reservoir dan tanah lempung untuk mengurangi lose surfaktan.

- Kompatibilitas yang baik dengan fluida pada reservoir khususnya terhadap senyawa kation dua valen seperti Mg2+ dan Ca2+

(7)

Permeabilitas menurut Koesoemadinata (1978) dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :

dengan q adalah laju rata-rata aliran melalui media pori (cm3/dt), k adalah permeabilitas (Darcy), A adalah luas alas benda yang dilalui aliran (cm2), µ adalah viskositas fluida yang mengalir (centipoise) dan μ adalah tekanan per panjang benda (atm/cm).

Beberapa reservoir secara alami bersifat padat dan memperlihatkan permeabilitas yang rendah yang diakibatkan oleh kandungan endapan lumpur dan lempung yang tinggi serta ukuran butiran yang kecil. Pada beberapa kasus, permeabilitas yang rendah terjadi pada daerah sekitar sumur bor yang mengalami penyumbatan selama proses pengeboran (drilling) berlangsung. Sumur yang mengalami kerusakan akibat pengeboran dan ditambah dengan reservoir yang padat akibat kandungan mineralnya memperlihatkan laju produksi yang rendah sehingga sering menjadi tidak ekonomis. Kondisi ini tetap akan ada walaupun tekanan reservoir tinggi. Pada kondisi ini, pemberian tekanan menggunakan injeksi fluida tidak akan memberikan keuntungan. Injeksi tekanan akan menjadi terlalu tinggi akibat permeabilitas reservoir yang rendah (Economides dan Nolte, 1989).

Menurut Rachmat (2009), fluida reservoir terdiri dari minyak, gas dan air formasi. Minyak dan gas kebanyakan merupakan campuran yang rumit berbagai senyawa hidrokarbon, yang terdiri dari golongan naftan, paraffin, aromatik dan sejumlah kecil gabungan oksigen, nitrogen, dan belerang. Air formasi merupakan fluida reservoir yang tercampur dan terangkat bersama minyak bumi ke permukaan. Sedangkan Air injeksi merupakan air yang telah diolah untuk diinjeksikan kembali kedalam batuan reservoir melalui sumur injeksi untuk meningkatkan perolehan minyak pada secondary

(8)

Irapati (2008) mengatakan bahwa secara umum komposisi hidrokarbon minyak mentah terdiri dari dua komponen yaitu komponen hidrokarbon dan non hidrokarbon. Berdasarkan sifat, susunan atau komposisi kimia dalam minyak mentah dapat digolongkan ke dalam tiga bagian yaitu komponen hidrokarbon dan non hidrokarbon. Berdasarkan sifat, susunan atau komposisi kimia dalam minyak mentah dapat digolongkan ke dalam tiga bagian yaitu minyak mentah alkana, minyak mentah siklo alkana dan minyak mentah campuran. Berikut adalah sifat dari jenis minyak mentah :

• Minyak mentah alkana mempunyai kerapatan relatif yang rendah, susunan hidrokarbonnya bersifat alkana, mengandung kadar wax yang tinggi dan sedikit mengandung komponenasphaltic, menghasilkan bensin dengan kualitas kurang baik karena mempunyai angka oktan yang rendah, menghasilkan kerosine, solar dan wax yang bermutu baik.

• Minyak mentah sikloalkana mempunyai kerapatan relatif yang tinggi, susunan hidrokarbonnya bersifat siklo alkana, sedikit sekali mengandung kadar lilin dan mengandung komponen asphaltic, menghasilkan bensin dengan kualitas baik karena mempunyai angka oktan yang tinggi, menghasilkan kerosine yang kurang baik, solar bersifat ringan-berat sampai kurang baik, dapat diproses untuk pembuatan asphalt dan fuel oil.

(9)

ini dapat diproses menjadi berbagai jenis produk minyak bergantung dari tipe unit pengolahannya.

Golongan parafinik merupakan senyawa HC jenuh alkana yang memiliki rantai lurus dan bercabang dimana golongan ini merupakan fraksi yang terbesar di dalam minyak mentah. Golongan naftenik merupakan senyawa HC jenuh siklo alkana yang memiliki lima cincin atau enam cincin. Golongan aromatik merupakan senyawa HC tidak jenuh yang memiliki enam cincin dimana golongan ini terdapat dalam jumlah kecil (Irapati, 2008).

D. LANDASAN TEORI

Adanya anomali penurunan ‘gross production’ di sumur LS-124, telah ter-identifikasi sebagai akibat endapan kristal paraffin di sekitar lubang sumur (perforasi) dan kemungkinan terjadinya ‘wax deposition’ yang berasal dari komposisi kimia produksi minyak sumur LS-124 yang cenderung paraffinik. Wax Deposition memberikan pengaruh terjadinya ‘precipitation’ pada tubulars dan dinding pipa (pipe walls), sehingga pembentukan wax / solid deposits paraffinic dapat mengurangi diameter internal pipa, bahkan kondisi yang paling buruk adalah menghambat aliran dari sumur ke lubang bor (kasus pada cased hole completion), dan dapat berkembang luas dengan apa yang disebut Formation Damage.

Wax/solid deposits paraffinik adalah endapan hidrokarbon yang berat. Endapan ini biasanya terjadi pada pipa produksi (tubing), perforasi, dan/atau formasi. Walaupun mekanisme pengendapannya beragam dan cukup rumit, satu hal penyebab utamanya adalah perubahan temperatur atau tekanan disekitar lubang sumur. Fraksi berat hidrokarbon tidak larut dalam minyak tetapi membentuk kristal akibat terjadinya penurunan temperatur. Paraffin pada formasi terlihat dengan test sebagai skin, pada pipa produksi ditandai dengan pressure drop yang besar. Paraffin dapat hilang dengan pemanasan (T>150o F)

PENYEBAB FORMATION DAMAGE

(10)

180° F sebesar 100 ppm dengan type C-45 – C-48, dimana pada suhu di bawah 180° F akan makin meningkat hingga > 1000 ppm, sehingga pembentukan kristal lilin akan semakin cepat. Pengaruh langsung dari pembentukan kristal lilin tersebut adalah terhadap laju produksi sumur. Ditandai dengan trend perolehan produksi yang cenderung turun secara drastis. Kondisi ini disebabkan faktor Flow Efficiency (FE) sumur menurun akibat faktor kerusakan formasi (formation damage) di depan formasi produktif. Dengan adanya pengaruh skin formasi mengakibatkan tekanan dalir dasar sumur menurun sehingga solubility kristal paraffin mengecil, dan memiliki potensi berdampak ‘plugged’ di perforasi. Dengan demikian dampak yang lebih luas terhadap laju produksi sumur menurun akibat PI (Productivity Index) formasi mengecil, sehingga Flow Efficiency (FE) sumur berkurang.

Pengaruh komposisi mineral batuan dari lapisan produktif “L”, dimana 25 % merupakan mineral ‘clay’ yang dapat memiliki pengaruh migrasi mineral clayillite pada lapisan sandstone lapangan Sago, sehingga mempengaruhi pore lining antara butiran pasir. TREATMENT YANG DIGUNAKAN

- SOLVENT

Solvent adalah fluida yang mempunyai sifat atau karakteristik terterntu yang dapat melarutkan material lain. Untuk beberapa industri, seperti cat, farmasi, kosmetik dan tinta, solven berperan penting baik sebagai bahan utama maupun pendukung.

Beberapa sifat penting solven antara lain:

1. Kemampuan melarutkan (solubility) 2. Kecepatan menguap

3. Trayek didih

4. Berat jenis (specificgravity) 5. Flashpoint

Berdasarkan sifat-sifat di atas, solven dapat dikategorikan berdasarkan fungsinya sebagai berikut:

True solvent, melarutkan dalam proses ekstraksi, pemurnian dalam pembuatan emulsi dan suspensi.

(11)

Latent solvent, meninggikan daya larut aktif solven.

 Media reaksi, rekasi akan berlangsung lebih cepat dalam fase cair.

Paintremover, untuk pembersih atau penghilang cat.

Solvent yang digunakan dalam treatment penanggulangan atau peningkatan sumur parafin ini adalah Xylene, digunakan sebagai pelarut paraffin / wax, merupakan bahan kimia aromatik dengan ikatan CnH2n-6, memiliki daya larut sangat baik, dengan flash point rendah sehingga mudah sekali menguap.

- SURFAKTAN

Surfactant adalah bahan/zat yang mengubah hubungan energi pada permukaan sentuh, senyawa sintetik-organik yang memperlihatkan aktivitas permukaan, mencakup bahan yang berperan dalam pembasahan, pembersihan, perembesan, penembusan, pembusaan, dan sebagainya. Bahan-bahan seperti iu terjerap pada permukaan dan dengan demikian menurunkan tegangan permukaan.

Tujuan digunakannya surfactant adalah menurunkan tegangan permukaan (interfacial tension) minyak-air di dalam reservoir. Dengan menurunnya tegangan permukaan, maka akan menurunkan tekanan kapiler yang berpengaruh terhadap wettabilitas batuan. Sehingga akan meningkatkan effisiensi pendesakan (Displacement efficiency).

Surfactant juga didefinisikan sebagai bahan kimia yang molekulnya selalu mencari tempat diantara dua fluida yang tidak mau bercampur dan surfactant mengikat kedua fluida tersebut menjadi emulsi. Surfactant yang berada di dalam slug harus dibuat agar membentuk micelle, yaitu surfactant yang aktif dan mampu mengikat air dan minyak pada konsentrasi tertentu. Jika konsentrasinya masih kecil, maka campuran surfactant tersebut masih berupa monomor (belum aktif). Untuk itu setiap slug perlu diketahui CMC-nya (Critical Micelles Cocentration) yaitu konsentrasi tertentu, sehingga campuran surfactant yang semula monomor berubah menjadi micelle.

(12)

komponen surfactant, air, minyak dan alkohol sebagai kosurfactant. Campuran cairan surfactant ini diijeksikan ke dalam reservoir sebagai slug kemudian didorong oleh larutan polimer untuk memperbaiki mobilitas aliran, selanjutnya diikuti pendorongan air agar hemat bahan polimer. Slug yang biasa digunakan dari 5 - 15 % PV (Pore Volume), diharapkan kemampuannya menghasilkan tambahan perolehan diatas perolehan jika digunakan secondery recovery.

Surfactant yang digunakan pada penelitian ini adalah ANTICOR PA-500, merupakan dispersant yang berfungsi memisahkan deposits paraffin agar mudah kembali terproduksikan ke dalam sumur, dan memiliki nilai kelarutan tinggi sehingga tidak menimbulkan penyumbatan di depan lubang perforasi ataupun menempel pada dinding-dinding pipa.

E. HIPOTESIS

Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori diatas, maka penulis mencoba untuk memutuskan hipotesis yang akan diuji kebenarannya, apakah hasil penelitian akan menerima atau menolak hipotesis tersebut. Hipotesisnya yaitu “Terdapatnya pengaruh solvent dan surfactant setelah diinjeksikan ke reservoir dimana sumur produksi mengalami permeabilitas yang cukup tinggi dan mobilitas munyak pun membesar”.

F. METODE PENELITIAN

Sumur paraffin adalah sumur yang berviskositas minyak sangat tinggi (kental) karna mengandung wax/lilin dan jika terjadi penurunan temperatur, minyak minyak dapat bergerak bebas (mobilitas minyak mengecil) sehingga mengakibatkan produktivitas minyak menurun. Oleh karna itu, salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas minyak pada sumur paraffin ini adalah dengan pemanfaatan teknologi solvent dan surfactant.

Prinsip kerja dari penggunaan solvent :

- Solvent (jenis xylene) yang telah ditentukan penggunaannya sesuai volume formasi di injeksikan kedalam sumur injeksi, pada sumur injeksi solvent bereaksi dengan reservoir.

(13)

Prinsip kerja dari penggunaan surfactant:

- Surfactant (ANTICOR PA-500) yang telah disediakan sesuai dengan kebutuhan diinjeksikan sama halnya seperti solvent ke sumur injeksi.

- Pada sumur injeksi, surfactant bereaksi kedalam reservoir. Disini surfactant bertugas memisahkan deposit paraffin/lilin yang mengendap dengan penyaringan atau sentrifugasi agar minyak mudah kembali terproduksi kedalam sumur, dan pemisahan kembali pelarut dari minyak bebas lilin agar dapat dipakai kembali(di lakukan penyulingan/distilasi).

- Setelah minyak terproduksi kepermukaan, surfactant

merembes/membilas/membersihkan formasi sehingga porosity dan debit alir fluida menjadi lancar dari sumur produksi kepermukaan serta melarutkan material-material yang menghambat/merusak pendistribusian minyak ke permukaan sehingga tidak menimbulkan penyumbatan didepan lubang perforasi ataupun menempel pada dinding pipa.

Setelah penggunaan dari injeksi solvent dan surfactant pada sumur paraffin dapat memberikan laju produksi yang besar (viskositas minyak rendah (encer) dan permeabilitas minyak bagus) sehingga sumur dapat berproduksi secara kontinyu (tanpa hambatan lagi).

Variabel penelitian ada adalah : waktu treatment selama 4 hari, solvent dan surfaktan sebagai bahan untuk treatment dan sumur minyak yang mengandung paraffin/wax.

Parameter penelitian : permeabilitas minyak, mobilitas minyak, dan volume/banyak nya solvent dan surfactant yang digunakan dalam treatment.

Menentukan Pore Volume pada Formasi yang memungkinkan untuk penggunaan solvents & surfactants, sbb :

V = ø x A x h Dimana,

A = 1/4 π x D2

ø = Porositas batuan (%) D = 2 R

(14)

H = Tebal perforasi (ft) Sehingga,

V = 0,27 x 4,71 x 14 = 17,8 ft3

= 133, 1529 Gallon

Pembiayaan treatment terdiri atas : - Biaya sewa rig per hari : - Estimated Pay Out Time (POT):

= Rp.211.896.000,-/Rp.76.171.020,- = 2, 78 bulan

= 2 bulan 23 hari

Analisa hasil :

A. Inovasi Solvent & Surfactants menggunakan komposisi Diesel Oil, Xylene dan ANTICOR PA-500 tidak merusak lapisan produktif “L”, yang ditandai dengan membaiknya Flow Effiiciency sumur sehigga mampu berproduksi secara ‘continious production’ .

(15)

Analisa tabel:

- laju produksi minyak (dalam BFPD) meningkat setelah dilakukan treatment dengan injeksi solvent dan surfaktant yaitu 173 BFPD.

- Persentase kadar air menjadi 75%, berkurang 5% karena air telah ikut terproduksi bersamaan dengan larutan solvent.

- Berat bersih minyak meningkat menjadi 43 BOPD, mengalami peningkatan karena minyak sudah terpisah oleh parafin setelah proses treatment.

- System produksi minyak menjadi kontinyu (dapat berlangsung secara terus-menerus) dibandingakan treatment sebelumnya yang intermitten (pertahap-tahap_ karena terhambat oleh proses treament/pemulihan produksi minyak.

C. Inovasi solvents + surfactants secara effektif mampu mengatasi problem wax / paraffin yang terjadi di sekitar lubang bor pada sumur LS-124, terbukti adanya respons peningkatan produksi sebesar 37 BOPD secara Continious Production, yang dipantau dari pengukuran pergerakan cairan dynamis (DFL).

F. Surfactants diperlukan untuk merubah wettabilitas batuan yang akan membantu peningkatan permeabilitas relatif minyak terhadap batuan, dan penggunaan paraffin solvents akan melarutkan wax.

G. JADWAL PENELITIAN

Kegiatan Jadwal Jumlah waktu

(16)

Pengujian + penelitian

10 agustus 2014 – 14 agustus 2014

4 hari

Penulisan akhir 16 agustus 2014 – 18 september 2014

1 bulan 8 hari

H. DAFTAR PUSTAKA

Panitia 100 tahun usaha petambangan minyak dan gas bumi. 1985. “Kamus minyak dan gas bumi’. Jakarta. Pusat penelitian dan pengembangan teknologi minyak dan gas bumi “LEMIGAS”.

K.Permadi, Asep. 1999. “Formation damage analysis, acid stimulation and well service”. Duri. Petroleum industrial training consultant.

Amix. 1960. “Petroleum reservoir engineering”. New York. Chapter 6 Mc Graw Hillnbook company.

(17)

Andrico dofa; Amperianto Agus dan Priyandoyo. (2007). “Upaya peningkatan produksi minyak disumur produksi paraffinik unit bisnis EP Lirik – Riau menggunakan inovasi solvent dan surfactant”, <http://www.iatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/2007/2007-42.pdf> (nov,17 2012)

Sudibjo Rachmat (2002). “Penelitian dalam penerapan EOR di Indonesia”. <http://www.iatmi.or.id/assets/txt/SEOR/SEOR-08.txt> (nov, 17 2012)

Firdaus muhammad yusuf (2011).

Referensi

Dokumen terkait

Proyek akhir berjudul “Studi Kelayakan Elektris Dan Ekonomi Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Di Desa Panduman Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember” telah diuji dan

Kesimpulan yang didapat ada perbedaan keefektifan antara KIE menggunakan leaflet dengan KIE tidak menggunakan leaflet terhadap kejadian puting lecet, dengan tingkat

3 SMKN 1 BENDO MAGETAN TEKNIK KOMPUTER DAN INFORMATIKA JALAN RAYA KECAMATAN BENDO BENDO KAB.. MAGETAN 92

Oleh karena itu perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah

Penuh rasa syukur penulis haturkan kepada Yesus Kristus atas berkat, bimbingan, kasihnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul “EVALUASI

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah 30 responden dan mengambil 30 responden sebagai sampel uji validitas sehingga dapat diketahui bahwa r tabelnya adalah

Menggali informasi dari teks permainan/dolanan daerah tentang kehidupan hewan dan tumbuhan dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi