11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan Publik
2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik
Secara etimilogis, istilah kebijakan atau policy berasal dari bahasa Yunani
“polis” berarti Negara. Akhirnya masuk ke dalam bahasa Inggris “policie” yang
artinya berkenaan dengan pengendalian masalah-masalah publik atau administrasi
pemerintahan, (William N Dunn, 2000 : 22).
Istilah “kebijakan” atau ”policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku
seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu badan
pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu, (Budi
Winarno 2002 : 14). Pengertian kebijakan seperti ini dapat kita gunakan dan
relatif memadai untuk pembicaraan-pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan
sistematis menyangkut analisis kebijakan publik. Sedangkan kata publik sendiri
sebagian orang mengartikan sebagai Negara.
Namun demikian, kebijakan publik merupakan konsep tersendiri yang
mempunyai arti dan defenisi khusus akademik. Defenisi kebijakan publik menurut
para ahli sangat beragam. Menurut Easton, 1969 (Hesel Nogi Tangkilisan 2003 :
2), kebijakan publik adalah sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk
seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah
yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut
12
bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Menurut Carl Friedrich,
1963 (Budi Winarno : 19), mendefenisikan kebijakan publik sebagai arah
tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu
lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan
kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan
mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran
dan maksud tertentu.
Namun demikian dalam mendefenisikan kebijakan adalah bahwa
pendefenisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian mengenai apa yang
sebenarnya dilakukan daripada apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai
suatu persoalan tertentu. Menurut James E Anderson (Ibid 2002 : 16),
mendefenisikan kebijakan publik adalah arah tindakan yang mempunyai maksud
yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu
masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini dianggap tepat karena
memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan atau bukan pada apa
yang diusulkan atau dimaksudkan.
Berdasarkan pengertian para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
kebijakan publik merupakan serangkaian tindakan yang menjadi keputusan
pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertujuan untuk
13 2.1.2 Proses Kebijakan Publik
Adapun kebijakan publik memiliki tahap-tahap yang cukup kompleks
karena memiliki banyak proses dan variabel yang harus dikaji. Menurut William
Dunn 1998 (Budi Winarno : 28), tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai
berikut :
a. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan msalah pada
agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetensi
terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada
akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan pada
perumusan kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak
tersentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk
masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.
b. Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)
Masalah yang telah masuk ke dalam agenda kebijakan kemudian
dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi
didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik.
Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada.
Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam
agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing
14 c. Adopsi Kebijakan (Policy Adoption)
Dari sekian alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus
kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut
diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara
direktur lemabaga atau keputusan peradilan.
d. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika
program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program
kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah
harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan
administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah.
Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi
yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap
implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa
implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun
beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.
e. Evaluasi Kebijakan (Policy Evaluation)
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau
dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah mampu
memecahkan masalah. Kebijakan publik yang pada dasarnya dibuat
untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki
15
kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan
publik telah meraih dampak yang diinginkan.
2.2 Implementasi Kebijakan
2.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses
kebijakan publik. Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan
elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Implementasi kebijakan
dipandang dalam pengertian yang luas merupakan tahap dari proses kebijakan
segera setelah Undang-Undang . implementasi dipandang secara luas mempunyai
makna pelaksanaan Undang-Undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur,
dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya
meraih tujuan-tujuan kebijakan dan program-program. Implementasi pada sisi
yang lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami
sebagai suatu proses, suatu keluaran (output) maupun sebagai suatu dampak
(outcome).
Menurut Riant Nugroho (2007), Implementasi dikonseptualisasikan
sebagai suatu proses, atau sebagai rangkaian keputusan dan tindakan yang
ditujukan agar keputusan yang diterima oleh lembaga legislatif bisa dijalankan.
Implementasi diartikan dalam konteks keluaran, atau sejauh mana tujuan-tujuan
yang telah direncanakan mendapat dukungan, seperti tingkat pengeluaran belanja
16
implementasi mempunyai makna bahwa telah ada perubahan yang bisa diukur ke
dalam masalah.
Menurut Jones (2003), tiga kegiatan utama yang paling penting dalam
implementasi keputusan adalah :
1. Penafsiran, merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna program
kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.
2. Organisasi, merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program
kedalam tujuan kebijakan.
3. Penerapan, merupakan bberhubungan dengan perlengkapan rutin bagi
pelayanan, upah dan lainnya.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan
suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas
atau kegiatan sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai
dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.
2.2.2 Model-Model Implementasi Kebijakan A. Model Van Meter dan Van Horn (1975)
Model pendekatan implementasi kebijakan yang dirumuskan Van Meter
dan Van Horn, model ini menjelaskan bahwa kebijakan dipengaruhi oleh
beberapa variabel yang saling berkaitan (Subarsono, 2005 : 19). Variabel-variabel
17
1. Standar dan Sasaran Kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisir. Apabila standart dan sasaran kebijakan kabur, maka akan
terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para
agen implementasi. Mengukur kerja implementasi kebijakan tentunya
menegaskan standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para
pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan
penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut.
2. Sumber Daya
Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber
daya manusia maupun sumber daya non-manusia. Keberhasilan
implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan
sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu
implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya
sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang
diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik.
Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi
18
3. Komunikasi dan Penguatan Aktivitas
Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan
instansi lain agar tujuan kebijakan dapat tercapai.
4. Karakteristik Agen Pelaksana
Mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola yang terjadi
dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi
suatu program.
5. Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana
kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi
implementasi kebijakan, karakteristtik para partisipan yakni menolak
atau mendukung, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan
dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.
6. Disposisi Implemetor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yaitu: (a)
respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi
kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; (b) kognisi, yakni
pemahamannya terhadap kebijakan; (c) intensitas disposisi
19
Model implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van Horn dapat dilihat
dalam bagan berikut ini :
Bagan 2.2.2.1 : Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van
Horn
Sumber : Subarsono (2005 : 100)
B. Model Merilee S Grindle (1980)
Marilee S Grindle, 1980 (Samodra Wibawa : 22), memberi pemahaman
bahwa studi implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks
implementasinya. Grindle juga menyatakan bahwa keberhasilan implementasi
kebijakan ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut.
Keunikan model Grindle terletak pada pemahaman yang komprehensif akan
konteks kebijakan khususnya yang menyangkut implementor, penerima
implementasi, dan arena konflik yang mungkin terjadi serta sumber daya yang
20
model implementasi kebijakan publik yang dikemukakan Grindle menentukan
bahwa keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya
hasil tergantung kepada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan
yang cukup, selain dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya.
Isi kebijakan yang dimaksud meliputi :
1. Kepentingan yang dipengaruhi oleh kebijakan
2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan
3. Derajat perubahan yang diinginkan
4. Kedudukan pembuat kebijakan
5. Siapa pelaksana program
6. Sumber daya yang dilibatkan
Isi sebuah kebijkan akan menunjukkan posisi pengambilan keputusan oleh
sejumlah besar pengambilan keputusan, sebaliknya ada kebijakan tertentu yang
lainnya hanya ditentukan sejumlah kecil unit pengambilan kebijakan. Selanjutnya
pengaruh dalam konteks lingkungan yang terdiri dari :
1. Kekuasaan kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
2. Karakteristik lembaga dan penguasa
21
Bagan 2.2.2.2 : Implementasi sebagai proses politik dan administratif menurut Merilee S Grindle
Sumber : Subarsono (2005 : 94)
C. Model Mazmanian dan Sabatier (1983)
Menyatakan bahwa studi implementasi kebijakan publik adalah upaya
melaksanakan keputusan kebijakan. Model ini disebut sebagai kerangka analisis
implementasi. Mazmanian dan Sabatier mengklasifikasikan proses implementasi
kebijakan ke dalam tiga variabel, yaitu:
1. Karakteristik dari masalah, indikatornya adalah :
a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan
22
c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi
d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan
2. Karakteristik kebijakan, indikatornya adalah :
a. Kejelasan isi kebijakan
b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis
c. Besarnya alokasi sumber daya finasial terhadap kebijakan tersebut
d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar institut
pelaksana
e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana
f. Tingkat komitmen aparat terhadap kebijakan
3. Variabel lingkungan, indikatornya adalah :
a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi
b. Dukungan publik terhadap suatu kebijakan
c. Sikap dari kelompok pemilih
23
Bagan 2.2.2.3 : Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Proses Implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier
Sumber : Subarsono (2005 : 95) D. Model George Edwards III
Menurut Edwards (Dwiyanto Indiahono, 2009 : 32), studi implementasi
kebijakan adalah krusial bagi public administration dan public policy.
Implementasi kebijakan adalah pembuatan kebijakan antara pembentukan
kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang
dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mempengaruhi
24
akan mengalami kegagalan sekali pun kebijakan itu di implementasikan dengan
sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan
mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang di implementasikan dengan
baik oleh para pelaksana kebijakan.
Menurut Edwards, terdapat empat faktor atau variabel dalam implementasi
kebijakan publik, yaitu :
a. Komunikasi
Menurut Edwards, persyaratan utama bagi implementasi kebijakan yang
efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa
yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan
perintah-perintah itu dapat diikuti. Tentu saja komunikasi harus akurat dan harus
dimengerti dengan cermat oleh para pelaksana. Akan tetapi, banyak
hambatan yang menghadang transmisi komunikasi pelaksanaan dan
hambatan-hambatan ini mungkin menghalangi pelaksanaan kebijakan.
b. Sumber Daya
Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas,
dan konsisten. Tapi, jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang
diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi ini pun
cenderung tidak efektif. Dengan demikian, sumber-sumber dapat merupakan
faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik. Sumber-sumber yang
penting yaitu: staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk
melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang
25 c. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor
seperti komitmen, kejujuran, dan sikap demokratis. Apabila implementor
memiliki disposisi yang baik terhadap suatu kebijakan tertentu hal ini berarti
adanya dukungan, kemungkinan besar mereka akan melaksanakan kebijakan
sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal. Demikian pula
sebaliknya, bila tingkah laku para implementor berbeda dengan para pembuat
keputusan maka proses pelaksanaan suatu kebijakan akan semakin sulit.
d. Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan salah satu yang paling sering bahkan secara
keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Birokrasi baik secara sadar atau tidak
sadar memilih bentuk-bentuk organisasi untuk kesepakatan kolektif, dalam rangka
pemecahan masalah-masalah sosial dalam kehidupan modern.
Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama dari birokrasi, yakni
prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut dengan Standard
Operating Procedures (SOP) dan fragmentasi, yaitu :
1. Berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas
dan sumber-sumber dari pada pelaksana serta keinginan untuk
keseragaman dalam bekerjanya organisasi yang kompleks dan tersebar.
2. Berasal terutama dari tekanan diluar unit-unit birokrasi, seperti
komite-komite legislatif, kelompok kepentingan, pejabat eksekutif, konstitusi
Negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi
26
Bagan 2.2.2.4 : Faktor Penentu Implementasi menurut Edward III
Sumber : Subarsono (2005 : 91)
2.2.3 Model Implementasi Kebijakan Yang Digunakan
Dalam penelitian ini penulis memilih bebrapa variabel yang dianggap
mempengaruhi, antara lain :
1. Komunikasi
Komunikasi merupakan salah satu urat nadi dari sebuah organisasi agar
program-programnya tersebut dapat direalisasikan dengan tujuan serta
sasarannya. Komunikasi ialah sarana untuk menyebarluaskan informasi,
baik dari atas ke bawah maupun sebaliknya. Komunikasi dilakukan untuk
menghindari distorsi implementasi. Sementara itu koordinasi menyangkut
persoalan bagaimana praktik pelaksanaan kekuasaan. Koordinasi berarti
27
pelaksana kebijakan dalam guna pencapaian tujuan implementasi
kebijakan.
2. Sumber Daya
Sumber Daya Manusia (SDM) yang tidak memadai (jumlah dan
kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara
sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik.
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Sumber daya
menunjukkan setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang
memadai, baik sumber daya manusia, fasilitas, dan finansial. Ketersediaan
sumber daya mempengaruhi efektivitas implementasi suatu program
kebijakan. Oleh karena itu, dinas-dinas yang memiliki tugas dalam
mempertimbangkan sumber daya yang sudah tersedia sebelumnya.
3. Disposisi
Salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas implementasi kebijakan
adalah sikap implementor. Jika implementor setuju dengan bagian-bagian
isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati
tetapi jika pandangan mereka berbedda dengan pembuat kebijakan maka
proses implementasi akan mengalami banyak masalah. Ada 3 (tiga) bentuk
sikap atau respon implementor terhadap kebijakan, yaitu :
a. Kesadaran pelaksana
b. Petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program kearah
28 c. Intensitas dari respon tersebut
Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun
seringkali mengalami kegagalan dalam pelaksanaan program secara tepat
karena mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehingga secara
sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program.
4. Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
memilki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah
satu aspek struktur yang penting dari organisasi adalah adanya Standard
Operating Procedures (SOP). Standard Operating Procedures (SOP)
menjadi pedoman bagi setiap implementor untuk bertindak struktur
organisasi yang prosedur birokrasi cukup rumit dan kompleks.
2.3 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011
2.3.1 Pengertian Pajak
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak merupakan kontribusi
wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya
29
pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum. Sementara menurut Soeparman Soehamidjaja (1964) Pajak adalah iuran
wajib berupa uang/barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan
norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif
dalam mencapai kesejahteraan umum.
2.3.1.1 Fungsi Pajak
Berdasarkan pada pengertian pajak yang telah dipaparkan, dapat
disimpulkan bahwa fungsi pajak adalah sebagai sumber pendapatan Negara guna
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum Negara untuk kesejahteraan
masyarakat. Selain itu, fungsi pajak menurut Mardiasmo (2011 : 1)) yaitu :
a. Fungsi Budgetair (anggaran) yaitu pajak sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
b. Fungsi Regulair (mengatur) yaitu alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
2.3.1.2 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2011 :7 ), terdiri atas 3
30
1. Official Assesment System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak.
2. Self Assement System adalah sistem pemungutan pajak yangmemberi
wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak
yang terutang.
3. With Holding System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenag kepada pihak ketiga (bukan fiskus atau Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak.
2.3.1.3 Asas-Asas Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011 : 13), menyatakan bahwa pemungutan pajak
hendaknya didasarkanpada asas-asas berikut :
1. Asas domisili (asas tempat tinggal), yaitu Negara berhak mengenakan
pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di
wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar
negeri.
2. Asas sumber, yaitu Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan
yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib
Pajak.
3. Asas kebangsaan, yaitu pengenaan pajak yang dihubungkan dengan
31 2.3.1.4 Pengelempokkan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011), pengelempokkan pajak terdiri dari 3 (tiga)
macam, yaitu :
1. pengelompokkan pajak menurut golongannya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang dipikul
sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang
pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai
2. Pengelompokkan pajak menurut sifatnya
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang
berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri
wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan
b. Pajak objektif, yaitu pajak yang
berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib
pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan ata
Barang Mewah.
32
a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh: Pajak
Penghasilan
b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan
untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri dari 2
(dua) macam, yaitu Pajak Provinsi (contoh : Pajak Kendaraan
Bermotor) dan Pajak Kabupaten/Kota (contoh : Pajak Hotel, Pajak
Restoran, dan lain-lain).
2.3.1.5 Tarif Pajak
Ada 4 (empat) macam tarif pajak yang dikemukakan Mardiasmo (2011), yaitu :
1. Tarif Sebanding atau Proposional yaitu berupa persentase yang tetap
terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak
yang terutang proposional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
2. Tarif Tetap yaitu tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap
berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga pajak yang terutang tetap.
3. Tarif Progresif yaitu persentase tarif yang digunakan semakin besar
bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
4. Tarif Degresif yaitu persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila
jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
33
Menurut Mardiasmo (2011 : 8), hambatan pemungutan pajak dapat
dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara
lain :
a. Perkembangan intelektual dan moral
masyarakat.
b. Sistem perpajakan yang mungkin sulit
dipahami masyarakat.
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan
atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan Aktif
a. Tax avoidance, usaha meringankan
beban pajak dengan tidak melanggar Undang-Undang.
b. Tax evasion, usaha meringankan beban
pajak dengan cara melanggar Undang-Undang (menggelapkan pajak).
2.3.2 Pajak Daerah
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 2 Tahun
2011 tentang Pajak Daerah. Pajak Daerah merupakan kontribusi wajib kepada
34
berdasarkan Undang-Undang, dengan digunakan untuk keperluan daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.3.2.1 Ciri-Ciri Pajak Daerah
Ciri-ciri pajak daerah dapat didefenisikan sebagai berikut :
1. Pajak daerah berasal dari pajak Negara yang diserahkan kepada daerah
sebagai pajak daerah.
2. Penyerahan dilakukan berdasarkan Undnag-Undang.
3. Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan Undang-Undang
atau peraturan hukum lainnya.
4. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai
penyelenggaraan urusan rumah tangga daerah untuk membiayai
pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.
2.3.2.2Sistem Pemungutan Pajak Daerah
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 menetapkan sistem pemungutan
pajak untuk setiap Pajak Daerah adalah :
1. Sitem pemungutan pajak daerah
a. Dibayar sendiri oleh wajib pajak
b. Ditetapkan oleh kepala daerah
c. Dipungut pajak daerah
2. Pemungutan pajak daerah
35
b. Pengiriman surat-surat kepada wajib pajak
c. Penghimpunan data objek dan subjek pajak
Untuk wajib pajak, sesuai dengan ketetapan kepala daerah maupun yang
dibayar sendiri oleh wajib pajak :
4. Diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD)
5. Surat Keputusan Pembetulan
6. Surat Keputusan Keberatan
2.3.2.3Jenis-Jenis Pajak Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, pajak daerah dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kota/Kabupaten.
1. Pajak Provinsi terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air
Permukaan, dan Pajak Rokok. Sedangkan Pajak Kota/Kabupaten diatur
2. Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari 11 (sebelas) Jenis Pajak, yaitu :
a. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan di hotel.
b. Pajak Retoran adalah adalah pajak atas pelayanan yang disediakan
oleh restoran.
c. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.
d. Pajak Reklame adalah adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.
e. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik,
36
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam
di dalam atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.
g. Pajak Parkir adalah pajak penyelenggaraan tempat parkir di luar badan
jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun
yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
penitipan kendaraan bermotor.
h. Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan atau pemanfaatan air
tanah.
i. Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan
atau pengusaha sarang burung walet.
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak bumi
atau bangunan yang dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan oleh orang
pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan
usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
k. Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan
hak atas tanah atau bangunan.
2.3.3 Pajak Restoran
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 2 Tahun 2011,
berisikan :
(Pasal 1) Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh
37
minuman yang dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria,
kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.
(Pasal 9) Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran.
Pelayanan yang disediakan restoran meliputi pelayanan penjualan makanan atau
minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan
maupun di tempat lain. Tidak termasuk dari objek pajak restoran yaitu pelayanan
yang disediakan oleh restoran atau rumah makan yang nilai penjualannya tidak
melebihi Rp.6.000.000,00 (enam juta rupiah) per bulan.
(Pasal 10) Subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau Badan yang membeli
makanan atau minuman dari restoran dan yang menjadi wajib pajak restoran
adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran.
(Pasal 11) Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang
diterima atau yang seharusnya diterima restoran.
(Pasal 12) Tarif pajak restoran ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen)
(Pasal 13) Besarnya pokok pajak restoran yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak .
(Pasal 14) Pajak restoran yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat
restoran berlokasi.
(Pasal 15) Masa pajak restoran adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1
(satu) bulan takwim dan pajak restoran yang terutang dalam masa pajak terjadi
38
2.3.3.1 Alasan Pengenaan Pajak Restoran
Pajak restoran dapat digolongkan sebagai pajak tidak langsung, dimana
pajak yang pengenaannya berdasarkan atas pelayananan diberikan kepada
konsumen ini. Dalam hal ini, pemilik atau pengusaha restoran merupakan pihak
yang melakukan pemungutan dan menyetorkan hasil pajak tersebut kepada
instansi yang berwenang menerima pengumpulan hasil pajak tersebut. Dengan
demikian, keberadaan pajak restoran tentunya tidak mengurangi keuntungan para
pengusaha sehingga tidak menimbulkan hilangnya insentif untuk berusaha di
sektor tersebut. Sementara dari sisi pengunjung, adanya beban akibat pajak
restoran tersebut cukup adil mengingat pengunjung restoran cenderung berasal
dari golongan kaya.
2.4 Defenisi Konsep
Defenisi konsep memberi batasan terhadap pembahasan dari permasalahan
yang ditentukan oleh peneliti. Menurut Masri Singarimbun (1989 : 33), konsep
adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak :
kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu
sosial. Adapun defenisi konsep dari penelitian ini adalah :
1. Kebijakan Publik menurut Easton, 1969 (Hesel Nogi Tangkilisan 2003 :
2), adalah sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh
masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah
yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan
tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang
39
Kebijakan publik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peraturan
Daerah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah : Pajak Restoran di
Kabupaten Deli Serdang
2. Implementasi kebijakan menurut Edwards (Dwiyanto Indiahono, 2009 :
32), adalah krusial bagi public administration dan public policy.
Implementasi kebijakan adalah pembuatan kebijakan antara pembentukan
kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang
dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat
mempengaruhi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka
kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekali pun kebijakan itu
di implementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan
yang cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan
tersebut kurang di implementasikan dengan baik oleh para pelaksana
kebijakan.
Model implementasi kebijakan yang digunakan dalam penelitian ini
dipengaruhi oleh 4 (empat) variabel, yaitu :
a. Komunikasi
b. Sumber Daya
c. Disposisi
d. Struktur Birokrasi
3. Pajak Restoran menurut Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011, adalah
pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Disebutkan bahwa
40
bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafe, kantin, warung, bar dan
sejenisnya termasuk jasa boga atau katering.
2.5 Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Defenisi operasional merupakan
uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator agar
lebih memudahkan dalam operasional dari sudut penelitian. Adapun yang menjadi
defenisi dalam penelitian ini adalah :
1. Komunikasi
a. Seberapa besar kerjasama dan dukungan antar berbagai instansi
dalam pelaksanaan kebijakan.
b. Intensitas sosialisasi kebijakan.
c. Kejelasan sosialisasi kebijakan.
2. Sumber Daya
a. Sumber daya manusia
b. Sumber daya finansial
c. Fasilitas (sarana dan prasarana)
3. Disposisi
a. Pemahaman pelaksana terhadap kebijakan.