• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Interaksi Antarpemeluk Agama dalam Upacara Keagamaan dan Kemasyarakatan Kajian Kritis dari Teori Erving Goffman di Desa Muara Langon Kabupaten Pas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Interaksi Antarpemeluk Agama dalam Upacara Keagamaan dan Kemasyarakatan Kajian Kritis dari Teori Erving Goffman di Desa Muara Langon Kabupaten Pas"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Berinteraksi dengan pemeluk beragama lain, merupakan hal yang biasa bagi warga desa

Muara Langon. Sejak terbentuknya desa ini pada tahun 1981, desa Muara Langon tidak lagi desa

yang homogen, baik secara agama maupun suku bangsa. Suku bangsa yang menetap di desa ini

adalah suku Banjar, Bugis, Jawa, Madura, Manado, Batak, Ambon, Dayak Paser, Dayak Deah dan

beberapa suku Dayak lainnya.1 Agama yang dianut oleh warga desa adalah Kristen, Islam dan

Kaharingan. Keragaman warga desa Muara Langon tidak terlepas dari letak desa ini yang berada

diperbatasan Kalimantan Timur dan Kalimatan Selatan.

Desa Muara Langon berada dalam satu kecamatan dengan salah satu Objek Vital Nasional

(OBVITNAS) milik PERTAMINA. Pegawai PERTAMINA datang dari berbagai daerah di

Indonesia tidak saja warga masyarakat di Kalimantan. Keberadaan PERTAMINA menjadi salah

satu komponen keragaman masyarakat di Kecamatan Muara Komam.

Berada di daerah perbatasan Kalimatan Timur dan Kalimantan Selatan menyebabkan warga

desa Muara Langon lebih sering berinteraksi dengan penduduk yang tinggal di Kalimantan

Selatan, khususnya suku Banjar. Suku Banjar dan suku Dayak adalah satu. Suku Banjar adalah

suku Dayak yang mengalami percampuran dengan orang Melayu yang datang dari Sumatra. Kota

Tanjung kabupaten Tabalong dulu merupakan tempat berdirinya kerajaan Tanjungsari.

Tanjungsari berdiri atas pengaruh kerajaan Sriwijaya. Namun perkembangan selanjutnya suku

Dayak yang mengalami percampuran dengan suku Melayu memeluk agama Islam dan menyebut

1 Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Ungkapan Tradisional sebagai Sumber Informasi Kebudayaan

(2)

diri mereka suku Banjar. Orang Dayak yang memeluk agama Kristen tetap menyebut dirinya suku

Dayak.2

Melihat jumlah pemeluk agama Islam yang cukup besar di desa Muara Langon menandakan

bahwa pengaruh suku Banjar begitu kuat di desa Muara Langon. Tidaklah mengherankan apabila

dalam percakapan sehari-hari bahasa dan dialek Banjar amat mempengaruhi warga desa ketika

berdialog. Jalur perdagangan juga mempengaruhi mereka, dimana barang-barang kebutuhan

pokok mereka banyak diperoleh dari Banjarmasin dibandingkan Balikpapan ataupun Samarinda

yang merupakan ibukota propinsi Kalimantan Timur.

Penduduk desa Muara Langon berjumlah 657 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah jiwa

2065 jiwa hasil sensus tahun 2016. Penduduk yang beragama Islam berjumlah 590 KK, penduduk

yang beragama Kristen berjumlah 45 KK yang bermukin di dusun Muara Kate dan penduduk yang

beragama Kaharingan berjumlah 22 KK. Oleh karena perbedaan agama ini maka mereka pun

mengadakan pemisahan tempat tinggal antara yang Islam dan Kristen.3

Selama ini interaksi yang terjalin diantara penduduk yang beragama Islam, Kristen dan

Kaharingan secara umum baik tetapi dalam hal-hal khusus seperti dalam membangun kerja sama

antar pemeluk beragama terlihat bahwa sikap tertutup terhadap kelompok lain masih sangat

nampak dan tidak bersedia bekerja sama.4 Keadaan ini menimbulkan kurangnya kerja sama di

antara sesama warga desa dan pengelompokkan berdasarkan agama terus terjadi.

2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah Daerah Kalimantan Selatan, (Jakarta: 1978), 59. 3 Menurut penuturan seorang warga dusun Muara Kate, pemisahan tempat tinggal antara penduduk beragama

Islam dan Kristen telah terjadi sejak lama. Hal itu terjadi ketika ada keluarga dalam warga desa tersebut memeluk agama Kristen. Warga desa bersepakat untuk berpisah tempat tinggal. Ini kemudian yang diteruskan oleh anak cucu mereka.

4 Berdasarkan pengalaman seorang rekan Pendeta yang bertugas di desa ini menuturkan bahwa ketika ia

(3)

Sikap tertutup sebagian warga desa nampak dalam pertemuan-pertemuan keagamaan

sedangkan dalam pertemuan-pertemuan sosial kemasyarakatan interaksi mereka terjalin baik,

keadaan ini menjadi menarik untuk diteliti, agar dapat mengetahui hal-hal seperti apa yang

melatarbelakangi sikap tertutup sebagian masyarakat. Ketertutupan juga membuat kekakuan dan

kecurigaan di antarpemeluk agama.

Interaksi antarpemeluk agama sering berhadapan dengan konflik. Memahami mereka yang

berbeda tidak mudah tetapi amat sangat penting, agar terjadi relasi yang baik dan tidak lagi

mengulang terjadinya konflik-konflik bernuansa agama seperti di Poso, Ambon dan Lombok yang

menelan korban jiwa dan harta yang tidak sedikit. Memahami kehadiran mereka yang berbeda

penting untuk membuka wawasan berpikir terhadap mereka yang berbeda agar tidak berpikir

negatif dan siap bekerja bersama membangun kebersamaan hidup menjadi lebih baik. Kehidupan

pemeluk beragama di Salatiga, Pematang Siantar, Singkawang dan beberapa kota lainnya menjadi

contoh betapa baiknya bila dapat memahami dan menghargai perbedaan yang ada.5

Mibtakin mengutip pikiran Durkheim dari bukunya “The Division of Labour Society” dan

menuliskannya dalam jurnal SmaRT (Studi Masyarakat, Religi dan Tradisi) menyatakan bahwa

agama pada satu sisi dapat menjadi alat yang merekatkan penganutnya. Ada dua bentuk solidaritas

sosial yaitu solidaritas mekanis dan solidaritas organis. Solidaritas mekanis adalah dasar bagi

kohesi sosial agama, oleh karena pertama agama merupakan kekuatan dinamis yang mampu

bertahan dari gempuran rasionalitas manusia dan kedua agama mengandung sejumlah kebenaran

dan peran dalam kehidupan manusia.6

5 Sonya Michaella, Toleransi Agama, Tirulah Salatiga, Metrotvnews.com, 28 Desember 2015

http://telusur.metrotvnews.com/news-telusur/zNAvALvb-toleransi-agama-tirulah-salatiga.

6Mibtadin, “Kritik Teori Masyarakat Sakral dan Masyarakat Profan: Relevansi Pemikiran Sosial Durkheim

(4)

Tetapi pada sisi yang lain agama dapat memunculkan konflik antar kelompok oleh karena

sikap eksklusif pemeluknya berdasarkan anggapan (prejudice) bahwa pemahaman keagamaan

mereka yang paling benar. Hal ini yang kurang disadari oleh masyarakat sehingga dengan mudah

diperalat oleh kepentingan-kepentingan tertentu untuk mencapai tujuan mereka sendiri dan

bukan tujuan bersama.7

Pemeluk agama perlu menyadari potensi konflik yang dimiliki oleh agama. Pemeluk

agama perlu memperhatikan interaksinya dengan pemeluk agama lain sehingga potensi konflik

dapat diredam, demi terwujudnya kedamian dan kerukunan hidup. Dialog antarpemeluk agama

yang dilakukan pada aras nasional maupun lokal menunjukkan upaya untuk memelihara

kerukunan dan kedamaian di antarpemeluk agama. Kalangan akademisi pun melihat interaksi

antarpemeluk agama sebagai topik menarik untuk diteliti. Salah satu penelitian mengenai

interaksi di antarpemeluk agama dilakukan oleh Imam Sujarwo menulis tentang Interaksi Sosial

antara Pemeluk Beragama. Dalam penelitiannya Sujarwo melihat agama yang majemuk di

Indonesia menjadi sesuatu yang menarik untuk diteliti bagaimana penganutnya berinteraksi agar

tetap terjadi kerukunan. Lebih jauh ia juga melihat faktor-faktor yang mendorong dan

menghambat interaksi serta hal-hal yang membangun interaksi yang positif8. Tulisan Sujarwo

mengungkapkan bahwa bentuk interaksi yang terjadi adalah gotong royong dan tolong menolong

hal ini terjadi dengan difasilitasi oleh pemuka agama kyai dan pandhita. Salah satu faktor

pendorong interaksi sosial adalah komunikasi antar budaya terjadi karena kesamaan budaya

dasar yang bersumber dari nilai-nilai kejawen, nilai-nilai universal agama yang dijunjung tinggi

7 Mibtadin, Kritik, 3.

8 Imam Sujarwo, Interaksi Sosial antar Pemeluk Beragama (Studi Kasus pada Masyarakat Karang Malang

(5)

dan sikap toleran yang didasarkan hubungan kekeluargaan yang kental dengan konsep jakwiran.

Faktor penghambatnya adalah masalah sentimen mayoritas dan minoritas dan kurangnya

pemahaman tentang budaya agama lain.

Penelitian interaksi antar pemeluk agama sedikit sekali yang mempergunakan teori ritual

interaksi Erving Goffman. Penelitian mengenai interaksi sosial diberbagai instansi yang

mempergunakan teori ritual telah banyak dilakukan diantaranya penelitian yang dilakukan oleh

Mary K. Chelton.9 Chelton melakukan penelitian mengenai interaksi antara petugas perpustakaan

dengan anak-anak yang terlambat mengembalikan buku. Teori Goffman mengenai interaksi

dipergunakan untuk melihat interaksi yang terjadi dan melihat upaya-upaya yang dilakukan oleh

petugas perpustakaan untuk membuat anak-anak yang suka terlambat mengembalikan buku

menjadi patuh pada aturan yang ditetapkan dalam proses peminjaman buku. Melalui penelitian

ini Chelton menunjukkan bahwa petugas perpustakaan melakukan upaya perbaikan sikap

terhadap anak-anak dengan memberikan sanksi-sanksi kepada mereka sampai kepada

mempergunakan wewenangnya untuk menindak anak-anak ini. Dengan pembelakuan sanksi dan

sikap tegas membuat anak-anak menyadari kesalahannya dan melakukan perbaikan-perbaikan

sikap ketika mereka meminjam buku.

Dalam penelitian ini, penulis menyelidiki interaksi antar pemeluk beragama di desa Muara

Langon. Penulis berpikir bahwa teori ini ritual interaksi merupakan teori yang tepat untuk melihat

perbedaan sikap yang terjadi dalam interaksi dalam pertemuan upacara keagamaan dan kegiatan

sosial kemasyarakatan di desa Muara Langon. Teori Erving Goffman mengenai ritual interaksi

9Mary K Chelton,The “Overdue Kids”: A face to face library service as encounter as ritual interaction,

(Library & Information Science Research, Volume 19, Number 4, pages 387-399) diunduh pada tanggal 28 November 2017 pukul 05.15

(6)

merupakan teori yang melihat interaksi sebagai sebuah ritual keagamaan. Selama ini istilah ritual

dipergunakan orang untuk menggambarkan perilaku-perilaku individu dalam upacara keagamaan.

Dalam teorinya ini Goffman mempergunakan ritual dalam interaksi sehari-hari yang terjadi dalam

pertemuan-pertemuan. Pemikiran Goffman ini menunjukkan pengaruh Durkheim yang begitu kuat

dalam pemikiran Goffman. Ritual menunjukkan sikap keteraturan dalam interaksi antarpemeluk

agama.

Goffman memandang pertemuan sebagai elemen mendasar dari suatu analisis sosisologi.10

Dalam pertemuan khususnya yang terfokus individu-individu berinteraksi dengan keterarahan

pada suatu fokus tertentu yang akan dapat menyatukan individu-individu yang hadir dalam

pertemuan tersebut. Fokus yang menyatu dalam sebuah pertemuan membangkitkan rasa

kebersamaan diantara individu-individu yang berinteraksi pada pertemuan tersebut.

Dalam interaksi, Goffman memperhatikan berbagai sikap, tindakan dan perkataan dari

individu-individu yang hadir dalam pertemuan. Menurut Goffman tindakan, sikap dan perkataan

inidividu lebih merupakan upaya-upaya yang dilakukannya untuk mempertahankan konsistensi

sikap, tindakan dan perkataannya dengan citra diri. Secara mendetail sikap, tindakan dan perkataan

individu dalam interaksi diuraikan dalam unsur-unsur ritual interaksi yang terdiri atas sembilan

unsur yaitu, Interaksi wajah atau facework, Jenis-jenis interaksi wajah, Interaksi wajah yang

terbaik, Pilihan dalam interaksi wajah, Bekerja sama dalam interaksi wajah, Peran ritual seseorang,

Percakapan atau perbincangan, Hubungan sosial dan citra diri, Kealamian tatanan ritual. Dengan

unsur-unsur interaksi dapat ditemukan dan dijelaskan interaksi yang terjadi di desa Muara Langon.

10 Jonathan A. Turner, Face to Face: Toward a Sosiological Theory of Interpersonal Behavior, (California:

(7)

Sebelum memahami lebih jauh mengenai interaksi maka perlu dilihat makna kata interaksi.

Kata Interaksi menurut kamus besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka cetakan ke-10 tahun

1999 kata interaksi berarti hubungan, perhubungan atau pertalian.11

Berdasarkan uraian di atas maka penulis merumuskan judul tesis ini adalah

“INTERAKSI ANTARPEMELUK AGAMA DALAM UPACARA KEAGAMAAN DAN KEMASYARAKATAN KAJIAN KRITIS DARI TEORI ERVING GOFFMAN DI

DESA MUARA LANGON KABUPATEN PASER KALIMANTAN TIMUR”

1.2 Batasan Masalah

Dalam tesis ini penulis akan membatasi pembahasan pada masalah interaksi dengan

mempergunakan pisau analisis pemikiran Erving Goffman mengenai ritual interaksi pada

masyarakat yang ada di desa Muara Langon khususnya diantara pemeluk agama Kristen, Islam

dan Kaharingan. Dengan pembatasan ini diharapkan dapat diperoleh hasil penelitian yang lebih

terfokus, terarah dan tidak melebar pada hal-hal yang tidak berkaitan dengan tesis ini.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian akan mengarahkan penulis kepada pencarian jawaban yang lebih

terarah oleh karena itu penulis merumuskan dua buah pertanyaan dalam penelitian ini yang

pertama, bagaimana interaksi antarpemeluk beragama dalam upacara keagamaan dan upacara

kemasyarakatan di desa Muara Langon ? dan pertanyaan yang kedua berkaitan dengan

pendekatan yang dipakai oleh penulis yaitu bagaimana kajian kritis teori Erving Goffman

terhadap interaksi antarpemeluk agama di desa Muara Langon ?

11 Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta :

(8)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini tidak semata-mata untuk kepentingan memperoleh gelar. Namun ada

dua hal penting yang ingin penulis capai melalui penelitian ini, yaitu pertama penulis berupaya

mendeskripsikan interaksi yang terjalin dalam kehidupan antarpemeluk agama di desa Muara

Langon dan kedua penulis dapat melakukan kajian kritis terhadap teori interaksi Erving Goffman

dalam kehidupan antarpemeluk agama di desa Muara Langon.

1.5Manfaat Penelitian

Penulis berharap bahwa melalui penelitian ini akan memberi manfaat kepada penulis

sendiri sebagai seorang mahasiswa yang menjalani proses belajar yang kedua memberikan

kontribusi bagi Gereja dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan pelayanan di pos Pelayanan dan

Kesaksian Pancaran Kasih Muara Kate dengan memperhatikan interaksi yang ada sehingga

kegiatan-kegiatan itu bermanfaat bagi masyarakat desa Muara Langon dan yang ketiga

berkontribusi bagi mahasiswa Program Pasca Sarjana Sosiologi Agama dengan memberikan

pengetahuan mengenai interaksi antarpemeluk agama dalam perspektif Erving Goffman.

1.6 Metode Penelitian

Dalam penulisan tesis ini penulis mempergunakan metode kualitatif dengan pendekatan

deskriptif analitis. Metode kualitatif dipilih oleh karena metode adalah penelitian yang tepat

untuk menyelidiki mengenai manusia dengan segala hasil budayanya.12 Metode kualitatif akan

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, catatan-catatan, yang berhubungan dengan

makna, nilai, serta pengertian.13

12 H. Kaelan, M.S, Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner bidang Sosial, Budaya, Filsafat, Seni, Agama

dan Humaniora, (Yogyakarta: Penerbit Paradigma, 2012) 4.

(9)

Penelitian ini sesuai keinginan penulis yang ingin mendeskripsikan interaksi antarpemeluk

beragama yang hidup di desa Muara Langon. Pemahaman penulis akan diperlengkapi dengan

pemahaman-pemahaman partisipan agar dapat membentuk makna yang lebih kompleks

mengenai situasi dan kondisi yang ada.14

Dalam menggali data penulis akan melakukan wawancara secara mendalam dengan

penduduk desa yang dianggap mewakili kelompok agama yang ada di desa ini, observasi dan

mempelajari dokumentasi yang ada. Berdasarkan data-data tersebut penulis akan memaknai

fenomena yang ada berkaitan dengan teori yang dipergunakan.

1.7 Sistematika Penelitian

Bab satu ini penulis akan menguraikan mengenai pendahuluan, batasan masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan

dengan uraian ini akan menolong penulis untuk kemudian terarah dalam melakukan penelitian

nantinya. Tentunya diharapkan dapat mencapai hasil yang maksimal dari penelitian ini.

Bab dua, penulis menguraikan mengenai teori ritual interaksi dari Erving Goffman. Penulis

juga akan mencoba melihat beberapa teori interaksi beberapa tokoh sehingga penulis

memperoleh pemahaman yang lebih luas mengenai teori interaksi. Pemahaman yang luas ini

diharapkan dapat menolong penulis untuk dapat melakukan penelitian yang komprehensif di

desa Muara Langon.

Bab tiga penulis menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis di desa Muara

Langon. Dengan uraian hasil penelitian diharapkan dapat terlihat bagaimana interaksi diantara

(10)

pemeluk agama. Penulis akan mendeskripsikan interaksi mereka dengan mendetail untuk

memperoleh gambaran yang jelas mengenai situasi dan kondisi di desa ini.

Bab empat ini penulis melakukan kajian kritis teori terhadap interaksi antarpemeluk

agama yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan di desa Muara Langon.

Bab lima penulis memaparkan kesimpulan-kesimpulan berikut dengan saran atau

rekomendasi bagi gereja secara khusus jemaat yang ada di desa Muara Langon, sehingga gereja

dapat meningkatkan ataupun memperbaiki interaksi yang terjalin selama gereja hadir di desa

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Dikatakan demikian karena, (1) tujuan pemberdayaan adalah untuk memperbaiki mutu kehidupan dari masyarakat miskin yang menjadi sasarannya,(2) yang menjadi subyek dalam

(5) Tenaga kependidikan berstatus kontrak dan relawan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang diperuntukan bagi jalur, jenis dan jenjang pendidikan yang diselenggarakan oleh

Menimbang, bahwa untuk memperoleh keterangan yang lebih jelas mengenai kondisi rumah tangga Pemohon dengan Termohon, Majelis Hakim telah

ketika negara ingin membangun infrastruktur seharusnya alokasi anggaran ditingkatkan. Tidak akan tercapai pembangunan infrastruktur yang maksimal apabila tidak

Konsekuensi yang diharapkan klien dapat memeriksa kembali tujuan yang diharapkan dengan melihat cara-cara penyelesaian masalah yang baru dan memulai cara baru untuk bergerak maju

Oleh karena itu, maka komunikasi penyuluhan yang dilakukan baik dari segi teknik, bahasa, dan sarana yang digunakan harus disesuaikan dengan daya nalar masyarakat yang dilihat

Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Puguh Harianto sebagai Ketua Pelaksana yaitu tugas dari dua divisi ini hampir sama dan sesuai dengan keputusan dari DPM agar

Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Islam "Ibnu Sina" Yarsi Sumbar Bukittinggi menunjukkan bahwa 54,7% perawat memiliki kecendrungan turnover, dari