• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Pengukuran Kerja (Work Measurement)

Pengertian dari pengukuran kerja adalah suatu pengukuran waktu kerja (time

study) suatu aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator

(yang memiliki skill rata-rata atau terlatih dengan baik) dalam melaksanakan sebuah kegiatan kerja dalam kondisi dan tempo normal. (Sritomo Wigjosoebroto, 2003, p130).

Adapun tujuan dari sistem pengukuran kerja adalah untuk menentukan waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah pekerjaan oleh operator terlatih untuk melakukan suatu pekerjaan jika ia harus melakukannya selama 8 jam dalam sehari, pada kondisi kerja yang biasa, dan bekerja dalam kecepatan normal. Dimana waktu ini disebut dengan waktu standar. Dengan menerapkan prinsip dan teknik pengaturan tata cara kerja yang optimal dalam sistem kerja tersebut, maka akan diperoleh alternatif pelaksanaan kerja yang dapat memberikan hasil yang terbaik.

Suatu pekerjaan dapat dikatakan pekerjaan yang efisien yaitu apabila waktu penyelesaiannya berlangsung paling singkat. Untuk menghitung waktu baku (standard

time) dari penyelesaian suatu pekerjaan, guna memilih alternatif metode kerja yang

terbaik, maka perlu menerapkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengukuran kerja (work measurement atau time study).

Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan dalam penyelesaian suatu pekerjaan. Secara

(2)

singkat pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara aktivitas manusia yang disumbangkan dengan unit yang dihasilkan.

Teknik-teknik pengukuran waktu dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu :

1. Pengukuran kerja secara langsung

Pengukuran dilakukan secara langsung pada tempat dimana pekerjaan yang diukur dijalankan. 2 cara yang digunakan di dalamnya adalah dengan menggunakan jam henti (stopwatch time-study) dan sampling kerja (work sampling).

2. Pengukuran kerja secara tidak langsung.

Pengukuran dilakukan secara tidak langsung oleh pengamat. Pengamat melakukan pengukuran dengan membagi elemen-elemen kerja yang ada kemudian membaca waktu berdasarkan tabel waktu.

Pengukuran waktu kerja dilakukan dengan melakukan analisis berdasarkan perumusan serta berdasarkan data-data waktu yang tersedia. Pengukuran waktu secara tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan data waktu baku dan dengan menggunakan data waktu gerakan seperti The Work Factor System, Method Time

Measurement, Basic Motion Time Study dan sebagainya.

Pemilihan pengukuran waktu kerja ini harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi yang berjalan, karena masing-masing pengukuran waktu kerja ini memiliki tujuan dan karakteristik yang harus dimengerti. Pemilihan metode yang kurang tepat dapat menyebabkan kehilangan waktu, sehingga diperlukan pengukuran tambahan atau pengukuran ulang dengan metode yang lebih tepat.

(3)

Secara garis besar urutan pengukuran waktu kerja dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Urutan pengukuran waktu kerja

2.2. Pengukuran Kerja Langsung

Pengukuran waktu kerja dengan stopwatch ini diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19. Metode sangat baik untuk diaplikasikan pada pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-ulang. Dari hasil pengukuran akan didapatkan waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, dimana waktu ini dipergunakan sebagai standar bagi semua pekerja dalam melaksanakan pekerjaan.

Langkah-langkah sistematis dalam melakukan aktivitas pengukuran waktu baku adalah sebagai berikut :

ƒ Definisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati dan supervisor yang ada.

ƒ Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan seperti layout, karakteristik/spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang digunakan.

(4)

ƒ Bagi operasi kerja dalam elemen-elemen kerja sedetail-detailnya tapi masih dalam batas-batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.

ƒ Amati,ukur, dan catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk menyelesaikan elemen-elemen kerja tersebut.

ƒ Tetapkan jumlah siklus kerja yang diukur dan dicatat. Teliti apakah jumlah siklus kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau tidak. Test pula keseragaman data yang diperoleh.

ƒ Tetapkan rate of performance dari operator saat melaksanakan aktivitas kerja yang diukur dan dicatat waktunya tersebut. Rate of performance ini ditetapkan untuk setiap elemen kerja yang ada dan hanya ditujukan untuk performance operator. Untuk elemen kerja yang secara penuh dilakukan oleh mesin maka performance dianggap normal (100%).

ƒ Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance kerja yang ditujukan oleh operator tersebut sehingga akhirnya diperoleh waktu kerja normal.

ƒ Tetapkan kelonggaran waktu (allowance time) guna memberikan fleksibilitas. Waktu longgar yang akan diberikan ini guna menghadapi kondisi-kondisi seperti kebutuhan personil yang bersifat pribadi, faktor kelelahan, keterlambatan material, dan lain-lainnya.

ƒ Tetapkan waktu kerja baku (standard time) yaitu jumlah total antara waktu normal dan waktu kelonggaran.

Berdasarkan langkah-langkah di atas terlihat bahwa pengukuran kerja dengan

stopwatch ini merupakan cara pengukuran obyektif karena waktu yang ditetapkan

berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak hanya berdasarkan estimasi yang bersifat subyektif.

(5)

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam pengukuran waktu kerja :

ƒ Metode dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan distandarisasi terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan waktu baku untuk pekerjaan yang serupa.

ƒ Operator harus memahami prosedur dan metode pelaksanaan kerja sebelum dilakukan pengukuran kerja. Operator yang akan diamati untuk pengukuran waktu baku diasumsikan memiliki tingkat keterampilan dan kemampuan yang sama untuk pekerjaan tersebut.

ƒ Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relatif tidak jauh berbeda dengan kondisi fisik pada saat pengukuran kerja dilakukan.

ƒ Performance kerja mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai untuk seluruh periode kerja yang ada.

Prosedur pelaksanaan dan peralatan yang digunakan dalam pengukuran waktu kerja berdasarkan stopwatch adalah :

1. Penetapan tujuan pengukuran

Dalam pengukuran kerja, hal-hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran tersebut akan dimanfaatkan dalam kaitannya dengan proses produksi.

2. Persiapan awal pengukuran waktu kerja

Persiapan awal pengukuran waktu kerja adalah mempelajari kondisi kerja dan metode kerja kemudian memperbaikinya dan melakukan standarisasi. Setelah itu langkah berikutnya adalah memilih operator yang memiliki kemampuan rata-rata dan mau diajak bekerja sama dalam pengukuran waktu ini. Pemilihan operator

(6)

dengan kemampuan rata-rata dimaksudkan agar waktu baku yang dihasilkan nantinya dapat dicapai oleh semua operator yang ada.

3. Pengadaan kebutuhan alat-alat pengukuran kerja

Peralatan yang dibutuhkan untuk aktivitas pengukuran kerja dengan stopwatch adalah stopwatch, lembar pengamatan (time study form), papan pengamatan (time study board), alat-alat tulis, dan alat penghitung (calculator). Pengadaan alat-alat ini dibutuhkan untuk pengamatan dan pencatatan waktu pengamatan untuk setiap elemen kerja dalam sebuah siklus proses operasi. Jumlah waktu tiap elemen kerja adalah waktu total yang dibutuhkan dalam sebuah siklus kerja.

2.3. Pembagian Operasi Menjadi Elemen-Elemen Kerja

Pembagian operasi menjadi elemen-elemen kerja dilakukan agar setiap elemen kerja yang ada dapat dengan mudah diukur. Pembagian ini tidak hanya pada elemen saja namun juga memisahkan antara elemen kerja yang bersifat berulang dan tidak berulang dalam suatu siklus operasi. Pemisahan ini bertujuan untuk menganalisa apakah waktu tiap elemen kerja yang ada berlebihan atau tidak. Dengan demikian analisa yang dihasilkan lebih tepat dan adanya varian dalam pengukuran dalam diketahui.

Aturan dalam pembagian operasi kerja ke dalam elemen-elemen kerja adalah sebagai berikut :

ƒ Elemen-elemen kerja yang ada dibuat sedetail mungkin dan sependek mungkin akan tetapi masih mudah untuk diukur waktunya dengan teliti.

ƒ Handling time seperti loading dan unloading harus dipisahkan dari machining time.

(7)

oleh operator dan aktivitas pengukuran kerja harus dalam kondisi berkonsentrasi. Karena hal ini nantinya berhubungan dengan performance rating.

ƒ Elemen-elemen kerja yang konstan harus dipisahkan dengan elemen kerja yang variabel. Elemen kerja yang konstan disini adalah elemen-elemen yang bebas dari pengaruh ukuran, berat, panjang, ataupun bentuk dari benda kerja yang dibuat.

2.4. Melakukan Pengukuran Waktu

Pengukuran waktu adalah aktivitas mengamati dan mencatat waktu-waktu kerja baik setiap elemen maupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan. Pengukuran pendahuluan dilakukan dengan mengukur waktu-waktu dengan jumlah yang ditentukan oleh pengukur.

2.4.1. Cara Pengukuran dan Pencatatan Waktu Kerja

Beberapa metode umum yang digunakan untuk mengukur waktu pada elemen-elemen kerja dengan menggunakan stopwatch yaitu :

ƒ Pengukuran waktu secara terus menerus (continious timing)

Pengukuran waktu ini dilakukan ketika elemen kerja pertama dimulai dan dan berakhir ketika suatu siklus kerja berakhir.

ƒ Pengukuran waktu secara berulang-ulang (repetitive timing)

Pengukuran waktu ini dilakukan dengan secara berulang-ulang dimana setelah setiap elemen kerja selesai diamati maka jarum penunjuk stopwatch dikembalikan ke angka nol.

(8)

ƒ Pengukuran waktu secara penjumlahan (accumulative timing)

Pengukuran waktu ini dilakukan dengan menggunakan dua atau lebih stopwatch yang akan bekerja secara bergantian. Waktu yang dihasilkan dari pengukuran ini lebih dari satu sehingga setiap elemen kerja yang berurutan dapat diukur sekaligus.

2.4.2. Menentukan Jumlah Pengukuran dan Waktunya

Menentukan jumlah pengukuran waktu awal. Pada umumnya untuk pengukuran awala adalah 10-30 pengukuran. Hasil pengukuran yang didapatkan dapat dibagi ke dalam sub grup, setelah itu menghitung rata-rata sub grup dengan rumus :

k Xi X n i

= = 1 atau k X X =

Dimana :

X = Jumlah semua nilai X1, X2, X3,..., Xn (detik)

k = Jumlah data

2.4.3. Menentukan Standar Deviasi

Setelah harga rata-rata sub grup diketahui, kemudian mencari nilai standar deviasi. Dengan demikian, standar deviasi dirumuskan sebagai berikut :

1 ) ( 2 − − =

n X X S Dimana : S = Standar deviasi

(9)

X = waktu rata-rata sub grup (detik)

X = Waktu rata-rata dari waktu rata-rata sub grup (detik)

2.5. Pengujian Data

2.5.1. Pengujian Kenormalan Data

Sebaran peluang kontinu yang paling penting dalam statistika adalah sebaran/distribusi normal dengan kurvanya yang berbentuk genta. Untuk mengetahui apakah suatu populasi mengikuti sebaran normal atau tidak, dapat digunakan goodness

of fit (uji kebaikan suai). Uji kebaikan suai merupakan uji yang digunakan untuk

menentukan apakah populasi memiliki suatu distribusi teoritik tertentu. Uji ini didasarkan pada seberapa baik kesesuaian antara frekuensi yang teramati dalam data sampel dengan frekuensi harapan pada distribusi yang dihipotesakan.

Langkah-langkah uji kebaikan suai distribusi normal 1. Tentukan H0 dan H1

H0: populasi data mengikuti distribusi normal

H1: populasi data tidak mengikuti distribusi normal

2. Tentukan taraf nyata (α)

3. Menentukan daerah kritis Tolak H0 jika χ2hitung>χ2tabel

4. Perhitungan:

a. Membuat selang kelas dengan langkah-langkah yang telah diajarkan pada statistik modul pertama

(10)

5. Kemudian hitung jumlah χ 2 Rumus:

(

)

− = ei ei oi 2 2 χ dimana:

oi: Frekuensi observasi (pengamatan) ei: frekuensi harapan

6. Membuat kesimpulan

Terima atau tolak H0 dan simpulkan bahwa populasi mengikuti atau tidak

mengikuti distribusi normal. Catatan:

a. Nilai ei pada setiap kelas harus>=5, jika ada kelas yang memiliki ei<5 , maka kelas tersebut harus digabung dengan kelas lainnya sedemikian rupa sehingga ei μ 5.

b. χ2tabel dicari dengan menggunakan tabel distribusi Khi-kuadrat dengan v (derajat kebebasan) v=k-1-m dimana :

k = jumlah kelas terakhir setelah tidak ada lagi sel yang berjumlah kurang dari 5.

m = jumlah parameter yang digunakan (untuk binomial = 1 , untuk poisson = 1 , untuk normal = 2).

Goodness of Fit (Uji Kebaikan Suai) terdiri dari banyak metode, misalnya chi-square test, Kolgomorov-Smirnov Test dan Anderson-Darling Test . Namun uji yang

(11)

disarankan untuk digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov Test karena secara statistik terbukti lebih baik dibandingkan dengan Chi-Square Test. (White et al., 1975, p338)

Pengujian Uji Normality Test Kolmogorov-Smirnov dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS dengan langkah-langkah berikut ini.

1. Mendefinisikan data pada kolom C1. 2. Memasukkan data pada C1.

3. Pada menu utama, pilih : Stat Æ Basic Statistics Æ Normality Test a. Pada Test Variable List masukkan variabel yang akan diuji b. Pada Test for Normality pilih Kolmogorov-Smirnov

4. Klik OK.

(12)

Sumber : Fred E. Meyers, et al., 2002, p182 Gambar 2.3 Distribusi Normal

Dalam distribusi normal, rata-rata menunjukkan nilai tengah dimana data terkumpul. Tetapi tidak menunjukkan seperti penyebaran data yang ada. Jika dua kelompok mengerjakan pekerjaan yang sama, kelompok pertama terdiri dari orang yang memiliki kemampuan setara dalam pelatihan dan pengalaman kerja. Waktu rata-rata karyawan untuk kedua kelompok mungkin saja sama misalnya 30 menit, rentang waktu kelompok pertama antara 25 hingga 35 menit sedangkan rentang waktu kelompok kedua antara 10 hingga 50 menit. Walaupun memiliki rata-rata yang sama namun penyebaran dan variabilitasnya tidak sama. Nilai kuantitatif dari derajat variasi atau penyebaran populasi disebut dengan standar deviasi dan dinotasikan dengan s. Semakin besar variablitas atau tingkat penyebaran data, maka semakin besar pula standar deviasinya.

2.5.2. Menghitung Keseragaman Data

Pengujian keseragaman data dilakukan untuk mengetahui homogenitas dari data yang dikumpulkan. Peta kontrol (control chart) adalah suatu alat yang digunakan untuk mengetahui keseragaman data yang diperoleh dari pengamatan. Data yang berada

(13)

di luar dari batas kontrol yang ada akan dihilangkan dan tidak disertakan dalam perhitungan.

Pengujian keseragaman data dirumuskan sebagai berikut : a. Harga rata-rata sub grup (X-bar)

n Xi X n i

− = 1 Dimana :

Xi : Harga rata-rata dari sub grup ke-i

n : Harga banyaknya sub grup yang terbentuk b. Standar deviasi dari data hasil pengukuran

(

)

1 2 − − =

n x xj σ Dimana :

n = Jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan

Xi = Waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan yang telah dilakukan

X = Waktu rata-rata Waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran

pendahuluan yang telah dilakukan

c. Standar deviasi rata-rata dari distribusi rata-rata sub grup

n x σ σ =

Dimana : σx = Standar deviasi rata-rata dari distribusi rata-rata sub grup σ = Standar deviasi dari data hasil pengukuran

(14)

d. Menentukan keseragaman data X X UCL= +3σ X X LCL= −3σ Dimana :

UCL = Upper Control Limit (Batas Kontrol Atas) LCL = Lower Control Limit (Batas Kontrol Bawah)

2.5.3. Menghitung Kecukupan Data

Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan elemen-elemen kerja pada umumnya akan sedikit berbeda dari siklus kerja ke siklus kerja, sekalipun operator bekerja pada kecepatan normal dan uniform. Tiap-tiap elemen dalam siklus yang berbeda tidak selalu akan bisa diselesaikan dalam waktu yang persis sama. Variasi dari nilai waktu ini bisa disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu penyebab terjadinya variasi nilai waktu adalah pengukuran dan pembacaan angka dalam stopwatch.

Aktivitas pengukuran kerja pada dasarnya adalah merupakan proses sampling. Konsekuensi yang diperoleh adalah bahwa semakin besar jumlah siklus yang diamati maka akan semakin mendekati kebenaran akan waktu yang diperoleh. Konsistensi dari hasil pengukuran dan pembacaan waktu merupakan hal yang diinginkan dalam proses pengukuran waktu kerja.

Metode perhitungan untuk mengetahui jumlah pengamatan yang harus dilaksanakan maka harus ditetapkan tingkat kepercayaan dan derajat ketelitian untuk pengukuran kerja ini. Dimana langkah-langkah melakukan uji kecukupan data adalah sebagai berikut :

(15)

1. Tentukan tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang dikehendaki 2. Tentukan rumus untuk menghitung N’

2 2 2) ( ) ( N K/S ' N ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ =

i i i X X X Dimana :

N’ = Jumlah pengamatan minimum

N = Jumlah pengamatan yang telah dilakukan K = Tingkat keyakinan

S = Tingkat ketelitian

Jika N’ < N, maka pengamatan yang dilakukan dianggap cukup dan dilanjutkan dengan perhitungan waktu baku. Tetapi jika N’ > N, maka dengan tingkat keyakinan dan ketelitian yang demikian perlu dilakukan pengamatan lagi.

2.6. Tingkat Ketelitian dan Keyakinan

Yang dicari dengan melakukan pengukuran-pengukuran ini adalah waktu yang sebenarnya dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Karena waktu penyelesaian ini tidak pernah diketahui sebelumnya maka harus diadakan pengukuran-pengukuran. Yang ideal tentunya dilakukan pengukuran-pengukuran yang sangat banyak, karena dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti, namun sebaliknya jika tidak dilakukan beberapa kali pengukuran dapat diduga hasilnya sangat kasar, sehingga yang diperlukan adalah jumlah pengukuran yang tidak membebankan waktu, tenaga, dan biaya yang besar tetapi hasilnya tidak dapat dipercaya.

(16)

Dengan tidak dilakukannya pengukuran yang banyak sekali ini, pengukuran akan kehilangan sebagian kepastian akan ketepatan atau rata-rata waktu penyelesaian yang sebenarnya. Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak.

Tingkat ketelitian menunjukan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian sebenarnya, yang seharusnya dicari). Sedangkan tingat ketelitian menunjukan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi (inipun dinyatakan dalam persen). Jadi tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95% memberi arti bahwa pengukur membolehkan rata-rata hasil pengukurannya penyimpang sejauh 5% dari rata-rata sebenarnya, dan kemungkinan berhasil mendapatkan hasil ini adalah 95%.

2.7. Menghitung Waktu Baku

Untuk menghitung waktu baku dari suatu operasi dibutuhkan data waktu siklus yang diperoleh dari hasil pengamatan/pengukuran. Selain data waktu siklus, faktor lain yang diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku adalah faktor penyesuaian dan faktor kelonggaran untuk operator.

Waktu baku ini sangat diperlukan terutama untuk :

ƒ Man power planning (perencanaan kebutuhan tenaga kerja) ƒ Estimasi biaya-biaya upah karyawan/pekerja

(17)

ƒ Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan / pekerja yang berprestasi

ƒ Indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja. (Sritomo Wingjosoebroto, 2003, p170).

Waktu baku merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan pekerjaan. Waktu baku di sini sudah memperhitungkan adanya kelonggaran waktu yang diberikan dengan memperhatikan situasi kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan tersebut. (Sritomo Wingjosoebroto, 2003, p170).

Waktu baku yang dihasilkan dalam aktivitas pengukuran kerja ini digunakan sebagai alat untuk membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu kegiatan itu harus berlangsung dan berapa output yang akan dihasilkan serta berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

2.7.1. Faktor Penyesuaian (Performance Factor)

Penyesuaian adalah proses dimana penganalisis pengukuran waktu membandingkan penampilan operator (kecepatan atau tempo) dalam pengamatan dengan konsep pengukur sendiri tentang bekerja secara wajar. (Sritomo Wingjosoebroto, 2003, p196).

Selama pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat lambat karena disengaja, sangat cepat seolah dikejar waktu, atau menjumpai kesulitan seperti kondisi ruangan yang buruk, Hal-hal inilah yang mempengaruhi kecepatan kerja yang ebrakibat terlalu cepat atau lambat dalam

(18)

menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu siklus yang telah kita cari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang diselesaikan secara wajar dan benar oleh operator. Bila ketidakwajaran terjadi, maka pengukur harus menilainya dan berdasarkan penilaian inilah penyesuaian dilakukan.

Westing house company (1927) memperkenalkan sistem penyesuaian yang

lebih lengkap dibandingkan dengan sistem yang telah ada, seperti sistem Bedaux. Pada sistem Westinghouse, selain kecakapan (skill) dan usaha (effort) yang telah dinyatakan oleh Bedaux sebagai faktor yang memperngaruhi performance manusia,

Westinghouse juga menambahkan dengan kondisi kerja (working condition) dan

keajegan (consistency) dari operator dalam melakukan kerja. Untuk ini Westinghouse telah berhasil membuat suatu tabel penyesuaian yang berisikan nilai-nilai angka yang berdasarkan tingkatan yang ada untuk masing-masing faktor tersebut. Untuk menormalkan waktu yang diperoleh dari pengukuran kerja dengan jumlah ke empat rating faktor yang dipilih sesuai dengan performance yang ditunjukkan oleh operator.

Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ketingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Secara psikologis keterampilan merupakan aptitude untuk pekerjaan yang bersangkutan.

Untuk usaha atau effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas dengan tabel masing-masing. Yang dimaksud usaha disini adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya.

Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau condition pada cara

(19)

temperatur, dan kebisingan ruangan. Bila tiga faktor lainnya yaitu keterampilan, usaha, dan konsistensi merupakan apa yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupakan sesuatu diluar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan merubahnya.

Faktor konsistensi atau consistency perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaiaan yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Selama ini masih dalam batas-batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan.

2.7.2. Faktor Kelonggaran (Allowance Factor)

Kelonggaran (Allowance) adalah waktu yang ditambahkan pada waktu normal untuk mendapatkan waktu standard (standard time) yang realistis, dapat diterapkan dan dapat dicapai. Di dalam praktek banyak terjadi penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata-ratanya. Tidak ada manager maupun supervisor yang mengharapkan karyawannya bekerja setiap menit dalam setiap jam. Berapakah waktu yang diharapkan dari seorang karyawan? Ini adalah pertanyaan yang disampaikan oleh Frederick W. Taylor lebih dari seabad yang lalu. Uraian di bawah ini mencoba untuk menjawab pertanyaan Taylor tersebut.

Allowance dibagi dalam 3 kelompok kategori yaitu:

1. Personal Allowance (kebutuhan-kebutuhan yang bersifat pribadi) 2. Fatigue Allowance (kelonggaran untuk menghilangkan kelelahan)

(20)

3. Unavoidable Delay (hambatan-hambatan yang tak terduga)

2.7.2.1. Kelonggaran Waktu Untuk Kebutuhan Personal (Personal Allowance)

Personal allowance adalah waktu yang diperbolehkan untuk karyawan

melakukan hal-hal yang sifatnya personal, seperti:

ƒ Berbicara dengan rekan kerja yang mengenai hal yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan;

ƒ Ke kamar mandi; ƒ Minum;

ƒ Hal-hal lain yang sifatnya personal dan terkendali yang dapat dijadikan alasan untuk tidak bekerja.

Setiap pekerja membutuhkan personal allowance dan manajer atau pun

supervisor tidak akan keberatan atau pun iri mengenai hal ini. Waktu yang tepat untuk

ini didefinisikan sebesar 5% dari waktu kerja per hari (8 jam), atau sebesar 24 menit per hari. Jumlah personal allowance dapat diterapkan dengan melaksanakan aktivitas time

study sehari kerja penuh atau metoda sampling kerja. (Fred E. Meyers et. al, 2002,

p196).

Meskipun jumlah personal allowance yang diperlukan ini akan bervariasi tergantung pada individu pekerjanya dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang dilaksanakan, akan tetapi kenyataannya untuk pekerjaan-pekerjaan yang berat dan kondisi kerja yang tidak enak (terutama untuk temperature tinggi) akan menyebabkan kebutuhan waktu untuk personil ini lebih besar lagi, allowance untuk hal ini lebih besar dari 5%.

(21)

2.7.2.2. Kelonggaran Waktu Untuk Melepas Lelah (Fatigue Allowance)

Fatigue merupakan waktu yang dibutuhkan bagi pekerja untuk memulihkan

dari “kebuntuan” maupun kelelahan kerja. Perusahaan memberikannya dalam bentuk istirahat kerja yang biasa disebut dengan istilah “Coffee Break”. Besarnya interval yang diberikan untuk “break” setiap perusahaan memang berbeda-beda, namun tujuannya sama yaitu untuk memulihkan kembali fisik maupun mental pekerja dari kelelahan.

Dewasa ini, sebagian besar pekerja barangkali hanya mengalami sedikit kelelahan fisik. Akan tetapi, kelelahan mental juga patut untuk dipertimbangkan. Perlu diketahui bahwa istirahat makan siang tidak diperhitungkan sebagai fatigue elemen. Ingatlah bahwa allowance adalah untuk waktu yang diharapkan untuk bekerja, tetapi mereka tidak bisa “perform”.

Kelelahan fisik manusia bisa disebabkan oleh beberapa penyebab di antaranya kerja yang membutuhkan pikiran banyak (lelah mental) dan kerja fisik. Masalah yang dihadapi untuk menetapkan jumlah waktu yand diizinkan untuk istirahat melepas lelah ini sangat sulit dan kompleks sekali. Di sini waktu yang dibutuhkan untuk keperluan istirahat akan sangat bergantung pada individu yang bersangkutan, interval waktu dari siklus kerja dimana pekerja akan memikul beban kerja secara penuh, kondisi lingkungan fisik pekerjaan, dan faktor-faktor lainnya.

Periode istirahat untuk melepas lelah di luar istirahat makan siang dimana semua pekerja dalam suatu departemen tidak diizinkan untuk bekerja akan bisa menjawab permasalahan yang ada. Lama waktu periode istirahat dan frekuensi pengadaannya akan tergantung pada jenis pekerjaan yang ada tentunya.

Nilai yang normal untuk basic allowance adalah 5% dari jumlah kerja sehari (8 jam) atau setara dengan 24 menit. Biasanya dikenal dengan istilah dua kali 12 menit

(22)

“break”, pertama di pertengahan pagi (pukul 9.30) dan kedua di pertengahan siang hari (pukul 14.00). Perlu diperhatikan bahwa pekerjaan berat jelas akan dapat melelahkan pekerja lebih cepat dibandingkan dengan pekerjaan yang ringan atau pekerjaan non fisik. Waktu istirahat yang lebih banyak tidak hanya dibutuhkan dan dibenarkan, namun juga akan meningkatkan produktifitas.

Dengan mengistirahatkan pekerja akan memberikan kesempatan bagi pekerja untuk memulihkan lelah yang selanjutnya akan membuat mereka untuk bekerja lebih produktif dibandingkan dengan pekerjaan yang dilakukan tanpa istirahat atau allowance. “Break” atau istirahat akan lebih berarti bagi karyawan, sekalipun dengan menggantinya dengan bayaran lebih.

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik dua kesimpulan penting, yaitu: 1. 5% adalah nilai minimum dari fatigue allowance;

2. Setiap kenaikan tenaga sebesar 10 poin dari 10 poin dasar akan menaikkan fatigue

allowance sebesar 5%, pengertian tenaga dalam kasus yang dibahas di sini adalah

besarnya berat yang harus diangkat. (Fred E. Meyers et. al, 2002, p198).

2.7.2.3. Kelonggaran Waktu Karena Keterlambatan-keterlambatan (Delay Allowance)

Delay allowance dikatakan sebagai allowance yang tidak dapat dihindari

mengingat ini di luar kendali pekerja. Sesuatu terjadi sehingga membuat pekerja tidak dapat bekerja. Penyebab delay allowance ini perlu untuk diketahui dan dihitung biayanya sehingga ke depannya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan biaya.

(23)

Peringatan untuk delay allowanec adalah jangan mengurangi apa pun dari waktu standard sesuatu yang tidak dapat dihilangkan. Banyak perusahaan telah menghilangkan delay allowance, namun mereka membolehkan operator mereka untuk melakukan sesuatu yang tidak diperhitungkan oleh waktu standar.

Personal, fatigue dan delay allowance digabungkan, dan total allowance tersebut

kemudian ditambahkan ke waktu normal untuk mendapatkan: standard waktu

allowance normal

Waktu + =

(Fred E. Meyers et. al, 2002, p183)

2.7.3. Menentukan Waktu Siklus

Waktu siklus adalah waktu yang didapat dari hasil pengamatan dengan menggunakan jam henti sebelum disesuaikan dengan faktor penyesuaian dan faktor kelonggaran. Waktu baku dirumuskan sebagai berikut :

N Xi Ws =

Dimana :

Ws = Waktu Siklus

Xi = Jumlah waktu penyelesaian yang diamati

(24)

2.7.4. Menentukan Waktu Normal

Waktu normal merupakan waktu yang diperlukan untuk seorang operator yang terlatih dan memiliki keterampilan rata-rata untuk melaksanakan suatu aktivitas dalam kondisi dan kecepatan normal.

Waktu normal tidak dipengaruhi waktu kelonggaran yang diperlukan untuk melepas lelah, kebutuhan pribadi, atau adanya keterlambatan. Waktu normal dirumuskan sebagai berikut : ) 1 ( p Ws Wn= × + Dimana : Wn = Waktu Normal Ws = Waktu Siklus p = Faktor Penyesuaian

2.7.5. Menentukan Waktu Baku

Waktu Baku adalah waktu yang diperlukan bagi seorang operator untuk bekerja dalam kondisi dan kecepatan normal dengan mempertimbangkan adanya faktor kelonggaran seperti faktor kelelahan, kebutuhan pribadi, dan adanya keterlambatan. Waktu baku dirumuskan sebagai berikut :

n kelonggara % 100 % 100 − = WnX Wb Dimana : Wb = Waktu Baku Wn = Waktu Normal

(25)

2.8. Menentukan Takt Time

Takt time adalah suatu ekspresi bahasa jerman yang berarti jumlah waktu

produksi yang tersedia dibagi dengan ratio permintaan pelanggan.

Takt time menyediakan penanda atau sasaran untuk operator cell. Sasaran cell

adalah memproduksi bagian-bagian pada laju sebanding dengan takt time. Jika sel-sel terhubung, maka mereka harus memproduksi pada takt time yang sama. Jika dua sel, A dan B mengumpan perakitan akhir yang menggunakan dua bagian dari sel A dan satu bagian dari sel B dalam tiap perakitan, maka takt time sel A harus dua kali takt time sel B. Jika suatu sel memproduksi bagian lebih cepat dari takt time, maka akan terjadi penimbunan kelebihan inventori. Maka suatu pabrik harus berusaha menyeimbangkan seluruh pabrik pada laju produksi perakitan akhir, yang harus memenuhi laju permintaan

customer. Mekanisme kendali paling efektif untuk membatasi aliran produksi mendekati

aliran perakitan akhir (atau bagian produksi terhilir dalam pabrik) adalah “pull system”.

2.9. Menentukan Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah Tenaga kerja didapatkan dari hasil pembagian waktu baku proses yang dikerjakan satu orang hari dengan takt time yang berlaku. Hasil yang didapatkan mungkin saja berupa nilai desimal, sehingga dibutuhkan pembulatan hasil yang didapatkan. Perhitungan jumlah tenaga kerja ini dapat dilakukan untuk setiap pos kerja maupun kumpulan dari beberapa pos kerja. Jumlah Tenaga kerja dirumuskan sebagai berikut :

TT WB

TK = i

(26)

Dimana :

TK = Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan

i

WB = Waktu baku untuk satu orang tiap proses kerja (dalam detik) TT = Takt time (dalam detik)

2.10. Peta Proses Operasi (Operation Proses Chart)

Peta proses operasi (operation proses chart) ini merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang dialami bahan (bahan-bahan) baku mengenai urutan-urutan operasi pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai komponen dan juga memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti: waktu yang dihabiskan, material yang digunakan, dan tempat atau alat atau mesin yang dipakai.

Jadi dalam suatu peta proses operasi, yang dicatat hanyalah kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan saja, kadang-kadang pada akhir proses dicatat tentang penyimpanan.

2.10.1. Kegunaan Peta Proses Operasi

Dengan adanya informasi-informasi yang bisa dicatat melalui peta proses operasi, kita bisa memperoleh banyak manfaat, diantaranya :

ƒ Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.

ƒ Bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku (dengan memperhitungkan efesiensi di tiap operasi/pemeriksaan).

(27)

ƒ Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai. ƒ Sebagai alat untuk latihan kerja, dan lain-lain.

2.10.2. Analisa Suatu Peta Proses Operasi

Ada empat hal yang perlu diperhatikan agar diperoleh suatu proses kerja yang baik melalui analisa peta proses operasi yaitu : analisa terhadap bahan-bahan, operasi, pemeriksaan, dan terhadap waktu penyelesaian suatu proses. Keempat hal tersebut diatas, dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Bahan-bahan

Kita harus mempertimbangkan semua alternative dari bahan yang digunakan, proses penyelesaian dan toleransi sedemikian rupa sehingga sesuaikan dengan fungsi reabilitas, pelayanan dan waktunya.

b. Operasi

Juga dalam hal ini harus dipertimbangkan mengenai semua alternatif yang mungkin untuk proses pengolahan, pembuatan, pengerjaan dengan mesin atau metode perakitannya, beserta alat-alat dan perlengkapan yang digunakan. Perbaikan yang mungkin bisa dilakukan misalnya dengan menghilangkan, menggabungkan, merubah atau menyederhanakan operasi-operasi yang terjadi.

c. Pemeriksaan

Dalam hal ini harus mempunyai standar kualitas. Suatu objek dikatakan memenuhi syarat kualitasnya jika setelah dibandingkan dengan standar ternyata lebih baik atau minimal sama. Proses pemeriksaan bisa dilakukan dengan teknik sampling atau satu per satu dari semua objek yang dibuat tentunya cara yang terakhir tersebut dilaksanakan apabila jumlah produksinya sedikit.

(28)

d. Waktu

Untuk mempersingkat waktu penyelesaian, kita harus mempertimbangkan semua alternatif mengenai metoda, peralatan dan tentunya pengunaan perlengkapan-perlengkapan khusus.

2.11. Keseimbangan Lini (Line Balancing)

2.11.1. Pengertian Keseimbangan Lini (Line Balancing)

Keseimbangan Lini merupakan suatu metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun kerja-stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lini produksi sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu yang tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut (David D. Bedworth dan James E. Baley, 1987, p361). Keterkaitan sejumlah pekerjaan dalam suatu lini produksi harus dipertimbangkan dalam menentukan pembagian pekerjaan ke dalam masing-masing stasiun kerja. Hubungan atau saling keterkaitan antara satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya digambarkan dalam suatu precedence diagram atau diagram pendahuluan, sedangkan hubungan itu disebut precedence job atau precedence network.

Line Balancing adalah suatu keadaan proses operasi produksi yang saling

bergantungan dan mempunyai waktu penyelesaian pada setiap stastiun kerja yang sama atau kira-kira sama, sehingga diharapkan penyelesaian proses produksi dari stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya berjalan dengan lancar dan dengan kecepatan yang tetap atau seimbang. Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi massal, dimana dalam proses produksinya harus dibagikan kepada seluruh operator sehingga beban kerja operator merata. Jadi dalam line balancing mempelajari bagaimana kita merancang

(29)

suatu lintasan produksi agar tercapai keseimbangan beban yang dialokasikan pada setiap stasiun kerja dalam menghasilkan produk.

2.11.2. Terminologi Keseimbangan Lini

Menurut Elsayed dalam buku “Analysis and Control of Production

Systems” (1994, p345), terminologi keseimbangan lini antara lain :

1. Work Element

Bagian dari keseluruhan pekerjaan dalam proses assembly. Umumnya, N idefinisikan sebagai jumlah total dari elemen kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu assembly dan i adalah elemen kerja.

2. Workstation (WS)

Lokasi pada lini assembly atau pembuatan suatu produk dimana pekerjaan diselesaikan baik manual maupun otomatis. Jumlah minimum dari stasiun kerja adalah K, dimana K harus ≤ i.

3. Minimum Rational Work Element (Elemen Kerja Terkecil)

Untuk menyeimbangkan pekerjaan dalam setiap stasiun yang ada maka pekerjaan tersebut harus dipecah menjadi elemen-elemen pekerjaan. Elemenkerja minimum adalah elemen pekerjaan terkecil dari suatu pekerjaan yang tidak dapat dibagi lagi.

4. Total Work Content (Total Waktu Pengerjaan)

Jumlah dari seluruh waktu pengerjaan setiap elemen pekerjaan dari suatu lini. 5. Workstation Process Time (Waktu Proses Stasiun Kerja)

ƒ Elemen pekerjaan yang diselesaikan dalam satu stasiun kerja (work

(30)

ƒ Waktu proses dalam stasiun kerja merupakan penjumlahan dari seluruh waktu pengerjaan setiap elemen kerja yang berada di dalam stasiun kerja tersebut.

6. Precedence Constraints (Pembatas Pendahulu)

Dalam menyelesaikan suatu elemen pekerjaan seringkali terdapat urutan-urutan teknologi yang harus terpenuhi sebelumnya agar elemen itu dapat dijalankan.

7. Precedence Diagram (Diagram Pendahuluan)

Diagram pendahuluan adalah suatu gambaran secara grafis dari suatu urutan pekerjaan yang memperlihatkan keseluruhan operasi pekerjaan dan ketergantungan masing-masing operasi pekerjaan tersebut dimana elemen pekerjaan tertentu tidak dapat dikerjakan sebelum elemen pekerjaan yang mendahuluinya dikerjakan lebih dulu.

8. Balance Delay

Merupakan rasio dari total waktu menganggur dengan keterkaitan waktu siklus dan jumlah stasiun kerja atau dengan kata lain jumlah antara balance

delay dan line efficiency sama dengan 1. Secara matematis, dapat dituliskan

sebagai berikut : % 100 (k)(CT) Wb (k)(CT) BD= −

i × atau BD = 100% - LE dimana : BD = balance delay k = jumlah stasiun kerja.

(31)

Wbi = waktu sebenarnya pada setiap stasiun. i = 1, 2, 3, ...., n

9. Assembled Product

Produk yang melewati suatu urutan stasiun kerja dimana pekerjaan-pekerjaan diatur dan mencapai pada stasiun akhir.

10. Cycle Time (CT)

Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk dari lini perakitan dengan asumsi setiap assembly mempunyai kecepatan yang konstan. Nilai minimum dari waktu siklus ≥ waktu stasiun yang terpanjang (CT≥max Tsi).

11. Delay Time of A Station

Merupakan selisih antara waktu siklus dengan waktu stasiun. Perbedaan antara waktu stasiun dengan waktu siklus atau disebut juga idle time.

− =(k)(CT) Wbi ID dimana : ID = idle time

k = jumlah stasiun kerja.

CT = waktu stasiun terbesar / waktu daur (cycle time). Wbi = waktu sebenarnya pada setiap stasiun.

(32)

12. Line Efficiency (Efisiensi Lini)

Rasio dari total waktu stasiun terhadap keterkaitan waktu siklus dengan jumlah stasiun kerja yang dinyatakan dalam persentase.

% 100 (k)(CT) ST LE=

k × dimana : LE = line effciency

k = jumlah stasiun kerja.

CT = waktu stasiun terbesar / waktu daur (cycle time).

k

ST = waktu sebenarnya pada setiap stasiun. 13. Smoothness Index (SI)

Merupakan suatu index yang menunjukkan kelancaran relatif dari suatu keseimbangan lini assembly. Suatu smoothness index sempurna jika nilainya 0 atau disebut perfect balance.

= 2 k) ST -(CT SI dimana : SI = Smoothness Index k = jumlah stasiun kerja.

CT = waktu stasiun terbesar / waktu daur (cycle time).

k

(33)

2.12. Metode Keseimbangan Lini

Line Balancing atau penyeimbangan lini adalah suatu lini produksi yang

terdiri dari urutan-urutan pengerjaan suatu rakitan dimana dikerjakan oleh manusia. Adapun ciri-ciri dari penggunaan keseimbangan lini didalam perusahaan adalah permintaan (demand) produk tinggi atau menangah, produk yang dihasilkan identik atau sama, dan keseluruhan kerja pembuatan produk (assembly) dapat dibagi dalam bagian-bagian yang lebih kecil. Tujuan utama dari line balancing ini adalah untuk meminimasi waktu menganggur di setiap stasiun kerja dan mencapai suatu efisiensi kerja yang tinggi di tiap stasiun kerja.

Dalam menyeimbangkan suatu lini produksi terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, salah satunya adalah metode heuristic. Model heuristic ini menggunakan aturan-aturan yang logis dalam memecahkan masalah. Inti dari pendekatan secara heuristic ini adalah untuk mengaplikasikan kegiatan yang dapat mengurangi bentuk permasalahan secara efektif, sehingga model ini dirancang untuk menghasilkan strategi yang relative baik dengan dengan mengacu pada batasan-batasan tertentu. Model heuristic ini banyak digunakan dalam masalah yang berkaitan dengan keseimbangan lini produksi. Kriteria pokok pendekatan dengan metode ini adalah pemecahan yang lebih baik dan lebih cepat. Berikuti ini adalah beberapa metode

heuristic yang umum dikenal dalam menyelesaikan masalah keseimbangan lini, yaitu :

2.12.1. Metode Largest Candidate Rule

Menurut Mikell P. Groover dalam buku “Automation, Production

Systems, and Computer-Integrated Manufacturing” (2001, p535), merupakan

metode yang paling sederhana. Adapun prosedur tersebut secara detil dapat dijelaskan sebagai berikut :

(34)

1. Mengurutkan work element berdasarkan waktu operasinya dari yang terbesar sampai yang terkecil.

2. Melakukan penugasan untuk setiap stasiun kerja dimulai dari daftar teratas pada urutan yang telah ditentukan pada langkah pertama. Penugasan dilakukan dengan memperhitungkan waktu operasi tiap elemen apakah melebihi waktu maksimum stasiun kerja atau tidak. Jika melebihi, maka penugasan dilakukan pada stasiun kerja selanjutnya, serta memperhitungkan urutan operasi sebelumnya.

3. Apabila telah menemukan work element, maka pengurutan dilakukan dari daftar paling atas lagi.

4. Jika tidak ada work element yang bisa dilakukan penugasan pada statiun kerja tersebut, maka dapat dilanjutkan ke stasiun kerja selanjutnya.

5. Ulangi langkah 2 dan 3 tersebut sampai semua work element memperoleh penugasan.

6. Rangkum semua kelompok stasiun kerja, hitung idle-nya.

Idle = CTR – STk

CTR = STk terbesar

7. Waktu terbesar dari penugasan tiap WS yang telah ditentukan menjadi CTR (waktu

siklus revisi).

8. Melakukan perhitungan efisiensi lintasan.

9. Melakukan perhitungan keseimbangan waktu menganggur. 10. Melakukan perhitungan indeks kemulusan.

(35)

2.12.2. Metode Killbridge & Wester

Menurut Elsayed dalam buku “Analysis and Control of Production

Systems” (1994, p353), prosedur pengelompokkan operasi menurut metode yang

dikemukakan oleh Kilbridge-Wester adalah sebagai berikut :

1. Lakukan pembagian region atau kolom pada precedence diagram.

2. Urutkan work element berdasarkan kolom, apabila dalam satu kolom terdapat lebih dari satu work element, maka pengurutan juga dilakukan berdasarkan waktu operasi terbesar.

3. Melakukan penugasan untuk setiap stasiun kerja dimulai dari daftar teratas pada urutan yang telah ditentukan pada langkah kedua. Penugasan dilakukan dengan memperhitungkan waktu operasi tiap elemen apakah melebihi waktu maksimum stasiun kerja atau tidak. Jika melebihi, maka penugasan dilakukan pada stasiun kerja selanjutnya, serta memperhitungkan urutan operasi sebelumnya.

4. Apabila telah menemukan work element, maka pengurutann dilakukan dari daftar paling atas lagi.

5. Jika tidak ada work element yang bisa dilakukan penugasan pada statiun kerja tersebut, maka dapat dilanjutkan ke stasiun kerja selanjutnya.

6. Ulangi langkah 3 dan 4 tersebut sampai semua work element memperoleh penugasan.

7. Rangkum semua kelompok stasiun kerja, hitung idle-nya.

Idle = CTR – STk

CTR = STk terbesar

8. Waktu terbesar dari penugasan tiap WS yang telah ditentukan menjadi CTR (waktu

(36)

9. Melakukan perhitungan efisiensi lintasan.

10. Melakukan perhitungan keseimbangan waktu menganggur. 11. Melakukan perhitungan indeks kemulusan.

2.12.3. Metode Ranked Positional Weights (RPW)

RPW merupakan salah satu teknik heuristik yang diperkenalkan oleh

Helgeson & Bernie. Pada metode ini, nilai ranked positional weight dihitung dari

waktu proses masing-masing operasi yang mengikutinya (Elsayed, 1994, p360). Adapun prosedur tersebut secara detil dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pembuatan precedence diagram.

2. Tentukan bobot dan operasi yang mendahului.

¾ Tentukan bobot posisi untuk setiap elemen pekerjaan dari suatu operasi dengan memperhatikan precedence diagram.

Cara penentuan bobotnya adalah sebagai berikut:

Bobot operasi i = Waktu proses operasi i + Waktu proses operasi berikutnya ¾ Urutkan elemen operasi berdasarkan bobot posisi yang telah didapat. Pengurutan

dimulai dari elemen operasi yang memiliki bobot posisi yang terbesar. 3. Tentukan waktu siklus

hari per produksi Jumlah lini jumlah x hari per efektif kerja Jam CT = (satuan = menit) Jika ada hari per produksi Jumlah lini jumlah x hari per efektif kerja Jam

Wbmaks > maka CT =Wbmaks

(37)

CT Wb Σ

k= i

5. Tentukan waktu maksimum dari waktu stasiun kerja

k Wb W i maks =

Jika k Wb Wb i i>

maka Wbi maks W =

Dimana : Wmaks = Waktu maksimum dari stasiun kerja

Wbi = Waktu baku setiap elemen

k = Jumlah stasiun kerja

6. Melakukan penugasan untuk menentukan stasiun kerja

¾ Jika pada setiap stasiun kerja terdapat waktu yang berlebihan (waktu tiap stasiun kerja > waktu maksimum seharusnya), maka penugasan setiap stasiun kerja dilakukan dengan waktu yang tidak melebihi Wmaks.

7. Apabila penugasan dengan waktu tiap stasiun kerja (STk) masih melebihi Wmaks juga,

maka buat penugasan dengan jumlah stasiun kerja (k) lebih besar daripada k yang telah dihitung sebelumnya.

8. Ulangi lagi langkah diatas sampai seluruh elemen pekerjaan telah ditempatkan ke dalam stasiun kerja.

9. Rangkum semua kelompok stasiun kerja, hitung idle-nya

Idle = CTR – STk

(38)

10. Waktu terbesar dari penugasan tiap WS yang telah ditentukan menjadi CTR (waktu

siklus revisi).

11. Melakukan perhitungan efisiensi lintasan.

12. Melakukan perhitungan keseimbangan waktu menganggur 13. Melakukan perhitungan indeks kemulusan.

2.12.4. Metode Moodie Young

Langkah penugasan pekerjaan pada stasiun kerja dengan menggunakan metode ini berbeda pada urutan prioritas pembebanan pekerjaan. Langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan metode pembebanan berurut ini adalah sebagai berikut:

1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah waktu siklus yang diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi terbesar itu lebih besar dari waktu siklus yang diinginkan.

2. Buat matriks operasi pendahulu (P) dan operasi pengikut (F) untuk tiap operasi berdasarkan jaringan kerja perakitan.

3. Perhatikan baris di matriks kegiatan pendahuluan P yang semuanya terdiri dari angka 0, dan bebankan elemen pekerjaan terbesar yang mungkin terjadi, jika ada lebih dari 1 baris yang dimiliki seluruh elemen sama dengan nol.

4. Perhatikan nomor elemen dibaris matriks kegiatan pengikut F yang bersesuaian dengan elemen yang telah ditugaskan.

5. Lanjutkan penugasan elemen-elemen pekerjaan itu pada tiap stasiun kerja dengan ketentuan bahwa waktu total operasi tidak melebihi waktu siklus.

(39)

7. Melakukan perhitungan keseimbangan waktu menganggur 8. Melakukan perhitungan indeks kemulusan.

2.12.5. Metode J-Wagon

Metode heuristic ini mengutamakan jumlah elemen kerja yang terbanyak, dimana elemen kerja tersebut akan diprioritaskan terlebih dahulu untuk ditempatkan dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja lain yang memiliki jumlah elemen kerja yang lebih sedikit (Richard B. Chase dan Nicholas J. Aquilano , 1995, p407). Apabila terdapat dua elemen kerja yang memiliki nilai bobot yang sama, maka prioritas akan diberikan kepada elemen kerja yang memiliki waktu pengerjaan lebih besar. Sedangkan prosedur selanjutnya, sama dengan metode

Helgesson-Birnie (Ranked Positional Weight), hanya saja dalam menentukan bobot

yang dihitung adalah jumlah operasi (bukan waktu operasi).

Bobot (J-Wagon) = jumlah proses operasi-operasi yang bergantung pada operasi tersebut.

Gambar 2.4 Contoh Precedence Diagram J-Wagon Keterangan :

ƒ bobot untuk operasi 4 adalah 0

ƒ bobot untuk operasi 3 adalah 1 yaitu operasi 4 ƒ bobot untuk operasi 2 adalah 2 yaitu operasi 3 dan 4 ƒ bobot untuk operasi 1 adalah 2 yaitu operasi 3 dan 4

(40)

2.12.6. Metode Reserved Ranked Positional Weights

Sebelum masuk ke metode Reverse RPW, kita harus mengenal Metode RPW terlebih dahulu (David D. Bedworth dan James E. Bale, 1987, p364). Cara penentuan bobot dari precedence diagram dimulai dari proses akhir. Bobot RPW = waktu proses operasi tersebut + waktu proses operasi-operasi yang mengikutinya.

Pengelompokkan operasi ke dalam stasiun kerja dilakukan berdasarkan urutan RPW (dari yang terbesar) dan juga memperhatikan pembatas berupa waktu siklus dan elemen pendahulunya. Metode Heuristic ini mengutamakan waktu elemen kerja yang terpanjang, dimana elemen kerja ini akan diprioritaskan terlebih dahulu untuk ditempatkan dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja yang lain yang memiliki waktu elemen yang lebih rendah. Proses ini dilakukan dengan memberikan bobot. Bobot ini diberikan pada setiap elemen kerja dengan memperhatikan diagram precedence. Dengan sendirinya elemen pekerjaan yang memiliki ketergantungan yang besar akan memiliki bobot yang semakin besar pula, dengan kata lain akan lebih diprioritaskan.

Metode Reversed RPW memiliki cara pengerjaan yang hampir sama dengan metode RPW. Hanya saja pengerjaannya dibalik. Metode ini memberikan prioritas bagi operasi-operasi kerja yang lebih lama berada di lintasan lini.

2.13. Sistem Informasi 2.13.1. Pengertian Sistem

Sistem merupakan sekelompok elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan. Contoh suatu organisasi atau bidang fungsional

(41)

cocok untuk menggambarkan ini, dimana organisasi terdiri dari bidang-bidang fungsional yang semuanya mengacu pada tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan (McLeod, 2001, p11)

Sistem ini sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Suatu sistem yang dihubungkan dengan lingkungannya melalui arus sumber daya disebut sistem terbuka, sedangkan jika sistem tidak lagi dihubungkan dengan lingkungannya maka ini disebut sistem tertutup.

Sistem adalah sebuah kelompok yang terintegrasi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama dengan menerima masukan (inputs) dan menghasilkan keluaran (outputs) dalam sebuah proses transformasi yang terorganisir dengan baik (O’Brien, 2003, p8).

Sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut pola yang terpadu untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan atau mencapai tujuan tertentu dari perusahaan.

Sistem adalah sekumpulan elemen yang mengimplementasikan kebutuhan dari model, functions dan interfaces. Elemen-elemen ini bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama dengan menerima input dan memproduksi output dalam proses transformasi yang terorganisir (Mathiassen et al, 2000, p9).

Pada sistem, dari elemen-elemen tersebut ada tiga komponen dasar yang saling berinteraksi yaitu :

1. Input

Meliputi komponen atau elemen yang akan masuk ke sistem untuk diproses. Contoh: mencakup bahan mentah, data, usaha manusia.

(42)

2. Proses

Mencakup proses transformasi yang mengubah input menjadi output. Contoh: proses manufaktur, perhitungan matematis, dan lain sebagainya. 3. Output

Mencakup elemen yang telah melalui proses transformasi. Contoh: jasa, produk, dan informasi.

Selain dari ketiga komponen dasar tersebut, terdapat dua lagi komponen tambahan yaitu :

1. Feedback

Merupakan output yang dikembalikan kepada orang-orang dalam organisasi untuk membantu mengevaluasi input.

2. Subsistem

Merupakan sebagian dari sistem yang mempunyai fungsi khusus. Masing-masing subsistem itu sendiri mempunyai komponen input, process, output, dan feedback. Fungsi dari subsistem ini adalah untuk mendukung fungsi utama dari sistem yang berjalan.

2.13.2. Pengertian Data

ƒ Data adalah fakta-fakta yang dan angka-angka yang relatif tidak berarti bagi pemakai (McLeod, 2001, p15).

ƒ Data adalah fakta mentah atau penelitian tentang fenomena fisik atau transaksi bisnis (O’Brien, 2002, p13),

(43)

2.13.3. Pengertian Informasi

Informasi adalah data yang telah diproses atau data yang memiliki makna dan dapat dimengerti (McLeod, 2001, p12). Informasi juga dapat diartikan menjadi data yang telah dikonversikan menjadi sebuah konteks yang berarti dan berguna bagi pemakai tertentu (O’Brien, 2004, p13).

Menurut O’Brien kualitas informasi dikelompokkan mejadi tiga dimensi (2003, p15), yaitu :

ƒ Dimensi waktu, terdiri dari :

Timeliness : informasi harus tersedia saat dibutuhkan. Currency : informasi harus up-to-date ketika disajikan. Frequency : informasi harus tersedia setiap waktu dibutuhkan.

Time period : informasi harus tersedia dalam periode waktu lampau, saat ini,

dan akan datang. ƒ Dimensi isi, terdiri dari :

Accuracy : informasi harus bebas dari kesalahan.

Relevance : informasi harus saling berhubungan dengan informasi yang

dibutuhkan dalam situasi khusus.

Completeness : hanya informasi yang dibutuhkan yang disajikan. Conciseness : hanya informasi yang dibutuhkan yang disajikan.

Scope : informasi memiliki ruang lingkup yang lebar dan sempit, atau

berfokus baik internal maupun eksternal.

Performance : infomasi dapat menampilkan kegiatan pengukuran, membuat

(44)

ƒ Dimensi bentuk, terdiri dari:

Clarity : informasi harus disajikan dalam bentuk yang mudah dimengerti. Detail : informasi dapat disajikan dalam bentuk rinci ataupun ringkasan. Order : informasi dapat diatur secara berurutan.

Presentation : informasi dapat disajikan dalam bentuk narasi, numerik, grafik,

atau bentuk lainnya.

Media : informasi dapat disajikan dalam bentuk dokumen kertas,

tampilan video, ataupun media lainnya.

Sedangkan menurut McLeod terdapat empat dimensi informasi (2001, p145), yaitu :

ƒ Ketepatan waktu

Informasi harus tersedia dalam pemecahan masalah dengan tepat waktu, sebelum situasi menjadi tidak terkendali.

ƒ Kelengkapan

Suatu gambaran yang lengkap dari suatu permasalahan yang ada akan membantu organisasi dalam menentukan solusi atau penyelesaiannya. Pemberian informasi yang tidak berguna harus dapat dihindari.

ƒ Akurasi

Semua informasi harus tersedia dengan akurat untuk menunjang terbentuknya sistem dapat dipercaya. Akurasi ini terutama diperlukan pada aplikasi-aplikasi tertentu seperti aplikasi yang melibatkan keuangan, semakin teliti informasi yang diinginkan maka biaya pun semakin bertambah.

(45)

ƒ Relevansi

Informasi disebut relevan jika informasi tersebut berkaitan langsung dengan masalah yang sedang dihadapi. Manajer harus mampu memilih informasi yang diperlukan.

2.13.4. Pengertian Sistem Informasi

Sistem informasi dapat berupa rangkaian teratur dari orang, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi dan sumber data yang mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan informasi di dalam suatu organisasi (O’Brien, 2003, p7).

Sistem informasi adalah sebuah kumpulan dari komponen-komponen yang saling berhubungan yang mengumpulkan, mengolah, menyimpan dan mendistribusikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan, koordinasi dan pengendalian di dalam sebuah organisasi (Laudon, 2003, p7).

Sistem informasi adalah pengumpulan, pengolahan, analisa, dan penyebaran informasi untuk tujuan yang spesifik. Sistem informasi terdiri dari input (data dan instruksi) dan output (laporan dan kalkulasi). Dari input yang telah diolah, maka akan dihasilkan output yang akan dikirim ke pengguna akhir ataupun sistem lainnya (Turban

et al, 2003, p15).

Komponen dari sistem informasi adalah :

ƒ Manusia, perangkat keras, perangkat lunak, data, dan jaringan adalah lima sumber utama dari sistem informasi.

ƒ Sumber manusia meliputi pengguna akhir dan spesialis sistem informasi, sumber perangkat keras meliputi mesin dan media, sumber perangkat lunak terdiri dari program dan prosedur, dan sumber jaringan adalah media komunikasi dan jaringan.

(46)

ƒ Sumber data diubah oleh kegiatan pengubahan informasi menjadi berbagai variasi produk dari informasi yang dapat langsung digunakan oleh pengguna akhir.

ƒ Pengubahan informasi terdiri dari input, proses, output, penyimpanan, dan kegiatan pengendalian.

Gambar 2.5 Komponen Sistem Informasi

2.13.5. Keuntungan Sistem Informasi

Sistem informasi yang digunakan harus dapar memberikan keuntungan bagi penggunanya (Turban et al, 2003, p17), yaitu:

ƒ Menyediakan proses transaksi yang cepat dan akurat.

ƒ Menyediakan penyimpanan data dan informasi dengan kapasitas yang besar dan dapat diakses dengan cepat.

(47)

ƒ Menyediakan sarana komunikasi yang cepat, baik dari mesin ke mesin maupun dari manusia ke manusia.

ƒ Mengurangi informasi yang berlebihan (misalnya sistem informasi eksekutif yang menyediakan informasi terstruktur yang disesuaikan untuk eksekutif berdasarkan faktor penentu keberhasilannya).

ƒ Meminimalkan batasan – batasan (misalnya SCM yang dapat meminimalkan siklus waktu untuk pengiriman produk, mengurangi persediaan, dan meningkatkan kepuasan pelanggan).

ƒ Menyediakan pendukung pengambilan keputusan.

ƒ Menyediakan senjata persaingan, karena saat ini sistem informasi dapat dilihat sebagai sumber keuntungan yang diharapkan dapat memberikan keuntungan dan dapat mengungguli kompetitor.

2.14. Daur Hidup Sistem (System Life Cycle)

Daur hidup sistem adalah pengaplikasian pendekatan sistem untuk pengembangan sistem informasi dan subsistem berbasis komputer. Daur hidup sistem terdiri dari rangkaian tugas yang mengikuti pola tertentu dan dilakukan secara top-down sehingga dikenal dengan pendekatan air terjun (waterfall approach).

Daur hidup sistem terdiri dari lima fase dimana empat fase pertama berkaitan dengan upaya pengembangan sistem sehingga dikenal dengan sebutan System Design

Life Cycle (SDLC). Keempat fase tersebut adalah planning (perencanaan), analysis

(analisa), design (perancangan) dan implementation (implementasi). Fase yang kelima adalah use (pemakaian) yang mana akan berlangsung hingga sistem perlu untuk dirancang ulang atau dihentikan (McLeod, 2001, p123).

(48)

Fase SDLC dengan metode pendekatan daur hidup waterfall yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:

1. Analisa awal (preliminary analysis) 2. Analisa (analyze)

3. Perancangan (design)

4. Pemrograman (programming) 5. Pengujian (testing)

6. Konversi sistem (conversion)

Gambar 2. 6 Daur Hidup dengan Pendekatan Waterfall (Waterfall Life Cycle) Dengan penambahan fase penggunaan (use), maka tahapan-tahapan dalam daur hidup sistem telah lengkap. Tahapan ini akan terus berlanjut sampai saatnya untuk membuang atau merancang ulang sistem dengan melakukan kembali lingkaran daur hidup sistem dari awal.

(49)

2.15. Object Oriented Analysis and Design (OOAD)

Objek-Oriented Analysis and Design (OOAD) adalah suatu metode untuk

menganalisa dan merancang sistem dengan pendekatan dasar berorientasi pada Objek (Mathiassen et al, 2000, p135). Objek diartikan sebagai suatu entitas yang memiliki identitas, state, dan behavior (Mathiassen et al, 2000, p4). Dalam melakukan analisis, identitas sebuah Objek menjelaskan bagaimana seorang user mengetahui perbedaan dari

Objek lain, dan behavior Objek digambarkan melalui event yang dilakukannya.

Sedangkan pada perancangan, identitas sebuah Objek digambarkan dengan bagaimana

Objek lain mengidentifikasikan dirinya sehingga dapat diakses, dan behavior Objek

digambarkan dalam bentuk operation yang dapat dilakukan Objek tersebut yang dapat mempengaruhi Objek lain dalam sistem.

2.15.1. Objek dan Class

Objek merupakan sebuah entitas yang memiliki identitas, status, dan perilaku (Mathiassen et al., 2000, p4). Contoh dari objek misalnya karyawan yang merupakan entitas dengan identitas yang spesifik, dan memiliki status dan perilaku tertentu yang berbeda antara satu karyawan dengan karyawan yang lain. Sedangkan class merupakan deskripsi atau penggambaran secara umum dari kumpulan objek yang memiliki struktur, pola perilaku, dan atribut yang sama (Mathiassen et al., 2000,p4). Untuk dapat lebih memahami objek, biasanya objek-objek tersebut sering digambarkan dalam bentuk

(50)

2.15.2. Konsep Object Oriented Analysis and Design (OOAD)

Terdapat tiga buah teknik dasar dalam proses analisa dan perancangan sistem berorientasi objek, yaitu:

1. Encapsulation

Encapsulation dalam bahasa pemrograman berorientasi objek berarti

pengelompokkan berdasarkan fungsi. Pengelompokkan ini bertujuan agar developer tidak perlu membuat coding untuk fungsi yang sama, melainkan hanya perlu memanggil fungsi yang telah dibuat sebelumnya.

2. Inheritance

Inheritance dalam bahasa pemrograman berorientasi objek berarti menciptakan

sebuah class baru yang memiliki sifat-sifat dan karakteristik-karakteristik berdasarkan class induknya berikut dengan sifat-sifat dan karakteristik-karakteristk individualnya.

3. Polymorphism

Polymorphism berarti kemampuan dari tipe objek yang berbeda untuk menyediakan

atribut dan operasi yang sama untuk tujuan yang berbeda. Polymorphism adalah hasil natural dari fakta bahwa objek dari tipe yang berbeda atau bahkan dari sub-tipe yang berbeda dapat menggunakan atribut dan operasi yang sama.

2.15.3. Kelebihan dan Kekurangan Object Oriented Analysis and Design (OOAD)

Mathiassen et al. (2000, p5-6) menjelaskan bahwa terdapat kelebihan menggunakan OOAD diantaranya adalah:

(51)

2. Penggunaan OOAD dapat menangani data yang seragam untuk jumlah yang besar dan mendistribusikannya ke seluruh bagian organisasi.

3. Berhubungan erat dengan analisa berorientasi objek, perancangan berorientasi objek,

user interface berorientasi objek, dan pemrograman berorientasi objek.

Selain kelebihan yang diperoleh dengan menggunakan OOAD seperti yang telah dijelaskan di atas, ternyata ditemukan beberapa kekurangan dari konsep ini oleh McLeod (2001, p615) yaitu:

1. Untuk memperoleh pengalaman pengembangan dibutuhkan waktu yang cukup lama.

2. Untuk sistem bisnis yang rumit terdapat kesulitan metodologi untuk menjelaskannya .

3. Pilihan peralatan pengembangan kurang untuk mencakup sehingga dibutuhkan penyesuaian dalam membangun sistem bisnis.

2.15.4. Aktivitas Utama Object Oriented Analysis and Design (OOAD)

Menurut Mathiassen et al. (2000, p14-15) 4 aktivitas utama dalam analisa dan perancangan berorientasi objek yang dapat dijelaskan dengan penggambaran pada Gambar 2.6 berikut ini.

(52)

Gambar 2.7 Aktivitas Utama dalam OOAD menurut Mathiassen (2000, p15) Berikut ini merupakan penjelasan lebih rinci mengenai keempat aktivitas utama dalam melakukan analisa dan perancangan berorintasi objek menurut Mathiassen

et al. (2000, pp14-15):

1. Analisis Problem Domain

Problem domain adalah bagian dari situasi yang diatur, diawasi, dan

dikendalikan oleh sistem. Tujuan melakukan analisis problem domain adalah mengidentifikasi dan memodelkan problem domain. Analisis problem

domain terbagi menjadi tiga aktivitas yang digambarkan dalam Gambar 2.5,

yaitu:

a. Memilih objek, class, dan event yang akan menjadi elemen model

problem domain.

b. Membangun model dengan memusatkan perhatian pada relasi struktural antara class dan objek.

(53)

Sumber : Mathiassen et al (2000, p46)

Gambar 2.8 Aktivitas Analisis Problem Domain

Pada aktivitas classes, langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan class. Langkah berikutnya adalah membuat sebuah event table yang dapat membantu menentukan event-event yang dimiliki oleh setiap

class.

Pada aktivitas structure, class-class yang telah ditentukan sebelumnya akan dihubungkan berdasarkan tiga jenis hubungan yaitu generalisasi, agregasi, atau asosiasi sehingga menjadi sebuah skema yang disebut class

diagram.

Dalam aktivitas behavior, definisi class dalam class diagram akan diperluas dengan menambahkan deskripsi pola perilaku dan atribut dari masing-masing class. Pola perilaku dari class terdiri dari tiga jenis, yaitu:

• Sequence

Merupakan event yang terjadi secara berurutan satu per satu. • Selection

(54)

• Iteration

Merupakan event yang terjadi berulang kali.

Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah statechart diagram yang menunjukkan perubahan status dari masing-masing class yang dikarenakan oleh event tertentu mulai dari initial state sampai dengan final state.

2. Analisis Application Domain

Menurut Mathiassen, et al (2000, p115) application-domain adalah organisasi yang mengatur, memonitor atau mengendalikan problem-domain. Analisis application-domain memfokuskan bagaimana target dalam sistem akan digunakan dengan menentukan function dan interface sistem. Sama seperti analisis problem domain, analisis application domain juga terdiri dari beberapa aktivitas antara lain:

a. Menentukan penggunaan sistem dan bagaimana sistem berinteraksi dengan user.

b. Menentukan fungsi dan kemampuan sistem dalam mengolah informasi.

c. Menentukan kebutuhan interface sistem dan merancang interface. Berikut ini merupakan gambaran aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada saat melakukan analisis application domain dijelaskan menggunakan gambar 2.6.

Gambar

Gambar 2.1 Urutan pengukuran waktu kerja
Gambar 2.2 Kotak Dialog Normality Test
Gambar 2.5 Komponen Sistem Informasi
Gambar 2. 6  Daur Hidup dengan Pendekatan Waterfall (Waterfall Life Cycle)    Dengan penambahan fase penggunaan (use), maka tahapan-tahapan  dalam daur hidup sistem telah lengkap
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan temuan alat-alat batu yang ada menunJukkan bahwa penghuni Gua Macan memiliki keahlian teknologi yang baik, hal tersebut dibuktikan dengan kondisi

Seseorang yang memiliki keyakinan bahwa mengiring Tuhan Yesus adalah pilihan yang terbaik, maka keyakinan tersebut harus terekspresi dalam tindakan yang konkret, bahkan

Dengan melihat nilai probabilitas Jarque-Bera sebesar 0,048174 yang lebih rendah dari tingkat signifikasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 5% atau 0,05, maka dapat

Pada gambar tersebut dapat juga dilihat bahwa semakin banyak jumlah pencelupan dense silica (semakin tebal lapisan dense silica), spektra reflektansi yang

Ikan-ikan juvenil sering diburu oleh ikan karnivora atau ikan amphiprion yang besar keluar dari anemon laut yang berada disekitar teritori ikan dewasa tersebut.. Dean

Dalam volumetrik, penentuan zat dilakukan dengan cara titrasi yaitu suatu proses dimana larutan baku atau titran (dalam bentuk larutan yang diketahui konsentrasinya)

Fenomena yang lain dan terjadi pada penelitian Al-kandari, Al-hunaiyyan, and Al-hajri (2016) yang menyatakan bahwa, pengaruh budaya pada penggunaan Instagram antara pria

Dari hasil analisis penentuan kemampuan penyerapan adsorben abu cangkang kerang terhadap variasi konsentrasi timah putih menggunakan spektroskopi serapan atom