BAHAN AJAR
KUP
(Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan)
IRWAN ARIBOWO
SUSI ZULVINA
JURUSAN PAJAK
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat_Nya sehingga kami dapat menyelesaikan bahan ajar ini. Penyusunan bahan ajar ini merujuk pada Keputusan Direktur Politeknik Keuangan Negara STAN Nomor KEP-68/PKN/2017 tanggal 21 April 2017 tentang Pembentukan Tim Penyusunan Bahan Ajar Di Lingkungan Politeknik Keuangan Negara STAN yang menugaskan kami untuk menyusun bahan ajar KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan).
Kami menyadari sepenuhnya bahwa bahan ajar ini jauh dari sempurna. Tiada gading yang tak retak, sehingga sumbang saran selalu diharapkan untuk perbaikan bahan ajar ini.
Terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya bahan ajar ini. Besar harapan kami, semoga bahan ajar ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, Agustus 2017
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ... 1
II. PENDAFTARAN DAN PELAPORAN...12
III. PEMBUKUAN DAN PENCATATAN...21
IV. PEMBAYARAN PAJAK...25
V. PELAPORAN PAJAK...33
VI. PEMERIKSAAN PAJAK...43
VII. KETETAPAN PAJAK...49
VIII. PENAGIHAN PAJAK...63
IX. SENGKETA PAJAK...75
X. RESTITUSI DAN IMBALAN BUNGA...88
XI. KETENTUAN PIDANA...90
XII. PENYIDIKAN...100
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Error! No text of specified style in document..1. Fase Kewajiban Perpajakan
Gambar 2.1. Mendaftarkan Diri Untuk Memperoleh NPWP
Gambar 2.2. Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan PKP
Gambar 3.1. Latar Belakang Pengenaan Pajak
Gambar 6.1. Tujuan Pemeriksaan
Gambar 7.1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Gambar 7.2. SKPKBT
Gambar 7.3. kema SKPN
Gambar 7.4. Skema SKPLB
Gambar 7.5. Alasan Permohonan Pengembalian Pajak yang Seharusnya Tidak
Terutang
Gambar 7.6. Skema STP
Gambar 7.7. Skema STP Bunga Penagihan
Gambar 8.1. Alur dan Jadwal Penagihan Pajak
Gambar 9.1. Mekanisme Melakukan Permohonan dan Pencabutan Permohonan
Gambar 9.2. Skema Batasan Melakukan Permohonan
Gambar 9.3. Skema Bentuk Keputusan Permohonan Pengurangan, Penghapusan
iv
DAFTARTABEL
Tabel Error! No text of specified style in document.-1 Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran Pajak
v
PETUNJUK PENGGUNAAN BAHAN AJAR
Bahan ajar KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan) untuk para
mahasiswa Jurusan Pajak ini, direncanakan akan diberikan dalam jangka waktu
perkuliahan selama satu semester. Untuk membantu mempermudah pemahaman,
sebaiknya para mahasiswa dapat membaca bahan ajar ini terlebih dahulu sebelum
mengikuti pembelajaran di kelas. Selanjutnya petunjuk berikut ini diharapkan
dapat membantu mahasiswa memperoleh hasil pembelajaran yang efektif dan
optimal, yaitu :
1. Pembelajaran menggunakan metode pembelajaran untuk orang dewasa,
dengan variasi metode seperti ceramah, diskusi, presentasi dan lain-lain.
2. Peserta perlu memahami dan mempraktikkan ketentuan yang terdapat
dalam bahan ajar KUP ini.
3. Peralatan yang dipergunakan di kelas meliputi pensil, ballpoint, kalkulator,
kertas, penghapus, LCD Projector, laptop, pointer, spidol, papan tulis, post it, tack it, flip chart, dan lain-lain.
4. Mahasiswa diminta melakukan diskusi dengan mahasiswa lainnya minimal
dalam suatu kelompok agar memperoleh pemahaman secara lebih
mendalam.
Apabila diperlukan, para pengajar siap untuk berdiskusi dan membantu
para mahasiswa baik di dalam maupun luar kelas dalam rangka memahami
vi
PETAKONSEP BAHAN AJAR
KUP
Pendahuluan
Pendaftaran dan Pelaporan
Pembukuan dan Pencatatan
Pembayaran Pajak
Pelaporan Pajak
Pemeriksaan Pajak
Ketetapan Pajak
Penagihan Pajak
Sengketa Pajak
Restitusi dan Imbalan
Bunga Ketentuan Pidana
1
I.
PENDAHULUAN
1.1.Hukum Pajak Material dan Hukum Pajak Formal
Tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang lebih
sederhana menjadi ciri dan corak dalam perubahan Undang-Undang.
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, yang
selanjutnya disebut dengan UU KUP adalah hukum pajak formal bagi
Undang-Undang Pajak yang lainnya.Hukum dapat dibagi menjadi dua yaitu
hukum pajak formal dan hukum material. Demikian juga dengan Hukum
pajak, terbagi menjadi hukum pajak formal dan hukum pajak material.
Hukum pajak formal adalah hukum pajak yang mengatur tentang bagaimana
caranya hukum pajak material bisa dijalankan dan menjadi nyata. Dengan
kata lain hukum pajak formal mengatur bagaimana tata cara dalam
melaksanakan hukum pajak material (misalnya PPh atau PPN). Dengan
demikian UU KUP akan lebih banyak “berbicara” bagaimana hukum pajak material seperti PPh atau PPN dilakukan.
Secara garis besar dalam UU KUP akan banyak membicarakan
tentang hak dan kewajiban Wajib Pajak (WP). Kewajiban Wajib Pajak
antara lain seperti mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP,
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP, pembukuan,
penyetoran pajak, melaporkan SPT dan kewajiban-kewajiban lainnya.
Sedangkan hak Wajib Pajak antara lain seperti pengajuan keberatan,
pengajuan banding, pengajuan restitusi dan hak-hak lainnya. UU KUP juga
sedikit mengatur tentang fiskus, antara lain seperti kewajiban untuk menjaga
rahasia wajib pajak. Undang-Undang pajak yang termasuk hukum pajak
formal adalah sebagai berikut:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000.
Tujuan pembelajaran:
2
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana teah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pengadilan Pajak.
Hukum pajak material adalah hukum pajak yang memuat antara lain
norma-norma yang menerangkan keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan
dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa-siapa
yang harus dikenakan pajak, berapa besarnya pajak, kapan timbulnya
pajak, berapa besarnya tarif dan pajak yang harus dibayar, hapusnya utang
pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak.
Undang-Undang pajak yang termasuk dalam hukum pajak material antara lain
sebagai berikut:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
diundangkan Lembaran Negara Nomor 50 Tahun 1983, Tambahan
Lembaran Negara 3263, yang telah berkali-kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa
dan PPnBM diundangkan Lembaran Negara Nomor 51 Tahun 1983,
Tambahan Lembaran Negara nomor 3264, yang telah berkali-kali
diubah, terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 68 Tahun
1985, Tambahan Lembaran Negara nomor 3312, yang telah
berkali-kali diubah terakhir dengan UU Nomor 12 Tahun 1994.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
diundangkan Lembaran Negara Nomor 69 Tahun 1983, Tambahan
Lembaran Negara nomor 3313.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah diundangkan Lembaran Negara Nomor 41 Tahun
3
1.2. Reformasi Perpajakan Tahun 1983
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila menjadi dasar
negara Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945
sebagai sumber hukum tertinggi dalam kehidupan bernegara. Negara
Indonesia menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara dan
menempatkan pajak sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan
bagi para warganya. Dengan demikian, pajak merupakan sarana bagi
masyarakat untuk berperan serta dalam pembiayaan negara dan
pembangunan nasional.
Sejak tahun 1983, Indonesia melakukan perubahan sistem perpajakan.
Sistem perpajakan yang baru ini memberikan kepercayaan kepada subyek
pajak untuk melaksanakan kewajiban serta memenuhi haknya di bidang
perpajakan. Dengan perubahan sistem perpajakan yang baru ini diharapkan
dapat segera mewujudkan perluasan dan peningkatan kesadaran kewajiban
perpajakan serta meratakan pendapatan masyarakat. Ciri dan corak
tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah:1
a. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban
dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama
melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk
pembiayaan negara dan pembangunan nasional;
b. tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai
pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota
masyarakat Wajib Pajak sendiri. Pemerintah, dalam hal ini aparat
perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan
pembinaan, penelitian dan pengawasan terhadap pelaksanaan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak berdasarkan ketentuan yang
digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan;
c. anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat
melaksanakan kegotong-royongan nasional melalui sistem
menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang
1
4 terhutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih
rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota
masyarakat Wajib Pajak.
Berdasarkan ketiga prinsip pemungutan pajak tersebut, Wajib Pajak
diwajibkan menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah
pajak yang seharusnya terhutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan penetapan besarnya
pajak yang terhutang berada pada Wajib Pajak sendiri. Selain dari pada itu
Wajib Pajak diwajibkan pula melaporkan secara teratur jumlah pajak yang
terhutang dan telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan. Dengan sistem ini diharapkan
pelaksanaan administrasi perpajakan yang berbelit-belit dan birokratis
akan dihilangkan. Jelaslah bahwa sistem pemungutan pajak yang
ditentukan menurut Undang-Undang ini, memberi kepercayaan lebih besar
kepada anggota masyarakat Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban
perpajakannya.
Selain itu jaminan dan kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban
perpajakan bagi Wajib Pajak lebih diperhatikan, dengan demikian dapat
menggugah peningkatan kesadaran dan tanggung jawab perpajakan di
masyarakat. Tugas administrasi perpajakan tidak lagi seperti yang terjadi
pada waktu yang lampau, dimana administrasi perpajakan meletakkan
kegiatannya pada tugas merampungkan/menetapkan semua SPT guna
menentukan jumlah pajak yang terhutang dan jumlah pajak yang
seharusnya dibayar, tetapi menurut ketentuan undang-undang ini
administrasi perpajakan berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian
administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan,
penelitian, pengawasan, dan penerapan sanksi administrasi. Pembinaan
masyarakat Wajib Pajak dapat dilakukan melalui berbagai upaya, antara
lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan baik melalui media
masa maupun penerangan langsung kepada masyarakat.
Perubahan tersebut diharapkan dapat menunjang sepenuhnya laju
pembangunan dan mempercepat terwujudnya pemerataan pendapatan
5 perpajakan, pemerataan dan perluasan tingkat kesadaran kewajiban
perpajakan, pemerataan dan perluasan obyek kena pajak dan peningkatan
penerimaan negara sejalan dengan perkembangan Pembangunan Nasional
sehingga mempercepat terwujudnya cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
1.3. Ketentuan Umum
Dalam Undang-Undang KUP, yang dimaksud dengan:
1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap.
4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah
pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar
daerah pabean.
6 yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai 1984 dan perubahannya.
6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang
terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan
dalam Undang-Undang ini.
8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
tahun kalender.
9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian
Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
7 Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar.
16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak,
jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan.
18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit
pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah
kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya
tidak terutang.
20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang
dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang
dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang
dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang
terutang.
23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi
dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari
8 24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh
penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara
objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk
adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak
pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adaiah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang
meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup
dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba
rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai
kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan
lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan
penghitungannya.
31. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari
9 tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan
tersangkanya.
32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai
penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan
penerapan ketentuan tertentu da!am peraturan perundang-undangan
perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan
Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan
Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat
Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau
pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oteh Wajib Pajak
atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau
Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan
10 40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal
pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.
41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal
pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.
1.4. Fase Dalam Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
Untuk memudahkan dalam mempelajari Undang-Undang KUP,
diperkenalkan beberapa fase yang mungkin dilalui oleh Wajib Pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya. Fase-fase tersebut antara lain:
a) Fase timbulnya hak dan kewajiban di bidang perpajakan
Fase ini dimulai dengan berlakunya Undang-Undang. “Pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan Undang-Undang” (Pasal 23A UUD 1945).
b) Fase self assessment
Fase ini dimulai ketika suatu pihak berdasarkan UU PPh ditentukan
sebagai WP mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan kemudian
kepadanya diberikan NPWP. Termasuk dalam fase ini antara lain;
melakukan pembukuan atau pencatatan, menghitung pajak terutang,
melakukan pembayaran dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT).
c) Fase pengawasan
Fase ini dimulai pada saat SPT yang disampaikan WP dilakukan
pemeriksaan pajak.
d) Fase sengketa
Fase ini dimulai pada saat WP merasa tidak puas dengan keputusan yang
diterbitkan oleh DJP. Termasuk dalam fase ini adalah proses pengajuan
keberatan atas suatu ketetapan pajak.
e) Fase penyelesaian sengketa
Fase ini bermuara ke lembaga yang menangani banding atau gugatan
11
12
RANGKUMAN
1. Hukum pajak dibagi menjadi dua yaitu hukum pajak formal dan hukum pajak
material.
2. Anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat
melaksanakan kegotong-royongan nasional melalui sistem menghitung,
memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terhutang (self
assessment.
3. Fase dalam pemenuhan kewajiban perpajakan meliputi fase timbulnya hak
dan kewajiban perpajakan, fase self assessment, fase pengawasan, fase sengketa dan penyelesaian sengketa.
LATIHAN
1. Jelaskan pengertian hukum pajak formal dan hukum pajak material!
2. Apakah yang dimaksud dengan self assessment?
13
II.
PENDAFTARAN DAN PELAPORAN
2.1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Dalam Pasal 1 angka 6 UU KUP disebutkan bahwa Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai
tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok
Wajib Pajak (Pasal 2 ayat (1) UU KUP). Saat mulai menjadi Wajib Pajak
dalam literatur sering disebut dengan istilah taatbestand yaitu pada saat syarat subjektif bertemu dengan syarat objektif sehingga memenuhi syarat sebagai
Wajib Pajak. Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU KUP disebutkan pula
bahwa semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
berdasarkan sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus
untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan
1984 dan perubahannya. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan
untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Kewajiban mendaftarkan
diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara
terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki
Tujuan pembelajaran:
Mahasiswa mampu memahami kewajiban mendaftarkan diri dan
14 secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar wanita
kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya. Nomor
Pokok Wajib Pajak tersebut merupakan suatu sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas
Wajib Pajak. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu
Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga
dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam
pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan
dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok
Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak
mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak
dan kepada Wajib Pajak diberikan NPWP. NPWP terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode WP dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan.
01 . 234 . 567 . 8 - 999 . 000
Kode WP Kode KPP (pertama kali terdaftar) Kode cabang
Wajib Pajak yang wajib mendaftarkan diri tersebut meliputi:
a. Wajib Pajak orang pribadi, yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas dan memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena
Pajak;
b. Wajib Pajak orang pribadi, yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas;
c. Wajib Pajak badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai
pembayar pajak, pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan
15 d. Wajib Pajak badan yang hanya memiliki kewajiban perpajakan sebagai
pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
e. Bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Termasuk Wajib Pajak orang pribadi yang wajib mendaftarkan diri
adalah wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena:
a. hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim;
b. menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan
penghasilan dan harta; atau
c. memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya
terpisah dari suaminya meskipun tidak terdapat keputusan hakim atau
tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling
lama pada akhir bulan berikutnya setelah penghasilan Wajib Pajak tersebut
pada suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena
Pajak.
Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan
pekerjaan bebas, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling
lambat 1 (satu) bulan setelah saat usaha atau pekerjaan bebas, nyata-nyata
mulai dilakukan.
Wajib Pajak badan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat pendirian.
Bendahara wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling
lambat sebelum melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak.
Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada:
a. Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan
Konsultasi Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
16
b. Kantor Pelayanan Pajak tertentu yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang perpajakan.
Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu selain mendaftarkan diri
ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan
Konsultasi Perpajakan juga mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak
yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
Sedangkan setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak
berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak. Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain
dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang
sebenarnya juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serta
untuk pengawasan administrasi perpajakan.Wajib Pajak sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) UU KUP tersebut, wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada:
a. Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan
Konsultasi Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
atau tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak;
atau
b. Kantor Pelayanan Pajak tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Wajib Pajak yang mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan/atau
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dapat mengajukan
permohonan secara elektronik atau tertulis dilampiri dengan dokumen yang
disyaratkan.2 Permohonan secara tertulis tersebut disampaikan:3
2
Pasal 4 ayat (1) PMK Nomor 182/PMK.03/20015
3
17 a. secara langsung;
b. melalui pos; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
Gambar 2.1. Mendaftarkan Diri Untuk Memperoleh NPWP
Berdasarkan permohonan Wajib Pajak maka Kepala Kantor Pelayanan
Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan
melakukan:4
a) penerbitan NPWP paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung setelah
permohonan diterima secara lengkap; dan
b) pengukuhan PKP paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung setelah
permohonan diterima secara lengkap.
Pengukuhan PKP dilakukan setelah Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau
Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan meneliti
dan memastikan keberadaan tempat dan kegiatan usaha Wajib Pajak.
Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi
kewajiban untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya dapat
diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena
4
18 Pajak secara jabatan. Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang
diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata orang pribadi
atau badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
2.2. Penghapusan NPWP
Penghapusan NPWP dilakukan terhadap Wajib Pajak yang sudah tidak
memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.Penghapusan NPWP
dilakukan antara lain dalam hal:
1) Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak
meninggalkan warisan;
2) Wajib Pajak badan dilikuidasi atau dibubarkan karena penghentian atau
penggabungan usaha;
menentukan NPWP yang dapat digunakan sebagai sarana administratif
dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan;
7) Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris,
pemegang saham atau pemilik dan pegawai yang telah diberikan NPWP
melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah dan penghasilan netonya
tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak;
8) warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak
sudah selesai dibagi;
9) wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa
19 melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah
dari suaminya;
10) wanita kawin yang memiliki NPWP berbeda dengan NPWP suami dan
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya
digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan suami; atau
11) anak belum dewasa yang telah memiliki NPWP.
Penghapusan NPWP tersebut dapat dilakukan melalui:
a. permohonan Wajib Pajak; atau
b. secara jabatan.
Pengajuan permohonan Wajib Pajak dalam rangka penghapusan NPWP
dilakukan secara elektronik atau tertulis, dan dilampiri dengan dokumen yang
disyaratkan. Permohonan secara tertulis disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
Penghapusan NPWP atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan
dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan. Berdasarkan hasil Pemeriksaan,
Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan penghapusan NPWP dalam hal
Wajib Pajak tidak sedang mengajukan upaya hukum dan memenuhi
ketentuan:
a. tidak mempunyai utang pajak;
b. mempunyai utang pajak namun penagihannya sudah daluwarsa;
c. mempunyai utang pajak namun Wajib Pajak orang pribadi
meninggal dunia dengan tidak meninggalkan warisan dan
tidak mempunyai ahli waris, pelaksana wasiat, pengurus harta
peninggalan, atau ahli waris tidak dapat ditemukan; atau
d. mempunyai utang pajak namun Wajib Pajak tidak mempunyai harta
kekayaan.
Dalam hal penghapusan NPWP dilakukan berdasarkan permohonan
Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan keputusan
atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling lama 6
20 untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan Wajib Pajak diterima
secara lengkap.
2.3. Pencabutan Pengukuhan PKP
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib
Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan
keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima
secara lengkap. Pencabutan pengukuhan PKP dilakukan terhadap PKP yang
sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pencabutan
pengukuhan PKP dilakukan dalam hal:
a. PKP dengan status Wajib Pajak non efektif;
b. PKP yang tidak diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usahanya;
c. PKP menyalahgunakan pengukuhan PKP;
d. PKP pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lain;
e. PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai PKP; atau
f. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di
tempat lain.
Pencabutan Pengukuhan PKP dapat dilakukan dengan melalui:
a. permohonan Wajib Pajak; atau
b. secara jabatan.
Dokumen yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan
pencabutan pengukuhan PKP meliputi dokumen yang menunjukkan bahwa
Wajib Pajak secara subjektif dan/atau objektif sudah tidak lagi memenuhi
persyaratan sebagai PKP. Dalam hal pencabutan pengukuhan PKP dilakukan
berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak
menerbitkan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan PKP dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan Wajib Pajak diterima
secara lengkap. Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut terlampaui dan
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menerbitkan keputusan, maka
21 Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pencabutan Pengukuhan PKP dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu 6 (enam) bulan
berakhir.
Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan dalam hal
berdasarkan data dan/atau informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh
Direktur Jenderal Pajak diketahui bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi
persyaratan subjektif dan/atau objektif. Pencabutan pengukuhan PKP atas
permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil
Pemeriksaan.
22
RANGKUMAN
1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib
mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan
kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
2. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan
mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan
perubahannya. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak
yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk
melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
3. Penghapusan NPWP dilakukan terhadap Wajib Pajak yang sudah tidak
memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
4. Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak
dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
LATIHAN
1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan tertentu wajib
mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak. Sebut dan jelaskan
persyaratan tertentu tersebut.
2. Jelaskan mekanisme penghapusan NPWP!
23
III.
PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
3.1. Pengertian Pembukuan
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara
teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi
harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan
dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut (Pasal 1 angka 29 UU KUP).
3.2.Yang Wajib Melakukan Pembukuan
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib
menyelenggarakan pembukuan. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas
catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang
terutang. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang
selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin
Menteri Keuangan.
Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel
akrual dan stelsel kas. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun
buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Pembukuan
dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat
diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
3.3.Yang Tidak Wajib Melakukan Pembukuan Tetapi Wajib Melakukan Pencatatan
Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan
pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai
Tujuan pembelajaran:
Mahasiswa mampu menjelaskan kewajiban pembukuan atau pencatatan
24 dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar
untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang
bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan
memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha
yang sebenarnya. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di
Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang
rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang
diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3.4.Jangka Waktu Penyimpanan Dokumen
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan
yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib
disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan
atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan
Wajib Pajak badan.
3.5.Sanksi Tidak Terpenuhinya Kewajiban Pembukuan dan Pencatatan
1) Sanksi Administrasi
Bagi Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau pada saat diperiksa tidak
memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 sehingga
Direktur Jenderal Pajak tidak dapat menghitung jumlah pajak yang
seharusnya, Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan secara jabatan, yaitu penghitungan
pajak didasarkan pada data yang tidak hanya diperoleh dari Wajib Pajak saja.
Atas kekurangan pembayaran pajak tersebut ditagih dengan Surat Ketetapan
25 sebesar:
a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dibayar dalam satu Tahun Pajak;
b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan
dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
PajakPenjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
Pembuktian atas uraian penghitungan yang dijadikan dasar penghitungan
secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak dibebankan kepada Wajib Pajak.
Sebagai contoh:
1) pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak lengkap
sehingga penghitungan laba rugi atau peredaran tidak jelas;
2) dokumen-dokumen pembukuan tidak lengkap sehingga angka-angka
dalam pembukuan tidak dapat diuji; atau
3) dari rangkaian pemeriksaan dan/atau fakta-fakta yang diketahui besar
dugaan disembunyikannya dokumen atau data pendukung lain di suatu
tempat tertentu sehingga dari sikap demikian jelas Wajib Pajak telah
tidak menunjukkan iktikad baiknya untuk membantu kelancaran jalannya
pemeriksaan.
2) Sanksi Pidana
Tidak terpenuhinya kewajiban pembukuan atau pencatatan oleh Wajib
Pajak sebagaimana terdapat dalam UU KUP Pasal 39 ayat 1 huruf g (tidak
menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak
memperhatikan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain)
dan huruf h (tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi
dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil
pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau
diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11)) sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara, dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara
26 paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau kurang dibayar. Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2
(dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana
dibidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya
menjalani pidana penjara yang dijatuhkan (Pasal 39 ayat (2) UU KUP).
27
RANGKUMAN
1. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan
pembukuan.
3. Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan
pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
4. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan
dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang
dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib
disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia.
5. Tidak dipenuhinya kewajiban pembukuan atau pencatatan dapat berakibat
dikenai sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
LATIHAN
1. Jelaskan pengertian pembukuan dan pencatatan!
2. Jelaskan Wajib Pajak yang harus menyelenggarakan pembukuan!
3. Jelaskan Wajib Pajak yang tidak wajib melakukan pembukuan tetapi wajib
28
IV.
PEMBAYARAN PAJAK
4.1.Tempat dan Sarana Pembayaran/Penyetoran Pajak
Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan ke Kas Negara melalui:
a. layanan pada loket/teller (over the counter); dan/atau
b. layanan dengan menggunakan Sistem Elektronik lainnya, pada Bank
Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang
Asing.
Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan
dengan SSP. Pembayaran dan penyetoran pajak meliputi pembayaran dan
penyetoran PPh, PPN, PPnBM, Bea Meterai, dan PBB. Surat Setoran Pajak
berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat
kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah
mendapatkan validasi, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
Sarana administrasi lain dalam pembayaran dan penyetoran pajak dapat
berupa:
1) BPN (Bukti Penerimaan Negara) atas pembayaran dan penyetoran
pajak melalui system pembayaran pajak secara elektronik atau dengan
datang langsung ke Bank Persepsi
2) SSPCP atas pembayaran dan penyetoran PPh Pasal 22 impor, PPN
impor, dan PPnBM impor serta PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam
Negeri;
3) Bukti Pbk atas pembayaran dan penyetoran pajak melalui
Pemindahbukuan; atau
4) Bukti penerimaan pajak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Tujuan pembelajaran:
29 SSP atau sarana administrasi lain dinyatakan sah dalam hal telah
divalidasi dengan NTPN. Dikecualikan dari ketentuan bukti pembayaran
tersebut, untuk bukti Pbk dinyatakan sah dalam hal telah ditandatangani oleh
Pejabat yang berwenang untuk menerbitkanbukti Pbk. Terkait dengan
pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak, diakui sebagai pelunasan
kewajiban sesuai dengan tanggal bayar yang tertera pada BPN atau tanggal
bayar berdasarkan validasi MPN pada SSP atau sarana administrasi lain.
4.2.Jangka Waktu Pembayaran/Penyetoran Pajak
Tabel Error! No text of specified style in document.-1 Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran Pajak
No Jenis Setoran Disetor Paling Lama
1 PPh Pasal 4 ayat (2) yang
dipotong oleh Pemotong
Pajak Penghasilan
Tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
2 PPh Pasal 4 ayat (2) yang
harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
Tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan
3 PPh Pasal 15 yang dipotong
oleh Pemotong PPh
Tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir
4 PPh Pasal 15 yang harus
dibayar sendiri
Tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir
5 PPh Pasal 21 yang dipotong
oleh Pemotong PPh
Tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir 6 PPh Pasal 23 dan PPh Pasal
26 yang dipotong oleh
Pemotong PPh
Tanggal 10 (sepuluh)bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir
7 PPh Pasal 25 Tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
30
No Jenis Setoran Disetor Paling Lama
8 PPh Pasal 22, PPN atau PPN
dan PPnBM atas impor
Bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat kerja setelah dilakukan pemungutan pajak
10 PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara
Pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran atas
penyerahan barang yang dibiayai dari APBN/D, dengan menggunakan
SSP atas nama rekanan dan
ditandatangani oleh bendahara
11 PPh Pasal 22 atas penyerahan
bahan bakar minyak, gas, dan
pelumas kepada
penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh Wajib
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir
12 PPh pasal 22 yang
pemungutannya dilakukan
oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak
Tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir
13 PPN atau PPn dan PPnBM
yng terutang dalam satu Masa Pajak
Akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat
Pemberitahuan Masa PPN
disampaikan
14 PPN yang terutang atas
pemanfaatan Barang Kena
Pajak tidak berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena
Pajak tidak berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
31
No Jenis Setoran Disetor Paling Lama
15 PPN atau PPN dan PPnBM
yang pemungutannya
dilakukan oleh Bendahara
Pemerintah atau instansi
Pemerintah yang ditunjuk
Tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
16 PPN atau PPN dan PPnBM
yang pemungutannya
dilakukan oleh Pejabat
Penandatangan Surat
Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN, harus disetor
Pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran kepada
PKP Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
17 PPN atau PPN dan PPnBM
yang pemungutannya
dilakukan oleh Pemungut
PPN selain Bendahara
Pemerintah atau instansi
Pemerintah yang ditunjuk
Tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir
18 PPh Pasal 25 bagi Wajib
Pajak dengan kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa
Pada akhir Masa Pajak terakhir
19 Pembayaran masa selain PPh
Pasal 25 bagi Wajib Pajak
dengan kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa
Sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak
Selain itu, terdapat beberapa ketentuan terkait pembayaran antara lain:
a. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan tetapi
tidak melebihi batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan.
b. Bea Meterai harus dilunasi pada saat terutang Bea Meterai.
c. Pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang
harus dilunasi paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya
32 d. Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak PBB harus
dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya Surat
Ketetapan Pajak PBB oleh Wajib Pajak.
e. Pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak PBB harus dilunasi
paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Tagihan Pajak
PBB oleh Wajib Pajak.
f. Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan
Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan
sejak tanggal diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan
atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan untuk Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya,
jangka waktu untuk jumlah pajak yang belum dibayar pada saat
pengajuan keberatan sebesar pajak yang tidak disetujui dalam
pembahasan akhir hasil pemeriksaan, tertangguh sampai dengan 1 (satu)
bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
g. Untuk jumlah pajak yang tidak disetujui dalam hasil pembahasan akhir
hasil pemeriksaan baik sebagian atau seluruhnya, namun tidak diajukan
keberatan, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan untuk Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya.
h. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan
Keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan untuk Tahun Pajak 2008
dan sesudahnya, jangka waktu pelunasan jumlah pajak yang belum
dibayar tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal
penerbitan Putusan Banding.
i. Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka
waktu pelunasan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan
sejak tanggal penerbitan.
Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak
33 dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. Hari libur yang dimaksud
adalah hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, atau hari yang diliburkan
untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional.
Saat ini Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran/penyetoran pajak
dengan sistem pembayaran pajak secara elektronik. Sistem pembayaran pajak
secara elektronik adalah bagian dari sistem Penerimaan Negara secara
elektronik yang diadministrasikan oleh Biller Direktorat Jenderal Pajak dan
menerapkan Billing System. Billing System adalah metode pembayaran
elektronik dengan menggunakan Kode Billing. Pembayaran/penyetoran pajak
meliputi seluruh jenis pajak, kecuali pajak dalam rangka impor yang
di-administrasikan pembayarannya oleh Biller Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
dan pajak yang tata cara pembayarannya diatur secara khusus. Transaksi
pembayaran/penyetoran pajak secara elektronik dilakukan melalui Bank/Pos
Persepsi dengan menggunakan Kode Billing. Transaksi
Pembayaran/penyetoran pajak tersebut dapat dilakukan melalui Teller
Bank/Pos Persepsi, Anjungan Tunai Mandiri (ATM), Internet Banking dan
EDC (Electronic Data Capture yaitu alat yang dipergunakan untuk transaksi
kartu debit/kredit yang terhubung secara online dengan sistem/ jaringan Bank
Persepsi).
Atas pembayaran/penyetoran pajak secara elektronik maka Wajib Pajak
akan menerima BPN sebagai bukti setoran. BPN diterbitkan dalam bentuk:
a) Dokumen bukti pembayaran yang diterbitkan Bank/Pos Persepsi untuk
pembayaran/penyetoran melalui Teller dengan Kode Billing
b) Struk bukti transaksi untuk pembayaran melalui ATM dan EDC
c) Dokumen elektronik untuk pembayaran/penyetoran melalui internet
banking
d) Teraan BPN pada SSP/SSP PBB, untuk pembayaran melalui Teller
Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan SSP/SSP PBB.
Wajib Pajak dapat memperoleh Kode Billing antar lain dengan cara:
1) Membuat sendiri pada Aplikasi Billing DJP yang dapat diakses melalui
laman Direktorat Jenderal Pajak dan laman Kementerian Keuangan
2) Melalui Bank/Pos Persepsi atau pihak lain yang ditunjuk oleh Direktur
34 3) Diterbitkan secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam hal
terbit ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, SPPT PBB atau SKP PBB
yang mengakibatkan kurang bayar.
4.3.Sanksi Administrasi Karena Terlambat Membayar/Menyetor
Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan
penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi
masing-masing jenis pajak, paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa Pajak. Kekurangan pembayaran pajak yang
terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus
dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan.
Pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh
tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh
tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Atas pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal
jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung
mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan,
Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan
Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu,
jangka waktu pelunasan dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat
memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
35 pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk
suatu saat atau Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas
waktu tidak melampaui 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak. Keterlambatan dalam pembayaran dan penyetoran
tersebut berakibat dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Ketentuanini mengatur pengenaan
bunga atas keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak. Untuk jelasnya
cara penghitungan bunga tersebut diberikan contoh sebagai berikut:
Angsuran masa Pajak Penghasilan Pasal 25 PT A tahun 2008
sejumlah Rp10.000.000,00 per bulan. Angsuran masa Mei tahun
2008 dibayar tanggal 18 Juni 2008 dan dilaporkan tanggai 19 Juni
2008. Apabila pada tanggal 15 Juli 2008 diterbitkan Surat Tagihan
Pajak, sanksi bunga dalam Surat Tagihan Pajak dihitung 1 (satu)
bulan sebagai berikut:
1 x 2% x Rp 10.000.000,00 = Rp 200.000,00
Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat
memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
yang terutang termasuk kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan
yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan meskipun tanggal jatuh tempo pembayaran telah ditentukan.
Kelonggaran tersebut diberikan dengan hati-hati untuk paling lama 12 (dua
belas) bulan dan terbatas kepada Wajib Pajak yang benar-benar sedang
36
RANGKUMAN
1. Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan
SSP.
2. Surat Setoran Pajak berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah
disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau
apabila telah mendapatkan validasi.
3. Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan
dengan hari libur, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan paling
lambat pada hari kerja berikutnya.
4. Sistem pembayaran pajak secara elektronik adalah bagian dari sistem
Penerimaan Negara secara elektronik yang diadministrasikan oleh Biller
Direktorat Jenderal Pajak dan menerapkan Billing System.
5. Pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh
tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan.
6. Pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh
tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan.
LATIHAN
1. Jelaskan terkait dengan SSP dinyatakan sebagai bukti pembayaran pajak
yang sah!
2. Jelaskan terkait dengan tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran
pajak yang bertepatan dengan hari libur!