• Tidak ada hasil yang ditemukan

A L W A T Z I K H O E B I L L A H Jurnal Kajian Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A L W A T Z I K H O E B I L L A H Jurnal Kajian Islam"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

A L W A T Z I K H O E B I L L A H

Jurnal Kajian Islam

ISSN: 2442-384X

Penerbit

Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas

Penanggung Jawab

Drs. H. Jamiat Akadol, M.Si, MH

Mitra Bistari

Dr. Anton Athoillah (UIN Sunan Gunung Djati Bandung)

Dr. Rulli Nasrullah (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Dr. Aswandi (Universitas Tanjung Pura Pontianak)

Ketua Dewan Redaksi

Dr. Hj. Eni Dewi Kurniawati, M.Pd

Dewan Redaksi

Rusiadi, S.Pd.I, M.Ag

Drs. H. Mujahidin, M.Si

Dr. Adnan Mahdi, S.Ag, M.S.I.

Oscar Hutagaluh, S.Pd, MM, M.Si

Sekretaris Redaksi

Suriadi, S.Pd.I, M.Ag

Desain Grafis

U. Ari Alrizki

Distribusi dan Tata Usaha

Sulastri, S.Pd.I, M.E.I

Zulkan, SE

Pardini

Alamat Redaksi:

Jl. Raya Sejangkung, Kawasan Pendidikan Sebayan,

Sambas – Kalimantan Barat

(3)

A L W A T Z I K H O E B I L L A H

Jurnal Kajian Islam

ISSN: 2442-384X

DAFTAR ISI

Etriadi

Menyelami Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw, hlm. 1 – 14

Jaelani

Khilafah Bani Abbasiyah; Masa Kejayaan Dan Persebaran Budaya

Islam, hlm. 15 – 22

Jamiat Akadol

Rekonstruksi Budaya Hukum Birokrasi Pelayanan Publik Bidang

Kesehatan Sebagai Upaya Mempercepat Proses Reformasi Birokrasi,

hlm. 23 – 40

Mujahidin

Epistemologi Kritis Immanuel Kant Dan Implikasi Dalam Pendidikan,

hlm. 41 – 50

Nasrullah

Nahdhatul Ulama Dan Akomodasi Budaya Lokal, hlm. 51– 60

Oskar Hutagaluh

Manajemen Pembangunan Perbatasan Dengan Pendekatan Ketahanan

Nasional, hlm. 61 – 83

Tehedi

Eksekusi Jaminan Sengketa Bisnis Syariah, hlm. 84 – 95

Karman

Reformasi Birokrasi: Politik Hukum Birokrasi Yang Dilematis Dalam

Sistem Tata Negara Indonesia, hlm. 96 – 108

Susilawati

Pengembangan Karir Personalia Dalam Pendidikan Islam,

hlm. 109 – 117

Syarifah Hasanah

(4)

Etriadi *

ABSTRAK

Isra Mi’raj adalah dua bagian dari perjalanan yang dilakukan oleh Muhammad dalam waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam . Isra’ mi’raj bukanlah kisah perjalanan antariksa. Aspek astronomis sama sekali tidak ada dalam kajian Isra’ mi’raj. Namun, Isra’ mi’raj mengusik keingintahuan akal manusia untuk mencari penjelasan ilmu. Aspek aqidah dan ibadah berintegrasi dengan aspek ilmiah dalam membahas Isra’ mi’raj. Inspirasi saintifik Isra’ Mi’raj mendorong kita untuk berfikir mengintegrasikan sains dalam aqidah dan ibadah. Memahami peristiwa isra’ mi’raj harus disikapi secara serius agar tidak terjebak pada kesalahan yang berakibat fatal karena hal ini menyangkut tentang keyakinan seseorang terhadap apa yang diyakininya selama hidup didunia. Pemahaman yang keliru tentang isra’ mi’raj akan berakibat pada cara kita bertauhid kepada Tuhan .

KATA KUNCI: Isra’ Mi’raj, Aqidah dan Ibadah

(5)

PENDAHULUAN

Isra’ Mi’raj (Arab: ءارسلإا

جارعملاو, al-’Isrā’ wal-Mi‘rāj) adalah dua bagian dari perjalanan yang dilaku-kan oleh Nabi Muhammad dalam waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam , karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa

Sallam mendapat perintah untuk

menu-naikan shalat lima waktu dalam sehari semalam.

Isra’secara etimologi atau menu-rut bahasa artinya berjalan di waktu ma lam. Isra’ secara terminologi atau me-nurut istilah artinya perjalanan Nabi Muhammad s.a.w. diwaktu malam hari dari masjidil Haram (di Makkah) ke masjidil Aqsha artinya masjid yang ja-uh (di Palestina). Mi’roj secara etimo-logi atau menurut bahasa artinya tangga, atau alat untuk naik dari bawah ke atas. Mi’raj secara terminologi atau menurut istilah adalah perjalanan nabi saw dari alam bawah (bumi) ke alam atas (langit) sampai langit yang ke tujuh sampai ke sidratul muntaha, yakni dari Masjidil Aqsha di Palestina naik ke alam atas melalui beberapa langit dan ke sidratul muntaha dan terakhir sampai ke Arasyi dan Kursy dimana beliau menerima wahyu dari Allah yang meng andung perintah shalat lima waktu. (Abu Ahmadi, 2008: 166).

Isra Mi’raj Nabi Muhammad seringkali di kalangan masyarakat kita, dalam mendefinisikan isra dan mi’raj, mereka menggabungkan Isra Mi’raj menjadi satu peristiwa yang sama. Pa-dahal sebenarnya Isra dan Mi’raj meru-pakan dua peristiwa yang berbeda. Un-tuk meluruskan hal tersebut, pada ke-sempatan ini penulis bermaksud meng-upas tuntas pengertian isra dan mi’raj, sejarah isra mi’raj nabi Muhammad SAW serta hikmah dari perjalanan isra’ mi’raj Nabi Besar Muhammad SAW.

Isra Mi’raj adalah dua bagian dari perjalanan yang dilakukan oleh Nabi

Muhammad dalam waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, ka-rena pada peristiwa ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam. Isra Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allama-hal-Manshurfuri Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian,dan inilah yang populer. Na-mun demikian, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat ter-sebut dengan alasan Karena Khadijah radhiyallahu anhameninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulanRajab. Dan saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 penda-pat tentang waktu kejadian Isra Mi’raj. Tetapi tidak adasatupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui se-cara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi’raj (Murrad, Mustafa, 2007:55) Peristiwa Isra Mi’raj terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke-langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat limawaktu. Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga

(6)

dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Rasullullah SAW sedih.

Sejarah Kisah Perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW

Perjalanan dimulai Rasulullah me-ngendari buraq bersama Jibril. Jibril berkata, “turunlah dan kerjakan shalat”. Rasulullah pun turun. Jibril berkata, “dimanakah engkau sekarang?” Tidak tahu kata Rasul.“Engkau berada di Madinah, disanalah engkau akan ber-hijrah, kata Jibril. Perjalanan dilanjutkan ke Syajar Musa (Masyan) tempat penghentian Nabi Musa ketika laridari Mesir, kemudian kembali ke Tunisia tempat Nabi Musa menerima wahyu, laluke Baitullhmi (Betlehem) tempat kelahiran Nabi Isa AS, dan diteruskan ke Masjidil Aqsha di Yerussalem seba-gai kiblat nabi-nabi terdahulu (Yatim Badri:87).

Jibril menurunkan Rasulullah dan menambatkan kendaraannya. Setelah rasul memasuki masjid ternyata telah menunggu Para nabi dan rasul. Rasul bertanya: “Siapakah mereka?”. Sau-daramu para Nabi danRasul”. Kemudian Jibril membimbing Rasul kesebuah batu besar, tiba-tiba Rasul melihat tangga yang sangat indah, pangkalnya di Maqdis danujungnya menyentuh langit. Kemudian Rasulullah bersama Jibril naik tangga itumenuju kelangit tujuh dan ke Sidratul Muntaha. “Dan sesungguhnya nabi Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada sur-ga tempat tinsur-gal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratull Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Pengli-hatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidakpula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (keku-asaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm: 13 – 18).

Selanjutnya Rasulullah melanjut-kan perjalanan menghadap Allah tanpa ditemani Jibril Rasulullah membaca yang artinya: “Segala penghormatan adalah milik Allah, segala Rahmat dan kebaikan“.

Allah berfirman yang artinya: ke-selamatan bagimu wahai seorang nabi, Rahmat dan berkahnya“. Rasul mem-baca lagi yang artinya keselamatan se-moga bagi kami dan hamba-hamba Allah yang sholeh. Rasulullah dan ummatnya menerima perintah ibadah shalat“.

“Kembalilah kepada umatmu dan sampaikanlah kepada mereka dari Ku”. Kemudian Rasul turun ke Sidratul Muntaha. Jibril berkata: “Allah telah memberikan kehormatan kepadamu de-ngan penghormatan yang tidak pernah diberikan kepada seorangpun dari makh luk-Nya baik malaikat yang terdekat maupun nabi yang diutus.

Dan Dia telah membuatmu sampai suatu kedudukan yang tak seorangpun dari penghuni langit maupun penghuni bumi dapat mencapainya. Berbahagia-lah engkau dengan penghormatan yang diberikan Allah kepadamu berupa ke-dudukan tinggi dan kemuliaan yang tiada bandingnya. Ambillah kedudukan tersebut dengan bersyukur kepadanya karena Allah Tuhan pemberi nikmat yang menyukai orang-orang yang ber-syukur’.

Lalu Rasul memuji Allah atas semua itu. Kemudian Jibril berkata: “Berangkatlah ke surga agar aku peril-hatkan kepadamu apa yang menjadi milikmu disana sehingga engkau lebih zuhud disamping zuhudmu yang telah ada, dan sampai lah disurga dengan Allah SWT. Tidak ada sebuah tempat pun aku biarkan terlewatkan”. Rasul melihat gedung-gedung dari intan mutiara dan sejenisnya, Rasul juga melihat pohon-pohon dari emas. Rasul melihat disurga apa yang mata belum pernah melihat, telinga belum pernah mendengar dan tidak terlintas dihati

(7)

manusia semuanya masih kosong dan disediakan hanya pemiliknya dari ke-kasih Allah ini yang dapatmelihatnya. Semua itu membuat Rasul kagum untuk seperti inilah mestinya manusia ber-amal. Kemudian Rasul diperlihatkan neraka sehingga rasul dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya selanjutnya Rasulullah turun ke bumi dan kembali ke masjidil haram menje-lang subuh.

Mandapat Mandat Shalat 5 waktu

Ada hal yang lebih wajar untuk di pertanyakan, bukannya bagaimana Isra Mi’raj, tetapi mengapa Isra’ Mi’raj terjadi? Jawaban pertanyaan ini seba-gaimana kita lihat pada ayat 78 surat al-lsra’, Mi’raj itu untuk menerima man-dat melaksanakan shalat lima waktu. Jadi, shalat inilah yang menjadi inti peristiwa Isra’Mi’raj tersebut.

Shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan spiritual individual hubungannya dengan Allah. Shalat juga menjadi sarana untuk menjadi keseim-bangan tatanan masyarakat yang ega-liter, beradab, dan penuh kedamaian. Makanya tidak berlebihan apabila Alexis Carrel menyatakan: “Apabila pengabdian, sholat dan do’a yang tulus kepada Sang Maha pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasya -rakat, hal itu berarti kita telah menda-tangi kontrak bagi kehancuran masya-rakat tersebut. Perlu diketahui bahwa A. Carrel bukanlah orang yang memi-liki latar belakang pendidikan agama, tetapi dia adalah seorang dokter dan pakar Humaniora yang telah dua kali menerima nobel atas hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja dan pencangkokannya. Tanpa pendapat Carrel pun, Al–Qur’an beberapa abad yang lalu telah menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusu’ akan bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, sehingga tercipta tatanan

masyarakat yang harmonis, egaliter, dan beretika (Setiawan Arif, 2002:77)

Hikmah Isra Mi’raj Nabi Besar Muhammad SAW

Perintah sholat dalam perjalanan isra dan mi’raj Nabi Muhammad SAW, kemudian menjadi ibadah wajib bagi setiap umat Islam dan memiliki keisti-mewaan tersendiri dibandingkan ibadah wajib lainnya.Sehingga, dalam konteks spiritual-imaniah maupun perspektif rasional-ilmiah,Isra’ Mi’raj merupakan kajian yang tak kunjung kering inspirasi dan hikmahnya bagi kehidupan umat beragama (Islam).

Bersandar pada alasan inilah, Imam Al-Qusyairi yang lahir pada 376 Hijriyah, melalui buku yang berjudul asli ‘Kitab al-Mikraj’ ini, berupaya memberikan peta yang cukup kompre-hensif seputar kisah dan hikmah dari perjalanan agung Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, beserta telaahnya. Dengan menggunakan sumber primer, berupa ayat-ayat Al-Quran dan hadist-hadits shahih, Imam al-Qusyairi dengan cukup gamblang menuturkan peristiwa fenomenal yang dialami Nabi itu dengan runtut. Selain itu, buku ini juga mencoba mengajak pembaca untuk menyimak dengan begitu detail dan mendalam kisah sakral Rasulullah SAW, serta rahasia di balik peristiwa luar biasa ini, termasuk mengenai meng apa mikraj di malam hari? Mengapa ha-rus menembus langit? Apakah Allah berada di atas? Mukjizatkah mikraj itu hingga tak bisa dialami orang lain? Ataukah semacam wisata ruhani Rasulullah yang patut kita teladani? Bagaimana dengan mikraj para Nabi yang lain dan para wali? Bagaimana dengan mikraj kita sebagai Muslim? Serta apa hikmahnya bagi kehidupan kita? Semua dibahas secara gamblang dalam buku ini.

Dalam pengertiannya, Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan suci, dan bukan

(8)

sekadar perjalanan “wisata” biasa bagi Rasul. Sehingga peristiwa ini menjadi perjalanan bersejarah yang akan menjadi titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW. John Renerd dalam buku”In theFootsteps of Muhammad:

Understanding the Islamic Experience,”

seperti pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Mi’raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. Isra Mi’raj, menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spri-tual. (T.Djamaluddin, 2011:33)

Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra Mi’raj adalah perja-lanan mnuju kesempurnaan ruhani (insan kamil) Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.

Inilah perjalanan yang amat dam-bakan setiap pengamal tasawuf. Sedang kan menurut Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mi’raj yakni ketika Rasulullah SAW “berjumpa”dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, “Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah”; “Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagung an hanyalah milik Allah saja. Allah SWT pun berfirman,“Assalamu’alaika

ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”.

Mendengar percakapan ini, para ma laikat serentak mengumandangkan dua kalimah syahadat. Maka, dari ungkapan bersejarah inilah kemudian bacaan ini diabadikan sebagai bagian dari bacaan

shalat. Selainitu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’) mengungkapkan bahwa peng-alaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi’raj mencerminkan haki-kat spiritual yang dijalankan umat Islam sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah mi’raj-nya orang-orang beriman. Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapaurutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini.

Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan kesabaran yang dalam. Kedua, kesaba-ran yang berbuah balasan dari Allah be-rupa perjalanan Isra Mi’raj dan perintah shalat. Dan ketiga, shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan merebut kemenangan. Ketiga hal diatas te lah terangkum dengan sangat indah dalam salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”

Mengacu pada berbagai aspek diatas, buku setebal 178 halaman ini setidaknya sangat menarik, karena selain memberikan bingkai yang cukup lengkap tentang peristiwa Isra’ mikraj Nabi saw, tetapi juga memuat mi’rajnya beberapa Nabi yang lain serta beberapa wali. Kemudian kelebihan lain dalam buku ini adalah dipaparkan juga meng-enai kisah Mikrajnya Abu Yazidal-Bisthami. Mikraj bagi ulama kenamaan ini merupakan rujukan bagi kondisi, kedudukan, dan perjalanan ruhaninya menuju Allah. Ia menggambarkan ram-bu-rambu jalan menuju Allah, kejuju-ran dan ketulusan niat menempuh per-jalanan spiritual serta keharusan mele-paskan diri dari segala sesuatu selain Allah. Maka, sampai pada satu

(9)

kesim-pulan bahwa jika perjalanan hijrah men jdi permulaan dari sejarah kaum Mus-limin atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi “puncak” perjalanan seorang hamba menuju kesempurnaan ruhani..

Dewasa ini, telah terjadi banyak kesalah pahaman diantara umat Muslim tentang masjid Al-Aqsa yang sebenar-nya. Banyak umat Muslim maupun non Muslim yang mempublikasikan foto Masjid Al-Aqsa yang salah, tapi yang mengkuatirkan saat ini, kebanyakan umat Muslim memajang foto Qubbatus Shakrah (Kubah Batu/ Dome of The

Rock) dirumah maupun dikantor mereka

dengan sebutan Masjid Al-Aqsa. Ini telah menjadi kesalahan umum di dunia Muslim. Namun tragedi sesungguhnya adalah bahwa kebanyakan generasi muda/ anak-anak Muslim (sebagaimana juga Muslim dewasa) di seluruh dunia, tidak dapat membedakan antara Masjid Al Aqsa dengan Qubbatus Shakrah (Kubah Batu).

Mengenal Kompleks Masjid Al-Aqsa

Al-Masjid El-Aqsa merupakan nama arab yang berarti Masjid terjauh. 10 tahun setelah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama, beliau me-lakukan perjalanan malam hari Mekkah ke Baitul Maqdis (Jerusalem) dan kemudian menuju langit ketujuh untuk menerima perintah sholat 5 waktu dariAllah, peristiwa ini disebut Isra’ Miraj. Sebelum turun perintah menjadi-kan Mekkah sebagai kiblat shalat umat Muslim, selama 16 setengah bulan setelah Isra Miraj, Jerusalem dijadikan arah kiblat. Ketika masih hidup, Nabi Muhammad SAW memerintahkan umat Muslim untuk tak hanya mengunjungi Mekkah tapi juga Masjid Al-Aqsa yang berjarak sekitar 2000 kilometer sebelah utara Mekkah (Mohammad Herry, 2007: 20)

Masjid Al-Aqsa merupakan bang unan tertua kedua setelah Ka’bah di Mekkah, dan tempat suci dan tempat terpenting ketiga setelah Mekkah dan Madinah. Luas kompleks Masjid Al-Aqsa sekitar 144.000 meter persegi, atau 1/6 dari seluruh area yang dikeli-lingi tembok kota tua Jerusalem yang berdiri saat ini. Dikenal juga sebagai Al Haram El Sharif atau oleh yahudi disebut Kuil Sulaiman. Kompleks Masjid Al-Aqsa dapat menampung sekitar 400.000 jemaah (Masjid Al-Aqsa menampung sekitar 5.000 jamaah, selebihnya sholat dikompleks yang ber-area terbuka).\

Pembangunan kembali kompleks Masjid Al-Aqsa dimulai 6 tahun setelah Nabi wafat oleh Umar Bin Khattab. Beliau menginginkan untuk dibangun sebuah masjid di selatan Foundation Stone (membelakangi Foundation Stone, menghadap selatan/Mekkah). Pembangunan tersebut dilakukan oleh Khalifah Ummayah Abd Al Malik Ibn Marwan dan diselesaikan oleh anaknya Al Walid 68 tahun setelah Nabi wafat dengan diberi nama Masjid Al Aqsha. Di pusat kompleks Kuil Sulaiman, terdapat Foundation Stone yaitu batu landasan yang dipercaya umat Yahudi sebagai tempat Yahweh menciptakan alam semesta dan tempat Abraham mengorbankan Isaac. Bagi umat Islam batu ini adalah tempat Nabi Muhammad menjejakkan kakinya untuk Mi’raj. Untuk melindungi batu ini, Khalifah Abd Al Malik Ibn Marwan membangun kubah dan masjid polygon, yang kemudian terkenal dengan nama Dome of The Rock (Kubah batu).

Masjidil Aqsa merupakan kiblat pertama bagi Umat Islam sebelum dipindahkan ke Ka’bah dengan perintah Allah SWT. Kini berada didalam kawasan jajahan Yahudi. Dalam keadaan yang demikian, disinyalir pihak Yahudi telah mengambil kesempatan untuk mengelirukan pengetahuan Umat Islam

(10)

dengan mengedarkan gambar Dome of

The Rock sebagai Masjidil Aqsa. Tujuan

mereka hanyalah satu: untuk merun-tuhkan Masjidil Aqsa yang sebenarnya dan mendirikan kembali haikal Sulai man. Saat ini,hanya “Tembok sebelah Barat” yang tersisa dari bangunan kuil atau istana Sulaiman yang masih berdiri, dan pada saat yang bersamaan tempat ini dinamakan “Tembok Ratapan/Wai-ling Wall’ oleh orang Yahudi. Apabila Umat Islam sendiri sudah keliru dan sulit untuk membedakan Masjidil Aqsa yang sebenarnya, maka semakin mu-dahlah tugas mereka untuk melaksana-kan rencana tersebut, karena bila Masjid Al-Aqsa diruntuhkan, keban-yakan umat tidak akan menyadarinya. Berikut disertakan terjemahan surat yang ditulis dandikirimkan oleh Dr. Marwan kepada ketua pengarang harian “Al-Dastour” tentang kekeliruan umat dan hubungannya dengan rencana zionis.

Terdapat beberapa kekeliruan antara Masjidil Aqsa dan The Dome of The Rock. Apabila disebut tentang Masjidil Aqsa di dalam media lokal maupun internasional, foto The Dome of The Rock-lah yang ditampilkan. Alasannya adalah untuk mengalihkan masyarakat umum yang merupakan siasat Israel. Tinjauan ini diperoleh saat saya tinggal di USA, dimana saya telah mengetahui bahwa Zionis di Amerika telah mencetak dan mengedarkan foto tersebut dan menjualnya kepada orang arab dan Muslim. Kadangkala dijual dengan harga yang murah bahkan kadang diberikan secara gratis agar Muslim dapat mengedarkannya dimana saja. Baik dirumah maupunkantor.

Hal ini meyakinkan kita bahwa Israel ingin menghapuskan gambaran Masjid Al-Aqsa dari ingatan umat Islam supaya mereka dapat memusnahkannya dan membangun kuil mereka tanpa ada publikasi. Bila ada yang membangkang atau memprotes, maka Israel akan

menunjukkan foto The Dome of The

Rock yang masih utuh berdiri, dan

menyatakan bahwa mereka tidak ber-buat apa-apa. Siasat yang sungguh pintar! kita juga merasa heran ketika bertanya kepada beberapa rakyat arab, Muslim, bahkan rakyat Palestina karena mendapati mereka sendiri tidak dapat membedakan antara kedua bangunan tersebut.Ini benar-benar membuatkan kita merasa kesal dan sedih karena hingga kini Israel telah berhasil dalam siasat mereka.

Demikianlah, dengan kondisi yang mengkuatirkan ini,kita sebagai Muslim hendaklah turut membantu menyebarkan informasi yang benar kepada saudara kita dan dunia.

Masa Terjadinya Isra’ Mi’raj

Para ulama tarikh banyak ber-selisih tentang waktu terjadinya isra mi’raj. Sebagian ulama berpendapat bahwa isra’ mi’raj terjadi pada tanggal 7 Rabiul awal,sebagian lagi pada tang-gal 17 Rabiul awal, sebagian lagi pada tanggal 27 Rabiul akhir dan sebagian lagi berpendapat bahwa isra’ mi’raj terjadi pada tanggal tanggal 27 rajab. Tapi sebagian besar ulama berpendapat bahwa isra’ mi’raj terjadi pada tanggal 27 Rajab Sedangkan tahun terjadinya Isra’ Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke

Madinah. Yaitu pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian. Wallahu a’lamu

bis-shawab…

Konteks Situasi Terjadinya Isra’ Mi’raj

Kita kenal Isra' wal Mi'raj terjadi sekitar setahun sebelum Hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah (Yatsrib ketika itu). Ketika itu, Rasulullah SAW dalam situasi yang sangat "sedih", seolah tiada celah harapan masa depan bagi agama ini. Selang beberapa masa sebelumnya, isteri tercinta Khadijah

(11)

r.a. dan paman yang menjadi dinding kasat dari penjuangan meninggal dunia. Yang kita kenal dengan Ammul husni (tahun duka cita). Sementara tekanan fisik maunpun psikologis kafir Qurays terhadap perjuangan semakin berat. Rasulullah seolah kehilangan pegangan, kehilangan arah, dan pandangan itu berkunang-kunang tiada jelas. Dalam sitausi seperti inilah, rupanya "rahmah" Allah meliputi segalanya, mengalahkan dan menundukkan segala sesuatunya. "warahamatii wasi'at kulla syaei", demikian Allah deklarasikan dalam KitabNya. Beliau di suatu malam yang merintih kepedihan, mengenang kege-tiran dan kepahitan langkah perjuangan, tiba-tiba diajak oleh Pemilik kesenangan dan kegetiran untuk "berjalan-jalan" (saraa) melihat langsung kebesaran singgasana Ilahiyah di "Sidartul Muntaha". Sungguh sebuah "penyejuk" yang menyiram keganasan kobaran api permusuhan kaum kafir. Dan kinilah masanya bagi Rasulullah SAW untuk kembali "menenangkan" jiwa, memper-mantap tekad menyingsingkan lengan baju untuk melangkah menuju ke depan.

Kronologi Terjadinya Isra’ Mi’raj

Suatu hari malaikat Jibril datang menemui Nabi dan kemudian didatangkan buraq, 'binatang' berwarna putih yang lebih besar daripada keledai. Sekali melangkah langkahnya sejauh pandangan mata. Dengan buraq itu Nabi melakukan isra' dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis) di Palastina. Nabi me-nambatkan buroqnya dengan tali dimana para nabi sering menambatkan kenda-raannya di tempat itu. Kemudian Nabi Muhammad SAW salat dua rakaat di Baitul Maqdis, setelah selesai sholat beliau keluar dan Jibril mendatanginya dengan membawa segelas khamer (minuman keras) dan segelas susu. Nabi Muhammad SAW memilih susu. Kata malaikat Jibril, "Engkau dalam

kesucian, sekiranya kau pilih khamer, sesatlah ummat engkau."

Dengan buraq pula Nabi SAW melanjutkan perjalanan bersama Jibril naik ke langit . Setelah sampai di langit yang pertama,Jibril meminta kepada malaikat penjaga agar dibukakan pintu langit tersebut, meraka ditanya oleh malaikat penjaga langit, “Siapakah kamu?” Jibril Menjawab:”Saya Jibril” kemudian malaikat penjaga langit ber-tanya kembali,”Dan siapa yang bersa-mamu? Jibril menjawab,”Saya bersama Muhammad”, ditanyakan lagi “Apakah Muhammad sudah diutus oleh Allah untuk datang kesini?”, Jibril menjawab lagi,”ya,Muhammad sudah diutus oleh Allah”. Kemudian dibukakanlah pintu langit tersebut, setelah mereka masuk ke langit yang pertama itu, dijumpainya Nabi Adam. Nabi Adam menyambutnya dengan hangat dan mendoakan baginya kebaikan. Perjalanan diteruskan ke langit ke dua, dii langit ke dua dijumpai nya Nabi Isa dan Nabi Yahya. Di langit ke tiga ada Nabi Yusuf. Nabi Idris dijumpai di langit ke empat. Lalu Nabi SAW bertemu dengan Nabi Harun di langit ke lima, dan Nabi Musa di langit ke enam. Di setiap langit, Jibril me-minta kepada malaikat penjaga langit agar dibukakan pintu langit tersebut, mereka juga ditanya oleh penjaga masing-masing langit dengan pertanya-an ypertanya-ang serupa dengpertanya-an pertpertanya-anyapertanya-an pada waktu di langit yang pertama tadi.Nabi-nabi tersebut menyambutnya dengan hangat dan juga mendoakan kebaikan sebagaimana yang dilakukan nabi Adam tadi. Kemudian Nabi bersama Jibril melanjutkan perjalanan ke langit ke tujuh,di sana nabi menjumpai nabi Ibrahim yang sedang menyandarkan punggungnya ke Baitul Ma’mur.Baitul Ma'mur adalah tempat 70.000 malaikat shalat tiap harinya, setiap malaikat hanya sekali memasukinya dan tak akan pernah masuk lagi (Muhammad Husein Haikal, 2002:66)

(12)

Perjalanan dilanjutkan ke Si-daratul Muntaha. Sidratul Muntaha adalah suatu tempat yang sangat indah, yang tidak bisa dibayangkan keinda-hannya oleh seorangpun. Dari Sidratul Muntaha didengarnya kalam-kalam .Dari sidratul muntaha dilihatnya pula empat sungai, dua sungai non-fisik (bathin) di surga, dua sungai fisik (dhahir) di dunia: sungai Efrat dan sungai Nil. Lalu Jibril membawa tiga gelas berisi khamr, susu, dan madu, dipilihnya susu. Jibril pun berkomentar, "Itulah (perlambang) fitrah (kesucian) engkau dan ummat engkau." Jibril mengajak Nabi melihat surga yang indah.

Puncak dari perjalanan itu ada-lah diterimanya perintah salat wajib. Mulanya diwajibkan salat lima puluh kali sehari-semalam.Kemudian Nabi menemui Nabi Musa,dan Nabi Musa menyuruh nabi untuk meminta keingin-an kepada Allah, karena Nabi musa pernah memerintahkan hal itu kepada Bani Israil,dan mereka tidak sanggup menjalankannya. Sehingga Nabi Musa yaqin bahwa ummat Nabi Muhamm adpun tidak sanggup menjalankannya. Atas saran Nabi Musa, Nabi SAW meminta keringanan dan diberinya pengurangan sepuluh-sepuluh setiap meminta.Akhirnya diwajibkan lima kali sehari semalam. Nabi Muhammad kembali menemui Musa dan mengatakan bahwa sholat wajib itu menjadi 5x shalat dalam sehari. Nabi Musa masih menyuruh Nabi Muhammad agar kembali kepada Allah untuk meminta keringanan, Namun nampaknya Nabi Muhammad enggan dan malu kepada Allah untuk meminta keringanan ."Saya telah meminta keringan kepada Tuhanku, kini saya rela dan menyerah." Maka Allah berfirman, "Itulah fardlu-Ku dan Aku telah meringankannya (menjadi 5x shalat) atas hamba -Ku. Setiap satu sholat (sebagai pengganti dari) sepuluh sholat, sehingga genaplah

50 kali sholat. Barang siapa berniat melakukan kebaikan dan tidak melaku-kannya, maka diulis baginya satu keba-ikan. Dan barang siapa yang berniat kebaikan kemudian dia melakukannya, maka ditulis baginya sepuluh kebaikan. Dan barang siapa berniat keburukan, dan ia tidak melakukannya, maka tidak ditulis baginya satu keburukan. Dan barang sapa yang berniat keburukan. kemudian dia mngerjakannya, maka di tulis baginya satu keburukan; kemudian nabi pulang dari langit pada malam itu ke Masjidil Haram di Makkah.

Tanggapan Kaum Musyrikin Qurays

Keesokan hari setelah nabi melakukan Isra’ mi’raj, beliau datang ke Masjidi Haram dan akan menyam-paikan kejadian itu pada khalayak ramai. Abu jahal pun tidak ketinggalan menyaksikannYA dengan congkak dan sombongnya.Nabi Muhammad mence-ritakan peristiwa tersebut pada Abu Jahal.Nabi bercerita bahwa semalam tadi beliau pergi ke Baitul Maqdis. Tapi Abu Jahal tidak percaya,bagaimana mungkin pada malam hari beliau di Baitul Maqdis dan paginya sudah di Makkah. Abu Jahal menantang Nabi untuk menyampaikan hal tersebut pada semua kaum Quraisy, dan beliau menyetujuinya.Beliau menyampaikan ceritanya .Ada yang tertawa terbahak-bahak , ada yang keheranan, ada yang bertepuk tangan, bahkan mengejek. Kemudian seseorang mendatangi Abu Bakar dan menceritakan kepadanya bahwa Nabi Muhammad telah bercerita tentang kejadian malam itu.Abu bakar membenarkan Nabi .Orang tadi kebe-naran karena Abu Bakar begitu mem-percayai Nabi. Sejak saat itulah Abu Bakar diberi gelar As-Shiddiq .Sebagian dari mereka mengemukakan berbagai prtanyaan kepada Nabi tentang keadaan Baitul Maqdis .Bagaimana bentuk bangunannya, rupanya, jumlah pintu, jendela, tiang, dan lain

(13)

sebagai-nya. Sperti itu untuk menguji kebenaran Nabi dan sebagai bantahan penghabisan bagi Nabi. Nabi menjelaskan dengan tenang karena seketika itu Allah mengutus Jibril untuk menggambarkan Baitul Maqdis . Mereka juga bertanya kepada Nabi tentang Iran, Irak, dan Habsy yang telah dilewatinya, dan Nabi menjelaskan keadaannya dengan tenang dan benar. Skalipun demikian,mereka tetap tidak percaya dan menganggap jawaban yg serta merta jelasnya itu adalah sihir yang nyata.

Nabi Muhammad SAW Mulai

Mengerjakan Sholat

Pada saat isra’ dan Mi’raj, Nabi telah menerima wahyu dari Allah SWT. Wahyu tersebut mengandung perintah wajib mengerjakan shalat lima kali (li-ma waktu) sehari kepada beliau (li-maupun kepada segenap ummatnya. Keesokan harinya, sesudah beliau menyampaikan berita isra’ mi’raj kepada kaum musyrikin qurays dan terutama kepada para sahabatnya dan pengikutnya, datanglah malaikat Jibril kepada beliau untuk menjelaskan dan mengajarkan cara sholat yang wajib dikerjakan.

Malaikat jibril datang kepada Nabi dan berkata, “Marilah sholat!” ,Nabi kemudian melakukan shalat dzuhur 4 rakaat pada waktu matahari telah condong (tergelincir). Malaikat Jibril datang lagi kepada nabi pada waktu ashar dan berkata , “Marilah shalat!”. Lalu Nabi shalat ashar 4 rakaat pada waktu bayangan menjadi sama panjang dengan aslinya. Malaikat Jibril datang lagi kepada nabi pada waktu magrib dan berkata, “Marilah sholat!”, Lalu nabi sholat maghrib 3 rakaat pada waktu matahari telah masuk(terbenam). Malaikat jibril datang lagi kepada nabi pada waktu isya, dan berkata “Marilah sholat!”, Lalu nabi sholat isya’ 4rakaat pada waktu telah hilang tanda merah tempat matahari terbenam. Kemudian Jibril datang kepada nabi pada waktu

isya’,sehabis tengah malam, Jibril berkata, “Marilah sholat!”.Kemudian Nabi sholat isya’ 4 rakaat. Kemudian Jibril datang lagi pada waktu sebelum terbit matahari, Jibril berkata “marilah sholat!”, kemudian beliau sholat subuh 2rakaat.

Isra’ Mi’raj Dengan Ruh Atau Jasad

Banyak sekali perbedaan penda-pat para ulama tentang hal ini. Apakah Nabi Muhammad menjalankan isra’ mi’raj dengan ruhnya saja atau kah dengan jasadnya juga. Orang yang mengatakan bahwa Isra’ dan Mi’raj Muhammad dengan ruh itu berpegang kepada keterangan dari Umm Hani’ dan Aisyah, beliau mengatakan: “Jasad Rosulullah s.a.w. tidak hilang, tetapi Allah menjadikan Isra’ itu dengan ruhnya”. Juga Mu’awiyyah bin Abi Sufyan ketika ditanya tentang Isra’ Rosul menyatakan: “Itu adalah mimpi yang benar dari tuhan. Disamping semua itu,orang berpegang pada firman Allah : “Tidak lain mimpi yang Kami perlihatkan kepada kamu itu adalah ujian bagi manusia.”Sebaliknya orang yang berpendapat bahwa isra’ dari Makkah ke Baitul Maqdis itu dengan jasad, landasanya ialah apa yang pernah dikatakan oleh Muhammad , bahwa dalam isra’ itu ia berada di pedalaman. Sedangkan mi’raj ke langit adalah dengan ruh. Disamping mereka ada lagi yang berpendapat bahwa isra’ dan mi’raj itu semuanya dengan jasad dan ruh. Wallahu a’lamu bisshawaab...

Makna Pentingnya Isra’ Mi’raj

Bagaimanapun ilmu manusia tak mungkin bisa menjabarkan hakikat perjalanan isra' mi'raj. Allah hanya memberikan ilmu kepada manusia sedikit sekali (QS. Al-Isra: 85). Hanya dengan iman kita mempercayai bahwa isra' mi'raj benar-benar terjadi dan dilakukan oleh Rasulullah SAW. Rupa nya begitulah rencana Allah menguji

(14)

keimanan hamba-hamba-Nya (QS. Al-Isra:60) dan menyampaikan perintah salat wajib secara langsung kepada Rasulullah SAW. Makna penting isra' mi'raj bagi ummat Islam ada pada keistimewaan penyampaian perintah salat wajib lima waktu. Ini menunjukkan kekhususan salat sebagai ibadah utama dalam Islam. Salat mesti dilakukan oleh setiap Muslim, baik dia kaya maupun miskin, dia sehat maupun sakit. Ini berbeda dari ibadah zakat yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang mampu secara ekonomi, atau puasa bagi yang kuat fisiknya, atau haji bagi yang sehat badannya dan mampu keuangannya.

Salat lima kali sehari semalam yang didistribusikan di sela-sela kesi bukan aktivitas kehidupan, mestinya mampu membersihkan diri dan jiwa setiap Muslim. Allah mengingatkan: "Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut:45).

Isra’ Mi’raj (Integrasi Sain dalam Aqidah dan Ibadah

Isra’ mi’raj bukanlah kisah perjalanan antariksa. Aspek astronomis sama sekali tidak ada dalam kajian Isra’ mi’raj. Namun, Isra’ mi’raj mengusik keingintahuan akal manusia untuk mencari penjelasan ilmu. Aspek aqidah dan ibadah berintegrasi dengan aspek ilmiah dalam membahas Isra’ mi’raj. Inspirasi saintifik Isra’ Mi’raj mendo-rong kita untuk berpikir mengintgra-sikan sains dalam aqidah dan ibadah.

Mari kita mendudukkan masalah Isra’ mi’raj sebagai mana adanya yang diceritakan di dalam Al-Qur’an dan

hadits-hadits shahih. Kemudian sekilas kita ulas kesalahpahaman yang sering terjadi dalam mengaitkan Isra’ mi’raj dengan kajian astronomi. Hal yang juga penting dalam mengambil hikmah peringatan Isra’ mi’raj adalah menggali inspirasi saintifik yang mengintegrasi-kan sains dalam memperkuat aqidah dan menyempurnakan ibadah.

Kisah dalam Al-Qur’an dan Hadits

Di dalam QS. Al-Isra’:1 Allah menjelaskan tentang Isra’: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad SAW) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Se-sungguhnya dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Dan tentang mi’raj Allah menjelaskan dalam QS. An-Najm: 13-18: “Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat (Sidratul Muntaha) ada surga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesung suhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.”

Sidratul muntaha secara harfiah berarti ‘tumbuhan sidrah yang tak terlampaui’, suatu perlambang batas yang tak seorang manusia atau makhluk lainnya bisa mengetahui lebih jauh lagi. Hanya Allah yang tahu hal-hal yang lebih jauh dari batas itu. Sedikit sekali penjelasan dalam Al-Qur’an dan hadits yang menerangkan apa, di mana, dan bagaimana sidratul muntaha itu.

Kejadian-kejadian sekitar Isra’ dan mi’raj dijelaskan di dalam hadits-hadits nabi. Dari hadits-hadits-hadits-hadits yang

(15)

shahih, didapati rangkaian kisah -kisah berikut. Suatu hari malaikat Jibril datang dan membawa Nabi, lalu dibe-dahnya dada Nabi dan dibersihkannya hatinya, diisinya dengan iman dan hikmah. Kemudian didatangkan Buraq, ‘binatang’ berwarna putih yang lang-kahnya sejauh pandangan mata. Dengan Buraq itu Nabi melakukan Isra’ dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis) di Palestina. Nabi SAW shalat dua rakaat di Baitul Maqdis, lalu dibawakan oleh Jibril segelas khamr (minuman keras) dan segelas susu; Nabi SAW memilih susu. Kata malaikat Jibril, “Engkau dalam kesucian, sekiranya kau pilih khamr, sesatlah umat engkau.”

Dengan Buraq pula Nabi SAW melanjutkan perjalanan memasuki langit dunia. Di sana dijumpainya Nabi Adam yang di kanannya berjejer para ruh ahli surga dan di kirinya para ruh ahli neraka. Perjalanan diteruskan ke langit ke dua sampai ke tujuh. Di langit ke dua dijumpainya Nabi Isa dan Nabi Yahya. Di langit ke tiga ada Nabi Yusuf. Nabi Idris dijumpai di langit ke empat. Lalu Nabi SAW bertemu dengan Nabi Harun di langit ke lima, Nabi Musa di langit ke enam, dan Nabi Ibrahim di langit ke tujuh. Di langit ke tujuh dilihatnya Baitul Ma’mur, tempat 70.000 malaikat shalat tiap harinya, setiap malaikat hanya sekali memasuki nya dan tak akan pernah masuk lagi.

Perjalanan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha. Dari Sidratul Muntaha dide-ngarnya kalam-kalam (pena). Dari sidratul muntaha dilihatnya pula empat sungai, dua sungai non-fisik (bathin) di surga, dua sungai fisik (dhahir) di dunia: sungai Efrat dan sungai Nil. Lalu Jibril membawa tiga gelas berisi khamr, susu, dan madu, dipilihnya susu. Jibril pun berkomentar, “Itulah (per-lambang) fitrah (kesucian) engkau dan umat engkau.” Jibril mengajak Nabi melihat surga yang indah. Inilah yang

dijelaskan pula dalam Al-Qur’an surat An-Najm. Di Sidratul Muntaha itu pula Nabi melihat wujud Jibril yang sebenarnya.

Puncak dari perjalanan itu adalah diterimanya perintah shalat wajib. Mulanya diwajibkan shalat lima puluh kali sehari-semalam. Atas saran Nabi Musa, Nabi SAW meminta keringanan dan diberinya pengurangan sepuluh-sepuluh setiap meminta. Akhirnya diwajibkan lima kali sehari semalam. Nabi enggan meminta keringanan lagi, “Aku telah meminta keringanan kepada Tuhanku, kini saya rela dan menyerah.” Maka Allah berfirman, “Itulah fardhu-Ku dan Aku telah meringankannya atas hamba-Ku.” Urutan kejadian sejak melihat Baitul Ma’mur sampai mene-rima perintah shalat tidak sama dalam beberapa hadits, mungkin menunjukkan kejadian-kejadian itu serempak dialami Nabi. Dalam kisah itu, hal yang fisik (zhahir) dan non-fisik (bathin) bersatu dan perlambang pun terdapat di dalamnya. Nabi SAW yang pergi dengan jasad fisik hingga bisa shalat di Masjidil Aqsha dan memilih susu yang ditawarkan Jibril, tetapi mengalami hal-hal non-fisik, seperti pertemuan dengan para Nabi yang telah wafat jauh sebelum kelahiran Nabi SAW dan pergi sampai ke surga. Juga ditunjukkan dua sungai non-fisik di surga dan dua sungai fisik di dunia. Dijelaskannya makna perlambang pemilihan susu oleh Nabi Muhammad SAW, dan menolak khamr atau madu. Ini benar-benar ujian keimanan, bagi orang mukmin semua kejadian itu benar diyakini terjadinya. Allah Maha Kuasa atas segalanya.

“Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: “Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manu-sia;. Dan Kami tidak menjadikan pemandangan yang telah Kami peril-hatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia….” (QS. 17:60).

(16)

“Ketika orang-orang Quraisy tak mempercayai aku (kata Nabi SAW), aku berdiri di Hijr (menjawab berbagai pertanyaan mereka). Lalu Allah menam pakan kepada saya Baitul Maqdis, aku dapatkan apa yang aku inginkan dan aku jelaskan kepada mereka tanda-tandanya, aku memperhatikannya….” (HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya).

Hakikat Tujuh Langit

Peristiwa Isra’ mi’raj yang menyebut-nyebut tujuh langit mau tak mau mengusik keingintahuan kita akan hakikat langit, khususnya berkaitan dengan tujuh langit yang juga sering disebut-sebut dalam Al-Qur’an. Bila kita dengar kata langit, yang terbayang adalah kubah biru yang melingkupi bumi kita. Benarkah yang dimaksud langit itu lapisan biru di atas sana dan berlapis-lapis sebanyak tujuh lapisan? Warna biru hanyalah semu, yang dihasilkan dari hamburan cahaya biru dari matahari oleh partikel-partikel atmosfir. Langit (samaa’ atau samawat) berarti segala yang ada di atas kita, yang berarti pula angkasa luar, yang berisi galaksi, bintang, planet, batuan, debu dan gas yang bertebaran. Dan lapisan-lapisan yang melukiskan tempat kedudukan benda-benda langit sama sekali tidak ada.

Bilangan ‘tujuh’ sendiri dalam beberapa hal di Al-Qur’an tidak selalu menyatakan hitungan eksak dalam sis-tem decimal. Di dalam Al-Qur’an ung-kapan tujuh atau ‘tujuh puluh’ sering mengacu pada jumlah yang tak terhi-tung. Misalnya, didalam Q.S. Al-Baqarah: 261 Allah menjanjikan: siapa yang menafkahkan hartanya di jalan Allah ibarat menanam sebiji benih yang menumbuhkan tujuh tangkai yang ma-sing-masingnya berbuah seratus butir. Allah melipatgandakan pahala orang-orang yang dikehendakinya….” Juga di dalam Q.S. Luqman: 27: “Jika seandai nya semua pohon di bumi dijadikan

sebagai pena dan lautan menjadi tinta nya dan ditambahkan tujuh lautan lagi maka tak akan habis Kalimat Allah….” Jadi ‘tujuh langit’ lebih mengena bila dipahamkan sebagai tatanan benda-benda langit yang tak terhitung banyak nya bukan sebagai lapisan-lapisan langit.

Lalu, apa hakikatnya langit du-nia. Langit ke dua, langit ke tiga…sam pai ke tujuh dalam kisah Isra’ mi’raj munkgin ada orang mengada-ada penaf siran, mengaaitkan dengan astronomi. Para penafsir dulu ada yang berpendapat bulan di langit pertama, matahari di langit ke empat, dan planet-planet lain di lapisan lainnya. Kini ada sembilan planet yang sudah diketahui, lebih dari tujuh. Tetapi, mungkin masih ada orang yang ingin mereka-reka. Kebetulan, dari jumlah planet yang sampai saat ini kita ketahui, dua planet dekat matahari (Merkurius dan Venus), tujuh lainnya – termasuk bumi–mengorbit jauh dari matahari.

Pengertian langit dalam kisah Isra’ mi’raj bukanlah pengertian langit secara fisik. Karena, fenomena yang di-ceritakan Nabi pun bukan fenomena fisik, seperti perjumpaan dengan para Nabi yang hakikatnya telah wafat. Lang it dan Sidratul Muntaha dalam kisah Isra’ mi’raj adalah alam ghaib yang tak bisa kita ketahui hakikatnya dengan keterbatasan ilmu manusia. Hanya Rasulullah SAW yang berkesempatan mengetahuinya. Isra’ mi’raj adalah mukjizat yang hanya diberikan Allah kepada Nabi Muhammad SAW.

Perjalanan Keluar Dimensi Ruang Waktu

Isra’ mi’raj jelas bukan perjalanan seperti dengan pesawat terbang antar-negara dari Mekkah ke Palestina dan pe nergangan antariksa dari Masjidil Aqsha ke langit ke tujuh lalu ke Sidratul Muntaha. Isra’ Mi’raj adalah perjalanan keluar dari dimensi ruang waktu.

(17)

Tentang caranya, iptek tidak dapat menjelaskan. Tetapi bahwa Rasulullah SAW melakukan perjalanan keluar ru-ang waktu, dan bukan dalam keadaan mimpi, adalah logikanya yang bisa bisa menjelaskan beberapa kejadian yang diceritakan dalam hadits shahih. Penje-lasan perjalanan keluar dimensi ruang waktu setidaknya untuk memperkuat keimanan bahwa itu sesuatu yang lazim ditinjau dari segi sains, tanpa harus mempertentangkannya dan mengang-gapnya sebagai suatu kisah yang hanya dapat dipercaya saja dengan iman.

Kita hidup di alam yang di batas oleh dimensi ruang-waktu (tiga dimensi ruang –mudahnya kita sebut panjang, lebar, dan tinggi –, serta satu dimensi waktu). Sehingga kita selalu memikirkan soal jarak dan waktu. Dalam kisah Isra’ mi’raj, Rasulullah bersama Jibril dengan wahana “Buraq” keluar dari dimensi ruang, sehingga dengan sekejap sudah berada di Masjidil Aqsha. Rasul bukan bermimpi karena dapat menje-laskan secara detail tentang masjid Aqsha dan tentang kafilah yang masih dalam perjalanan. Rasul juga keluar dari dimensi waktu sehingga dapat menembus masa lalu dengan menemui beberapa Nabi. Di langit pertama (langit dunia) sampai langit tujuh berturut-turut bertemu (1) Nabi Adam, (2) Nabi Isa dan Nabi Yahya, (3) Nabi Yusuf, (4) Nabi Idris, (5) Nabi Harun, (6) Nabi Musa, dan (7) Nabi Ibrahim. Rasulullah SAW juga ditunjukkan surga dan neraka, suatu alam yang mungkin berada di masa depan, mungkin juga sudah ada masa sekarang sampai setelah kiamat nanti.

SIMPULAN

Bagaimanapun ilmu manusia tak mungkin bisa menjabarkan hakikat perjalanan isra' mi'raj. Allah hanya memberikan ilmu kepada manusia

sedikit sekali (QS. Al-Isra: 85). Hanya dengan iman kita mempercayai bahwa isra' mi'raj benar-benar terjadi dan dilakukan oleh Rasulullah SAW. Rupa nya, begitulah rencana Allah menguji keimanan hamba-hamba-Nya (QS. Al-Isra:60) dan menyampaikan perintah salat wajib secara langsung kepada Rasulullah SAW. Makna penting isra' mi'raj bagi ummat Islam ada pada keistimewaan penyampaian perintah salat wajib lima waktu. Ini menunjukkan kekhususan salat sebagai ibadah utama dalam Islam. Salat mesti dilakukan oleh setiap Muslim, baik dia kaya maupun miskin, dia sehat maupun sakit. Ini berbeda dari ibadah zakat yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang mampu secara ekonomi, atau puasa bagi yang kuat fisiknya, atau haji bagi yang sehat badannya dan mampu keuangannya. Salat lima kali sehari semalam yang didistribusikan di sela-sela kesibukan aktivitas kehidupan, mestinya mampu membersihkan diri dan jiwa setiap Muslim. Allah mengingatkan:

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, Mutiara Isra’ Mi’raj, Jakarta, Amzah, 2008 Al- Asqalani Ibnu Haja,r Isra’ Mi’raj, Qisthi Press, 2010

Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2010 Departemen Agama, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Departemen, 1993

Hadi Abdul, Muhammad Sebagai Tokoh Ummat Sepanjang Sejarah, Jakarta: Hijri Pustaka, 2011

Haikal, Muhammad Husein, Muhammad Sebagai Teladan Ummat, Bogor: Pustaka Lentera Antar Nusa, 2002

Herry, Mohammad, 44 Teladan Kepemimpinan Muhammad SAW, Jakarta: Gema Insani, 2007

Imam al-Qusyairi, Kisah dan Hikmah Mi’raj Rasulullah, Qisthi Press, 2010 Murrad, Mustafa, Kisah Perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, Jakarta:

Serambi Ilmu Semesta, 2007

Setiawan Arif, Memahami Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, Jakarta: Hijri Pustaka, 2002

T.Djamaluddin, Isra’ Mi’raj: Mu’jizat, Salah Tafsir dan Makna Pentingnya, Bandung Inti Press, 2011

(19)

MASA KEJAYAAN DAN PERSEBARAN BUDAYA ISLAM

Jailani*

ABSTRAK

Kekhalifahan Bani Abbasiyah merupakan babak baru perpolitikan Islam melalui peran penting yang dimainkan oleh khalifah Abu Al -Abbas, dengan menjadikan Irak sebagai pusat kekuasaan dinasti Arab Islam ketiga setelah Khulafa Al -Rasyidin dan dinasti Umayyah. Kebangkitan khilafah Bani Abbasiyah tahun 749 M, tidak hanya menyiratkan pergantian sebuah dinasti, tetapi lebih dari itu yakni pergeseran struktur sosial dan perubahan ideologi. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebangkitan khilafah Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi. Masa kejayaa n daulah Abbasiyah merupakan gambaran peradaban yang pernah dicapai umat Islam, ketika secara konsisten mengejawantahkan ajaran Islam secara kaffah dan universal. Berbagai unsur kebudayaan masyarakat diikat dalam satu nafas ajaran Islam, sehingga memberi semangat dan motivasi untuk saling mengenal dalam berbagai perbedaan suku, bangsa, adat dan tradisi, yang pada akhirnya menghasilkan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang tinggi.

KATA KUNCI: Bani Abbasiyah, Masa Kejayaan, Budaya, Islam.

(20)

PENDAHULUAN

Bicara tentang kejayaan Islam di masa lalu (baca: sejarah), demikian juga jatuhnya kemuliaan Islam merupa-kan sebuah nostalgia. Bahmerupa-kan ada yang bilang, romantisme sejarah. Namun menurut Mansur, sejarah pada dasarnya tidak hanya memberikan romantisme, tetapi lebih dari itu merupakan refleksi historis. Dengan kata lain, mempelajari sejarah keberhasilan dan kesuksesan di masa silam dapat memberikan semang-at untuk membuka babak baru dan mengukir kejayaan di dalamnya

(Mansur, 2004: 1).

Bukankah masa lalu adalah bagian dari hidup kita, baik atau buruk, masa lalu adalah milik kita. Kaum muslimin, pernah memiliki kejayaan di masa lalu, di mana Islam menjadi rujukan sebuah peradaban modern. Fatah Syukur ber-pendapat bahwa Islam pernah mencapai kejayaan yang diakui oleh dunia Inter-nasional, dimana banyak orang-orang non Islam yang belajar kepada ilmuan muslim, baik secara langsung maupun tidak. Banyak karya-karya ilmuan muslim yang dijadikan referensi ilmuan Eropa sampai hampir tujuh abad lamanya, seperti karya Ibnu Sina, Ghazali, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun, al-Khawarizmi, dan sebagainya (Fatah Syukur, 2010: 3). Peradaban yang dibangun untuk kesejahteraan umat manusia di muka bumi ini.

Mengkaji sejarah berarti menyang-kut peristiwa-peristiwa masa lalu, baik tentang dimensi sosial, politik, ekonomi, pemerintahan, seni budaya maupun agama. Terkait perkembangan kebudayaan Islam berarti menyoroti dinamika pasang surut kebudayaan orang Islam dalam suatu kurun waktu tertentu (Mansur, 2004: 1). Munculnya suatu daulah, dinasti atau khilafah (selanjutnya istilah ini akan digunakan secara bergantian), tentu memiliki latar belakang sejarahnya sendiri. Oleh karena itu, sehubungan dengan

pemba-hasan tentang Khilafah Bani Abbasiyah penulis akan memaparkan latar belaka-ng berdirinya, masa Kejayaan dan sekaligus kontribusinya dalam perseba-ran budaya Islam. Namun fokus pemba hasan kali ini adalah aspek kebudayaan Islam yang ada pada masa kekhilafahan Bani Abbasiyah (749-1258.M), baik kebudayaan dalam arti fisik maupun kebudayaan dalam arti pemikiran, ide, gagasan, dan lain sebagainya.

A. Awal Berdirinya Khilafah Bani Abbasiyah

Kekuasaan khilafah Bani Abbasi-yah adalah melanjutkan kekuasaan khilafah Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Bani Abbasiyah karena pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas, paman Rasulullah SAW(Badri Yatim, 1998: 49). Semen-tara itu, khalifah pertama Bani Abbasi-yah adalah As-Saffah, dikenal dengan sebutan Abu Al-Abbas, Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Dia dilahirkan pada tahun 108 H, ada pula yang mengatakan 104 H, di Humaimah sebuah tempat dekat Balqa’, besar dan berkembang di tempat tersebut dan dibaiat sebagai khalifah pada tanggal 3 Rabiul Awwal 132 H di Kufah (Imam As-Suyuthi, 2010: 307-308).

Babak baru perpolitikan Islam telah dimulai dengan peran penting yang dimainkan oleh khalifah Abu Al-Abbas, dengan menjadikan Irak sebagai pusat kekuasaannya. Ia menjadi pendiri dinasti Arab Islam ketiga setelah Khulafa Al-Rasyidin dan dinasti Umayyah. Kekuasaannya sangat besar dan berlangsung dalam waktu yang lama, dari 750 M hingga 1258 M (Philip K. Hitti, 2010: 358). Ahmad Al-Usairy sedikit berbeda dalam penetapan awal kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah yaitu tahun 749 M, sementara beberapa literatur seperti halnya dalam History

(21)

of The Arabs, tercantum tahun 750 M,

sedangkan untuk akhir masa kekuasa-annya tidak ada perbedaan. Asumsi penulis terhadap perbedaan tersebut, mungkin disebabkan oleh tanggal dan bulan (penanggalan Hijriyah) pembai-atan khalifah pertama Bani Abbasiyah, karena dalam beberapa literatur mema-ng tamema-nggal dan bulannya tidak dican-tumkan. Apabila tanggal dan bulan yang dipakai Imam Al-Suyuti, sebagai mana disebutkan di atas kemudian di-cocokan dengan menggunakan software

Hijry Gregorian Converter dari Adel

A. Al-Rumaih, maka hasilnya adalah lebih tepat tahun 749 M, bertepatan dengan tanggal 3 Rabiul Awal tahun 132 H.

Berdirinya khilafah Bani Abbasi-yah dianggap sebagai kemenangan atas sebuah konsep yang pernah digaungkan oleh Bani Hasyim sepeninggal Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunan Rasulullah dan anak-anak-nya (Ahmad Al-‘Usairy, 2010: 215). Ath-Thabari mengatakan bahwa: “awal mula kekhilafahan Bani Abbas adalah Rasulullah memberitahukan kepada Abbas, pamannya, bahwa khilafah akan ada ditangan anak cucunya. Sejak itu-lah Bani Abbas membayangkan dating nya khilafah tersebut” (Imam As-Suyuthi, 2010: 307). Konsep tersebut menurut Ahmad Al-‘Usairy tidak bisa bersaing dan kalah dengan konsep Islam yang berkembang pada saat itu, yakni konsep bahwa kekuasaan adalah hak semua kaum muslimin dan siapapun berhak selama dia mampu memegang amanat (Ahmad Al-‘Usairy, 2010: 215).

Kebangkitan khilafah Bani Abbasi-yah tahun 749 M, dinilai oleh para sejarawan sebagai peristiwa yang unik dan menarik. Karena yang terjadi bukan hanya pergantian dinasti, tetapi lebih dari itu yakni pergantian struktur sosial dan ideologi (M. Atho Mudzhar, 2007:

83). Sehingga dapat dikatakan bahwa kebangkitan khilafah Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi.

Richard Frye seperti dikutip M. Atho Mudzhar (2007: 83-84), menyata-kan bahwa ciri-ciri yang menyertai kebangkitan khilafah Bani Abbasiyah ketika itu sama dengan ciri-ciri yang menyertai revolusi diberbagai negara modern. Richard Frye menggunakan teori anatomi revolusi yang dikembang kan dari Crane Brinton, dimana dinyata kan bahwa dari empat macam revolusi yaitu di Inggris, Perancis, Amerika, dan Rusia, sedikitnya dapat ditarik empat persamaan atau ciri-ciri dari revolusi tersebut, yaitu:

a. Bahwa pada masa sebelum revolusi, ideologi yang berkuasa mendapat kritik keras dari masyarakat

disebabkan kekecewaan dan

penderitaan masyarakat yang di sebabkan ketimpangan-ketimpangan dari ideologi yang berkuasa itu. b. Mekanisme pemerintahannya tidak

efisien karena kelalaiannya menyesuaikan lembaga-lembaga sosial yang ada dengan

perkembangan keadaan dan tuntutan zaman.

c. Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung ideologi yang berkuasa pada wawasan baru yang ditawarkan oleh para kritikus. d. Revolusi itu pada umumnya bukan

hanya di pelopori dan digerakkan oleh orang-orang lemah dan kaum bawahan, melainkan juga oleh sebagian para penguasa karena hal -hal tertentu yang merasa tidak puas dengan sistem yang ada.

Dengan menerapkan ciri-ciri revo-lusi yang ditawarkan Crane Brinton tersebut, maka Richard Frye empat ciri

berkesimpulan bahwa keempat revolusi di atas ada pada kebangkitan khilafah Bani Abbasiyah. Disamping empat ciri revolusi dimaksud, juga terdapat beberapa faktor yang dinilai

(22)

menjadi penyebab berdirinya khilafah Bani Abbasiyah diantaranya menurut Mansur (2004: 34-35) adalah sebagai berikut:

a. Faktor internal, yaitu kelompok Abbasiyah merasa lebih utama daripada Bani Hasyim untuk

mewarisi kepemimpinan setelah Rasulullah, karena nenek moyang mereka adalah paman Rasulullah dan pusaka peninggalan tidak boleh pihak sepupu.

b. Faktor eksternal, yakni

pemerintahan Bani Umayyah menerapkan nepotisme yakni kepegawaian pemerintah,

berdasarkan suku, golongan, dan kawan.

c. Adanya diskriminasi Arab dan non Arab, sehingga menghidupkan kembali fanatik Arab. Atau dengan kata lain, Bani Umayyah adalah kerajaan arab yang mementingkan orang Arab dan melalaikan orang non Arab (Mawali), sehingga

menimbulkan kekecewaan, yang kemudian menggalang kekuatan untuk menggulingkan pemerintah. d. Adanya paham Khawarij, Syi’ah,

dan Mu’tazilah, juga telah

mendorong berdirinya khilafah Bani Abbasiyah, sebab konsep imamah dalam Khawarij dan Mu’tazilah adalah kepemimpinan merupakan hak setiap orang Islam. Dengan demikian, hal ini telah

menghancurkan sistem kepemimpinan khilafah Bani

Umayyah yang menganggap bahwa urusan kepemimpinan adalah hak mutlak kaum Quraisy.

Sementara itu M. Atho Mudzhar (2007: 86-88), menjelaskan bahwa setidaknya ada empat teori kebangkitan khilafah Bani Abbasiyah. Pertama, teori faksionalisme rasial atau teori pengelompokkan kebangsaan. Kedua, teori faksionalisme sektarian atau teori pengelompokkan golongan atas dasar

paham keagamaan. Ketiga, teori faksio-nalisme kesukuan. Keempat, teori yang menekankan kepada ketidakadilan eko-nomi dan disparitas regional. Dengan berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah, maka kepemimpinan umat Islam berpin dah kepada Bani Abbasiyah dengan format dan ideologi baru. Revolusi sosial dan politik ini dilakukan karena kekuasaan Daulah Bani Umayyah yang digulingkan dianggap telah korup, dekaden, otoriter, dan sekuler (Lathiful Khuluq dalam Siti Maryam dkk., 2009: 100).

B. Masa Kejayaan dan Persebaran Budaya Islam

Pembahasan tentang masa kejayaan khilafah Bani Abbasiyah, tentu sangat terkait dengan subjek atau pelaku diba-lik kesuksesan tersebut. oleh karena itu, pemaparan tentang peranan beberapa khalifah dinasti Abbasiyah dalam mendorong perkembangan kebudayaan Islam dapat menjadi gambaran atas prestasi yang pernah dicapai. Sebelum menguraikan pencapaian-pencapaian tersebut, penulis akan paparkan nama-nama khalifah yang dalam beberapa literatur, dinilai punya andil besar terhadap kejayaan khilafah Bani Abbasiyah.

Ahmad Al-Usairy (2010: 218) membagi masa kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah menjadi dua periode: a. Pemerintahan Abbasiyah periode I,

yang dimulai sejak sejak 132 - 247 H/749-861M. Periode ini merupakan masa keemasan khilafah Bani Abbasiyah, yang jumlah khalifahnya ada sepuluh orang, sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut:

N o Nama Khalifa h Gelar Masa Berkuasa 1. Abul Abbas Abdulla As-Saffah 132 - 136 H/ 749 - 753 M

(23)

h bin Muham mad 2. Abu Ja’far Abdulla h bin Muham mad Al-Mansh ur 137 - 158 H/ 753 - 774 M 3. Muham mad bin Abdulla h bin Muham mad Al-Mahdi 158 - 169 H/ 774 - 785 M 4. Musa bin Muham mad bin Abdulla h Al-Hadi 169 - 170 H/ 785 - 786 M 5. Harun bin Muham mad bin Abdulla h Ar-Rasyid 170 - 193 H/ 786 - 808 M 6. Muham mad bin Harun bin Muham mad Al-Amien 193 - 198 H/ 808 - 813 M 7. Abdulla h bin Harun bin Muham mad Al-Makm un 198 - 218 H/ 813 - 833 M 8. Muham mad bin Harun bin Muham mad Al-Mu’tas him 218 - 227 H/ 833 - 841 M 9. Harun bin Muham Al-Watsiq 227 - 232 H/ 842 - 846 M mad bin Harun 1 0. Ja’far bin Muham mad bin Harun Al-Mutaw akkil 232 - 247 H/ 846 - 861 M

b. Pemerintahan Abbasiyah periode II, yang dimulai dari tahun 247 - 656 H/86 - 1258 M. Pada masa ini, kekhalifahan sangat melemah, ka-rena hilangnya legitimasi

kekuasaan mereka, dimana

dominasi militer sangat menonjol. Pada periode ini dapat dibagi tiga dominasi kekuasaan yaitu:

1) Dominasi Turki, yaitu tahun 247 – 334 H/861 - 945 M.

2) Dominasi Buwaihid, yaitu tahun 334 – 467 H/945 - 1074 M.

3) Dominasi Saljuk, yaitu tahun 467 – 656 H/1074 - 1258 M.

Pada periode pertama, khilafah Bani Abbasiyah mencapai masa kejaya-annya. mana secara politis para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus (Badri Yatim, 1998: 50). Menurut Nourouzzaman Shiddiqi (1996: 33), dinasti Abbasiyah menginginkan agar semua kebijaksana-annya yang mereka jalankan mendapat legitimasi agama. Sehingga mereka sendiri menggunakan gelar-gelar se-perti, Al-hadi, Ar-Rasyid, Al-Makmun,

Al-Mu’tashim dan sebagainya. Hal ini

mengisyaratkan bahwa disamping seba-gai pimpinan agama, pada saat yang bersamaan mereka juga adalah pimpi-nan pemerintahan. Walaupun bukan seperti kedudukan seorang Paus dalam agama Katholik .

Di samping itu, kemajuan peradaban Bani Abbasiyah sebagiannya disebabkan oleh stabilitas politik dan ekonomi. Di mana Baghdad sebagai pusat kekuasaan Abbasiyah, memiliki basis pertanian dengan sistem irigasi

(24)

yang lebih maju dengan dibangunnya kanal-kanal menuju sungai Eufrat dan Tigris. Demikian juga perdagangan menjadi urat nadi kehidupan masyara-kat Baghdad, karena daerah ini menjadi kota transit perdagangan antara wilayah Timur seperti Persia, India, Cina, dan Nusantara dengan wilayah Barat seperti negara-nagara Eropa dan Afrika Utara sebelum ditemukannya jalur laut menu-ju Timur melalui Tanmenu-jung Harapan di Afrika Selatan (Lathiful Khuluq dalam Siti Maryam dkk., 2009: 97). Dengan kepemimpinan yang mampu menjalan kan amanahnya dan didukung oleh stabilitas politik serta ekonomi, maka wajar dinasti Abbasiyah memperoleh kemajuannya.

Abad X Masehi merupakan abad pembangunan daulah Bani Abbasiyah dimana dunia Islam, mulai dari Cordova di Spanyol sampai ke Multan di Pakistan mengalami pembangunan disegala bidang, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (Musyrifah Sunanto, 2007: 54). Keber-hasilan ini pada dasarnya bukan murni usaha para khalifah Bani Abbasiyah saja, tetapi merupakan kelanjutan dari dinasti sebelumnya. Dalam bahasa Philip K. Hitti (2010: 300), “benih telah disebarkan dan pohon pengetahuan yang tumbuh rindang pada masa awal dinasti Abbasiyah di Baghdad jelas berakar kuat pada masa sebelumnya”.

Prestasi luar biasa pada masa daulah Umayyah yang dapat menak-lukan wilayah-wilayah kerajaan Roma-wi dan Persia merupakan embrio atas lahirnya prestasi yang lebih hebat lagi dalam bidang ilmu pengetahuan pada abad berikutnya. Penelaahan ilmu yang dimulai sejak daulah Umayyah, kemu-dian mendapat perhatian serius dan usaha besar-besaran pada masa daulah Abbasiyah (Musyrifah Sunanto, 2007: 56). Menurut Harun Nasution (2005: 65), hal inilah yang membedakan antara keduanya, daulah Umayyah merupakan

masa ekspansi daerah kekuasaan Islam, sedangkan daulah Abbasiyah adalah masa pembentukan dan perkembangan kebudayaan Islam

Dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah berhasil diletakkan dan dibangun oleh khalifah pertama yaitu Abu Abbas dan Abu Ja’far al-Manshur, dan terus dikembangkan oleh khalifah-khalifah berikutnya. Kemaju-an peradabKemaju-an daulah Abbasiyah baru tercapai ketika masa khalifah Al-Mahdi (774 - 785 M) dan mencapai puncak popularitasnya pada masa Harun Ar -Rasyid (786 - 808 M) dan putranya Al-Makmun (813 - 833 M). Kekayaan yang melimpah dimanfaatkan oleh Harun Ar-Rasyid untuk membangun rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, farmasi, dan untuk keperluan sosial. Sehingga kesejahteraan sosial, kesehatan, pendi-dikan, ilmu pengetahuan, dan kesusa-teraan berkembang sangat pesat (Badri Yatim, 1998: 52-53).

Keberhasilan tersebut merupakan hasil dari kebijakan para khalifah Abbasiyah yang memiliki orientasi terhadap pembangunan kebudayaan dan peradaban. Sebagaimana dikemukakan Mansur (2004: 36-37), bahwa peranan penguasa Bani Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan sangat berarti, diantaranya sebagai berikut: a. Harun Ar-Rasyid memberikan 4.000

dinar kepada setiap penghafal Al -Quran, periwayat Hadits dan yang mendalami ilmu pengetahuan.

Penerjemahan buku-buku Yunani dilakukan tidak hanya sekedar memindahkan bahasa asal ke dalam bahasa Arab, tetapi dikembangkan dalam bentuk penelitian intensif yang pada akhirnya sumber-sumber Yunani tersebut tidak lagi digunakan sebagai buku pedoman. Mereka mampu menerbitkan karya

terbaiknya, misalnya karya Al-Razi dalam bidang kedokteran yaitu

(25)

samllpox and measles (campak dan

cacar).

b. Transfer ilmu pengetahuan dari Yunani yakni penerjemahan secara besar-besaran yang ditandai dengan pendirian lembaga penerjemah yang dilengkapi berbagai sumber pustaka, pada masa khalifah Al-Makmun. c. Khalifah Al-Makmun memberi

imbalan kepada setiap penerjemah buku dengan emas seberat buku yang diterjemahkannya.

Sejak awal kelahirannya sampai masa pemerintahan Al-Mutawakkil (berkuasa: 846-861 M), telah menjan-jikan aliran Mu’tazilah sebagai mazhab negara, yang dianggap menjadi pendo-rong lahirnya kajian ilmu pengetahuan dalam segala cabangnya. Tercatat antara tahun 750 M - 850 M, mereka giat melakukan penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan yang tertulis dalam bahasaYunani, Persia dan India kedalam bahasa Arab (Nourouzzaman Shiddiqi, 1996: 33). Dari upaya-upaya tersebut, maka lahirlah cabang-cabang ilmu pengetahuan umum seperti ilmu kedokteran, astronomi, matematika, fisika, optika, geografi, sejarah dan filsafat (Harun Nasution, 2005: 65).

Di samping itu, munculah para ilmuwan muslim, seperti Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa al-Khawarizmi (770 - 840 M), dilahirkan di Khwarizm (Kheva) sebuah kota bagian selatan sungai Oxus (sekarang Uzbekistan), ia adalah salah satu ahli matematika yang menciptakan berbagai cabang ilmu matematika beserta konsep dasarnya. Seperti aljabar adalah istilah yang diambil dari bukunya yang berjudul

Al-Jabar wal Muqabalah. Selain ahli

matematika al-Khawarizmi juga seo-rang ahli astronomi dan geografi (Manda Mila dan Triningsih, 2003: 33-34). Kemudian Yakub Ibn Ishaq al-Kindi (800 - 873 M), dilahirkan di Kufa dan ayahnya adalah seorang pegawai kerajaan Harun al-Rasyid. Al-Kindi

atau alkindus (Latin) merupakan seor-ang filosof yseor-ang juga ahli matematika, fisika, geografi, kedokteran dan musik. Beberapa karyanya yang telah diterje-mahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gherard dan Cremona pada abad pertengahan antara lain, Risalah dar

Tanjim, Ikhtiyarat al-Ayyam, Ilahyat-Aristu, al-Musiqa, Mad-u-Jazr, dan Aduiyah Murakkaba (ibid: 45, 47-48).

Selain itu ada Abu Bakr Muhammad bin Zakariya al-Razi (864 - 930 M), lahir di Rayy dekat Teheran, semula tertarik dengan musik namun kemudian ia lebih menekuni ilmu pengobatan, matematika, astronomi, kimia, dan filsafat. Al-Razi atau Rhazes (Latin) adalah seorang spesialis di bidang pediatric (ilmu kesehatan anak), obsetric (ilmu ahli kandungan), dan ophthalmology (ilmu tentang mata) (ibid: 63 dan 65 ). Sementara itu Abu Ali al-Husain ibn Abdullah Ibn Sina (980 - 1037 M) seorang kelahiran desa Afshana dekat Bukhara, sekarang berada di sebelah selatan Rusia, adalah ahli kedokteran dan mempunyai perhatian besar terhadap metafisika dan beberapa karya Aristoteles. Karya terbesar ibn Sina adalah kitab al-Qanun

al-Tibb berisi beberapa pemikiran dari

Arab-Yunani yang membahas tentang obat-obatan (ibid: 111 dan 115 ). Dan masih banyak lagi tokoh dan ilmuwan muslim lainnya, yang pada kesempatan kali ini belum bisa penulis paparkan.

Philip K. Hitti (2010: 381-382), menilai bahwa kesuksesan tersebut sebagian besar disebabkan oleh masuk nya berbagai pengaruh asing, sebagian Indo-Persia dan Suriah dan yang paling penting adalah pengaruh Yunani. Di Suriah mereka menyerap peradaban Aramaik yang telah ada sebelumnya dan telah dipengaruhi Yunani. Di Irak mereka menyerap peradaban serupa yang telah dipengaruhi Persia. Hanya dalam waktu beberapa puluh tahun para sarjana Arab telah menyerap ilmu dan

Referensi

Dokumen terkait

Pada edisi ini Dewan Redaksi telah memilih 7 (tujuh) Karya Tulis Ilmiah untuk diterbitkan, yakni tentang Pengembangan Sistem Informasi (studi Kasus: Iujk Pada Dinas Pekerjaan Umum

Melalui penerapan sistem data warehouse dapat memberikan dampak positif bagi perusahaan, diantaranya proses analisis ataupun pengelolaan informasi berdasarkan data

Rencana Strategis Kedeputian Bidang Pembiayaan 2015 - 2019 9 bagi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) untuk menghimpun dana dari masyarakat dengan penerbitan obligasi koperasi

Usaha-usaha dan penelitian untuk memperoleh varietas unggul dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu (a) introduksi atau mendatangkan varietas/bahan seleksi dari luar negeri,

“dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturrahim sesungguhnya Allah

Kejaksaan Agung sebagai instansi yang berwenang melakukan penyidikan dan penuntutan atas adanya pelanggaran HAM berat, sejak tahun 2005 sampai dengan Juni 2008 telah menyelesaikan 18

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,036 maka dapat disimpulkan Ho ditolak yang berarti ada hubungan yang signifikan antara istirahat tidur dengan kejadian

antar rasa organik terhadap rasa air juga akan membentuk lapisan ganda listrik yang merupakan pelindung listrik dari partikel.(4) Pada waktu membran dipakai untuk