• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) - Penentuan Tinggi Muka Air Banjir Sungai Deli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) - Penentuan Tinggi Muka Air Banjir Sungai Deli"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

2.1.1 Pengertian DAS

Daerah Aliran Sungaidisingkat DAS adalah suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsure hara serta mengalirkannya melalui anak - anak sungai dan keluar pada sungai utamake laut atau danau.

DAS biasanya dibagi menjadi tiga bagian yaitu daerah hulu, tengah, dan hilir. Fungsi suatu DAS ialah mengalirkan air, menyangga kejadian puncak hujan, melepas air secara bertahap, memelihara kualitas air, dan mengurangi pembuangan massal pada gambar 2.1.

Faktor utama kerusakan DAS ditandai dengan menurunnya kemampuan menyimpannya yang menyebabkan tingginya laju erosi dan debit banjir sungai-sungainya. Faktor utama penyebab adalah 1)hilang/rusaknya penutupan vegetasi permanen/hutan, 2)penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, dan 3)penerapan teknologi pengelolaan lahan/pengelolaan DAS yang tidak tepat (Sinukaban, 2007).

(2)

2.1.2 Pengertian Sungai

Sungai dapat didefinisikan sebagai saluran di permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah yang melalui saluran itu air dari darat menglir ke laut.Permukaan bumi secara alami mengalami erosi begitu muncul ke permukaan. Salah satu faktor penting penyebab erosi yang bekerja secara terus menerus untuk mengikis permukaan bumi, hingga sama dengan permukaan laut adalah air.Air adalah benda cair yang senantiasa bergerak ke arah tempat yang lebih rendah yang dipengaruhi oleh gradien sungai dan gaya gravitasi bumi. Menurut Sandy (1985), dalam pergerakannya air selain melarutkan sesuatu juga mengikis bumi sehingga akhirnya terbentuklah cekungan dimana air tertampung melalui saluran kecil atau besar yang disebut dengan istilah alur sungai.

Suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah, dimana air akan mengalir melalui sungai dan anak sungai disebut daerah aliran sungai (DAS). Dalam istilah bahasa inggris disebut Catchment Area, Watershed, atau

River Basin.

Menurut Waryono (2001) bahwa struktur sungai pada hakekatnya merupakan bentuk luar penampang badan sungai yang memiliki karakteristik berbeda pada bagian hulu, tengah, dan hilir. Lebih jauh dikemukakan bahwa bagian dari struktur sungai meliputi badan sungai, tanggul sungai dan bantaran sungai. Forman (1986) menggambarkan struktur koridor sungai secara rinci sebagai berikut pada gambar 2.2.

(3)

Keterangan:

A: Penyangga tepian sungai D: Batas tinggi air semu B: Dataran Banjir E: Dasar Sungai

C: Badan Sungai F: Vegetasi riparian

Fungsi pokok sungai adalah untuk mengalirkan kelebihan air dari permukaan tanah, sedangkan fungsi lainnya adalah dapat digunakan untuk kesejahteraan manusia, seperti sumber air minum, PLTA, pengairan, transportasi air, untuk meninggikan tanah yang rendah dan mengatur suhu tanah. Menurut peraturan perundangan yang ada, fungsi sungai adalah:

a. Sungai sebagai sumber air yang merupakan salah satu sumber daya alam

yang mempunyai fungsi serba guna bagi kehidupan manusia.

b. Sungai harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan

pemanfaatannya, dan dikendalikan daya rusaknya terhadap lingkungan.

2.1.3 Bentuk bentuk Daerah Aliran Sungai

Bentuk bentuk DAS dapat dibagi dalam empat, antara lain:

A.Bentuk memanjang/ bulu burung B. Bentuk radial

(4)

A. Bentuk memanjang/ bulu burung

Biasanya induk sungainya akan memanjang dengan anak anak sungai langsung mengalir ke induk sungai kadang kadang berbentuk seperti bulu burung. Bentuk ini biasanya akan menyebabkan besar aliran banjir relatif lebih kecil karena perjalanan banjir dari anak sungai itu berbeda beda, dan banjir berlangsung agak lama. Bentuk dari DAS ini ditunjukkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 DAS bentuk memanjang

B. Bentuk radial

Bentuk DAS ini seolah olah memusat pada satu titik sehingga menggambarkan adanya bentuk radial, kadang kadang gambaran tersebut memberi bentuk kipas atau lingkaran. Sebagai akibat dari bentuk tersebut maka waktu yang diperlukan aliran yang datang dari segala penjuru anak sungai memerlukan waktu yang hampir bersamaan. Sebagai contoh DAS Bengawan Solo seperti pada gambar 2.4.

(5)

C. Bentuk paralel

DAS ini dibentuk oleh dua jalur DAS yang bersatu dibagian hilir. Apabila terjadi banjir di daerah hilir biasanya terjadi setelah dibawah titik pertemuan. Sebagai contoh adalah banjir di Batang Hari dibawah pertemuan Batang Tembesi seperti pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 DAS bentuk parallel

D. Bentuk komplek

DASBentuk komplek merupakan bentuk kejadian gabungan dari beberapa bentuk DAS yang dijelaskan diatas, sebagai contoh pada gambar 2.6.

(6)

2.2 Potensi Banjir

2.2.1 Pengertian Banjir

Banjir adalah setiap aliran yang relatif tinggi yang melampaui tanggul sungai sehingga aliran air menyebar ke dataran sungai dan menimbulkan masalah pada manusia (Chow, 1970). Definisi di atas menjelaskan bahwa banjir terjadi apabila kapasitas alir sungai telah terlampaui dan air telah menyebar ke dataran banjir.Menurut Hasibuan (2004), banjir adalah jumlah debit air yang melebihi kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran.

Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat disebut sebagai genangan air yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh: Perubahan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS); Pembuangan sampah; Erosi dan sedimentasi; Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat; Curah hujan yang tinggi; Pengaruh fisiografi/geofisik sungai; Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai; Pengaruh air pasang; Penurunan tanah dan rob

(genangan akibat pasang surut air laut)(Kodoatie, 2005).

2.2.2. Daerah Rawan Banjir

Daerah rawan banjir dapat dikenali berdasarkan karakter wilayah banjir yang dapat dikelompokkansebagai berikut:

1) limpasan dari tepi sungai, 2) wilayah cekungan,

3) banjir akibat pasang surut

(7)

Tingkat resiko di daerah rawan banjir bervariasi tergantung ketinggian permukaan tanahsetempat. Dengan menggunakan peta kontur ketinggian permukaan tanah serta melalui analisis hidrologi dan hidrolika dapat ditentukan pembagian dataran banjir menurut tingkat resiko terhadap banjir. Pembagian daerah rawan banjir digunakan sebagai bahan acuan penataan ruang wilayah perkotaan sehingga diketahui resiko banjir yangakan terjadi. Dengan mengikuti pemetaan daerah rawan banjir yang telah diperbaiki maka resikoterjadi bencana/kerusakan/kerugian akibat genangan banjir yang diderita oleh masyarakat menjadi minimal.

Gambar 2.7 Daerah Penguasaan Sungai

2.2.3 Tingkat Bahaya Banjir

Banjir terjadi sepanjang sistem sungai dan anak-anak sungainya mampu membanjiri wilayah luas dan mendorong peluapan air di dataran banjirnya (flood plain). Dataran banjir merupakan daerah rawan banjir yang dapat diklasifikasi berdasarkan kala ulang banjirnya. Dataran banjir di sekitar bantaran sungai yang masuk dalam daerah genangan pada debit banjirtahunan Q1merupakan daerah

(8)

Tabel 2.1 Tingkat Bahaya Banjir menurut Periode Kala Ulang

2.2.4 Potensi Banjir Sungai Deli

Sungai Deli membelah Kota Medan dari arah selatan ke utara dengan total

watershed 350 km2. Dari total luas watershed tersebut, diantaranya telah dan sedang berubah menjadi wilayah terbangun/perkotaan. Wilayah tersebut terdiri dari catchment area sungai Deli bagian downstream, Sungai sikambing, Sungai Babura, dan sisi kiri kanan Sungai Deli hingga ke Deli Tua/Namorambe. Catchment area selebihnyaterhitung dari Delitua/Namorambe hingga Sembahe/Sibolangit/Gunung Sibayak merupakan lahan pertanian, kebun campuran dan hutan tanaman industri dan hutan alam. Berdasarkan pengamatan kejadian-kejadian banjir di Kota Medan maka ancaman banjir paling ekstrem ialah apabila banjir Sungai Deli terjadi bersamaan dengan hujan di atas Kota Medan (urban storm water).

Sesuai dengan kondisi topografi Kota Medan maka sistim saluran drainase Kota Medan jarang yang bermuara ke Sungai Belawan sehingga banjir Sungai Belawan tidak terlalu banyak mempengaruhi sistem drainase Kota Medan. Demikian juga banjir Sungai Percut sudah tidak menjadi ancaman karena telah selesai dinormalisasi hingga ke muara yakni untuk debit banjir periode ulang 30 tahun, termasuk menampung pengalihan debit Sungai Deli melalui Floodway.

(9)

titi kuning (Floodway) dan JL. Kejaksaan masih rawan banjir karena belum dinormalisasi.

Kapasitas penampang Sungai Deli pada bagian ini masih rendah yakni hanya mampu menampung debit banjir periode ulang 2 tahun yaitu sebesar 160 m3/det (Ginting, 2012).Perkiraan debit banjir Sungai Deli pada beberapa ruas (section) untuk berbagai periode ulang menurut hasil analisis yang dilaporkan pada study JICA (1992) adalah seperti diperlihatkan pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Perkiraan Debit Banjir untuk Periode Ulang (Sumber: JICA, 1992)

2.3 Curah Hujan

2.3.1 Faktor Curah Hujan

Faktor curah hujan yang tinggi merupakan salah satu faktor utama penyebab banjir. Wilayah Indonesia yang merupakan benua maritim di daerah tropis mempunyai curah hujan yang sangat tinggi. Curah hujan yang tinggi, lereng yang curam di daerah hulu disertai dengan perubahan ekosistem dari tanaman tahunan atau tanaman keras berakar dalam ke tanaman semusim berakar dangkal mengakibatkan berkurangnya air yang disimpan dalam tanah, memperbesar aliran permukaan serta menyebabkan terjadinya tanah longsor. Curah hujan yang tinggi dalam kurun waktu yang singkat dan tidak dapat diserap tanah akan dilepas sebagai aliran permukaan yang akhirnya menimbulkan banjir.

Titi Kuning

Q1 Q2 Sungai Deli Q3

Helvetia

(10)

2.3.2 Analisa Curah Hujan Kawasan

Metode Aritmatik (Aljabar)

Metode ini merupakan perhitungan curah hujan wilayah dengan rata-rataaljabar curahhujan di dalam dan sekitar wilayah yang bersangkutan

(2.1)

dimana, R: Curah hujan rata-rata wilayah atau daerah, Ri: Curah hujan di stasiun

pengamatan ke-i dan n: Jumlah stasiun pengamatan.Hasil perhitungan yang

diperoleh dengan cara aritmatik ini hampir sama dengan cara lain apabila jumlah stasiun pengamatan cukup banyak dan tersebar merata di seluruh wilayah seperti ditunjukkan pada (Gambar 2.9). Keuntungan perhitungan dengan cara ini adalah lebih objektif.

Gambar 2.9 Aljabar

Metode Thiessen

Jika titik-titik di daerah pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka cara perhitungan curah hujan dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan pada gambar 2.10.

(2.2)

dimana, R: Curah hujan daerah, Rn: Curah hujan di setiap stasiun pengamatan dan

An: Luas daerah yang mewakili tiap stasiun pengamatan.

(11)

Metode Isohyet

Peta isohyet digambar pada peta topografi dengan perbedaan 10 mm – 20 mm berdasarkan data curah hujan pada stasiun pengamatan di dalam dan di luar daerah yang dimaksud. Luas bagian antara dua garis isohyet yang berdekatan diukur denganPlanimeter. Curah hujan daeah itu dapat dihitung menurut persamaan.

(2.3)

Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata, tetapi memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang memungkinkan untuk membuat isohyet pada gambar 2.11.

Gambar 2.11 Metode Isohyet

2.3.3Analisis Frekuensi

Analisis frekuensi adalah prosedur memperkirakan frekuensi suatu kejadian pada masa lalu atau masa yang akan datang. Prosedur tersebut dapat digunakan menentukan hujan rancangan dalam berbagai kala ulang berdasarkan distribusi yang paling sesuai antara distribusi hujan secara teoritik dengan distribusi hujan secara empirik. Hujan rancangan ini digunakan untuk menentukan intensitas hujan yang diperlukan dalam perhitungan debit banjir menggunakan metode rasional.

(12)

1. Distribusi Gumbel

2. Distribusi Log Pearson Tipe III 3. Distribusi Normal

4. Dostribusi Log Normal

1. Distribusi Gumbel

Menurut Gumbel curah hujan untuk periode ulang tertentu (PUH) tertentu (Tr) dihitung berdasarkan persamaan berikut:

X Tr =𝑋 + S 𝑌𝑇𝑟−𝑌𝑛𝑆𝑛 (2.4)

YTr = -Ln 𝐿𝑛 𝑇𝑟−𝑇𝑟

1 (2.5)

Sn = (𝑅𝑖−𝑅 )

2

𝑛 𝑛=1

𝑛−1 1

2

(2.6)

dimana, YTr: Reduced variate

S: Standar deviasi data hujan,

Sn: Reduced standar deviationyangjuga tergantung pada jumlah

sampel/data, Tr: Fungsi waktu balik (tahun) dan

Yn: Reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n.

Tabel 2.2 Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel

(13)

Tabel 2.3 Reduksi Variat (YTR) sebagai fungsi periode ulang Gumbel

(Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 52)

Tabel 2.4 Reduksi Standard Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel

(Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 52)

2. Distribusi Log Pearson Tipe III

Metode ini telah mengembangkan serangkaian fungsi probabilitas yang dapat dipakai untuk hampir semua distribusi probabilitas empiris. Tiga parameter penting dalam Metode Log Pearson Tipe III, yaitu :

1. Harga rata-rata (R)

2. Simpangan baku(S)

3. Koefisien kemencengan (G)

𝑅 = Log R(2.7)

Log 𝑅 = 𝐿𝑜𝑔𝑅

𝑛 𝑖=1

(14)

S =

(𝐿𝑜𝑔 𝑅𝑖−𝐿𝑜𝑔𝑅) 2 𝑛

𝑖=1

𝑛−1

1 2

(2.9)

G =𝑛 (𝐿𝑜𝑔𝑅𝑖−𝐿𝑜𝑔 𝑅)

3 𝑛

𝑖=1

𝑛−1 (𝑛−2) (𝑠) 3 (2.10)

Log 𝑅 T = Log 𝑅 + KS (2.11)

dimana, R: Curah hujan rencana (mm),

G: Koefisien kemencengan,

S: Simpangan baku dan

K: Variabel standar untuk R yang besarnya tergantung dari nilai G.

Tabel 2.5 Nilai K untuk distribusi Log Pearson

(15)

3. Distribusi Normal

Distribusi normal disebut juga distribusi Gauss. Dalam pemakaian praktis umumnyadigunakan persamaan sebagai berikut:

𝑋T =𝑋 + KT S (2.12)

KT = 𝑋𝑇−𝑋 𝑆 (2.13)

dimana, 𝑋T: Perkiraan nilai yang diharapkan akan terjadi dengan periode ulang T – tahunan,

𝑋 : Nilai rata-rata hitung sampel, dan KT:Faktor frekuensi, merupakan

fungsi dari peluang atau yang digunakan periode ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang.

Tabel 2.6 Nilai Variabel Reduksi Gauss

(16)

4. Distribusi Log Normal Logn xTxk n(2.14)

dimana, 𝐼T: Intensitas curah hujan dengan periode ulang T tahun,

x: Harga rata rata dari populasi x,

K: Faktor frekuensi dan

n= Standar deviasi dari populasi x.

Tabel 2.7 Nilai K untuk Distribusi Log Normal

(Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 37)

2.3.4Uji Distribusi Frekuensi Curah Hujan

(17)

1. Uji Chi Kuadrat

Uji Chi Kuadrat digunakan untuk menguji apakah distribusi pengamatan dapat disamai dengan baik oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan menggunakan persamaan berikut:

(2.15)

di mana k = 1 + 3,22 Log n, OF = nilai yang diamati, dan EF = nilai yang diharapkan.

Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 hitung < X2Cr. Harga X2Cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikan α dengan derajat kebebasan. Batas kritis X2 tergantung pada derajat kebebasan dan

฀ . Untuk kasus ini derajat kebebasan mempunyai nilai yang didapat dari

perhitungan sebagai berikut:

DK = JK - (P + 1) (2.16)

di mana DK = derajat kebebasan, JK = jumlah kelas, dan P = faktor keterikatan (untuk pengujian Chi-Square mempunyai keterikatan 2).

2. Uji Smirnov Kolmogorf

Pengujian distribusi probablitas dengan Metode Smirnov-Kolmograf

dilakukan dengan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut: 1.Urutkan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya

2.Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut (Xi)

dengan rumus tertentu, rumus Weibull misalnya,

𝑃(𝑋𝑖) = 𝑛+1

𝑖 (2.17)

(18)

3. Tentukan peluang teoritis masing-masing data yang sudah di urut tersebut

P’(Xi)berdasarkan persamaan distribusi probablitas yang dipilih (Gumbel, Normal, dansebagainya).

4. Hitung selisih (∆Pi) antara peluang empiris dan teoritis untuk setiap data yang

sudah diurut:

∆𝑃𝑖 = 𝑃(𝑋𝑖) − 𝑃’(𝑋𝑖) (2.18)

5. Tentukan apakah Pi<∆P kritis, jika “tidak” artinya Distribusi Probablitas

yangdipilih tidakdapat dierima, demikian sebaliknya.

6. P kritis lihat (Tabel 2.3).

Tabel 2.8Tabel Nilai ∆𝐏 Kritis Smirnov-Kolmogrov (Kamiana, 2011)

(19)

2.3.5Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi, Lubis (1992). Dalam penelitian ini intensitas hujan diturunkan dari data curah hujan harian. Menurut Lubis (1992)intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian (mm) empirik menggunakan metode mononobe sebagai berikut:

𝐼 = 𝑅24

R24 : Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).

2.3.6 Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluar DAS (Titik Kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Salah satu rumus untuk memperkirakan waktu konsentrasi (tc) adalah rumus yang

dikembangkan oleh Kirpich (1940), yang dapat ditulis sebagai berikut.

tc= 0,87 x L 21000 x S x 0,385(2.20)

dimana,L: Panjang saluran utama dari hulu sampai penguras dalam km dan

S:Kemiringan rata-rata saluran utama dalam m/m.

Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakan menjadi dua komponen yaitu:

1. Inlet time (t0) yakni waktu yang diperlukan air untuk mengalir di

permukaan lahan sampai saluran terdekat.

2. Conduit time (td)yakni waktu perjalanan dari pertama masuk sampai titik

keluaran.

(20)

dimana, t0 = 23 x 3,28 x L x nS (menit) dan td = Ls 60 V (menit),

n: Angka kekasaranManning,

Ls: Panjang lintasan aliran di dalam salura/sungai (m).

2.3.7 Koefisien Limpasan

Nilai koefisien limpasan ataupun koefisien pengaliran sangat berpengaruh terhadap debit banjir. Limpasan air hujan yang langsung mengalir di atas permukaan suatu lahan dapat memberikan aliran yang cepat maupun lambat pada saat menuju suatu saluran drainase dan yang nantinya menuju ke saluran primer atau sungai, hal ini tergantung dari tata guna lahan yang telah terjadi disekitar saluran tersebut.

Nilai koefisien ini juga dapat digunakan untuk menentukan kondisi fisik dari suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) yang artinya memiliki kondisi fisik yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kodoatie dan Syarief (2005) yang menyatakan bahwa angka koefisien aliran permukaan itu merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 – 1, nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terinterepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah dan sebaliknya untuk C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan (run off). Perubahan tata guna lahan yang terjadi secara langsung mempengaruhi debit puncak yang terjadi pada suatu DAS.

Tabel 2.4 Nilai Koefisien Limpasan

(21)

2.4Debit Banjir

2.4.1 Debit Banjir

Daerah dataran banjir diprediksi berdasarkan debit banjir dengan kala ulang tertentu.Debit banjir dengan kala ulang 100 tahun Q100 bermakna banjir

yang memiliki probabilitas kejadian 0.01 dalam setahun yang akan menggenangi daerah dataran banjir. Daerah dataranbanjir Q100 tentu jauh lebih besar dari daerah

dataran banjir Q10. Mengingat banyak sungai diIndonesia yang tidak dilengkapi

dengan alat pengukur debit, maka debit banjir biasanya dihitung berdasarkan curah hujan dengan menggunakanmetode Gumbel, metode Log Pearson III, untuk pemodelan steady flow. Dan dengan metode hidrograf sintetis (Nakayasu, Snyder, dll) untuk pemodelan unsteady flow.

2.4.2 Metode Perhitungan Debit Banjir

Metode Rasional

Besarnya debit rencana dihitung dengan memakai metode Rasional kalau daerah alirannya kurang dari 80 Ha. Untuk daerah yang alirannya lebih luas sampai dengan 5000 Ha, dapat digunakan metode rasional yang diubah. Untuk luas daerah yang lebih dari 5000 Ha, digunakan hidrograf satuan atau metode rasional yang diubah. Rumus metode rasional:

Q = f x C x I x A (2.22)

dimana, C: Koefisien pengaliran,

I: Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam),

A: Luas daerah aliran (km2) dan

f: Faktor konversi = 0,278.

Metode Hidrograf Banjir

(22)

dengan hidrograf limpasan langsung sehingga merupakan sarana untuk menghitung hidrograf akibat hujan sembarang. Ini dikerjakan atas dasar anggapan bahwa transformasi hujan netto menjadi limpasan langsung tidak berubah karena waktu (time invariant).

Jadi hidrograf tersebut didefinisikan sebagai hubungan antara salah satu unsur aliran terhadap waktu. Berdasarkan definisi tersebut dikenal ada 2 macam hidrograf, yaitu hidrograf muka air dan hidrograf debit. Hidrograf muka air tidak lain adalah data atau garafik hasil rekaman AWLR (Automatic Water Level Recorder). Sedangkan hidrograf debit, yang dalam pengertian sehari hari disebut hidrograf, diperoleh dari hidrograf muka air dan lengkung debit. Hidrograf tersusun atas dua komponen, yaitu aliran permukaan, yang berasal dari aliran langsung air hujan, dan aliran dasar (base flow). Aliran dasar berasal dari air tanah yang pada umumnya tidak memberikan respon yang cepat terhadap hujan.

1. Hidrograf Satuan

Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi merata diseluruh DAS dan dengan intensitas tetap selama satu satuan waktu yang ditetapkan, yang disebut hujan satuan. Hujan satuan adalah curah hujan yang lamanya sedimikian rupa sehingga lamanya limpasan permukaan tidak menjadi pendek, meskipun curah hujan itu menjadi pendek.Periode limpasan dari hujan satuan semuanya adalah kira kira sama dan tidak ada sangkut pautnya dengan intensitas hujan.

(23)

1. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan limpasan dengan durasi sama, meskipun jumlahnya berbeda. Ini merupakan aturan empiris yang mendekati kebenaran.

2. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan hidrograf limpasan, dimana ordinatnya pada sembarang waktu memiliki proposi yang sama dengan proposi intensitas hujan efektif. Dengan kata lain, ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan efektif yang menimbulkannya. Hal ini berarti bahwa hujan sebanyak n kali lipat dalam satuan waktu tertentu akanmenghasilkan suatu hidrograf dengan ordinat sebesar n kali lipat.

3. Prinsip superposisi dipakai pada hidrograf yang dihasilkan oleh hujan efektif berintensitasseragam yang memiliki periode periode yang berdekatan atau tersendiri. Jadi, hidrograf yang merepresentasikan kombinasi beberapa kejadian aliran permukaan adalah jumlah dari ordinat hidrograf tunggal yang member kontribusi.

Ketiga asumsi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tanggapan DAS terhadap hujan adalah linier, walaupun sebenarnya kurang tepat. Namun demikian, penggunaan hidrograf satuan telah banyak memberikan hasil yang memuaskan untuk berbagai kondisi. Sehingga, teori hidrograf satuan banyak dipakai dalam menentukan debit atau banjir rencana.

2. Hidrograf satuan sintetik

(24)

sebagainya. Hasil dari penurunan hidrograf satuan ini dinamakan hidrograf satuan sintetik (HSS). Ada tiga jenis hidrograf satuan sintetis, yaitu:

1. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu 2. Hidrograf Satuan Sintetik Snyder 3. Hidrograf Satuan Sintetik Gama I 4. Hidrograf Satuan Sintetik SCS

Dalam penelitian ini hanya akan dibahas mengenai Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu. Hidrograf tersebut penulis rasa cocok dengan kedaan lokasi studi yaitu DAS Deli dan DAS Belawan khususnya untuk sungai-sungai utama pada kedua DAS tersebut yaitu Sungai Deli, Sungai Babura dan Sungai Belawan.

3. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

Stasiun pengukur debit dantinggi muka air sungai (stasiun hidrometri) pada umumnya hanya dipasang di tempat tempat tertentu yang dipandang oleh pengelolanya mempunyai arti yang cukup penting. Hal tersebut disebabkan karena tidak mungkin memasang stasiun hidrometri disembarang tempat dan biaya pemasangannya juga tidak murah. Hingga pada saat dibutuhkan untuk analisis data tidak tersedia, atau tersedia dalam jangka waktu yang sangat pendek.

(25)

Persamaan rasional hanya dianjurkan untuk DAS kecil kurang dari 80 hektar atau untuk DAS yang memiliki unsur unsur penyusun yang seragam.Dalam perancangan diharapkan perkiraan banjir rancangan yang menyimpang sekecil mungkin. Sudah barang tentu perkiraan yang tepat tidak akan dapat diharapkan, karena proses pengalihragaman hujan menjadi banjir merupakan proses alam yang sangat kompleks yang tidak dapat diungkapkan dengan persamaan matematik secara tuntas.

Cara lain yang lebih baik hampir seluruhnya menuntut ketersediaan data pengukuran sungai yang memadai. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ini merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kesulitan kesulitan tersebut. Cara ini dapat digunakan disembarang lokasi yang dikehendaki dalam suatu DAS tanpatergantung ada atau tidaknya data pengukuran sungai. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa kegiatan hidrometrik masih tetap merupakan pilihan utama, sehingga walaupun telah ditemukan cara pendekatan yang akan banyak mengatasi masalah kelangkaan data, namun prioritas pengukuran sungai ditempat mutlak masih diperlukan. Hidrograf satuan ini secara sederhana dapat disajikan sebagai berikut pada gambar 2.12.

Gambar 2.12 Kurva Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

(26)

1. Waktu kelambatan (tg), rumusnya:

untuk L > 15 𝑘𝑚: 𝑡𝑔 = 0,4 + 0, 058 𝑥𝐿(2.23)

untuk L < 15 𝑘𝑚: 𝑡𝑔 = 0,21 𝑥𝐿0,7(2.24)

2. Waktu puncak dan debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut:

𝑡𝑝 = 𝑡𝑔 + 0,8 𝑇𝑟 (2.25)

3. Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak:

𝑡0,3 = 𝛼𝑥𝑡𝑔(2.26)

4. Waktu puncak

𝑡𝑝 = 𝑡𝑔+ 0,8 𝑇𝑟(2.27)

5. Debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut:

𝑄𝑝 = 3,61 𝑥𝐴𝑥𝑅0𝑥

(27)

1. Air hujan yang tersangkut didahan pohon dan tumbuhan (interception)

2. Tampungan di cekungan (depression storage)

3. Pengisian lengas tanah (replenisment of soil moisture)

4. Pengisian air tanah (recharge) dan 5. Evapotranspirasi

2.5Analisis Hidraulika

Analisis hidrolika bertujuan untuk menentukan acuan yang digunakan dalam menentukan dimensi hidrolis dari saluran drainase maupun bangunan pelengkap lainnya dimana aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka maupun saluran tertutup.

Saluran Terbuka

Pada saluran terbuka terdapat permukaan air yang bebas, permukaan bebas ini dapat dipengaruhi oleh tekanan udara luar secara langsung. Kekentalan dan gravitasi mempengaruhi sifat aliran pada saluran terbuka.Saluran terbuka umumnya digunakan pada daerah yang:

 Lahan yang masih memungkinkan (luas)

 Lalu lintas pejalan kakinya relatif jarang

 Beban di kiri dan kanan saluran relatif ringan

Beberapa rumusan yang digunakan dalam menentukan dimensi saluran:

 Kecepatan dalam saluran Chezy

V = C RI (2.33) dimana:

V = kecepatan rata-rata (m/detik)

C = koefesien Chezy

R = jari-jari hidrolis (m)

I = kemiringan atau gradien dari dasar saluran

(28)

 Kutter:

R = jari-jari hidraulis (m)

S = kemiringan dasar saluran (m/m)

n = koefesien kekasaran Manning (detik/m1/3)

m = koefesien kekasaran, harganya tergantung jenis bahan saluran

 Debit aliran bila menggunakan rumus Manning

2 1

Kondisi debit aliran berfluktuasi sehingga perlu memperhatikan kecepatan aliran. Diupayakan agar pada saat debit pembuangan kecil masih dapat mengangkutsedimen, dan pada keadaan debit besar terhindar dari bahaya erosi.

 Penampang saluran

Penampang saluran yang paling ekonomis adalah saluran yang dapat melewatkandebit maksimum untuk luas penampang basah, kekasaran dan kemiringan dasartertentu. Berdasarkan persamaan kontinuitas, tampak jelas bahwa untuk luas penampang melintang tetap, debit maksimum dicapai jika kecepatan aliran maksimum. Dari rumus Manning maupun Chezy dapat dilihat bahwa untuk kemiringan dasar dan kekasaran tetap, kecepatan maksimum dicapai jika jari-jari hidraulik R maksimum.

(29)

jalan untuk menentukan dimensi penampang melintang saluran yang ekonomis untuk berbagai macam bentuk seperti tampang persegi dan tampang trapesium.

1. Penampang persegi paling ekonomis

Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B dan kedalaman air h, luas penampang basah A = B x h dan keliling basah P. Maka bentuk penampang persegi paling ekonomis adalah jika kedalaman setengah dari lebar dasar saluran atau jari-jari hidrauliknya setengah dari kedalaman air.

Gambar 2.13 Penampang saluran persegi

Untuk bentuk penampang persegi yang ekonomis:

A = B× h (2.38)

P = B + 2h(2.39)

B = 2hatauh = B 2 (2.40)

Jari-jari hidraulik R:

A B× h R = =

P B + 2h (2.41)

B

(30)

2. Penampang saluran trapesium paling ekonomis

Luas penampang melintang A dan keliling basah P, saluran dengan penampangmelintang bentuk trapesium dengan lebar dasar b, kedalaman h dan kemiringan dinding 1: m (gambar 2.6) dapat dirumuskan sebagai berikut:

Gambar 2.14 Penampang saluran trapesium

Penampang trapesium paling ekonomis adalah jika kemiringan dindingny

m = 1 3 atau θ = 60o

. Dapat dirumuskan sebagai berikut:

2 B = h 3

3 (2.45)

2

A = h 3 (2.46)

 Kemiringan dinding saluran m (berdasarkan kriteria)

Gambar

Gambar 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Gambar 2.2 Struktur Koridor Sungai
Gambar 2.3 DAS bentuk memanjang
Gambar 2.5 DAS bentuk parallel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan pada polen pepaya IPB 6 yang telah disimpan selama 4 minggu dalam 3 suhu rendah menunjukkan bahwa suhu dan lama penyimpanan tidak ber- pengaruh

Pengaruh Permainan Modifikasi terhadap Kemampuan Motorik Kasar dan Kognitif Anak Usia Dini.. Ukuran Serta Berat Bola Basket Standar Nasional Dan Internasional

- Intesitas terapi, yaitu terapi harus dilakukan sangat intensif. Sebaiknya, terapi formal dilakukan 4-8 jam sehari. Disamping itu , seluruh keluarga pun harus ikut

The superimposition of geo-referenced plot maps on the present (2014) river course helped to identify the plots occupying island area and water area. The following Figure 7 shows

SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Formulir. RKA SKPD 2.2 PEMERINTAH

This contribution has been peer-reviewed.. major commission error associated with mapping of burnt areas of forests with higher resolution satellite imagery. Effects of

Sejalan dengan pendapat tersebut Restuti, dkk (2013) juga mengemukakan pendapat bahwa benda konkret adalah benda-benda asli atau tiruan dalam bentuk nyata

Dengan pertimbangan bahwa pada saat ini dana perbankan kurang tersedia untuk mendukung pembiayaan pembangunan agribisnis karet (tingkat suku bunga terlampau tinggi)