PENGARUH AKTIVITAS OLAHRAGA DAN KEBIASAAN MEROKOK MAHASISWA UNNES TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU-PARU
LAPORAN PROYEK
Disusun oleh
1. Retno Ika Sari 2. Asniar Anggraeni 3. Susi Erlianti
4. Eka Lailatul Munawaroh 5. Fitroh Fauzia
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATKA DAN IMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmatdan karuia sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan penelitian proyek yang berjudul Pengaruh Aktivitas Olahraga dan Kebiasaan Merokok Maasiswa Unnes Terhadap Kapasitas Vital Paru Paru. Laporan penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Hewan.
Sebelum mengadakan peneltian, penyusun melakukan revisi dan evaluasi dari dosenpengampu atas penyusunan propsal sebelumnya dan penyempurnan berdasarkan hasil evaluasi.
Terima kasih kami sampaikan pada Dra. Adiya Marianti M.Si dan Dra. Wiwi Isnaeni, M.Si yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan proyek kami. Selain itu, kami sampaikan pula rasa terima kasih pada rekan rekan yang telah membantu penyusunan dan atas semua diskusi, saran, dan kritiknya sehingga tersusunnya laporan proyek kami.
Kekurangan dan ketidaksempurnaan baik isi maupun susunan yang ada dalam laporan ini, kami menyadari sepenuhnya. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami nantikan demi penyempurnaan dan tercapainya penyusunan laporan proyek Fisiologi Hewan yang dapat memberikan manfaat.
Akhirnya, semoga laporan proyek Fisiologi Hewan ini bermanfaat khususnya bagi mahasiswa jurusan Biologi.
Semarang, Mei 2015
Tim Penyusun
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Disetujui pada
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Aditya Marianti, M.Si. Dr. Wiwi Isnaeni, M.Si
NIP. 19671217 199603 2001 NIP.
Mengetahui,
Ketua Jurusan Biologi
Andin Irsadi, S.Pd., M.Si.
NIP. 19740310 200003 1001
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii
DAFTAR ISI ...iii
BAB I. PENDAHULUAN...1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...3
BAB III. KERANGKA PENELITIAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN...14
BAB IV. METODEPENELITIAN...16
Bernapas merupakan salah satu fungsi dasar bagi manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Tujuan dari bernapas adalah menyediakan oksigen untuk keperluan metabolisme jaringan dan membuang karbon dioksida yang sudah tidak dibutuhkan oleh jaringan. Manusia mempunyai sistem pernapasan untuk berlangsungnya proses bernapas yang terdiri dari saluran pernapasan dan paru-paru. Saluran pernapasan tidak hanya berguna sebagai saluran udara saja, dalam saluran napas juga terjadi penyesuaian suhu udara dan filtrasi udara, serta berfungsi sebagai organ fonasi. Sedangkan paru-paru sendiri merupakan organ utama dalam pertukaran gas. Kesehatan paru yang baik akan menunjang proses bernapas. Oleh karena itu, manusia memerlukan fungsi paru yang baik, sehingga dapat menunjang kualitas hidupnya (Guyton dan Hall 2007).
Kualitas fungsi paru dapat dinilai dari besarnya kapasitas vital paru. Kapasitas vital paru merupakan penjumlahan dari (1) volume tidal, yaitu volume udara inspirasi dan ekspirasi setiap kali bernapas biasa, (2) volume cadangan inspirasi,yaitu volume udara ekstra yang didapat melalui inspirasi semaksimal mungkin,dan (3) volume cadangan ekspirasi, yaitu volume udara yang masih dapat dikeluarkan dengan cara ekspirasi kuat setelah ekspirasi biasa. Penurunan nilaikapasitas vital paru mencerminkan penurunan fungsi paru (Guyton dan Hall 2007).
Hasil dari suatu penelitian mengenai perbedaan nilai kapasitas vital paru yang dilakukan pada kelompok atlet dan nonatlet pada kedua jenis kelamin berbeda menyatakan bahwa ternyata kapasitas vital paru pada kelompok atlet perempuan lebih besar 7% dibandingkan dengan kelompok non-atlet perempuan, sedangkan pada atlet laki-laki hasilnya lebih besar 4% dibandingkan dengan kelompok nonatlet yang berjenis kelamin sama. Melalui penelitian tersebut dapat dilihat pengaruh positif dari olahraga terhadap kapasitas vital paru (Scaffidi K.J 2004).
Olahraga, khususnya pelatihan otot-otot yang berperan dalam pernapasan dapat meningkatkan kekuatan dan efisiensi otot sehingga meningkatkan kapasitas paru. Kapasitas paru yang lebih besar menyebabkan sistem pernapasan lebih efisien dalam mendistribusikan oksigen ke dalam tubuh (Torg J.S. et al, 2009; Scaffidi K.J 2004).
Peralatan yang dapat digunakan untuk mengukur volume udara yang masuk
mudah yaitu seseorang di minta untuk bernafas (menarik nafas dan menghembuskan
nafas) di mana hidung orang itu ditutup. Dari perbedaaan tekanan udara yang
diberikan seseorang ketika bernafas menyebabkan tabung yang berisi udara akan
bergerak naik turun, sementara itu drum pencatat bergerak memutar (sesuai jarum
jam) sehingga alat akan mencatat grafik pernapasan (sinyal respirasi) sesuai dengan
gerak tabung yang berisi udara. (Mawi. & Martiem 2005).
Kapasitas paru-paru setiap orang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan lain sebagainya.
Proyek ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari beberapa faktor tersebut
terhadap kapasitas vital paru-paru. Faktor yang hendak diteliti adalah faktor aktivitas
berolahraga dan kebiasaan merokok yang dilakukan responden.
2. Rumusan Masalah
2.1. Apakah usia, aktivitas olahraga dan kebiasaan merokok mahasiswa Unnes berpengaruh kapasitas vital paru-paru?
2.2. Bagaimana perbedaan kapasitas paru-paru mahasiswa yang aktif berolahraga dan mahasiswa yang memilliki kebiasaan merokok pada usia 17-20 tahun dengan usia 21-24 tahun?
3. Tujuan
a. Mengetahui pengaruh aktivitas olahraga dan kebiasaan merokok terhadap kapasitas vital paru-paru pada mahasiswa Unnes.
b. Mengetahui perbedaan kapasitas paru-paru mahasiswa yang aktif berolahraga dan mahasiswa yang memilliki kebiasaan merokok pada usia 17-20 tahun dengan usia 21-24 tahun.
4. Manfaat
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah bahan referensi, bahan literatur atau pustaka bagi penelitian yang lain yang memiliki kaitan khususnya dengan objek yang diteliti pada penelitian ini.
b. Manfaat Praktis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 1. Anatomi dan Fisiologi Paru Paru Manusia
paru (inspirasi) dan mengeluarkan udara alveolus dari dalam tubuh (ekspirasi). Untuk melakukan fungsi ventilasi, paru-paru mempunyai beberapa komponen penting, antara lain (Guyton, 1983 ; Wenzel dan Larsen, 1996) :
a. Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot, saraf perifer.
b. Parenkim paru yang terdiri dari saluran napas, alveoli, dan pembuluh darah.
c. Dua lapisan pleura, yakni pleura viseralis yang membungkus erat jaringan parenkim paru, dan pleura parietalis yang menempel erat ke dinding toraks bagian dalam. Di antara kedua lapisan pleura terdapat rongga tipis yang normalnya tidak berisi apapun.
d. Beberapa reseptor yang berada di pembuluh darah arteri utama.
Volume paru-paru dibagi menjadi empat macam, yakni (Guyton, 1983) : a. Volume tidal merupakan volume udara yang diinspirasikan dan
diekspirasikan pada setiap pernapasan normal
b. Volume cadangan merupakan volume tambahan udara yang dapat diinspirasikan di atas volume tidal normal
c. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan dengan ekspirasi kuat setelah akhir suatu ekspirasi
d. Volume residual adalah volume udara yang masih tersisa di dalam paru-paru setelah melakukan ekspirasi kuat.
Dalam menguraikan peristiwa-peristiwa pada siklus paru-paru, juga diperlukan kapasitas paru-paru yaitu (Guyton, 1983):
1. Kapasitas inspirasi
2. Kapasitas residual fungsional 3. Kapasitas vital paksa
4. Kapasitas total paru-paru.
2. Kapasitas Vital Paru-Paru Manusia
Paru-paru berfungsi dalam pertukaran gas antara udara luar dan darah yaitu
oksigen dari udara masuk ke darah, dan karbondioksida dari darah ke luar ke udara.
Proses pertukaran gas terjadi melalui lapisan yang terdiri dari epitel alveoli, membran
basalis, cairan antarsel endotel kapiler, plasma, membran sel darah merah, dan cairan
intrasel darah merah. Selain itu, terdapat selapis cairan tipis surfaktan di permukaan
alveoli yang menjaga supaya alveoli tetap menggelembung. Proses pertukaran gas
terjadi secara pasif, bergantung kepada selisih bagian gas yang ada di tiap
kompartemen. Proses pertukaran gas terjadi dengan cara difusi (Setiadji et al., 2008). Jumlah udara yang masuk ke dalam saluran napas bila bernapas kuat, dapat
melebihi 500 ml udara. Kelebihan udara tersebut disebut volume udara cadangan
3.100 ml (volume udara cadangan respiratori) + 500 ml (volume udara tidal) = 3.600
ml. Namun dalam kenyataan, lebih banyak lagi udara yang dapat ditarik bila inspirasi
mengikuti eskpirasi kuat. Selanjutnya apabila seseorang melakukan inspirasi normal
dan kemudian melakukan ekspirasi sekuat-kuatnya, maka akan dapat mendorong
keluar 1.200 ml udara, volume udara tersebut adalah volume udara cadangan
eskpiratori. Setelah volume udara cadangan eskpiratori dihembuskan, sejumlah udara
masih tetap berada dalam paru-paru, karena tekanan intrapleural lebih rendah
sehingga udara yang tinggal tersebut dipakai untuk mempertahankan agar alveoli tetap
sedikit menggembung, dan juga sejumlah udara masih tetap ada pada saluran udara
pernapasan. Udara yang masih berada pada saluran pernapasan tersebut adalah udara
residu yang jumlahnya kira-kira 1.200 ml (Anonim, 2010).
Kapasitas paru-paru dapat dihitung dengan menjumlahkan semua volume udara
paru. Kapasitas inspiratori adalah keseluruhan kemampuan inspirasi paru, yaitu
jumlah volume udara tidal dan volume cadangan inspiratori = 500 ml + 3.100 ml =
3.600 ml. Kapasitas residu fungsional adalah jumlah volume udara residu dan volume
udara cadangan ekspiratori = 2.400 ml. Kapasitas vital adalah volume udara cadangan
inspiratori = volume udara tidal + volume udara cadangan eskpiratori = 4.800 ml.
Jadi, kapasitas total paru merupakan jumlah semua volume udara yaitu = 6.000 ml
(Anonim, 2012).
Sistem pernafasan akan menurun diketahui dari kapasitas vital, yaitu setelah
menginjak usia 40 tahun. Kapasitas vital yang paling tinggi didapatkan pada usia 20
tahun dan sampai usia 30 tahun. Kemudian setelah menginjak usia 60 tahun makin
berkurang (Patriana R. et al, 2013).
Pada umumnya volume dan kapasitas paru-paru manusia hanya dipengaruhi
oleh usia dan jenis kelamin. Tetapi faktor penyakit dan aktifitas seseorang juga dapat
mempengaruhi kapasitas paru-paru. Seorang atlet dan pekerja bangunan atau kuli
Seorang yang mempunyai penyakit paru-paru atau asma juga mempunyai kapasitas
paru-paru yang berbeda dibandingkan dengan orang normal. Pada orang yang
memiliki penyakit asma (emfisema), diameter saluran udara pada paru-parunya
menyempit, sehingga aliran udara yang keluar masuk paru-paru menjadi berkurang.
Hal tersebut mengakibatkan adanya penurunan kapasitas paru-parunya. Kegiatan
inspirasi dan ekspirasi atau menghirup dan menghembuskan udara dalam bernapas
hanya menggunakan sekitar 500 cc volume udara pernapasan (kapasitas tidal = ± 500
cc).
Kapasitas tidal adalah jumlah udara yang keluar masuk paru-paru pada
pernapasan normal. Namun, dalam keadaan ekstrim atau olahraga, siklus pernapasan
memerlukan sekitar 1500 cc udara pernapasan (expiratory reserve volume). Secara
perhitungan matematis Kapasitas Total Paru-paru (KTP) dapat ditentukan dengan cara
mengukur hiperventilasi maksimal dalam satu menit, atau dengan kata lain Kapasitas
Vital (KV) ditambah Volume Residual (KR). Jadi nilai Kapasitas Total Paru-paru
(KTP) = KV + VR. Saat keadaan normal volume paru-paru manusia mencapai 4500
cc, yang disebut sebagai kapasitas total udara pernapasan manusia. Pada keadaan
normal, kegiatan inspirasi dan ekspirasi dalam pernapasan hanya mengunakan 500 cc
volume udara pernapasan atau disebut kapasitas tidal. 500 cc udara pernapasan yang
digunakan untuk alveolus hanya sebesar 350 cc saja, sisanya hanya mengisi saluran
pernapasan. Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam proses
bernapas mencapai 3500 cc, yang 1000 cc merupakan sisa udara yang tidak dapat
digunakan tetapi senantiasa mengisi bagian paru-paru sebagai residu atau udara sisa.
Kapasitas vital adalah jumlah udara maksimun yang dapat dikeluarkan seseorang
setelah mengisi paru-parunya secara maksimum (Rifa’i et al, 2013).
Aktivitas memiliki pengaruh terhadap kapasitas paru-paru, diantaranya dalam
berolahraga. Ventilasi paru-paru diketahui mempunyai hubungan linear dengan
konsumsi oksigen pada tingkat latihan yang berbeda. Pada saat latihan yang intensif
kebutuhan oksigen akan meningkat. Seorang atlet yang latihan teratur mempunyai
kapasitas paru yang lebih besar dibandingkan dengan individu yang tidak pernah
berlatih (Adegoke & Arogundade, 2002).
b. Kebiasaan Merokok
Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat
merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang di sekelilingnya.Dilihat dari
sisi individu yang bersangkutan, ada beberapa riset yang mendukung
pernyataan tersebut (Anonim, 2012).
Dilihat dari sisi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung
rokok seperti nikotin, CO (karbon monoksida) dan tar akan memacu kerja dari
susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis sehingga mengakibatkan
tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat (Kendal &
Hammen, 1998), menstimulasi kanker dan berbagai penyakit yang lain seperti
penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru, dan
bronchitis kronis (Kaplan dkk, 1993).
Dampak negative dari perilaku merokok bagi kehidupan manusia
merupakan kegiatan yang ‘fenomenal’. Artinya meskipun sudah diketahui akibat
negative merokok tetapi jumlah perokok bukan semakin menurun tetapi semakin
meningkat dan usia merokok semakin bertambah muda (remaja). Data WHO juga
semakin mempertegas bahwa seluruh jumlah perokok yang ada didunia sebanyak
30% adalah kaum remaja (Republika, 1998). Hampir 50% perokok di Amerika
Serikat termasuk usia remaja (Theodorus, 1994). Berdasarkan data tersebut dapat
dikatakan bahwa perilaku merokok sudah menjadi kebiasaan sejak masa remaja
Secara umum menurut Kurt Lewin, bahwa perilaku merokok merupakan
fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan
faktor-faktor dari dalam diri, juga disebabkan faktor lingkungan. Kebiasaan
merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas serta
jaringan paru-paru. Akibat perubahan anatomi saluran napas pada perokok akan
timbul perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala klinisnya
( Tandra dalam Muis et al., 2008).
Pada saluran napas, sel mukosa membesar (hipertrofili) dan kelenjar mukus
bertambah banyak. Pada saluran pernapasan kecil, terjadi radang ringan hingga
penyempitan akibat bertambahnya sel penumpukan lendir. Pada jaringan paru
terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli. Akibat perubahan
anatomi saluran napas, pada perokok akan timbul fungsi paru-paru dan segala
macam perubahan klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit
obstruksi paru menahun (Depkes RI 2003).
c. Hubungan Antara Usia dengan Kapasitas Vital Paru Paru
Umur berhubungan erat dengan proses penuaan, semakin tua seseorang maka akan terjadi penurunan elastisitas paru-parunya sehingga akan berpengaruh pada hasil tes fungsi paru. Faal paru tenaga kerja dipengaruhi oleh umur. Meningkatnya umur seseorang maka kerentanan terhadap penyakit akan bertambah, khususnya gangguan saluran pernapasan pada tenaga kerja. Faktor umur mempengaruhi kekenyalan paru sebagaimana jaringan lain dalam tubuh. Walaupun tidak dapat dideteksi hubungan umur dengan pemenuhan volume paru tetapi rata-rata telah memberikan suatu perubahan yang besar terhadap volume paru. Hal ini sesuai dengan konsep paru yang elastisitas (Mengkidi, 2006).
Menurut Siswanto (1991), bahwa pertambahan usia seseorang mempengaruhi jaringan pada tubuh. Fungsi elastisitas jaringan paru berkurang, sehingga kekuatan bernapas menjadi lemah, akibatnya volume udara pada saat pernapasan akan menjadi lebih sedikit. Sifat elastisitas paru tidak berubah pada usia 7-39 tahun, tetapi ada kecenderungan menurun setelah usia 25 tahun dan penurunan ini terlihat nyata setelah usia 30 tahun (Atmaja, 2007).
Tuberkolosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Micobacterium tuberculosis. Biasanya infeksi umum terjadi di paru-paru tetapi dapat mempengaruhi organ lain. Penyakit ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia
melalui tetesan cairan dari orang yang terinfeksi TB. TB paru-paru tetap menjadi
masalah kesehatan yang signifikan bagi manusia di dunia. Kira-kira 75% pasien TB
merupakan usia produktif. Kasus TB di Indonesia pada tahun 2012 yaitu 189 kasus
dalam 100,000 populasi dan jumlah kematian yaitu 27/100,000. Kasus kota Semarang
tahun 2011, jumlah pasien yang terinfeksi yaitu 557 orang (Saraswati, 2014).
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai
saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia.
Prevalensi TB di Indonesia dan Negara-negara sedang berkembang lainnya
cukup tinggi.
Pada tahun 2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian
besar diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia produktif (15–55
tahun). Angka kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per
hari dan terjadi >100.000 kematian per tahun.
Hal tersebut merupakan tantangan bagisemua pihak untuk terus berupaya
mengendalikan infeksi ini. Salah satu upaya penting untuk menekan penularan
TB dimasyarakat adalah dengan melakukan diagnosis dini yang definitif. b. Emfisema Paru Kronik
Emfisema paru kronik merupakan kelainan paru dengan patofisiologi berupa
infeksi kronik, kelebihan mucus, dan edema pada epitel bronchiolis yang
mengakibatkan terjadinya obstriktif dan destruktif paru yang kompleks sebagai akibat
mengkonsumsi rokok. Udara paru disertai dengan destruksi dari dindingnya.
Pelebaran ruang udara yang tidak disertai destruksi disebut overinflasi atau hiperinflasi. Beberapa jenis emfisema :
a) Emfisema sentrilobular : termasuk kelainan pada asinus proksimal (bronkioli
juga akan terjadi. Secara khas perubahan akan lebih sering dan lebih berat dibagian atas
daripada dibagian zone bawah lobus, bentuk emfisema ini adalah penyakit yang paling
dominan pada perokok ( Mengkidi 2006).
b) Emfisema panasinar : terjadi pelebaran alveoli yang progresif dan duktus alveoli,
serta hilangnya dinding batas antara duktus alveoli dan alveoli. Dengan progresifitas
dan destruktif dari dinding alveoli ini, ada simplikasi dari struktur paru. Bila proses
menjadi difus, biasanya lebih jelas tandanya pada lobus bawah, bentuk emfisema ini
lebih sering terjadi pada wanita dewasa, walaupun perokok dapat menyebabkan bentuk
dari emfisema ini, namun hubungan tersebut tidak sesering pada emfisema sentilobuler
( Mengkidi 2006).
c) Emfisema parasepta atau sub pleura : biasanya terbatas pada zona sub pleura
dansepanjang septa interlobaris, yang ditandai dengan keterlibatan asinus distal, alveoli
dan kadang-kadang duktus alveoli. Bentuk ini sering menimbulkan gelembung bula
yang besar langsung di bawah pleura, dan juga dapat menimbulkan pneumotoraks pada
dewasa muda ( Mengkidi 2006).
d) Emfisema ireguler : emfisema ini sering dihubungkan dengan paru-paru, bentuk ini
biasanya terbatas ekstensinya, karena itu hanya menyebabkan dampak yang kecil pada
fungsi pernapasan (Mengkidi, 2006).
c. Pneumonia
Pneumonia ini mengakibatkan dua kelainan utama paru yaitu penurunan luas permukaan membran pernafasan dan menurunnya resiko ventilasi perfusi. Kedua efek ini mengakibatkan menurunnya kapasitas paru( Mengkidi 2006).
d. Atelektasi
Atelektasi berarti alveoli paru mengempis atau kolaps. Akibatnya terjadi penyumbatan pada alveoli sehingga tahanan aliran darah meningkat dan terjadi penekanan dan pelipatan pembuluh darah sehingga volume paru berkurang ( Mengkidi 2006).
e. Asma
Penderita asma akan terjadi penurunan kecepatan ekspirasi dan volume
banyak sel dan elemennya.Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif
jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas,
dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik
tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.Asma merupakan
inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast,
eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan
berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas
pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma
intermiten maupun asma persisten.Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk
asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan
aspirin ( Mengkidi 2006).
f. Bronkhitis
Bronkitis kronik merupakan penyakit saluran napas yang sering didapat di
masyarakat. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan oleh karena sifatnya yang kronis
dan persisten dan progresif. Infeksi saluran nafas merupakan masalah klinis yang sering
dijumpai pada penderita bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya.
Eksaserbasi infeksi akut akan bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya.
Eksaserbasi dari PPOK didefinisikan sebagai kejadian akut dengan karakteristik
perburukan gejala respirasi yang biasanya lebih parah dari gejala normal dan biasanya
akan merubah pengobatan (Putra, 2013). Eksaserbasi infeksi akut akan mempercepat
kerusakan yang telah terjadi, disamping itu kuman yang menyebabkan eksaserbasi juga
berpengaruh terhadap mortalitas dan morbiditas penyakit ini. Semakin sering terjadi
eksaserbai, maka mortalitas juga akan dan morbiditas penyakit ini. Semakin sering
terjadi eksaserbasi, maka mortalitas juga akan semakin meningkat. Kontribusi Infeksi
1. Eksaserbasi infeksi akut mempercepat kerusakan yang telah terjadi.
2. Kuman yang menyebabkan eksaserbasi berpengaruh padamorbiditas dan
mortalitas.
3. Terjadi kolonisasi
4. Infeksi saluran napas berulang pada anak merupakan factor predisposisi
terhadap terjadinya bronkitis kronik (Soegito, 2004)
5. Spirometer
Peralatan yang dapat digunakan untuk mengukur volume udara yang masuk
dan keluar dari paru-paru adalah spirometer. Cara penggunaan spirometer cukup
mudah yaitu seseorang diminta untuk bernafas (menarik nafas dan menghembuskan
nafas) di mana hidung orang itu ditutup. Perbedaaan tekanan udara yang diberikan
seseorang ketika bernafas menyebabkan tabung yang berisi udara akan bergerak naik
turun, sementara itu drum pencatat bergerak memutar (sesuai jarum jam) sehingga
alat akan mencatat grafik pernapasan (sinyal respirasi) sesuai dengan gerak tabung
yang berisi udara (Rifa’i et al, 2013)
Spirometer adalah tes fisiologis untuk mengukur volume udara inspirasi dan
ekspirasi seorang individu. Sinyal utama yang diukur dengan menggunakan
spirometer adalah volume atau aliran udara. Spirometer sangat bermanfaat sebagai tes
screening terhadap kesehatan pernafasan, terutama bagi seorang perokok (Zees,
2013).
Metode sederhana untuk meneliti ventilasi paru adalah merekam volume
pergerakan udara yang masuk dan keluar dari paru, dengan proses yang dinamakan
spirometri, dengan menggunakan alat spirometer, dari spirometri didapatkan dua
istilah yaitu volume dan kapasitas paru paru. Latihan fisik akan menyebabkan otot
menjadi kuat. Perbaikan fungsi otot, terutama otot pernapasan menyebabkan
pernapasan lebih efisien pada saat istirahat (Artha et al, 2013).
Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian
digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa.Volume Ekspirasi Paksa
(VEP) atau Forced Expiratory Volume (FEV) adalah volume dari udara yang
dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum dengan usaha paksa
minimum, diukur pada jangka waktu tertentu.Biasanya diukur dalam 1 detik (VEP1).
Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari
udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh
ekspirasi paksa minimum (Artha et al, 2013).
Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi
paru secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi
dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif
(hambatan pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi
paru obstruktif bila nilai VEP1/KVP kurang dari 70% dan menderita gangguan fungsi
paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai
standard (Lakhsamanan, 2013).
Sebenarnya cara kerja spirometer cukup mudah yaitu sesorang disuruh bernafas (menarik nafas dan menghembuskan nafas) di mana hidung orang itu ditutup. Tabung yang berisi udara akan bergerak naik turun, sementara itu drum pencatat bergerak putar (sesuai jarum jam) sehingga pencatat akan mencatat sesuai
dengan gerak tabung yang berisi udara. ini.
Pada waktu istirahat, spirogram menunjukkan volume udara paru-paru 500 ml. Keadaan ini disebut tidal volume. Pada permulaan dan akhir pernafasan terdapat keadaan reserve; akhir darisuatu inspirasi dengan suatu usaha agar mengisi paru-paru dengan udara, udara tambahan ini disebut inspiratory reserve volume, jumlahnya sebanyak 3.000 ml. Demikian pula akhir dari suatu respirasi, usaha dengan tenaga untuk mengeluarkan udara dari paru-paru, udara ini disebut dengan expiratory reserve volume yang jumlahnya kira-kira 1.100 ml. Udara yang tertinggal setelah ekspirasi secara normal disebut fungtional residual capacity (FRC). Seorang yang bernapas dalam keadaan baik inspirasi maupun ekspirasi, kedua keadaan yang ekstrim ini
Dalam keadaan normal, vital capacity sebanyak 4.500 ml. Dalam keadaan apapun paru-paru tetap mengandung udara, udara ini disebut residual volume (kira-kira 1.000 ml) untuk orang dewasa. Untuk membuktikan adanya residual volume, penderita diminta untuk bernafas dengan mencampuri udara dengan helium, kemudian dilakukan pengukuran fraksi helium pada waktu ekspirasi. Di klinik biasanya dipergunakan spirometer. Penderita diminta untuk bernafas dalam satu menit yang disebut respiratory minute volume. Maksimum volume udara yang dapat dihirup selama 15 menit disebut maximum voluntary ventilation. Maksimum ekspirasi setelah maksimum inspirasi sangat berguna untuk mengetes penderita emphysema dan penyakit obstruksi jalan pernafasan. Penderita normal dapat mengeluarkan udara kira-kira 70% dari vital capacity dalam 0.5 detik.; 85% dalam satu detik; 94% dalam 2 detik; 97% dalam 3 detik. Normal peak flow rate 350-500 liter/menit.
BAB III
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. DATA DAN ANALISIS DATA
1. Data yang diperoleh
Data yang diperoleh merupakan hasil dari 40 probandus yang mana masing-masing kategori terdiri dari 5 mahasiswa. Data tersebut disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Data Hasil Pengamatan
1 A1 Andre 20 2700 2520 2680 2633,3
2 A1 Wijiyanto 20 2900 3100 2850 2950,0
3 A1 Raka Kusuma 18 2200 2000 2300 2166,7
4 A1
Ahmad
Choerrudin 19 2000 2100 2150 2083,3
5 A1 Dwi 17 2800 2900 2750 2816,6
6 A2 Idris Habibah 23 1800 2500 2300 2200,0
7 A2
9 A2 Anjar Prayogo 24 2550 2400 2500 2483,3
10 A2 Fajar 22 2520 2500 2600 2540,0
11 B1 Feri Riskiana 19 2500 2150 2600 2416,6
12 B1 Slamet 18 2300 1950 2200 2150,0
13 B1 Wahyu 17 2400 2500 2320 2406,6
14 B1 Toni 20 2600 2550 2400 2516,6
15 B1 Rizal 20 2450 2600 2750 2600,0
17 B2 Yusuf 22 2400 2250 2320 2323,3
18 B2 Syarif Hidayat 22 2000 2100 2300 2133,3
19 B2 M Anwaruddin Zuhri 21 2400 2350 2450 2400,0
20 B2 Ardi Rijal Fauzi 21 2400 2300 2450 2383,3
21 C1 Handono 20 3000 3500 3300 3266,6
22 C1 Rama 19 3400 3550 3620 3523,3
23 C1 Galih H 20 3820 3900 3800 3840,0
24 C1 Topik F 18 3750 3800 3720 3756,7
25 C1 Candra 17 3800 3900 3900 3866,7
26 C2 Doris 21 3500 3600 3450 3516,6
27 C2 Andi 21 2750 2950 2800 2833,3
28 C2 Fikri Ferdiansyah 22 3000 2850 2900 2916,6
29 C2 Sigi Priyo W 21 3400 3800 3650 3616,6
30 C2 Syamsul Anwar 22 3800 3900 3720 3806,6
31 D1 Erik Prasetyo 19 2700 2700 2750 2716,6
32 D1 Dwi Ari Nugroho 19 2350 2350 2400 2366,6
33 D1 Zuhrufi Maulana 20 2100 2350 2250 2233,3
34 D1 Bagas Asri P 17 3100 3020 3100 3073,3
35 D1 Rendi H 18 3020 3100 2900 3006,6
36 D2 Dinullah Alhaq 21 3000 3250 3300 3183,3
37 D2 Kurnia Bagus 22 2650 2500 2550 2566,6
38 D2 Eko Budi W 22 2500 2650 2600 2583,3
39 D2
Bonatan S.
Muzzamil 23 2400 2500 2450 2450,0
40 D2 Dimas F 24 2600 2500 2700 2600,0
2. Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian observasional untuk mengukur kapasitas vital paru-paru responden dengan 8 kelompok sesuai kriteria usia, kebiasaan merokok dan kebiasaan berolahraga. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Varian atau Anava. Berikut analisis data yang telah diperoleh :
2.1. Hipotesis yang hendak diuji adalah
H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara usia, kebiasaan olahraga dan
merokok mahasiswa laki-laki Unnes terhadap kapasitas vital paru-paru. H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara usia, kebiasaan olahraga dan
merokok mahasiswa laki-laki Unnes terhadap kapasitas vital paru-paru. Tabel 2. Tabel Data Dasar dan Ukuran Statistik
Uji statistik
Kapasitas Vital Paru-Paru Responden (liter) Total
A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2
2,95 2,41 2,15 2,32 3,52 2,83 2,36 2,56
2,16 2,74 2,4 2,13 3,84 2,91 2,23 2,58
2,08 2,48 2,51 2,4 3,75 3,61 3,07 2,45
2,81 2,54 2,6 2,38 3,86 3,8 3,0 2,6
ΣX 12,6 12,3 12,1 11,7 18,2 16,6 13,39 13,38 110,2
2.4. Menghitung Mean Kuadrat dalam kelompok (MKdal) dan Mean Kuadrat antar
Tabel 3. Tabel Data Sumber Variasi
Sumber olahraga dan kebiasaan merokok mahasiswa laki-laki Unnes terhadap kapasitas vital paru-paru.
B. PEMBAHASAN
Kapasitas vital paru merupakan jumlah oksigen yang dapat dimasukkan ke dalam tubuh atau paru seseorang secara maksimal. Jumlah oksigen yang dapat dimasukkan ke dalam paru ditentukan oleh kemampuan kembang kempisnya sistem pernapasan. Semakin baik kerja sistem pernapasan
pada dinding dada, pleura tersebut juga ikut terangkat. Pleura viselaris mengikuti pleura parietalis
dan volume interior torak terangkat. Paruparu mengembang untuk mengisi ruang tersebut dan udara dihisap ke dalam bronkhiolus. Organ yang berhubungan dengan pernapasan akan ikut bekerja saat
bernapas di dalam air atau berenang(Soeparmo, 1985).
Pada waktu istirahat, spirogram menunjukkan volume udara paru-paru 500 ml. Keadaan ini disebut tidal volume. Pada permulaan dan akhir pernafasan terdapat keadaan reserve; akhir darisuatu inspirasi dengan suatu usaha agar mengisi paru-paru dengan udara, udara tambahan ini disebut inspiratory reserve volume, jumlahnya sebanyak 3.000 ml. Demikian pula akhir dari suatu respirasi, usaha dengan tenaga untuk mengeluarkan udara dari paru-paru, udara ini disebut dengan expiratory reserve volume yang jumlahnya kira-kira 1.100 ml. Udara yang tertinggal setelah ekspirasi secara normal disebut fungtional residual capacity (FRC). Seorang yang bernapas dalam keadaan baik inspirasi maupun ekspirasi, kedua keadaan yang ekstrim ini disebut vital capacity.
Dalam keadaan normal, vital capacity sebanyak 4.500 ml. Dalam keadaan apapun paru-paru tetap mengandung udara, udara ini disebut residual volume (kira-kira 1.000 ml) untuk orang dewasa. Untuk membuktikan adanya residual volume, penderita disuruh bernafas dengan mencampuri udara dengan helium, kemudian dilakukan pengukuran fraksi helium pada waktu ekspirasi. Di klinik biasanya dipergunakan spirometer. Penderita disuruh bernafas dalam satu menit yang disebut respiratory minute volume. Maksimum volume udara yang dapat dihirup selama 15 menit disebut maximum voluntary ventilation. Maksimum ekspirasi setelah maksimum inspirasi sangat berguna untuk mengetes penderita emphysema dan penyakit obstruksi jalan pernafasan. Penderita normal dapat mengeluarkan udara kira-kira 70% dari vital capacity dalam 0.5 detik.; 85% dalam satu detik; 94% dalam 2 detik; 97% dalam 3 detik. Normal peak flow rate 350-500 liter/menit.
Dari data dan analisis data yang diperoleh dengan menggunakan metode anava, terdapat perbedaan F hitung dengan F table, hal ini menunjukkan bahwa aktifitas olahraga, kebiasaan merokok, dan perbedaan usia mempengaruhi kapasitas vital paru-paru seseorang. Perbedaan F hitung dengan F table adalah dengan α 0,05 adalah 2,32 sedangkan dengan α 0,01 adalah 3,25 dan F hitung nya adalah 33,3.
a. Peringkat pertama memiliki kapasitas vital paru-paru dengan volume tertinggi yaitu mahasiswa yang tidak merokok, berolahraga, dan berusia 17-20 tahun.
Pada kelima probandus dengan rentang usia 17-20 ahun , didapat hasil bahwa
kapasitas paru paru mereka lebih tinggi dibanding keenam kategori dibawahnya. Hal ini sesuai dengan teori bahwa orang yang memiliki aktivitas tinggi (dalam hal ini berolaraga/jogging) sering melakukan latihan akan memungkinkan terjadinya
peningkatan pemakaian oksigen permenit sehingga kapasitas vital parunya akan lebih tinggi. Kemudian ditambah probandus tidak memiiki keiasaaan merokok sehingga paru parunya tidak mengalami kerusakan fungsional oleh kandungan kimia asap rokok sehingga kapasitas paru parunya baik. Dari segi usia, kelima probandus
memiliki rentang umur antara 17- 20 tahun. Menurut Siswanto (1991) sifat elastisitas paru paru tidak berubah pada usia 7-39 , tetapi ada kecenderungan menurun setelah usia 25 tahun dan penurunan ini terlihat nyata setalah umur 30 tahun sehingga kelima probandus memiliki kapasitas paru paru yang baik.
b. Peringkat kedua yaitu mahasiswa yang tidak merokok, berolahraga dan berusia 21-25 tahun
Pada kelima probandus dengan rentang usia 21-25 ahun , didapat hasil bahwa kapasitas paru paru mereka lebih rendah dibanding kategori tidak merokok,
berolahraga, 7-20 tahun . Hal ini sesuai dengan teori bahwa orang yang memiliki aktivitas tinggi (dalam hal ini berolaraga/jogging) sering melakukan latihan akan memungkinkan terjadinya peningkatan pemakaian oksigen permenit sehingga kapasitas vital parunya akan lebih tinggi. Kemudian ditambah probandus tidak memiiki keiasaaan merokok sehingga paru parunya tidak mengalami kerusakan fungsional oleh kandungan kimia asap rokok sehingga kapasitas paru parunya baik, dari segi umur, kelima probandus memiliki rentang umur antara 21-25 tahun sehingga terdapat penurunan dari umur 17-20 karena menurut siswanto (1991), sifat elastisitas paru paru tidak berubah pada usia 7-39 , tatapi ada kecenderungan menurun setelah usia 25 tahun dan penurunan ini terlihat nyata setalah umur 30 tahun sehingga kelima probandus memiliki kapasitas paru paru yang baik, sehinga antara usia 17-20 dengan 21-25 kapasitas paru parunya lebih tinggi yang 17-20 tahun karena usia mereka jauh lebih muda jadi kapasitas paru parunya lebih besar
c. Mahasiswa yang tidak merokok, tidak berolahraga, dan berusia 21-25 tahun.
kapasitas paru-paru dengan bermacam jenis olahraga, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa responden kategori ini memiliki kapasitas paru yang tidak jauh dari angka normal dan memiliki sifat elastisitas paru-paru yang belum mengalami kecenderungan menurun. Karena sifat elastisitas paru-paru tidak berubah pada usia 7-39 tahun, tetapi ada kecenderungan menurun setelah usia 25 tahun. Dan penurunan ini terlihat nyata setelah umur 30 tahun (Siswanto 1991).
d. Mahasiswa yang tidak merokok, tidak berolahraga, dan berusia 21-25 tahun.
Aktivitas memiliki pengaruh terhadap kapasitas paru-paru, diantaranya dalam berolahraga.Ventilasi paru-paru diketahui mempunyai hubungan linear dengan konsumsi oksigen pada tingkat latihan yang berbeda. Pada saat latihan yang intensif kebutuhan oksigen akan meningkat. Seorang atlet yang latihan teratur mempunyai kapasitas paru yang lebih besar dibandingkan dengan individu yang tidak pernah berlatih (Adegoke dan Arogundade, 2002). Seseorang yang tidak pernah melakukan aktivitas olahraga, paru-paru tidak mendapat latihan yang intensif untuk melatih laju inspirasi pernafasan. Berkurangnya aktifitas fisik akan membuat daya tahan otot tidak mengalami peningkatan sehingga fungsi pernafasan juga tidak meningkat. Sifat elastisitas paru-paru tidak berubah pada usia 7-39 tahun, tetapi ada kecenderungan menurun setelah usia 25 tahun. Penurunan ini terlihat nyata setelah umur 30 tahun (Siswanto 1991). Sehingga dapat disimpulkan bahwa responden kategori ini memiliki kapasitas paru-paru yang tidak jauh dari angka normal dan memiliki sifat elastisitas paru-paru yang sudah mengalami sedikit kecenderungan menurun.
e. Mahasiswa yang merokok, berolahraga dan berusia 17-25 tahun.
responden yang termasuk perokok berat, terdapat 2 orang (66,7%) yang memiliki kapasitas paru-paru normal dan 1 orang yang (33,3%) yang memiliki kapasitas paru tidak normal. Probandus yang merokok, berolahraga dan berusia 17-25 tahun memiliki kapasitas vital lebih rendah daripada usia 21-25 tahun dengan kebiasaan tidak merokok, tidak berolahraga, hal ini membuktikan bahwa merokok memberi pengaruh besar terhadap kapasitas vital paru-paru, sehingga kapasitas vital paru-paru rendah.
Dampak yang ditimbulkan akibat kebiasaan merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Akibat perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru pada perokok akan timbul permasalahan fungsi paru (khususnya dapat menurunkan kapasitas vital paru-paru) dengan segala macam gejala klinis diantaranya sesak napas dan batuk.
f. Mahasiswa yang merokok, berolahraga, dan berusia 21-25 tahun.
Mahasiswa yang berusia 21-25 tahun dan memiliki kebiasaan merokok namun menyukai aktifitas berolahraga memiliki kapasitas vital paru-paru yang cukup tinggi, meskipun memiliki kebiasaan olahraga namun kebiasaan merokok akan mempengaruhi kapasitas vital paru-paru. Apabila dilihat dari sisi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO (karbon monoksida) dan tar akan memacu kerja dari susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat (Kendal & Hammen, 1998), menstimulasi kanker dan berbagai penyakit yang lain seperti penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru, dan bronchitis kronis (Kaplan et al, 1993).
g. Mahasiswa yang merokok, tidak berolahraga, dan berusia 17-20 tahun.
h. Mahasiswa yang merokok, tidak berolahraga, dan berusia 21-25 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Adegoke OA, Arogundade O. 2002. The effect of chronic exercise on lung function and basal metabolic rate some Nigerian athlete. African Journal of Biomedical Research. 5: 9-11.
Anonim. 2008d. Pulmonary structure an function. http://www.cristina.prof.ufsc. br/respiratorio/mcardle_pulmonary-struc-function-ch12-connection.pdf
Anonim. 2011. Kapasitas paru-paru sebelum dan sesudah berolahraga. Penjaskesrek Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala.
Mengkidi, Dorce. 2006. Gangguan Fungsi Paru dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya pada Karyawan PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi SelatanTesis.UniversitasDiponegoro.(online).
http://eprints.undip.ac.id/15485/1/Dorce_Mengkidi.pdf.Diakses tanggal 5 Mei 2015
Setiadi. 2007. Anatomi & Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sloane, ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC.