• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA ENZIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA ENZIM"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

ENZIM

Dosen Pembimbing : Siti Imroatul Maslikah, S.Si., M.Si,

Kelompok : 1 Offering: A

1. Endah Puspa Rini (130342603366) 2. Endah Wahyuningtias (130341603381) 3. Muhammad Fahrurrizal A. (130341603373) 4. Nila Wahyuni (130341603392) 5. Santy Faiqotul H (130341603399)

6.

Sovi Makhmudah (130341603393)

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

(2)

ENZIM

TUJUAN

1. Mengenal jenis – jenis enzim yang ada pada manusia dan tumbuhan. 2. Mengenal cara – cara isolasi enzim dari alam secara sederhana. 3. Mengenal substrat yang dikatalisis enzim.

4. Mengenal senyawa hasil katalisasi enzim.

5. Menjelaskan faktor – faktor yang nerpengaruh pada aktifitas enzim.

DASAR TEORI

Enzim merupakan katalisator protein untuk reaksi – reaksi kimia dalam system biologi. Katalisator adalah zat yang mempercepat reaksi kimia. Selama proses reaksi, meskipun katalisator mengalami perubahan fisik, tetapi bila reaksi telah selesai keadaan katalisator akan kembali ke bentuk semula. Enzim disebut katalisator protein, karena terutamatersusun atas protein dan senyawa lain.

Hampir semua reaksi kimia dalam sel hidup akan berlangsung sangat lama bila reaksi tersebut tidak dikatalisis oleh enzim. Berbeda dengan katalisator non protein (H+, OH-, atau ion – ion logam), setiap enzim mengkatalis sejumlah kecil reaksi, bahkan kebanyakan satu enzim hanya mengkatalis satu reaksi saja. Jadi enzim adalah katalisator yang bersifat spesifik.

Pada hakekatnya semua reaksi di dalam biokimia dikatalisis oleh enzim. Hampir setiap senyawa organik di alam dan juga banyak senyawa anorganik, terdapat satu enzim yang mampu mengkatalisis perubahan kimia dan juga mampu bereaksi dengan senyawa anorganik tersebut (Suwono 2001).

(3)

Enzim berfungsi meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak dapat mengubahnya (Salisbury dan Ross 1990).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah (Dwidjoseputro, 1992) :

a. Suhu

Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktig enzim akan terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.

b. pH

Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.

c. konsentrasi enzim

Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksibertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. Semakin besar konsentrasi enzim semakin cepat pula reaksi yang berlangsung. Dengan kata lain, konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi

(4)

Bila jumlah enzim dalam keadaan tetap, kecepatan reaksi akan meningkat dengan adanya peningkatan konsentrasi substrat. Namun, pada saat sisi aktif semua enzim bekerja,penambahan substrat tidak dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzim lebih lanjut. Kondisi ini disebut konsentrasi substrat pada titik jenuh atau disebut dengan kecepatan reaksi telah mencapai maksimum (V max).

e. Zat-zat penghambat

Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan

substrat pada bagian aktif yang mengalami hambatan.

Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu. Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa.

Dalam percobaan ini terdapat beberapa enzim yang digunakan antara lain: A. Enzim Amilase

Enzim (eksoenzim) yang berperan dalam merubah karbohidrat komplek adalah karbohidrase, amilase, selulase. Pati merupakan substansi yang terlebih dahulu harus diubah menjadi molekul lebih sederhana agar dapat diserap oleh sel. Mikroorganisme memproduksi enzim untuk memecah substansi di dalam sel, salah satunya adalah amilase (Mahbub, 2011).

Tumbuhan mengandung α dan ß amylase; hewan memiliki hanya α amylase, dijumpai dalam cairan pankreas dan juga (pada manusia dan beberapa spesies lain) dalam ludah. Amilase memotong rantai polisakarida yang panjang, menghasilkan campuran glukosa dan maltosa. Amilosa merupakan polisakarida yang terdiri dari 100-1000 molekul glukosa yang saling berikatan membentuk rantai lurus. Dalam air, amilosa bereaksi dengan iodine memberikan warna biru yang khas (Fox, 1991). Pada manusia, α amilase pada ludah dan pankreas berguna dalam hidrolisis pati yang terkandung dalam makanan ke dalam bentuk aligosakarida, di mana dalam perubahan tersebut dapat dihidrolisis oleh disakarida atau trisakarida dalam jumlah kecil.

(5)

Contohnya, α amilase pada mamalia memiliki pH optimum 6-7, bergantung pada ada atau tidaknya ion halogen (Wirahadikusumah 1989).

Amilase sendiri merupakan enzim yang paling penting dan keberadaanya paling besar, pada bidang bioteknologi, enzim ini diperjual belikan sebanyak 25% dari total enzim yang lainya. Amilase didapatkan dari berbagai macam sumber, seperti tanaman, hewan dan mikroorganisme (Mahbub, 2011).

Enzim amilase dapat diperoleh dari sekresi air liur atau saliva. Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut “saliva” (ludah atau air liur). Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 - 12 minggu) sebagai invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan jaringan asinar. Enzim amilase di dalam tubuh manusia sangat penting. Enzim amilase ikut bertanggung jawab menjaga kesehatan dan proses metabolisme di dalam tubuh. Kekurangan enzim amilase dapat menyebabkan tubuh mengalami gangguan pencernaan (maladigesti), yang selanjutnya menyebabkan gangguan penyerapan (malabsorpsi).

Saliva merupakan cairan mulut yang kompleks terdiri dari campuran sekresi kelenjar saliva mayor dan minor yang ada dalam rongga mulut. Saliva sebagian besar yaitu sekitar 90 persennya dihasilkan saat makan yang merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa pengecapan dan pengunyahan makanan (Kidd 1992).

Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh jaringan rongga mulut. Pengeluaran air ludah pada orang dewasa berkisar antara 0,3-0,4 ml/menit sedangkan apabila distimulasi, banyaknya air ludah normal adalah 1-2 ml/menit. Menurunnya pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan jumlah air ludah yang kurang menunjukkan adanya resiko terjadinya karies yang tinggi. Meningkatnya pH air ludah (basa) akan mengakibatkan pembentukan karang gigi. Saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu melicinkan dan membasahi rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan makanan, membasahi dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair sehingga mudah ditelan dan dirasakan,

(6)

membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman, mempunyai aktivitas antibacterial dan sistem buffer, membantu proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim ptyalin (amilase ludah) dan lipase ludah, perpartisipasi dalam proses pembekuan dan penyembuhan luka karena terdapat faktor pembekuan darah dan epidermal growth factor pada saliva, jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukuran tentang keseimbangan air dalam tubuh dan membantu dalam berbicara (pelumasan pada pipi dan lidah) (Soeharsono 1975).

Setiap hari sekitar 1-1.5 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Saliva terdiri atas 99.24% air dan 0.58% terdiri atas ion-ion Ca2+, Mg2+, Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3-, SO42-, dan zat-zat organik seperti musin dan enzim amilase (ptialin). Saliva bersifat agak sedikit asam. Saliva mempunyai pH antara 5.75 sampai 7.05. Pada umumnya pH saliva adalah sedikit dibawah 7 (Soeharsono 1975).

B. Enzim Bromelin

Bromelin adalah enzim proteolitik yang ditemukan pada bagian batang dan buah nanas (Ananas comosus). Enzim ini diproduksi sebagai hasil sampingan dari pabrik jus nanas. Dalam memproduksi bromelin, beberapa senyawa yang dapat digunakan untuk presipitasi (pengendapan) enzim ini adalah amonium sulfat dan alkohol. Beberapa kegunaan dari enzim ini adalah mengurangi rasa sakit dan pembengkakan karena luka atau operasi, mengurangi radang sendi, menyembuhkan luka bakar, meningkatkan fungsi paru-paru pada penderita infeksi saluran pernapasan, dan lain-lain. Untuk meningkatkan kelancaran pencernaan pada manusia, umumnya digunakan bromelin berdosis 500 mg dalam bentuk kapsul. Apabila konsumsi bromelin dilakukan bersamaan dengan senyawa anti-koagulan maka risiko terjadinya pendarahan akan meningkat.

Bromelain adalah suatu protease sulfihidril (-SH) yang sudah menjadi tidak aktif, disebabkan karena terbentuknya ikatan disulfida antara enzim-enzim. Secara relatif hal ini dpat diatasi dengan penambahan senyawa pereduksi seperti sistein, markaptoetanol, glukation, dan vitamin C. selain dengan cara penambahan senyawa pereduksi juga dapat distabilkan dengan cara amobilisasi enzim. Aktivitas enzim

(7)

bromelain dipengaruhi oleh beberapa inhibitornya seperti diisopropilfosfofluoridat (DIPF) (Ciptadi 2011).

(8)

ALAT DAN BAHAN

Alat :

1 beaker glass 50ml dan 100ml 11 korek api

2 pipet tetes 12 termometer

3 tabung reaksi 13 gelas ukur 10ml

4 penjepit tabung reaksi 14 pelat tetes

5 corong kaca 15 neraca digital

6 pisau 16 mortar dan pistil

7 kaca arloji 17 parutan kelapa

8 lampu spiritus 18 kain untuk menyaring

9 kasa asbes 10 kaki tiga

Bahan :

1 kertas saring 11 Es batu

2 buah nanas 12 Aquadest

3 larutan NaCl 0,9% 13 IKI

4 kecambah kacang hijau 14 Larutan Fehling A dan B

5 suspensi pati 1% 15 Larutan ninhidrin

6 susu kedelai 16 Kertas Label

7 susu sapi 8 telur 9 NaOH 1N 10 HCl 1N

(9)

CARA KERJA

I.ISOLASI ENZIM

1 Enzima amilase dalam saliva

2 Enzima amilase dalam kecambah kacang hijau

3 Enzima Bromelialin

Ambil larutan NaCl 0,9 % sebanyak 50 ml

Masukkan larutan dalam beaker glass 50ml

Gunakan larutan untuk berkumur-kumur

Gunakan enzim yang terkandung dalam saliva untuk percobaan II

Ambil kecambah kacang hijau 25g

Gerus dalam sedikit aquadest hingga halus

Lalu saringlah kembali hingga diperoleh sari

Ambil sari kecambah kacang hijau 50ml Gunakan enzim yang

terkandung dalam hasil gerusan untuk

percobaan II

Kupas 1 buah nanas hingga bersih

Parutlah hingga halus Campurkan hasil parutan dengan 200ml aquadest

Peras hasil parutan dengan menggunakan kain saring

Gunakan hasil perasan yang mengandung enzima bromealin untuk percobaan II

(10)

II.Aktivitas Enzima amilase dan Papain

1 Aktivitas amilase dari saliva

Ambil 2 tabung reaksi,lalu masing-masing tabung diisi 2 ml suspensi amilum 2%

Kocok hingga tercampur dan biarkan selama 15 menit

Tambah 1ml amilase dari saliva pada salah satu tabung dan 1ml HCl 1N pada tabung ke-2

Setelah 15menit,ambil masing-masing 3 tetes dan teteskan pada pelat tetes Tambah masing-masing 1

tetes larutan IKI amati perubahan warna

yang terjadi

Lalu lakukan uji benedict, ambil fehling A dan B masing-masing 15 tetes

Kocok hingga tercampur ,tambah suspensi amilum yang di uji sebanyak 5 tetes

Panaskan langsung pada lampu sepiritus hingga mendidih atau selama 2menit

Amati perubahan yang terjadi

Ulangi percobaan pada menit ke-30

(11)

2 Aktivitas amilase dari ekstrak kecambah kacang hijau

3.Aktivitas enzima bromelialin

Ambil 2 tabung reaksi,lalu masing-masing tabung diisi 2 ml suspensi amilum 2%

Tambah 1ml amilase dari ekstrak kecambah pada salah satu tabung dan 1ml HCl pada tabung ke-2

Kocok hingga tercampur dan biarkan selama 15 menit

Setelah 15menit,ambil masing-masing 3 tetes dan teteskan pada pelat tetes Tambah masing-masing 1

tetes larutan IKI amati perubahan warna

yang terjadi

Lalu lakukan uji benedict, ambil fehling A dan B masing-masing 15 tetes

Kocok hingga tercampur ,tambah suspensi amilum yang di uji sebanyak 5 tetes

Panaskan langsung pada lampu sepiritus hingga mendidih atau selama 2menit

Amati perubahan yang terjadi

Ulangi percobaan pada menit ke-30

HASIL dibandingkan

Ambil 2 tabung reaksi,lalu masing-masing tabung diisi 2 ml susu kedelai,albumin telur,dan susu sapi segar

Kocok hingga tercampur dan biarkan selama 15 menit

Tambah ke tiap-tiap tabung 15 tetes perasan buah nanas

Setelah 15menit,lakukan uji ninhidrit untuk mengetahui asam amino bebas

Tambah 15 tetes bahan dan tambah 3 tetes pereaksi ninhidrin

Kocok hingga tercampur

Panaskan dalam penangas air hingga mendidih selama 5menit

Amati perubahan yang terjadi

Ulangi uji ninhidrin pada menit ke-30

(12)

III.Faktor-faktor yang mempengaruhi Kerja Enzima

1.Pengaruh suhu

2.Pengaruh PH

Ambil 4 tabung reaksi,lalu masing-masing tabung diisi 2 ml suspensi amilum 2%

Lalu masukkan tabung 1 dalam air es,tabung 2 dalam penangas airbersuhu 37-40oC,tabung 3 dalam penangas air mendidih dan tabung 4 pada suhu ruang Tambah 1ml larutan saliva

dan kocok hingga tercampur

Biarkan selama 15menit dan setelah 15menit,ambil masing-masing 3 tetes Teteskan pada pelat tetes

Tambah masing-masing 2 tetes larutan IKI

Amati perubahan warna

yang terjadi Lakukan uji benedict,ambil

ambil fehling A dan B masing-masing 15ml

Kocok hingga

tercampur,lau tambah suspense amilum yang di uji sebanyak 5 tetes

Panaskan langsung pada lampu sepiritus hingga mendidih atau selama 2menit

Amati perubahan yang terjadi

HASIL

Ambil 3 tabung reaksi,lalu masing-masing tabung diisi 2 ml suspensi amilum 2%

Lalu pada tabung 1 tambah 8 tetes HCl 1N,tabung 2 ditambah 8 tetes NaOH 1N Tambah 1ml larutan saliva,

kocok hingga tercampur

Kocok hingga

tercampur,masing-masing tabung di biarkan selama 15menit

Setelah menit ke-15,diuji dengan IKI dan lanjutkan dengan uji benedict Amati perubahan yang

terjadi

(13)

3.Pengaruh Konsentrasi Enzima

4.Pengaruh konsentrasi substrat

Ambil 4 tabung reaksi

Tambah pada tiap-tiap tabung 2ml suspense amilum 2%

Lalu isi tabung 1 dengan 0,5ml saliva,tabung 2 dengan 1ml saliva,tabung 3 dengan 1,5ml saliva dan tabung 4 dengan 2ml saliva

Kocoklah hingga tercampur dan biarkan selama 15menit Setelah menit ke-15,uji

dengan IKI dan lanjut dengan uji benedict amati perubahan warna

yang terjadi

HASIL

Ambil 4 tabung reaksi Tambah pada tiap-tiap

tabung 1ml saliva Isi tabung 1 dengan 1ml

suspense amilum,tabung 2 dengan 2ml amilum,tabung 3 dengan 3ml amilum dan tabung 4 dengan 4ml amilum

Kocok hingga tercampur dan tunggu selama 15 menit

Setelah menit ke-15,uji dengan IKI dan lanjutkan dengan uji benedict amati perubahan yang

terjadi

(14)

HASIL PENGAMATAN

A. Aktivitas enzim amilase

No Enzim Bahan Menit ke-15 Menit ke-30 Keterangan

IKI Benedict Ninhidrin IKI Benedict Ninhidrin 1. Amilase Saliva Saliva Kuning kehijauan (+) Biru muda (+) - Kuning kehitaman (++) Biru tua (+++) - + = biru muda ++ = lebih biru +++ = biru tua

HCl Kuning Biru muda Kuning

kehijauan Biru (++) - 2. Amilase dari ekstrak kecambah kacang hijau Amilase Putih keruh menjadi kuning dengan campuran warna hitam Biru menjadi hitam kemerahan - Putih keruh menjadi kuning dengan campuran /warna coklat Biru menjadi hitam kemerah an - Warna pada menit ke-30 lebih pekat daripada menit ke15 HCl 1 N Bening menjadi kuning Biru tetap menjadi biru - Ada putih keruh menjadi kuning Biru tetap menjadi biru -

3. Bromealin Telur - - Biru - - Biru

Susu kedelai - - Biru keunguan - - Biru keunguan Susu sapi - - Ungu kebiruan - - Ungu kebiruan

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim

No Variabel Perlakuan Reagen Keterangan

Benedict IKI

1. Suhu Es Biru (+++) Kuning (++) Kurang kuning

dari keempat percobaan

40°C Biru (++++) Kuning

(++++)

Paling kuning dari keempat

percobaan

100°C Biru (++) kuning

kehitaman

(15)

2. pH Ditambah 8 tetes HCl 1 N Biru tua tetap biru tua Putih keruh menjadi kuning dengan campuran warna hitam Ditambah 8 tetes NaOH 1 N Biru tua

menjadi semakin biru tua Putih menjadi putih kekuning-kuningan dengan campuran warna hitam Tanpa HCl dan NaOH Biru tua tetap

biru tua, tapi masih lebih tua yang HCl Putih menjadi putih dengan campuran warna hitam 3. Konsentrasi enzim

0,5 ml Biru muda (+) Kuning 0,5 mL terdapat

endapan warna orange (+) 1 mL terdapat endapan warna orange (+) 1,5 mL terdapat endapan warna orange (+) 2 mL terdapat endapan warna orange (+)

1 ml Biru (++) Kuning tua

1,5 ml Biru tua (++++) Kuning sangat muda 2 ml Biru sangat muda (++) Kuning muda 4. Konsentrasi substrat

1 ml amilum Tetap biru tua Putih

menjadi hijau kekuningan Tetap biru tua Putih

menjadi kuning tua Tetap biru tua Putih

menjadi hijau kehitaman Tetap biru tua Putih jadi

kuning kehitaman

(16)

ANALISIS DATA

Pada percobaan pertama yaitu mengetahui aktivitas enzim amilase dari saliva digunakan bahan uji yaitu saliva dan HCl dengan reagen larutan IKI dan Benedict. Pada percobaan ini digunakan 2 tabung reaksi yang diisi 2 ml suspensi amilum 2%. Untuk perbandingan percobaan ini dilakukan dalam waktu yang berbeda yaitu menit ke-15 dan menit ke-30.

Pada menit ke-15,tabung reaksi yang ditambahkan saliva setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi kuning kehijauan sedangkan amilum dan saliva yang diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna menjadi biru muda. Kemudian pada tabung kedua yang ditambahkan larutan HCl setelah diteteskan larutan IKI warna berubah menjadi kuning, sedangkan amilum dan HCl yang diteteskan larutan Benedict berubah warna menjadi biru muda. Pada menit ke-30,tabung reaksi yang ditambahkan saliva setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi kuning kehijauan yang lebih tua sedangkan amilum dan saliva yang diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna menjadi biru tua. Kemudian pada tabung kedua yang ditambahkan larutan HCl setelah diteteskan larutan IKI warna berubah menjadi kuning kehijauan, sedangkan amilum dan HCl yang diteteskan larutan Benedict berubah warna menjadi biru tua dibanding pada menit ke-15.

Pada percobaan kedua untuk mengetahui aktivitas enzim amilase dari ekstrak kecambah kacang hijau dilakukan perlakuan yang sama dengan percobaan pertama.

Pada menit ke-15,tabung reaksi yang ditambahkan amilase dari ekstrak kecambah setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna dari putih keruh menjadi kuning dengan campuran warna hitam sedangkan amilum dan amilase kecambah yang diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna dari biru menjadi hitam kemerahan. Kemudian pada tabung kedua yang ditambahkan larutan HCl setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan dari bening menjadi kuning sedangkan amilum dan HCl yang diteteskan larutan Benedict tidak terjadi perubahan warna atau tetap berwarna biru.

Pada menit ke-30,tabung reaksi yang ditambahkan amilase dari ekstrak kecambah setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna dari putih keruh menjadi kuning dengan

(17)

campuran warna coklat sedangkan amilum dan amilase dari ekstrak kecambah yang diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna dari biru menjadi hitam kemerahan. Kemudian pada tabung kedua yang ditambahkan larutan HCl setelah diteteskan larutan IKI warna berubah dari putih keruh menjadi kuning sedangkan amilum dan HCl yang diteteskan larutan Benedict tidak terjadi perbahan warna atau tetap berwarna biru.

Pada percobaan ketiga untuk mengetahui aktivitas enzim bromealin digunakan bahan uji yaitu susu kedelai,albumin telur dan susu sapi dengan reagen larutan Ninhidrin. Pada percobaan ini digunakan 3 tabung reaksi yang diisi 2 ml susu kedelai, albumin telur dan susu sapi. Untuk perbandingan percobaan ini dilakukan dalam waktu yang berbeda yaitu menit ke-15 dan menit ke-30.

Pada menit ke-15,tabung reaksi yang berisi susu kedelai ditambahkan perasan buah nanas setelah diteteskan larutan ninhidrin terjadi perubahan warna menjadi biru keunguan sedangkan albumin telur dan perasan buah nanas yang diteteskan larutan Ninhidrin terjadi perubahan menjadi biru lalu terakhir susu sapi dan perasan buah nanas yang diteteskan larutan Ninhidrin terjadi perubahan menjadi ungu kebiruan.

Pada menit ke-30,berdasarkan data pengamatan diperoleh hasil sama seperti pada menit ke-15. Dengan keterangan warna pada menit ke-30 lebih pekat daripada menit ke-15 dan setelah dipanaskan terdapat gumpalan.

Pada percobaan selanjutnya yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim digunakan bahan yang diuji yaitu saliva dengan reagen larutan Benedict dan IKI. Pada percobaan ini variabel yang mempengaruhi yaitu suhu, pH, konsentrasi enzim dan konsentrasi substat.

Pada percobaan pertama yaitu untuk mengetahui pengaruh suhu dalam aktifitas kerja enzim digunakan 4 tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan 2 ml suspensi amilum 2% lalu ditambahkan 1 ml saliva kemudian masing-masing tabung reaksi diletakkan di tempat yang berbeda dan dibiarkan selama 15 menit. Pada tabung pertama yang diletakkan didalam air es setelah diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna menjadi biru, sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan menjadi kuning. Pada tabung kedua yang diletakan pada suhu 40°C setelah diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna menjadi biru tua,

(18)

sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan menjadi kuning tua. Pada tabung ketiga yang diletakkan pada suhu 100°C setelah diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna menjadi lebih biru, sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan menjadi kuning kehitaman. Pada tabung keempat yang diletakkan pada suhu ruang setelah diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna menjadi biru muda, sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan menjadi kuning bening. Dari keempat perlakuan yang paling menunjukkan enzim bekerja pada suhu optimum yaitu 40°C.

Pada percobaan kedua yaitu untuk mengetahui pengaruh pH dalam aktifitas kerja enzim digunakan 3 tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan 2 ml suspensi amilum 2% lalu ditambahkan 1 ml saliva kemudian masing-masing tabung reaksi ditambahkan larutan yang berbeda dan dibiarkan selama 15 menit. Pada tabung pertama ditambahkan 8 tetes larutan HCl 1 N setelah diteteskan larutan Benedict warna biru tua tetap menjadi biru tua, sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan dari putih keruh menjadi kuning dengan campuran warna hitam. Pada tabung kedua yang ditambah 8 tetes larutan NaOH 1 N setelah diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi semakin biru tua, sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna dari putih menjadi putih kekuning-kuningan dengan campuran warna hitam. Pada tabung ketiga tanpa ditambah dengan larutan HCl dan NaOH, setelah diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi semakin biru tua namun lebih tua pada percobaan tabung pertama(HCl), sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna dari putih menjadi putih dengan campuran warna hitam.

Pada percobaan ketiga yaitu untuk mengetahui pengaruh konsentrasi enzim dalam aktifitas kerja enzim digunakan 4 tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan 2 ml suspensi amilum 2% lalu ditambahkan saliva dengan jumlah yang berbeda dan dibiarkan selama 15 menit. Pada tabung pertama yang ditambahkan 0,5 ml saliva setelah diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna menjadi biru muda, sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi kuning dan terdapat sedikit endapan berwarna orange. Pada tabung kedua yang ditambahkan 1 ml saliva setelah diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna menjadi biru, sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi kuning tua dan terdapat endapan berwarna orange. Pada tabung ketiga yang ditambahkan 1,5 ml saliva setelah

(19)

diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna menjadi biru tua, sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi kuning sangat muda dan terdapat banyak endapan berwarna orange dibanding keempat tabung reaksi. Pada tabung keempat yang ditambahkan 2 ml saliva setelah diteteskan larutan Benedict terjadi perubahan warna menjadi biru sangat muda, sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi kuning muda dan terdapat endapan berwarna orange.

Pada percobaan keempat yaitu untuk mengetahui pengaruh konsentrasi substrat dalam aktifitas kerja enzim digunakan 4 tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan 1 ml saliva lalu ditambahkan suspensi amilum yang bervariasi dan dibiarkan selama 15 menit.. Pada tabung pertama yang ditambahkan 1 ml suspensi amilum, setelah diteteskan larutan Benedict tidak terjadi perubahan warna atau tetap biru tua , sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi hijau kekuningan. Pada tabung kedua yang ditambahkan 2 ml suspensi amilum, setelah diteteskan larutan Benedict tidak terjadi perubahan warna atau tetap biru tua, sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi kuning tua. Pada tabung ketiga yang ditambahkan 3 ml suspensi amilum, setelah diteteskan larutan Benedict tidak terjadi perubahan warna atau tetap biru tua , sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi hijau kehitaman. Pada tabung keempat yang ditambahkan 4 ml suspensi amilum, setelah diteteskan larutan Benedict tidak terjadi perubahan warna atau tetap biru tua, sedangkan setelah diteteskan larutan IKI terjadi perubahan warna menjadi kuning kehitaman.

(20)

PEMBAHASAN A. Aktivitas Enzim Amilase dan Bromealin

1. Aktivitas amilase dari saliva

Percobaan pertama adalah percobaan untuk mengetahui aktivitas amilase dari saliva. Percobaan dilakukan dengan meletakkan suspensi amilum pada tabung reaksi pertama yang kemudian ditambahkan amilase dari saliva. Setelah itu dikocok dan didiamkan selama 15 menit, ditetesi dengan menggunakan reagen IKI. Hasil menunjukkan larutan yang diuji berubah warna menjadi kuning kehijauan (+)  terdapat lingkaran hitam kecil namun kami aduk sehingga warnanya sedikit berubah menjadi kehijauan.

Perubahan warna menjadi kuning tersebut menunjukkan bahwa enzim amilase bekerja yaitu dengan mulai menghidrolisis amilum menjadi maltosa ( disakarida ) dan glukosa (monosakarida). Sedangkan lingkaran hitam kecil yang terbentuk menunjukkan ikatan kimia antara reagen IKI dengan amilum mulai terlepas. Kemudian dilakukan percobaan yang sama dengan waktu pendiaman 30 menit. Hasil yang didapat adalah perubahan warna larutan yang diuji yakni menjadi kuning kehitaman (++)  terdapat lingkaran hitam yang lebih besar dibandingkan dengan percobaan pertama.

Perubahan warna menjadi kuning tersebut menunjukkan bahwa enzim amilase bekerja yaitu dengan menghidrolisis amilum menjadi maltosa ( disakarida ) dan glukosa. Sedangkan lingkaran hitam besar yang terbentuk menunjukkan ikatan kimia antara reagen IKI dengan amilum mulai terlepas

Terbentuknya lingkaran hitam kecil pada percobaan menit ke-15 dan lingkaran besar pada percobaan menit ke-30 berkebalikan dengan teori yang ada bahwa seharusnya pada menit ke-15 lingkaran yang terbentuk adalah besar karena ikatan kimia antara reagen IKI dengan amilum dalam waktu yang singkat masih kuat, dan kadar amilum yang terhidrolisis oleh enzim amylase menjadi maltose dan glukosa masih sedikit. Sedangkan pada menit ke-30 seharusnya lingkaran hitam yang terbentuk adalah lebih kecil dari percobaan pertama, karena dengan waktu

(21)

pendiaman yang lebih lama ikatan kimia antara reagen IKI dengan amilum sudah mulai banyak yang terlepas dan kadar amilum yang dihidrolisis oleh enzim amylase menjadi maltosa (disakarida) dan glukosa lebih banyak. Larutan IKI menunjukkan uji positif terhadap amilum.

Kesalahan pada percobaan ini dapat terjadi karena kurangnya ketelitian praktikan dalam menjalankan prosedur percobaan atau juga karena kurangnnya ketelitian dalam mengamati perubahan warna yang terjadi pada larutan uji.

Percobaan selanjutnya adalah uji benedict. Dimana percobaan dilakukan dengan menambahkan masing-masing 15 tetes fehling A dan B yang telah dikocok hingga tercampur pada tabung reaksi yang berisikan suspensi amilum dan saliva sebanyak 5 tetes. Setelah itu dipanaskan diatas lampu spirtus hingga mendidih atau selama 2 menit. Larutan tersebut didiamkan selama 15 menit. Hasil yang didapat adalah larutan yang diuji berwarna biru muda (+).

Selanjutnya dilakukan percobaan yang sama dengan waktu pendiaman selama 30 menit. Hasil yang didapat dari percobaan ke 2 uji benedict ini adalah larutan berwarna lebih biru atau biru tua (+++).

Hasil percobaan pada menit ke-15 yang menunjukkan larutan berwarna biru muda (+) sudah benar dimana percobaan ini berkaitan dengan terbentuknya lingkaran hitam yang seharusnya berukuran besar pada percobaan menit ke-15 dengan menggunakan reagen IKI. Dalam kondisi ini kadar amilum yang terhidrolisis lebih sedikit dan kadar glukosa (gula pereduksi) masih relatif sedikit sehingga menunjukkan larutan menunjukkan uji negatif terhadap benedict. Hal ini ditunjukkan oleh uji benedict dengan berwarna biru yang lebih muda (+).

Sedangkan pada uji benedict pada menit ke 30 yang menunjukkan larutan berwarna biru tua (+++) sudah benar dimana percobaan ini berkaitan dengan terbentuknya lingkaran hitam yang seharusnya berukuran kecil pada percobaan menit ke-30 dengan menggunakan reagen IKI. Dimana dalam waktu yang pendiaman yang lebih lama kadar amilum yang terhidrolisis oleh enzim lebih banyak sehingga kadar glukosa (monosakarida)  gula pereduksi yang terbentuk semakin banyak. Hal ini ditunjukkan dengan uji benedict dengan warna biru yang lebih tua daripada percobaan sebelumnya. Namun hasil percobaan yang telah kami lakukan terdapat kesalahan dimana berdasar teori larutan yang diuji dengan benedict sebelum dipanaskan adalah

(22)

berwarna biru dan setelah dipanaskan seharusnya berwarna hijau kekuningan. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan kurangnya ketelitian praktikan dalam menjalankan prosedur percobaan atau juga karena kurangnnya ketelitian praktikan dalam mengamati perubahan warna yang terjadi pada larutan uji.

Pada percobaan selanjutnya adalah percobaan untuk mengetahui aktivitas amilase dari saliva. Percobaan dilakukan dengan meletakkan suspensi amilum ditambah saliva pada tabung reaksi yang kemudian ditambahkan HCl 1 N. Setelah itu dikocok dan didiamkan selama 15 menit, dan ditetesi dengan menggunakan reagen IKI. Hasil menunjukkan larutan yang diuji berubah warna menjadi kuning. Tingkat pH pada HCl 1 N adalah bernilai 0, dimana HCl 1 N setara dengan HCl 1 M sehingga pH HCl dapat dijelaskan sebagai berikut :

pH = -log [H+] pH = - log 1 pH = 0

Perubahan warna menjadi kuning tersebut menunjukkan bahwa enzim amilase bekerja yaitu dengan menghidrolisis amilum menjadi maltosa ( disakarida ). Perubahan warna pada percobaan kali ini, menjadi kuning yang lebih jernih daripada pada percobaan dengan menggunakan suspensi amilum ditambah saliva saja. Hal ini dikarenakan HCl yang merupakan asam kuat (tergolong asam kuat karena ion H+nya terionisasi sempurna, HCl  H+ + Cl-) akan menurunkan aktifitas enzim amilase yang bekerja optimum pada pH yang netral yaitu 7. Kemudian dilakukan percobaan yang sama dengan waktu pendiaman 30 menit. Hasil yang didapat adalah perubahan warna larutan yang diuji adalah kuning kehijauan.

Perubahan warna pada percobaan kali ini, menjadi kuning kehijauan yang lebih jernih daripada pada percobaan dengan menggunakan suspensi amilum + saliva saja dikarenakan HCl merupakan asam kuat (tergolong asam kuat karena ion H+nya terionisasi sempurna, HCl  H+ + Cl-) akan menurunkan aktifitas enzim amilase yang bekerja optimum pada pH yang netral yaitu 7.

Dengan tingkat pH yang sama yaitu 0, terbentuknya warna kuning pada percobaan menit ke-15 dan warna kuning kehijauan pada percobaan menit ke-30 berkebalikan dengan teori yang ada bahwa seharusnya pada menit ke-15 yang warna terbentuk adalah kuning kehijauan karena

(23)

ikatan pada amilum dalam waktu pendiaman yang singkat masih kuat atau belum banyak yang terlepas dan kandungan maltosa yang terbentuk dari hidrolisis amilum masih banyak dan terbentuknya glukosa (monosakarida) masih relatif sedikit. Sehingga warna yang seharusnya terbentuk tidak kuning sejernih seperti hasil yang kami peroleh. Sedangkan pada menit ke-30 seharusnya warna yang terbentuk adalah kuning lebih jernih daripada menit ke-15, karena dengan waktu pendiaman yang lebih lama ikatan pada amilum sudah mulai banyak yang terlepas sehingga kandungan maltosa (disakarida) yang terbentuk dari hidrolisis amilum semakin sedikit karena telah terpecah menjadi glukosa (monosakarida). Oleh karena itu, warna yang seharusnya terbentuk kuning lebih jernih tidak seperti hasil yang kami peroleh.

Kesalahan pada percobaan ini dapat terjadi karena faktor human error seperti kurangnya ketelitian praktikan dalam menjalankan prosedur percobaan atau juga karena kurangnnya ketelitian praktikan dalam mengamati perubahan warna yang terjadi pada larutan uji.

Percobaan selanjutnya adalah uji benedict. Dimana percobaan dilakukan dengan menambahkan masing-masing 15 tetes fehling A dan B yang telah dikocok hingga tercampur pada tabung reaksi yang berisikan suspensi amilum ditambah saliva dan HCl 1 N sebanyak 5 tetes. Setelah itu dipanaskan diatas lampu spirtus hingga mendidih atau selama 2 menit. Kemudian larutan didiamkan selama 15 menit. Hasil yang diperoleh adalah larutan yang diuji berwarna biru muda (+). Selanjutnya dilakukan percobaan yang sama dengan waktu pendiaman selama 30 menit. Hasil yang didapat dari percobaan ke 2 uji benedict ini adalah larutan berwarna lebih biru atau biru tua (++).

Pada tingkat pH yang sama yaitu 0, hasil percobaan pada menit ke-15 yang menunjukkan larutan berwarna biru muda (+) sudah benar dimana percobaan ini berkaitan dengan terbentuknya warna yang seharusnya berwarna kuning lebih pekat pada percobaan menit ke-15 dengan menggunakan reagen IKI. Dimana ikatan kimia pada amilum dalam waktu pendiaman yang singkat, adalah masih kuat sehingga kandungan maltosa (disakarida) yang terbentuk dari hidrolisis amilum masih banyak dan terbentuknya glukosa (monosakarida)  gula pereduksi masih relatif sedikit yang ditunjukkan oleh uji benedict dengan berwarna biru yang lebih muda (+). Sedangkan pada uji benedict pada menit ke 30 yang menunjukkan larutan berwarna biru tua (++) sudah benar dimana percobaan ini berkaitan dengan terbentuknya warna yang seharusnya berwarna kuning lebih jernih pada percobaan menit ke-30 dengan menggunakan reagen IKI.

(24)

Dimana ikatan kimia antara reagen IKI dengan amilum dalam waktu yang pendiaman yang lebih lama mulai melemah atau mulai banyak yang terlepas sehingga kandungan maltosa (disakarida) yang terbentuk dari hidrolisis amilum sudah semakin sedikit karena telah terpecah menjadi glukosa (monosakarida)  gula pereduksi, yang ditunjukkan dengan uji benedict dengan warna biru yang lebih tua daripada percobaan sebelumnya. Namun hasil percobaan yang telah kami lakukan terdapat kesalahan dimana berdasar teori larutan yang diuji sebelum dipanaskan adalah berwarna biru dan setelah dipanaskan berwarna hijau kekuningan. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan kurangnya ketelitian praktikan dalam menjalankan prosedur percobaan atau juga karena kurangnnya ketelitian praktikan dalam mengamati perubahan warna yang terjadi pada larutan uji.

Jadi dapat disimpulkan bahwa aktivitas enzim amylase adalah menghidrolisis amilum menjadi disakarida (maltosa) dan monosakarida (glukosaa). Dan proses tersebut akan berlangsung optimal pada pH yang memang sesaui untuk enzim tersebut bekerja contohnya adalah enzim amilase yang akan bekerja optimum pada pH netral yaitu 7, jika ditambahkan asam kinerjanya juga akan semakin turun terbukti dari percobaan diatas dimana ketika penambahan HCl, larutan uji ditetesi reagen IKI tidak terbentuk lingkaran hitam dan warnanya jauh lebih jernih. Begitupun ketika larutan diuji dengan reagen benedict warnanya semakin jernih.

2. Aktivitas enzim amilase dari ekstrak kecambah kacang hijau

Pada praktikum kali ini, dilakukan pengamatan terhadap aktivitas enzim amilase. Amilase yang digunakan pada praktikum ini yaitu kecambah kacang hijau yang sudah dihaluskan. Dalam praktikum aktivitas enzim amilase digunakan kecambah kacang hijau karena kacang hijau mudah di dapatkan dan kecambah mengandung enzim α-amilase yang mudah untuk diisolasi dibandingkan kacang-kacangan lainnya. Enzim α-amilase terdapat di plasma sel sehingga mudah diisolasi. (Suarni, 2007).

Dalam membuat ekstrak kecambah kacang hijau, bahan yang dibutuhkan diantaranya adalah kecambah, dan aquades. Sedangkan cara membuat ekstrak kacang hijau yakni pertama, kecambah kacang hijau yang telah dicuci diambil sebanyak 25 gram kemudian digerus dalam sedikit aquades hingga halus dan disaring. Aquades ditambahkan kembali dan dilakukan penyaringan hingga diperoleh sari kecambah kacang hijau sebanyak 50 ml. Proses menghaluskan

(25)

kecambah dimaksudkan untuk merusak jaringan dan dinding sel, sehingga isi sel dapat keluar. Penyaringan mendapatkan filtrat atau isi sel yang merupakan enzim amilase kasar.

Setelah isolasi enzim selesai dilakukan, kegiatan berikutnya yakni pengujian aktivitas enzim amilase. Pertama, dilakukan uji amilum. 2 ml suspensi amilum 2 % dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml amilase dari ekstrak kecambah. Setelah dibiarkan selama 15 menit diambil 3 tetes, kemudian diteteskan pada pelat tetes dan diberi 1 tetes larutan IKI. Dari perlakuan tersebut, diperoleh hasil larutan yang awalnya berwarna putih keruh berubah menjadi kuning dengan campuran warna hitam. Seharusnya pada uji tersebut terjadi reaksi positif yang ditunjukkan dengan perubahan warna yakni larutan yang yang awalnya berwarna putih keruh berubah menjadi kuning dengan lingkaran biru kehitaman ditengahnya.

Selanjutnya, perlakuan tersebut diatas dilakukan kembali dengan prosedur yang sama namun amilum ditambah ekstrak kecambah dibiarkan selama 30 menit. Dari perlakuan tersebut diperoleh hasil yakni larutan yang awalnya berwarna putih keruh berubah menjadi kuning dengan campuran warna cokelat. Hasil tersebut berbeda dengan larutan yang dibiarkan selama 15 menit. Hal ini dikarenakan saat dibiarkan 30 menit ikatan kimia antara larutan IKI dengan amilum mudah terlepas dan amilum sudah lebih banyak yang terhidrolisis menjadi glukosa dibandingkan menit ke-15 sehingga dihasilkan pemudaran warna dari hitam menjadi cokelat. Warna kuning yang masih terdapat dalam larutan menunjukkan bahwa enzim amilase mulai mengdidrolisis amilum dengan menjadi disakarida (maltose) dan monosakarida (glukosa).

Percobaan selanjutnya yakni uji gula reduksi menggunakan reagen fehling A dan B (benedict). Pertama, diambil fehling A dan fehling B masing-masing 15 tetes ke dalam tabung reaksi. Kemudian dikocok hingga tercampur dan ditambahkan suspensi amilum yang diuji sebanyak 5 tetes, larutan kemudian dipanaskan mengunakan penjepit dan pembakar spiritus hingga mendidih atau selama 2 menit. Saat memanaskan tabung reaksi dijepit dengan posisi penjepit berada di tengah tabung reaksi. Hal ini dimaksudkan agar tabung reaksi tidak jatuh saat dipanaskan. Pada saat memaskan, tabung reaksi digoyang-goyangkan dan mulut tabung reaksi tidak mengarah pada praktikan untuk menjaga keselamatan kerja di laboratorium. Setelah pemanasan terjadi perubahan warna. Larutan amilum yang ditambahkan fehling A dan B yang awalnya berwarna biru berubah menjadi hitam kemerahan. Larutan tersebut bereaksi positif terhadap uji fehling A dan B karena amilum mulai dihidrolisis oleh enzim amylase menjadi

(26)

maltose dan glukosa. Oleh karena terdapatnya kandungan glukosa ini sehingga larutan berubah warna menjadi hitam kemerahan.

Berikutnya, dilakukan pengujian amylase dari ekstrak kecambah kacang hijau dengan HCl 1 N. Pertama, 2 ml suspensi amilum 2 % dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 HCl 1 N. Setelah dibiarkan selama 15 menit, diambil 3 tetes kemudian diteteskan pada pelat tetes dan diberi 1 tetes larutan IKI. Dari perlakuan tersebut, diperoleh hasil larutan yang awalnya jernih berubah menjadi kuning. Dapat disimpulkan bahwa amilum bereaksi negatif terhadap IKI. Hal ini dikarenakan HCl merupakan asam kuat, sehingga hanya dengan sedikit penambahan HCl suasana larutan menjadi asam. Dengan penambahan HCl, amilum dapat mengalami kerusakan struktur. Hal ini juga terjadi pada larutan yang didiamkan selama 30 menit. Sedangkan ketika diuji dengan benedict, diperoleh hasil yang sama antara didiamkan 15 menit dengan didiamkan 30 menit yakni dari biru tetap menjadi biru atau tidak terjadi perubahan warna. Seharusnya, terdapat perbedaan diantara keduanya. Suspensi amilum yang telah diberi HCl 1 N dan didiamkan selama 30 menit seharusnya menghasilkan warna yang lebih muda ketika diuji dengan benedict dibandingkan dengan yang didiamkan selama 15 menit. Hal ini dikarenakan, semakin lama waktunya semakin banyak amilum yang bereaksi dengan HCl sehingga struktur amilum atau ikatan-ikatan pada amilum lebih banyak yang mengalami kerusakan. Kesalahan yang terjadi pada percobaan ini dapat dikarenakan oleh kurangnya ketelitian dalam mengamati perubahan warna dan kurang tepat dalam pemberian volum ekstrak enzim yang diperlukan.

3. Aktivitas enzim bromealin

Pada praktikum ini kami melakukan percobaan mengenai aktivitas enzim bromelialin dengan melakukan uji ninhidrin untuk mengetahui adanya asam amino bebas yang terkandung dalam albumin telur, susu kedelai dan susu sapi segar. Dalam praktikum ini dibutuhkan 3 tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan albumin telur, susu kedelai dan susu sapi segar. Setelah itu ditambahkan 15 tetes enzim bromelialin kemudian didiamkan selama 15menit. Setelah 15 menit berlalu, pada tabung yang pertama yang berisi albumin telur yang sudah bercampur dengan 15 tetes enzim bromelialin selama 15 menit diambil 15 tetes bahan dan ditambahkan 3 tetes pereaksi ninhidrin. Setelah dikocok dan dipanaskan dalam penangas air larutan tersebut

(27)

menghasilkan warna biru. Sedangkan pada menit ke 30 setelah larutan tersebut ditetesi oleh 3 tetes pereaksi ninhirin dan dipanaskan pada penangas air menghasilkan warna biru yang lebih pekat dibanding pada menit ke 15 dan disertai adanya gumpalan.

Untuk tabung kedua yang berisi susu kedelai setelah didiamkan 15 menit kemudian diambil 15 tetes larutan dan ditambahkan 3 tetes pereaksi ninhidrin yang kemudian dipanaskan dalam penangas air warna yang terbentuk adalah biru keunguan. Sedangkan pada menit ke 30 perubahan warna yang terjadi setelah ditambahkan 3 tetes peraksi ninhidrin dan dipanaskan adalah tetap biru keunguan namun lebih pekat dibanding menit ke 15. Pada perlakuan yang terakhir yaitu tabung yang berisi susu sapi segar yang sudah dicampur enzim bromealin dan sudah didiamkan selam 15 menit setelah ditetesi oleh 3 tetes pereaksi ninhidrin dan dipanaskan dalam penangas air warna yang terbetuk adalah ungu kebiruan. Hal ini juga terjadi pada menit ke 30, setelah larutan ditetesi 3 tetes pereaksi ninhidrin dan dipanaskan warna yang terbentuk juga tetap ungu kebiruan namun pada menit ini terbentuk adanya gumpalan.

Pada hasil percobaan ini warna yang terbentuk pada menit ke 30 lebih pekat jika dibandingkan dengan menit ke 15. Hal ini dikarenakan pada menit ke 30, enzim bromealin dari nanas tersebut sudah banyak menghidrolisis protein menjadi asam amino sehingga kadar proteinnya berkurang dan kadar asam amino meningkat sehingga menghasilkan warna yang lebih pekat jika dibandingkan dengan menit ke 15 saat di uji dengan ninhidrin.

Uji ninhidrin ini dimaksudkan untuk mendeteksi adanya asam amino. Dan apabila larutan yang kita ujikan menghasilkan warna ungu maka larutan tersebut bereaksi dengan asam amino. Dari ketiga percobaan ini didapat bahwa larutan susu sapi segar membentuk warna ungu kebiruan karena pada larutan tersebut dapat bereaksi dengan peraksi ninhidrin. Hal ini menandakan bahwa susu sapi segar mempunyai gugus asam amino. Semakin banyak ninhidrin pada zat uji yang dapat bereaksi, semakin pekat warnanya. Hal ini juga mendasari bahwa uji Ninhidrin dapat digunakan untuk menentukan asam amino secara kuantitatif. Sedangakan endapan yang terbentuk merupakan akibat dari aktivitas enzim protease yang memutus ikatan peptida pada protein. Protein dapat dihidrolisis dengan bantuan enzim yaitu enzim protease. Fungsi dari enzim protease tersebut yaitu untuk memutus ikatan peptida yang menyebabkan terjadinya perubahan tekstur. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh enzim yang terkandung dalam ekstrak nanas dalam proses hidrolisis protein.

(28)

B. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kerja Enzim

1. Pengaruh suhu terhadap kinerja enzim

Pada percobaan selanjutnya adalah untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kinerja enzim. Dimana percobaan dilakukan dengan meletakkan suspensi amilum sebanyak 2 ml dan ditambah larutan saliva sebanyak 1 ml pada 4 buah tabung reaksi yang berbeda. Tabung 1 dimasukkan pada air es, tabung 2 dimasukkan pada penangas air bersuhu 370 - 400 C, tabung 3 dimasukkan pada penangas air mendidih, tabung 4 diletakkan pada suhu ruang. Selanjutnya, dbiarkan selama 15 menit. Kemudian masing-masing tabung tetesi dengan larutan IKI. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :

Tabung 1 ( air es)  berwarna kuning (++)

Tabung 2 ( suhu 400C )  berwarna kuning (++++, paling kuning) Tabung 3 ( suhu 1000C )  berwarna kuning kehitaman

Tabung 4 ( suhu ruang )  berwarna kuning bening (+)

Enzim jika dipanaskan ± diatas suhu 400C akan mengalami denaturasi (kerusakan) karena gaya-gaya ikatan lemah penting yang terdapat didalam enzim akan rusak akibat meningkatnya getaran termal pada suhu yang tinggi. Enzim juga sangat sensitif terhadap suhu yang rendah. Enzim tidak akan bekerja pada suhu yang rendah karena gaya-gaya lemah pada sub unit tunggal enzim terganggu pada bentuk polimeriknya. (Biokimia ; Rex Montgomery). Suhu optimum enzim untuk bekerja secara optimal adalah berbeda-beda sesuai dengan jaringan penghasilnya. Namun kebanyakan enzim akan bekerja optimal pada suhu 370C-400C.

Hasil percobaan yang telah didapatkan mengalami kesalahan karena berdasar teori seharusnya pada suhu 1000C enzim akan mengalami denaturasi (kerusakan) akibat suhu termal yang terlalu tinggi, dan ketika diletakkan pada suhu ruang seharusnya ia bekerja namun tidak secara optimal karena masih terdapat suhu yang menggerakkan gaya gaya lemah penyusun enzim untuk bekerja. Ketika dimasukkan pada air es seharusnya ia tidak akan bekerja dengan penanda warna kuning jernih atau tidak terdapatnya lingkaran hitam karena suhu rendah mengakibatkan gaya-gaya lemah penyusun enzim untuk bekerja tidak akan aktif. Sedangkan

(29)

pada suhu 400C seharusnya suhu yang paling optimal bagi enzim amilase untuk bekeja. Kesalahan percobaan yang terjadi dikrenakan kurang lamanya proses pendinginan maupun proses pemanasan sehingga hasil uji tidak menunjukkan data yang akurat. Atau mungkin juga dikerenakan kurangnya ketelitian dari praktikan ketika mengamati perubahan warna yang terjadi pada larutan uji.

Percobaan selanjutnya adalah uji benedict. Dimana percobaan dilakukan dengan menambahkan masing-masing 15 tetes fehling A dan B yang telah dikocok hingga tercampur pada tabung reaksi yang berisikan suspensi amilum + saliva sebanyak 5 tetes. Setelah itu dipanaskan diatas lampu spirtus hingga mendidih atau selama 2 menit. Hasil percobaan diperoleh sebagai berikut :

Tabung 1 ( air es)  berwarna biru (+++)

Tabung 2 ( suhu 400C )  berwarna biru (++++, paling biru) Tabung 3 ( suhu 1000C )  berwarna biru (++)

Tabung 4 ( suhu ruang )  berwarna biru (+)

Hasil percobaan yang kami lakukan mengalami kesalahan karena berdasar teori hasil pada uji dengan reagen benedict adalah kebalikan dari uji dengan reagen IKI. Dimana seharusnya pada suhu optimal (pada suhu 400C) ketika diuji dengan benedict menghasilkan warna yang lebih gelap yakni kecokelatan (++++) dan pada suhu ruang ketika larutan uji ditetesi reagen benedict akan berwarna lebih muda dari hasil uji pada suhu 400C (+++) atau biasanya berwarna hijau kekuningan. Sedangkan untuk yang berada pada air es seharusnya tidak mengalami perubahan warna (tetap biru) , hal ini dikarenakan enzim tidak aktif pada suhu tersebut. Begitu juga dengan suhu 1000C juga tidak akan mengalami perubahan warna, hal ini disebabkan pada suhu tersebut enzim mengalami denaturasi sehingga tidak bisa menghidrolisis amilum menjadi maltose dan glukosa. Hal ini berkaitan dengan uji dengan reagen IKI dimana pada kondisi ini ikatan pada amilum masih kuat atau belum terlepas sehingga kandungan maltosa (disakarida) yang terbentuk dari hidrolisis amilum masih banyak dan terbentuknya glukosa (monosakarida)  gula pereduksi masih relatif sedikit yang ditunjukkan oleh uji benedict dengan berwarna biru. Dan ketika ikatan pada amilum mulai melemah atau mulai banyak yang terlepas, kandungan maltosa (disakarida) yang terbentuk dari hidrolisis amilum sudah semakin sedikit karena telah terpecah menjadi glukosa (monosakarida)  gula pereduksi, yang ditunjukkan dengan uji benedict dengan warna

(30)

biru yang lebih tua daripada percobaan sebelumnya. Kesalahan yang terjadi ini dapat disebabkan karena kurang lamanya proses pendinginan maupun pemanasan sehingga hasil uji menunjukkan data yang kurang akurat dan dapat juga dikarenakan kurangnya ketelitian pada saat mengamati perubahan warna.

2. Pengaruh pH

Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian pengaruh pH terhadap kerja enzim amilase. Amilase yang digunakan pada praktikum ini yaitu larutan saliva. Pertama, 2 ml suspensi amilum 2 % dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml larutan saliva dan dikocok hingga tercampur. Selanjutnya, ditambah 8 tetes HCl 1 N dan dibiarkan selama 15 menit. Setelah menit ke 15, larutan tersebut diuji dengan reagen IKI. Dari pengujian tersebut terjadi perubahan warna pada larutan. Awalnya, larutan berwarna putih keruh berubah menjadi kuning dengan campuran warna hitam. Dalam pengujian ini digunakan HCl 1 N atau setara dengan HCl 1 M, sehingga larutan HCl tersebut memiliki pH 0

pH = - log [H+] pH = - log 1 pH = 0

Pada pH 0 diperoleh hasil positif pada uji IKI yakni terdapatnya campuran warna hitam pada larutan. Warna hitam yang terbentuk pada larutan menujukkan bahwa pada pH tersebut enzim amilase tidak aktif dan karbohidrat (amilum) tidak dapat terhidrolisis. Selanjutnya, dilakukan pengujian dengan benedict namun tidak dihasilkan perubahan warna yakni biru tua tetap menjadi biru tua, hal ini berarti larutan tersebut negatif terhadap uji benedict. Hal tersebut juga dikarenakan pada kondisi yang sangat asam enzim tidak aktif sehingga amilum tidak dapat dihirolisis menjadi glukosa (gula pereduksi) oleh enzim amilase. Enzim amilase saliva memiliki pH optimal pada pH 7, karena pada pH ini diperoleh aktivitas enzim yang tinggi (kecepatan reaksi enzimatik tinggi). Menurut Amerongen (1991) amilase yang terdapat dalam saliva adalah α-amilase liur yang mampu membuat polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosodat α(1→ 4). Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus partikel makanan.

(31)

Pada percobaan berikutnya, 2 ml suspensi amilum 2 % dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml larutan saliva dan dikocok hingga tercampur. Selanjutnya, ditambah 8 tetes NaOH 1 N dan dibiarkan selama 15 menit. Setelah menit ke 15, larutan tersebut diuji dengan reagen IKI. Dari pengujian tersebut terjadi perubahan warna pada larutan. Awalnya, larutan berwarna putih berubah menjadi kekuning-kuningan dengan campuran warna hitam. Dalam pengujian ini digunakan NaOH 1 N atau setara dengan NaOH 1 M, sehingga larutan NaOH tersebut memiliki pOH 14

pOH = - log [OH-] pOH = - log 1 pOH = 0

pH = 14 - pOH = 14 – 0

= 14 (basa kuat)

Pada pH 14 diperoleh hasil positif pada uji IKI yakni terdapatnya campuran warna hitam pada larutan. Warna hitam yang terbentuk pada larutan menujukkan bahwa pada pH tersebut enzim amilase mengalami denaturasi sehingga enzim amilase tidak dapat menghidrolisis amilum. Menurut pemaparan di atas enzim amylase yang terdapat dalam air liur (saliva) adalah enzim α-amilase. Berdasarkan penelitian AOAC (Association of Analytic Chemist) tahun 1995 kisaran pH optimum untuk enzim α-amilase adalah 4.8 - 8.5. (Suarni, 2007). Oleh sebab itu, pada pH 14 enzim tersebut tidak dapat bekerja karena terdenaturasi. Selanjutnya, dilakukan pengujian dengan benedict dihasilkan perubahan warna yakni biru tua menjadi biru semakin tua, hal ini berarti larutan tersebut negatif terhadap uji benedict. Hal tersebut juga dikarenakan pada kondisi yang sangat basa enzim mengalami denaturasi sehingga amilum tidak dapat dihirolisis oleh enzim amylase menjadi maltose dan glukosa.

Percobaan selanjutnya, 2 ml suspensi amilum 2 % dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml larutan saliva dan dikocok hingga tercampur. Selanjutnya, dibiarkan selama 15 menit. Setelah menit ke 15, larutan tersebut diuji dengan reagen IKI. Dari pengujian tersebut dihasilkan perubahan warna dari putih menjadi putih dengan campuran warna hitam. Hal ini menandakan uji positif. Seharusnya, larutan tersebut berubah warna menjadi kekuningan

(32)

dengan endapan warna hitam, karena enzim amilase mulai mengdidrolisis amilum menjadi disakarida (maltose) dan monosakarida (glukosa). Sedangkan saat diuji dengan benedict tidak terjadi perubahan warna, namun warna biru nya masih lebih tua saat pengujian dengan ditambah HCl 1 N. Berdasarkan literatur seharusnya larutan tersebut berubah warna menjadi biru kehijauan. Hal ini dikarenakan enzim bekerja pada pH netral yakni pH 7 tanpa pengaruh larutan asam maupun basa, sehingga enzim dapat menghidrolisis amilum menjadi disakarida (maltose) dan monosakarida (glukosa) dengan optimal. Kesalahan-kesalahan yang terjadi ini dapat dikarenakan faktor human error, seperti kurang teliti dalam mengamati perubahan warna dan kurang tepat dalam pemberian volum ekstrak enzim yang diperlukan.

3. Pengaruh Konsentrasi Enzim

Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian pengaruh konsentrasi enzim terhadap kerja enzim amilase. Amilase yang digunakan pada praktikum ini yaitu larutan saliva. Pada percobaan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi enzim ini, praktikan membutuhkan 4 tabung reaksi yang diisi saliva dengan konsentrasi yang berbeda beda. Pada tabung 1 diisi 0,5 ml saliva, tabung 2 diisi 1 ml saliva, tabung 3 diisi 1,5 ml saliva dan tabung 4 diisi 2 ml saliva. Kemudian pada setiap tabung ditambah dengan 2 ml suspensi amilum 2%. Kemudian dikocok sampai tercampur dan didiamkan selama 15 menit. Setelah itu ditambahkan larutan benedict dan IKI yang akan menandakan perbedaan warna dari masing-masing perlakuan pada percobaan faktor yang mempengaruhi kerja enzim, larutan benedict merupakan indikator adanya kandungan glukosa sedangkan larutan IKI ini merupakan indikator adanya karbohidrat (amilum) dalam larutan.

Pada perlakuan yang pertama, tabung 1 dengan 0,5 ml saliva yang sudah ditambahkan amilum dan didiamkan selama 15 menit ketika ditetesi benedict terjadi perubahan warna menjadi biru muda dan ketika ditetesi dengan IKI terjadi warna kuning dengan adanya endapan warna orange sangat sedikit (+). Begitu juga pada tabung 2 ketika ditetesi benedict berubah menjadi warna biru dan ketika ditetesi dengan IKI menjadi warna kuning tua dengan adanya endapan warna orange yang banyak (+++). Tabung 3 ketika ditetesi dengan benedict menjadi warna biru tua dan ketika ditetesi dengan IKI menjadi warna kuning sangat muda dengan adanya endapan warna orange yang paling banyak (++++). Sedangkan pada tabung 4 ketika ditetesi dengan benedict menjadi biru sangat muda dan ketika ditetesi dengan IKI warnanya menjadi kuning muda dengan adanya endapan warna orange yang lebih banyak dari tabung 1 (++). Pada

(33)

pengujian dengan benedict seharusnya semakin banyak konsentrasi enzim maka perubahan warna yang terjadi akan semakin pekat pula disertai endapan yang lebih banyak, namun pada percobaan ini warna yang didapat adalah semakin muda dengan endapan yang lebih sedikit. Perubahan warna yang seharusnya semakin gelap dikarenakan semakin tinggi konsentrasi enzim maka kerja enzim akan meningkat dan amilum akan lebih banyak terhidrolisis oleh enzim menjadi maltose dan glukosa. Hal ini tentu menyebabkan kadar glukosa menjadi banyak sehingga menunjukkan uji positif terhadap benedict. Sedangkan ketika pengujian dengan IKI, hasil percobaan yang diperoleh sudah benar yakni semakin tinggi konsentrasi enzim maka kerja enzim juga akan meningkat dan amilum banyak yang terhidrolisis menjadi maltose dan glukosa , hal ini menyebabkan kadar amilum menurun sehingga menunjukkan uji negative terhadap IKI yakni semakin tinggi konsentrasi enzim warna larutan berubah menjadi semakin muda.

Jadi dapat disimpulkan bahwa konsentrasi enzim mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatik. Pengaruh konsentrasi enzim ini yaitu pembentukan produk, dimana makin besar konsentrasi enzim makin banyak pula produk yang dihasilkan sehingga dapat dinyatakan bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi enzim. Dengan kata lain, semakin besar volume atau konsentrasi enzim, semakin tinggi pula aktivitas enzim dalam memecah substrat yang dikatalisis. Semakin sedikit enzim yang berperan memecah amilum maka akan semakin banyak amilum yang tidak terhidrolisis. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Pati (amilum) + Enzim(amilase) → Disakarida (maltosa) → glukosa + glukosa

Kesalahan yang terjadi dalam percobaan ini dikarenakan oleh dalam ketidaktelitian dalam mencampurkan saliva dengan suspensi amilum dengan konsentrasi yang berbeda-beda dan kurangnya ketelitian pada pengamatan perubahan warna yang terjadi.

4. Pengaruh Konsentrasi Substrat

Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian pengaruh pH terhadap kerja enzim amilase. Amilase yang digunakan pada praktikum ini yaitu larutan saliva. Pertama, 1 ml suspensi amilum dimasukkan ke dalam tabung reaksi I, 2 ml amilum ke dalam tabung II, 3 ml amilum ke dalam tabung III, dan 4 ml ke dalam tabung IV, kemudian masing-masing ditambahkan 1 ml saliva dan

(34)

dikocok hingga tercampur. Larutan tersebut dibiarkan selama 15 menit. Setelah 15 menit, di uji dengan IKI. Larutan pada tabung I menghasilkan perubahan warna menjadi hijau kekuningan, larutan pada tabung II menjadi kuning tua, larutan pada tabung III menjadi hijau kehitaman, dan larutan pada tabung IV menjadi kuning kehitaman. Dan saat diuji dengan benedict semuanya tidak terjadi perubahan warna, larutan tetap berwarna biru tua. Menurut literatur, dari data uji IKI semakin tinggi konsentrasi substrat, warnanya menjadi semakin memudar atau lebih muda (uji negatif) dan muncul endapan berwarna hitam yang semakin sedikit. Begitu pula dengan uji benedict, seharusnya terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi kehijauan atau hijau kekuningan dan semakin banyak konsentrasi substratnya, warna larutan seharusnya semakin gelap. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi substrat, kerja enzim juga semakin meningkat dan amilum yang terhidrolisis juga semakin banyak. Hal tersebut membuat konsentrasi glukosa menjadi lebih banyak, oleh karena itu warna hasil uji benedict akan semakin gelap seiring bertambahnya konsentrasi substrat. Sehingga, disimpulkan bahwa semakin rendah konsentrasi substrat enzim amilase maka waktu yang diperlukan untuk menghidrolisis amilum semakin lama pula, sehingga pada saat diuji dengan reagen IKI tetap menunjukkan reaksi positif. Seperti dijelaskan oleh Dahlia (2001) bahwa kecepatan reaksi dipengaruhi konsentrasi substrat yang berperan sebagai katalisator dalam reaksi tersebut. Banyaknya substrat ditransformasikan sesuai dengan tingginya konsentrasi enzim yang digunakan.

Hal tersebut diperkuat oleh Michaelis dan kawan-kawannya dalam Dahlia (2001) yang menyatakan bahwa reaksi yang dikatalis oleh enzim pada berbagai konsentrasi substrat mengalami 2 fase, yaitu: (1) jika konsentrasi substrat masih rendah, daerah yang aktif pada enzim tidak semuanya terikat dengan substrat dan (2) jika jumlah molekul substrat meningkat maka daerah yang aktif terikat seluruhnya oleh substrat, dan pada saat ini enzim telah bekerja dengan kapasitas penuh. Sehinggga dapat disimpulkan bahwa kadar atau konsentrasi substrat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi atau aktivitas enzim tersebut. Kecepatan reaksi atau aktivitas enzim tersebut berbanding lurus dengan konsentrasi substratnya.

(35)

SOAL EVALUASI DAN DISKUSI

1. Sebutkan contoh enzim-enzim lain di dalam tubuh manusia yang terdapat dalam system percenaan ! jelaskan pula substrat yang dikatalisis dan produknya!

Jawaban :

Enzim amylase : terdapat pada kelenjar ludah dan berfungsi mengubah amilum menjadi maltose.

Enzim pepsin : terdapat pada lambung dan berfungsi menghidrolisis molekul protein menjadi molekul peptide

Enzim rennin : terdapat pada lambung dan berfungsi mengubah kaseinogen menjadi kasein.

Enzim lipase : terdapat pada lambung dan berfungsi menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol

Enzim peptidase : terdapat pada pancreas dan berfungsi membantu hidrolisis peptide menjadi asam amino.

Enzim enterokinase : terdapat pada usus halus dan berfungsi mengaktifkan tripsinogen yang dihasilkan pancreas.

Enzim lactase : terdapat pada usus halus dan berfungsi mengubah laktosa menjadi glukosa.

2. Sebutkan contoh-contoh enzim yang bersifat proteolitik yang terkandung dalam tumbuhan!

Jawaban :

Enzim bromealin yang terdapat dalam daging buah Ananas comosus, enzim papain yang terdapat pada getah Carica papaya

3. Mengapa untuk melihat hasil hidrolisis amilum oleh enzim digunakan uji benedict ?

Jawaban :

Untuk hasil hidrolisis amilum oleh enzim digunakan uji benedict hal ini dikarenakan amilum akan mengalami hidrolisis oleh enzim amylase menjadi maltosa (disakarida) dan maltose akan dihidrolisis lagi menjadi glukosa (monosakarida). Uji benedict merupakan

(36)

uji untuk menentukan adanya kandungan glukosa, dimana uji positif adanya glukosa akan ditandai dengan berubahnya warna zat menjadi hijau kekuningan, cokelat hingga merah bata ketika ditetesi dengan benedict

4. Apakah gradasi warna pada hasil uji benedict menentukan besar kecilnya amilum yang dihidrolisis ? jelaskan jawabanmu !

Jawaban :

iya, gradasi warna pada hasil uji benedict menentukan besar kecilnya amilum yang dihidrolisis. Hal ini dikarenakan semakin banyak amilum yang terhidrolisis oleh enzim menjadi glukosa maka warna yang terbentuk hasil uji benedict akan semakin gelap dan menunjukkan uji positif terhadap benedict. Uji benedict merupakan uji kandungan glukosa. Biasanya warna zat yang diuji dengan benedict akan berubah menjadi hijau kekuningan, cokelat hingga merah bata. Hal ini yang menunjukkan besar kecilnya amilum yang terhidrolisis menjadi glukosa

5. Apakah besar kecilnya amilum yang terhidrolisis dipengaruhi oleh suhu, pH, konsentrasi enzim, dan konsentrasi substrat ? jelaskan jawabannya !

Jawaban :

Iya, besar kecilnya amilum yang terhidrolisis dipengaruhi oleh suhu, pH, konsentrasi enzim, dan konsentrasi substrat. Dari percobaan yang telah kami lakukan dapat disimpulkan suhu berpengaruh dalam hidrolisis amilum. Pada suhu 0°C enzim tidak bekerja (inactive) sehingga amilum tidak dapat terhidrolisis, sedangkan pada suhu 100°C enzim akan mengalami kerusakan (denaturasi) sehingga tidak bisa menghdrolisis amilum secara optimal. Pada suhu ruang, enzim dapat bekerja namun tidak optimal sehingga amilum yang terhidrolisis kecil sedangkan pada suhu 40°C enzim akan bekerja optimal sehingga amilum yang terhidrolisis lebih banyak. Factor pH juga mempengaruhi, dari percobaan yang telah kami lakukan dapat disimpulkan enzim tidak dapat bekerja dengan baik pada kondisi yang sangat asam dan sangat basa. Enzim akan bekerja optimal dalam menghidrolisis amilum saat ia berada pada pH optimal. pH optimal enzim tergantung pada jenis enzim. Konsentrasi enzim juga mempengaruhi kerja enzim dalam menghidrolisis amilum. Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

(37)

semakin tinggi konsentrasi enzim maka kerja enzim dalam menghidrolisis amilum juga akan meningkat. Sama halnya dengan konsentrasi enzim, jika konsentrasi substrat masih rendah, daerah yang aktif pada enzim tidak semuanya terikat dengan substrat dan jika jumlah molekul substrat meningkat maka daerah yang aktif terikat seluruhnya oleh substrat, dan pada saat ini enzim telah bekerja dengan kapasitas penuh. Sehinggga dapat disimpulkan bahwa kadar atau konsentrasi substrat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi atau aktivitas enzim tersebut. Kecepatan reaksi atau aktivitas enzim tersebut berbanding lurus dengan konsentrasi substratnya.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Dahlia, 2001. Fisiologi Tumbuhan. Malang: UM Press.

Dwidjoseputro, 1992. Pengantar fisiologi tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Hedy, Suwarsono, 1990. Biologi Pertanian. Rajawali : Jakarta.

Mahbub, H., 2008, Deteksi dan produksi amilase, http://www.junes.blogspot.com, diakses pada hari Kamis tanggal 14 November 2013. pukul 17.00 WIB

Poedjiadi, A., 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press : Jakarta.

Salisbury, F. B., dan Cleon. W. Ross, 1990. Fisiologi Tumbuhan. Institut Teknologi Bandung: Bandung.

Soendoro, R. 1985. Prinsip – Prinsip Biokimia. Erlangga : Jakarta

Suwono, Hadi. 2001. Biokimia Dasar Bahasan: Enzim, Vitamin, dan Unsur – Unsur Esensial. Departeman Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi : Malang.

Kidd, B. 1992. Dasar-dasar karies penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta: EGC. Martoharsono, Soeharsono. 1975. Biokimia. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta Ciptadi. 2011. Penuntun praktikum Biokimia. Penerbit : Universitas Palangkaraya.

Wirahadikusumah, M. (1989).Biokimia : protein, enzim, dan asam nukleat. InstitutTeknologi Bandung : Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Ketika larutan obat maag diteteskan Fenolftalein larutan obat maag berubah warna menjadi merah muda atau pink dan ketika diteteskan Metil Orange larutan obat maag berubah menjadi

ke dalam tabung reaksi yang berisi 5 ml larutan protein ditambahkan dua tetes asam asetat 1M.. letakkan tabung dalam air mendidih selama

 Pada uji ninhidrin, larutan putih telur, larutan kuning telur, larutan tyrosin dan larutan histidin menunjukkan hasil positif, dimana keempat sampel

Pengujian pertama dilakukan dengan tabung pertama yang dicelup dalam air es, 5 menit setelah tabung tersebut di celup dalam air es , di tetesi saliva encer sebanyak 2 tetes

Untuk tabung D kami tidak mengukur pHnya karena larutan Feling A dan B yang diteteskan ke dalam tabung reaksi hanya berfungsi sebagai indicator dalam

Pb(CH 3 COOH) 2 Larutan putih keruh putih Larutan putih keruh, endapan CuSO 4 kehitaman Larutan menjadi merah kehitaman Larutan menjadi merah H 2 SO 4 kekuningan Larutan

3.4.3 Percobaan 3: Identifikasi Anion dengan Cara Reaksi Basah 1 mL larutan 1% BaCl2 Perubahan warna dan endapan yang terbentuk - dimasukkan ke dalam tabung reaksi.. - diamati apa

Diukur absorbansi pada panjang gelombang 260 nm -Etanol dingin: tidak bewarna -Larutan sampel isotonik: keruh + -Larutan sampel aquades: keruh -NaCl: larutan tidak bewarna Setelah