• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Efektivitas Alokasi Anggaran Program Kemiskinan pada Kementerian Negara / Lembaga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Efektivitas Alokasi Anggaran Program Kemiskinan pada Kementerian Negara / Lembaga"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

K A J I A N

ISSN 1410-3249

Analisis Model Makro Ekonomi Regional Bali Pendekatan

Solow Neodassical Grov/th

Ketahanan Sektor Keuangan dan

Shadow Banking

: Analisa terhadap industri Pembiayaan di Indonesia

Analisis Efektivitas Alokasi Anggaran Program Kemiskinan pada Kementerian Negara / Lembaga

Dampak Morotarium Hutan terhadap Ekonomi Indonesia : Analisis Menggunakan Model IR SA- Indonesia 5

B

Analisis Pemberian Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM DTP) Tahun 2010

(2)

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volum e 16 N o. 3 Tahun 2012 ISSN 1410-3249

KATA SAMBUTAN

Kami panjatkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Kajian Ekonomi dan Keuangan edisi ini ke hadapan pembaca sekalian. Pada edisi ini, kami menyajikan berbagai topik yang berkaitan dengan analisis dan dampak kebijakan publik di bidang ekonomi dan keuangan negara.

Kajian pada volume kali ini diisi oleh berbagai topik tulisan yaitu Analisis Model Makro Ekonomi Regional Bali Pendekatan Solow Neoclassical Growth; Ketahanan Sektor Keuangan dan Shadow Banking : Analisa terhadap Industri Pembiayaan di Indonesia; Analisis Efektivitas Alokasi Anggaran Anggaran Program Kemiskinan pada Kementerian Negara / Lembaga; Dampak Morotarium Hutan Terhadap Ekonomi Indonesia : Analisis Menggunakan Model IRSA - Indonesia 5, serta Analisis Pemberian Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM DTP) Tahun 2010. Adapun para penulis yang berkontribusi pada penerbitan kali ini yaitu Gede Sudjana Budhiasa, Adriyanto, Sri Lestari Rahayu, Rakhmindyarto, dan Agunan Samosir.

Demikianlah kata pengantar yang dapat kami sampaikan. Ibarat peribahasa tiada gading yang tak retak, maka kami menyadari kajian ini tentunya masih terdapat kekurangan baik yang disengaja maupun yang tidak kami sengaja. Oleh karena itu, kami mengharapkan masukan dari para pembaca guna perbaikan di masa yang akan datang. Selanjutnya, kami berharap jurnal ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca sekalian. Selamat membaca!

(3)

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volum e 16 No. 3 Tahun 2012 ISSN 1410-3249

DAFTAR ISI

Cover

Dewan Redaksi ... ii

Kata Sambutan... iii

Daftar I s i... v

Daftar Tabel ... vi

Daftar Gambar... viii

Kumpulan Abstraksi... ix

ANALISIS MODEL MAKRO EKONOMI REGIONAL BALI PENDEKATAN SOLOWNEOCLASSICAL GROWTH Oleh: Gede Sudjana Budhiasa ... 1

KETAHANAN SEKTOR KEUANGAN DAN SHADOWBANKING : ANALISA TERHADAP INDUSTRI PEMBIAYAAN DI INDONESIA Oleh: Adriyanto ... 27

ANALISIS EFEKTIVITAS ALOKASI ANGGARAN PROGRAM KEMISKINAN PADA KEMENTERIAN NEGARA / LEMBAGA Oleh: Sri Lestari Rahayu ... 55

DAMPAK MOROTARIUM HUTAN TERHADAP EKONOMI INDONESIA : ANALISIS MENGGUNAKAN MODEL IRSA - INDONESIA 5 Oleh: Rakhmindyarto... 89

ANALISIS PEMBERIAN BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH (BM DTP) TAHUN 2010 Oleh: Agunan Samosir ... 111

(4)

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volum e 16 No. 3 Tahun 2012 ISSN 1410-3249

DAFTAR TABEL

ANALISIS MODEL MAKRO EKONOMI REGIONAL BALI PENDEKATAN

SOLOWNEOCLASSICAL GROWTH

Tabel 3.1. Hasil Uji Kointegrasi Data Series Makro Ekonomi Bali ... 10

Tabel 3.2. Hasil Uji Simultan Makro Ekonomi Bali (YLN sebagai dependentvariable) ... 10

Tabel 3.3. Hasil Uji Simultan Makro Ekonomi Bali ( ABSPST sebagai dependent variable)... 11

Tabel 3.4. Hasil Uji Simultan Makro Ekonomi Bali (ABSPST sebagai dependentvariable'] ... 12

Tabel 3.5. Hasil Uji Parsial Constraint Regression Sektor Primer + Sekunder = 1 untuk 9 kab/kota... 13

KETAHANAN SEKTOR KEUANGAN DAN S H AD O W BANKING : ANALISA TERHADAP INDUSTRI PEMBIAYAAN DI INDONESIA Tabel 4.1. Persentase Nilai Pembiayaan LKBB terhadap Penyaluran Kredit Perbankan {outstanding) ... 39

Tabel 5.1. Beberapa Rasio Keuangan Industri Perusahan Pembiayaan ... 46

ANALISIS EFEKTIVITAS ALOKASI ANGGARAN PROGRAM KEMISKINAN PADA KEMENTERIAN NEGARA / LEMBAGA Tabel 3.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Berdasarkan Provinsi Tahun 1999-2010b ... 67

Tabel 3.2. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia, Tahun 1998 -2010 ... 69

Tabel 3.3. Alokasi Program Pemerintah Bidang Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2005-2011 ... 70

Tabel 3.4. Jenis Program Penanggulangan Kemiskinan Berdasarkan K/L ... 72

Tabel 3.5. Perkembangan Anggaran Bantuan Sosial Tahun 2005-2011 ... 75

Tabel 4.1. Perkembangan Jumlah Penduduk, Penduduk Miskin dan Anggaran Kemiskinan Tahun 2006-2011 ... 77

Tabel 4.2. Perbandingan Anggaran Program Kemiskinan dan Asumsi Anggaran versi Standar UMR... 81

DAMPAK MOROTARIUM HUTAN TERHADAP EKONOMI INDONESIA : ANALISIS MENGGUNAKAN MODEL IRSA - INDONESIA 5 Tabel 3.1. Dampak Moratorium terhadap Pengunaan Lahan dan Luas Hutan Alam ...102

Tabel 3.2. Pengurangan Emisi Karbon... 103

Tabel 3.3. Harga Domestik...103

(5)

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volum e 16 No. 3 Tahun 2012 ISSN 1410-3249

ANALISIS PEMBERIAN BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH (BM DTP) TAHUN 2010

Tabel 1.1. Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP), 2010 ... 112

Tabel 1.2. Daftar Industri Yang Memperoleh BM DTP Tahun 2 0 1 0 ... 113

Tabel 2.1. Alasan dan Manfaat Ekonomi Pemberian BMDTP 2010 ... 117

Tabel 3.1. Pagu dan Realisasi BM DTP Oktober 2010 ... 121

Tabel 3.2. Penjualan dan Produksi Kendaraan Bermotor Indonesia ...124

Tabel 3.3. Penjualan dan Produksi Kendaraan Bermotor Indonesia... 124

Tabel 3.4. Proyeksi Produksi, Pajak dan Tenaga Kerja di Industri Alat Berat Tanpa BMDTP ...127

Tabel 3.5. Proyeksi Produksi, Pajak dan Tenaga Kerja di Industri Alat Berat Dengan BM DTP...128

(6)

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volum e 16 No. 3 Tahun 2012 ISSN 1410-3249

DAFTAR GAMBAR

ANALISIS MODEL MAKRO EKONOMI REGIONAL BALI PENDEKATAN

SOLOWNEOCLASSICAL GROWTH

Gambar 1.1. Perkembangan Kunjungan Wisatawan ke Bali ... 2

Gambar 1.2. Perkembangan Transaksi Wisatawan di Bali ... 3

Gambar 1.3. Model Pertumbuhan Solow... 6

Gambar 1.4. Interaksi Konvergensi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Penerima Dampak Pertumbuhan ... 7

Gambar 2.1. Arrow Scheme Model Makro Regional Bali ... 9

KETAHANAN SEKTOR KEUANGAN DAN SHADOWBANKING : ANALISA TERHADAP INDUSTRI PEMBIAYAAN DI INDONESIA Grafik 4.1 Perkembangan dan Komposisi Piutang Pembiayaan Tahun 2006-2011 di Indonesia... 41

Grafik 4.2 Nilai Aset, Utang dan Ekuitas Perusahaan Pembiayaan... 41

Grafik 4.3 Sumber Pinjaman Perusahaan Pembiayaan... 42

Grafik 5.1 Perkembangan ROA... 48

Grafik 5.2 Golongan Pemilik Obligasi yang Diterbitkan... 50

DAMPAK MOROTARIUM HUTAN TERHADAP EKONOMI INDONESIA : ANALISIS MENGGUNAKAN MODEL IRSA - INDONESIA 5 Gambar 1.1 Cakupan Luas Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut... 92

Gambar 2.1. Arus Sirkulasi Komoditi Dalam Ekonomi Tertutup ... 96

Gambar 2.2. Family Tree Model Ekonomi Petersen ... 97

ANALISIS PEMBERIAN BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH (BM DTP) TAHUN 201 0 Gambar 2.1 Alur Analisis Kelayakan Pemberian BMDTP Bagi Dunia Usaha ... 116

(7)

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volum e 16 No. 3 Tahun 2012 ISSN 1410-3249

MAJALAH KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN ISSN 1 4 1 0 -3 2 4 9

KEK Terakreditasi

(No. Akreditasi: 467/A U 3/P 2M I-LIP I/08/2012)

________________ Volume 16 Nomor 3 Tahun 2012________________

Keywords used are fre e terms. Abstracts can be reproduced without

_____________________ permission or charge.______________________ ABSTRAKSI

Budhiasa, Gede Sudjana, et. al. (Fakultas Ekonomi Universitas Udayana) Analisis Model Makro Ekonomi Regional Bali Pendekatan Solow

Neoclassical Growth

Kajian Ekonomi dan Keuangan Volume 16 Nomor 3 Tahun 2012, halaman 1 -2 6

Bali Island is the m ost p opu lar tourist destination in Indonesia, th erefore the grow th f o r in ternation al tourist destination to Bali island could be im pact and supporting gen eratin g incom e o f p eo p le o f B ali island. However, the policy design o f on e f o r all th a t w as design by BTDC p rojects w ere con cen trated tourist destination a t K abuoaten Badung and K ota D enpasar as main region activities.

This research have been fo u n d th at using econ om etrics two stages regression m ethods in dicated th a t tourist g row th cen ter policy o f BTDC is fa ilu res to distribute incom e an d o th er benefits to the suburb a r ea o f 7 kabu paten outside fro m cen ter grow th kabu paten Badung an d kota Denpasar. The fa ilu re o f b en eficia l o f 7 kabu paten to tak e participation is th at b ecau se o f the econ om ic structure o f 7 kabu paten b ecom e dom in ated o f prim ary secto r an d less p ow er o f industrial sectors.

This research have been recom m en d ed f o r reducing incom e g a p betw een cen ter g row th a rea an d the suburb a r e a b a sed on two solutions. Firstly, the local govern m en t lo ca ted a t the suburb a r ea m ust b e supporting all o f their resources av ailab le to im prove as soon possible to in crease its industrial sectors m ore fa s t e r in o rd er to a b so rb the m a rk et opportunity that grow in g- up in cen ter g row th area. Secondly, its m ight b e the time to lo o k b a c k and evalu ated the con cep t o f on e f o r all th at b a sed on centering location tourist destination center, an d could b e re-thinks th a t 7 kabu paten is perm itted to build a tourist developm en t cen ter its ca lled BTDC an d 7 kabu paten will b e sta rt im proving all resou rces they have to targ et tourism as main sources o f p eo p le g en eratin g incom e.

Keyword : Solow application m odel, reg ion al Bali, tourist destination cen ter grow th an d the suburb area.

(8)

Analisis Model Makro Ekonomi Regional Bali Pendekatan Solow Neoclassical Growth

Oleh : Dr. Gede Sudjana Budhiasa

1. Pendahuluan

Propinsi Bali memiliki keunggulan sebagai wilayah tujuan wisata domestik maupun international, sehingga dapat berfungsi sebagai pemicu (instrumnent) dalam menggerakkan segenap potensi sumber daya regional Bali untuk mencapai tujuan akhir pertumbuhan ekonomi dan kesejahtraan masyarakat Bali. Data perkembangan kunjungan wisatawan asing dan domestic menunjukkan trend yang meningkat dari sejak tahun 1982 sampai dengan tahun 2010. (lihat Gambar 1.1).

Sejalan dengan peningkatan kunjungan wisata tersebut, juga disertai dengan pertumbuhan sarana hotel, akomodasi, restaurant serta sejumlah penataan obyek wisata. Jika dilihat dari komposisi belanja wisatawan, maka kenaikan jumlah transaksi wisatawan asing masih relative lebih besar dibandingkan dengan transaksi wisatawan domestik. Arah perkembangan transaksi wisatawan dapat dilihat pada Gambar 1.2.

(9)

Gambar 1.1

Perkembangan Kunjungan Wisatawan Ke Bali ( Data Bulanan, 1982 – 2010 ) 0 50 00 0 10 00 00 15 00 00 20 00 00 25 00 0 0 wi sm a n 1980 m1 1990 m1 2000 m1 2010 m1

Sumber : Badan Statistik Propinsi Bali, 2010.

Penurunan wisatawan secara tajam terjadi pada tahun 2002 pada peristiwa Bali Blast yang ternyata bersifat temporary, sementara kejadian Bali Blast untuk kedua kalinya pada tahun 2004 ternyata juga berdampak dengan tenggang waktu lebih lama tetapi tidak setajam penurunan kunjungan wisatawan ketika terjadi bom Bali tahun 2002. Kegiatan pariwisata internasional dan domestik memiliki dampak ekonomi di daerah Bali dapat dilihat dari kegiatan transaksi yang dilakukan ole kedua sumber wisatawan tersebut. Gambar 1.2 menunjukkan trend

(10)

perkembangan transaksi wisata di daerah Bali, dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2010.

Gambar 1.2

Perkembangan Transaksi Wisatawan di Bali ( Data tahunan, 1990 – 2010 ) 0 50 10 0 15 0 1990 1995 2000 2005 2010 series WISMAN WISDOM

Sumber : Badan Statistik Propinsi Bali, 2010.

Meskipun demikian, fakta menunjukkan bahwa pusat pertumbuhan kegiatan pariwisata berada di kabupaten Badung dan Kota Denpasar, sedangkan 7 kabupaten lainnya memiliki struktur perekonomian dengan penonjolan pada produksi primer, termasuk sektor pertanian dan pertambangan, dengan dukungan sektor skunder yang relatif lemah.

(11)

Dengan demikian, kedua kawasan kabupaten Badung dan kota Denpasar dapat dinyatakan berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, tidak saja terkait dengan peranan sektor perhotelan, restaurant, akomodasi wisata, tetapi juga telah menjadi pusat perdagangan barang dan jasa, pusat pendidikan tinggi, serta menjadi tujuan tempat pencari kerja bagi 7 wilayah kabupaten lainnya.

Berdasarkan kondisi tersebut diatas, maka tulisan ini melakukan pemetaan dengan pengembangan model ekonomi makro daerah, yaitu melakukan pengembangan model makro ekonomi dengan karakter decentralized (Wicken, 2008). Model makro ekonomi dikembangkan menjadi struktural, karena model mencakup pemetaan antar hubungan variable yang bersifat structural, yaitu pemetaan peranan pusat pertumbuhan ekonomi yang memberi dampak pada 7 kabupaten lainnya di wilayah Bali. Model ekonomi makro ekonomi regional dipetakan sebagai decentralized tidak dimaksudkan terkait dengan otonomi daerah, tetapi merupakan model ekonomi makro yang memisahkan antara kegiatan produksi dan konsumsi, sedangkan model makro ekonomi yang centralized dalam pengembangannya menggabungkan kegiatan produksi dan konsumsi sebagai satu kesatuan.

Penelitian ini setidaknya diharapkan dapat memberikan gambaran tentang konsep perencanaan pariwisata one for

(12)

all sebagaimana telah dirancang pada awal tahun 1980-an

melalui konsep pengembangan Bali Tourist Development

Center (BTDC). Jika terbukti melalui dukungan uji

pemodelan ekonometrik bahwa pusat pertumbuhan memberi dampak positif dan dapat berfungsi sebagai pemicu pendorong pertumbuhan ekonomi bagi 7 kabupaten lainnya di wilayah Bali, maka konsep pariwisata one for all perlu dimantapkan keberadaanya.

Jika sebaliknya, maka penelitian ini akan merekomendasikan perlunya setiap kabupaten melakukan perintisan secara mandiri upaya pengembangan sektor pariwisata dalam rangka membangun potensi sumber daya secara optimal untuk kepentingan kesejahtraan kabupaten yang bersangkutan.

Bahwa untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut diatas, maka pertama bahwa kabupaten Badung dan Kota Denpasar dinyatakan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang berfungsi sebagai instrument (pemicu) bagi pertumbuhan ekonomi di wilayah 7 kabupaten lainnya. Kedua,bahwa kabupaten telah menerima dampak peningkatan pariwisata tidak secara langsung, yaitu melalui proses absorption yang terbentuk di wilayah pusat pertumbuhan, kemudian berdampak melalui efek pengganda pembelanjaan pada 7 kabupaten lainnya. Diperkirakan hanya kabupaten yang memiliki kondisi

(13)

convergence yang mampu menyerap secara optimal

dorongan efek belanja dari pusat pertumbuhan dapat diwujudkan menjadi pemicu pada pertumbuhan potensi produksi kabupaten bersangkutan.

2. Kajian Pustaka

Pendekatan konsep makro ekonomi yang dipandang relevan dengan perekonomian daerah adalah model ekonomi makro yang memilki fondasi mikro ekonomi seperti pendekatan model makro ekonomi Solow Growth model, Real Business Cycle (RBC), New Keynesian Macroeconomics, serta new classical macroeconomics. Pendekata konsep yang dibangun untuk penyusuna model makro ekonomi yang memuat didalamnya konsep pertumbuhan ekonomi adlaha sebagaimana didapatkan pada Solow neoclassical growth model yang dipandang sejaloan dengan kebutuhan analisis ekonomi makro regional, adalah sebagimana sudah dinyatakan sebe- lumnya yaitu dengan mengembangkan decentralized

economy, yang memisahkan kegiatan produksi dan

konsumsi, serta mempetakan hubungan struktural antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya sebagai penerima dampak dari pusat pertumbuhan ekonomi tersebut..

(14)

Solow (1956, 1957) dan Swan (1956) telah mengem-bangkan model perekonomian tertutup Keynesian yang dikombinasikan dengan teori neoklasik, sehingga model Keynesian tertutup dapat diperkaya dengan teori pertumbuhan ekonomi yang saat ini dikenal sebagai Solow neoclassical model of economic growth. Meskipun terdapat sejumlah pengembangan model Solow pada tahun 1980-an, namun esensi teori pertumbuhan Solow masih tetap dominan sebagai model ekonomi makro dalam men-jelaskan sejumlah aspek berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah.

Mankiw (2003) menyatakan bahwa apabila model makro kehilangan peran dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi jangka panjang, maka tidak dapat disangkal bahwa analisis harus dimulai dari simple neoclassical

growth model. Mengikuti Solow model, proses

partum-buhan ekonomi akan ditentukan oleh kekuatan saving, sehingga,

…… (1.1) Pada perekonomian tertutup sederhana, pembentukan

private domestic saving ditentuan oleh pertumbuhan

pendapatan S = sY yang diasumsikan terserap seluruhnya untuk kebutuhan investasi.(I). Berbeda dengan Keynes

sY C

(15)

yang terfokus pada tujuan akhir stabilisasi ekonomi, maka pada Solow model lebih menekankan kepada proses pertumbuhan ekonomi jangka panjang, sehingga sangat difokuskan kepada prilaku capital stock sebagai salah satu penentu penggerak pertumbuhan suatu wilayah dimasa yang akan datang.

Mengikuti Solow (1957), pertumbuhan ekonomi akan ditentukan oleh kekuatan netto dari investasi (I) sebagai akibat dari proses perjalanan waktu yang akan mengurangi kekuatan investasi akibat dari peralatan yang haus, sehingga netto investasi dikurangi oleh defresiasi (δ), menjadi,

……… (1.2) Karena investasi sangat tergantung pada pertumbuhan

private domestic saving, maka proses akumulasi capital

yang bersumber dari persamaan (1.2) dapat dipersingkat menjadi,

……. (1.3)

sehingga tingkat keseimbangan the steady state ( pada kondisi capital-labor ratio yang konstan) akan menjadi,

……… (1.4) t t t t t t I I K sY K K K +1 = +( −δ) = + −δ k k sf k = ( ) −

δ

* 0 ) (k * k * = sf δ

(16)

Menginat bahwa k = K/L yaitu adalah perubahan kapital per faktor produksi tenaga kerja, maka L tidak dapat dilepaskan dari dinamika pertumbuhan penduduk (n), sehingga pertumbuhan penduduk juga akan merubah ratio keseimbangan k, sehingga model pertumbuhan (1.4) yang memuat dinamika pertumbuhan penduduk akan menjadi,

…………. (1.5) Gambar 1.1 menyajikan proses pertumbuhan ekonomi sebagai fungsi dari sejumlah faktor produksi yang berinteraksi dalam mencapai sasaran akhir pertumbuhan ekonomi. Bahwa syarat pertumbuhan ekonomi terjadi apabila, k* = sf(k)-(n+δ)k=0. k n k sf k ( ) ( ) * δ + − =

(17)

Produksi sebesar y* adalah steady state dengan total konsumsi sebesar e-a. Pada posisi penggunaan kapital k1, perekonomian pada kondisi kapital berlebihan dan k akan meningkat. Pada posisi k1, konsumsi hanya sebesar d – b yang belum optimal. Pertumbuhan penduduk dengan tenaga terdidik dan terampil akan menggeser fungsi produksi menjadi k* pada fungsi produksi f(k).

Pemetaan pertumbuhan ekonomi pada kawasan regional, terdapat wilayah dengan intensitas penggunaan kapital dan sumber daya yang lebih intensif dibandingkan dengan wilayah berdekatan lainnya dengan persediaan sumber daya yang lebih terbatas.

Fakta demikian mempetakan dengan sendirinya sebuah proses kegiatan ekonomi yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan, pada sisi lainnya terdapat kawasan yang tergantung kepada pusat pertumbuhan ekonomi tersebut. Dalam konteks pemahaman Solow model sebagai pendekatan konsep dalam memahami karakter partum-buhan wilayah dengan dichotomy dimaksud diatas, maka daerah penerima dampak tidak serta merta secara otomatis dapat menyerap seluruh manfaat ekonomi dari pusat pertumbuhan, melainkan harus ditelusuri lebih jauh apakah wilayah terdampak memiliki kondisi ekonomi yang

convergence, sehingga dapat berfungsi dalam

(18)

ekonomi. Gambar 1.4 menyajikan pola interaksi pusat pertumbuhan ekonomi (KR) dan wilayah penerima dampak pertumbuhan (KP).

Bahwa berdasarkan Gambar 1.4 wilayah pertumbuhan ekonomi lebih banyak memiliki persediaan kapital, sehingga menjadi lebih industrialized (n+δ)R, sedangkan wilayah penerima dampak memiliki lebih banyak sumber daya penduduk sehingga lebih tampak menjadi kawasan agraris (n+δ)P.

Gambar 1.4 : Interaksi Konvergensi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Penerima Dampak Pertumbuhan

(19)

Jika hubungan kedua wilayah dipandang sebagai keterkaitan pusat pertumbuhan dan wilayah penerima dampak pertumbuhan, maka perlu ditelusuri lebih jauh kemungkinan terbentuknya syarat convergence yang diperlukan bagi daerah penerima dampak untuk dapat memanfaatkan secara optimal kegiatan perekonomian yang terjadi di pusat wilayah pertumbuhan ekonomi.

Titik k*P diharapkan dapat dicapai oleh wilayah penerima dampak dari pusat pertumbuhan ekonomi yang mengalami kemajuan ekonomi sebesar k*R. Mengikuti Solow, maka wilayah penerima dampak harus mening-katkan sumber daya kapital menjadi lebih industrialized dalam rangka mencapai tingkat convergence antara pertumbuhan penduduk dengan akumulasi kapital dan kemajuan teknologi.

3. Kerangka Operasional Model

Wilayah pusat pertumbuhan ekonomi daerah Bali adalah Kota Denpasar dan kabupaten Badung yang selama lebih dari 19 tahun terakhir telah memberikan kontribusi pendapatan dasear asli (PAD) kepada 7 kabupaten lainnya di wilayah Bali. Wilayah pusat pertumbuhan ekonomi tidak saja terkonsentrasi pada kegiatan pariwisata domestik dan internasional dengan dukungan hotel bintang dan restaurant, tetapi juga telah berfungsi sebagai pusat

(20)

kegiatan perdagangan, perbankan dan pusat kegiatan pendidikan tinggi.

Bahwa kebijakan bidang pariwisata tentang one for all yang dikembangkan melalui BTDC Nusa Dua adalah perencanaan awal yang belum mengalami perubahan sampai saat ini. Meskipun demikian, jika konsep one for all dipertahankan dimasa datang, maka perlu dikaji secara cermat apakah daerah 7 kabupaten diluar pusat partum-buhan ekonomi menerima dampak yang optimal dari kegiatan perekonomian yang terjadi pada pusat partum-buhan ekonomi.

Dengan demikian, masalah terpenting bukanlah dipandang dalam kerangka retribusi dari penge-lolaan PAD yang diperkirakan akan menjadi semakin melemah dalam jangka panjang sebagai akibat dari peranan pemerintahan propinsi yang tidak efektif dalam mengelola gerak perencanaan pembangunan secata terpadu pada tingkat birokrasi pengelolaan kabupaten/kota.

Bahwa transaksi belanja wisatawan domestik maupun internasional akan berdampak pada produk domestik regional bruto pada kabupaten/kota pusat pertumbuhan. Pada tahap berikutnya, adalah aliran pendapatan masya-rakat pada pusat pertumbuhan ekonomi pada gilirannya menjadi aboprtion forces pada wilayah kabupaten lain di Bali. Kerangka operasional dalam melihat hubungan

(21)

interaksi antar variable diterjemahkan dengan merumuskan

arrow scheme sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.3.

Pertama, bahwa transaksi belanja wisatawan domestik dan internasional akan membentuk pendapatan di wilayah pusat pertumbuhan kabupaten Badung dan kota Denpasar. Kedua, bahwa transaksi belanja wisatawan menciptakan pembentukan pendapatan di wilayah pusat pertumbuhan yang pada gilirannya memberi dampak pada 7 kabupaten lainnya melalui proses transaksi belanja masyarakat di wilayah pertumbuhan. Proses interaksi antar pusat partum-buhan dan penerima dampak dianalisis dengan memper-gunakan metode ekonometrik simultan 2SLS.

(22)

Gambar 1.5

Arrow Scheme Model Makro Regional Bali Belanja Wisatawan Domestik Internasional PDRB Kabupaten Badung PDRB Gianyr PDRB Kr.asem PDRB Klgkung PDRB Jembr ana PDRB Tbnan PDRB Bleleng PDRB Kota Denpasa PDRB Bangli Growth Center BALI PDRB Jembr PDRB Bangli

(23)

4. Hasil Pembahasan

Hasil analisis mempergunakan data skunder time series dari tahun 1987 sampai dengan tahun 2010 yang diperoleh dari Badan Statistik Propinsi Bali. Pertama, data diuji terlebih dahulu dengan Granger cointegration test untuk menentukan kondisi stasionaritas data series pada semua model yang disertakan. Kedua, melakukan penye-lesaian model ekonometrik dengan metode simultan regressi dua tahap. Uji kointegrasi disajikan sebagai berikut.

Hasil uji koinegrasi menunjukkan bahwa pada level keyakinan 1% diperoleh nilai statistic t hitung negative lebih besar dari table ADF t test, sehingga dapat dinyatakan bahwa data series terbukti terkointegrasi atau data series adalaha stationer, sehingga layak dipergunakan untuk uji statistik berikutnya.

Tabel 1.1

Hasil Uji Kointegrasi Data Series Makro Ekonomi Bali

*) ADF Test critical values 1%

Hasil uji ekonometrik secara simultan (lihat Lampiran 1.3) untuk PDRB pusat pertumbuhan (YLN) yang

di-No Nama Model Statistik t ADF Table Prob.

1 YLN -2.847 -1.658*) 0.093

(24)

pengaruhi oleh kegiatan transaksi wisatawan (EWLN) dan kunjungan wisatawan (JWLN) dikutip kembali disajikan sebagai berikut.

Tabel 1.2

Hasil Uji Simultan Makro Ekonomi Bali ( YLN sebagai dependent variable)

*) 1% significant level

Berdasarkan uji statistik t sebesar tingkat keyakinan 1% diperoleh parameter EWLN adalah signifikan sedangkan variable JWLN tidak signifikan. Dengan demikian, parameter jumlah kunjungan wisatawan dia-baikan dalam upaya memprediksi pergerakan PDRB pusat pertumbuhan berkaitan dengan kunjungan wisatawan. Nilai koefisien determinasi menunjukkan R2= 0.85, sedang-kan F = 20.40, yang menunjuksedang-kan signifisedang-kan pada level kepercayaan 5%.

Sehubungan dengan penggunaan data logaritma pada semua data series, maka dapat dinyatakan bahwa temuan parameter EWLN menggambarkan elastisitas lebih besar dari satu, sehingga proporsi perubahan transaksi wisatawan sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan

No Nama Model Parameter Statistik t Prob.

1 EWLN 2.172 4.1095 0.004

(25)

PDRB pada wilayah pusat pertumbuhan dengan proporsi sebesar 2.172.

Pada periode berikutnya secara bersamaan, perubahan proporsi pada PDRB pusat pertumbuhan akan berdampak pada penyerapan (absorption) dalam bentuk belanja domestik dari masyarakat pada wilayah pertumbuhan. Prediksi pembentukan absorbs sebagai akibat dari perubahan kenaikan PDRB (YLN) terhadap daya serap belanja domestik (ABSPST) diuji dengan hasil sebagaimana disajikan pada Tabel 1.3. Hasil uji staristik t dengan level keyakinan 5% menunjukkan parameter YLN adalah signifikan, sehingga dapat diteruskan ke tingkat analisis berikutnya.

Tabel 1.3

Hasil Uji Simultan Makro Ekonomi Bali ( ABSPST sebagai dependent variable )

*) 1% significant level

Berdasarkan temuan paremeter YLN diperoleh nilai 1.46 yang lebih besar dari satu, sehingga bisa diprediksi bahwa kenaikan secara proporsi dari PDRB pusat pertumbuhan (YLN) sebesare 1% akan mengakibatkan kenaikan transaksi belanja domestik di pusat pertumbuhan

No Nama Model Parameter Statistik t Prob.

(26)

ekonomi (ABSPST) menjadi sebesaer 1.466. Dilihat dari perbandingan elastisitas, maka tampak belanja wisatawan memberi dorongan lebih kuat dalam menciptakan kenaikan PDRB, dibandingkan dengan tingkat penyerapan belanja domestik yang berproses setelah pembentukan penda-patan.

Periode tahap ketiga dari proses penyelesaian ekonometrik secara simultan, adalah prediksi dari belanja domestik pusat pertumbuhan terhadap 7 kabupaten lainnya di wilayah Bali. Belanja domestik yang terjadi setelah kenaikan pendapatan di wilayah pusat pertumbuhan sebagai akibat dari transaksi wisatawan, diperkirakan berdampak positif. Hasil prediksi simultan dengan mengkaitkan pusat pertumbuhan ekonomi dan wilayah terdampak disajikan pada Tabel 1.4.

Berdasarkan hasil uji statistic didapatkan semua parameter signifikan pada level keyakinan 5%, kecuali untuk kabuaten Tabanan dan Gianyar pada level keyakinan 10%. Hasil uji F menunjukkan seluruh modal adalah signifikan ( lihat Lampiran 1.2).

Ternyata tidak seluruh kabupaten terdampak menerima manfaat pertumbuhan ekonomi secara merata, bahkan ke 7 kabupaten terdampak memiliki parameter dibawah satu. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa ke 7 kabupaten tidak memiliki konvergensi yang cukup handal dalam

(27)

menyerap absorption forces dari pusat pertumbuhan kegiatan ekonomi. Tercatat kabupaten Bangli dan Tabanan adalah paling tertinggal sebagai wilayah terdampak dalam memanfaatkan belanja domestic sebagai pemicu kegiatan produksi di wilayah terdampak.

Ternyata sebagian besar dari dampak transaksi wisatawan sebagai pemicu peningkatan kesejahtraan masyarakat Bali hanya berputar di wilayah pusat pertumbuhan ekonomi yaitu kabupaten Badung dan Kota Denpasar. ( lihat hasil analisis uji simultan pada Lampiran 1.5).

Penelusuran lebih lanjut terhadap kegagalan 7 kabupaten dalam menerima manfaat pertumbuhan ekonomi dari wilayah pusat pertumbuhan dilakukan dengan mengembangkan partial constraint regression untuk men-dapatkan jawaban mengapa terjadi kegiatan pertumbuhan ekonomi yang lebih banyak berputar diwilayah pusat pertumbuhan. Model constraint regression dikembangkan untuk mendapatkan jawaban economic convergence dengan melihat arah perkembangan sektor primer dan skunder di 7 kabupaten/kota.

(28)

Tabel 1.4

Hasil Uji Simultan Makro Ekonomi Bali ( ABSPST sebagai dependent variable )

*) 5% significant level

No Nama Model Parameter Statistik t Prob. 1 ABSPST (Kab. Bangli) R2 = 0.98 F = 253.42 0.4194 2.654* 0.032 2 ABSPST (Kab. Buleleng ) R2 = 0.96 F = 423.02 0.8298 20.562* 0.000 3 ABSPST (Kab.Krasem) R2 = 0.97 F = 706.70 0.7858 26.583* 0.000 4 ABSPST (Kab. Gianyar ) R2 = 0.99 F = 756.80 0.7702 2.004 0.065 5 ABSPST (Kab.Jembrana ) R2 = 0.90 F = 160.80 0.7029 12.681* 0.000 6 ABSPST (Kab.Klungkung) R2 = 0.97 F = 671.94 0.7729 25.921* 0.000 7 ABSPST (Kab. Tabanan ) R2 = 0.99 F = 908.75 0.2333 1.783 0.094

(29)

Hasil analisis regressi disajikan pada disajikan pada Tabel 1.5.

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 1.5 dapat dibuktikan bahwa rendahnya daya serap pertumbuhan ekonomi pusat ke wilayah 9 kabupaten/kota terdampak disebabkan oleh struktur perekonomian dengan dukungan sektor indistri yang bergerak lebih lambat dibandingkan dengan sektor primer, sementara pada wilayah pusat pertumbuhan ekonomi memiliki fondasi sektor skunder yang lebih kuat dibandingkan dengan sektor primer. Prediksi dengan mempergunakan constraint regression menunjukkan bahwa kabupaten Tabanan dan kabupaten Bangli memiliki kemampuan daya serap derap paling rendah dalam rangka memanfaatkan pertumbuhan eko-nomi pusat ke wilayah dua kabupaten tersebut,

Tabel 1.5

Hasil Uji Parsial Constraint Regression Sektor Primer + Skunder = 1 untuk 9 kab/kota. No Nama

Kabupaten

Primer Skunder pop 1 Kab. Badung Statistik t 0.47782.53 0.52212.77 -0.864 -7.76 2 Kota Denpasar Statistic t 0.05110.61 0.9488 11.37 -0.6253 -4.07 3 Kab. Buleleng Statistic t 0.524819.47 0.475117.63 -0.8143 -5.25

(30)

5. Kesimpulan dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah disampaikan dapat disampaikan beberapa kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut.

a. Bahwa konsep pembangunan one for all bidang pariwisata ternyata masih jauh dari harapan untuk dapat difungsikan dalam rangka pemerataan pemba-ngunan ke seluruh kabupaten di Bali.

b. Ternyata perkembangan wisata belanja domestik dan internasional sebagian besar dimanfaatkan oleh pusat pertumbuhan pariwisata kota Denpasar dan kabupaten Badung, dengan kurang memberikan manfaat kepada wilayah terdampak 7 kabupaten lainnya di Bali.

4 Kab. Karangasem Statistik t 0.6378 21.42 0.31138.40 0.7431 0.79 5 Kab. Klungkung Statistic t 0.533311.92 0.39344.36 0.0813 0.35 6 Kab. Gianyar Statistik t 0.403414.73 0.596521.78 0.2522 3.02 7 Kab. Jembrana Stastistik 0.5653 5.17 0.4346 3.98 1.1685 2.22 8 Kab. Bangli Statistik t 0.651234.21 0.348718.32 -0.075 -0.75 9 Kab. Tabanan Statistik t 0.53719.29 0.46288.00 0.3018 1.81

(31)

c. Bahwa dengan terlepasnya propinsi Bali sebagai pusat kendali pemerintahan sehubungan dengan semangat otonomi daerah, maka distribusi dari pendapatan asli daerah dari kabupaten Badung dan kota Denpasar ke 7 kabupaten lainnya diperkirakan semakin mengecil, sehingga dapat menjadi pemicu komplik antar kabu-paten penerima dampak dengan pusat pertumbuhan pariwisata.

d. Bahwa dalam rangka meningkatkan kemampuan daya serap 7 kabupaten terdampak terhadap absorpsi kegiatan ekonomi pusat pertumbuhan, maka 7 kabupaten semestinya dapat mengerahkan seluruh potensi pendapatan dan belanja APBD untuk memberi prioritas kepada pengembangan sektor industri sehingga memiliki kesetaraan yang semakin

conver-gence antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan 7

kabupaten terdampak.

e. Analisis regressi membuktikan bahwa daya serap yang rendah dari 7 kabupaten terdampak disebabkan oleh

structural un-couple antara sektor industri dan sektor

primer. Grafik menunjukkan bahwa wilayah 7 kabu-paten terdampak memiliki struktur perekonomian sektoral tertier, primer dan skunder, sementara pada wilayah pertumbuhan terpolakan sektor tertier, industri dan primer.

(32)

Daftar Pustaka

Wicken, Michael, 2008. Macroeconomic Theory, a general

Equilibrium approach. Prince-nton Univ. Press,

New Jersey, USA.

Romer, David, 2006. Advanced Macroeconomics. McGraw-Hill book Company. New York, USA. Sonodown, Brian and Vane, R Howard, 2005. Modern

Macroeconomics. Edward Elgar Publisher. USA.

Mankiw, Gregory N, 2004, Principle of Economics. McGraw-Hill Book, USA.

Theil, Henry, 1981, Introduction to Econometrics. Prentice-Hall of India, New Delhi.

Thomas, R.L, 1997, Moderm Econometrics. Addison-Wesley, Tokyo.

Pindyck, Robert S, and Rubinfeld, Daniel L, 1998.

Econometric Models and Economic Forecasts.

Gambar

Gambar 1.3 : Model Pertumbuhan Solow
Gambar 1.4 : Interaksi Konvergensi Pusat Pertumbuhan dan  Wilayah Penerima Dampak Pertumbuhan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan eksplorasi terhadap potensi kewirausahaan yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran Penerjemahan. Metode penelitian menggunakan penelitian

Tag yang beroperasi pada frekuensi gelombang mikro, biasanya 2.45 dan 5.8 GHz, mengalami lebih banyak pantulan gelombang radio dari obyek-obyek di dekatnya yang dapat

Beberapa jenis pohon yang berpotensi sebagai bahan baku obat yang ditemukan selama penelitian di Kabupaten Ponorogo tertera pada Tabel 1. Namun demikian dari sejumlah banyak

al divergence in Gossypium occurred between the ancestor of the A-, D-, E-, and AD-taxa and the ancestor of the C-, G-, and K-genome species (Wendel and Albert, 1992; Seelanan et

This clause defines a service integration ebRIM package that encapsulates all the identifiers, associations and classification schemes necessary to allow an OGC CSW- ebRIM catalogue

In this study, we have experimented with multi-temporal Landsat 7 and Landsat 8 high resolution satellite data, coupled with the corresponding hyperspectral data from a

Pada metode Short End Interest bunga dihitung dengan mengalikan tingkat bunga dengan periode pembayaran yang bersangkutan dan angsuran atas pokok piutang yang tetap jumlahnya. Dan

Dalam acara dimaksud harus membawa dokumen asli dan fotocopy yang Saudara upload pada Aplikasi LPSE Kabupaten Deli Serdang dan membawa Surat Keterangan Domisili Perusahaan