• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DI INDONESIA. Alum Simbolon 1 Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DI INDONESIA. Alum Simbolon 1 Abstrak"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

SIPENDIKUM 2018

339

PENERAPAN PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DI INDONESIA

Alum Simbolon1

Email: alum.simbolon@uph.edu

Abstrak

Tanggung jawab Direksi sebagai pengurus perseroan, menciptakan konsekuensi yuridis dalam kapasitasnya sebagai organ perseroan, oleh karena tanggungjawab tersebut maka setiap perbuatan yang dilakukan harus benar-benar dipertimbangkan konsekuensinya. Kewenangan serta kecakapan seorang Direksi dapat dilihat dari tanggung jawabnya sebagai Direksi dalam melaksanakan pengurusan terhadap perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Anggaran Dasar Perseroan. Bilamana seorang Direksi dianggap melanggar prinsip fiduciary duty terhadap perseroan, tindakan pengambilan keputusannya tidak didasari dengan iktikad baik dan kehati-hatian serta dianggap melanggar peraturan perundang-undangan dan atau Anggaran Dasar perseroan, maka dapat dimintakan pertanggung jawaban secara pribadi maupun tanggung renteng. Direksi tidak dapat diperkenankan untk lepas dari tanggungjawabnya namun semua perbuatan atau tindakan hokum yang ilakukan dalam menjalankan perusahaan harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hokum Indonesia tidak ada satu orang pun yang kebal terhadap hokum, namun setiap warga Negara Indonesia bersamaan kedudukannya dalam hokum.

Dalam pelaksanaaan doktrin business judgment rule terhadap direksi BUMN mengalami beberapa ketidakpastian, namun tetap harus diterapkan sama walaupun banyak pendapat yang berbeda dalam menafsirkan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Salah satu lapangan hukum publik yang menjadi sasaran pemberantasan tindak pidana korupsi adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), karena pada usaha milik Negara ini merupakan areal bisnis yang dianggap menjanjikan dan tempat yang strategis dalam melakukan penyelewenangan sehingga hokum diberlakukan sama. Para penegak hukum ada yang kurang memahami konsep badan hukum, kurang mengerti dan mengabaikan kensekuensi yuridis penyertaan modal oleh Negara dalam bentuk kekayaan Negara yang disahkan. Penulis menyampaikan bahwa prinsip business judgment rule tidak dapat diterapkan di Indonesia karena Pasal 27 Undang-Undang dasar 1945 mengatur dengan baik tentang persamaan kedudukan didalam hokum.

Kata Kunci: Business Judgment Rule, Penerapan, Tanggung Jawab, Fiduciary Duty, Direksi.

1

(2)

SIPENDIKUM 2018

340

Pendahaluan

Arti Business Judgment Rule Dalam Black’s Law Dictionary, Business

Judgment Rule is rule immunizes management from liability in corporate transaction undertaken within power of corporation and authority of management where there is reasonable basis to indicate that transaction was made with due care and goof faith2.

Berdasarkan Black’s Law Dictionary tersebut dapat diketahui bahwa business

judgment rule melindungi direksi atas setiap keputusan bisnis yang merupakan transaksi

perseroan, selama hal tersebut dilakukan dalam batas-batas kewenangan dengan penuh kehati-hatian dan itikad baik. Dasar pertimbangan adanya prinsip Business Judgment

Rule adalah tidak setiap keputusan direksi dapat memberikan keuntungan bagi

perseroan, seperti lazimnya dalam dunia usaha ada untung dan ada rugi. Direksi dalam mengambil keputusannya atau melakukan tindakan lainnya mendasarkannya hanya untuk kepentingan perseroan (tidak ada kepentingan pribadi) dengan kehati-hatian dan dengan itikad baik3.

Ada beberapa kasus di Amerika Serikat yang menjadi dasar prinsip business judgment rule diantaranya apa yang dijadikan pertimbangan oleh Delaware Supreme

Court yang menyatakan bahwa business judgment rule melibatkan 2 hal yaitu proses

dan substansi. Sebagai proses, business judgment rule melibatkan formalitas pengambilan keputusan dalam perseroan, sedangkan sebagai subtansi, business judgment rule tidak dapat diberlakukan dalam suatu transaksi, haruslah dapat dibuktikan bahwa tindakan tersebut secara subtansi tidak memberikan manfaat bagi perseroan4. Dalam kasus yang lain Grobow v. Perot, 539 A.2d 180 (Del. 1988), as a guideline for satisfaction of the business judgment rule. Directors in a business should5:

1. act in good faith;

2. act in the best interests of the corporation;

3. act on an informed basis;

4. not be wasteful;

5. do not involve self-interest (duty of loyalty concept plays a role here).

Secara umum prinsip business Judgment Rule dianut dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya di sebut UUPT)6 yaitu:

(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).

(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.

(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

2

Dimar Zuliaskimsah, http://dimarzuliaskimsah.blogspot.co.id/2011/03/prinsip-business-judgement-rule-dan.html, diunduh hari senin, tanggal 2 Mei 2016, pukul 11.00 WIB

3 Ibid. 4 Ibid. 5 Ibid. 6 Pasal 97 UUPT

(3)

SIPENDIKUM 2018

341

(4) Dalam hal Direksi terdiri dari 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.

(5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:

a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya

kerugian tersebut.

Pasal 97 UUPT di atas, syarat Direksi dapat dimintakan tanggung jawab secara pribadi adalah bersalah atau lalai menjalankan tugas kepengurusannya dengan tidak beritikad baik dan tidak penuh tanggung jawab. Direksi harus melakukan dengan penuh tanggung jawab maksudnya adalah memperhatikan Perseroan dengan saksama dan tekun.

Berdasarkan Pasal 97 ayat (5) UUPT di atas, suatu ukuran dapat diberlakukannya konsep Business Judgment Rule adalah :

a. Adanya kerugian yang timbul bukan karena kesalahan atau kelalaian;

b. Beritikad baik dan penuh kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan;

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Direksi dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi harus memenuhi syarat adanya kerugian yang timbul dari kesalahan atau kelalaiannya. Adanya kesalahan dan kelalaian dari Direksi dilihat dari fomalitas tindakannya tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perseroan. Dilihat dari substansinya tindakan tersebut tidak didasarkan atas itikad baik dan prinsip kehati-hatian (duty to act

in good faith, duty of care, duty of loyalty) sehingga merugikan perseroan. Penerapan

prinsip Business Judgment Rule dalam UUPT juga mutatis mutandis berlaku bagi Dewan Komisaris Perseroan sebagaimana diatur dalam Pasal 114 dan Pasal 115 Undang-Undang tersebut. Walaupun dalam theory-nya prinsip business judgment

rule tidak dikenal pada Dewan Komisaris, karena system common law menganut single board officer yaitu pengurusan dan pengawasan dilakukan oleh chief officer perseroan.

Perumusan Masalah

Apakah Penerapan Prinsip Business Judgment Rule dapat diterapkan di Indonesia?

(4)

SIPENDIKUM 2018

342

Tinjauan Pustaka

Doktrin Business Judgment Rule Tanggung Jawab Direksi terhadap kerugian PT berdasarkan doktrin Business Judgement Rule. Doktrin hukum Business Judgement Rule berasal dari sistem common law yang merupakan turunan dari Hukum Korporasi di Amerika Serikat. Dalam penerapannya doktrin ini mencegah pengadilan-pengadilan di Amerika untuk mempertanyakan pengambilan keputusan usaha oleh Direksi yang diambil dengan itikad baik, dalam arti direksi suatu perusahaan tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari suatu tindakan pengambilan keputusan, apabila tindakan direksi tersebut didasari itikad baik dan sifat hati-hati. Doktrin ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi Direksi, sehingga tidak perlu memperoleh justifikasi dari pemegang saham atau pengadilan atas keputusan mereka dalam pengelolaan perusahaan. Dalam penerapan Business Judgement Rule seorang direksi dalam membuat suatu keputusan dari suatu perusahaan dapat bertindak atas dasar informasi yang dimilikinya, dengan itikad baik dan dengan keyakinan bahwa tindakan yang diambil adalah semata-mata untuk kepentingan perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan bagi direksi agar dalam melakukan tugasnya, tidak perlu takut terhadap ancaman tanggung jawab pribadi. Sebab, para hakim pada umumnya tidak memiliki keterampilan kegiatan bisnis dan baru mulai mempelajari permasalahan setelah terjadi fakta-fakta7.

Doktrin ini pada prinsipnya mencegah campur tangan judisial terhadap tindakan direksi yang didasari itikad baik dan kehati-hatian, dalam rangka mencapai tujuan perusahaan yang sah menurut hukum. Dimana, tanggung jawab tersebut harus dijalankan berdasarkan prinsip Tanggung jawab fiduciary duty dan duty to skill and

care, adapun yang dimaksud dengan tugas fiduciary duty dari seorang direksi dalam hal

ini adalah tugas yang terbit secara hukum (by the operation of law) dari suatu hubungan fiduciary antara direksi dan perusahaan yang dipimpinnya, sehingga seorang direksi haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan (duty of care and skill), itikad baik, loyalitas, dan kejujuran terhadap perusahaannya dengan derajat yang tinggi (high

degree). Karena kedudukannya yang bersifat fiduciary maka tanggung jawab dari

direksi menjadi sangat tinggi (high degree). Tidak hanya dia bertanggung jawab ketidakjujuran yang disengaja (dishonesty), tetapi bertanggung jawab juga secara hukum terhadap tindakan mismanajemen, kelalaian atau kegagalan atau tidak melakukan sesutu atau yang penting bagi perusahaan.6 Secara umum doktrin Business

Judgment Rule dianut dalam UUPT terdapat dalam pasal 97 UUPT yang menyebutkan

bahwa Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, bukan terhadap keuntungan atau kerugian perseroan dan wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik serta penuh tanggung jawab. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh

7

Wikipedia, the free encyclopedia, “Business Judgment Rule”,

http://en.wikipedia.org/wiki/Business_judgment_rule, diakses terakhir pada tanggal 14 Juni 2013 pukul 11:30 PM.

(5)

SIPENDIKUM 2018

343

secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. bilamana Anggota Direksi melakukan kesalahan yang merugikan perseroan, Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian tersebut apabila dapat membuktikan8:

a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Pasal 97 UUPT di atas, syarat Direksi dapat dimintakan tanggung jawab secara pribadi adalah bersalah atau lalai menjalankan tugas kepengurusannya dengan tidak beritikad baik dan tidak penuh tanggung jawab karena seorang direksi haruslah menjalankan tanggung jawabnya berdasarkan prinsip fiduciary duties dan duty of skill

and care. Direksi dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi harus memenuhi syarat

adanya kerugian yang timbul dari kesalahan atau kelalaiannya. Adanya kesalahan dan kelalaian dari Direksi dilihat dari tindakannya yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perseroan. Dilihat dari substansinya tindakan tersebut tidak didasarkan atas itikad baik dan prinsip kehati-hatian (duty to act in good faith, duty of care, duty of loyalty) sehingga merugikan perseroan.

Harris dan Teddy dalam common law principles, fiduciary duty direksi terdiri atas dua jenis duty yaitu9:

1. Duty of loyalty,”the decision makers within the company should act in the interest

of the company, and not in their own interest.”

2. Duty of a good faith, “…that directors must act in good faith in what they believe

to be the best interest of the company.”

Harris dan Teddy bahwa UUPT tidak mengatur secara khusus mengenai

fiduciary duty tetapi mengatur prinsip-prinsip umumnya. Prinsip umum fiduciary duty itu maka:

1. Direksi dalam mengurus perseroan harus memperhatikan kepentingan perseroan di atas kepentingan lainnya (to act bona fide in the interest of the company);

2. Pengurus Perseroan harus bertindak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan (intra vires) serta memperhatikan batasan dan larangan yang ditentuka UU dan anggaran dasar sesuai Pasal 92 ayat (1), “Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.”; 8 Ibid. 9 https://fadjroelrachman2014.wordpress.com/2012/01/10/doktrin-fiduciary-duty-versus-business-judgment-law/, Diunduh hari senin tanggal 2 Mei 2016, pukul 10.21

(6)

SIPENDIKUM 2018

344

3. Dalam melaksanakan kepengurusan, pribadi-pribadi anggota direksi harus memiliki itikad baik (in good faith) dan tanggung jawab (in full sense of responsibility); 4. Direksi harus melaksanakan tugasnya dengan rajin (diligently), penuh

kehati-hatian (carefully), dan pintar serta terampil (skillfully). Kesimpulannya, direksi dalam mengurus Perseroan di Indonesia dengan tegas dibebani kewajiban untuk melaksanakan fiduciary duty

Pengaturan lebih lanjut mengenai business judgement rule diatur dalam Pasal 97 ayat 5 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengatur bahwa anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana

termasuk dalam Pasal 97 (3) apabila dapat membuktikan: a. Kerugian timbul bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan Terbatas;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Doktrin Business Judgment Rule dalam UUPTdi Indonesia Banyak ahli hukum mengatakan pasal diatas adalah pasa a quo yang dianggap sebagai pengejawantahan dari business judgment rule. Memahami pelaksanaan dari business judgment rule, tak terlepas dari prinsip fiduciary duty yaitu dilaksanakan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab bagi direksi sebagaimana dalam Pasal 97 dan 99 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal-pasal tersebut diatas, terutama pada Pasal 97 ayat 1 dan 5 menekankan tugas fiduciary duty dari direksi, tapi sebenarnya dari pasal-pasal tersebut pulalah dapat ditarik kesimpulan tentang berlaku tidaknya doktrin

business judgment rule. Pasal 97 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas

mengindikasikan bahwa Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut memberlakukan doktrin bussiness judgment rule. Dari ketentuan Pasal 97 ayat

2 dan pasal 92 ayat 1 dapat disimpulkan bahwa tindakan direksi terhadap perseroan haruslah dilakukan dengan memenuhi ketiga syarat yuridis yaitu itikad baik; penuh tanggung jawab, dan untuk kepentingan perseroan (proper purpose).

Syarat-syarat yuridis tersebut sama dengan yang diimplementasikan dalam hukum perusahaan negara-negara dengan common law system, salah satunya Malaysia yang mengimplementasikan ketiga syarat dengan uraian sebagai berikut:

1. Melakukan tindakan berdasarkan itikad baik dan kepentingan untuk perseroan Pasal 73 Undang-Undang Perseroan Terbatas Malaysia yaitu Direksi dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya haruslah memenuhi duty of good faith atau itikad baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 132 (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas Malaysia yang menyatakan:

“a director of a company shall at all times exercise his powers for a propoer purpose

(7)

SIPENDIKUM 2018

345

Berdasarkan Pasal 132 (1) tersebut sudah sewajibnya direksi melaksanakan tugas dan wewenangnya dengan itikad baik. Itikad baik adalah sebuah tindakan dimana direktur bertindak jujur serta mengambil keputusan dengan mempertimbangkan keadaan perseroan, tidak ada konflik kepentingan. Sehingga dapat dikatakan direksi dianggap mampu untuk bertindak secara professional untuk kepentingan terbaik perseroannya. 2. Direksi bertindak atas dasar kepentingan perseroan (proper purpose), Pasal 132 ayat 1 yang menyatakan seorang direksi diharuskan untuk menjalankan kewenangannya dengan memperhatikan keberadaan, kondisi perseroan artinya, seorang direksi harus mampu memposisikan dirinya untuk terlepas dari keinginan pribadinya dimana sangat memungkinkan adanya benturan kepentingan. Atas dasar tersebut, dapat dipahami bahwa direksi dapat tidak melaksanakan apa yang

diatur dalam Anggaran Dasar Perseroan sepebuhnya, atau direksi diperkenankan untuk tidak menyetujui hal-hal yang telah diamanatkan dalam Anggaran dasar. memberikan pendapat bahwa business judgment rule dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Indonesia bukanlah business judgment rule yang lengkap, karena masih kurang satu unsur yang signifika Undang-Undang Perseroan Terbatas yang lama pun dinilai masih belum memiliki business judgment rule yang lengkap, dari keempat unsur yang harus terpenuhi untuk menghasilkan business judgment rule yang akan melindungi direksi. Unsur tersebut : due of

care, due of skill, good faith, dan for the best interest of the company.

Penerapan prinsip Business Judgment Rule dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga mutatis mutandis berlaku bagi Dewan Komisaris Perseroan10. Walaupun dalam teorinya business judgment rule tidak dikenal pada Dewan Komisaris, karena system common law menganut single board officer yaitu pengurusan dan pengawasan dilakukan oleh chief officer perseroan.

Pelaksanaan Business Judgment Rule sebagai Immunity Doctrine pada Direksi BUMN di Indonesia Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas, umumnya berorientasi pada keuntungan untuk menjaga keberlangsungan dan perkembangan perusahaan. Dengan demikian agar direksi sebagai organ Perseroan yang pengurus Perseroan dapat mencapai prestasi terbesar untuk kepentingan perseroan, maka direksi harus diberi kewenangan-kewenangan tertentu untuk

melakukan pengelolaan organisasi dan untuk mencapai hasil optimal dalam pengurus perseraon. Melalui kewenangan yang telah diberikan tersebut, direksi juga perlu diberi tanggung jawab untuk mengurus perseroan. BUMN (Badan Usaha Milik Negara) adalah perusahaan yang didirikan dan dikelola oleh

Negara untuk menjalankan kegiatan operasional di sektor industri dan bisnis strategis. Pemerintah Indonesia mendirikan BUMN dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan yang bersifat ekonomi dan tujuan yang bersifat sosial. Tujuan bersifat ekonomi, BUMN dimaksudkan untuk mengelola sektor-sektor bisnis strategis agar tidak dikuasai oleh pihak-pihak tertentu, yaitu bidang-bidang yang terkait dengan hajat hidup orang

10

(8)

SIPENDIKUM 2018

346

banyak. Salah satu jenis BUMN adalah Perusahaan Perseroan (Persero) yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan11.

Pembahasan

Penerapan Doktrin Business Judgment Rule di Indonesia

Tantangan yang dihadapi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukan saja bersumber dari luar dirinya, melainkan juga dari dalam, yaitu dari lingkungan negara yang menjadi pemegang sahamnya. Tantangan itu antara lain dalam bentuk berbagai perundang-undangan yang tumpang-tindih. Sebagai contoh, direksi BUMN dalam melakukan transaksi dan/atau investasi guna mencapai pendapatan (revenue) dan pertumbuhan (growth) perseroan, dapat dan acapkali dihadapkan pada situasi yang dilematis yang menimbulkan keragu-raguan dalam mengambil keputusan12.

Ini terjadi karena tumpang-tindihnya pengaturan tentang keuangan negara dalam berbagai ketentuan perundang-undangan pada saat mengidentifikasi ataupun menafsirkan kerugian bisnis. Padahal Indonesia telah mengenal UU Perseroan Terbatas, yang melindungi direksi dari pertanggungjawaban atas setiap tindakan yang mengakibatkan timbulnya kerugian perseroan, sepanjang tindakan tersebut dilakukan dengan itikad baik, dengan kehati-hatian yang wajar, serta untuk kepentingan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.

Konsep ini dikenal sebagai doktrin Business Judgment Rule (BJR)13 “Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian Perseroan apabila dapat dibuktikan:

(a) Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya14;

(b) Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

(c) Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

(d) Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Ketidakharmonisan peraturan perundang-undangan ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan risiko bagi para direksi persero untuk mengambil keputusan bisnis mengingat dalam praktiknya doktrin BJR telah diabaikan. Pada kenyataannya, dari berbagai kasus yang muncul, kita menyaksikan direksi BUMN dapat saja setiap saat dituduh merugikan negara kendati keputusan yang diambilnya itu sudah berdasarkan prinsip-prinsip bisnis rasional dan berpijak pada tata kelola yang baik

11

Pasal 11 UU BUMN jo. Pasal 3 Undang-Undang BUMN

12

http://www.rayyana.com/buku/32-buku/32-dilema-bumn-benturan-penerapan-business-judgment-rule-bjr-dalam-keputusan-bisnis-direksi-bumn, diunduh tanggal 9 Juni 2016, pukul 13.00 WIB.

13

Pasal 97 ayat (5) UUPT

14

(9)

SIPENDIKUM 2018

347

(good corporate governance). Seperti yang terjadi saat ini pada Direktur Utama PT. Pelindo II Bapak RJ. Lino.

Hal ini berdampak negatif dalam upaya membangun BUMN yang tangguh, berdaya saing, dan bernilai tambah. Ketika BUMN dihadapkan pada tantangan berskala global, seharusnya ada kepastian bahwa para direksi mendapat kesempatan mengambil keputusan dengan standar-standar global sehingga dapat bersaing dalam arena permainan yang setara dengan para direksi badan usaha bukan BUMN.

Business judgment rule merupakan doktrin yang berasal dari sistem common law

dan merupakan derivatif dari Hukum Perusahaan di Amerika Serikat sebagai upaya untuk mencegah pengadilan-pengadilan di Amerika Serikat mempertanyakan pengambilan keputusan bisnis oleh direksi. Stephen M. Bainbridge menjelaskan fungsi

business judgment rule adalah untuk mencapai jalan tengah dalam hal terjadinya

pertentangan antara otoritas direksi dalam menjalankan perseroan dan tuntutan akuntabilitas direksi terhadap para pemegang saham15.

Direksi merupakan salah satu organ terpenting dalam Perseroan Terbatas sebagaimana diatur oleh UUPT, direksi memiliki tugas untuk menjalankan perseroan, mengkontrol perseroan dimana salah satunya adalah mengambil keputusan bisnis yang berdampak pada Perseroan Terbatas kedepannya. Tanggungjawab yang besar ini harus dijalankan oleh direksi dalam perjalanan pelaksanaan tugasnya yang kompleks. Terkait dengan Business judgment rule sebuah prinsip yang muncul dari sistem hukum Anglo-Saxon dan suatu doktrin yang memberikan perlindungan kepada direksi dalam menjalankan perannya. Business judgment rule telah banyak diimplementasikan dalam praktik dan sesuai dengan pengaturan hukum perusahaan Indonesia khususnya Badan Usaha Milik Negara namun masih perlu adanya harmonisasi peraturan perundang-undangan untuk memahami mengenai business judgment rule.

Business judgment rule sebenarnya mengenai pembagian tanggung jawab

diantara perseroan dan organ yang mengurusnya, terutama direksi, dan pemegang saham manakala terjadi kerugian yang menimpa perseroan yang diakibatkan oleh kesalahan manusia. Black’s Law Dictionary mendefinisikan business judgment rule sebagai suatu tindakan dalam membuat suatu keputusan bisnis tidak melibatkan kepentingan diri sendiri, kejujuran dan mempertimbangkan yang terbaik bagi perusahaan (the presumption that in makin business decision not involving direct self

interest or self dealing, corporate directors act in the honest belief that their actions are in the corporation best interest )16

Ada beberapa kasus di Amerika Serikat yang menjadi dasar business judgment

rule diantaranya adalah kasus yang dijadikan pertimbangan oleh Delaware Supreme

15

Hendra Setiawan Boen, 2008, Bianglala Business Judgment Rule, Jakarta, Tatanusa, hlm 100

16

(10)

SIPENDIKUM 2018

348

Court yang menyatakan bahwa business judgment rule melibatkan 2 (dua) hal yaitu

proses dan substansi17.

Proses business judgment rule melibatkan formalitas pengambilan keputusan dalam perseroan, sedangkan sebagai subtansi, business judgment rule tidak dapat diberlakukan dalam suatu transaksi, haruslah dapat dibuktikan bahwa tindakan tersebut secara subtansi tidak memberikan manfaat bagi perseroan. Dalam kasus yang lain

Grobow v. Perot dijelaskan bahwa agar terlaksana business judgment rule direksi

memperhatikan itikad baik; memberikan pertimbangan terbaik bagi perusahaan; melakukan penelaahan; berdasarkan loyalitas terhadap perusahaan. Namun, bagi negara-negara civil law system yang sumber hukum terletak pada peraturan perundang-undangan, maka pengadilan bertugas untuk melakukan interpretasi terhadap doktrin tersebut yang disebabkan oleh belum adanya pengaturan yang secara komprehensif, jelas dan spesifik mengenai business judgment rule. Business judgment rule timbul sebagai akibat telah dilaksanakannya kewajiban sebagai direksi dengan penuh tanggungjawab (fiduciary duty) oleh seorang direksi, yang didalamnya termasuk pelaksanaan atas duty of skill and care18. Salah satu negara bagian di Amerika Serikat yang menerapkan Business Judgment Rule adalah Delaware, dimana menurut ketentuan Hukum Perusahaan Delaware, Business Judgment Rule merupakan turunan dari prinsip dasar, yang dikodifikasi dari Del Code Ann. tit. 8, s 141(a), dimana keputusan bisnis dan urusan dari suatu perseroan di Delaware diurus oleh atau di bawah kewenangan direksi. Dimana dalam menjalankan peran pengurusan perseroan tersebut, direksi dituntut untuk tidak mudah putus asa dalam memenuhi fiduciary duty untuk kepentingan perseroan dan pemegang saham perseroan.19

Sudikno Mertokusumo menjelaskan asas-asas kontrak sebagai berikut20:

a) Asas kebebasan berkontrak, yaitu sas yang memberikan kebebasan kepada pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian/ pelaksanaan dan persyaratannya, menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis atau lisan. Dalam KUHPerdata, asas kebebasan berkontrak ini diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata.

b) Asas Konsensualisme, merupakan asas yang menyatakan bahwa suatu perjanjian timbul apabila telah ada konsensus atau persesuaian kehendak antara para pihak. Dengan kata lain, sebelum tercapainya kata sepakat, perjanjian tidak mengikat. Konsensus tersebut tidak perlu ditaati apabila salah satu pihak menggunakan

17

Gunawan Widjaja, 2008, Risiko Hukum Pemilik, Direksi dan Komisaris¸ Jakarta, Forum Sahabat.hlm 80

18

Hendra Setiawan Boen, Op Cit, hlm 100.

19

Susan Ellis Wild, 2006, Webster’s New World Law Dictionary, Canada, Wiley Publishing, Inc, hlm 58.

20

Sudikno Mertokusumo,1999, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Edisi 4 Cetakan 2, Yogyakarta, Liberty, hlm 110.

(11)

SIPENDIKUM 2018

349

paksaan, penipuan ataupun terdapat kekeliruan akan objek kontrak. Pengaturan mengenai asas konsensualisme tercantum dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. c) Asas Pacta Sunt Servanda atau disebut juga sebagai asas kepastian hukum,

berkaitan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang, mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.

Asas pacta sunt servanda didasarkan pada Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang

menegaskan “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.” Perseroan Terbatas mengatur mengenai pertanggung jawaban direksi perseroan yang didasarkan pada prinsip kolegial dalam pembagian tanggung jawabnya yang berarti tiap-tiap anggota Direksi memiliki kedudukan yang sama serta berwenang mewakili Perseroan untuk berbuat untuk dan atas nama perseroan secara bersama-sama.

Tanggung jawab Direksi sebagai pengurus perseroan, menciptakan konsekuensi yuridis dalam kapasitasnya sebagai organ perseroan. Kewenangan serta kecakapan seorang Direksi dapat dilihat dari tanggung jawabnya sebagai Direksi dalam melaksanakan pengurusan terhadap perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan dan peraturan perundang-undangan/Anggaran Dasar Perseroan. Disimpulkan bahwa bilamana seorang Direksi dianggap melanggar prinsip fiduciary duty terhadap perseroan, tindakan pengambilan keputusannya tidak didasari dengan iktikad baik dan kehati-hatian serta dianggap melanggar peraturan perundang-undangan/Anggaran Dasar perseroan, maka dapatdimintakan pertanggung jawaban secara pribadi maupun tanggung renteng.

Pelaksanaaan doktrin business judgment rule terhadap direksi BUMN mengalami beberapa ketidakpastian, terutama dikarenakan banyaknya pendapat yang berbeda dalam menafsirkan Undang-Undang yang terkait. Salah satu lapangan hukum publik yang menjadi sasaran pemberantasan tindak pidana korupsi adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Para penegak hukum seringkali tidak memahami konsep badan hukum, juga tidak mengerti dan mengabaikan kensekuensi yuridis penyertaan modal oleh Negara dalam bentuk kekayaan Negara yang diisahkan dan BUMN.

Pelaksanaaan doktrin business judgment rule terhadap direksi BUMN mengalami beberapa ketidakpastian, terutama dikarenakan banyaknya pendapat yang berbeda dalam menafsirkan Undang-Undang yang terkait. Salah satu lapangan hukum publik yang menjadi sasaran pemberantasan tindak pidana korupsi adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Para penegak hukum seringkali tidak memahami konsep badan hukum, juga tidak mengerti dan mengabaikan kensekuensi yuridis penyertaan modal oleh Negara dalam bentuk kekayaan Negara yang diisahkan dan BUMN. Akibatnya setiap kali BUMN mengalami kerugian, maka organ perseroan, khususnya direksi dan komisaris akan dianggap telah memenuhi Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi21.

21

(12)

SIPENDIKUM 2018

350

Agar dapat terlepas dari pertanggung jawaban pribadi seorang Direksi, bnusiness judgment rule yang dapat dijadikan sebagai suatu bentuk perlindungan hukum bagi Direksi yang senantiasa beriktikad baik dalam menjalankan perseroan sebagaimana disebutkan pada Pasal 97 ayat (5) UUPT. Hal ini tentulah harus dibuktikan oleh Direksi di dalam proses peradilan bilamana sangkmaan tersebut dialamatkan kepadanya. Doktrin business judgment rule pada UUPT sangat jelas dapat memberikan perlindungan yang maksimal bagi Direksi yang dianggap melanggar prinsip fiduciary

duty, hanya dapat dibuktikan di dalam proses persidangan, hakimlah yang mempunyai

peranan penting untuk menilai apakah tindakan yang dilakukan oleh Direksi tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi atau tidak, Olehnya itu dibutuhkan suatu pemahaman yang lebih terhadap implementasi dari business judgment rule tersebut sehingga dapat berjalan sesuai yang diharapkan.

Tanggung jawab Direksi antara lain22 Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar”.

Direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1)23. Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan iktikad baik dan penuh

tanggung jawab24. Setiap anggota direksi bertanggung jawabpenuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)25.

Untuk dapat melaksanakan prinsip Business Judgement Rule diperlukan pemahaman yang komprehensif dan baik, sehingga diperlukan adanya penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan business judgment rule karena pemahaman business judgment rule saat ini masih bersifat limitatif dan tidak komprehensif. Perlu adanya harmonisasi peraturan perundang-undangan antara perundang-undangan yang satu dan yang lainnya sehingga tercipta kesinambungan peraturan perundangundangan, bukan peraturan perundang-undangan yang justru saling melemahkan satu dan yang lainnya.

Di dalam hukum perseroan, dikenal doktrin Business Judgement Rule yang mengajarkan bahwa Direksi Perseroan tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari suatu tindakan pengambilan keputusan, apabila tindakan tersebut didasarkan pada itikad baik dan hati-hati. Direksi mendapat perlindungan hukum tanpa perlu memperoleh pembenaran dari pemegang saham atau pengadilan atas keputusan yang diambilnya dalam konteks pengelolaan perusahaan26

22

Pasal 1 ayat (5)UU PT

23

Pasal 97 ayat (1) UUPT

24

Pasal 97 ayat (2) UUPT

25

Pasal 97 ayat (3)

26

Erman Rajagukguk, Nyanyi Sunyi Kemerdekaan Menuju Indonesia Negara Hukum Demokratis, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, (Depok : Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, 2006), hal. 390.

(13)

SIPENDIKUM 2018

351

Doktrin Business Judgement Rule akan melindungi direksi dari kewajiban atas keputusan bisnis yang menimbulkan kerugian pada korporasi. Dalam sistem hukum

common law untuk pertanggung jawaban Direksi Korporasi dapat dilihat pertimbangan

pengadilan dalam perkara Gries Sports Enterprises, Inc. v. Cleveland Browns Football Co., Inc. 26 Onio St.3d 15, 496 N.E.ed 959 (1986)27 :

“The business judgement rule is a principle of corporate governance that has been part

of the common law for at least one hundred fifty years. It has traditionally operated as a shield to protect directors form liability for their decisions. If the directors are entitled to the protection of the rule, then the courts should not interfere with or second-guess their decisions. If the directors are not entitled to the protection of the rule, then the courts scrutinize the decision as to its intrinsic fairness is rebuttable presumtion that directors are better equiped than the courts to make business judgments and that the directors acted without self-dealing or personal interest and exercised reasonable diligence and acted with good fait. A party challenging a board of directors’ decision bears the burden of rebutting the presumption that the decision was a proper exercise of the business judgment of the board”

Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003, menyatakan bahwa : “Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas”. Penjelasan Pasal 11, mengatakan bahwa : “Mengingat persero pada dasarnya merupakan Perseroan Terbatas, semua ketentuan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, termasuk juga segala peraturan pelaksanaannya, berlaku juga bagi persero”. Dengan demikian, terhadap BUMN Persero berlaku pula prinsip-prinsip perseroan terbatas, maka prinsip Business Judgment Rule berlaku juga bagi BUMN Persero yang berbadan hukum Perseroan Terbatas.

Kesimpulan Dan Saran

Kesimpulan

Tanggung jawab Direksi sebagai pengurus perseroan, menciptakan konsekuensi yuridis dalam kapasitasnya sebagai organ perseroan, oleh karena tanggungjawab tersebut maka setiap perbuatan yang dilakukan harus benar-benar dipertimbangkan konsekuensinya. Kewenangan serta kecakapan seorang Direksi dapat dilihat dari tanggung jawabnya sebagai Direksi dalam melaksanakan pengurusan terhadap perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Anggaran Dasar Perseroan. Bilamana seorang Direksi dianggap melanggar prinsip fiduciary duty terhadap perseroan, tindakan pengambilan keputusannya tidak didasari dengan iktikad baik dan kehati-hatian serta dianggap melanggar peraturan perundang-undangan dan atau Anggaran Dasar perseroan, maka dapat dimintakan pertanggung jawaban secara pribadi maupun tanggung renteng. Direksi tidak dapat diperkenankan untk lepas dari

27

Lewis D. Solomon, et.al., Corporation Law and Policy Materials and Problems, 3rd Ed., American Casebook Series, (St.Paul, Minn : West Publishing Co., 1994), hal. 695.

(14)

SIPENDIKUM 2018

352

tanggungjawabnya namun semua perbuatan atau tindakan hokum yang ilakukan dalam menjalankan perusahaan harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hokum Indonesia tidak ada satu orang pun yang kebal terhadap hokum, namun setiap warga Negara Indonesia bersamaan kedudukannya dalam hokum.

Pelaksanaaan doktrin business judgment rule terhadap direksi BUMN mengalami beberapa ketidakpastian, namun tetap harus diterapkan sama walaupun banyak pendapat yang berbeda dalam menafsirkan Undang-Undang. Salah satu lapangan hukum publik yang menjadi sasaran pemberantasan tindak pidana korupsi adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), karena pada usaha milik Negara ini merupakan areal bisnis yang dianggap menjanjikan dan tempat yang strategis dalam melakukan penyelewenangan sehingga hokum diberlakukan sama. Para penegak hukum ada yang kurang memahami konsep badan hukum, kurang mengerti dan mengabaikan kensekuensi yuridis penyertaan modal oleh Negara dalam bentuk kekayaan Negara yang disahkan. Sehingga penulis menyampaikan bahwa prinsip business judgment rule tidak dapat diterapkan di Indonesia karena Pasal 27 Undang-Undang dasar 1945 mengatur dengan baik tentang persamaan kedudukan didalam hokum.

Daftar Pustaka

Binoto Nadapdap, 2012, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta, Permata Aksara

Bustanul Arifin, (2009), “Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terhadap Perseroan

yang Dinyatakan Pailit” Universitas Sumatera Utara

Boen Hendra Setiawan, (2008), Bianglala Business Judgment rule, Jakarta, Boen Hendra Setiawan, (2008), Bianglala Business Judgment rule, Jakarta, Bryan A. Garner, 2010, Black’s Law Dictionary, America, West, Thomson Group. Chatamarrasjid Ais, (2004), Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-Soal Aktual

Hukum Perusahaan, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti

Christian Ochard, (2006), “Analisis Yuridis Terhadap Business Judgment Rule Sebagai

Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Direksi Suatu Perseroan Terbatas”,

Universitas Sumatera Utara

Guntur Graha Gideon Sitepu, (2009), “Analisis Terhadap Kewajiban Direksi Perseroan

Dalam Menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham”, Universitas

Sumatera Utara

Gunawan Widjaja, 2008, Tanya jawab tentang Perseroan Terbatas, Jakarta, forum sahabat

Tatanusa Irma Hani Nasution, (2003), “Analisis Hukum Terhadap Tanggung Jawab

Direksi Dalam Perseroan Terbatas”, Universitas Sumatera Utara

Munir Fuady, (2002), Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan

Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia,Bandung, Citra Aditya Bakti

(15)

SIPENDIKUM 2018

353

Pertanggungjawaban Direksi Bank Yang Berbadan Hukum Perseroan Terbatas”

Universitas Sumatera Utara

Try Widiyono, (2005), Direksi Perseroan Terbatas (Bank dan Persero), Bogor, Ghalia Indonesia

Wahyu Kurniawan, (2012), Corporate Governance Dalam Aspek Hukum Perusahaan, Jakarta, PT. Pustaka Utama Grafiti.

Sudikno Mertokusumo,1999, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Edisi 4 Cetakan 2, Yogyakarta, Liberty.

Susan Ellis Wild, 2006, Webster’s New World Law Dictionary, Canada, Wiley Publishing, Inc.

Erman Rajagukguk, Nyanyi Sunyi Kemerdekaan Menuju Indonesia Negara Hukum

Demokratis, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, (Depok : Lembaga Studi

Hukum dan Ekonomi, 2006)

Lewis D. Solomon, et.al., Corporation Law and Policy Materials and Problems, 3rd Ed., American Casebook Series, (St.Paul, Minn : West Publishing Co., 1994) INTERNET:

Dimar Zuliaskimsah, http://dimarzuliaskimsah.blogspot.co.id/2011/03/prinsip-business-judgement-rule-dan.html, diunduh hari senin, tanggal 2 Mei 2016, pukuL 11.00 WIB

https://fadjroelrachman2014.wordpress.com/2012/01/10/doktrin-fiduciary-duty-versus-business-judgment-law/, Diunduh hari senin tanggal 2 Mei 2016, pukul 10.21WIB

Undang-Undang:

Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Referensi

Dokumen terkait

ANKARA, ÖZEL UMHURBAŞKANI Ke­ nan Evren görev süresinin dolması nedeniyle anaya­ sal kuruluşlara veda ziyaretine başladı. Evren, dün sabah sıra­ sıyla TBMM

Dalam skripsi ini permasalahan yang diangkat adalah berkaitan dengan kawasan laut dangkal yang sesuai untuk pengembangan budidaya alga di Indonesia, mengingat

Sebuah benda bermassa m diikat dengan seutas tali yang panjangnya l, kemudian diputar sehingga benda dan tali berputar pada bidang horizontal yang licin, dengan kecepatan

Pada akhir pembelajaran dan pengajaran murid dapat; a) Menyatakan cara pergaulan yang bersopan dalam kalangan..

Jawapan anda hendaklah disokong dengan penerangan dan huraian atau contoh

Waktu Penahanan ( Holding time) dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses cladding dengan menahan pada.. temperature pengerasan untuk

Menurut Penulis dengan bunyi Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Tata Cara Perpajakan yang menyatakan bahwa kedudukan tagihan pajak didahulukan atas segala hak mendahulu lainnya