i
ULANG PROGRAM PUSKESMAS SANTUN LANSIA
DI MIJEN TAHUN 2018
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Disusun oleh : Khamilatur Rizqi NIM 6411414043
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
ii ABSTRAK Khamilatur Rizqi
Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Ulang Program Puskesmas Santun Lansia di Mijen Tahun 2018
XVI + 133 halaman + 19 tabel + 3 gambar + 10 lampiran
Puskesmas Mijen telah melaksanakan program santun lansia sejak tahun 2009. Cakupan lansia yang berkunjung di puskesmas pada tahun 2017 sebesar 64,76% masih dibawah target yang ditentukan oleh DKK sebesar 70%. Cakupan kunjungan ulang pelayanan lansia dari bulan januari mengalami penurunan sebanyak 1012 pasien (12,47%) menjadi 857 pasien (10,56%). Selama kurun waktu satu tahun rata-rata jumlah kunjungan masih dibawah 50% dari total jumlah keseluruhan pra lansia dan lansia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan ulang program Puskesmas Santun Lansia di Mijen Semarang.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan observasional analitik dengan pendekatan Cross-sectional. metode perolehan sampel dilakukan dengan cara cluster sampling. Besar sampel yang diteliti yaitu sebesar 95 sampel memenuhi kriteria inklusi. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat (menggunakan uji chi-square dengan p=0,05).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan antara Pendidikan (p=0,019), Pekerjaan (p=0,001), Pengetahuan (0,023), Sikap (p=0,000), Aksesibilitas (p=0,000), Kemudahan Informasi (p=0,000), dan persepsi kebutuhan (0,018) dengan pemanfaatan ulang program puskesmas santun lansia di Mijen.
Saran yang diberikan kepada Puskesmas Mijen agar memberikan konseling kepada lansia, memberdayakan kader posyandu lansia untuk memberikan informasi kepada lansia tentang manfaat puskesmas santun lansia. Kata Kunci : Faktor, Pemanfaatan Ulang, Santun Lansia
iii ABSTRACT Khamilatur Rizqi
Factors Related to Reutilization of Puskesmas Santun Lansia Program in Mijen 2018
XVI + 133 pages + 19 tables + 3 images + 10 appendices
Mijen Health Center has been implementing a mannered elderly program since 2009. The coverage of the elderly who visited puskesmas in 2017 was 64.76%, still below the target set by DKK of 70%. The coverage of revisit services for elderly people from January decreased by 1012 patients (12.47%) to 857 patients (10.56%). During the period of one year the average number of visits is still below 50% of the total number of pre-elderly and elderly. The purpose of this study was to find out the factors related with reutilization of Mijen mannered elderly centers.
The type of research used in this study was to use observational analytics with a cross-sectional approach. The method of obtaining samples is done by cluster sampling. The sample size studied was 95 samples fulfilling the inclusion criteria. The research instrument used in this study was a questionnaire. The analysis of the data was employed univariate and bivariate analysis with Chi Square Test ( p = 0.05).
The conclusion of this study is that there is a relationship between Education (p = 0.019), Employment (p = 0.001), Knowledge (0.023), Attitude (p = 0,000), Accessibility (p = 0,000), Ease of Information (p = 0,000), and Perceptions of Need (0.018) with the reuse of a well-mannered elderly health center program in Mijen.
Suggestions given to the Mijen Community Health Center to provide counseling to the elderly, empower elderly posyandu cadres to provide information to the elderly about the benefits of a well-mannered elderly health center.
iv
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam pustaka.
Semarang, 8 Januari 2019 Penulis,
Khamilatur Rizqi NIM. 6411414043
v
panitia ujian pada Ujian Skripsi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.
Semarang, 2 Oktober 2018 Pembimbing,
Drs. Bambang Wahyono, M.Kes NIP 196006101987031002
vi
Khamilatur Rizqi, NIM (6411414043) telah dipertahankan dihadapan panitia ujian pada Ujian Skripsi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, yang dilaksanakan pada:
Hari, tanggal : Selasa, 13 November 2018 Tempat : Ruang Ujian Jurusan IKM A
Panitia Ujian
Ketua, Sekretaris,
Prof. Dr. Tandiyo Rahayu, M.Pd Irwan Budiono, S.KM, M.Kes NIP. 196103201984032001 NIP. 197512172005011003
Dewan Penguji Tanggal Penguji I
dr. Fitri Indrawati, M.P.H NIP. 198307112008012008 Penguji II
dr. Arulita Ika Fibriana, M.Kes (Epid) NIP.197402022001122001
Penguji III
Drs. Bambang Wahyono, M.Kes NIP.196006101987031002
vii
Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada kemudahan, karena itu bila kau telah selesai (mengerjakan yang lain) dan kepada Tuhan, berharaplah (QS. Al insyirah : 6-8)
PERSEMBAHAN
Tanpa mengurangi rasa syukur kepada Allah SWT, saya persembahkan skripsi ini untuk :
1. Kedua orang tua tercinta (Bapak Rohadi dan Ibu Amin Nuriyah) yang telah membesarkan, mendidik dengan rasa sayang penuh kesabaran serta pengorbanannya.
2. Kakak dan adik saya 3. Sahabat-sahabatku tercinta
4. Almamater tercinta jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang
viii
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Ulang Program Puskesmas Santun Lansia di Mijen Tahun 2018” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangat sulit untuk menyelesaikan skripsi ini, oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Tandiyo Rahayu, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, atas persetujuan penelitian. 2. Bapak Irwan Budiono, S.KM, M.Kes (Epid), selaku Ketua Jurusan Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, atas persetujuan penelitian.
3. Bapak Drs. Bambang Wahyono, M.Kes, selaku dosen pembimbing atas waktu, bimbingan, arahan, motivasi serta persetujuanya dalam penyusunan proposal skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, atas bekal ilmu, bimbingan dan bantuannya.
ix skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Sahabat dan teman Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat angkatan 2014, atas masukan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas masukannya dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, sehingga, untuk itu penulis mengharapkan saran, tanggapan dan kritik yang membangun dari pembaca proposal skripsi ini.
Semarang, 8 Januari 2019
x ABSTRAK ... ii ABSTRACT ... iii PERNYATAAN ... iv PERSETUJUAN ... v PENGESAHAN ... vi
MOTTO & PERSEMBAHAN ... vii
PRAKATA ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
1.5 Keaslian Penelitian ... 8
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 10
1.6.1 Ruang Lingkup Tempat ... 10
1.6.2 Ruang Lingkup Waktu ... 11
1.6.3 Ruang Lingkup Keilmuan ... 11
xi
2.1.1.2 Kategori Lanjut Usia ... 13
2.1.2 Puskesmas Santun Lansia ... 13
2.1.2.1 Tujuan Puskesmas Santun Lansia ... 14
2.1.2.2 Alur Pelayanan Kesehatan Puskesmas Santun Lansia .. 15
2.1.2.3 Indikator Keberhasilan ... 16
2.1.2.4 Sasaran Program Puskesmas Santun Lansia ... 16
2.1.2.5 Ciri-ciri Puskesmas Santun Lansia ... 17
2.1.2.6 Jenis Program yang Harus di Lakukan ... 20
2.1.2.7 Manajemen Puskesmas Santun Lansia ... 20
2.1.3 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 23
2.1.4 Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan ... 26
2.2 Kerangka Teori ... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38
3.1 Kerangka Konsep ... 38
3.2 Variabel Penelitian ... 39
3.3 Hipotesis Penelitian ... 39
3.4 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 40
3.5 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Data ... 40
3.6 Populasi dan Sampel ... 43
3.7 Sumber Data ... 46
3.8 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data ... 47
xii
4.2 Hasil Penelitian ... 58
BAB V PEMBAHASAN ... 70
5.1 Pembahasan ... 70
5.2 Hambatan dan Kelemahan Penelitian ... 83
BAB VI PENUTUP ... 84
6.1 Simpulan ... 84
6.2 Saran ... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 87
xiii
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ... 40
Tabel 4.1 Tabel Tenaga Kerja Puskesmas Mijen ... 56
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Usia Responden ... 59
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden ... 59
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden ... 60
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden ... 60
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Sikap Responden ... 60
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Aksesibilitas Responden ... 61
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Kemudahan Informasi Responden ... 61
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Persepsi Kebutuhan Responden ... 62
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Pemanfaatan Ulang Santun Lansia ... 62
Tabel 4.11 Hasil Tabulasi Silang Antara Faktor Pendidikan dengan Pemanfaatan Ulang Program Puskesmas Santun Lansia Mijen Tahun 2018 ... 63
Tabel 4.12 Hasil Tabulasi Silang Antara Faktor Pekerjaan dengan Pemanfaatan Ulang Program Puskesmas Santun Lansia Mijen Tahun 2018 ... 64
Tabel 4.13 Hasil Tabulasi Silang Antara Faktor Pengetahuan dengan Pemanfaatan Ulang Program Puskesmas Santun Lansia Mijen Tahun 2018 ... 65
Tabel 4.14 Hasil Tabulasi Silang Antara Faktor Sikap dengan Pemanfaatan Ulang Program Puskesmas Santun Lansia Mijen Tahun 2018 ... 66
xiv
Ulang Program Puskesmas Santun Lansia Mijen Tahun 2018 ... 68 Tabel 4.17 Hasil Tabulasi Silang Antara Faktor Kebutuhan dengan Pemanfaatan Ulang Program Puskesmas Santun Lansia Mijen Tahun 2018 ... 69
xv
Gambar 2.2 Kerangka Teori ... 37 Gambar 3.1 Kerangka Konsep ... 38
xvi
Lampiran 1 Surat Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing... 90
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian dari Fakultas ... 91
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian dari Kesbangpol ... 92
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian dari DKK ke Puskesmas Mijen ... 94
Lampiran 5 Surat Ethical Clearance ... 95
Lampiran 6 Instrumen Penelitian ... 96
Lampiran 7 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 100
Lampiran 8 Hasil Uji Univariat ... 104
Lampiran 9 Hasil Uji Bivariat ... 107
1 1.1 Latar Belakang
Lansia (lanjut usia) adalah sebuah masa dimana tubuh rawan dengan berbagai macam penyakit. Untuk itu perlu adanya sebuah program khusus di bidang pelayanan kesehatan untuk lansia (Kemenkes RI). Dalam rangka pelayanan khusus pada lansia. Kementrian Kesehatan telah menetapkan kebijakan pelaksanaan pelayanan yang ramah terhadap lanjut usia di Puskesmas melalui Strategi Puskesmas Santun Lanjut Usia. Dasar hukum yang mendasari kebijakan Puskesmas santun lanjut usia yaitu Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19 yang menyatakan bahwa pembinaan kesehatan lanjut usia merupakan tanggung jawab pemerintah dan dilaksanakan oleh pemerintah bersama-sama rakyat serta undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan sosial lanjut usia pasal 3 yang menyatakan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia diarahkan agar lanjut usia tetap dapat dibersayakan sehingga berperan dalam kegiatan pembangunan (Kemenkes RI).
Salah satu indikator keberhasilan pencapaian pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah peningkatan taraf hidup dan Umur Harapan Hidup (UHH)/Angka Harapan Hidup (AHH). Sejak tahun 2004-2015 terjadi peningkatan UHH di Indonesia dari 68,6 tahun menjadi 70,8 tahun. Jumlah lansia di Indonesia juga mengalami peningkatan,. Lansia di Indonesia termasuk empat besar di dunia
yang merupakan urutan ke 4 dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%).
Jumlah penduduk lansia di Jawa Tengah termasuk dua besar di Indonesia setelah D.I Yogyakarta yaitu sebesar 4,14 juta jiwa atau 12,18% dari jumlah keseluruhan jumlah penduduk di Jawa Tengah (Pusdatin, 2015). Sementara jumlah lansia di Semarang sebanyak 134.3 ribu jiwa atau 7,89%. Menurut data DKK Semarang, UHH di Kota Semarang menunjukkan peningkatan dari 72,38 tahun di 2013 menjadi 72,45 tahun di 2014 serta meningkat lagi menjadi 72,53 tahun di 2015. Meningkatnya jumlah lansia akan menimbulkan berbagai permasalahan yang kompleks bagi lansia itu sendiri maupun bagi keluarga dan masyarakat. Proses menua mengakibatkan para lansia mengalami kemunduran fisik dan mental.
Berdasarkan data dari BPS tahun 2014 sebanyak 37,11 persen penduduk pra lansia (45-49 tahun) pernah mengalami keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir, sementara lansia muda (60-69 tahun sebesar 48,39 persen, lansia madya (70-79 tahun) sebesar 57,65 persen, dan lansia tua (80-89 tahun) sebesar 64,01 persen yang mengeluhkan kondisi kesehatannya. Angka kesakitan lansia tahun 2014 sebesar 25,05 persen, yang berarti bahwa sekitar satu dari empat lansia pernah mengalami sakit dalam satu bulan terakhir.
Program Puskesmas Santun Lanjut usia merupakan program pengembangan dari pemerintah untuk pelayanan kesehatan pada lanjut usia dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan lansia agar tercapai kualitas hidup lansia yang sehat dan mandiri. Program pelayanan puskesmas santun lansia
meliputi aspek promotif, preventeif, kuratif, dan rehabilitative dengan lebih menekankan unsur-unsur pro aktif berupa pelayanan kesehatan pada saat kegiatan di kelompok lansia dan melaksanakan kunjungan pada penderita yang dirawat dirumah, memberikan kemudahan proses pelayanan berupa fasilitas loket dan ruang pemeriksaan tersendiri, pelayanan terhadap lansia dengan memberikan perlakuan secara santun, hormat, dan menghargadi sosok insan yang lebih tua, pelayanan oleh tenaga professional serta melaksanakan pelayanan dengan standar teknis pelayanan yang berlaku. Keluaran atau output program puskesmas santun lansia yaitu peningkatan jumlah pelayanan kepada lansia. Penghitungan tersebut diukur dari DKK dengan menggunakan data jumlah lansia yang mendapatkan pelayanan pengukuran tekanan darah karena pengukuran tekanan darah merupakan salah satu cara untuk skrinning kesehatan pada pra lansia dan lansia di puskesmas. Indikator keberhasilan program puskesmas santun lansia dan target yang diharapkan dapat dicapai yaitu skrinning kesehatan pada 35% pra lanjut usia, 65% skrinning kesehatan lansia, dan 100% skrinning kesehatan pada lansia di Panti Wredha, dan 30% Puskesmas melaksanakan konseling lansia.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Semarang bahwa 26 puskesmas dari 37 puskesmas yang ada di Kota Semarang telah mengimplementasikan program Puskesmas Santun Lansia. Salah satu puskesmas yang pertama kali menerapkan kebijakan santun lansia di Kota Semarang adalah Puskesmas Mijen. Puskesmas Mijen telah melaksanakan program santun lansia sejak tahun 2009. Puskesmas Mijen juga pernah menjadi percontohan dalam program Puskesmas santun lansia. Cakupan lansia yang berkunjung ulang di
puskesmas pada tahun 2015 sebesar 64,76% sementara Indikator keberhasilan atau target setiap puskesmas dalam melakukan pelayanan kepada lansia sebanyak 70% dari jumlah sasaran lanjut usia di masing-masing wilayah kerja puskesmas.
Berdasarkan studi pendahuluan dan wawancara penulis dengan koordinator program Puskesmas santun lansia yaitu Sri Mulyati pada tanggal 9 April 2018, pukul 13.00 WIB di Puskesmas Mijen Kota Semarang bahwa Puskesmas Mijen telah melaksanakan program santun lansia sejak tahun 2009. Namun dalam pelaksanaan implementasi masih ditemukan berbagai masalah. Berdasarkan data dari program kesehatan lansia data presentase cakupan kunjungan ulang pelayanan lansia pada tahun 2017 masih dibawah target yang telah ditentukan oleh DKK.
Cakupan kunjungan ulang pelayanan untuk lansia selama tahun 2017 dari bulan Januari sebanyak 12,47% atau 1012 pasien hingga bulan Juni mengalami penurunan jumlah kunjungan menjadi 9,35% atau 759 lansia yang berkunjung ulang. Jumlah kunjungan ulang mengalami peningkatan pada bulan Juli hingga November menjadi 1.016 atau 12,52%, dan turun kembali pada Desember sebanyak 10,56% atau 857 lansia. (SP3 Puskesmas Mijen, 2017). Data tersebut bersifat fluktuatif (naik turun). Jumlah kunjungan lansia ke puskesmas santun lansia rata-rata tiap bulannya kurang dari 50% dari total lansia yang terdaftar sebanyak 8.113 lansia dalam wilayah Puskesmas Mijen. Sementara untuk capaian indikator keberhasilan program puskesmas santun lansia tahun 2017 di Mijen juga masih belum mencapai target. Skrinning kesehatan pra lansia pada bulan Januari sebesar 852 (20%), Februari sebesar 840 (19%), dan menurun hingga Desember
sebesar 747 (17%) belum memenuhi target sebesar 35%. Sedangkan untuk skrinning kesehatan lansia juga belum memenuhi target sebesar 35%, pada bulan januari sebesar 700 (18%), menurun hingga bulan agustus sebesar 673 (17%) dan naik pada bulan September sebesar 736 (19%) hingga desember sebesar 712 (18%). Data tersebut mempunyai arti bahwa rata-rata tiap bulan jumlah skrinning pra lansia 35% dan lansia 65% masih kurang dari total lansia yang terdaftar sebesar 8.113 pasien. Ketidakhadiran lansia ke puskesmas santun lansia menurut penanggung jawab program puskesmas santun lansia disebabkan oleh berbagai kondisi fisik yang terjadi pada lansia dan pra lansia seperti sedang sakit, tidak ada anggota keluarga yang mengantar sehingga mengakibatkan rata-rata tiap bulan lansia yang dating dan diperiksa ke puskesmas menurun.
Berdasarkan wawancara dengan 5 lansia, didapatkan hasil bahwa 3 orang tidak rutin memeriksakan kesehatannya setiap bulan agar terkontrol kesehatannya, dengan alasan pekerjaan atau jika sedang merasa sakit, 2 orang beralasan tidak ada anggota keluarga yang mengantar, kemudian 4 lansia juga mengeluhkan antrian yang cukup lama dibagian loket dan ruang tunggu pemeriksaan, selain itu 3 lansia mengetahui tentang pelayanan kesehatan lansia di puskesmas, tetapi belum mengetahui tentang puskesmas santun lansia. Sikap lansia terhadap program puskesmas santun lansia adalah setuju dengan adanya program tersebut untuk kepentingan kesehatan lansia. Aksesibilitas (jarak tempuh dan sarana transportasi) juga sering menjadi alasan lansia tidak rutin memeriksakan kesehatannya.
Berdasarkan masalah tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Ulang Program Puskesmas Santun Lansia di Mijen Tahun 2018.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Rumusan Masalah Umum
Apa saja Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Ulang Puskesmas Santun Lansia di Mijen ?
1.2.2 Rumusan Masalah Khusus
Adapun rumusan masalah khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah pendidikan lansia berhubungan dengan pemanfaatan ulang Puskesmas Santun Lansia Mijen ?
2. Apakah pekerjaan berhubungan dengan pemanfaatan ulang Puskesmas Santun Lansia Mijen ?
3. Apakah pengetahuan berhubungan dengan pemanfaatan ulang Puskesmas Santun Lansia Mijen ?
4. Apakah sikap berhubungan dengan pemanfaatan ulang Puskesmas Santun Lansia Mijen ?
5. Apakah aksesibilitas berhubungan dengan pemanfaatan ulansg Puskesmas Santun Lansia Mijen ?
6. Apakah kemudahan informasi berhubungan dengan pemanfaatan ulang Puskesmas Santun Lansia Mijen ?
7. Apakah persepsi kebutuhan berhubungan dengan pemanfaatan ulang Puskesmas Santun Lansia Mijen ?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi Faktor-Faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan ulang program Puskesmas Santun Lansia di Mijen Tahun 2018.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan-tujuan khusus dari penelitian ini, sebagai berikut :
1. Menganalisis hubungan pendidikan lansia dengan pemanfaatan ulang Puskesmas Santun Lansia Mijen
2. Menganalisis hubungan pekerjaan lansia dengan pemanfaatan ulang Puskesmas Santun Lansia Mijen
3. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan pemanfaatan ulang Puskesmas Santun Lansia Mijen
4. Menganalisis hubungan sikap responden dengan pemanfaatan ulang Puskesmas Santun Lansia Mijen
5. Menganalisis hubungan aksesibilitas dengan pemanfaatan ulang Puskesmas Santun Lansia Mijen
6. Menganalisis hubungan kemudahan informasi dengan pemanfaatan ulang Puskesmas Santun Lansia Mijen
7. Menganalisis hubungan persepsi kebutuhan dengan pemanfaatan ulang Puskesmas Santun Lansia Mijen
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Puskesmas Mijen
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan bahan acuan untuk mengkaji bagaimana meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas dan yang berkaitan dengan fungsi Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan dasar yang merata dan terjangkau.
1.4.2 Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Bagi jurusan ilmu kesehatan masyarakat khususnya program peminatan administrasi kebijakan kesehatan, diharapkan penelitian ini bisa menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat, masukan serta bahan perbandingan atau referensi dibidang pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagai bahan penelitian selanjutmya.
1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dalam melakukan penelitian dan sebagai referensi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
1.5 Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No Judul Penelitian Nama Peneliti Tahun dan tempat penelitian Rancangan Penelitian Hasil Penelitian
1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Pusat Layanan Kesehatan Universitas Negeri Semarang Asih Pratiwi 2016, Puslakes UNNES Metode observasional dengan pendekatan Cross Sectional Variabel yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan di puslakes yaitu pengetahuan, sikap, kemudahan informasi,persepsi kebutuhan, kepercayaan terhadap sakit. Variabel yang tidak mempengaruhi yaitu aksesibilitas, persepsi jaminan kesehatan. 2. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Ulang Puskesmas Santun Lansia Karangdoro Kota Semarang Tahun 2016 Rani Setyarini 2016. Puskesmas Karangdoro Metode penelitian explanatory research dengan pendekatan cross sectional Terdapat 3 variabel yang berhubungan yaitu persepsi terhadap pelayanan loket, persepsi terhadap pelayanan pemeriksaan dan persepsi terhadap sarana pelayanan. Variable yang tidak berhubungan yaitu pengetahuan, cara pembiayaan, jarak tempuh, biaya transportasi, dukungan keluarga. 3. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Muh. Ryman Napirah 2016, Puskesmas Tambarana Kecamatan Poso Jenis penelitian survey analitik dengan Variabel yang berhubungan yaitu persepsi masyarakat tentang
Pelayanan Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tambarana Kecamatan Poso Pesisir Utara Kabupaten Poso Pesisir Utara Kabupaten Poso pendekatan cross sectional kesehatan, pendapatan keluarga, tingkat pendidikan. Variabel yang tidak berhubungan yaitu persepsi masyarakat tentang kualitas pelayanan,
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah :
1. Variabel dan tempat peneltian tidak sama. Penelitian A terdapat variabel tentang persepsi jaminan kesehatan, dan dilaksanakan di pusat layanan kesehatan kampus
2. Tempat dan waktu penelitian B dilaksanakan di Puskesmas Karangdoro Tahun 2016, sedangkan penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Mijen
3. Fokus penelitian C meneliti pemanfaatan pelayanan di puskesmas secara umum, sedangkan penelitian ini fokus meneliti pada pemanfaatan pelayanan program puskesmas santun lansia
1.6 Ruang Lingkup Penelitian 1.6.1 Ruang Lingkup Tempat
Penelitian dilakukan di Puskesmas Mijen Jl. RM Hadi Soebeno No 146-148, Semarang.
1.6.2 Ruang Lingkup Waktu
Pengambilan data yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Ulang Puskesmas Santun Lansia di Mijen Tahun 2018 dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2018.
1.6.3 Ruang Lingkup Keilmuan
Lingkup materi penelitian ini mencakup bidang ilmu kesehatan masyarakat, yaitu administrasi dan kebijakan kesehatan.
12 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Lansia
2.1.1.1 Definisi Lanjut Usia
Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Ada Lansia potensial dan Lansia tak potensial. Lansia potensial adalah Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa. Lansia tak potensial adalah Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (UU No 13 Tahun 1998 bab 1 pasal 1 ayat 2).
Secara fisik orang lanjut usia mengalami kemunduran fungsi alat tubuh, atau disebut juga dengan proses degeneratif. Orang lansia akan terlihat dari kulit yang mulai keriput, berkurangnya fungsi telinga dan mata, tidak dapat bergerak cepat lagi, cepat merasa lelah, rambut menipis dan memutih, mudah terserang penyakit karena daya tahan tubuh berkurang secara psikologis lansia menjadi mudah lupa, serta berkurangnya kegiatan interaksi (baik dengan anak-anak, saudara atau teman), mengalami rasa kesepian, kebosanan dan sebagainya
Menurut World Health Organization (WHO) lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.
2.1.1.2 Kategori Lanjut Usia
Lansia merupakan suatu proses alami dimana semua orang akan mengalami proses menjadi tua (aging process). Menurut Depkes RI tahun 2009, kategori umur lansia dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Masa lansia awal 46-55 tahun 2. Masa lansia akhir 56-65 tahun 3. Masa manula >65 tahun
Menurut Undang-Undang RI No 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia enam puluh tahun (60) ke atas.
2.1.2 Puskesmas Santun Lanjut Usia
Puskesmas Santun Lanjut Usia merupakan bentuk pendekatan pelayanan proaktif bagi lanjut usia, untuk mendukung peningkatan kualitas hidup dan kemandirian lanjut usia. Pelayanan kesehatan kepada Lanjut usia dapat dilakukan di Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Kelompok Lanjut Usia dan juga oleh Bidan Desa.
Puskesmas Santun Lanjut Usia adalah Puskesmas yang melakukan pelayanan kepada Lansia yang mengutamakan aspek promotif dan preventif disamping aspek kuratif dan rehabilitatif, secara proaktif, baik dan sopan serta memberikan kemudahan dan dukungan bagi Lansia. Unsur-unsur sebagai berikut :
a. Proaktif: berupa pelayanan kesehatan pada saat kegiatan di kelompok lanjut usia yang melaksanakan kunjungan pada penderita yang dirawat di rumah.
b. Memberikan kemudahan proses pelayanan berupa fasilitas loket dan ruang pemeriksaan tersendiri di Puskesmas atau sesuai dengan kondisi setempat. c. Santun: pelayanan sopan, hormat dan menghargai sosok insan yang lebih
tua memberikan dukungan dalam rangka mendorong kemandiriannya untuk mencapai masa tua dengan derajat kesehatan yang optimal.
d. Pelayanan oleh tenaga professional serta penatalaksanaannya dikoordinasikan oleh pengelola program lanjut usia di Puskesmas bekerjasama dengan unsur lintas sektor maupun swasta berasaskan kemitraan.
e. Melaksanakan pelayanan dengan standar teknis pelayanan yang berlaku. 2.1.2.1 Tujuan Puskesmas Santun Lansia
Tujuan umum puskesmas santun lansia yaitu meningkatnya mutu pelayanan kesehatan terhadap lanjut usia dalam rangka mencapai visi Indonesia Sehat yaitu tentang pergeseran upaya pelayanan menjadi preventif dan rehabilitatif. Tujuan khusus yaitu :
a. Melakukan perencanaan lebih terarah dalam pelaksanaan pelayanan kepada lanjut usia sesuai dengan kebutuhan setempat.
b. Melakukan pelayanan proaktif serta pemberian pelayanan yang komprehensif dan lebih berkualitas bagi penduduk lanjut usia
c. Memberikan kemudahan pelayanan sebagai bentuk penghargaan kepada lanjut usia
d. Menurunkan angka kesakitan pada lanjut usia di wilayah kerja puskesmas e. Mewujudkan lanjut usia yang produktif dan bahagia.
2.1.2.2 Alur Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Santun Lansia
*Loket untuk pasien lansia disediakan secara terpisah dengan pasien umum lainnya
Gambar 2.1 Alur Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Santun Lansia
Sumber : Buku Pedoman Puskesmas Santun Lansia untuk Petugas Kesehatan Puskesmas Lansia Datang Loket Pendaftaran* Rumah Sakit Rujukan Ruang Periksa/BP Ruang Perawatan Ruang Konseling Apotek Laboratorium Masalah (-) Masalah (+) Pulang
2.1.2.3 Indikator Keberhasilan
Beberapa indikator keberhasilan dan target yang diharapkan dapat dicapai antara lain:
1. Pelayanan Medis:
a. Skrinning kesehatan pada 35% pra lanjut usia b. Skrinning kesehatan pada 65% lanjut usia
c. Skrinning kesehatan pada 100% lanjut usia di Panti Wredha d. 30% Puskesmas melaksanakan konseling lanjut usia
2. Kegiatan Non Medis:
a. 70% Puskesmas membina kelompok lanjut usia b. 50% desa mempunyai kelompok lanjut usia
c. 50% kelompok lanjut usia melaksanakan senam lanjut usia 2.1.2.4 Sasaran
Sasaran program kesehatan lansia yaitu: 1. Sasaran langsung
a. Pra Lansia (45-59 tahun) b. Lansia (60-69 tahun)
c. Lansia risti (>70 tahun/60 tahun dengan masalah kesehatan) 2. Sasaran tidak langsung
a. Keluarga
b. Masyarakat tempat lansia berada c. Organisasi sosial
2.1.2.5 Ciri-ciri Puskesmas Santun Lanjut Usia Ciri-ciri Puskesmas Santun Lansia yaitu :
1. Memberikan pelayanan yang baik, berkualitas dan sopan
Lanjut usia sebagai kelompok umur yang kemampuan fisiknya sangat terbatas dibandingkan dengan kelompok umur lainnya, kerap kali mempunyai kebutuhan pelayanan yang berbeda dengan kelompok umur lainnya. Lanjut usia yang mempunyai gerak yang lamban. Kesiapan petugas Puskesmas dalam pelayanan perlu diperhatikan antara lain (balai besar pelatihan kesehatan) :
a. Kesabaran dalam menghadapi lanjut usia
b. Kemauan dan kemampuan untuk memberikan penjelasan secara tuntas
c. Melayani kebutuhan pelayanan kesehatan lanjut usia sesuai prosedur yang berlaku
d. Menghargai lansia dengan memberikan pelayanan yang sopan dan santun
2. Memberikan kemudahan dalam pelayanan kepada lanjut usia
Kemudahan pelayanan bagi lanjut usia dibutuhkan karena pada kenyatannya kondisi fisik lansia seringkali membutuhkan perhatian dan prioritas dalam penanganannya seperti didahulukan dari kelompok umur lainnya untuk menghindari antrian yang berdesakan. Kemudahan lain yang bisa diberikan kepada lansia adalah puskesmas dapat memberikan pelayanan melalui loket pendaftaran tersendiri atau antrian loket khusus untuk lansia, ruang tunggu dengan tempat duduk khusus (ramah lansia), kamar mandi atau
toilet yang aman buat lansia serta jalan atau koridor yang aman bagi lansia. Semua fasilitas ini dapat disesuaikan dengan kondisi setempat (balai besar pelatihan kesehatan).
3. Memberikan keinginan dan penghapusan biaya pelayanan kesehatan bagi lansia dari keluarga miskin/tidak mampu
Lanjut usia kebanyakan sudah pensiun atau tidak bekerja, seringkali mereka mempunyai keterbatasan dalam pendanaan, baik dalam mencukupi biaya hidup ataupun dalam menyediakan dana bagi kebutuhan kesehatannya. Oleh karena itu bagi para lansia yang tidak mampu atau terlantar, perlu diberikan keringanan ataupun penghapusan biaya pelayanan di Puskesmas sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk mendapatkan fasilitas BPJS maka lansia harus mendapat prioritas dan difasilitasi oleh puskesmas untuk mendapatkan kartu KIS tersebut (Balai Besar Pelatihan Kesehatan).
4. Memberikan dukungan atau bimbingan pada lansia dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya agar tetap sehat dan mandiri.
Melakukan penyuluhan kesehatan, gizi kepada lansia, tetap berperilaku hidup sehat, agar lebih meningkatkan kesehatannya.
a. Menganjurkan agar tetap melakukan aktifitas sehari-hari sesuai kemampuan serta menjaga kebugarannya dengan olahraga atau senam secara rutin.
b. Menganjurkan tetap melakukan dan mengembangkan hobi atau kemampuannya, terutama bagi aktivitas yang merupakan usaha ekonomi produktif.
c. Menganjurkan melaksanakan aktifitas secara bersama dengan kelompoknya: pengajian, rekreasi, kesenian dan lain-lain dengan harapan merasakan kebersamaan dan saling berbagi.
5. Melakukan pelayanan kesehatan secara proaktif untuk dapat menjangkau sebanyak mungkin sasaran lansia yang ada di wilayah kerja puskesmas. Melakukan fasilitasi & pembinaan pada poksila dengan deteksi dini, pemeriksaan kesehatan & tinjauan pada saat kegiatan
a. Bagi lansia yang dirawat dirumah dilakukan kunjungan rumah untuk per kesmas (poksila)
b. Pelayanan kesehatan di Pusling/kunjungan luar gedung
6. Melakukan kerjasama dengan lintas sektoral terkait di tingkat kecamatan dengan asas kemitraan, untuk bersama-sama melakukan pembinaan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup lanjut usia.
Pembinaan lansia khususnya dalam pembinaan kesehatan, kadang-kadang memerlukan peran program dan sektor lain untuk membantu keberhasilan pembinaan tersebut. Misalnya dalam kaitan kesehatan mental dan sosial atau peningkatan peran keluarga dan masyarakat dalam pemberdayaan lanjut usia. Sesuai dengan asas kemitraan yang dianut dalam melaksanakan kerjasama dengan lintas sektor terkait di tingkat kecamatan/desa. Puskesmas bersama sektor terkait melakukan koordinasi dan menggalang kerjasama pada setiap kesempatan. Upaya ini dilaksanakan dengan membentuk tim kelompok kerja tetap di tingkat kecamatan atau tim pelaksana pembinaan di tingkat kelurahan dengan Kepala wilayah sebagai penanggung jawab.
2.1.2.6 Jenis program yang harus dilaksanakan Jenis program yang harus dilaksanakan yaitu: a. Pelayanan dasar di Puskesmas santun lansia b. Pelayanan rujukan rumah sakit
c. Pelayanan preventif, promotif, kuratif, rehabilitatif di semua faskes d. Pelayanan kesehatan jiwa bagi lansia
e. Pelayanan home care terintegrasi dalam perawatan kesehatan masyarakat f. Peningkatan inteligensia kesehatan bagi lansia
g. Pencegahan penyakit tidak menular melalui posbindu PTM h. Pelayanan gizi bagi lansia dan promosi kesehatan
2.1.2.7 Manajemen Puskesmas Santun Lansia
Pelaksanaan suatu kegiatan perlu mengacu pada prinsip-prinsip manajemen yang berlaku. Demikian juga halnya dengan pelaksanakan kegiatan Puskesmas Santun Lansia, manajemen yang dimaksud adalah bahwa semua kegiatan akan melalui tahap-tahap perencanaan, pelaksanaan monitoring, dan evaluasi. Diharapkan dengan perencanaan yang baik, pelaksanaan terarah serta monitoring dan evaluasi yang baik, semua kegiatan akan dapat berhasil optimal dan sesuai target yang ditentukan.
2.1.2.7.1 Perencanaan
Didalam menentukan kegiatan pembinaan kesehatan lansia melalui strategi Puskesmas Santun Lansia, tahap-tahap yang diperlukan adalah :
a. Kesepakatan antara puskesmas dengan pembinaan kesehatan lansia meliputi siapa penanggung jawab, koordinator dan pelaksana kegiatan pelayanan kesehatan lansia
b. Pengumpulan data dasar, peta lokasi lansia dan sumber dukungan kegiatan c. Melakukan pendekatan dan kerjasama dengan lintas sector ditingkat
kecamatan/desa/kelurahan 2.1.2.7.2 Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan pelayanan melalui strategi Puskesmas Santun Lansia, diberlakukan prosedur yang memberikan kemudahan dan kenyamanan para lansia, yaitu ada loket khusus dan adanya ruang pelayanan khusus dan semua fasilitas yang memudahkan para lansia untuk mendapatkan pelayanan (kursi khusus untuk lansia, koridor dengan pegangan, tangga dengan pegangan dan tidak terjal, toilet dengan pegangan dll).
Adapun kegiatan pelayanan bagi lansia meliputi: a. Kegiatan promotif
Kegiatan promotif dilakukan kepada lansia, keluarga ataupun masyarakat sekitarnya berupa konseling dan penyuluhan tentang perilaku hidup sehat, gizi untuk lansia, upaya meningkatkan kebugaran jasmani, pemeliharaan kemandirian serta produktivitas lansia.
b. Kegiatan preventif
Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyakit dan komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa deteksi
dini dan pemantauan kesehatan lansia dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia.
c. Kegiatan kuratif
Kegiatan pengobatan ringan bagi lansia yang sakit dan pengobatan lebih lanjut ataupun perawatan bagi lansia yang sakit dapat dilakukan di fasilitas pelayanan seperti Puskesmas Pembantu. Bila lansia sakit dan butuh penanganan dengan fasilitas yang lebih lengkap, maka akan dilakukan rujukan ke Rumah Sakit setempat.
d. Kegiatan rehabilitatif
Upaya rehabilitatif ini dapat berupaya medis, psikososial, edukatif, maupun upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin mengembalikan kemampuan fungsional dan kepercayaan dini lansia.
2.1.2.7.3 Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan monitoring dilakukan melalui pencatatan dan pelaporan yang berlaku atau pengamatan langsung, untuk melihat apakah pelaksanaan sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan keberhasilan kegiatan, disamping melihat hambatan/masalah yang timbul serta kinerja pelaksana baik petugas Puskesmas maupun kader. Upaya ini dilakukan juga agar terjadi kesinambungan kegiatan dan peningkatannya.
Evaluasi kegiatan dilakukan melalui pemanfaatan data hasil pencatatan dan pelaporan, pengamatan langsung ataupun dengan melakukan studi dan atau penelitian khusus untuk melakukan pengembangan kegiatan selanjutnya, instrumen monitoring dan evaluasi yang dipergunakan adalah formulir pencatatan
kegiatan dari kelompok dan Puskesmas serta umpan balik laporan dari Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2010).
2.1.3 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Pemanfaatan pelayanan puskesmas adalah penggunaan pelayanan yang telah diterima pada tempat atau pemberi pelayanan kesehatan. Sedangkan pelayanan kesehatan sendiri adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara bersama sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok, keluarga, dan ataupun masyarakat (Azrul Azwar, 2010)
Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan kesehatan akan meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Pelanggan yang puas akan membuka peluang hubungan yang harmonis antara pemberi jasa dari konsumen, memberikan dasar yang baik bagi kunjungan ulang, loyalitas pelanggan dan membentuk rekomendasi promosi dari mulut (word of mouth) yang menguntungkan pemberi jasa.
Untuk melihat pemanfaatan fasilitas kesehatan di puskesmas dapat dilihat dengan menggunakan beberapa indikator, antara lain beberapa kunjungan per hari puskesmas dan frekuensi kunjungan puskesmas. Hal ini berarti dengan meningkatnya atau menurunnya kunjungan puskesmas dapat disebabkan adanya kesadaran individu dan masyarakat itu sendiri untuk mencapai dan mendapatkan pelayanan kesehatan dari fasilitas kesehatan yang dipengaruhi oleh faktor waktu, jarak, biaya, pengetahuan, fasilitas, kelancaran hubungan antara dokter dengan
klien, kualitas pelayanan dan konsep masyarakat itu sendiri tentang sakit (Notoadmojo).
Pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan hasil dari perilaku atau proses pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok. Respon anggota masyarakat apabila sakit beragam, adapun respon-respon yang muncul ketika sakit adalah sebagai berikut :
a. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apapun (no action). Dengan alasan yaitu:
1. Bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari.
2. Bahwa tanpa bertindak apapun symptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya.
3. Fasilitas kesehatan yang dibutuhkan tempatnya sangat jauh, petugasnya tidak simpatik, judes dan tidak ramah.
4. Takut dokter, jarum suntik, dan disuntik atau karena biaya mahal. b. Tindakan mengobati sendiri (self treatment) karena orang atau masyarakat
tersebut sudah percaya dengan diri sendiri dan merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan.
Menurut Anderson ada tiga faktor-faktor penting dalam mencari pelayanan kesehatan yaitu :
b. Adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang ada
c. Adanya kebutuhan pelayanan kesehatan
Adapun untuk syarat-syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik menurut Azwar (2010) adalah :
a. Tersedia dan berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continuous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mudah dicapai oleh masyarakat. b. Dapat diterima dan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah apa yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, kepercayaan masyarakat dan bersifat wajar.
c. Mudah dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan sarana kesehatan menjadi sangat penting.
d. Mudah dijangkau
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang keempat adalah mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan disini terutama dari sudut jarak dan biaya. Untuk mwujudkan keadaan seperti ini harus dapat diupayakan pendekatan sarana pelayanan kesehatan dan biaya kesehatan diharapkan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. e. Bermutu
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang kelima adalah yang bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksud adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan dan pihak lain, tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.
2.1.4 Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas
Beberapa faktor yang berhubungan dengan permintaan di bidang kesehatan yang dapat mempengaruhi permintaan pasien atau konsumen terhadap pelayanan kesehatan. Faktor tersebut diantaranya adalah: Faktor karakteristik populasi umur, pengetahuan, tingkat pendidikan, ekonomi, status kesehatan, ketersediaan sumber daya, aksesibiliti, sarana kesehatan, tenaga, teknologi perawatan kesehatan, pengalaman sebelumnya dan kelompok referensi, dari penjelasan tersebut, faktor-faktor yang berhubungan dengan permintaan konsumen terhadap pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 2 faktor
yaitu : faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk dalam faktor internal yaitu: umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, pengalaman sebelumnya dan status kesehatan. Faktor eksternal yaitu: kelompok referensi dan faktor ketersediaan fasilitas kesehatan.
Menurut WHO ada beberapa faktor perilaku yang mempengaruhi masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu :
a. Pemikiran dan perasaan (Throughts and feeling) dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, dan perilaku seseorang terhadap pelayanan kesehatan.
b. Sumber-sumber daya (Resources) mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang baik positif maupun negative.
c. Orang penting sebagai referensi (personal reference), perilaku seseorang itu lebih banyak dipengaruhi oleh seseorang yang dianggap penting atau berpengaruh besar terhadap dorongan penggunaan pelayanan kesehatan. d. Kebudayaan (culture) norma-norma yang ada di masyarakat dalam
kaitannya dengan konsep sehat sakit.
Sedangkan berdasarkan model system kesehatan (health system model) yang berupa model kepercayaan kesehatan yang dikemukakan oleh Anderson (1974) yang dikutip Nurhidayah (2017) faktor-faktor yang menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan dibagi 3, yaitu Karakteristik predisposisi, Karakteristik pendukung (enabling), dan Karakteristik kebutuhan.
a. Karakteristik pemungkin (Predisposing Characteristics), yang menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan individu menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda yang digolongkan dalam 3 kelompok:
1) Ciri-ciri demografi: a) Umur
Umur merupakan salah satu kerakteristik individu yang dapat mempermudah atau mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu melalui perjalanan umurnya, semakin dewasa seseorang akan melakukan adaptasi perilaku hidupnya terhadap lingkungannya disamping secara alamiah juga berkembang perilaku yang sifatnya naluriah. Sedangkan menurut Elizabeth B Hurlock (2004) masa dewasa dimulai dari umur 18 tahun. Pada masa ini seseorang mengalami perubahan dalam menentukan pola hidup baru, tanggung jawab baru dan komitmen-komitmen baru termasuk menentukan memanfaatkan atau tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan apabila sedang sakit.
b) Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan variabel penting karena distribusi beberapa penyakit bervariasi menurut jenis kelamin. Alasan lain bagi penentuan jenis kelamin adalah untuk menentukan jenis kelamin pengambil keputusan dalam rumah tangga. Sedangkan wanita lebih banyak
melaporkan adanya gejala penyakit dan berkonsultasi dengan dokter lebih sering dari pada laki-laki.
c) Status Perkawinan
Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan sesuatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang biasanya intim dan seksual. Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Tergantung budaya setempat bentuk perkawinan bisa berbeda-beda dan tujuannya bisa berbeda-beda juga.
2) Struktur Sosial
a) Tingkat pendidikan
Pendidikan dan pengetahuan pasien yang kurang membutuhkan lebih banyak perhatian khusus, karena latar belakang pendidikan akan mempengaruhi apa yang akan dilakukan dan bagaimana tindakannya. Menurut Dictionary of Education yang dikutip dalam Nurhidayah (2017), pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses social yakni orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol, sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal.
b) Pekerjaan
Masyarakat yang berpenghasilan rendah dan berpendidikan formal rendah yang menimbulkan sikap masa bodoh dan pengingkaran serta rasa takut yang tidak mendasar.
c) Kesukuan atau ras
Menurut Helman (1990) yang dikutip dalam Nurhidayah (2017) penyakit atau gejala yang sama bisa ditafsirkan sangat berbeda oleh dua pasien yang berasal dari budaya yang berbeda. Hal ini juga akan mempengaruhi perilaku mereka serta jenis perawatan yang dicari. Variabel-variabel ini mencerminkan keadaan sosial individu atau keluarga di dalam masyarakat, individu yang berbeda tingkat pendidikan, pekerjaan, dan kesukuan atau ras mempunyai kecenderungan yang tidak sama dalam mengerti dan berinteraksi terhadap kesehatan mereka. Orang-orang dengan latar belakang struktur sosial yang berbeda akan menggunakan pelayanan kesehatan dengan cara yang tertentu pula (Notoatmodjo, 2003).
3) Manfaat-manfaat kesehatan seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit. Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit-penyakit yang dianggap gawat, ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini akan tergantung pada manfaat yang dirasakan, ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. Selanjutnya Anderson percaya bahwa :
a) Setiap individu atau orang mempunyai perbedaan-perbedaan karakteristik, mempunyai perbedaan tipe dan frekuensi penyakit dan mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.
b) Setiap individu mempunyai perbedaan struktur social, mempunyai perbedaan gaya hidup dan akhirnya mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.
c) Individu percaya adanya kemanjuran dalam penggunaan pelayanan kesehatan.
b. Karakteristik Pendukung (Enabling characteristic)
Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, ia tak akan bertindak untuk menggunakannya kecuali bila ia mampu menggunakannya. Kemampuan tersebut berasal dari keluarga (misalnya: penghasilan dan simpanan/tabungan, asuransi kesehatan, atau sumber lainnya). Jadi penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung dari kemampuan konsumen untuk membayar.
c. Karakteristik kebutuhan (need characteristic)
Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Faktor tersebut menunjukkan kebutuhan individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang ditunjukkan oleh adanya kebutuhan karena alasan yang sangat kuat yaitu penyakit yang dirasakan serta adanya jawaban atas penyakit tersebut dengan cara mencari
pelayanan kesehatan, dengan kata lain kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan bilamana tingkat predisposisi dan enabling itu ada.
Kebutuhan dikategorikan dalam dua hal:
1) Penilaian individu (subject assesment) merupakan keadaan kesehatan yang dirasakan oleh individu, besar ketakutan tentang penyakitnya dan hebatnya rasa sakit yang dirasakannya.
2) Diagnosis klinis (clinical diagnosis) merupakan penilaian beratnya penyakit oleh dokter yang merawatnya. Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, maka penyakit-penyakit yang terjadi di masyarakat sering sulit terdeteksi. Bahkan kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan diobati penyakitnya. Hal ini akan menyebabkan masyarakat tidak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak (Soekidjo Notoatmodjo, 2003).
Beberapa faktor yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu : a. Faktor umur
Permintaan fasilitas perawatan kesehatan dipengaruhi oleh pola umur, kebutuhan kesehatan sebagian besar berkaitan dengan umur. Kategori umur lansia menurut Depkes RI tahun 2015, masa lansia awal 46-55 tahun, masa lansia akhir 56-65 tahun, masa manula 65 keatas. Struktur umur suatu populasi merupakan suatu gambaran yang lebih vital dan susunan populasi untuk dipertimbangkan dalam perencanaan kesehatan. Struktur
umur di Negara berkembang memiliki proporsi penduduk usia lebih kecil dibandingkan dengan Negara maju. Orang yang berumur lebih tua hampir selalu memiliki tingkat permintaan yang lebih tinggi terhadap jasa pelayanan kesehatan. Jumlah orang yang berumur diatas 60 tahun dalam suatu komunitas bisa merupakan indikator faktor tunggal yang baik mengenai potensi permintaan akan perawatan penyakit tertentu. Sedangkan menurut Trisnantoro (2004), faktor umur sangat mempengaruhi permintaan konsumen terhadap pelayanan kesehatan. Jika dilihat dari golongan umur maka pada golongan usia lanjut lebih banyak menderita penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker dan lain-lain (Notoatmodjo, 2005).
b. Faktor jenis kelamin
Dalam studi epidemiologis jenis kelamin juga menjadi salah satu bagian dari karakteristik yang memiliki pengaruh terhadap kejadian kesakitan. Faktor jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan karena dilihat dari segi tingkat kerentanan manusia yang bersumber dari jenis kelamin tersebut menjadikan tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan juga berbeda pada masing-masing jenis kelamin (Putra, 2010). Perempuan lebih banyak memanfaatkan pelayanan kesehatan dibandingkan dengan laki-laki dikarenakan wanita lebih banyak waktu dirumah sebagai ibu rumah tangga dibandingkan dengan laki-laki yang harus bekerja diluar rumah. Hal ini juga dilihat karena wanita memiliki tingkat kekhawatiran yang lebih besar
dibandingkan laki-laki yang sedikit tidak peduli sehingga wanita lebih memperhatikan kondisi kesehatan dengan pergi ke pelayanan kesehatan (Puskesmas) apabila sakit (Logen, 2015).
c. Faktor pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan dasar dalam pengembangan wawasan serta untuk memudahkan bagi seseorang untuk menerima pengetahuan, sikap, dan perilaku yang baru. Status pendidikan sangat erat kaitannya dengan kesadaran dan pengetahuan seseorang sehingga status pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Biasanya masyarakat yang berpendidikan rendah, kurang memiliki kesadaran dan pengetahuan yang baik tentang manfaat pelayanan kesehatan yang berperan mengatasi masalah kesehatannya. Dengan kata lain, orang berpendidikan tinggi lebih menghargai sehat sebagai suatu investasi dan memanfaatkan pelayanan puskesmas (Rumengan, Umboh & Kandou, 2015).
d. Faktor sosial ekonomi
Pelaksanaan pelayanan kesehatan akan dipengaruhi oleh tingkat ekonomi di masyarakat. Semakin tinggi ekonomi seseorang, pelayanan kesehatan akan lebih diperhatikan dan mudah dijangkau, demikian juga sebaliknya apabila tingkat ekonomi seseorang rendah, maka sangat sulit menjangkau pelayanan kesehatan mengingat biaya dalam jasa pelayanan kesehatan membutuhkan biaya yang cukup mahal. Keadaan ekonomi ini yang akan dapat mempengaruhi dalam sistem pelayanan kesehatan (Hidayat,2007).
Pendapatan merupakan ukuran yang sering digunakan untuk melihat kondisi status sosial ekonomi pada suatu kelompok masyarakat tertentu. Semakin baik kondisi ekonomi masyarakat semakin tinggi presentase yang menggunakan jasa kesehatan (Depkes, 2010).
e. Faktor pelayanan kesehatan
Penampilan fasilitas jasa akan mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen untuk meminta pelayanan jasa (Kotler, 2005). Semakin lengkap fasilitas perawatan yang diasuransikan oleh pemerintah dan swasta, maka permintaan konsumen akan pelayanan kesehatan di beberapa Negara semakin meningkat (Trisnantoro, 2004).
f. Faktor mutu tenaga kesehatan
Salah satu upaya untuk mendukung peningkatan mutu pelayanan kesehatan adalah pengembangan sumber daya manusia kesehatan melalui penyelenggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan dan berkesinambungan untuk menghasilkan sumber daya yang profesional yang kompeten yang memiliki moral dan etika, mempunyai dedikasi tinggi. Kompetensi tenaga kesehatan sebagaimana menjadi amanat dari permenkes RI Nomor 46 Tahun 2013 tentang registrasi Tenaga Kesehatan merupakan salah satu simpul untuk mengukur kecakapan dari seorang tenaga kesehatan.
g. Kepemilikan asuransi kesehatan
Asuransi kesehatan adalah salah satu upaya untuk mendekatkan akses masyarakat kecil ke pelayanan kesehatan contohnya bpjs dan jamkesda.
Seperti diketahui biaya kesehatan di Indonesia yang mahal dan relatif belum terjangkau sebagian besar masyarakat Indonesia. Kecenderungan meningkatnya biaya pemeliharaan kesehatan menyulitkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya. Keadaan ini terjadi pada keadaan dimana pembiayaannya harus ditanggung sendiri (out of pocket) dalam sistem tunai (free for service).
h. Faktor jarak
Menurut penelitian Smith (1983) dalam Nurhidayah (2017) menyebutkan bahwa jarak (jauh dekatnya) mempengaruhi masyarakat dalam mencari sarana pengobatan. Sementara Lane dan Lindquist (1998) dalam Nurhidayah (2017) menyimpulkan bahwa faktor kedekatan tempat pelayanan kesehatan dengan rumah tempat tinggal menjadi faktor urutan pertama terhadap permintaan konsumen dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.
2.2 KERANGKA TEORI
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi Anderson dalam Muhazam (2014)
Pemanfaatan Ulang Pelayanan Kesehatan Karakteristik Predisposisi : a. Ciri demografi - Umur -Jenis kelamin -Status perkawinan b. Struktur sosial - Pendidikan - Pekerjaan - Agama c. Kepercayaan kesehatan
- Sikap : Keyakinan terhadap pelayanan kesehatan
Karakteristik Kemampuan : a. Sumber Daya Keluarga
- Penghasilan - Asuransi
b. Sumber Daya Masyarakat - Tersediaan fasilitas - Jarak tempuh
- Lama menunggu pelayanan - Informasi
Karakteristik Kebutuhan: a. Penilaian individu
- Penilaian Kesehatan yang dirasakan
- Ketakutan terhadap penyakit - Hebatnya rasa sakit yang
dirasakan b. Penilaian Klinik
- Hasil pemeriksaan - Diagnosa penyakit
38 3.1 KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu dengan terhadap konsep yang lain dari masalah yang ingin diteliti, atau dapat diartikan sebagai suatu hubungan atau kaitan antara konsep atau variabel yang akan diamati atau diukur melalui penelitian yang dimaksud (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dirumuskan dengan gambar sebagai berikut:
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
1. Pendidikan 2. Pekerjaan 3. Pengetahuan 4. Sikap
5. Aksesibilitas : sarana transportasi dan jarak tempuh
6. Kemudahan Informasi 7. Persepsi kebutuhan Pemanfaatan Ulang Pelayanan Puskesmas Santun Lansia
3.2 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa jenis variabel yaitu variabel bebas (independent), variabel terikat (dependent).
3.2.1 Variabel Bebas (Independent)
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel terikat (Sudigdo dan Sofyan, 2011). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pendidikan, Pekerjaan Pengetahuan responden tentang santun lansia, Sikap, Aksesibilitas : sarana transportasi dan jarak tempuh, Kemudahan Informasi, Persepsi kebutuhan
3.2.2 Variabel Terikat (Dependent)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi variabel bebas (Sudigdo dan Sofyan, 2011). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pemanfaatan ulang Puskesmas Santun Lansia.
3.3 Hipotesis Penelitian
3.3.1 Hipotesis Mayor
Hipotesis mayor pada penelitian ini adalah pengetahuan tentang Puskesmas Santun Lansia, sikap, aksesibilitas, kemudahan informasi dan persepsi kebutuhan merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan ulang pelayanan kesehatan oleh lansia di Puskesmas Santun Lansia Mijen.
3.3.2 Hipotesis Minor
1. Ada hubungan antara pendidikan responden dengan pemanfaatan ulang pelayanan lansia di Puskesmas Mijen.
2. Ada hubungan antara pekerjaan responden dengan pemanfaatan ulang pelayanan lansia di Puskesmas Mijen.
3. Ada hubungan antara pengetahuan responden dengan pemanfaatan ulang pelayanan lansia di Puskesmas Mijen.
4. Ada hubungan antara sikap responden dengan pemanfaatan ulang pelayanan lansia di Puskesmas Mijen.
5. Ada hubungan antara aksesibilitas dengan pemanfaatan ulang pelayanan lansia di Puskesmas Mijen.
6. Ada hubungan antara kemudahan informasi dengan pemanfaatan ulang pelayanan lansia di Puskesmas Mijen.
7. Ada hubungan antara persepsi kebutuhan dengan minat pemanfaatan ulang pelayanan Puskesmas Santun Lansia di Puskesmas Mijen.
3.4 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan pendekatan cross sectional. Cross sectional merupakan studi untuk meneliti hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat pada suatu saat (point time approach), bukan berarti semua subjek penelitian diteliti pada saat yang sama, tetapi baik variabel bebas maupun variabel terikat diukur satu kali di saat yang sama, yaitu ketika dilakukan observasi (Notoatmodjo, 2010:37).
3.5 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Vektor
No Variabel Definisi Alat Ukur Kategori Skala Data Variabel Bebas 1. Pengetahuan tentang Puskesmas Santun Lansia Semua yang diketahui oleh responden tentang Puskesmas Santun Lansia
Kuesioner 1. Baik (bila skor ≥5) 2. Cukup baik (bila skor 3-4) 3. Kurang baik (bila skor <3) (Azwar, 2016) Ordinal 2. Pendidikan Jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh responden
Kuesioner 1.Tinggi (bila pendidikan >SMP) 2.Rendah (bila pendidikan <SMP) (Azwar, 2016) Ordinal 3. Pekerjaan Status responden dalam melakukan kegiatan untuk mendapatkan hasil kerja (barang/uang) minimal dilakukan 7-8 jam perhari Kuesioner 1.Ringan 2.Berat (Azwar, 2016) Ordinal
4. Sikap Pendapat atau pandangan yang berdasarkan keyakinan untuk memanfaatkan pelayanan di Puskesmas Santun Lansia
Kuesioner 1. Baik (bila skor ≥3) 2. Cukup baik (bila skor 1-2) 3. Kurang baik (bila skor < 1) (Azwar, 2016) Ordinal
5. Aksesibilitas Jarak dan sarana transportasi yang digunakan responden untuk mencapai fasilitas kesehatan meliputi lokasi yang strategis dan mudah
Kuesioner 1. Mudah (bila skor ≥3) 2. Cukup mudah (bila skor (1-2) 3. Sulit (bila skor <1) (Azwar, 2016) Ordinal 6. Persepsi Kebutuhan Interpretasi seseorang terhadap keluhan yang dirasakan, lama hari sakit, tindakan yang dilakukan jika sakit dan kebutuhan segera untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan
Kuesioner 1. Butuh (bila skor ≥6) 2. Cukup butuh (bila skor 3-5) 3. Kurang butuh (bila skor < 3) (Azwar, 2016) Ordinal 7. Kemudahan informasi Responden dalam memperoleh informasi terkait Puskesmas Santun Lansia
Kuesioner 1. Mudah (bila skor ≥5) 2. Cukup mudah
(bila skor 3-4) 3. Sulit (bila skor
< 3) (Azwar, 2016) Ordinal Variabel Terikat 8. Pemanfaatan ulang pelayanan kesehatan Pernyataan dari lansia untuk memanfaatkan kembali jasa pelayanan puskesmas santun lansia sebagai respon penilaiannya terhadap pelayanan yang telah diterimanya. Kuesioner 1. Memanfaatkan ulang, apabila pasien kembali lagi ke puskesmas lebih dari satu kali. 2. Tidak memanfaatkan ulang, apabila pasien hanya sekali datang. Nominal
3.6 Populasi dan sampel penelitian
3.6.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:117).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien pra lansia dan lansia yang berobat di Puskesmas Mijen pada bagian pemeriksaan poli lansia di tahun 2017, jumlah data pra lansia dan lansia pada tahun 2017 ialah mencapai (N = 6950).
3.6.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan subjek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,2010:115). Sampel pada penelitian adalah pra lansia dan lansia baik yang memanfaatkan maupun yang tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas Mijen. Jumlah sampel ditentukan berdasarkan penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu yang dikembangkan Isaac dan Michael, untuk tingkat kesalahan 1%, 5%, dan 10% (Sugiyono, 2010:126). Rumus untuk menghitung ukuran sampel dari populasi yang dketahui jumlahnya adalah sebagai berikut:
n = Keterangan:
n = besar sampel minimal yang diperlukan N = besar populasi
d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan, yaitu 10% (0,10)
P = Proporsi target populasi yaitu (50%) = 0,550% (0,50)
Hasil perhitungan besar sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut
n = 94,74 dibulatkan menjadi 95
Jadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 95 responden. 3.6.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara clustur sampling, digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas (Sugiyono, 2010).
Dalam menghitung sampel masing-masing kelurahan, agar jumlahnya proporsional digunakan rumus sebagai berikut :
n = N1
Keterangan : n = Jumlah sampel
X = Jumlah sampel minimal
N = Jumlah populasi Lansia di Puskesmas