• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN

DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN

PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH

SKRIPSI

FUJI LASMINI H34062960

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ii

RINGKASAN

FUJI LASMINI. Analisis Keragaan dan Pengaruh Penyaluran Dana PUAP

pada Gapoktan Subur Rejeki dengan Pengelolaan Dana Berbasis Syariah.

Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan DWI RACHMINA).

Sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling banyak di Indonesia. Menurut data BPS (2009) terdapat kurang lebih 41,61 juta (39,67 persen) bekerja di sektor pertanian dalam arti luas (pertanian, kehutanan, perburuan, perikanan, dan peternakan). Namun, hal tersebut tidak serta merta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut data BPS (2007) tercatat 37,2 juta jiwa masyarakat Indonesia berada pada taraf kemiskinan. Sekitar 63,4 persen dari jumlah tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian dan 80 persen berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar.

Kemiskinan di perdesaan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Dalam upaya untuk mengatasi permasalahan pertanian yang mencakup berbagai aspek, kemudian pemerintah membentuk suatu program terobosan yang fokus pada pembangunan pertanian perdesaan yaitu program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan yang lebih dikenal dengan PUAP.

PUAP mulai direalisasikan sejak tahun 2008 dengan jumlah realisasi desa penerima PUAP tahun 2008 sebanyak 10.542 desa. PUAP merupakan program terobosan terbaru yang dikeluarkan pemerintah, diharapkan berhasil dan tidak mengalami kegagalan seperti program lainnya. Dalam pengelolaan dana PUAP, Gapoktan dapat dilengkapai oleh unit usaha otonom yang secara khusus menangani pengelolaan dana PUAP. Lahirnya sebuah lembaga baru dalam tubuh Gapoktan tentunya diharapkan dapat mendukung terhadap pencapaian tujuan PUAP. Oleh karena itu analisis mengenai keragaan pembiayaan yang dijalankan oleh unit usaha otonom yang lahir dengan latar belakang adanya suatu program menjadi menarik untuk diteliti.

Penelitian dilakukan di LKMA-S Subur Rejeki, Cisaat, Sukabumi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang berkaitan dengan penelitian ini. Data primer diperoleh melalui observasi lapangan, penyebaran kuesioner, dan wawancara langsung dengan pihak yang terkait yaitu pengelola LKMA-S Subur Rejeki, petani anggota GAPOKTAN penerima BLM-PUAP dan petani anggota Gapoktan non penerima PUAP. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PASEK), Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan, LKMA-S Subur Rejeki, penelitian terdahulu, literatur dan referensi lainnya berupa makalah, artikel-artikel di majalah dan situs-situs internet yang berhubungan dengan topik penelitian.

Keragaan penyaluran dana PUAP dapat dikatakan mendukung terhadap pencapaian tujuan PUAP baik dilihat menurut kriteria LKMA-S maupun petani nasabah. Akan tetapi, dalam pengelolaan dana PUAP yang dikelola oleh LKMA-S masih diperlukan perbaikan seperti pengawasan dan pembinaan yang perlu

(3)

iii ditingkatkan sebagai salah satu upaya penanganan tunggakan yang terhitung cukup besar.

Penyaluran dana PUAP tidak memberikan pengaruh secara langsung terhadap pendapatan. Kemudahan dalam mengakses modal mempengaruhi dalam penggunaan sarana produksi. Pengaruh PUAP yang dilihat dari analisis regresi pada fungsi produktivitas petani responden menunjukkan variabel tenaga kerja per hektar dan pupuk K per hektar memiliki pengaruh positif nyata terhadap produktivitas padi. Hal ini dapat menunjukkan bahwa penggunaan kedua faktor produksi tersebut perlu ditingkatkan untuk mencapai produktivitas yang optimal. Dari hasil analisis regresi fungsi produktivitas, menunjukkan variabel Dummy “PUAP” tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi petani responden penerima PUAP. Hal ini dikarenakan dengan usahatani yang dijalankan adalah sama yaitu padi dimana kondisi lahan yang relatif sama, teknik budidaya yang relatif sama, penggunaan faktor produksi yang sama menyebabkan keragaan usahatani dari petani responden baik penerima PUAP dan non penerima PUAP. Oleh karena itu, perbedaan sebagai penerima PUAP maupun non penerima PUAP tidak mempengaruhi terhadap produktivitas. Pada umumnya, petani responden penerima PUAP tidak mengubah penggunaan faktor produksi yang digunakan setelah menerima PUAP, mereka tetap pada kebiasaan yang mereka lakukan selama melakukan usahatani padi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemberian pembiayaan tidak serta merta dapat meningkatkan produktivitas apabila tidak disertai dengan pembinaan terhadap petani penerima PUAP. Pengaruh PUAP dilihat dari hasil analisis pendapatan atas biaya tunai menunjukkan perbedaan rata-rata pendapatan usahatani atas biaya total per hektar pada musim kemarau tahun 2009 antara petani penerima PUAP dengan petani non penerima PUAP terbukti memiliki Rp 657.800. Dari perhitungan R/C rasio atas biaya tunai maupun total menunjukkan usahatani petani responden non penerima PUAP lebih layak untuk dijalankan.

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, saran bagi LKMA-S dalam pengelolaan PUAP diantaranya: 1) Pengawasan dan pembinaan diperlukan sebagai upaya untuk mengurangi penyimpangan dalam pemanfaatan dana PUAP. Akad murabahah yang digunakan sebaiknya tidak menjadikan petani sebagai wakalah sebagai upaya untuk mengurangi penyimpangan. Penyaluran dana PUAP kepada petani dapat menggunakan akad yang khusus untuk pertanian seperi Ba’i Al Salam; 2) Meningkatkan partisipasi aktif dari anggota Gapoktan, serta perbaikan LKMA-S harus diiringi dengan perbaikan pada Gapoktan Subur Rejeki sendiri, misalnya dengan pembaruan struktur kepengurusan dari Gapoktan. Sosialiasi mengenai Gapoktan kepada petani harus ditingkatkan lagi, agar rasa kebersamaan dan memiliki Gapoktan tercapai ; 3)Pemanfaatan dana PUAP oleh petani untuk pemenuhan kebutuhan selain produksi padi, memberikan indikasi bahwa pengaruh PUAP tidak dapat secara langsung diketahui melalui analisis fungsi produksi maupun analisis pendapatan usahatani. Oleh karena itu diperlukan penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh PUAP selain dari aspek ekonomi. Aspek lainnya yang dapat dikaji yaitu perubahan pola konsumsi, pengembangan usaha lain, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

(4)

iv

ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN

DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN

PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH

FUJI LASMINI H34062960

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(5)

v Judul Skripsi : Analisis Keragaan dan Pengaruh Penyaluran Dana PUAP pada Gapoktan Subur Rejeki dengan Pengelolaan Dana Berbasis Syariah

Nama : Fuji Lasmini

NIM : H34062960

Menyetujui, Pembimbing

Ir. Dwi Rachmina, MSi

NIP. 19631227 199003 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Keragaan dan Pengaruh Penyaluran Dana PUAP pada Gapoktan Subur Rejeki dengan Pengelolaan Dana Berbasis Syariah” adalah karya hasil sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2010

Fuji Lasmini H34062960

(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Saya dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 7 Oktober 1989. Saya adalah anak terakhir dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ujang Suryadi dan Ibu Enden Kartini. Saya menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Cisaat pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP Negeri 1 Cisaat, Jawa Barat. Kemudian saya menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2006 di SMA Negeri 3 Sukabumi, Jawa Barat.

Saya diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Kemudian pada tahun 2007, saya diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai mayor.

Selama mengikuti pendidikan, saya juga aktif di organisasi internal kampus yaitu Sharia Economic Student Club (SES-C) periode 2007-2008 dan periode 2008-2009, serta Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) periode 2008-2009. Saya pernah ikut serta dalam beberapa kepanitiaan di kampus seperti BGTC, SEASON4, SEASON5, dan Agrination 2008. Saya memperoleh beasiswa dari Tanoto Foundation selama menempuh perkuliahan di IPB.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, serta shalawat dan salam kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Keragaan dan Pengaruh Penyaluran Dana PUAP pada Gapoktan Subur Rejeki dengan Pengelolaan Dana Berbasis Syariah”. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis keragaan penyaluran dana PUAP kepada petani dengan prosedur dan mekanisme yang ditetapkan oleh LKMA-S Subur Rejeki berbasis syariah serta menganalisis pengaruh PUAP bagi petani anggota Gapoktan penerima PUAP dilihat dari fungsi produksi dan pendapatan petani penerima PUAP. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis keragaan penyaluran dana PUAP diilihat dari pihak LKMA-S sebagai pengelola dana PUAP dan pihak petani penerima PUAP serta melihat pengaruh penyaluran dana PUAP melalui pendekatan fungsi produksi dan analisis pendapatan.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2010

(9)

ix

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, saya ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi atas segala arahan, bimbingan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada saya selama proses perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen penguji utama pada ujian sidang saya yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Arif Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Pengurus Gapoktan, pengelola LKMA-S Subur Rejeki, Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi serta PMT Kabupaten Sukabumi

5. Petani anggota Gapoktan Subur Rejeki baik penerima PUAP maupun non penerima PUAP yang telah meluangkan waktu untuk membantu saya dalam mengumpulkan data penelitian.

6. Seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis. Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada saya selama proses perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi, seminar, dan sidang.

7. Ibu dan Bapak tercinta serta kakakku (Nia, Lina, dan Elly) yang telah memberikan dukungan moril dan materil, doa, serta kasih sayang yang tiada pernah putus. Semoga skripsi ini dapat menjadi persembahan yang terbaik dan awal untuk membahagiakan kalian.

8. Teman-teman satu bimbingan skripsi Aries Anggriawan dan Fauzan Rachman yang telah memberikan dukungan dan saran kepada saya selama proses penyusunan skripsi ini.

(10)

x 9. Pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, namun tidak menghilangkan rasa hormat dan terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada saya.

Bogor, Juli 2010

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 6 1.3. Tujuan ... 9 1.4. Manfaat ... 9 1.5. Ruang Lingkup ... 9 II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian ... 11

2.2. Efektivitas Pembiayaan ... 13

2.3. Pengaruh Pembiayaan Pertanian ... 15

2.4. Perbedaan Kinerja Usaha dengan Pembiayaan Syariah dan Pembiayaan Konvensional ... 20

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 23

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 23

3.1.1 Pembiayaan Agribisnis Berbasis Syariah ... 23

3.1.2 Efektivitas Pembiayaan Agribisnis Syariah ... 26

3.1.2.1 Konsep Efektivitas ... 26

3.1.2.2 Efektivitas Pembiayaan Syariah ... 27

3.1.3 Fungsi Produksi ... 28

3.1.4 Konsep Usahatani... 31

3.1.5 Struktur Penerimaan Usahatani ... 32

3.1.6 Struktur Biaya Usahatani ... 33

3.1.7 Pendapatan Usahatani ... 34

3.1.8 Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) ... 34

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 35

IV METODE PENELITIAN ... 38

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

4.2. Metode Penentuan Sampel ... 38

4.3. Data dan Instrumentasi ... 39

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 40

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 41

4.5.1 Metode Analisis Keragaan Penyaluran Dana PUAP ... 41

4.5.1.1 Menurut Kriteria LKMA-S ... 42

4.5.1.2 Menurut Kriteria Petani Nasabah ... 43

4.5.2 Metode Analisis Pengaruh PUAP ... 45

4.5.2.1 Metode Analisis Fungsi Produksi ... 45

(12)

xii

4.5.2.3 Metode Analisis R/C Ratio ... 46

4.5.4 Pendugaan Nilai Elastisitas ... 47

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN... 48

5.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 48

5.2. Gambaran LKMA-S Subur Rejeki ... 49

5.2.1 Sejarah Berdirinya LKMA-S Subur Rejeki ... 49

5.2.2 Visi, Misi, Motto, dan Budaya LKMA-S ... 50

5.2.3 Struktur Organisasi LKMA-S Subur Rejeki .. 51

5.2.4 Produk-Produk LKMA-S Subur Rejeki ... 53

5.2.5 Mekanisme Operasi dan Prosedur Penyaluran Pembiayaan ... 54

5.3. Karakteristik Petani Responden ... 57

5.3.1 Status Usahatani Padi Petani Responden ... 57

5.3.2 Usia Petani Responden ... 58

5.3.3 Tingkat Pendidikan Petani Responden ... 59

5.3.4 Status Kepemilikan Lahan dan Luas Lahan ... 60

5.3.5 Pengalaman Berusahatani Petani Responden ... 61

5.4. Gambaran Usahatani Padi Desa Sukaresmi ... 62

5.4.1 Pembibitan ... 62

5.4.2 Pengolahan Tanah ... 63

5.4.3 Penanaman ... 63

5.4.4 Pemupukan ... 63

5.4.5 Pemeliharaan ... 64

5.4.6 Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman .... 64

5.4.7 Pemanenan ... 65

VI KERAGAAN PENYALURAN DANA PUAP ... 66

6.1. Keragaan Penyaluran Dana PUAP ... 66

6.1.1 Keragaan Penyaluran Pembiayaan Menurut Kriteria LKMA-S ... 68 6.1.1.1 Realisasi Penyaluran ... 68 6.1.1.2 Frekuensi Pembiayaan ... 70 6.1.1.3 Jangkauan Pembiayaan ... 73 6.1.1.4 Tunggakan Pembiayaan ... 74 6.1.1.5 Pengembangan Tabungan ... 77

6.1.2 Keragaan Penyaluran Pembiayaan Menurut Kriteria Petani Nasabah... 78

6.1.2.1 Persyaratan Awal ... 78

6.1.2.2 Prosedur Realisasi Pembiayaan... 80

6.1.2.3 Biaya Marjin... 82

6.1.2.4 Realisasi Pembiayaan ... 83

6.1.2.5 Biaya Administrasi ... 85

6.1.2.6 Pelayanan dan Pembinaan Pihak LKMA-S ... 86

VII PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP ... 91

7.1. Pengaruh PUAP ... 91

(13)

xiii 7.1.2 Pengaruh Pembiayaan PUAP terhadap

Pendapatan Usahatani Padi ... 105

7.2.2.1 Analisis Penggunaan Sarana Produksi 106 7.2.2.2 Biaya Usahatani Padi ... 109

7.2.2.3 Penerimaan Usahatani ... 112

7.2.2.4 Pendapatan Usahatani ... 113

7.2.2.5 Analisis R/C Rasio ... 117

VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

8.1. Kesimpulan ... 120

8.2. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 121

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Realisasi Desa Penerima Dana BLM-PUAP Berdasarkan

Kelompok Pulau di Indonesia Tahun 2008 ... 2 2. Realisasi Desa Penerima Dana BLM-PUAP Berdasarkan

Provinsi di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2008 ... 3 3. Kelas Gapoktan dengan Kinerja Baik Kabupaten

Sukabumi Tahun 2008 ... 6 4. Pemanfaatan Lahan Desa Cibeureum tahun 2009 ... 48 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Masyarakat Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat

Kabupaten Sukabumi Tahun 2009 ... 49 6. Karakteristik Petani Responden Penerima dan Petani

Responden Non Penerima BLM-PUAP Berdasarkan

Status Mata Pencaharian Usahatani Padi Tahun 2009 ... 58 7. Sebaran Petani Responden Penerima dan Petani Responden

Non Penerima BLM-PUAP Berdasarkan Kelompok Umur

Tahun 2009 ... 58 8. Sebaran Responden Petani Responden Penerima dan Petani

Responden Non Penerima BLM-PUAP Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Tahun 2009 ... 59 9. Sebaran Petani Responden Penerima dan Petani Responden

Non Penerima BLM-PUAP Berdasarkan Kriteria Status

Kepemilikan Lahan dan Luas Lahan Garapan Tahun 2009 ... 60 10. Sebaran Petani Responden Penerima dan Petani Responden

Non Penerima BLM-PUAP Berdasarkan Kriteria Pengalaman

Berusahatani Tahun 2009 ... 62 11. Realisasi Pembiayaan BLM-PUAP LKMA-S Subur Rejeki

Februari 2009 – Maret 2010 ... 69 12. Frekuensi Pembiayaan yang Disalurkan LKMA-S Subur

Rejeki Februari 2009 – Maret 2010 ... 72 13. Rekapitulasi Realisasi Penyaluran Dana PUAP Berdasarkan

Bidang Usaha di LKMA-S Subur Rejeki Februari 2009

sampai Maret 2010 ... 74 14. Realisasi Pengembalian Dana PUAP di LKMA-S Subur

Rejeki Februari 2009 – Maret 2010 ... 75 15. Kriteria Jumlah Persyaratan Awal Pembiayaan PUAP di

LKMA-S Subur Rejeki Musim Tanam Kemarau 2009 ... 79 16. Keragaan Prosedur Pembiayaan PUAP di LKMA-S Subur

(15)

xv 17. Biaya Marjin yang Disepakati Petani Penerima PUAP dengan

Pihak LKMA-S Musim Tanam Kemarau 2009 ... 83 18. Lama Realisasi Pembiayaan PUAP di LKMA-S Subur Rejeki

Musim Tanam Kemarau 2009 ... 84 19. Biaya Administrasi PUAP di LKMA-S Subur Rejeki Musim

Tanam Kemarau 2009 ... 85 20. Tanggapan Petani Penerima PUAP Terhadap Pelayanan dan

Pembinaan LKMA-S Pada Musim Tanam Kemarau 2009 ... 86 21. Alasan Petani Responden Non Penerima PUAP Tidak

Mengajukan Pembiayaan Pada Musim Tanam Kemarau 2009 89 22. Pemanfaatan Dana PUAP oleh Petani Responden Penerima

PUAP di Gapoktan Subur Rejeki pada Musim Tanam Kemarau 2009 ... 91 23. Hasil Pendugaan Model Fungsi Produktivitas Padi Petani

Responden di Gapoktan Subur Rejeki pada Musim Tanam

Kemarau 2009 ... 93 24. Perbandingan Rata-Rata Produktivitas Padi Petani Penerima

PUAP dan Petani Non Penerima PUAP di Desa Sukaresmi

Musim Tanam Kemarau 2009 ... 95 25. Jumlah Rata-Rata Penggunaan Faktor Produksi per Lahan Petani

Responden Musim Kemarau 2009 ... 95

26. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan

Benih per lahan Musim Kemarau 2009 ... 97 27. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan

Pupuk N per Lahan Musim Kemarau 2009... 99 28. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan

Pupuk P per Lahan Musim Kemarau 2009 ... 100 29. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan

Pupuk K per Lahan Musim Kemarau 2009... 101 30. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan

Obat Cair per Lahan Musim Kemarau 2009 ... 103 31. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan

Obat Padat per Lahan Musim Kemarau 2009 ... 104 32. Perbandingan Rata-Rata Penggunaan Benih Usahatani Padi

di Desa Sukaresmi pada Musim Tanam Kemarau 2009

(per Hektar) ... 106 33. Perbandingan Rata-Rata Penggunaan Pupuk Usahatani Padi

(16)

xvi (per Hektar) ... 107 34. Perbandingan Rata-Rata Penggunaan Obat-Obatan Usahatani

Padi di Desa Sukaresmi pada Musim Tanam Kemarau 2009

(per Hektar) ... 108 35. Perbandingan Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani

Padi di Desa Sukaresmi pada Musim Tanam Kemarau 2009

(per Hektar) ... 108

35. Perbandingan Penerimaan Usahatani Padi Petani Responden

per Hektar Musim Kemarau 2009 ... 109 36. Biaya Usahatani Padi Petani Responden per Hektar Musim

Kemarau 2009 ... 112 37. Perbandingan Penerimaan Usahatani Padi Petani Responden

per Hektar Musim Kemarau 2009 ... 113

38. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Petani Responden

Penerima PUAP per Hektar Musim Kemarau 2009 ... 114 39. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Petani Responden Non

Penerima PUAP per Hektar Musim Kemarau 2009 ... 115 40. Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan R/C Rasio Usahatani

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva Fungsi Produksi ... 31 2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 38 3. Skema Kerja Akad Murabahah di LKMA-S Subur Rejeki ... 67

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Realisasi Desa Penerima Dana BLM-PUAP Berdasarkan

Provinsi di Indonesia Tahun 2008 ... 116 2. Uji Normalitas pada Analisis Fungsi Produktivitas Padi

Petani Responden Musim Kemarau 2009 ... 117 3. Uji Heteroskedastisitas pada Analisis Fungsi Produktivitas

(19)

1

I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan bahwa sampai dengan Agustus 2009 kurang lebih 41,61 juta (39,67 persen) dari total penduduk Indonesia yang bekerja dengan jumlah 104,87 juta penduduk Indonesia menyatakan bahwa mereka bekerja di sektor pertanian dalam arti luas (pertanian, kehutanan, perburuan, perikanan, dan peternakan). Peranan sektor pertanian dalam hal penyerapan tenaga kerja yang besar belum mampu mengantarkan Indonesia mencapai kesejahteraan. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin tercatat 37,2 juta jiwa. Sekitar 63,4 persen dari jumlah tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian dan 80 persen berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar. Kemiskinan di perdesaan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan perdesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin.

Pemerintah Indonesia sejak lama telah mengambil banyak langkah positif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor Pertanian seperti kredit Bimbingan Massal (BIMAS), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Ketahanan Pangan (KKP), dan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program-program tersebut diselenggarakan guna meningkatkan produksi pertanian (padi dan palawija) serta sekaligus meningkatkan pendapatan petani. Menurut Apriyantono (2004) memperjelas mengenai masalah yang ada dalam pertanian Indonesia yaitu permasalahan pengembangan pasar dan tataniaga, kepemilikan lahan, birokrasi di pemerintahan, keterampilan, teknologi, mentalitas, organisasi tani, kebijakan tani, informasi dan modal pertanian. Dalam upaya untuk mengatasi permasalahan pertanian yang mencakup berbagai aspek, kemudian pemerintah membentuk suatu program terobosan yang fokus pada pembangunan pertanian perdesaan yaitu

(20)

2 program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan yang lebih dikenal dengan PUAP.

PUAP dilaksanakan secara terintegrasi dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M). PUAP ditujukan bagi 10.000 desa miskin di Indonesia yang dianggap masih memiliki potensi untuk dikembangkan dari sektor agribisnisnya. Untuk pelaksanaan PUAP di Departemen Pertanian, Menteri Pertanian membentuk Tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007.2. PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. PUAP mulai direalisasikan sejak tahun 2008 dengan jumlah target Gapoktan yang menerima dana PUAP pada tahun 2008 setelah mendapat usulan dari komisi IV DPR menjadi 11.000 desa. Realisasi desa penerima PUAP tahun 2008 sebanyak 10.542 (Lampiran 1) dengan jumlah penyerapan terbanyak berdasarkan kelompok pulau terdapat di Pulau Jawa dan Bali (Tabel 1). Adapun penyebaran desa penerima PUAP tahun 2008 di Pulau Jawa dan Bali ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 1. Realisasi Desa Penerima Dana BLM-PUAP Berdasarkan

Kelompok Pulau di Indonesia Tahun 2008

No. Kelompok Pulau Jumlah Kab/

Kota Jumlah Kecamatan Jumlah Desa/ Kelurahan 1 Sumatera 111 812 2.798

2 Jawa dan Bali 107 1.050 3.484

3 Kalimantan 46 267 983 4 Sulawesi 58 430 1.550 5 Nusa Tenggara 27 197 704 6 Maluku 13 130 332 7 Papua 27 179 691 Total 389 3.065 10.542

(21)

3

Tabel 2. Realisasi Desa Penerima Dana BLM-PUAP Berdasarkan Provinsi

di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2008

No. Provinsi Jumlah Kab/

Kota Jumlah Kecamatan Jumlah Desa/ Kelurahan 1 Banten 7 79 298 2 Jawa Barat 21 225 621 3 Jawa Tengah 31 303 1.092 4 Jawa Timur 30 328 1.083 5 D.I. Yogyakarta 4 50 127 6 D.K.I. Jakarta 5 12 15 7 Bali 9 53 248 Total 107 1.050 3.484

Sumber : Puslitbang Sosial Ekonomi (2009), diolah

Pelaksanaan PUAP di tingkat desa dijalankan oleh Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Dana PUAP secara khusus diharapkan dikelola oleh unit usaha otonom yang merupakan bagian dari Gapoktan itu sendiri yang dapat meliputi unit simpan pinjam, unit usaha saprodi, unit usaha pengolahan dan pemasaran. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. Gapoktan diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani.

Tujuan dari program PUAP adalah mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah; meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani; memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis; serta meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan. Indikator keberhasilan Outcome PUAP yaitu meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi penyaluran dana BLM untuk petani anggota baik pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani, meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha, meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis (budidaya dan hilir) di perdesaan, dan meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau

(22)

4 penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah.

Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sektor pertanian, menjadi menarik untuk meneliti program PUAP yang merupakan program terobosan terbaru dari pemerintah. Hal ini didasari atas adanya kemungkinan kegagalan yang ditemui disebabkan oleh faktor kegagalan yang terjadi pada program terdahulu. Kegagalan KUT ditunjukkan dengan jumlah tunggakan sebesar Rp. 5,71 Trilyun. Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan KUT adalah rendahnya kesadaran petani dalam pengembalian pinjaman dimana persepsi petani terhadap dana yang diterima merupakan pemberian pemerintah yang tidak wajib untuk dikembalikan, kurangnya pembinaan terhadap petani anggota dan kurangnya ketersediaan SDM yang mengelola dana baik secara kuantitas maupun kualitas (Andriani, 1996).

Program penyediaan modal atau pembiayaan pertanian tidak dapat menuntaskan permasalahan pertanian yang ada apabila tidak bersamaan dengan pembinaan terhadap kelompok yang mengelola dan petani yang tergabung di dalamnya diperhatikan. Selain itu adanya beberapa persamaan dalam prosedur yang berlaku berupa penyusunan rancangan kebutuhan petani yang pada program KUT dikenal dengan Rancangan Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) sedangkan pada PUAP dikenal dengan Rancangan Usaha Bersama (RUB). Terjadi banyak penyimpangan dalam penyusunan RDKK dimana terdapat banyak temuan luasan lahan fiktif. Hal ini didorong karena pada KUT terdapat aturan semakin luas lahan maka semakin besar pinjaman kredit yang diterima. Oleh karena itu, dalam penyusunan PUAP didampingi oleh banyak perangkat yaitu penyuluh pertanian, PMT, dan pengurus Gapoktan itu sendiri. Persamaan lainnya adalah dana kemudian dikelola oleh kelompok tani atau Koperasi yang masih belum memiliki kemampuan manajerial yang baik dalam pengelolaan dana sehingga diperlukan pembinaan dari pihak terkait PUAP seperti PMT.

Adanya perbedaan status pembiayaan yang diberikan dimana KUT yang merupakan kredit sedangkan PUAP merupakan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dapat mendorong dana PUAP tidak digunakan secara produktif dan memungkinkan beberapa penyimpangan terjadi. Akan tetapi, perbedaaan status

(23)

5 pembiayaan pertanian dari dana PUAP dapat dilihat secara positif bahwa dengan adanya BLM-PUAP dapat menjadikan penerima dana PUAP tidak terbebani dalam menggunakan dana yang didapatkan dan berani dalam mengambil risiko dari usaha yang dijalankan. Perbedaan ini diperjelas dalam penelitian yang ada bahwa keengenanan sebagian petani meminjam KUT apabila program tersebut kembali dilaksanakan adalah beban bunga yang dibebankan kepada petani. Hal-hal yang telah dipaparkan mendorong untuk mengetahui lebih mendalam mengenai PUAP itu sendiri dalam mengatasi permasalahan pertanian di Indonesia.

Dengan adanya dana PUAP dilahirkan sebuah kelembagaan non-formal baru dalam Gapoktan itu sendiri yang berperan dalam pengelolaan dana PUAP dimana dalam petunjuk teknis PUAP disebut dengan unit usaha otonom. Dalam juknis disebutkan bahwa unit usaha yang dijalankan oleh unit usaha otonom ini memiliki ruang lingkup yang sama dengan yang ada pada koperasi. Hal lain yang menarik untuk diteliti adalah aspek apa yang menjadi perbedaan mendasar dari unit usaha otonom dengan koperasi dan alasan apa melatarbelakangi pembentukkan lembaga baru ketika dalam suatu desa yang mendapat dana PUAP terdapat Koperasi.

Oleh karena itu, perlu diteliti lebih mendalam mengenai keragaan PUAP dengan adanya peranan kelembagaan yang lahir setelah adanya PUAP (unit usaha otonom). Hasil penelitian mengenai keragaan ini dapat menjadi salah satu evaluasi dan masukan bagi stakeholder PUAP baik itu Gapoktan sebagai pelaksana PUAP maupun pihak pemerintah dari tingkat kabupaten hingga nasional.

Unit usaha otonom yang diteliti adalah unit usaha otonom pada Gapoktan Subur Rejeki. Unit usaha otonom dalam Gapoktan Subur Rejeki diberi nama Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Syariah Subur Rejeki (LKMA-S Subur Rejeki). Pemilihan Gapoktan ini berdasarkan hasil evaluasi yang dilaksanakan oleh pihak Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi dengan penilaian yang dijalankan oleh Penyelia Mitra Tani (PMT) yang menunjukkan kinerja pengelolaan dana PUAP oleh Gapoktan Subur Rejeki termasuk ke dalam kelas baik (Tabel 3). Penelitian yang dilakukan terhadap Gapoktan dengan kinerja pengelolaan dana baik diharapkan dapat

(24)

6 menjadi pembelajaraan bagi Gapoktan lainnya dalam mengelola dana bantuan pemerintah yang sampai sejauh ini banyak yang tidak berkembang dan belum bisa menjadi dana stimulan untuk meningkatkan produktivitas Gapoktan. Adapun kriteria yang digunakan dalam evaluasi PUAP Kabupaten Sukabumi ke dalam kelas Gapoktan dengan kinerja baik, sedang, dan kurang baik, dilihat dari profil umum dan keanggotan Gapoktan, kepengurusan Gapoktan, kualitas SDM pengurus Gapoktan, fasilitas organisasi Gapoktan, kinerja Gapoktan, serta mekanisme pengusulan dan penyaluran dana BLM-PUAP.

Tabel 3. Kelas Gapoktan dengan Kinerja Baik Kabupaten Sukabumi Tahun 2008

No. Nama Gapoktan Desa Kecamatan

1. Subur Rejeki Sukaresmi Cisaat

2. Makmur Jaya Kebon Manggu Gunung Guruh

3. Makmur Jaya Klp. Rea Nagrak

Sumber : Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kab. Sukabumi (2009)

Selain itu, penerapan pola pembiayaan syariah dalam pengelolaan dana PUAP oleh S Subur Rejeki menjadi faktor lain yang menjadikan LKMA-S LKMA-Subur Rejaki menarik. Hal ini didasari atas banyaknya penelitian yang menunjukkan bahwa penerapan pola pembiayaan syariah sesuai untuk usaha kecil dan mikro termasuk salah satunya sektor pertanian. Ashari dan Saptana (2005) menyatakan bahwa pengembangan lembaga pembiayaan sistem syariah dengan prinsip mudharabah dan musyarakah sebagai lembaga alternatif dalam pembiayaan sektor agribisnis merupakan alternatif yang strategis karena secara konseptual relevan dengan sektor agribisnis. Pola pembiayaan syariah yang kemudian oleh LKMA-S diterapkan dalam pengelolaan dana PUAP.

1.2. Perumusan Masalah

LKMA-S Subur Rejeki merupakan bagian dari Gapoktan Subur Rejeki yang berperan sebagai unit usaha otonom Gapoktan. Sumber dana yang dikelola oleh LKMA-S diperoleh dari dana PUAP dan simpanan anggota. Pada saat ini LKMA-S berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Poktan, Gapoktan, BP3K, PMT, dan BP4K. Adapun unit usaha yang dijalankan oleh LKMA-S Subur Rejeki saat ini meliputi unit usaha simpan pinjam, unit pemasaran dan unit

(25)

7 penyediaan saprodi. Dalam menjalankan unit usahanya, LKMA-S Subur Rejeki menggunakan prinsip syariah.

Unit usaha simpan pinjam memungkinkan petani yang tergabung dalam Gapoktan Subur Rejeki untuk menyimpan uang baik itu simpanan wajib, dan simpanan sukarela. Uang simpanan yang dihimpun oleh LKMA-S kemudian digunakan untuk mendanai kegiatan usaha kecil dan menengah (UKM) di Desa Sukaresmi yang berbasis non-pertanian. Keuntungan yang didapatkan dari pemberian pinjaman bagi usaha non-pertanian tersebut kemudian ditambahkan pada kas Gapoktan.

Unit usaha lainnya yang dijalankan oleh LKMA-S Subur Rejeki adalah unit usaha pemasaran dimana LKMA-S berperan dalam sub-sistem hilir berupa pembelian hasil produksi dari petani anggota Gapoktan Subur Rejeki. Uang yang digunakan untuk membeli hasil produksi pertanian sampai sejauh ini berasal dari uang simpanan anggota yang telah dipastikan oleh LKMA-S tidak akan diambil dalam waktu cepat serta keuntungan yang didapatkan dari pengelolaan dana PUAP selama satu tahun ke belakang. Pada saat ini hasil produksi yang dibeli oleh pihak LKMA-S adalah sebagian hasil produksi pertanian tanaman pangan yaitu padi. Hasil produksi hortikultura belum mendapatkan penanganan dari pihak LKMA-S Subur Rejeki karena petani di desa Sukaresmi belum bisa memenuhi standar yang diinginkan oleh pihak pembeli. Dalam hal ini pihak pembeli yang dimaksud adalah perusahaan yang memiliki jalinan kerja sama dengan pihak Gapoktan dimana perusahaan tersebut bergerak dalam produksi pupuk untuk hortikultura organik. Adapun bentuk akad yang diterapkan dalam jalinan kerja sama ini adalah mudharabah. Sampai saat ini telah diupayakan peningkatan kualitas produk hortikultura dari desa Sukaresmi.

Secara khusus pengelolaan dana PUAP dikelola dengan memberikan pinjaman secara tunai dan penyediaan saprodi kepada petani berdasarkan pengajuan kebutuhan yang diberikan oleh petani kepada pihak LKMA-S dengan menggunakan akad murabahah. Sebagian besar dari penyaluran dana PUAP bagi petani anggota diberikan dalam bentuk uang tunai dengan menjadikan petani anggota sebagai wakalah (wakil). Mulai dari Januari 2010, LKMA-S mengupayakan akad murabahah yang dilaksanakan adalah dengan menyediakan

(26)

8 secara langsung kebutuhan sarana produksi petani (seperti benih, pupuk kandang, dan pupuk cair). Hal ini telah diterapkan pada dua poktan yaitu Subur Rejeki 1 dan Subur Rejeki 2. Akan tetapi, terdapat pengecualian pada biaya tenaga kerja yang dibutuhkan oleh petani dimana pinjaman tetap diberikan secara tunai. Hal ini didasari agar tidak terjadi penyalahgunaan dana oleh petani untuk kegiatan yang tidak produktif bagi usahatani yang dijalankan. Prosedur dan mekanisme yang telah ditetapkan oleh LKMA-S Subur Rejeki akan dilihat apakah keragaan pembiayaan yang dijalankan oleh LKMA-S dalam penyaluran dana PUAP kepada petani mendukung terhadap pencapaian tujuan PUAP. Setelah melihat keragaan penyaluran dana PUAP kepada petani kemudian dilihat apakah penyaluran dana PUAP memiliki pengaruh terhadap petani anggota Gapoktan yang menerima PUAP.

Keragaan dari penyaluran dana PUAP yang dilakukan oleh LKMA-S kepada petani diharapkan dapat mendukung pencapaian tujuan PUAP. Adapun salah satu indikator dari keberhasilan pencapaian tujuan PUAP adalah peningkatan pendapatan petani. Peningkatan pendapatan petani dapat disebabkan oleh adanya perubahan dalam penggunaan faktor produksi yang nantinya akan berpengaruh terhadap produktivitas petani. Sanim (1998) menyatakan upaya pemberian kredit yang dimaksudkan untuk meningkatkan penggunaan saprodi memang tepat untuk meningkatkan pendapatan petani. Oleh karena itu, dalam melihat pengaruh dari adanya PUAP pada petani maka akan diteliti mengenai bagaimana penggunaan faktor produksi yang digunakan oleh petani anggota penerima PUAP dengan petani anggota non penerima PUAP. Langkah selanjutnya setelah mengetahui bagaimana penggunaan faktor produksi pada petani penerima PUAP adalah dengan melihat faktor produksi apa saja yang berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi petani. Selain itu, hal yang akan dianalisis adalah apakah PUAP memiliki pengaruh positif atau negatif terhadap pendapatan petani.

(27)

9

1.3. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Menganalisis keragaan penyaluran dana PUAP kepada petani dengan prosedur dan mekanisme yang ditetapkan oleh LKMA-S Subur Rejeki berbasis syariah.

2) Menganalisis pengaruh PUAP bagi petani anggota Gapoktan penerima PUAP dilihat dari fungsi produksi dan pendapatan petani penerima PUAP.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin didapatkan dari penelitian ini adalah:

1) Bagi LKMA-S Subur Rejeki dapat mengetahui keragaan dan pengaruh dari penyaluran dana PUAP kepada petani. Hal ini dapat menjadi salah satu evaluasi dan masukan bagi pihak LKMA-S Subur Rejeki dari penerapan pola pembiayaan yang diterapkan.

2) Bagi pemerintah dan Gapoktan lainnya bisa menjadi salah satu pertimbangan dalam pengelolaan dana PUAP berdasarkan penerapan pola pembiayaan yang dijalankan oleh LKMA-S Subur Rejeki yang berbasis syariah.

3) Bagi penulis dapat menerapkan ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan serta memberikan gambaran terhadap khalayak mengenai keragaan dari penerapan pola pembiayaan pertanian dalam pengelolaan dana PUAP oleh LKMA-S yang berbasis syariah.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah penelitian dilakukan dengan mengkaji lebih dalam mengenai kegiatan usaha dalam pengelolaan dana PUAP yang dijalankan oleh LKMA-S Subur Rejeki dengan pengelolaan dana berbasis syariah. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui keragaan dari penyaluran dana PUAP dan pengaruhnya terhadap petani dengan penerapan prosedur yang diterapkan oleh LKMA-S. Prosedur yang ditetapkan oleh LKMA-S diharapkan dapat mendukung dalam pencapaian tujuan dari PUAP. Indikator keberhasilan PUAP juga dijadikan sebagai tolok ukur dalam melihat indikasi terhadap pencapaian tujuan PUAP.

(28)

10 Pada penelitian ini dilakukan pembatasan mengenai tujuan PUAP yaitu pada peningkatan produksi dan pendapatan. Dengan melihat terjadinya perubahan dalam produksi dan pendapatan dapat diketahui mengenai PUAP memberikan pengaruh positif atau negatif terhadap produksi dan pendapatan petani. Pemenuhan tujuan ini ditunjukkan dengan membandingkan hasil produksi dan pendapatan pada petani anggota penerima PUAP dengan petani anggota non penerima PUAP. Adapun data didapatkan melalui data internal LKMA-S Subur Rejeki dan berdasarkan informasi yang diberikan oleh petani secara langsung.

(29)

11

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian. Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS). Tujuan dibentuknya program tersebut adalah untuk meningkatkan produksi, meningkatkan penggunaan teknologi baru dalam usahatani dan peningkatan produksi pangan secara nasional. Dalam perjalanannya, program BIMAS dan kelembagaan kredit petani mengalami banyak perubahan dan modifikasi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebijakan. Pengaruh dari adanya program BIMAS salah satunya ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Hasan (1979) yang meneliti mengenai pengaruh kredit BIMAS terhadap peningkatan produksi padi dan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Aceh Besar. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa dengan adanya BIMAS di Kabupaten Aceh Besar telah meningkatkan perekonomian masyarakat baik dari segi peningkatan produksi maupun dari segi perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan.

Pada Tahun 1985, kredit BIMAS dihentikan dan diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT) sebagai penyempurnaan dari sistem kredit massal BIMAS, dimana pola penyaluran yang digunakan pada saat itu adalah melalui KUD. Sejalan dengan perkembangannya, ternyata pola yang demikian banyak menemui kesulitan, utamanya dalam penyaluran kredit. Penyebab utama hal ini adalah tingginya tunggakan, antara lain sebagai akibat terjadinya bencana alam dan serangan hama, kurang baiknya seleksi petani penerima kredit, maupun kelemahan manajemen beberapa KUD. Keadaan tersebut menyebabkan KUD sebagai penerima kredit tidak memenuhi persyaratan untuk menyalurkan KUT sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk mengatasi hal tersebut, Tahun 1995 pemerintah mencanangkan skim kredit KUT pola khusus. Pada pola ini, kelompok tani langsung menerima dana dari bank pelaksana. Berbeda dari pola sebelumnya (pola umum) dimana kelompok tani menerima kredit dari KUD. Sepanjang perkembangannya, timbul

(30)

12 masalah lain dalam penyaluran KUT yaitu terjadi tunggakan yang besar di sebagian daerah yang menerima dana program tersebut. Beberapa penyebab besarnya tunggakan tersebut antara lain karena rendahnya harga gabah yang diterima petani, faktor bencana alam, dan penyimpangan yang terjadi dalam proses penyaluran serta pemanfaatan dana tersebut. Salah satu contohnya adalah sebagian petani mengalihkan dana KUT dari yang tadinya untuk keperluan usahatani, digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga.

Selanjutnya perkembangan bentuk program bantuan penguatan modal dari pemerintah lainnya adalah kredit ketahanan pangan (KKP). Program KKP diperkenalkan oleh pemerintah pada Oktober 2000 sebagai pengganti KUT. Program KKP merupakan bentuk fasilitasi modal untuk usahatani tanaman pangan (padi dan palawija), tebu, peternakan, perikanan dan pengadaan pangan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan pendapatan petani. Tanggapan masyarakat atas program KKP dikatakan cukup efektif disebabkan oleh masalah pelayanan dan pembinaan petugas bank dimana jarak merupakan salah satu penyebabnya sehingga banyak petani yang tidak mengenal bank yang bersangkutan (Lubis, 2005).

Tahun 2002, pemerintah melalui Departemen Pertanian mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam berusaha. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk program fasilitasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program BLM ini diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat yang mencakup bantuan modal untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif; bantuan sarana dan prasarana dasar yang mendukung kegiatan sosial ekonomi; bantuan pengembangan sumberdaya manusia untuk mendukung penguatan kegiatan sosial ekonomi; bantuan penguatan kelembagaan untuk mendukung pengembangan proses hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi secara berkelanjutan melalui penguatan kelompok masyarakat dan unit pengelola keuangan; dan bantuan pengembangan sistem pelaporan untuk mendukung pelestarian hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi produktif (Sumodiningrat, 1990 diacu dalam Kasmadi, 2005).

Program yang tengah dilaksanakan oleh pemerintah Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Penelitian yang dilakukan oleh Prihartono (2009)

(31)

13 menunjukkan pengaruh PUAP terhadap kinerja Gapoktan sebelum dan sesudah adanya PUAP berdasarkan indikator organisasi memiliki pengaruh positif terhadap kinerja Gapoktan itu sendiri. Tanggapan petani yang termasuk ke dalam Gapoktan yang menerima PUAP menyatakan ingin melakukan peminjaman kembali karena mereka merasakan manfaat dari pinjaman tersebut. Rata-rata pendapatan anggota Gapoktan setelah menerima PUAP mengalami peningkatan pendapatan.

2.2. Efektivitas Pembiayaan

Sanim (1998) mengemukakan bahwa efektivitas pembiayaan dalam peningkatan produktivitas pertanian dan pendapatan petani sangat ditentukan oleh sejauh mana modal kerja yang diterima petani benar-benar digunakan untuk keperluan usahataninya. Program pembiayaan yang diteliti adalah Kredit Usaha Tani (KUT) Pola Khusus. Tolok ukur yang dapat digunakan dalam mengevaluasi keberhasilan pelaksanaan penyaluran KUT pola khusus di antaranya adalah melihat sejauh mana dampak kredit yang disalurkan terhadap produksi dan pendapatan petani (Kane, 1984 diacu dalam Sanim, 1998). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya KUT Pola Khusus telah berhasil meningkatkan pendapatan bersih petani hingga 44,89 persen. Pendapatan ini didapatkan dari nilai produksi dikurangi dengan biaya produksi. Hal lain yang diteliti adalah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian pinjaman oleh petani. Hasil penelitian menunjukkan sejumlah faktor yang mempengaruhi pengembalian oleh petani adalah kelas kelompok tani, status apakah petani pernah memperoleh KUT Pola Umum atau tidak, petani mempunyai tabungan di KUD dan di kelompok tani atau tidak, keikutsertaan petani dalam menyusun RDKK atau tidak, bantuan kredit yang diterima, saat petani menerima kredit, frekuensi ikut pertemuan, komoditas yang diusahakan, status penguasaan lahan, serta frekuensi pembinaan dari KUD dan PPL. Keunggulan dari penelitian ini adalah menunjukkan sejauh mana efektivitas pembiayaan terhadap petani dilihat dari pendapatan.

Peningkatan pendapatan merupakan salah satu tujuan dari penyelenggaraan program pembiayaan oleh pemerintah, sehingga dari hasil penelitian ini bisa menjadi salah satu bentuk evaluasi dan masukan bagi penyusun

(32)

14 program (pemerintah). Kelemahan dalam penelitian ini adalah asumsi yang digunakan dengan tidak mempertimpangkan mengenai presentase kelompok tani yang menunggak dan ditemukannya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan KUT, menyebabkan hasil dari penelitian ini dapat dianggap overestimated terhadap efektivitas dari penyelenggaraan program ini.

Menurut Aryati (2006) dalam skripsinya menyatakan bahwa efektif atau tidaknya suatu penyaluran pembiayaan pada BMT dapat dinilai berdasarkan beberapa parameter antara lain: persyaratan peminjaman, prosedur peminjaman, prosedur peminjaman, realisasi kredit, besar kecilnya biaya administrasi, pelayanan petugas bank, lokasi bank, jaminan/agunan, pengetahuan dan partisipasi nasabah/calon nasabah, serta memberikan dampak positif. Kinerja LKM dikatakan efektif jika kinerja pembiayaannya terhadap usaha kecil efektif (Arsyad, 2008).

Lubis (2005) menyatakan bahwa efektivitas dari penyaluran kredit ketahanan pangan dapat dilihat dengan menganalisis efektivitas penyaluran di sisi bank maupun di sisi pengguna kredit. Kriteria yang digunakan untuk melihat efektivitas dari sisi bank adalah target dan realisasi, frekuensi pinjaman, jangkauan kredit, jumlah tunggakan, dan pengembangan tabungan. Adapun kriteria efektivitas yang digunakan untuk melihat efektivitas di sisi pengguna kredit adalah persyaratan awal, prosedur perkreditan, tingkat bunga, realisasi kredit, biaya administrasi, pelayanan petugas bank, dan jarak/lokasi bank.

Kurnia (2009) menyatakan bahwa efektivitas dari pembiayaan dapat dilihat dari efektivitas penyaluran dan pemanfaatan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis seta permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Pengukuran efektivitas ini dilakukan pada dua pihak antara BMT dan mitra BMT. Efektivitas penyaluran akan ditunjukkan melalui presentase jumlah penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis sedangkan untuk efektivitas pemanfaatan ditunjukkan dengan secara kualitatif dengan dideskripsikan pemanfaatan pembiayaan yang terjadi di lapangan.

Dalam penelitian ini tidak sampai kepada efektivitas pembiayaan melainkan keragaan dari penyaluran dana PUAP. Analisis keragaan penyaluran

(33)

15 dana PUAP dilihat dari sisi LKMA-S sebagai lembaga keuangan dan petani anggota Gapoktan sebagai nasabah.

2.3. Pengaruh Pembiayaan Pertanian

Pengaruh pembiayaan pertanian dinilai positif seringkali dilihat dari peningkatan pendapatan petani. Hal ini ditunjukkan dari beberapa penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang searah antara pembiayaan pertanian terhadap pendapatan petani. Pengaruh pembiayaan terhadap pendapatan petani dapat dilakukan melalui pendekatan terhadap penggunaan faktor produksi yang digunakan oleh petani. Hal ini dapat didasari oleh pembiayaan dapat meningkatkan kemampuan petani dalam memperbaiki faktor produksi yang digunakan baik dari tingkat penggunaan teknologi, kualitas faktor produksi, dan jumlah penggunaan.

Penelitian yang menunjukkan penggunaan faktor produksi berpengaruh terhadap pendapatan dapat ditunjukkan salah satunya oleh penelitian yang dilakukan oleh Basuki (2008). Penelitian tersebut menjelaskan bahwa usahatani padi hibrida yang dilaksanakan oleh petani padi Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang pada Musim Rendeng 2006/2007 memberikan keuntungan (pendapatan) yang lebih kecil daripada usahatani padi inhibrida pada waktu dan tempat yang sama. Pendapatan atas biaya dibayarkan usahatani padi inhibrida dan padi hibrida adalah Rp 6.152.080,57 dan Rp 4.384.536,55. Kemudian hasil R/C rasio usahatani padi inhibrida lebih besar daripada R/C rasio usahatani hibrida masing-masing sebesar 2,10 dan 1,62 menandakan bahwa usahatani inhibrida lebih efisien daripada usahatani hibrida.

Hasil analisis regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi benih padi hibrida menunjukkan bahwa ada empat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan benih padi hibrida di Kecamatan Cibuaya yaitu luas lahan, status lahan, rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total dan umur. Semakin luas lahan yang digarap maka kemungkinan petani untuk mengadopsi benih padi hibrida juga semakin tinggi. Petani penggarap bukan pemilik tanah memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk menggunakan benih padi hibrida. Semakin tinggi rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, semakin kecil kemungkinan petani

(34)

16 untuk menggunakan inovasi benih padi hibrida. Semakin tua petani maka kemungkinan petani untuk menanam inovasi padi hibrida semakin kecil.

Penelitian lain yang menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi memiliki pengaruh terhadap pendapatan petani adalah penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2007) yang meneliti tentang analisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani padi sawah (kasus di Desa Purwoadi, Kecamatan Timurjo, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung). Dalam penelitiannya, peneliti menggunakan metode analisis pendapatan usahatani. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa hasil analisis pendapatan usahatani padi sawah di daerah penelitian secara umum dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Petani memperoleh R/C rasio atas biaya tunai sebesar 2,89 dan nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,70. Hal ini berarti penerimaan yang diperoleh petani dapat menutupi seluruh biaya usahatani. Selanjutnya dari hasil uji-t student memberikan hasil bahwa faktor-faktor seperti luas lahan, benih, pupuk urea, dan tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi padi sawah di daerah penelitian.

Hasil analisis efisiensi ekonomi terhadap faktor-faktor produksi usahatani padi sawah di Desa Purwoadi menunjukkan bahwa kondisi usahatani di daerah tersebut tidak efisien. Sementara untuk faktor produksi seperti luas lahan, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk ZA, pestisida dan tenaga kerja menunjukkan bahwa rasio NPM dan BKM-nya lebih dari satu. Hal ini berarti jumlah dari penggunaan masing-masing faktor produksi tersebut harus ditambah untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sedangkan faktor produksi benih dan pupuk KCL tidak dapat diramalkan secara tepat penggunaan rata-rata efisiennya karena perbandingan NPM dan BKM-nya bernilai negatif.

Dalam melihat pengaruh pembiayaan juga dapat dilihat dari kondisi petani setelah atau sebelum adanya pembiayaan atau kondisi pada petani yang mendapat pembiayaan dan yang tidak mendapat pembiyaaan. Pengaruh pembiayaan terhadap kondisi petani sebelum dan setelah pembiayaan dapat dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh Kasmadi (2005) mengenai Pengaruh Bantuan Langsung Masyarakat Terhadap Kemandirian Petani Ternak (Kasus pada Kelompok Tani Ternak Desa Bungai Jaya dan Desa Tambun Raya, Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah). Menurut penelitian ini

(35)

17 manfaat program Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) bagi petani penerima program sangat besar terutama dalam meningkatkan usaha beternak, dari yang tidak memiliki ternak kemudian menjadi mampu untuk memiliki ternak, sehingga menimbulkan motivasi petani untuk mengembangkan ternak BLM tersebut. Hal tersebut telah dibuktikan oleh petani itu sendiri dengan keberhasilan mereka dalam program ini. Ternak yang mereka kelola telah berkembang dan rata-rata telah menyetor untuk digulirkan kepada petani yang belum memperoleh bantuan BLM tersebut. Ini tentunya sudah sesuai dengan tujuan dari program BLM yang ingin memberdayakan masyarakat petani sesuai dengan potensi yang dimiliki dengan bantuan yang difasilitasi oleh pemerintah dan dikelola oleh kelompok sendiri. Perguliran dana BLM telah mencapai 70 persen, dimana perguliran dana tersebut pengaturannya diatur oleh kelompok sendiri dibawah bimbingan pemerintah dan petugas pendamping. Keberhasilan program BLM tersebut tidak terlepas dari kesadaran petani dalam mengembangkan ternak tersebut yang juga dibantu oleh pemerintah setempat seperti Dinas Peternakan, petugas pendamping dan aparat pemerintah desa.

Penelitian lainnya yang menunjukkan perubahan kondisi petani setelah adanya pembiayaan pertanian ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sanim (1998). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata petani sebelum menerima kredit adalah Rp. 657.779 per hektar. Nilai tersebut meningkat menjadi Rp. 953.039 per hektar setelah petani menerima bantuan KUT pola khusus.

Pengaruh pembiayaan yang dilihat dengan menunjukkan perbedaan kondisi pada petani yang menerima pembiayaan dengan petani yang tidak menerima pembiyaan adalah penelitian yang dilakukan oleh Hasan (1979). Pada penelitian tersebut dibandingkan kondisi petani peserta BIMAS dan petani non-BIMAS. Hasil penelitian tersebut menunjukkan penggunaan tenaga kerja per ha pada usahatani BIMAS 28 persen lebih besar dibandingkan dengan usahatani non-BIMAS. Penggunaan sarana produksi per ha terutama pupuk pada usahatani BIMAS 151 persen lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani non-BIMAS yaitu rata-rata penggunaan pupuk per ha pada usahatani BIMAS 163,2 kg sedangkan pada usahatani non-BIMAS 65 kg. Biaya produksi per ha pada usahatani BIMAS

(36)

18 23 persen lebih tinggi dibandingkan dengan non-BIMAS. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan tingkat penggunaan faktor produksi yaitu pupuk dan tenaga kerja. Hasil produksi per ha usahatani BIMAS 30 persen lebih besar dibandingkan dengan usahatani non-BIMAS. Produksi rata-rata per ha pada usahatani BIMAS 31,8 kwt sedangkan pada usahatani non-BIMAS 24,5 kwt. Pendapatan bersih usahatani BIMAS 37 persen lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani non-BIMAS yang ditunjukkan dengan B/C ratio BIMAS sebesar 2,3.

Perdana (2008) menganalisis Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA) Terhadap Pendapatan Usahatani Peserta Plasma (Studi Pada PT. Sinar Kencana Inti Perkasa di Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pelaksanaan kemitraan melalui program KKPA yang dijalankan oleh PT. Sinar Kencana Inti Perkasa. Penelitian ini juga menganalisis dampak pelaksanaan program KKPA terhadap pendapatan usahatani petani peserta plasma dan petani non peserta KKPA. Analisis yang digunakan adalah metode analisis pendapatan usahatani.

Penelitian lainnya yang dapat menjelaskan pengaruh dari adanya pembiayaan pertanian adalah penelitian yang dilakukan oleh Prihartono (2009) yang menganalisis pengaruh PUAP terhadap kinerja Gapoktan sebelum dan sesudah adanya PUAP berdasarkan indikator organisasi memiliki pengaruh positif terhadp kinerja Gapoktan itu sendiri. Pengaruh PUAP terhadap kinerja Gapoktan dalam menyalurkan dana BLM-PUAP ke anggotanya dapat dilihat dari kriteria keefektivan penyalurannya. Penyaluran BLM-PUAP dapat dikatakan sudah efektif karena tiga dari kriteria efektivitas penyaluran telah memenuhi kriteria efektivitas penyaluran telah memenuhi kategori efektif (presentase tunggakan, tingkat bunga dan jangkauan peminjaman). Dari ketujuh indikator kinerja Gapoktan, dapat diinformasikan bahwa hanya terdapat tiga indikator kinerja Gapoktan yang memiliki pengaruh terhadap perubahan pendapatan anggota yakni:indikator keterlibatan anggota dalam penyusunan rencana usaha bersama; indikator anggota mengerjakan kegiatan pertanian secara bersama; dan indikator adanya aktivitas pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota maupun pengurus. Berdasarkan penelitian ini dapat diketahui mengenai tanggapan

(37)

19 responden dengan adanya progran PUAP yaitu sebagian besar responden menyatakan ingin melakukan peminjaman kembali karena mereka merasakan manfaat dari pinjaman tersebut. Rata-rata pendapatan anggota Gapoktan sebelum dan sesudah menerima BLM-PUAP mengalami peningkatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Kasmadi (2005) menunjukkan bahwa pengaruh dari program pembiayaan pertanian yaitu Bantuan Langsung Masyarakat terhadap peternak dianalisis melalui pendekatan kemandirian kelompok ternak yang ditunjukkan dengan penambahan aset dan kemampuan untuk menyetor kembali dana pembiayaan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Filtra (2007) menilai pengaruh program pembiayaan pertanian dari aspek teknis, aspek usaha dan aspek kelembagaan. Pada penelitian Lubis (2005) melihat efektivitas dari program pembiayaan pertanian dari efektivitas penyaluran dan pendapatan petani. Perdana (2007) melihat pengaruh dari pembiayaan pertanian dengan mengacu pada pendapatan. Sedangkan, Prihartono (2009) melihat pengaruh dari pembiayaan pertanian adalah dengan perubahan pendapatan yang kemudian dikaitkan dengan kinerja Gapoktan yang dinilai berpengaruh pada pendapatan petani anggota Gapoktan. Terdapat persamaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu melihat pengaruh dari program pembiayaan pertanian dilihat dari perubahan pendapatan yang terjadi pada petani. Adapun hal yang membedakan penelitian ini dibandingkan penelitian sebelumnya adalah analisis yang digunakan yang memiliki titik fokus pada keragaan dan pengaruh dari penyaluran dana program pembiayaan pertanian terhadap petani dilihat dari aspek pendapatan.

Pada penelitian ini dalam menganalisis pengaruh pembiayaan pertanian akan dilihat dari perubahan kondisi petani petani penerima PUAP dana kondisi petani non penerima PUAP. Indikator yang digunakan untuk menunjukkan PUAP memberikan pengaruh positif atau negatif dilihat dari tingkat pendapatan petani. Pendapatan petani penerima PUAP dan petani non penerima PUAP akan dianalisis menggunakan analisis pendapatan R/C ratio untuk melihat apakah layak atau tidak usahatani yang dijalankan oleh petani penerima PUAP dan petani non penerima PUAP.

(38)

20

2.4. Perbedaan Kinerja Usaha dengan Pembiayaan Syariah dan Pembiayaan Konvensional

Pola pembiayaan yang dikenal masyarakat adalah pembiayaan konvensional dan pembiayaan syariah. Penerapan suatu pola pembiayaan terhadap suatu usaha dapat memberikan hasil yang berbeda. Dalam melihat perbedaan kondisi usaha dengan penerapan suatu pola pembiayaan dapat dilihat dari penelitian yang melihat kondisi suatu usaha yang pernah menerapkan kedua pola pembiayaan yaitu kondisi ketika mendapatkan pembiayaan secara konvesional dengan kondisi ketika mendapatkan pembiayaan syariah. Penelitian yang dapat menjelaskan hal ini ditunjukkan salah satunya oleh pembiayaan yang dilakukan oleh Permana (2007) yang menganalisis perbandingan pengembangan usaha budidaya ikan konsumsi dengan pembiayaan syariah dan kredit konvensional. Dalam penelitiannya digunakan studi kasus dengan satuan kasus yaitu pembudidaya ikan konsumsi yang mendapatkan pembiayaan syariah, kredit konvensional serta modal pribadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan usaha budidaya ikan konsumsi dengan bantuan pembiayaan syariah dan kredit konvensional, dengan menganalisis tingkat keuntungan, kelayakan finansial, serta analisis sensitivitas.

Dalam penelitiannya, Permana (2007) menggunakan analisis pendapatan usaha serta R/C Ratio pada budidaya ikan konsumsi. Bantuan pembiayaan dan kredit diuji dengan kelayakan usahanya dengan menggunakan analisis kriteria investasi yaitu NPV, Net B/C, dan IRR juga diadakan analisis sensitivitas dari adanya perubahan harga bahan baku atau suku bunga. Kelayakan usaha yang diketahui dari analisis finansial menunjukkan bahwa pembiayaan ini turut berperan dalam pengembangan usaha budidaya ikan konsumsi. Kelayakan usaha dapat diketahui dari analisis finansial serta memberikan informasi bagi hasil yang layak dan mampu dibayar pembudidaya ikan berdasarkan besar IRR.

Penyaluran pembiayaan yang efektif dapat meningkatkan pendapatan para pembudidaya ikan yang dapat dinilai dari semakin layaknya usaha ini, selain itu ia melakukan analisis dengan sensitivitas terhadap perubahan atau kenaikan harga bahan baku serta perubahan suku bunga. Selain itu, untuk melihat perbandingan antara pembiayaan syariah dengan kredit konvensional, juga dikembangkan usaha

(39)

21 dengan modal pribadi jika mendapatkan pembiayaan syariah dan kredit konvensional dengan menggunakan analisis finansial.

Secara garis besar mekanisme pemberian kredit usaha antara perbankan syariah dan konvensional hampir sama. Hanya saja yang membedakan adalah dari produk serta sistem pengembalian pinjaman yang digunakan. Perbankan konvensional menggunakan sistem suku bunga sedangkan perbankan syariah menggunakan sistem bagi hasil atau margin. Berdasarkan hasil analisis usaha setelah pengembangan menunjukkan bahwa analisis usaha pengembangan dengan menggunakan pembiayaan syariah dengan sistem Musyarakah memiliki keuntungan usaha yang lebih besar jika dibandingkan dengan kredit konvensional. Pengembangan usaha yang dilakukan dengan menggunakan pembiayaan sistem Musyarakah juga memiliki nilai NPV, Net B/C, dan IRR yang lebih besar diandingkan dengan usaha yang dikembangkan dengan bantuan kredit konvensional, sehingga usaha dengan bantuan pembiayaan syariah memiliki kelayakan yang lebih baik jika dibandingkan dengan perbankan konvensional. Selain itu, analisis sensitivitas yang dilakukan terhadap pembudidaya ikan konsumsi menunjukkan bahwa usaha dengan bantuan pembiayaan syariah memiliki sensitivitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan usaha yang dikembangkan dengan kredit konvensional.

Hal ini menunjukkan bahwa program pengembangan agribisnis di Indonesia akan berjalan dengan lebih baik jika pola-pola pembiayaan yang diberikan menggunakan pola syariah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa pola pembiayaan dengan menggunakan sistem syariah ternyata lebih baik untuk diterapkan pada sektor pertanian secara luas (dalam hal ini sektor perikanan) dibandingkan dengan pola kredit konvensional. Hal ini terbukti dari analisis usaha yang dilakukan menunjukkan bahwa pengembangan usaha dengan menggunakan pembiayaan syariah menghasilkan keuntungan usaha yang lebih besar, memiliki nilai kriteria investasi yang lebih baik, dan lebih tahan terhadap sensitivitas terhadap perubahan harga bahan baku maupun perubahan suku bunga.

Pada penelitian ini tidak mencoba untuk membandingkan antara kinerja dari lembaga keungan mikro yang berbasis pembiayaan konvesional dengan yang berbasis syariah. Akan tetapi, lebih terhadap menganalisis mengenai kinerja dan

(40)

22 pola pembiayaan yang dijalankan untuk kemudian dilihat keragaan dan pengaruh dari penyaluran pembiayaan pada petani yang menerima pembiayaan.

Gambar

Tabel 3.  Kelas Gapoktan dengan Kinerja Baik Kabupaten Sukabumi Tahun 2008
Tabel 7.  Sebaran Petani Responden Penerima dan Petani Responden  Non Penerima BLM-PUAP Berdasarkan Kelompok Umur  Tahun 2009
Tabel 10.  Sebaran Petani Responden Penerima dan Petani Responden  Non Penerima BLM-PUAP Berdasarkan Kriteria Pengalaman  Berusahatani Tahun 2009
Tabel  13.    Rekapitulasi  Realisasi  Penyaluran  Dana  PUAP  Berdasarkan  Bidang      Usaha di LKMA-S Subur Rejeki Februari 2009 sampai Maret 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan produk berupa perangkat pembelajaran trigonometri yang baik berdasar- kan kevalidan, kepraktisan dan

persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana

„ Perencanaan yg buruk membuat proyek memerlukan waktu 3x lebih lama. „ Perencanaan yg baik

Dimulai dari perhitungan Initial Gas In Place (IGIP) dengan data produksi ketiga sumur tersebut menggunakan metode Material Balance, selanjutnya akan dilakukan optimasi

Hasil wawancara yang dilakukan Sunarjo (2014) dengan salah satu anggota polisi lalu-lintas yang bertugas di Pos Lantas Blok M, banyak faktor yang dapat

[r]

Pada saaat masa anaka-anak awal pertumbuhan fisik anak berlangsung lambat ( sekitar 2 tahun) dari pada pertumbuhan fisik anak ketika masih bayi. Pada masa awal anak-anak

Pada hari ini SENIN tanggal ENAM bulan AGUSTUS tahun DUA RIBU DUABELAS kami yang bertandatangan dibawah ini Panitia Pengadaan Barang dan Jasa MAN Rejosari Kebonsari