LAPORAN PRAKTIKUM
BIOKIMIA
ENZIM
Nama : Nurrufaidah Konita Sari
NIM : 1410211049
Kelas : III B
Kel / shift : 2 / 2
LABORATORIUM KIMIA DASAR
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Tujuan
1. Memahami pengaruh suhu, pH,, konsentrasi enzim, dan konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim
1. 2 Dasar Teori
Enzim merupakan biokatalis. Enzim meningkatkan kecepatan reaksi dengan cara menyediakan jalur reaksi alternatif yang memerlukan sedikit energi. Enzim adalah protein yang diproduksi dari sel hidup dan digunakan oleh sel-sel untuk mengkatalisis reaksi kimia yang spesifik. Enzim memiliki tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya lebih besar dari katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya. Tanpa pembentukan produk samping enzim merupakan unit fungsional untuk metabolisme dalam sel, bekerja menurut urutan yang teratur. Sistem enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu hubungan yang harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolic yang berbeda.
Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu. Berdasarkan penelitian-penelitian selanjutnya, diperoleh kesimpulan bahwa enzim adalah suatu protein, enzim ada yang hanya terdiri atas suatu protein saja. Ada pula enzim yang terdiri atas bagian protein dan struktur tambahan yang tersusun dari bahan nonprotein. Bagian yang berupa protein disebut Apoenzim yang umumnya besifat termolabil atau tidak tahan panas. Struktur tambahan berbahan nonprotein berfungsi untuk meningkatkan kemampuan enzim berikatan dengan substrat, struktur tersebut dikenal dengan sebutan Kofaktor.
Cara kerja enzim
Sifat-sifat enzim sebagai katalis, yaitu :
1.
Terlibat dalam jalannya reaksi, namun jumlahnya tidak berubah.2.
Mempercepat laju reaksi, namun tidak mengubah komposisi produk.3.
Menurunkan energi aktivasi.4.
Hanya dapat mengkatalisis reaksi tertentu.5.
Dibutuhkan dalam jumlah sedikit.6.
Dapat dihambat zat tertentu.7.
Dapat bekerja dalam reaksi bolak-balik.Enzim bekerja secara spesifik, artinya enzim mempunyai fungsi yang khusus. Untuk perubahan zat tertentu, diperlukan enzim tertentu. Jika enzimnya berbeda, hasil akhirnya bebeda pula. Contohnya pada pemecahan rafinosa (suatu trisakarida) yang dilakukan oleh enzim sukrase, akan terurai menjadi melibiosa dan fruktosa. Akan tetapi, apabila dilakukan oleh enzim emulsion, refinosa akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa.
Cara kerja enzim ada dua macam, yaitu dengan model kunci gembok dan kecocokan terinduksi.
a. Kunci gembok (lock and key)
Enzim dimisalkan sebagai gembok karena memiliki sebuah bagian kecil yang dapat berikatan dengan substrat. Bagian tersebut disebut sisi aktif, substrat dimisalkan sebagai kunci karena dapat berikatan dengan sisi aktif enzim (gembok).
b. Kecocokan terinduksi (induced fit)
Pada model ini, penempelan substrat pada sisi aktif enzim akan menginduksi perubahan bentuk sisi aktif menjadi sesuai dengan bentuk substrat.
Pada awalnya semua enzim dianggap protein, namun penelitian terakhir menunjukkan bahwa ribosom juga bertindak sebagai biokatalis. Ribosom adalah molekul asam ribonukleat (RNA) yang mengkatalisis reaksi pada ikatan fosfodester dari RNA lainnya. Enzim diklasifikasikan ke dalam 6 kelas berdasarkan jenis reaksi yang dikatalisis, yaitu sebagai berikut :
1. Oksidoreduktase, merupakan enzim yang mengkatalisis perpindahan atom hidrogem atau oksigen atau elektron. Contoh : Dehidrogenase, Oksigenase, Peroksidase, dll. 2. Transfase, merupakan enzim yang mengkatalisis perpindahan gugus fungsi tertentu
dari satu molekul ke molekul lainnya. Contoh : Transkarboksilase, Transaminase, Transmetilase, dll.
3. Hidrolase. Merupakan enzim yang mengkatalis reaksi hidrolisis, dimana pemutusan ikatan melibatkan penambahan molekul air. Contoh : Esterase, Fosfatase, Peptidase, dll.
4. Lipase, merupakan enzim yang mengkatalis reaksi (selain hidrolisis) dimana gugus (seperti H2O, CO2, dan NH3) dihilangkan atau membentuk ikatan rangkap atau ditambahkan ke ikatan rangkap. Contoh : Dekarboksilase, Dehisdratase, Deaminase, dll.
5. Isomerase, merupakan enzim yang mengkatalis bebrapa tipe reaksi yang terjadi dalam proses penataan intramolekul. Contoh : Mutase, Epimerase, dl.
6. Ligase, merupakan enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan antara dua molekul substrat. Contoh : Sintetase, Karboksilase, dll.
Seperti molekul protein lainnya sifat biologis enzim sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor fisiko kimia. Enzim bekerja pada kondisi tertentu yang rerlatif ketat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerj enzim antara lain suhu, pH, oksidasi oleh udara atau senyawa lain, penyinaran ultraviolet, sinar x, α, β, dan γ. Di samping itu, kecepatan reaksi enzimatik dipengaruhi pula oleh konsentrasi enzim maupun substratnya.
Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim, sebagai berikut :
1.
Temperatur (suhu)Karena enzim tersusun dari protein, enzim sangat peka terhadap temperatur. Pada suhu yang terlalu tinggi menebabkan denaturasi pada protein. Suhu yang terlalu rendah menyebabkan terhambatnya kerja enzim. Suhu optimum setiap enzim berbeda-beda. Enzim- enzim yang terdapat dalam tubuh umumnya memiliki temperatur optimum sekitar 30-400C.
Kebanyakan enzim tidak menunjukkan reaksi jika suhu sampai sekitar 0oC, namun enzim tidak rusak, jika suhu normal kembali, enzim akan aktif kembali. Enzim tahan pada suhu rendah namun dapat rusak jika suhu di atas 40oC. Jadi dapat dikatakan bahwa :
a. Semakin tinggi suhu, maka energi kinetik substrat dan enzim meningkat, sehingga mempermudah keduanya saling berikatan.
b. Aktivitas enzim meningkat pada suhu optimum sampai suatu suhu maksimum (sekitar 40oC).
c. Suhu yang terlalu tinggi (>40oC) menyebabkan enzim tidak bekerja karena struktur enzim rusak akibat mengalami denaturasi protein. Enzim yang mengalami denaturasi tidak dapat digunakan kembali.
d. Suhu yang terlalu rendah (<30oC) menyebabkan enzim tidak bekerja karena enzim mengalami inaktivasi. Enzim yang mengalami inaktivasi masih dapat digunakan jika suhu kembali normal.
2. Perubahan pH
Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu. Jika dilakukan pengukuran aktivitas enzim pada beberapa macam pH yang berlainan, sebagian besar enzim di dalam tubuh akan menunjukkan aktivitas maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0. Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada pH optimum. Ada enzim yang mempunyai pH optimum yang sangat rendah, seperti pepsin, yang mempunyai pH optimum 2. Pada pH yang jauh di luar pH optimum, enzim akan terdenaturasi. Selain itu pada keadaan ini baik enzim maupun substrat dapat mengalami perubahan muatan listrik yang mengakibatkan enzim tidak dapat berikatan dengan substrat.
3. Konsentrasi enzim dan substrat
Agar reaksi berjalan optimum, maka perbandingan jumlah antara enzim dan substrat harus sesusai. Jika enzim terlalu sedikit dan substrat terlalu banyak, reaksi akan berjalan lambat dan bahkan ada substrat tak terkatalisis. Semakin banyak enzim, reaksi akan semakin cepat. Jadi dapat dikatakan, bahwa :
a. Konsentrasi enzim yang lebih besar dari substrat akan mempercepat laju reaksi (mempercepat pembentukan produk).
b. Konsentrasi substrat yang lebih besar dari enzim akan menimbulkan konsentrasi substrat jenuh (laju reaksi maksimum), yang menyebabkan ada substrat yang tidak dikatalisis.
4. Inhibitor enzim
Sering kali kerja enzim dihambat oleh suatu zat yang disebut inhibitor. Jika inhibitor ditambahkan ke dalam campuran enzim dan substrat, kecepatan reaksi akan turun. Cara kerja inhibitor ini adalah berikatan dengan enzim membentuk kompleks enzim-inhibitor yang masih mampu atau tidak mampu berikatan dengan substrat. Ada dua jenis inhibitor, yaitu inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif.
a. Inhibitor kompetitif
Pada penghambatan ini, zat-zat penghambat mempunyai struktur yang mirip dengan substrat, dengan demikian, baik substrat maupun zat penghambat berkompetisi atau bersaing untuk bergabung dengan sisi aktif enzim. Jika zat penghambat terlebih dahulu berikatan dengan sisi aktif enzim, maka substrat tidak dapat berikatan lagi dengan sisi aktif enzim.
Pada penghambatan ini, substrat sudah tidak daoat berikatan dengan kompleks enzim-inhibitor, karena sisi aktif enzim telah berubah.
BAB II
a. Menyiapkan 4 erlenmeyer 250 mL, masing-masing diisi dengan 3 mL gelatin 1%. b. Meletakkan erlenmeyer A pada suhu 0oC, erlenmeyer B pada suhu kamar (25oC),
erlenmeyer C pada suhu 40oC, erlenmeyer D pada suhu 75oC. Masing-masing erlenmeyer mendapatkan perlakuan selama 5 menit.
c. Menambahkan masing-masing erlenmeyer dengan 1 mL enzim papain 0,1% dalam waktu 5 menit, kemudian menambahkan HgCl 10% bebrapa tetes.
d. Menentukan kadar protein dengan metode formol.
a. Menyiapkan 3 erlenmyer 250 mL, masing-masing diisi dengan 3 mL gelatin 1%. b. Menambahkan masing-masing erlenmeyer 1 mL enzim papain 0,1%, kemudian
menambahkan air pada erlenmeyer A, HCl 10% pada erlenmeyer B, dan Na2CO3 1 mL pada erlenmeyer C.
c. Mengocok atau menggoyangkan masing-masing erlenmeyer lalu didiamkan selama 10 menit.
d. Menentukan kadar protein dengan metode formol.
3. Uji pengaruh basa
a. Menyiapkan 3 erlenmyer 250 mL, masing-masing diisi dengan 3 mL gelatin 1%. b. Menambahkan masing-masing erlenmeyer 1 mL enzim papain 0,1%, kemudian
menambahkan air pada erlenmeyer A, NaOH 10% pada erlenmeyer B, dan NH4OH 1 mL pada erlenmeyer C.
c. Mengocok atau menggoyangkan masing-masing erlenmeyer lalu didiamkan selama 10 menit.
d. Menentukan kadar protein dengan metode formol.
4. Uji pengaruh konsentrasi enzim
a. Menyiapkan 3 erlenmeyer 250 mL, masing-masing diisi 10 mL gelatin 2%. Menambahkan enzim papain 0,01% pada erlenmeyer A, enzim papain 0,05% pada erlenmeyer B, dan enzim papain 0,1 % pada erlenmeyer C sebanyak 1 mL.
b. Mengocok atau menggoyangkan masing-masing erlenmeyer lalu didiamkan selama 10 menit.
c. Menentukan kadar protein dengan metode formol.
5. Uji pengaruh konsentrasi substrat
a. Menyiapkan 3 erlenmeyer 250 mL. Menambahkan gelatin 1% pada erlenmeyer A, gelatin 2% pada erlenmeyer B, dan gelatin 3% pada erlenmeyer C.
b. Menambahkan masing-masing erlenmeyer dengan enzim papain 0,1%. c. Menentukan kadar protein dengan metode formol.
b. Enzim 2
b. Memindahkan masing-masng bahan pada labu ukur 100 mL, mengencerkan sampai tanda batas, dan mengocok atau mengoyangkan sampai homogen.
c. Mengambil 10 mL larutan dan memasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL, dan menambahkan 2 tetes indikator pp, menitrasi dengan 0,1 N NaOH sampai berwarna merah jambu.
d. Menambahkan 5 mL formalin 10%, menitrasi dengan 0,1 N NaOH sampai berwarna merah jambu.
BAB III
A. Encer, keruh, terdapat endapan, baunya menyengat
B. Endapan lebih banyak, encer, bau menyengat
C.Keruh, bau menyengat, endapan lebih sedikit dari A dan B
c. Uji pengaruh Basa
b. Hasil titrasi pengaruh keasaman
c. Hasil titrasi pengaruh basa
d. Hasil titrasi pengaruh konsentrasi enzim
Bahan Enzim papain0,01% Enzim papain0,05% Enzim papain0,1% Gelatin 2% V titrasi = 8,5
mL
V titrasi = 8 mL
V titrasi = 8,1 mL
e. Hasil titrasi pengaruh konsentrasi substrat
Bahan Gelatin 1% Gelatin 2% Gelatin 3% Enzim papain
1. Hasil titrasi pengaruh suhu
Protein = 1,135 x 6,25 = 7,09 %
N 40ºC= (10–1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 8,5x0,110x14,008 = 11,9 % Protein = 11,9 x 6,25
= 74,375 %
N 75ºC = (10,2−1,5)1x0,1x1000x14,008x100 = 8,7x0,110x14,008 = 1,29 % Protein = 1,29 x 6,25
= 8,06 %
2. Hasil titrasi pengaruh keasaman :
N = (8,7−1,5)x10,1x1000x14,008x100=7,2x0,1x1014,008x1 = 0,29%
Protein = %N x Fk = 0,29 x 6,25 = 1.81 %
N = (9,6−1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 8,1x0,1x1014,008x1 = 1,135% Protein = 1,135 x 6,25
= 7,09 %
N = (9−1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 7,5x0,1x1014,008x1 = 1,05% Protein = 1,05 x 6,25
= 6,56 % 3. Hasil titrasi pengaruh basa
N = (8−1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 6,5x0,110x14,008 = 0,91052% Protein = 0,91052 x 6,25
= 5,7 %
N = (7−1,2)x10,1X1000x14,008x100 = 5,5x0,110x14,008 = 0,77044% Protein = 0,77044 x 6,25
N = (8−1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 6,5x0,110x14,008 = 0,91052 % Protein = 0,91052 x 6,25
= 5,7 %
4. Hasil titrasi pengaruh konsentrasi enzim
N = (8,5−1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 7x0,110x14,008 = 0,49 % Protein = 0,49 x 6,25
= 0,13 %
N = (8−1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 6,5x0,110x14,008 = 0,45 % Protein = 0,45 x 6,25
= 2,81 %
N = (8,1−1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 7x1,510x14,008 = 0,46 % Protein = 0,46 x 6,25
= 2,4 %
5. Hasil titrasi pengaruh konsentrasi subtract
N = (12,4−1,5)1x0,1x1000x14,008x100 = 10,9x0,110x14,008 = 1,52% Protein = 1,52 x 6,25
= 9,5%
N = (12x1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 10,5x0,110x14,008 = 1,47% Protein = 1,47 x 6,25
= 9,18%
N = (12,3−1,5)1x0,1x1000x14,008x100 = 10,8x1,110x14,008 = 1,51 % Protein = 1,51 x 6,25
3.2 Dokumentasi a. Enzim 1
1. Uji pengaruh suhu
Perlakuan Sesudah literatur
Gelatin 1% + papain 0,1%
2. Uji pengaruh keasaman
3. Uji pengaruh basa
Perlakuan Sesudah literatur
Gelatin 1% + papain 0,1%
Perlakuan Sesudah literatur
4. Uji pengaruh konsentrasi enzim
Perlakuan Sesudah literatur
Gelatin 2%
5. Uji pengaruh konsentrasi substrat
Perlakuan Sesudah literatur
Enzim papain 0,1%
b. Enzim 2
1. Titrasi pengaruh suhu
Perlakuan Sesudah literatur
Gelatin 1% + papain 0,1%
2. Titrasi pengaruh keasaman
Perlakuan Sesudah literatur
3. Titrasi pengaruh basa
Perlakuan Sesudah literatur
Gelatin 1% + papain 0,1%
4. Titrasi pengaruh konsentrasi enzim
Perlakuan Sesudah literatur
Gelatin 2%
Perlakuan Sesudah literatur Enzim papain
0,1%
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Uji Pengaruh Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim, dimana enzim bekerja pada suhu optimum yaitu sekitar 37oC – 50oC. Suhu mempengaruhi aktivitas katalisis enzim. Diluar suhu optimum aktivitas enzim menjadi tidak maksimal. Bila suhu terlalu rendah, enzim menjadi tidak aktif, karena tidak terjadi benturan antara molekul enzim dengan substrat. Sedangkan bila suhu terlalu tinggi, dimana benturan yang terjadi semakin banyak maka struktur tiga dimensi dari enzim tersebut akan terganggu sehingga enzim akan mengalami denaturasi, atau dapat dikatakan enzim akan kehilangan sifat alamiahnya.
Berdasarkan tabel hasil pengamatan dapat diketahui bahwa pada suhu 0oC enzim tidak bekerja, namun enzim tidak mengalami denaturasi ditandai dengan hasil praktikum yang kami uji cobakan yaitu menghasilkan endapan atau mengendap, dan tidak berwarna (bening). Hal tersebut menjelaskan bahwa pada suhu 0oC enzik tidak bekerja.
Pada suhu 75oC enzim bekerja sangat cepat dan menyebabkan enzim mengalami denaturasi (kerusakan). Karena suhu tersebut melebihi suhu optimum dimana enzim bekerja secara optimal, kerusakan pada enzim dapat ditandai dengan adanya endapan, keruh dan berwarna kecoklatan. Hal itu menandakan terjadinya denaturasi pada enzim.
4.2 Uji Pengaruh Keasaman
pH merupakan salah satu faktor yang juga mempengaruhi kinerja enzim. Enzim bekerja pada pH tertentu, umumnya pada pH sekitar 6-8. Setiap enzim mempunyai pH optimum yang berbeda. Jika enzim terlalu terlalu asam atau pH nya di bawah 6 dari pH optimum enzim akan mengalami denaturasi dan juga akan menghambat enzim berikatan dengan substrat.
Berdasarkan tabel pengamatan yaitu pada larutan A dimana air tidak mempengaruhi kerja enzim, karena air bersifat netral, artinya pH pada latutan tersebut stabil dimana ditandai dengan larutan yang encer, terdapat endapan, dan memiliki bau yang menyengat, hal itu menandakan bahwa enzim dapat mengikat subtrat dan bereaksi. Pada larutan B yaitu ditambah dengan HCl, dimana HCl merupakan asam kuat. HCl sangat mempengaruhi kinerja pada enzim, karena dengan ditambahkannya HCl menyebabkan pH pada enzim semakin asam dan hal tersebut menyebabka denaturasi pada enzim yang ditandai dengan endapan yang lebih banyak, encer, berbau menyengat. Hal tersebut menandakan bahwa enzim memiliki pH yang terlalu asam.
Pada penambahan Na2CO3 enzim mengalami perlambatan dalam kinerjanya, karena Na2CO3 merupakan basa kuat yang akan menaikkan pH dan juga dapat menyebabkan enzim mengalami denaturasi (kerusakan).
4.3 Uji Pengaruh Basa
optimum, enzim mampu mengkatalisis reaksi pada tingkat tercepat dibandingkan pada tingkat pH lainnya.
Pada tabel hasil pengamatan pada saat larutan A ditambahkan air hal yang terjadi yaitu berbau menyengat, tidak berwarna (bening). Hal tersebut menandakan bahwa dengan ditambahnya air tidak mempengaruhi kerja enzim.
Pada saat larutan B ditambah dengan NaOH, terjadi perubahan yang signifikan yaitu laritan menjadi keruh dan berbau, karena NaOH merupakan basa kuat, dimana enzim akan mengalami kenaikan pH dan menyebakan enzim mengalami denaturasi. Pada larutan C ditambah dengan NH4OH, dimana NH4OH merupakan basa lemah. Pada hasil pengamatan enzim bekerja secara optimal karena pH nya berkisar pada pH optimum, artinya enzim bekerja dengan optimal dan tidak mengalami denaturasi, yaitu ditandai dengan warnya yang bening.
4.4 Uji Pengaruh Konsentrasi Enzim
Jika pH dan suhu suatu sistem enzim adalah konstan, dan jumlah substrat berlebihan, maka laju reaksi adalah sebanding dengan jumlah enzim yang ada. Sebaliknya jika pH, suhu dan konsentrasi enzim konstan, maka laju reaksi adalah sebanding dengan jumlah substrat. Apabila konsentrasi enzim lebih banyak dibandingkan dengan jumlah substratnya, maka reaksi yang terjadi akan semakin cepat. Artinya dengan jumlah enzim yang lebih banyak aktivitas enzim tidak melambat melainkan semakin cepat.
Berdasarkan hasil pengamatan yaitu apabila enzim lebih dominan dibanding dengan jumlah substrat maka reaksinya akan cepat, namun dari praktikum yang dilakukan yaitu tidak adanya perubahan yang signifikan atau tidak terjadi perubahan, hal ini menandakan bahwa pada percobaan yang dilakukan enzim lebih mendominan jumlahnya dibandingkan substrat.
4.5 Uji Pengaruh Konsentrasi Substrat
Pada tabel hasil pengamatan tidak dijumpai adanya perubahan baik itu perubahan warna atu sifat yang lainnya. Mungkin di saat melaksanakan praktikum konsentrasi enzim sebanding dengan jumlah substrat yang di uji, oleh sebab itu tidak di temukan adanya perubahan yang signifikan.
4.6 Titrasi Pengaruh Suhu
Pada titrasi pengaruh suhu yang dilakukan yaitu untuk mengetahui kadar protein pada sampel yang telah diuji menggunakan rumus atau metode formol, yaitu :
a. N 0ºC = (9−1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 7,5x0,110x14,008 = 1,05 %
Protein = 1,05 x 6,25 = 6,56 %
b. N 25ºC = (9,6−1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 8,1x0,110x14,008 = 1,135 %
Protein = 1,135 x 6,25
= 7,09 %
c. N 40ºC = (10–1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 8,5x0,110x14,008 = 11,9 %
Protein = 11,9 x 6,25 = 74,375 %
d. N 75ºC = (10,2−1,5)1x0,1x1000x14,008x100 = 8,7x0,110x14,008 = 1,29 %
Protein = 1,29 x 6,25 = 8,06 %
Jadi metode formol diatas dapat di temukan kadar protein pada masing- masing sampel yaitu :
d. Pada sampel D kadar proteinnya yaitu 8,06 %
4.7 Titrasi Pengaruh Keasaman
Pada titrasi pengaruh keasaman yang dilakukan yaitu untuk mengetahui kadar protein pada sampel yang telah diuji menggunakan rumus atau metode formol, yaitu :
a. N = (8,7−1,5)x10,1x1000x14,008x100=7,2x0,1x1014,008x1 = 0,29%
Protein = %N x Fk = 0,29 x 6,25 = 1.81 %
b. N = (9,6−1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 8,1x0,1x1014,008x1 = 1,135% Protein = 1,135 x 6,25
= 7,09 %
c. N = (9−1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 7,5x0,1x1014,008x1 = 1,05% Protein = 1,05 x 6,25
= 6,56 %
Jadi metode formol diatas dapat di temukan kadar protein pada masing- masing sampel yaitu :
a. Pada sampel A kadar proteinnya yaitu 1,81 % b. Pada sampel B kadar proteinnya yaitu 7,09 % c. Pada sampel C kadar proteinnya yaitu 6, 56%
4.8 Titrasi Pengaruh Basa
Pada titrasi pengaruh basa yang dilakukan yaitu untuk mengetahui kadar protein pada sampel yang telah diuji menggunakan rumus atau metode formol, yaitu :
a. N = (8−1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 6,5x0,110x14,008 = 0,91052% Protein = 0,91052 x 6,25
= 5,7 %
Protein = 0,77044 x 6,25
= 4,8 %
c. N = (8−1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 6,5x0,110x14,008 = 0,91052 % Protein = 0,91052 x 6,25
= 5,7 %
Jadi metode formol diatas dapat di temukan kadar protein pada masing- masing sampel yaitu :
a. Pada sampel A kadar proteinnya yaitu 5,7 % b. Pada sampel B kadar proteinnya yaitu 4,8 % c. Pada sampel C kadar proteinnya yaitu 5,7%
4.9 Titrasi Pengaruh Konsentrasi Enzim
Pada titrasi pengaruh konsentrasi enzim yang dilakukan yaitu untuk mengetahui kadar protein pada sampel yang telah diuji menggunakan rumus atau metode formol, yaitu :
a. N = (8,5−1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 7x0,110x14,008 = 0,49 % Protein = 0,49 x 6,25
= 0,13 %
b. N = (8−1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 6,5x0,110x14,008 = 0,45 % Protein = 0,45 x 6,25
= 2,81 %
c. N = (8,1−1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 7x1,510x14,008 = 0,46 % Protein = 0,46 x 6,25
= 2,4 %
Jadi metode formol diatas dapat di temukan kadar protein pada masing- masing sampel yaitu :
b. Pada sampel B kadar proteinnya yaitu 2,81 % c. Pada sampel C kadar proteinnya yaitu 2,4 %
4.10 Titrasi Pengaruh Konsentrasi Substrat
Pada titrasi pengaruh konsentrasi substrat yang dilakukan yaitu untuk mengetahui kadar protein pada sampel yang telah diuji menggunakan rumus atau metode formol, yaitu :
a. N = (12,4−1,5)1x0,1x1000x14,008x100 = 10,9x0,110x14,008 = 1,52% Protein = 1,52 x 6,25
= 9,5%
b. N = (12x1,5)x10,1x1000x14,008x100 = 10,5x0,110x14,008 = 1,47% Protein = 1,47 x 6,25
= 9,18%
c. N = (12,3−1,5)1x0,1x1000x14,008x100 = 10,8x1,110x14,008 = 1,51 % Protein = 1,51 x 6,25
= 9,43%
Jadi metode formol diatas dapat di temukan kadar protein pada masing- masing sampel yaitu :
BAB V
PENUTUP
5.1 KesimpulanBerdasarkan hasil pengamatan dan tujuan dapat disimpulkan, bahwa :
1. Enzim merupakan biokatalis. Enzim meningkatkan kecepatan reaksi dengan cara menyediakan jalur reaksi alternatif yang memerlukan sedikit energy.
2. Enzim adalah protein yang diproduksi dari sel hidup dan digunakan oleh sel-sel untuk mengkatalisis reaksi kimia yang spesifik
4. pH dapat mempengaruhi struktur protein pada sisi aktif, sehingga substrat untuk berikatan. pH optimum enzim berbeda-beda, dan jika tidak pada pH optimum, enzim dapat mengalami denaturasi protein.
5. Konsentrasi enzim yang lebih besar dari substrat akan mempercepat laju reaksi (mempercepat pembentukan produk). Konsentrasi substrat yang lebih besar dari enzim akan menimbulkan konsentrasi substrat jenuh (laju reaksi maksimum), yang menyebabkan ada substrat yang tidak dikatalisis.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Mata Kuliah Biokimia. 2015. Petunjuk Praktikum Biokimia. Jember : Universitas Muhammadiyah Jember.
Cartono, M.Pd. 2004. Biologi Umum, Bandung : PRISMA PRESS. Campbell, N. A. 2000. Biologi Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Poedjiadi, Anna dan Supriyatin, Titin. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : Universitas Indonesia.
https://www.scribd.com/doc/190866325/Laporan-Praktikum-Biokimia-Enzim-Amilase . Diakses pada tanggal 17 Oktober 2015 pukul 7.48 WIB
https://www.scribd.com/doc/140344803/Laporan-Praktikum-ENZIM-1 . Diakses pada tanggal 17 Oktober 2015 pukul 8.01 WIB
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22576/4/Chapter%20II.pdf . Diakses pada tanggal 17 Oktober 2015 pukul 8.12 WIB
http://staff.unud.ac.id/~suarsana/wp-content/uploads/2010/03/MataKuliah-Enzim-1.pdf
Diakses pada tanggal 20 Oktober 2015 pukul 20.01 WIB
https://materi78.files.wordpress.com/2013/06/enzim_bio3.pdf Diakses pada tanggal 20 Oktober 2015 pukul 20.5 WIB
LITERATUR
Enzim
Enzim adalah protein yang diproduksi dari sel hidup dan digunakan oleh sel-sel untuk mengkatalisis reaksi kimia yang spesifik. Enzim memiliki tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya lebih besar dari katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya. Tanpa pembentukan produk samping enzim merupakan unit fungsional untuk metabolisme dalam sel, bekerja menurut urutan yang teratur. Sistem enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu hubungan yang harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolic yang berbeda.
Enzim dikatakan sebagai suatu kelompok protein yang berperan sangat penting dalam aktivitas biologis. Dalam jumlah yang sangat kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga dalam keadaan normal tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan hasil akhir reaksinya. Enzim ini akan kehilangan aktivitasnya akibat panas, asam atau basa kuat, pelarut organik, atau pengaruh lain yang bisa menyebabkan denaturasi protein. Enzim dikatakan mempunyai sifat sangat khas, karena hanya bekerja pada substratnya.
itu lemah maka kofaktor tadi disebut co-enzim dan dan jika terikat erat melalui ikatan kovalen maka dinamakan gugus prostetis. Pada umumnya dua kofaktor itu tidak dibedakan dan disebut co-enzim saja. Apabila enzim itu terdiri dari bagian seperti yang diterangkan diatas maka keseluruhan enzim itu dinamakan holo enzim. Bagian protein dinamakan apo-enzim dan bagian non proteinnya disebut co-enzim.fungsi logam pada umumnya adalah untuk memantapkan ikatan substrat pada enzim atau mentransfer electron yang timbul selama proses katalisis.
Kerja Enzim Pada Substrat
Enzim meningkatkan kemungkinan molekul-molekul yang bereaksi saling bertemu dengan permukaan yang saling berorientasi. Hal ini terjadi karena enzim mempunyai suatu afinitas yang tinggi terhadap substrat dan mempunyai kemampuan untuk mengikat substrat tersebut walaupun bersifat sementara. Penyatuan antara substrat dengan enzim sangat spesifik substrat terikat dengan enzim sedemikian rupa, sehingga setiap substrat terorientasi secara tepat untuk terjadi reaksi.
Pembentukan ikatan yang sementara (biasanya ikatan nonkovalen) antara substrat dengan enzim menimbulkan penyebaran elektron dalam molekul substrat dan penyebaran ini menyebabkan suatu regangan pada ikatan kovalen spesifik dalam molekul substrat, sehingga ikatan kovalen tersebut menjadi mudah terpecah. Para ahli biokimia menamakan keadaan dimana terjadi regangan ikatan molekul substrat setelah berinteraksi dengan enzim disebut pengaktifan substrat.
Pengaruh Kadar Enzim dan Substrat
Kecepatan reaksi bergantung pada konsentrasi enzim yang berperan sebagai katalisator dalam reaksi itu. Pada Substrat yang spesifik, enzim akan mengkatalisis reaksi sehingga menghasilkan produk yang spesifik, juga pada penambahan pereaksi kimia tertentu dapat mengakibatkan enzim menunjukkan bentuk stereokimianya dimana interaksi enzim dengan substrat terjadi dalam ikatan, dimana kelebihan substrat tidak dapat diikat seluruhnya oleh enzim.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kerja Enzim Aktivitas enzim dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:
a. Suhu
panas dan manusia bekerja paling efisien pada suhu 37o C, sedangkan enzim hewan berdarah dingin pada suhu 25o C.
b. pH
Semua enzim peka terhadap perubahan pH, dan nonaktif pada lingkungan pH sangat rendah (asam kuat) dan pH tinggi (basa kuat). Contoh, enzim pepsin memiliki pH optimum 2, sedangkan enzim tripsin memiliki pH optimum 8,5.
c. Konsentrasi Enzim, Substrat dan Kofaktor.
Jika pH dan suhu suatu sistem enzim adalah konstan, dan jumlah substrat berlebihan, maka laju reaksi adalah sebanding dengan jumlah enzim yang ada. Sebaliknya jika pH, suhu dan konsentrasi enzim konstan, maka laju reaksi adalah sebanding dengan jumlah substrat.
d. Inhibitor
Aktivitas suatu enzim dapat dihambat oleh suatu senyawa yang dikenal sebagai inhibitor. Inhibitor digolongkan menjadi 2 jenis utama, yaitu: a) yang bekerja secara tidak dapat balik (irreversible), b) yang bekerja secara dapat balik (reversible).
Penghambat yang irreversible adalah golongan yang bereaksi dengan, atau merusakkan suatu gugus fungsional pada molekul enzim yang penting bagi aktivitas katalitiknya. Sebagai contoh, adalah senyawa diisoprofilfluorofosfat (DFP), yang menghambat enzim asetilkolinesterase, yaitu enzim yang penting di dalam transmisi impuls syaraf. Asetilkolinesterase mengkatalisis hidrolisis asetilkolin, suatu senyawa neurotransmitter yang berfungsi di dalam bagian sinaps yang dihasilkan oleh ujung syaraf (akson) yang telah menerima impuls. Asetilkolin yang dihasilkan diteruskan ke sel syaraf lainnya atau ke efektor (misalnya otot) untuk meneruskan impuls syaraf. Akan tetapi, sebelum impuls kedua dapat dipancarkan melalui sinaps, asetilkolin yang dihasilkan setelah impuls pertama harus dihidrolisis oleh asetilkolisnesterase pada sambungan sel syaraf. Produk penguraian asetilkolin oleh asetilkolinesterase adalah asetat dan kolin, dan tidak memiliki aktivitas transmitter.
pertama kali ditemukan, jika diberikan pada hewan, hewan tersebut menjadi lemah, tidak dapat lagi melaksanakan fungsi bagian-bagian tertentu, karena impulssyaraf tidak lagi dapat ditransmisikan secara normal. Tetapi, terdapat manfaat lain dari DFP. Senyawa ini menyebabkan berkembangnya malation dan insektisida lain yang relatif tidak beracun bagi manusia. Malation diubah oleh enzimenzim pada insekta, menjadi penghambat aktif asetilkolinesterase insekta ersebut.
DFP telah ditemukan menghambat semua jenis enzim, banyak diantaranya yang mampu mengkatalisis hidrolisis ikatan peptida atau ester. Golongan ini tidak hanya mencakup asetilkolinesterase, tetapi juga tripsin, khimotripsin, elastase, fosfoglukomutase, dan kokoonase, suatu enzim yang dihasilkan oleh larva ulat sutra untuk menghidrolisis serat-serat sutra kepompong, dan menyebabkan larva dapat dibebaskan. Semua enzim yang dihambat oleh DFP memiliki residu serin essensial pada sisi aktifnya, yang berpartisipasi dalam aktivitas katalitiknya. Jenis kedua adalah, penghambat enzim yang dapat balik, yang dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu: 1) zat penghambat yang bersaingan (kompetitif), 2) zat penghambat yang tidak bersaingan (non-kompetitif). Zat penghambat yang bersaingan itu mempunyai struktur mirip dengan struktur molekul substrat. Suatu penghambat kompetitif berlomba dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim, tetapi, sekali terikat tidak dapat diubah oleh enzim tersebut. Ciri penghambat kompetitif adalah penghambatan ini dapat dihilangkan dengan meningkatkan konsentrasi substrat.
Contoh jenis penghambatan kompetitif adalah penghambatan kompetitif dehidrogenase suksinat oleh anion malonat dan oksaloasetat. Dehidrogenase suksinat adalah anggota golongan enzim yang mengkalatisis siklus asam sitrat yang dapat membebaskan 2 atom hidrogen dari suksinat. Dehidrogenase suksinat dihambat oleh malonat yang struktur molekulnya mirip suksinat. Sedangkan zat penghambat yang tidak bersaingan (non kompetitif) dapat menempel pada enzim, pada sisi regulasi enzim, sehingga mengubah konformasi molekul enzim, sehingga menyebabkan inaktifasi enzim.
Kontrol Terhadap Kerja Enzim
pertama pada jalur metabolisme tersebut dihambat kerjanya oleh hasil akhir dari jalur metabolisme tersebut.
Penghambatan ini biasanya dinamakan feedback inhibition. Pengontrolan model feedback inhibition, dimana enzim yang bekerja pada tahap awal (E1) dihambat
kerjanya oleh produk akhir (Z), memberikan keuntungan pada sel, yaitu organisme tersebut dapat mengatur supply energi, dan mencegah menumpuknya senyawa intermediet (B-C-D …) selama proses metabolisme terjadi. Banyak jalur metabolisme dalam tubuh organisme berbentuk cabang, sehingga proses feedback inhibition yang terjadi dapat berlangsung di beberapa lokasi. Mekanisme penghambatan ini dinamakan sequential feedback inhibition.