BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para Kepala Negara dan
perwakilan dari 189 negara dalam sidang Persatuan Bangsa-Bangsa di New York
pada bulan September 2000 menegaskan kepedulian utama masyarakat dunia untuk
bersinergi dalam mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium
Development Goals-MDGs) pada tahun 2015. Tujuan MDGs menempatkan manusia
sebagai fokus utama pembangunan yang mencakup semua komponen kegiatan yang
tujuan akhirnya ialah kesejahteraan masyarakat (Bapenas, 2012).
Komitmen Indonesia untuk mencapai MDGs mencerminkan komitmen
Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan memberikan kontribusi
kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia. Karena itu, MDGs merupakan
acuan penting dalam penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional.
Pemerintah Indonesia telah mengutamakan MDGs dalam rencana pembangunan
nasional, termasuk kesehatan (Depkes RI, 2012).
Sehat menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) didefinisikan sebagai suatu
keadaan sejahtera sempurna dari fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya terbatas
pada bebas dari penyakit dan kecacatan. (WHO, 2000). Sejalan dengan
perkembangan, maka definisi tersebut sudah dirasakan perlu direvisi kembali, karena
pada tahun 1986 disebutkan bahwa sehat itu bukan hanya sekedar tujuan hidup, tetapi
merupakan alat untuk hidup secara produktif (Ahmad, 2009).
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk
keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan
kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan, dengan tujuan guna
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Kesinambungan
dan keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan oleh tersedianya pedoman
penyelenggaraan pembangunan kesehatan (Kemenkes RI, 2011).
Upaya kesehatan di Indonesia belum terselenggara secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan yang bersifat
peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) masih dirasakan kurang. Jumlah
sarana dan prasarana kesehatan masih belum memadai. Tercatat jumlah Puskesmas
untuk seluruh Indonesia sebanyak 7.237 unit, Puskesmas Pembantu sebanyak 21.267
unit dan Puskesmas Keliling 6.392 unit. Untuk rumah sakit terdapat sebanyak 1.215
RS, terdiri dari 420 RS milik pemerintah, 605 RS milik swasta, 78 RS milik BUMN
dan 112 RS milik TNI & Polri, dengan jumlah seluruh tempat tidur sebanyak 130.214
buah. Penyebaran sarana dan prasarana kesehatan belum merata. Rasio sarana dan
prasarana kesehatan terhadap jumlah penduduk di luar pulau Jawa lebih baik
dibandingkan dengan di Pulau Jawa. Hanya saja keadaan transportasi di luar Pulau
Secara implementasi, sistem kesehatan bersifat dinamis dan sangat
dipengaruhi berbagai kondisi ekonomi, politik dan budaya suatu negara (Adisasmito,
2008). Dengan kata lain, sistem kesehatan merupakan kombinasi antara institusi
kesehatan, sumber daya manusia pendukung, mekanisme finansial, sistem informasi,
mekanisme jaringan organisasi dan manajemen struktur yang di dalamnya termasuk
komponen administrasi (Lassey, 1997).
Salah satu upaya kesehatan dasar yang merupakan program minimal dan
harus dilaksanakan setiap Puskesmas adalah Program Promosi Kesehatan dengan
melaksanakan berbagai kegiatan promosi hidup bersih dan sehat dengan indikator
keberhasilan adalah perbaikan perilaku sehat masyarakat (Depkes RI, 2002). Promosi
Kesehatan menurut Piagam Ottawa diartikan sebagai suatu proses yang
memungkinkan seseorang untuk meningkatkan dan mengontrol derajat kesehatannya,
baik secara individu, kelompok maupun masyarakat (Siregar, 2009).
Dalam mengimplementasikan program promosi kesehatan di puskesmas
dibutuhkan sumber daya yang andal dalam melaksanakannya. Kajian Muninjaya
(2004) menjelaskan bahwa visi dan misi baru puskesmas di era desentralisasi kurang
dihayati baik oleh pimpinan maupun staf puskesmas. Hal itu mengakibatkan upaya
advokasi dan juga pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan menjadi kurang
mendapat sambutan di masyarakat. Masalah lain adalah Sistem Informasi Manajemen
Puskesmas (SIMPUS) yang bertujuan untuk proses penyusunan rencana strategis
Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk
menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik
itu melalui media cetak, elektonika, dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat
meningkatkan pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat merubah perilakunya
ke arah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Menurut Suhardjo (2003),
media sebagai sarana belajar mengandung pesan atau gagasan sebagai perantara
untuk menunjang proses belajar atau penyuluhan tertentu yang telah direncanakan.
Menurut Notoatmodjo (2005), promosi kesehatan tidak dapat lepas dari media
karena melalui media, pesan-pesan disampaikan dengan mudah dipahami dan lebih
menarik. Media juga dapat menghindari kesalahan persepsi, memperjelas informasi,
mempermudah pengertian. Disamping itu, dapat mengurangi komunikasi yang
verbalistik dan memperlancar komunikasi. Dengan demikian sasaran dapat
mempelajari pesan tersebut dan mampu memutuskan mengadopsi perilaku sesuai
dengan pesan-pesan yang disampaikan. Simnett dan Ewles (1994) menambahkan
bahwa metode mengajar dan alat belajar seperti leaflet, poster dan video banyak
dipakai dalam praktik promosi kesehatan.
Dalam beberapa tahun belakangan, promosi kesehatan menjadi penting untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Isu-isunya juga beragam, salah satunya
adalah kesehatan ibu dan anak (KIA). Tujuan utamanya adalah mencegah morbiditas
dan mortalitas ibu dan bayi. Topik promosi kesehatan KIA juga beragam, namun
yang umum dan paling banyak diangkat adalah inisiasi menyusui dini (IMD) dan ASI
kematian bayi antara usia 9 – 12 bulan meningkat 40 % jika bayi tersebut tidak
disusui. Untuk bayi berusia dibawah 2 bulan, angka kematian ini meningkat, sekitar
40 % kematian balita terjadi satu bulan pertama kehidupan bayi. Inisiasi Menyusu
Dini (IMD) dapat mengurangi 22 % kematian bayi 28 hari, berarti Inisiasi Menyusu
Dini (IMD) mengurangi kematian balita 8,8 % (Roesli, 2008).
Angka kematian bayi di Indonesia masih tinggi, yaitu 34 per 1000 kelahiran
hidup. Fakta menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif dapat mencegah 13%
kematian balita. Demikian juga dengan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dapat
menyelamatkan 22% kematian bayi baru lahir (neonatal). Data survey demografi dan
kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa cakupan ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan
di Indonesia menunjukkan penurunan dari 62,2% (2007) menjadi 56,2% (2008).
Sementara berdasarkan Riskesdas tahun 2010 capaian ASI Ekslusif pada bayi sampai
berumur 6 bulan hanya 15,3% saja. Hal ini disebabkan antara lain karena rendahnya
pengetahuan para ibu mengenai manfaat ASI dan cara menyusui yang benar,
kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari Petugas Kesehatan,
persepsi – persepsi sosial budaya yang menentang pemberian ASI, kondisi yang
kurang memadai bagi para ibu yang bekerja dan pemasaran agresif oleh perusahan –
perusahaan susu formula yang tidak saja mempengaruhi para ibu namun juga petugas
Kesehatan (Kemenkes RI, 2011 dan Baskoro, 2008).
Menurut data Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (2010) menunjukkan
bahwa, pemberian ASI ekslusif pada bayi di Sumatera Utara mencapai 25,43% dan pada
cakupan ASI Eksklusif yang ditargetkan dalam Program Pembangunan Nasional
(Propenas) adalah 80%. Berdasarkan Data Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat (2010)
di Kabupaten Langkat hanya 29,83% bayi yang mendapat ASI Eksklusif.
Salah satu upaya penanggulangan masalah tersebut diatas antara lain dengan
metode promosi kesehatan yang efektif. Metode promosi kesehatan yang paling
sering dilakukan adalah metode ceramah. Adapun kelemahan ceramah adalah pesan
yang terinci mudah dilupakan setelah beberapa lama. Selain itu ceramah juga
mementingkan kreadibilitas komunikator sehingga ketertarikan komunikan terhadap
materi tergantung kemampuan komunikator. Lain hal bila promosi kesehatan
dilakukan dengan menggunakan grafis, misalnya booklet atau video. Keuntungan
penggunaan media tersebut dalam promosi kesehatan yaitu dapat menghindari
kesalahan pemahaman, memperjelas pesan yang disampaikan, materi atau pesan
mudah diingat dan tahan lama, serta sasaran promosi kesehatan lebih memiliki
perhatian yang banyak dibandingkan metode ceramah (Notoatmodjo, 2007).
Hasil penelitian Sitepu (2008), menunjukkan bahwa metode promosi
kesehatan dengan menggunakan metode ceramah dengan pemutaran video lebih
efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu tentang pneumonia di
Kabupaten Langkat dibandingkan metode ceramah tanpa pemutaran video. Hal ini
berarti metode promosi kesehatan dengan grafis lebih efektif dibandingkan metode
ceramah.
Menurut penelitian Zulaekah (2012), dimana pendidikan gizi diberikan
asupan makan terutama asupan besi dan kadar hemoglobin anak akan meningkat.
Pendidikan gizi secara komprehensif dengan alat bantuan booklet pada anak, orang
tua dan guru kelas di Semarang dapat meningkatkan pengetahuan gizi anak sekolah
dasar yang anemia.
Kabupaten Langkat adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi
Sumatera Utara. Dinas Kesehatan Langkat memiliki tujuan pembangunan kesehatan
bagi masyarakat di Kabupaten Langkat. Namun, berdasarkan profil kesehatan
Kabupaten Langkat Tahun 2012, menunjukkan angka morbiditas dan mortalitas yang
belum mencapai standar yang ditetapkan Departemen Kesehatan RI. Misalnya saja,
angka kematian bayi di kabupaten ini yang mencapai 4,74 per 1000 kelahiran hidup.
Angka pemberian ASI eksklusif di kabupaten ini juga masih rendah, yaitu sekitar
29,83% pada tahun 2010, 30,46% di tahun 2011, 38,48% pada tahun 2012 dan
Inisiasi Menyusu Dini masih sangat rendah (Dinkes Langkat, 2012).
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti, masih kurang
beragamnya metode penyuluhan yang dilaksanakan dan cenderung dengan media
yang sama yaitu dengan media ceramah. Menurut beberapa bidan dan petugas
kesehatan lainnya, informasi tentang Inisiasi Menyusu Dini belum pernah diberikan
kepada masyarakat. Peranan media promosi kesehatan tentang ASI Ekslusif yang ada
dalam bentuk poster dan buku KIA ternyata belum efektif untuk mencapai tujuan
perubahan perilaku sasaran yang sesuai dengan harapan.
Media yang efektif adalah media yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
Langkat selama ini hanya sebatas komunikasi langsung dan belum intensif. Sehingga
perlu dilakukan pengembangan media promosi kesehatan sesuai kebutuhan
masyarakat setempat. Oleh karena itu peneliti merasa perlu dirancang suatu media
yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai budaya masyarakat sehingga pesan
dapat efektif untuk merubah pengetahuan dan sikap ibu tentang Inisiasi Menyusu
Dini (IMD) dan ASI Ekslusif. Media promosi kesehatan yang akan digunakan adalah
video dan booklet dengan pertimbangan yang sudah dikenal masyarakat, mudah
dipahami, lebih menarik dan dapat diulang –ulang.
Kabupaten langkat terdiri dari 23 kecamatan dengan jumlah puskesmas
sebanyak 30 puskesmas. Dari seluruh wilayah kerja puskesmas yang ada, tercatat
bahwa capaian ASI Ekslusif di Puskesmas Stabat masih rendah yaitu 13,08% pada
tahun 2011 dan 14,69% pada tahun 2012 dan menjadi lokasi penelitian untuk melihat
efektivitas media promosi kesehatan video dan booklet.
1.2Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat kita ketahui bahwa permasalahan
dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya efektivitas promosi kesehatan dengan
media video dan booklet terhadap pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) dan ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Stabat
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas promosi
kesehatan dengan media video dan booklet terhadap pengetahuan dan sikap ibu hamil
tentang Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas
Stabat Kabupaten Langkat tahun 2013.
1.4 Hipotesis
1. Ada perbedaan rata-rata pengetahuan dan sikap ibu hamil sebelum dan sesudah
promosi kesehatan dengan media video tentang IMD dan ASI Ekslusif di wilayah
kerja puskesmas Stabat tahun 2013.
2. Ada perbedaan rata-rata pengetahuan dan sikap ibu sebelum dan sesudah
promosi kesehatan dengan media booklet tentang IMD dan ASI Ekslusif di
wilayah kerja puskesmas Stabat tahun 2013.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten dalam merancang
program promosi kesehatan agar lebih efektif dengan memperhatikan
media-media yang cocok dalam penyampaian pesan kesehatan sehingga masyarakat
mudah untuk menyerapnya.
2. Memberikan masukan bagi Puskesmas Stabat untuk memilih dan mendesain
media promosi kesehatan yang baik sehingga pengunjung puskesmas mudah
kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Stabat, khususnya mengenai
IMD dan ASI Eksklusif.
3. Bagi kalangan akademik, penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai kontribusi
untuk memperkaya khasanah keilmuan pada umumnya dan pengembangan