• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH FILSAFAT ILMU HAKIKAT NILAI DEON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH FILSAFAT ILMU HAKIKAT NILAI DEON"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

FILSAFAT ILMU

HAKIKAT NILAI, DEONTOLOGI DAN TELEOLOGI

Oleh:

IMAM FARIH NIM. 21391106806

JURUSAN PENDIDKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM PASCA SARJANA

UIN SUSKA RIAU

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam obyek Filsafat Nilai, penilaian kita terbagi menjadi dua. Pertama,

penilaian Determinatif. Dalam artian bahwa, ketika kita mendeskripsikan bahwa

cuaca saat dingin misalnya, maka kita sesungguhnya mendskripsikan apa yang

terjadi pada realitas sebagai mana adanya. Artinya dalam hal ini kita sesuaikan

dengan keadaan yang terjadi pada saat itu. Jangan kita mengatakan cuaca

sangat dingin padahal saat itu berlainan dengan hal tersebut. Jadi, ada

kesesuaian antara keadaan yang kita rasakan dengan situasi pada saat itu.

Kedua, penilaian Asumtif. Artinya, bahwa kita menilai sesuatu dengan sifat

yang tidak ada didalamnya, namun penilaian kita didasarkan pada yang kita

raskan dan kita lihat. Misalnya, jika kita memandang bahwa keputusan ini penuh

dengan kezaliman, maka sesungguhnya kita menilai keputusan itu dari sudut

pandang kita dan dalam perspektif apa yang sesuai dengan kemaslahatan kita.

Terkadang apa yang kita anggap itu sesuatu yang zalim namun bagi orang lain itu

adalah sesuatu yang adil karena sesuai dengan sudut pandang mereka serta

membawa manfaat bagi mereka.1

Dengan demikian panilaian kita terhadap sesuatu dalam pandangan kita

berarti bahwa sesuatu itu memiliki nilai (Value) tertentu sesuai nilai pentingnya

1 Fu’ad Farid Isma;il & Abdul Hamid Mutawalli, Cara Mudah Belajar Filsafat : Barat Dan

(3)

bagi kita. Dengan itu, kita bisa menamakan penilaian-penilaian asumtif kita

dengan hukum-hukum nilai. terlepas dengan hal itu, yang kita akan fokuskan

dalam makalah ini ialah tentang hakikat nilai

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dengan latar belakang diatas maka pemakala dapat

merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Hakikat Nilai

2. Deontolgi

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

A. HAKIKAT NILAI

Dalam bagian ini penulis akan membahas pokok bahasan mengenai Hakikat

dan Makna Nilai berdasarkan pengertian tentang nilai menurut para ahli, agar

memperoleh persepsi dan pemahaman yang memadai dari berbagai sumber dan

pendapat.

Beberapa hal yang perlu dipahami sebelum pembahasan lebih jauh,

diantaranya adalah; pertama, telah disepakati bahwa nilai itu ada, tapi tidak

mudah untuk dipahami, sifatnya abstrak dan tersembunyi dibelakang fakta. .

Kedua, ciri-ciri nilai menurut Bertens dalam (Mulyana, 2004) adalah sebagai

berikut: Pertama, nilai berkaitan dengan subyek.Kedua, nilai tampil dalam suatu

konteks praktis, ketika subyek ingin membuat sesuatu. Ketiga, nilai menyangkut

sifat-sifat yang ditambahkan subyek pada sifat-sifat yang dimilki objek.

1. Pengertian Nilai

Nilai secara etimologi merupakan pandangan kata value(bahasa inggris)

yang berbasi moral (moral value)2. Dalam kehidupan sehari-hari, kata Nilai

merupakan sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas dan berguna

bagi manusia. Dalam pembahasan ini kata nilai merupakan kualitas yang berbasis

moral. Istilah ini dalam filsafat dipakai untuk menunjukkan kata benda abstrak

yang artinya keberhargaan yang setara dengan berarti atau kebaikan.

2 Mustari Mustafa, Konstruksi Filsafat Nilai:Antara Normatiftas dan realitas, Cet.I,

(5)

Dari sudut pandang terminologi nilai dapat diartikan berdasarkan difinisi

tokoh-tokoh yang ada di dalamnya.sebagai berikut

a. Frankel mendefenisikan nilai sebagai an idea – a concept – about what

someone thinks is important in life. Pengertian ini mengemukakan bahwa nilai

adalah suatu gagasan atau konsep tentang segala sesuatu yang diyakini

seseorang penting dalam kehidupan ini.3

b. Milton Rokeach :A Value is an enduring belief that a specific mode of

conduct or end-state of existence is personally or socially preferable to an

opposite or converse mode of conduct or end-state of exixtence.

Berdasarkan pengertian ini, nilai adalah suatu keyakinan yang abadi yang

menjadi rujukan bagi cara bertingkah laku atau tujuan akhir eksistensi yang

merupakan preferensi tentang konsepsi yang lebih baik atau konsepsi tentang

segala sesuatu yang secara personal dan sosial dipandang lebih baik.

c. Sjarkawi : Nilai atau value (bahasa Inggris) atau Valere (bahasa Latin)

berarti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, dan kuat. Nilai adalah kualitas

suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai,

dan dapat menjadi objek kepentingan 4

d. Hodgkinson (1978 dan 1983) menyediakan sebuah kerangka yang

berguna yang dengannya nilai dapat dianalisis dan ditafsirkan. Ia mendefenisikan

nilai sebagai konsep tentang apa yang diinginkan dan dengan kekuatan motivasi,

dan sebagai penentu penggerak penentu tingkah laku.

3 Al Rasyidin, Demokrasi Pendidikan Islam, (Bandung: Cita Pustaka Media Perintis, 2011)

h. 16

(6)

Dengan pengetian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai adalah

suatu konsep atau sebuah keyakinan yang abadi dan dianggap sangat penting

dalam kehidupan seseorang, yang dengan konsep itu seseorang dipandang baik

secara personal dan sosial, bahkan merupakan kekuatan dalam melahirkan

motivasi untuk menentukan tingkah laku seseorang.

Lebih luas lagi, Zaim Elmubarok dalam bukunya Membumi-kan Pendidikan

Nilai, mengatakan bahwa nilai-nilai dapat menjadi milik bersama dalam satu

masyarakat. Ia menguraikan jika suatu masyarakat telah mempunyai nilai yang

sama tentang yang berguna dan tidak berguna, tentang yang cantik dan tidak

cantik, tentang yang baik dan buruk, maka masyarakat yang seperti itu

seolah-olah telah direkat oleh suatu norma yang sama, sehingga anggota masyarakat itu

akan mempunyai rasa solidaritas yang tinggi.

Membahas masalah nilai atau teori tentang nilai berarti kita membahas

tantang aksiologi karena aksiologi berasal dari bahasa Yunani axios(nilai) dan

logos(teori) jadi aksiologi adalah teori tentang nilai.5 Dalam Encyclopedia of

Philosophy menjelaskan bahwa aksiologi (teori tentang nilai) ada tiga bentuk :

a. Nilai, yang digunakan sebagai kata abstrak. Dalam pengertian yang lebih

sempit seperti baik, menarik, dan bagus. Dan dalm pengertian yang lebih luas

mencakupi sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran, dan

kesucian.

b. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah

nilai atau nilai-nilai, ia seringkali diapakai untuk merujuk kepada sesuatu yang

bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan sistem nilai dia. Kemudian dipakai untuk

5 Burhanuddin Salam, Logika Materi;Filsafat Ilmu Pengetahuan, Cet.1(Jakarta:Reneka

(7)

apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan

apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.

c. Nilai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai, dan dinilai.6

Setidaknya ada dua aliran dalam kaian nilai yaitu aliran naturalisme dan

nonnaturalisme, adapun penjelsasanya adalah sebagai berikut :

 Aliran naturalisme

Aliran ini menganggap bahwa nilai adalah sejumlah fakta, oleh karena itu

setiap keputusan nilai dapay diuji secara empirik. maka sifat perilaku seperti jujur,

adil, dermawan dan lainya atau kebalikanya merupakan indikator seseorang itu

berpeilaku baik atau tidak baik. Selain bentuk pengujian seperti ini, konsekuensi

dari setiap perbuatan adalah juga merupakan indikator seseorang itu baik atau

tidak baik. Maka dapat kita lihat bahwa keputusan nilai pada naturalisme bersifat

ungkapan faktual, sehingga dapat diuji secara empirik.

 Aliran nonnaturalisme

Aliran ini menganggap bahwa nilai tidak sama dengan fakta, artinya fakta

terpisah dengan nilaidan secara absolut (mutlak) tidak terdeteksi satu sama

lainya. Berbeda dengan naturalisme, mengingat bagi nonnaturalistik nilai itu

bukan fakta, tetapi bersifat normatif dalam memberitahukan sesuatu itu baik atau

buruk, benar atau salah, maka keputusan nilai pada kelompok ini tidak dapat

diketahui melalui uji empirik, akan tetapi hanya dapat diketahui melalui apa yang

disebutnya dengan intuisi moral yang telah dimiliki manusia, yaitu kesadaran

6 Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A, Filsafat Ilmu, Edisi revisi ( Jakarta: PT RajaGrafndo, 2004),

(8)

langsung adanya nilai murni seperti benar dan salah dalm perilaku, objek

seseorang.7

Untuk lebih dapat memahami kajian tentang nilai ini. kami kutip pandangan

Raghib Al-Ishafani, dia mengakui adanya tiga bentuk kebaikan. Yaitu baik karena

zatnya, baik karena yang lainya, dan baik karena zatnya dan yang lainya. Namun

ia kemudian mempertegas bahwa hanya ada dua bentuk nilai kebaikan. Yaitu

kebaikan mutlak (khoir mutlaq) dan kebaikan kondisional (khoir muqoyyad). Khair

mutlaq adalah perbuatan baik yang dipilih karena perbuatan itu sendiri dan setiap

orang yang berakal sangat menginginkanya. Hal itu karena khair mutlaq memiliki

sifat manfaat, indah dan lezat.8 Dengan konsep seperti ini, ia menyimpulkan

bahwa apa saja yang berada pada posisi manfaat dan pendorong untuk meraih

khair ukhrawi dan kebahagiaan hakiki maka itu disebut sebagai kebaikan dan

kebahagiaan. Adapun kebaliknanya adalah sifaf sharr (jelek) yang memiliki

sifat-sifat seperti aniaya, tercela dan merugikan diri. Sifat tersebut disebut sharr atau

jelek itu sendiri. Pada hal ini dapat kita ambil contoh pernikahan anatara dua

insan yang berbeda jenis yang salaing mencintai. Kebahagiaan akan memenuhi

jiwa dan raga mereka karena untuk menunaikan fitrah dari Allah SWT mereka

memilih jalan syariat yaitu menikah. .

Sebaliknya khair muqoyyad (kebaikan kondisional) adalah, selain memiliki

sifat-sifat khair mutlak juga terdapat didalamnya sifat-sifat sharr (jelek). Untuk

menentukan sesuatu itu “baik” ditentukan sejauh mana “sifat-sifat baik” yang ada

dalm sesuatu itu memeberikan lebih dibanding “sifat-sifat tidak baik”. Dapat

dipahami bahwa dalam khiar ini sesuatu itu memiliki nilai baik bukan disebabkan

7 Dr. Amril M. MA, Etika Islam;Telaah Pemilkiran Filsafat Moral Raghib Al-Ishafani, Cet.1

(Pekanbaru:Pustaka Pelajar, 2002) ,h.213.

(9)

perbuatan itu sendiri, atau dipilih bukan karena perbuatan itu sendiri tetapi karena

sesuatu diluar perbuatan itu. Pada hal ini dapt kita ambil contoh pada

perperangan dimana didalamnya terdapat pembunuhan-pembunuhan hal ini jelas

dipilih bukan karena perbuatan pembunuhan itu sendiri namun karena sesuatu

diluar itu. Sebagaimana rakyat palestina yang melakukan berbagai macam cara

untuk mempertahankan dan untuk mendapatkan keadilan bagi diri mereka.

Sehingga saat ini kita mengenal ada yang dinamakan bom bunuh diri atau dalam

pendapat lain adalah bom syahid.

2. Hakikat Nilai

Berdasarkan beberapa pengertian dan penjelasan diatas, dapat

dikemukakan kembali bahwa nilai itu adalah rujukan dan keyakinan dalam

menentukan pilihan. Sejalan dengan definisi itu maka yang dimaksud dengan

hakikat dan makna nilai adalah berupa norma, etika, peraturan, undang-undang,

adat kebiasaan, aturan agama dan rujukan lainnya yang memiliki harga dan

dirasakan berharga bagi seseorang. Nilai bersifat abstrak, berada dibalik fakta,

memunculkan tindakan, terdapat dalam moral seseorang, muncul sebagai ujung

proses psikologis, dan berkembang kearah yang lebih kompleks.

Kattsoff dalam Soejono Soemargono (2004: 323) mengatakan bahwa

hakekat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara: Pertama, nilai sepenuhnya

berhakekat subyektif, tergantung kepada pengalaman manusia pemberi nilai itu

sendiri. Kedua, nilai merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontology,

namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan

esensi logis dan dapat diketahui melalui akal. Ketiga, nilai-nilai merupakan

(10)

Mengenai makna nilai Kattsoff mengatakan, bahwa nilai menpunyai

beberapa macam makna. Sejalan dengan itu, maka makna nilai juga

bermacam-macam.Rumusan yang bisa penulis kemukakan tentang makna nilai itu adalah

bahwa sesuatu itu harus mengandung nilai (berguna), merupakan nilai (baik,

benar, atau indah), mempunyai nilai artinya merupakan objek keinginan,

mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan orang mengambil sikap

„menyetujui‟ atau mempunyai sifat nilai tertentu, dan memberi nilai, artinya

menanggapi seseuatu sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal yang

menggambarkan nilai tertentu.

B. DEONTOLOGI

Istilah “Deontologi” berasal dari kata Yunani yang berarti “kewajiban”

(duty) atau keharusan. Oleh karena itu etika deontologi menekankan kewajiban

manusia untuk bertindak secara baik. Menurut perspektif deontologi, suatu

tindakan itu baik bukanlah dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan

baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik

menurut dirinya sendiri. Maka tindakan itu bernilai moral/etis karena tindakan itu

dilaksanakan berdasarkan kewajiban. Atas dasar pandangan demikian, etika

deontologi sangat menekankan pentingnya motif, kemauan baik, kesadaran dan

watak yang kuat dari para pelaku, terlepas dari akibat yang timbul dari perilaku

para pelaku itu.9

Deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara

baik. Jadi, etika Deontologi yaitu tindakan dikatakan baik bukan karena tindakan

itu mendatangkan akibat baik, melainkan berdasarkan tindakan itu baik untuk

dirinya sendiri.

(11)

Sejalan dengan itu, menurut etika deontologi, suatu tindakan dinilai

baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan

kewajiban. Karena bagi etika deontology yang menjadi dasar baik buruknya

perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam

konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.

Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :

a. Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus

dijalankan berdasarkan kewajiban.

b. Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya

tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan

baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu,

berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai

baik.

c. Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah

hal yang niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan

sikap hormat pada hukum moral universal.10

Dengan kata lain, suatu tindakan dianggap baik karena tindakan itu

memang baik pada dirinya sendiri, sehingga merupakan kewajiban yang harus

kita lakukan. Sebaliknya, suatu tindakan dinilai buruk secara moral sehingga

tidak menjadi kewajiban untuk kita lakukan. Bersikap adil adalah tindakan yang

baik, dan sudah kewajiban kita untuk bertindak demikian. Sebaliknya,

pelanggaran terhadap hak orang lain atau mencurangi orang lain adalah

tindakan yang buruk pada dirinya sendiri sehingga wajib dihindari.

(12)

Hukum Moral ini dianggapnya sebagai perintah tak bersyarat (imperatif

kategoris), yang berarti hukum moral ini berlaku bagi semua orang pada segala

situasi dan tempat.

Perintah Bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan kalau orang

menghendaki akibatnya, atau kalau akibat dari tindakan itu merupakan hal yang

diinginkan dan dikehendaki oleh orang tersebut. Perintah Tak Bersyarat adalah

perintah yang dilaksanakan begitu saja tanpa syarat apapun, yaitu tanpa

mengharapkan akibatnya, atau tanpa mempedulikan apakah akibatnya tercapai

dan berguna bagi orang tersebut atau tidak.

Dengan demikian, etika deontologi sama sekali tidak mempersoalkan

akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Akibat dari suatu tindakan tidak

pernah diperhitungkan untuk menentukan kualitas moral suatu tindakan. Hal ini

akan membuka peluang bagi subyektivitas dari rasionalisasi yang menyebabkan

kita ingkar akan kewajiban-kewajiban moral.

C. TELEOLOGI

Teleologi adalah Mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan

tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang

ditimbulkan oleh tindakan itu.Teleologi merupakan sebuah studi tentang

gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud,

kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu

proses perkembangan. Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah studi

filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam

sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius tentang

eksistensi tujuan dan “kebijaksanaan” objektif di luar manusia .11

(13)

Berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi justru menilai baik buruknya

suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau

berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Suatu tindakan dinilai

baik jika bertujuan mencapai sesuatu yang baik, atau jika akibat yang

ditimbulkan oleh tindakan itu baik. Baik atau buruk nya tindakan mencuri,

sebagai contoh, bagi etika teleologi tidak ditentukan oleh tindakan itu sendiri baik

atau buruk, melainkan ditentukan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu. Jika

tujuannya baik, maka tindakan mencuri dapat dipandang baik. Seorang anak

yang mencuri uang karena tidak mempunyai cara lain untuk membeli obat bagi

ibunya yang sedang sakit parah dalam perspektif etika teleologi dipandang

sebagai tindakan yang baik, tetapi jika ia mencuri untuk membeli narkoba ata

keperluan tidak mulia lainnya, maka tindakan itu dinilai jahat.

Contoh dari etika teleology : Setiap agama mempunyai tuhan dan

kepercayaan yang berbeda beda dan karena itu aturan yg ada di setiap agama

pun perbeda beda .

Dua aliran etika teleologi :

a. Egoisme

Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan

meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri.

Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli

dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang

dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah “egois”.

Egoisme adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan

(14)

memiliki pendapat untuk meningkatkan citra pribadi seseorang dan

pentingnya – intelektual, fisik, sosial dan lainnya. Egoisme ini tidak

memandang kepedulian terhadap orang lain maupun orang banyak pada

umunya dan hanya memikirkan diri sendiri. Egois ini memiliki rasa yang

luar biasa dari sentralitas dari ‘Aku adalah’:. Kualitas pribadi mereka

Egotisme berarti menempatkan diri pada inti dunia seseorang tanpa

kepedulian terhadap orang lain, termasuk yang dicintai atau dianggap

sebagai “dekat,” dalam lain hal kecuali yang ditetapkan oleh egois itu.

Teori eogisme atau egotisme diungkapkan oleh Friedrich Wilhelm Nietche

yang merupakan pengkritik keras utilitarianisme dan juga kuat menentang

teori Kemoralan Sosial. Teori egoisme berprinsip bahwa setiap orang harus

bersifat keakuan, yaitu melakukan sesuatu yang bertujuan memberikan

manfaat kepada diri sendiri. Selain itu, setiap perbuatan yang memberikan

keuntungan merupakan perbuatan yang baik dan satu perbuatan yang

buruk jika merugikan diri sendiri.

Kata “egoisme” merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin yakni ego,

yang berasal dari kata Yunani kuno – yang masih digunakan dalam bahasa

Yunani modern – ego (yang berarti “diri” atau “Saya”, dan-isme, digunakan

untuk menunjukkan sistem kepercayaannya. Dengan demikian, istilah ini

secara etimologis berhubungan sangat erat dengan egoisme filosofis.12

b. Utilitarianisme

Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut

teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat

(15)

itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat

sebagai keseluruhan.

Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan

baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the

greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.

D. PERBEDAAN ANTARA DEONTOLOGI DAN TELEOLOGI

Fakta – fakta yang harus dipertimbangkan dalam pembedaan teori etika yang

bersifat teleologis dengan deontologis yaitu:

1. Memperhatikan tingkat penegasan daripada dasar pengeluaran timbal balik.

2. Unsur – unsur dari teleologis dan deontologis ddapat ditemukan dalam teori

etika tertentu.

3. Terdapat perbedaan interprestasi yang dilakukan filosof terhadap setiap teori

etika yang lain.

4. Interprestasi sangat luas sebagian besar etika formalisme dan etika intuisime

ke dalam deontologis dan semua etika naturalistic yaitu hedonism, utilitarisme

kedalam kelompok teleologis.13

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

(16)

Nilai merupakan gagasan atau konsep yang memiliki kualitas, sehingga

menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, bermuatan motivasi,

dalam mencapai tujuan kehidupannya, sedangkan moral yaitu pandangan tentang

baik buruk dan benar salah suatu perilaku atau perbuatan yang ditampilkan

seseorang. Etika yaitu ilmu yang mempelajari cara manusia memperlakukan

sesamanya dan apa arti hidup yang baik.

Deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara

baik. Jadi, etika Deontologi yaitu tindakan dikatakan baik bukan karena tindakan

itu mendatangkan akibat baik, melainkan berdasarkan tindakan itu baik untuk

dirinya sendiri.

Berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi justru menilai baik

buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan

itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu

(17)

Al Rasyidin, Demokrasi Pendidikan Islam, (Bandung: Cita Pustaka Media Perintis, 2011)

Burhanuddin Salam, Logika Materi;Filsafat Ilmu Pengetahuan, Cet.1(Jakarta:Reneka Cipta, 1997)

Dr. Amril M. MA, Etika Islam;Telaah Pemilkiran Filsafat Moral Raghib Al-Ishafani, Cet.1 (Pekanbaru:Pustaka Pelajar, 2002)

Fu’ad Farid Isma;il & Abdul Hamid Mutawalli, Cara Mudah Belajar Filsafat : Barat Dan Islam, cet . I (Jogjakarta, IRCiSoD, 2012)

http://sinatryaji.blogspot.com/2013/11/pengertian-etika-prinsip-prinsip-etika.html http://taufikrahmatullah.wordpress.com/2012/12/22/etika-deontologi/

Mustari Mustafa, Konstruksi Filsafat Nilai:Antara Normatifitas dan realitas, Cet.I, (Makassar: Alauddin Pers, 2011)

Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A, Filsafat Ilmu, Edisi revisi ( Jakarta: PT RajaGrafindo, 2004)

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan Kreativitas melalui Pendekatan Tematik dalam Pembelajaran Seni Grafis Cetak Tinggi Bahan Alam di SD Sistem pendidikan Sekolah Dasar, sebagaimana diungkapkan

Uji operasional PLTD-Sekam dilakukan pencatatan konsumsi BBM, konsumsi sekam padi, tegangan listrik, arus listrik, kemudian dilakukan pencatatan dan analisis/perhitungan beban

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan Kuliah Kerja Media (KKM) atau

Teknologi Tepat Guna adalah teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dapat menjawab permasalahan masyarakat, tidak merusak lingkungan, dan dapat dimanfaatkan oleh

Dari hasil tersebut diperoleh bahwa 25 siswa memiliki skor > mean yang artinya siswa tersebut memiliki norma yang tinggi dan diasumsikan sering melakukan bullying.. Oleh

Peningkatan ekonomi yang menjadi nomor dua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, diikuti dengan peningkatan kekuatan militer menjadikan China sebagai negara

(untuk parasit non-obligat) atau harus ditumbuhkan pada tanaman inang rentan (untuk parasit obligat), patogen dari kultur murni tersebut harus diinokulasikan pada tanaman sehat

Bukti yang jelas ialah cara sebutan huruf Arab orang Melayu tidak sama dengan cara sebutan orang India di India dan orang Islam tanah besar China.. 5.1 KEDATANGAN ISLAM KE