• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL PENGANTAR EKONOMI ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MODUL PENGANTAR EKONOMI ISLAM"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL

PENGANTAR EKONOMI ISLAM

Oleh :

Penanggungjawab : Fazis Azka

Tim Penyusun : Arin Dwijaya Mutia

Farida

Indri Oktavia Naila Amalah

Kumita Ary F Tia Meida

Editor : Kumita Ary F

Study Community of Islamic Economics (SCIEmics)

Department Science Academic

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

BAB I

KEDUDUKAN AQIDAH, SYARIAH, DAN AKHLAK

Makna Islam

Islam adalah kata bahasa Arab yang terambil dari kata salima yang berarti selamat, damai, tunduk, pasrah, dan berserah diri. Obyek penyerahan diri ini adalah Pencipta seluruh alam semesta, yakni Allah SWT. Dengan demikian islam berarti penyerahan diri kepada Allah SWT.

Tegasnya agama disisi Allah ialah penyerahan diri yang sesungguhnya kepada Allah. Jadi walaupun seseorang mengaku beragama islam, kalau dia tidak menyerah yang sesesungguhnya kepada Allah, belumlah dia islam.

Selanjutnya islam memandang bahwa hidu manusia di dunia ini hanyalah sebagian kecil dari perjelanan kehidupan manusia, karena setelah kehidupan di dunia ini masih ada lagi kehidupan akhirat yang kekal abadi. Namun demikian, nasib seseorang di akhirat nanti bergantung pada apa yang ia kerjakan selama di dunia, sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW. ad-dunya mazra’at al-akhirat (dunia adalah ladang akhirat). Disinilah letak peranan islam sebagai pedoman dan petunjuk hidup manusia di dunia (way of life).

Konsekuensi dari pandangan di atas adalah bahwa ajaran islam tidak hanya terbatas pada masalah hubungan pribadi antara seorang individu dengan penciptanya

(hablum minallah), namun mencakup pula masalah hubungan antarsesama manusia

(3)

Cakupan Islam

Agama islam memiliki tiga aspek utama, yakni aspek aqidah, aspek syariah, dan aspek akhlak.

Akidah disebut juga iman, sedangkan syariah adalah islam, dan akhlak disebut juga ihsan. Aqidah menunjukan kebenaran islam, syariah menunjukan keadilan islam, dan akhlak menunjukan keindahan islam.

Aspek Aqidah

Kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu ‘aqad yang berarti ikatan. Menurut ahli bahasa, defenisi aqidah adalah sesuatu yang dengannya diikatkan hati dan perasaan halus manusia atau yang dijadikan agama oleh manusia dan dijadikannya pegangan. Jadi, akidah ini bagaikan ikatan perjanjian yang kokoh yang tertanam jauh di dalam lubuk hati sanubari manusia. Ia merupakan suatu bentuk pengakuan/persaksian secara sadar mengenai keyakinan, keimanan, dan kepercayaan, bahwa ada suatu Zat Yang Maha Esa yang telah menciptakan seluruh alam ini beserta isinya.

Singkatnya, aspek akidah yang berhubungan dengan masalah-masalah keimanan dan dasar-dasar agama (ushuluddin). Karena itu, sering kali kata ‘aqidah dan iman

(4)

Ajaran islam tidaklah berhenti pada kepercayaan saja. Setelah kita memahami tentang iman serta mempercayai keenam rukun iman, pertanyaan berikutnya adalah apa yang selanjutnya harus dilakukan? Jalan manakah yang harus ditempuh? Manakah yang benar dan manakah yang salah? Apa yang mesti dikerjakan dan apa pula yang harus dihindari? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas diberikan oleh syariah.

Syariah adalah kata bahasa arab yang secara harfiahnya berarti jalan yang ditempuh atau garis yang mestinya dilalui. Secara terminology, defenisi syariah adalah peraturan-peraturan dan hukum yang telah digariskan oleh Allah, atau yang telah digariskan pokok-pokoknya dan dibebankan kepada kaum muslimin supaya mematuhinya, supaya syariah ini diambil oleh orang islam sebagai penghubung di antaranya dengan manusia. Singkatnya, syariha itu berisi peraturan dan hukum-hukum, yang menentukan garis hidup yang harus dilalui oleh seorang Muslim.

(5)

Muhammad saw. yang membawa syariah Islam. Dengan demikian, tidak ada lagi perkembangan syariah syariah sesudah Nabi Muhammad saw., karena Islam sudah rampung, tuntas dan sempurna.

1. Syariah dan Perubahan

Fakta menunjukkan bahwa persoalan-persoalan yang dihadapi manusia sepeninggal Nabi Muhammad saw., terus berkembang. Muncul persoalan-persoalan baru yang dahulunya tidak pernah terjadi pada masa-masa nabi. Masyarakat berkembang dengan dinamis dari waktu ke waktu, dan dari tempat ke tempat.

Pertanyaannya adalah, mungkinkah semua perubahan itu diakomodasi oleh syariah yang sudah rampung 14 abad yang lalu? Tidakkah perubahan yang terjadi itu mengharuskan adanya perubahan-perubahan pula dalam syariah?

Sesuai defenisi syariat di atas, kita tau bahwa syariat ada dua bagian, yakni bagian ibadah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah (hablum minallah), dan bagian muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia (hablum minannas). Bagian ibadah terangkum dalam Rukun Islam yang lima. Sedangkan bagian mualamah mencakup semua aspek hidup manusia dalam interaksinya dengan manusia lain, mulai dari masalah pernikahan, perdagangan/ekonomi, sosial sampai polotik.

(6)

Namun bagaimana dengan masalah-masalah muamalah? Bukanlah masalah muamalah yang dihadapi Rasullah saw sudah jauh berbeda dengan masalah muamalah di zaman modern? Lalu bagaimana caranya masalah perbankan diatur dalam islam?

Di sinilah justru letaknya fleksibelitas syariah islam. Pada umumnya, syariat islam dalam bidang muamalah hanya memberikan petunjuk-petunjuk dan prinsip-prinsip yang sifatnya umum dan mendasar. Hal-hal rinci, detail, dan teknis tidak diatur, tetapi diserahkan kepada manusia melalui proses ijtihad. Nabi bersabda, “Antum a’lamu bi umuuri dunyakum” kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.

Dengan latar belakang di atas, para ulama telah merumuskan suatu kaidah dasar dalam syariah, yang disebut dengan dua hukum asal, yakni hukum asal ibadat dan hukum asal muamalah. Hukum asal ibadat menyatakan bahwa segala sesuatu dilarang dikerjakan, kecuali yang ada petunjuknya dalam Qur’an dan Sunnah. Sedangkan hukum asal muamalah menyatakan bahwa “segala sesuatu dibolehkan, kecuali ada larangan dalam Qur’an atau Sunnah”

2. Syariah dan Fiqih

Syariah islam adalah hokum-hukum dan peraturan yang dibebankan oleh Allah swt, kepada hamba-hamba-Nya. Syariat berisi perintah-perintah dan larangan. Perintah dan larang ini dalam bahasa teknis ilmu fiqih disebut hukum taklifi. Ketika perintah dan larangan ini disampaikan kepada manusia, maka timbul usaha untuk memahami dan menafsirkan perintah dan larangan tersebut. Pemahaman dan penafsiran ini dilakukan secara sistematis oleh para ulama dengan menggunakan metode tertentu. Hasil dari usaha sistematis untuk memahami dan menafsirkan perintah dan larangan Allah swt, ini dinamakan fiqih. Singkatnya, fiqih adalah tafsiran ulama atas syariah.

(7)

Ketika para ulama berusaha untuk menafsirkan dan memahami syariah yang berisi perintah dan larangan Allah swt itu, maka mereka mendapati bahwa menurut kepastiannya, perintah dan larangan itu (yakni hukum taklifi), dapat digolongkan menjadi dua, yakni yang sifatnya pasti dan tidak pasti. Perintah yang pasti disebut

wajib, sedangkan larangan yang pasti disebut haram. Perintah yang tidak pasti disebut

mandub (sunnah), sedangkan larangan yang tidak pasti disebut makruh. Disamping perintah dan larangan Allah memberikan pilihan (takhyir) dan ini disebut mubah. Jadi secara umum, ada lima hokum syara’ yang dikenal dalam fiqih Islam, yakni wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.

Aspek Akhlak

Akhlak (etika) sering disebut sebagai ihsan (berasal dari kata Arab hasan, yang berarti baik). Defenisi ihsan dinyatakan sendiri oleh nabi dalam hadist berikut: “ihsan adalah engkau beribadat kepada Tuhan seolah-olah engkau melihat-Nya sendiri , kalaupun engkau tidak melihat-Nya, maka ia melihatmu.” HR. Muslim.

Karena itu wajarlah jika akhlak menjadi tujuan puncak dari diutusnya nabi-nabi, dan menjadi tolak ukur kualitas keberagaman seseorang. Ini dinyatakan sendiri oleh nabi dalam salah satu hadistnya, “bahwasanya aku diutus Allah menyempurnakan akhlak (budi pekerti).” HR. Ahmad.

Seperti halnya dengan syariat yang mengatur hablum minallah dan hablum minannas, maka akhlak pun demikian. Akhlak memberikan panduan bagaimana seseorang harus berperilaku terhadap Allah, dan juga terhadap sesama makhluk.

Iman, Islam, Ihsan

(8)
(9)

BAB II

MENGAPA EKONOMI ISLAM

Pengertian Ekonomi Islam

Menurut H. Halide1 Ekonomi islam adalah dasar umum ekonomi yang

disimpulkan berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah yang ada hubungannya dengan ekonomi .2 sistem ekonomi islam ini merupakan solusi untuk memecahkan persoalan

ekonomi yang sedang melanda dunia. kita lihat ada beberapa macam sistem perekonomian yang digunakan oleh saat ini tengah diterapkan, yaitu

1. Sistem ekonomi kapitalis

Prinsip ekonomi kapitalis adalah:

- Kebebasan memiliki harta secara perseorangan. - Kebebasan dalam ekonomi dan persaingan bebas.

- Ketidaksamaan ekonomi artinya terdapat kesenjangan perekonomian di masyarakat.

2. Sistem ekonomi sosialis

Prinsip ekonomi sosialis adalah:

- Koperasi-koperasi serikat pekerja, badan hukum dan masyarakat yang lain memiliki hak milik atas alat-alat produksi oleh.

- Pemerintah menguasai alat-alat produk yang vital. - Proses ekonomi berjalan atas dasar mekanisme pasar.

(10)

- Perencanaan ekonomi sebagai pengaruh dan pendorong dengan usaha menyesuaikan kebutuhan individual dengan kebutuhan masyarakat.

Indonesia memiliki sistem ekonomi sendiri, yaitu sistem demokrasi ekonomi, yang prinsip-prinsip dasarnya tercantum dalam UUD'45 pasal 33 yang berbunyi, “(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan

yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. (3) Bumi dan

air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

3. Sistem ekonomi komunis

Prinsip ekonomi komunis adalah:

- Hak milik atas alat-alat produksi oleh negara.

- Proses ekonomi berjalan atas dasar rencana yang telah dibuat.

- Perencanaan ekonomi sebagai rencana / dalam proses ekonomi yang harus dilalui.

Saat ini penerapan sistem-sistem ekonomi tersebut ternyata tidak berhasil umenciptakan kesejahtaraan secara merata kepada masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa terdapat banyak kelemahan di dalamnya.

(11)

ِلاَََبِجْلاَو ِضْر

َ ْلاَو ِتاَواَم ََّسلا ىَلَع َةَََناَمَْلا اَن ََْضَرَع اّنِإ

ُنا َََسنِ ْلا اَََهَلَمَحَو اَهْنِم َنْقَف ْش

َأَو اَهَنْلِمْحَي نَأ َنْيَبَأَف

ۖ

ُهّنِإ

[ للوُهَج الموُلَظ َناَك

٣٣:٧٢

]

72. Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat[1233] kepada langit, bumi dan

gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka

khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.

Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. [Al-Ahzab (33):72] / [1233]. Yang dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan.

Nilai Moral dalam Ekonomi Islam

Sebelum kita menginjak kepada pembahasan mengenai nilai moral yang terdapat dalam ekonomi islam. Alangkan baiknya jika menegetahui mengenai asas filsafat ekonomi islam. Menurut Ahmad Saefudin ada tiga asas filsafat dalam ekonomi islam, yaitu:

1. Segala sesuatu yang ada dilangit dan dibumi termasuk kekayaan yang dimiliki oleh manusia semuanya adalah miliki Allah.

2. Allah itu Maha Esa dan Pencipta segalanya. Salah satu makhluk ciptaanya adalag manusia yang diutus untuk melaksanakan tugas, hak dan tanggung jawab sebagai khalifah dibumi agar bisa dimanfaatkan untuk kepetingan hidup dan kehidupannya.

(12)

karena manusia akan memiliki kesadaran bahwa apa yang ia lakukan pasti akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat nanti.

Ketiga asas filsafat ekonomi inilah yang akhirnya melahirkan nilai dasar Sistem Ekonomi islam.

a. Nilai dasar Ekonomi Islam, yaitu: 1. Nilai dasar kepemilikan.

 Pemilikan bukanlah penguasaan mutlak terhadap sumber-sumber ekonomi tetapi hanya berhak untuk memanfaatkannya.

 Lama kepemilikian manusia atas sesuatu benda terbatas pada lamanya manusia itu hidup didunia.

 Sumber-sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak dimiliki oleh umum atau negara. Hal ini di dasarkan pada hadits Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud,”Semua orang berserikat mengenai tiga hal, yaitu mengenai air, rumput dan api serta garam”. Ketiga barang itu dijabarkan pada minyak dan gas bumi, barang tambang dan kebutuhan poko lainnya.

2. Keseimbangan

Keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan dalam kepetingan dunia dan akhirat serta keseimbangan antara kepentingan perorangan dan kepentingan umum. Keseimbangan ini terwujud dalam kesederhanaan, hemat, dan menjauhi keborosan.

3. Keadilan

(13)

 Keadilan dalam distribusi. Keadilan harus menjadi penilai yang tepat untuk faktor-faktor produksi dan kebijaksanaan harga agar sesuai dengan takaran yang wajar dan sebenarnya.

 Keadilan dalam pengalokasian sejumlah hasil kegiatan ekonomi melalui zakat, infak, shodaqah untuk orang-orang yang tidak dapat memasuki pasar.

Nilai dasar yang telah dijelaskan diatas, merupakan asal dari nilai Instrumental Sistem Ekonomi Islam3, yaitu:

1. Zakat

Zakat merupakan sarana komunikasi utama hubungan antar manusia dalam masyarakat. Peranan zakat adalah untuk pemerataan pendapatan sehingga tercipta kondisi yang humanis dan harmonis.

2. Pelarangan riba

Di sebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 275-276

(14)

Artinya: “275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

[174]. Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.

[175]. Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.

[176]. Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.

(15)

ِتاَقَدّصلا يِبْرُيَو اَبِرلا ُهّللا ُقَحْمَي

ۗ

ٍراّفَك ّلُك ّبِحُي َل ُهّللاَو

ٍميِث

َأ

[ ٢:٢٧٦ ]

Artinya: “276. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah[177]. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa[178].”

[177]. Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.

[178]. Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya.

Q.S Al-Baqarah: Ayat 278

نِإ اَََبِرلا َنِم َيِقَب اَََم اوُرَذَو َهّللا اوََُقّتا اوُنَمآ َنيِذّلا اَهّيَأ اَي

َنيِنِمْؤّم مُتنُك

[ ٢:٢٧٨ ]

Artinya: “278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan

tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.

(16)

kehidupan, yaitu: syirik, sihir, membunuh tanpa alasan yang sah, menungut riba, memakan harta anak yatim, melarikan dari pertempuran dan menuduh perempuan baik-baik berzina.

3. Kerjasama ekonomi

Kerjasama ekonomi yang dihalalkan dalam islam adalah qirad, yaitu kerjasama antara pemilik modal atau uang dengan pengusaha yang mempunyai keahlian, keterampilan atau tenaga dalam melaksanakan unit-unit kegiatan ekonomi atau usaha tanpa adanya bunga. Kerjasama ini berlandaskan dengan sistem profit sharing (penyertaan untung rugi) yang telah disepakati bersama. Macam-macam kerjasama ekonomi dalam islam, yaitu: mudharabah dan murabahah.

Tujuan dari kerjasama ekonomi dalam islam, menghendaki organisasi pelaksanaan berbenruk syarikah yang kuat membantu yang lemah (Q.S 43:32), saling bantu dalam pertukaran barang dan jasa karena masing-masing tidak mungkin berdiri sendiri (Q.S 43:12) baik secara nasional ataupun internasional. Setiap keputusan yang dimabil harus berdasarkan musyawarah.

4. Jaminan sosial

Ekonomi islam sangat menjamin tingkat dan kualitas hidup seluruh masyarakat, yaitu:

 Semua makhluk hidup berhak untuk menikmati manfaat sumber daya alam (Q.S 6:38, 55:10)

 Kahidupan fakir miskis harus diperhatikan oleh masyarakt (Q.S 51:19, 70:24)

(17)

 Senantiasa berbuat kebaikan kepada masyarakat (Q.S 28: 77)

 Jika tidak mampu menyumbang dengan harta, maka menyumbangkan dengan tenaga untuk tujuan sosial (Q.S 9:79)

 Jangan berbuat kebaikan hanya karena ingin dipuji (Q.S 9:262)

Dengan melaksanakan jaminan sosial diatas maka kita akan mendekatkan diri kepada Allah, dan menjadikan harta yang kita miliki menjadi bersih dan berkembang, menghilangkan sifat loba dan tamak serta mementingkan diri sendiri4

5. Peranan Negara

Negara sangat berperan dalam penentuan aspek hukum, perencanaan dan pengawasan distribusi sumberdaya dan dana, pemerataan pendapatan dan kekayaan serta pertumbuhan dan stabilitas ekonomi5

Dalam Sistem ekonomi islam nilai-nilai yang terdapat didalamnya bersumber dari Al-quran dan hadits yang dirumuskan menjadi morma melalui ijtihad. Yang terpenting dalam ekonomi islam adalah hubungan manusia dengan benda dan kekuasaan manusia atas segala sesuatu yang berada disekitarnya. Hukum islan tidak mengakui hak milik seseorang secara mutlak, karena kepemilikan mutlak segala sesuatu hanyak ada pada Alloh. Namun, karena diperlukannya kepastian hukum untuk kedamaian dan ketentraman kehidupan, maka hak milik seseorang atas sesuatu benda, diakui dengan perngertian6,

a. Hak milik itu diperoleh secara wajar b. Harus berfungsi sosial

Beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai hubungan manusia dengan benda atau hak miliknya.

(18)

1. Cara memperoleh hak milik

 Dengan cara yang halal (Q.S 2:188, 4:32)

 Melalui pewarisan (Q.S 4:7)

 Dengan hibah (Q.S 2:177)

Tetapi yang cara yang sangat dianjurkan adalah dengan usaha melalui kerja keras dengan menggunakan akan dan tenaga.

2. Fungsi hak milik bagi orang lain

 Harta tidak boleh ditimbun saja tanpa ada manfaatnya bagi orang lain.

 Kekayaan tidak boleh beredar hanya kepada orang kaya saja

 Diantara harta orang kaya ada hak orang miskin

 Harta waris harus segera dibagikan kepada yang berhak menurut ketentuan yang berlaku

Fungsi hak milik bagi diri sendiri

 Merupakan cobaan bagi yang memilikinya

 Kekayaan seseorang tidak dengan sendirinya menyelamatkan dirinya

 Harta adalah kekuasaan artinya dapat menyebabkan berbuat atau berbuat jahat

 Untuk itulah allah SWT memerintahkan manusia untuk memanfaatkan hartanya untuk kepentingan probadi, keluarga, kepentingan umum, dan kepentingan orang-orang yang tidak punya (QS. 16.71)7

3. Cara memanfaatkan hak milik

Pedoman didalam al quran tentang cara memanfaatkan harta kekayaan

(19)

 Berhati-hati dan bijaksana dalam memanfaatkan harta (QS. 17:29, 2:282)

 Menyalurkan harta melalui lembaga-lembaga antara lain :

a) Shadaqoh, adalah pemberian sukarela dari seseorang kepada orang lain terutama kepada orang miskin. (QS. 2:195, 263-264, 276, dsb )

b) Infak, adalah pengeluaran sukarela seseorang setiap kali ia mempunyai rizki sebanyak yang dikehendakinya.

c) Hibah, adalah pengeluaran harta semasa hidup atas dasar kasih sayang untuk kepentingan seseorang atau sosial.dasar hukum hibah yaitu QS. 3:38, 2:177. Hikmah hibah antara lain :

 Menghidupkan rasa kebersamaan dan tolong menolong

 Menumbuhkan sifat sosial dan kedermawanan

 Mendorong untuk berbuat baik

 Menjalin hubungan antar sesama manusia

 Untuk pemerataan pendapatan8

d) Qurban, adalah penyembelihan hewan untuk mendekatkan diri kepada allah SWT dan kepada sesama manusia selama 3 hari sesudah sholat idul adha. Qurban merupakan lambang ketaqwaan seseorang (QS. 108:1-2). Hikmah berqurban antara lain :

 Membina kasih sayang dan tolong menolong antar sesama

(20)

 Sarana untuk mendekatkan diri kepada allah SWT dan kepada manusia lain dalam pergaulan hidup

e) Zakat, adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orng0orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu. Fungsi zakat adalah untuk membersihkan harta dan memelihara pertumbuhannya

f) Wakaf, adalah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya untuk diambil manfaatnya sesuai dengan ajaran islam. Wakaf adalah salah satu lembaga pemanfaatan harta yang digalangkan dalam ajaran islam karena merupakan perbuatan baik yang pahalanya tidak putus-putus diterima oleh yang melakukannya selama barang yang diwakafkan tidak musnah dan terus dimanfaatkan orang.

Fenomena Ekonomi Masa Kini

(21)

pekerjaan, Padahal pasar tradisional juga ikut berperan dalam mengerakkan ekonomi Indonesia.

Pasar modern secara tidak langsung telah memonopoli perdagangan, karena

dalam satu tempat terdapat berbagai macam keperluan masyarakat. Sedangkan

dalam ekonomi islam masalah monopoli jelas dilarang karena merugikan

sebagian orang. Ekonomi islam memerintahkan kita untuk berbuat adil dengan

memperjual belikan satu produk saja. Hal ini, dimaksudkan untuk meratakan

pendapatan masyarakat.

2. Dalam hal kemiskinan, kemiskinan absolut turun (tapi jumlah penduduk miskin dan hampir miskin bertambah), pengganguran menurun namun proporsi pekerja sektor informal terus bertambah, dan ketimpangan pendapatan semakin menganga.

Ketimpangan pendapatan ini terjadi karena tidak meratanya distribusi

pendapatan, tidak sesuainya sistem penggajian dengan keadaan pegawai.

Solusinya, kita bisa meningkatkan penyaluran zakat, infak, dan shodaqoh serta

menggunakan sistem penggajian yang sesuia syariat islam yaitu berdasarkan

seberapa banyak tanggungan mereka atau jumlah kebutuhan mereka.

3. Kegiatan ekonomi (ekspor misalnya) banyak bertumpu pada komoditas bahan mentah sehingga tidak hanya kehilangan kesempatan menciptakan nilai tambah, tetapi juga kesulitan menciptakan lapangan kerja.

Meningkatnya ekspor membuat kebutuhan dalam negeri sendiri tidak terpenuhi,

seharusnya kita mengolah SDA di dalam negeri diutamakan untuk memenuhi

(22)

4. Meningkatnya subsidi disebabkan tingginya harga minyak dunia serta meningkatnya penggunaan bahan bakar dan listrik oleh masyarakat, angkutan umum, maupun industri.

Meningkatnya harga minyak dunia, itu hanya alasan pemerintah untuk

menutuppi kesalahannya di dalam penanganan minyak. Karena pemerintah

melakukan ekspor minyak mentah lalu membeli kembali di pasaran dunia. jika

saja pemerintah bisa mengolah dengan baik minya mentah menjadi bahan

bakar yang dibutuhkan masyakarak maka kebutuhan masyarakat akan

terpenuhi dan harganya sangat rendah. Sebenarnya minyak merupakan hak

publik tidak bisa dimiliki perorangan, maka jika di jual pun harga yang

dikenakan hanyak untuk mengganti biaya produksi saya yang harganya ¼ dari

harga saat ini.

5. Besarnya anggaran subsidi bahan bakar dan listrik yang berpotensi meningkatkan defisit anggaran negara karena penerimaan negara lebih kecil daripada belanja negara. Defisit anggaran ini harus ditutup dan salah satu caranya dengan mencari pinjaman atau utang baru.

Pengambilan utang baru bukan solusi yang tepat, karena seperti yang kita tahu

peminjaman yang akan di lakukan pasti disertai bunga, sedangkan dalam

ekonomi islam riba jelas dilarang/diharamkan karena akan berdampak negatif

terhadap negara kita.

Satu-satunya cara untuk mengatasi semua permasalahan ekonomi yang kita

hadapi adalah penerapan sistem ekonomi islam secara kaffah sesuai dengan

(23)

BAB III

DASAR-DASAR EKONOMI ISLAM

Mengapa harus ada ekonomi Islam

Revolusi ilmu pengetahuanyang terjadi di Eropa Barat sejak abad ke-16 M menyebabkan pamor dan kekuasaan agama kristen di benua tersebut menurun drastis. Hal ini karena dogma yang dipegang dan diajarkan oleg tokoh-tokoh gereja pada abad tersebut jelas-jelas bertentangan dengan fakta-fakta yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan. Akibatnya terjadi sekularisme dan pembebasan dari nilai-nilai agama di dunia Eropa Barat dalam segala bidang, termasuk dalam ilmu pengetahuan. Selain itu, paradigma Cartesian dengan metode analisisnya yaitu fragmentasi atau pemecahan semua aspek yang kompleks dari suatu fenomena, menyumbangkan tambahan permasalahan.

Dari paradigma inilah (sekularisasi, fragmentasi, dan kebebasnilaian pengetahuan) ilmu pengetahuan modern dibangun, fenomena yang termasuk di dalamnya adalah ilmu ekonomi konvensional. Para ilmuwan non-Muslim saja telah mengkritik paradigma ini, seperti Sismondi (1773-1842), Carlyle (1795-1881), Ruskin (1819-1900), dan lain sebagainya. Mereka bukan hanya menyarankan pendekatan interdisipliner dalam mempelajari fenomena manusiawi, tetapi lebih dari itu, mereka menyarankan holistik yang mengintegrasikan baik kebutuhan material maupun spiritual manusia, interaksi antarmanusia, serta interaksi manusia dengan alam semesta.

(24)

karena mereka sulit untuk menemukan standar nilai yang sama dan disepakati secara luas.

Dengan fakta seperti ini, akan menjadi ironi bagi ilmuwan Muslim jika mereka menerima begitu saja ilmu ekonomi konvensional tanpa menelaahnya terlebih dahulu, padahal para ilmuwan non-Muslim saja sudah ramai-ramai mengkritiknya. Karena itu, ekonomi Muslim perlu mengembangkan suatu ilmu ekonomi khas, yang dilandasi oleh nilai-nilai iman dan Islam yang dihayati dan diamalkannya. Yang secara singkat dapat disebut dengan “Ilmu Ekonomi Islam “.

1. Ekonomi Islam: Perbedaan Sudut Pandang

Dalam tataran paradigma Ekonomi Islam yang memasukkan atau paling tidak diwarnai oleh prinsip-prinsip relijius (berorientasi pada kehidupan dunia dan akhirat) tidak mengalami perbedan pendapat yang berarti. Sampai saat ini, pemikiran ekonom Muslim kontemporer dapat diklasifikasikan setidaknya menjadi tiga madzhab, yaitu:

a. Madzhab Baqir As-Sadr b. Madzhab Mainstream c. Madzhab Alternatif Kritis a. Madzhab Baqir As-Sadr

(25)

Menurut mereka, perbedaan filosofi ini berdampak pada perbedaan cara pandang keduanya dalam melihat masalah ekonomi. Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sementara sumber daya yang tersedia terbatas. Tetapi menurut Baqir As-Sadr, masalah ekonomi menurut Islam muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Dalil yang dipakai adalah Al-qur’an:

Sungguh telah kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya” (Q.S. Qamar (54): 49).

Oleh karena it, menurut mereka istilah ekonomi islami adalah istilah yang bukan hanya tidak sesuai dan salah, tetapi juga menyesatkan dan kontradiktif, karena itu penggunaan istilah ekonomi islami harus dihentikan. Sebagai gantinya, ditawarkan istilah baru yang berasal dari filosofi Islam, yaitu

iqtishad.

Menurut mereka, iqtishad bukan sekedar terjemahan ekonomi dalam bahasa Arab yang berasal dari kata qasd yang secara harfiah berarti “equilibrium” atau keadaan sama, seimbang, atau pertengahan.

(26)

Tokoh-tokoh madzhab ini selain Muhammad Baqir As-Sadr adalah Abbas Mirakhor, Baqir al-Hasani, Kadim as-Sadr, Iraj Toutounchian, Hedayati, dan lain-lain.

b. Madzhab Mainstream

Madzhab Mainstream justru setuju dengan masalah kelangkaan sumber daya tetapi keinginan manusia tidak terbatas. Mereka berpendapat bahwa, memang benar permintaan dan penawaran sumber daya dunia berada pada titik equilibrium, tetapi jika kita berbicara pada tempat dan watu tertentu,maka sangat mungkin terjadi kelangkaan pada suatu tempat tertentu dibandingkan dengan tempat lainnya. Dalil yang dipakai:

Dan sungguh akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira

bagi orang-orang yang sabar” (Q.S. Al-Baqarah (2):155)

Sedangkan keinginan manusia yang tidak terbatas dianggap sebagai hal yang alamiah. Dalil yang dipakai:

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke liang kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatan itu)” (Q.S. At-Takatsur (102): 1-5)

Dan sabda nabi Muhammad saw meyebutkan, bahwa manusia tidak akan pernah puas. Bila diberikan emas satu lembah, ia akan meminta emas dua lembah, dan seterusnya.

(27)

sumber daya yang ada). Ekonomi islam menyelesaikan masalah tersebut dengan membuat skala prioritas, memilih dari yang paling penting sampai yang paling tidak penting menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sedangkan ekonomi konvensional membuat skala prioritas menurut hawa nafsunya.

Tokoh-tokoh madzhab ini di antaranya, M. Umer Chapra, M.A. Mannan, M. Nejatullah Siddiqi, dan lain-lain. Mereka mayoritas bekerja diIslamic Development Bank (IDB) sebagai doktor di bidang ekonomi yang belajar (dan ada juga yang mengajar) di universitas-universitas barat. Oleh karena itu, madzhab ini tidak pernah membuang sekaligus teori-teori ekonomi konvensional ke keranjang sampah. Umer Chapra misalnya berpendapat bahwa usaha mengembangkan ekonomi islam bukan berarti semua hasil analisis yang baik dan sangat bermanfaat yang telah dicapai oleh ekonomi konvensional selama lebih dari seratus tahun terakhir.

c. Madzhab Alternatif Kritis

Pelopor madzhab ini adalah Timur Kuman (Ketua Jurusan Ekonomi di University of Southern California), Jomo (Yale, Cambridge, Harvard, Malaya), Muhammad Arif, dan lain-lain. Madzhab ini mengkritik kedua madzhab sebelumnya. Madzhab Baqir dikritik sebagai madzhab yang berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya sudah ditemukan oleh orang lain. Sementara itu, madzhab mainstream dikritiknya sebagai jiplakan dari ekonomi neoklasik dengan menghilangkan variabelriba dan memasukkan variabel zakat serta niat.

(28)

ekonomi islam adalah hasil tafsiran manusia atas Al-qur’an dan Sunnah, sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak. Proposisi dan teori ekonomi islam harus selalu diuji kebenarannya sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional.

Prinsip-prinsip umum ekonomi Islam

Walaupun pemikiran tentang ekonomi islam terbagi menjadi tiga madzhab, tetapi pada dasarnya mereka setuju dengan prinsip-prinsip umum yang mendasarinya. Prinsip-prinsip ini membentuk keseluruhan kerangka ekonomi islam, yang jika diibaratkan sebagai sebuah bangunan dapat divisualisasikan sebagai berikut

Bangunan ekonomi islam didasarkan atas lima ilai universal, yakni: tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintahan), dan

AKHLAK Multitype

Ownership

Freedom To Act Social Justice

Tauhid ‘Adl Nubuwah Khilafah Ma’ad

Perilaku islami dalam Bisnis dan

Prinsip-prinsip sistem ekonomi Islam

(29)

ma’ad (hasil). Kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi islam.

Namun, teori yang kuat dan baik tanpa diterapkan menjadi sistem, akan menjadikan ekonomi islam hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa memberi dampak pada kehidupan ekonomi. Oleh karena itu, dari kelima nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dari cikal bakalsistem ekonomi islam. Ketiga prinsip derivatif itu adalah: multitype ownership, freedom to act, dan social justice.

Di atas semua nilai dan prinsip yang telah diuraikan di atas, dibangunlah konsep yang memayungi kesemuanya, yakni konsep akhlah. Akhlak menempati posisi puncak, karena inilah yang menjadi tujuan Islam dan dakwah para Nabi, yakni untuk menyempurnakan akhlak manusia.

a. Nilai-nilai Universal

Nilai-nilai yang menjadi dasar inspirasi untuk membangun teori-teori ekonomi Islam, yaitu:

1. Tauhid (Keesaan Tuhan)

Tauhid merupakan fondasi ajaran Islam. Dengan tauhid, manusia menyaksikan bahwa “tiada sesuatupun yang layak disembah selain Allah) dan tidak ada pemilik langit, bumi, dan segala isinya, selain daripada Allah. Karena itu segala aktivitas manusia dalam hubungannya dengan alam (sumber daya) dan manusia (mu’amalah) dibingkai dengan kerangka hubungan dengan Allah. Karena kepadaNya kita akan mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita, termasuk aktivitas ekonomi dan bisnis.

(30)

Salah satusifat Allah adalah adil. Dia tidakmembeda-bedakan perlakuan terhadap makhluk-Nya secara dzalim. Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Dalam islam adil didefinisikan sebagai “tidak mendzalimi dan tidak didzalimi”.Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain atau merusak alam.

3. Nubuwwah (Kenabian)

Untuk umat manusia, Allah telah mengirimkan model manusia yang terakhirdan sempurna untuk diteladani sampai akhir zaman, nabi Muhammad. Sifat-sifat utama sang model yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi dan bisnis pada khususnya, antara lain:

 Shiddiq (benar, jujur)

Konsep turunan khas ekonomi dan bisnis, yakni efektivitas (mencapai tujuan yang tepat)dan efisiensi (melakukan kegiatan dengan benar, yakni menggunakan teknik dan metode yang tidak menyebabkan kemubadziran).

 Amanah (tanggung jawab, kepercayaan, kredibilitas)

Sifat amanah memainkan peranan yang fundamental dalam ekonomi dan bisnis, karena tanpa kredibilitas dan tanggung jawab, kehidupan ekonomi dan bisnis akan hancur.

 Fathanah (kecerdikan, kebijaksanaan, intelektualitas)

(31)

 Tabligh (komunikasi, keterbukaan, pemasaran)

Sifat ini mengimplikasikan pada ekonomi dan bisnis, bahwa sifat tabligh menurunkan prinsip-prinsipilmu komunikasi (personal maupun massa), pemasaran, penjualan, periklanan, pembentukan opini massa, open management, iklim keterbukaan, dan lain-lain.

4. Khilafah (Pemerintahan)

Dalam Islam, pemerintah memainkan peranan yang kecil, tetapi sangat penting dalam perekonomian. Peran utamanya adalah untuk menjamin perekonomian agar berjalan sesuai dengan syari’ah, dan untuk memastikan supaya tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Semua ini dalam rangka mencapai

maqashid al-syari’ah (tujuan-tujuan syari’ah, yaitu keimanan, jiwa, akal, kehormatan, dan kekayaan manusia), yang menurut Imam Al-Ghazali adalah untuk memajukan kesejahteraan manusia.

5. Ma’ad (Hasil)

Walaupun sering kali diterjemahkan sebagai “kebangkitan”, tetapi secara harfiah ma’ad berarti “kembali”. Implikasi nilai ini dalam kehidupan ekonomi dan bisnis misalnya, diformulasikanoleh Imam Al-Ghazali yang menyatakan bahwa motivasi para pelaku bisnis adalah untuk mendapatkan laba. Laba dunia dan laba akhirat. Karena itu, konsep profit mendapatkn legitimasi dalam Islam.

a. Prinsip-prinsip Derivatif: Ciri-ciri Sistem Ekonomi Islam 1. Multitype Ownership (Kepemilikan multijenis)

Nilai tauhid dan nilai ‘adl melahirkan konsep multitype ownership.

(32)

sekunder. Sedangkan untuk menjamin keadilan, maka cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Sistem kepemilikan campuran juga diakui oleh Islam, baik campuran negara-swasta, swasta domestik-asing, atau negara-asing. 2. Freedom to Act (Kebebasan Bertindak/Berusaha)

Keempat nilai nubuwwah yang dimiliki oleh Nabi Muhammad bila digabungkan dengannilai keadilan dan nilai khilafah (goog governance) akan melahirkan freedom to act pada Muslim, khususnya pada pelaku ekonomi dan bisnis. Freedom to act akan bagi setiap individu akan menciptakan mekanisme pasar dalam perekonomian. Karena itu, mekanisme pasar adalah keharusan dalam Islam, dengan syarat tidak ada distorsi (proses pendzaliman)

3. Social Justice (Keadilan Sosial)

Gabungan nilai khilafah dan nilai ma’ad melahirkan prinsip keadilan sosial. Dalam Islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan keseimbangan sosial antara yang kaya dan yang miskin. Semua sistem ekonomi memiliki tujuan yang sama yaitu menciptakan sistem perekonomian yang adil. Dalam Islam, keadilan diartikan dengan suka sama sukadan tidak ada yang terdzalimi.

Akhlak : Perilaku Islam dalam perekonomian

(33)
(34)

BAB IV

SEJARAH EKONOMI ISLAM I

Sejarah Perekonomian Umat Islam pada Masa Awal Pemerintahan Rasulallah

SAW dan Al-Khulafa Ar-Rasyidun

Islam dan Perkembangan Pemikiran Ekonomi

a. Islam Sebagai Sistem Hidup (Way of Life)

Dalam Islam, Prinsip utama dalam kehidupan adalah Allah SWT. Merupakan zat yang Maha esa, satu-satunya Tuhan dan Pencipta seluruh alam semesta beserta isinya. Ia adalah Subbuhun dan Quddusun, yakni bebas dari kekurangan, kelemahan, kesalahan serta suci dan bersih dalam segala hal.

Sementara itu manusia diciptakan dalam bentuk yang paling baik dan melaksanakan tugas kekhalifahan dalam kerangka pengabdian kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:

“Orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi ini,

nsicaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang

ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar ” [QS Al-Hajj (22) : 41]

Ayat tersebut menyatakan, mendirikan shalat merupakan refleksi hubungan yang baik dengan Allah SWT, dan menunaikan zakat merupakan refleksi keharmonisan hubungan dengan sesama manusia, sedangkan ma’ruf berkaitan dengan semua yang dianggap baik oleh agama, akal, serta budaya dan munkar sebaliknya.

(35)

perubahan terkait tempat dan waktu), sedangkan syariah senantiasa berubah sesuai kebutuhan dan taraf peradaban umat, bersifat komprehensif (merangkum seluruh aspek kehidupan, ritual/ibadah maupun sosial/muamalah) dan universal berarti syariah islam diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai yaum al-hisab nanti. Adapun untuk merespon perputaran zaman dan mengatur kehidupan duniawi manusia secara terperinci, Allah SWT menganugerahi akal pikiran dalam hal ini Nabi Muhammad SAW bersabda:

“kamu lebih mengetahui urusan keduniaanmu” (Riwayat Muslim)

b. Kedudukan Akal dalam Islam serta Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Dalam pengertian islam, akal adalah daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia, yaitu daya memperoleh pengetahuan dengan memerhatiakn alam sekitar/semesta. Dalam al-qur’an banyak terdapat anjuran, dorongan bahkan perintah agar manusia mempergunakan akalnya, Allah SWT berfirman:

Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang

yang mempunyai pikiran” [QS. Shad (38): 29]

Rasulallahu Saw pun menyerahkan berbagai urusan duniawi yang bersifat deail dan teknis kepada akal manusia.

(36)

ekonomi, pemikiran mereka sangat mendomisili peradaban dunia sejak abad VII hingga abad XIII Masehi.

c. Sejarah Pemikiran Ekonomi dalam Islam

Kontribusi kaum muslim yang sangat besar terhadap kelangsungan dan perkembangan pemikiran ekonomi dan peradaban dunia umunya, telah diabaikan oleh para ilmuwan barat. Menurut Capra meski sebagian besar kesalahan umat muslim dikarenakan tidak mengartikulasikan secara memadai kaum muslim, tetap saja ilmuwan barat memiliki andil karena tidak memberikan penghargaan yang layak bagi kemajuam manusia.

Ini semua disebabkan ilmuwan barat tidak menyadari sejarah pengetahuan merupakan suatu prosesn kesinambungan yang dibangun dengan fondasi yang diletakkan oleh generasi sebelumnya. Menurut Capra, Schumpeter mungkin tidak akan mengasumsikan adanya kesenjangan selama 500 tahun, dan mencoba menemukan fondasi diatas para ilmuwan skolastik dan barat mendirikan bangunan intelektual mereka.

(37)

Praktik dan kebijakan ekonomi masa Rasulallahu dan Al-Khulafa Al-Rasyidun merupakan contoh empirisyang menjadi pijakan cendikiawan muslim melahirkan teori-teori ekonominya. Fokus perhatian mereka tertuju pada pemenuhan kebutuhan, keadilan, efisiensi, pertumbuhan dan kebebasan yaitu objek utama yang menginspirasi pemikiran ekonomiislam sejak awal. Berkenaan dengan hal itu, shiddiqi menguraikan sejarah ekonomi islam dalam tiga fase, yaitu fase dasar-dasar ekonomi islam, fase kemajuan dan fase stagnasi, sebagai berikut.

1. Fase Pertama

Merupakan fase abad awal sampai dengan abad ke-5 Hijriyah/ abad masehi, yang dirintis oleh para fukaha diikuti sufi dan kemudian oleh filosof. Awalnya pemikiran mereka berasal dari orang yang berbeda, namun kemudian hari para ahli harus memiliki dasar kemampuan dari ketiga disiplin tersebut. Fokus fiqih adalah apa yang diturunkan syariah dan para fukaha mendiskusikan fenomena ekonomi dengan mengacu pada al-qur’an dan hadist Nabi, mereka mengeksplorasi konsep maslahah (utility) dan mafsadah (disutility) terkait aktivitas ekonomi.

(38)

kekayaan dunia yang terlalu tinggi. Tokoh-tokoh pemikir ekonomi islam pada fase pertama antara lain diwakili oleh :

a. Zaid bin Ali (80-120 H/699-738 M)

Adalah pengagas awal penjualan suatu komoditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai.

b. Abu Hanifah (80-150 H/699-767 M)

Lebih dikenal sebagai imam madzhab hukum yang sangat rasionalistis, Ia juga menggagas keabsahan dan kesahihan hukum kontrak jual beli dengan apa yang dikenal dewasa ini dengan bay’ al-salām dan al-murābah

c. Abu Yusuf (113-182 H/731-798 M)

(39)

untuk mensejahterakan mereka. Dengan kata lain, tema sentral pemikiran ekonominya menekankan pada tanggungjawab penguasa untuk mensejahterakan rakyatnya. Ia adalah peletak dasar prinsip-prinsip perpajakan yang dikemudian hari “diambil” oleh para ahli ekonomi sebagai canons of taxation. Sedangkan pemikiran kontroversialnya ada pada pandanganya yang menentang pengendalian harga atau tas’ir, yakni penetapan harga oleh penguasa. Sedangkan Ibn Taymiyyah memperjelas secara lebih rinci dengan menyatakan bahwa tas’ir dapat dilakukan pemerintah sebagai bentuk intervensi pemerintah dalam mekanisme pasar. Hanya saja, ia mempertegas, kapan tas’ir dapat dilakukan oleh pemerintah dan kapan tidak, dan bahkan kapan pemerintah wajib melakukanya.

d. Muhammad bin Hasan Al-Syaibani (132-189 H/ 750-804 M)

Adalah salah satu rekan sejawat Abu Yusuf dalam mazhab hanafiyah. Risalah kecilnya berjudul al- fi ar-Rizq al-Mustathab membahas pendapatan dan belanja rumah tangga. Ia mengklasifikasikan jenis pekerjaan kedalam empat hal, yakni ijarah (sewa-menyewa), tijarah (perdagangan), zira’ah (Pertanian), Shina’ah (Industri). Dan ia menilai pertanian adalah pekerjaan yang terbaik, meski masyarakat arab pada masa itu lebih tertarik dengan perdagangan dan perniagaan.

(40)

e. Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M )

Pandangan Ibnu Miskawaih terkait aktifitas ekonomi adalah tentang pertukaran dan peranan uang. Ia menyatakan manusia adalah makhluk sosial dan tidak bisa hidup sendiri, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia harus bekerja sama dan saling membatu sesamanya. Oleh karena itu, mereka akan saling mengambil dan memberi, dan konsekuensinya mereka menuntut kompensasi yang pantas. Ia pun menegaskan logam yang dapat dijadikan sebagai mata uang adalah logam yang dapat diterima secara universal melalui konvensi, yakni tahan lama, mudah dibawa, tidak mudah rusak, dikehendaki orang dan fakta orang senang melihatnya.

2. Fase Kedua

Dimulai pada abad ke-11 sampai dengan abad ke-15 Masehi dikenal sebagai fase yang cemerlang karena meninggalkan warisan intelektual yang sangat kaya. Pada zaman ini para cendikiawan muslim mampu menyusun suatu konsep tentang bagaimana umat melaksanakan ekonomi berandaskan al-qur’an dan hadist.Mereka pun menghadapi realitas politik ditandai dua hal :

Pertama, Disintegrasi pusat kekuasaan Bani Abbasiyah dan terbaginya bebeapa kekuatan regional mayoritas didasarkan kekuatas (Power), ketimbang kehendak rakyat,

Kedua, Merebaknya korupsi dikalangan penguasa, diiringi dekadensi moral kalangan masyarakat mengakibatkan ketimpangan semakin besar antara si kaya dan si miskin.

(41)

Fokus Al-Ghazali tertuju pada perilaku individual, dibahas secara rinci merujuk pada al-qur’an, sunnah, Ijma sahabat, dan tabi’in. Serta pandangan para sufi terdahulu, seperti junaid baghdadi, Dzun Nun Al-Mishr dan Harits bin Asad al-Muhasibi. Menurutnya memenuhi kebutuhan hidup sesuai dengan syariah islam merupakan kewajiban beribadah kepada Allah SWT. Ia pun memiliki wawasan yang luas mengenai evaluasi pasar dan peranan uang.

b. Ibnu Taimiyah (728 H/1328 M)

Ibnu Tamiyyah dalam kitabnya, al-Siyasat al-Syar’iyyah fi` Ishlah al-Ra’iy wa al-Ra’iyyah menegaskan tugas, fungsi dan peran pemerintah sebagai pelaksana amanat untuk kesejahteraan rakyat yang ia sebut ada al-amanat ila hliha. Pengelolaan negara serta sumber-sumber pendapatanya menjadi bagian dari seni oleh negara (siyasat l-syariyyah) pengertian siyasah dusturiyyah maupun al-siyasat al-maliyyah (politik hukum publik dan privat). Sedangkan dalam karya lainya, al-Hisbah fi al-Islam, lebih menekankan intervensi pemerintah dalam mekanisme pasar; pengawasan pasar; hinga akuntansi yang erat kaitanya dengan sistem dan prinsip zakat, pajak, dan jizyah. Dengan demikian, seperti halnya Abu ‘Ubayd, nampaknya Ibn Taymiyyah mempunyai kerangka pikir yang sejalan dalam pendapat yang menyatakan bahwa ekonomi syariah, baik sistem maupun hukumnya, merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem pemerintahan dan ketatanegaran. c. Al-Maqrizi (845 H/1441 M)

(42)

merupakan standart nilai yang telah ditentukan syariah. Dan fulus dapat diterima sebagai mata uang jika dibatasi penggunaannya untuk transaksi berskala kecil.

3. Fase Ketiga

Dimulai pada tahun 1446 hingga 1932 masehi, merupakan fase tertutupnya pintu ijtihad, dikenal juga sebagai fase stagnasi. Perkembangan pemikiran ekonomi Islam selama satu setengah dekade terakhir menandai fase ketiga di mana banyak berisi upaya-upaya praktikal-operasional bagi realisasi perbankan tanpa bunga, baik di sektor publik maupun swasta. Bank-bank tanpa bunga banyak didirikan, baik di negara-negara muslim maupun di negara-negara non muslim, misalnya di Eropa dan Amerika. Dengan berbagai kelemahan dan kekurangan atas konsep bank tanpa bunga yang digagas oleh para ekonom muslim –dan karenannya terus disempurnakan-langkah ini menunjukkan kekuatan riil dan keniscayaan dari sebuah teori keuangan tanpa bunga.

Sistem Ekonomi dan Fiskal pada Masa Pemerintahan Rasulallahu Saw.

a. Latar Belakang

Sebelum islam datang, situasi kota Yatsrib sangat tidak menentu dikarenakan tidak memiliki pemimpin yang berdaulat penuh. Oleh karena itu beberapa kelompok penduduk kota, meminta Nabi Muhammad Saw yang terkenal dengan sifat al-amiin (terpercaya) menjadi pemimpin mereka. Nabi Muhammad saw disambut sangat hangat sebagai pemimpin kota tersebut oleh penduduknya. Dan sejak saat itulah kota Yatsrib berubah nama menjadi kota Madinah.

(43)

yang jumlahnya terus meningkat dari waktu ke waktu, hingga menjadi pemimpn bangsa Madinah. Dengan demikian nabi Muhammad saw menjadi kepala Negara disamping pemimpin agama. Dengan kata lain Rasulallahu memiliki dua kekuasaan sekaligus yaitu, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi.

Setelah menjadi kepala Negara Rasulallahu saw langsung melakukan perubahan yang drastis dalam menata kehidupan di Madinah yaitu membangun kehidupan sosial, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, institusi, maupun pemerintahan yang bersih dari berbagai tradisi, ritual dan norma yang bertentangan dengan prinsip islam. Seluruh aspek masyarakat disusun berdasarkan nilai-nilai qur’ani seperti persaudaraan, persamaan, kebebasan dan keadilan. Strategi yang dilakukan rasulallahu saw adalah dengan melakukan langkah-langkah berikut :

1. Membangun Mesjid

Mesjid ini menggunakan struktur yang sangat sederhana, menggunakan bebatuan dan batu bata sebagai dindinganya, daun-daun palem sebagai atapnya, serta batang-batang pohon kurma sebagai tiangnya. Yang kemudian diberi nama Mesjid Nabawi berfungsi sebagai Islamic Center.

2. Merehabilitasi Kaum Muhajirin

3. Memperbaiki tingkat kehidupan sosial dan ekonomi kaum muhajirin (Penduduk Mekah yang berhijrah ke Madinah)

4. Membuat Konstitusi Negara

(44)

5. Meletakkan Dasar-dasar Sistem Keuangan Negara

Dasar-dasar sistem keuangan Negara sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an. Dan menggunakan paradigma baru yang sesuai dengan nilai-nilai al-qur’an, yakni persaudaraan, persamaan, kebebasan, dan keadilan.

b. Sistem Ekonomi

Seperti di Madinah merupakan negara yang baru terbentuk dengan kemampuan daya mobilitas yang sangat rendah dari sisi ekonomi.Oleh karena itu,peletakan dasar-dasar sistem keuangan negara yang di lakukan oleh Rasulallah Saw.merupakan langkah yang sangat signifikan,sekaligus berlian dan spektakuler pada masa itu,sehingga Islam sebagai ssebuah agama dan negara dapat brkembang dengan pesat dalam jangka waktu yang relatif singkat.

Sistem ekonomi yag di terapkan oleh Rasulallah Saw.berakar dari prinsip-prinsip Qur’ani.Alqur’an yang merupakan sumber utama ajaran Islam telah menetapkan berbagai aturan sebagai hidayah (petunjuk) bagi umat manusia dalam aktivitas di setiap aspek kehidupannya,termasuk di bidang ekonomi.

Prinsip Islam yang paling mendasar adalah kekuasan tertinggi hanya milik Allah semata dan manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Dalam pandangan Islam,kehidupan manusia tidak bisa di pisahkan menjdai kehidupan ruhiyah dan jasmaniyah,melainkan sebagai satu kesatuan yang utuh yang tidak terpisahkan,bahkan setelah kehidupan dunia ini,Dengan kata lain,Islam tidak mengenal kehidupan yang hanya memikirkan materi duniawi tanpa memikirkan kehidupan akhirat.

c. Keuangan dan Pajak

(45)

masa itu yang disebut Darun Nadriah. Di dalamnya para tokoh Mekkah berkumpul dan bermusyawarah untuk menentukan suatu keputusan etika dilantik sebagai rasul mengadakan semacam lembaga tandingan untuk itu yaitu darul arqam.

Perkembangan lembaga ini terkendala karena banyaknya tantangan dan rintangan sampai akhirnya Rasulullah memutuskan untuk hijrah ke Madinah. Ketika beliau hijrah ke Madinah maka yang pertama kali didirikan Rasulullah adalah Masjid (Masjid Quba). Yang bukan saja merupakan tempat beribadah tetapi juga sentral kegiatan kaum muslimin. Kemudian beliau masuk ke Madinah dan membentuk “lembaga”persatuan di antara para sahabatnya yaitu persaudaraan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Hal ini di ikuti dengan pembangunan mesjid lain yang lebih besar (Mesjid nabawi) yang kemudian yang menjadi sentral pemerintah.

Untuk selanjutnya pendirian (lembaga) dilanjutkan dengan penertiban pasar. Rasulullah diriwayatkan menolak membentuk pasar yang baru yang khusus untuk kaum muslimin. Karena pasar merupakan sesuatu yang alamiah dan harus berjalan dengan sunatullah. Demikian halnya dalam penentuan harga dan mata uang tidak ada satupun bukti sejarah yang menunjukan bahwa nabi Muhamad membuat mata uang sendiri.

(46)

Tidak hanya masa sekarang saja adanya sumber anggaran negara semisal pajak, zakat, kharaj dsb tetapi di Madinah juga pada masa rasulullah sudah ada yang namanya sumber anggaran pendapatan negara semisal pajak, zaka, kharaj dsb. Pajak (dharibah) itu sebenarnya merupakan harta yang di fardhukan oleh Alloh kepada kaum muslimin dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Dimana Alloh telah menjadikan seorang imam sebagai pemimpin bagi mereka yang bisa mengambil harta dan menafkahkannya sesuai dengan objek-obyek tertentu. Dalam mewajibkan pajak tidak mengenal bertambahnya kekayaan dan larangan tidak boleh kaya dan untuk mengumpulkan pajak tidak akan memperhatikan ekonomi apapun. Namun pajak tersebut dipungut semata berdasarkan standar cukup. Tidak hanya harta yang ada di baitul mal, untuk memenuhi seluruh keperluan yang dibutuhkan sehingga pajak tersebut di pungut berdasarkan kadar kebutuhan belanja negara.

Karakteristik pekerjaan masih sangat sederhana dan tidak memerlukan perhatian penuh. Rasulullah sendiri adalah seorang kepala negara yang merangkap sebagai ketua mahkamah agung, mufti besar, panglima perang tertinggi, serta penanggungjawab seluruh administrasi negara. Ia tidak memperoleh gaji dari negara atau masyarakat, kecuali hadiah-hadiah kecil yang pada umumnya berupa bahan makanan.

(47)

Demikianlah adanya sumber pendapatan negara semisal sistem keuangan dan pajak yang ada pada masa rasulullah yang dapat menjadikan kaum muslimin bisa hidup sejahtera. Tanpa adanya permsuhan dan kesenjangan sosial subhanalloh begitu menakjubkan sekali ditengah kesederhanaannya tetapi bisa menjadikan seluruh kaum muslimin bisa menjalankan aktivitas perekonomian dengan tidak mengesampingkan rasa ukhuwah mereka.

1. Sumber-sumber Pendapatan Negara

a. Uang tebusan untuk para tawanan perang ( hanya khusus pada perang Badar, pada perang lain tidak disebutkan jumlah uang tebusan tawanan perang ).

b. Pinjaman-pinjaman ( setelah penaklukan kota Mekkah ) untuk pembayaran uang pembebasan kaum muslimin dari Judhayma/ sebelum pertemuan Hawazin 30.000 dirham ( 20.000 dirham menurut Bukhari ) dari Abdullah bin Rabia dan pinjaman beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari Sufyan bin Umaiyah ( sampai waktu itu tidak ada perubahan ).

c. Khums atas rikaz harta karun temuan pada periode sebelum islam.

d. Amwal fadillah yaitu harta yang berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negrinya.

e. Wakaf yaitu harta benda yang didedikasikan oleh seorang muslim untuk kepentingan agama Allah dan pendapatnya akan disimpan di Baitul mal. f. Nawaib yaitu pajak khusus yang dibebankan kepada kaum muslimin yang

(48)

g. Zakat fitrah

h. Bentuk lain sedekah seperti hewan qurban dan kifarat. Kifarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan oleh seorang muslim pada saat melakukan kegiatan ibadah.

i. Ushr

j. Jizyah yaitu pajak yang dibebankan kepada orang-orang non muslim.

k. Kharaj yaitu pajak tanah yang dipungut dari kaum non muslim ketika wilayah khaibar ditakhlukkan.

l. Ghanimah. m. Fa’i

2. Sumber-sumber Pengeluaran Negara

a. Biaya pertahanan seperti persenjataan, unta, dan persediaan.

b. Penyaluran zakat dan ushr kepada yang berhak menerimanya menurut ketentuan Al-Qur’an, termasuk para pemungut zakat.

c. Pembayarnan gaji untuk wali, qadi, guru, imam, muadzin, dan pejabat negara lainnya.

d. Pembayaran upah para sukarelawan. e. Pembayaran utang negara.

f. Bantuan untuk musafir.

g. Bantuan untuk orang yang belajar agama di Madinah. h. Hiburan untuk para delegasi keagamaan.

(49)

k. Pembayaran untuk pembebasan kaum muslim yang menjadi budak. l. Pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara tidak sengaja oleh

para pasukan kaum muslimin.

m. Pembayaran utang orang yang meninggal dalam keadaan miskin. n. Pembayaran tunjangan untuk orang miskin.

o. Tunjangan untuk sanak saudara Rasulullah.

p. Pengeluaran rumah tangga Rasulullaah Saw. ( hanya sejumlah kecil, 80 butir kurma dan 80 butir gandum untuk setiap istrinya ).

q. Persediaan darurat.

d. Baitul Mal

Baitul mal adalah lembaga khusus yang mengenai harta yang di terima negara dan mengalokasikan bagi kaum muslim yang berhak menerimanya. Rosulullah mulai melirik permasalahan ekonomi dan keuangan negara setelah beliau menyelesaikan masalah politik dan urusan konstitusional di madinah pada masa awal hijriah.Pertama kalinya berdirinya baitul mal sebagai sebuah lembaga adalah setelah turunnya firman Allah SWT di Badr seusai perang dan saat itu sahabat berselisih tentang ghonimah:

”Mereka ( para sahabat) akan bertaanya kepadamu (Muhammad) tentang anfal, katakanlah bahwa anfal itu milik Allah SWT dan Rasul, maka bertaqwalah kepada Allah SWT dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu dan taatlah kepada Allah SWT dan Rasul-Nya jika kalian benar-benar beriman”. (QS. Al-Anfal: 1)

(50)

Rosulullah. Binatang-binatang yang merupakan harta perbendaharaan negara tidak disimpan di baitul mal akan tetapi binatang- binatang tersebut ditempatkan di padang terbuka

Pada zaman Nabi baitul mal belum merupakan suatu tempat yang khusus, hal ini disebabkan harta yang masuk pada saat itu belum begitu banyak dan selalu habis dibagikan kepada kaum muslim, serta dibelanjankan untuk pemeliharaan urusan negara. Baitul mal belum memiliki bagian-bagian tertentu dan ruang untuk penyimpanan arsip serta ruang bagi penulis.

Adapun penulis yang telah diangkat nabi untuk mencatat harta antara lain 1) Maiqip Bin Abi Fatimah Ad-Duasyi sebagai penulis harta ghonimah. 2) Az-Zubair Bin Al- Awwam sebagai penulis harta zakat.

3) Hudzaifah Bin Al- Yaman sebagai penulis harga pertanian di daerah Hijas.

4) Abdullah Bin Rowwahah sebagai penulis harga hasil pertanian daerah khaibar.

5) Al-Mughoirah su’bah sebagai penulis hutang- piutang dan iktivitaas muamalah yang dilakukan oleh negara.

6) Abdullah Bin Arqom sebagai penulis urusan masyarakat kabila-kabilah termasuk kondisi pengairannya.

Namun semua pendapatan dan pengeluaran negara pada masa Rasulullah tersebut belum ada pencatatan yang maksimal. Keaadaan ini karena berbagai alasan:

1) Jumlah orang Islam yang bisa membaca dan menulis sedikit

(51)

3) Sebagian besar zakat hanya didistribusikan secara lokal.

4) Bukti penerimaan dari berbagai daerah yang berbeda tidak umum digunakan.

5) Pada banyak kasus, ghonimah digunakan dan didistribusikan setelah peperangan tertentu.

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Al-Khulafa Ar-Rasyidun

a. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Abu Bakar Al-Shiddiq

Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga Abu Bakar diurus dengan harta baitul maal, dua setenagh dirham tiap hari ditambah daging domba dan pakaian biasa. Karena kurang mencukupi kemudian dinaikkan menjadi 2000 atau 2500 dirham, pada riwayat lain 6000 dirham per tahun. Namun demikian beberapa saat menjelang ajalnya, negara kesulitan dalam mengumpulkan pendapatan kemudian beliau memerintahkan untuk memberikan tunjangan sebesar 8000 dirham dan menjual sebagian besar tanah yang dimilikinya untuk negara.

(52)

b. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Umar ibn Al-Khattab

Pemerintahan Umar bin Khattab berlangsung selama 10 tahun. Beliau banyak melakukan ekspansi. Administrasi diatur menjadi 8 propinsi, beliau juga membentuk jawatan kepolisian dan jawatan tenaga kerja. Baitul maal pada masa ini tertata baik dan rapi lengkap dengan sistem administrasinya karena pendapatan negara meningkat drastis. Harta baitul maal tidak dihabiskan sekaligus, sebagian diantaranya untuk cadangan baik untuk kepentingan darurat, pembayaran gaji tentara dan kepentingan umat yang lain. Baitul maal merupakan pelaksana kebijakan fiskal negara Islam.

Khalifah mendapat tunjangan sebesar 5000 dirham per tahun, satu stel pakaian musim panas, satu stel pakaian musim dingin, serta seekor binatang tunggangan untuk naik haji. Harta baitul maal adalah milik kaum muslimin sedang khalifah dan amil hanya pemegang amanah. Untuk mendistribusikan harta baitul maal umar juga mendirikan: departemen pelayanan militer, departemen kehakiman dan eksekutif, departemen pelayanan dan pengembangan Islam, dan departemen jaminan sosial. Umar juga mendirikan diwan islam yang bertugas memberikan tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiun.

Tunjangan yang diberikan adalah sebagai berikut:

1) Aisyah dan Abbas bin abd mutalib Masing-masing 12000 dirham 2) Para istri nabi selain aisyah Masing-masing 10000 dirham

(53)

6) Putra para pejuang badar, orang yang memeluk Islam ketika fathu makah, anak-anak kaum muhajirin dan anshar, para pejuang perang qadisiyah, uballa, dan orang-orang yang menghadiri perjanjian hudaibiyah Masing-masing 2000 dirham

7) Orang-orang makah yang bukan termasuk kaum muhajirin Masing-masing 800 dirham

8) Warga madinah 25 dinar

9) Kaum muslimin di yaman, syria, irak Masing-masing 200-300 dirham 10) Anak-anak yang baru lahir yang tidak diakui Masing-masing 100 dirham

Selain itu Umar juga membagikan harta dalam bentuk benda, dua ember makanan sebulan, dua karung gandum dan cuka untuk satu orang. Dalam memperlakukan tanah taklukan, Umar tidak membaginya kepada kaum muslimin tetapi tetap pada pemiliknya dengan syarat membayar jizyah dan kharaj. Umar juga mensubsidi masjid masjid dan madrasah-madrasah.

Umar membagi pendapatan negara menjadi empat yaitu: zakat dan ushr didistribusikan di tingkat lokal, khums dan sedekah, didistribusikan untuk fakir miskin baik muslim maupun non muslim, kharaj, fai, jizyah, pajak perdagangan, dan sewa tanah untuk dana pensiun, daba operasional administrasi dan militer, dan pendapatan lain-lain untuk membayar para pekerja, dan dana sosial.

1. Pendirian Lembaga Baitul Mal

(54)

Umar mengambil inisiatif memanggil dan mengajak bermusyawarah para sahabat terkemuka tentang penggunaan dana Baitul Mal tersebut.

Setelah melalui diskusi yang cukup panjang, Khalifah Umar memutuskan untuk tidak mendistribusikan harta Baitul Mal, tetapi disimpan sebagai cadangan, baik untuk keperluan darurat, pembayaran gaji para tentara maupun berbagai kebutuhan umat lainnya.

Khalifah Umar ibn Al-Khattab juga membuat ketentuan bahwa pihak eksekutif tidak boleh turut campur dalam mengelola harta Baitul Mal. Di tingkat provinsi, pejabat yang bertanggung jawab terhadap harta umat tidak bergantung kepada gubernur dan mereka mempunyai otoritas penuh dalam melaksanakan tugasnya serta bertanggung jawab langsung kepada pemerintah pusat. Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn Al-Khattab mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti :

a. Departemen Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan.

b. Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Bertanggung jawab atas pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif.

c. Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.

d. Departemen Jaminan Sosial. Berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.

(55)

Selama pemerintahan Khalifah Umar, wilayah kekuasaan Islam semakin luas seiring dengan banyaknya daerah-daerah yang berhasil ditaklukkan, baik melalui peperangan maupun secara damai. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan baru. Pertanyaan yang paling mendasar dan utama adalah kebijakan apa yang akan diterapkan negara terhadap kepemilikan tanah-tanah yang berhasil ditaklukkan tersebut.

Para tentara dan beberapa sahabat terkemuka menuntut agar tanah hasil taklukan tersebut dibagikan kepada mereka yang terlibat dalam peperangan sementara sebagian kaum Muslimin yang lain menolak pendapat tersebut. Muadz bin Jabal, salah seorang di antara mereka yang menolak, mengatakan, Apabila engkau membagikan tanah tersebut, hasilnya tidak akan raenggembirakan. Bagian yang bagus akan menjadi milik mereka yang tidak lama lagi akan meninggal dunia dan keseluruhan akan menjadi milik seseorang saja.

Mayoritas sumber pemasukan pajak al-kharaj berasal dari daerah-daerah bekas kerajaan Romawi dan Sasanid (Persia) dan hal ini membutuhkan suatu sistem administrasi yang terperinci untuk penaksiran, pengumpulan, dan pendistribusian pendapatan yang diperoleh dari pajak tanah-tanah tersebut.

(56)

b. Kharaj dibebankan kepada semua tanah yang berada di bawah kategori pertama, meskipun pemilik tanah tersebut memeluk agama Islam. Dengan demikian, tanah seperti itu tidak dapat dikonversi menjadi tanah ushr.

c. Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan selama mereka membayar kharaj dan jizyah.

d. Tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau tanah yang diklaim kembali (seperti Bashra) bila diolah oleh kaum Muslimin diperlakukan sebagai tanah ushr.

e. Di Sawad, kharaj dibebankan sebesar satu dirham dan satu rafiz (satu ukuran lokal) gandum dan barley (sejenis gandum) dengan asumsi tanah tersebut dapat dilalui air. Harga yang lebih tinggi dikenakan kepada ratbah (rempah atau cengkeh) dan perkebunan.

f. Di Mesir, berdasarkan perjanjian Amar, setiap pemilik tanah dibebankan pajak sebesar dua dinar, di samping tiga irdabb gandum, dua qist untuk setiap minyak, cuka, madu, dan rancangan ini telah disetujui khalifah.

g. Perjanjian Damaskus (Syria) berisi pembayaran tunai, pembagian tanah dengan kaum Muslimin, beban pajak untuk setiap orang sebesar satu dinar dan satu beban jarib (unit berat) yang diproduksi per jarib (ukuran) tanah.

3. Zakat

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, harta warisan tersebut tidak dibagi-bagikan diantara ahli warisnya, karena harta tersebut merupakan milik bersama (kolektif) dari seluruh anggota

Menurut Apriyantono (1989), penetapan natrium benzoat dilakukan dengan cara titrasi (titrimetri) atau juga dikenal sebagai analisis volumetri, dimana zat yang akan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1 bagaimana pelaksanaan program lingkungan Bahasa Arab dalam meningkatkan keterampilan berbahasa Arab di Ponpes Qoshrul Quran dan 2

Perancangan sistem informasi akademik menggunakan TOGAF menghasilkan rancangan yang sesuai dengan kebutuhan akademik SMP Al Azhar 3 Bandarlampung yaitu daftar

[r]

Grontol jagung terbuat dari jagung pipil yang direbus.. Sebelum dimakan,

Menimbang, bahwa gugatan Penggugat Rekonvensi /Tergugat Konvensi /Pembanding mengenai kios di Pasar Tanah Beru, Kecamatan Bontobahari lengkap dengan isinya berupa pakaian jadi

Manfaat hasil penelitian bagi penulis yaitu untuk menambah wawasan ilmu dan bertambah luasnya pengalaman serta dapat membandingkan teori yang didapat di bangku