• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN NATRIUM STEARAT TERHADAP BERAT RENDEMEN, WAKTU EVAPORASI SERTA KADAR MAGNESIUM DAN KALSIUM DALAM KRISTALISASI GARAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN NATRIUM STEARAT TERHADAP BERAT RENDEMEN, WAKTU EVAPORASI SERTA KADAR MAGNESIUM DAN KALSIUM DALAM KRISTALISASI GARAM"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN NATRIUM STEARAT TERHADAP BERAT RENDEMEN, WAKTU EVAPORASI SERTA KADAR MAGNESIUM DAN KALSIUM DALAM KRISTALISASI GARAM

Skripsi

Untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat pendidikan Strata Satu (S-1) Sebagai Sarjana Sains pada Jurusan Fisika

Disusun Oleh : SIGIT HARI PRATAMA

J2D007035

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

(2)

PENGARUH PENAMBAHAN NATRIUM STEARAT TERHADAP BERAT RENDEMEN, WAKTU EVAPORASI SERTA KADAR MAGNESIUM DAN KALSIUM DALAM KRISTALISASI GARAM

Skripsi

Untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat pendidikan Strata Satu (S-1) Sebagai Sarjana Sains pada Jurusan Fisika

Disusun Oleh : SIGIT HARI PRATAMA

J2D007035

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

(3)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

 Jangan pernah hiraukan yang hilang, gunakan apa yang masih tersisa

Tiada kata lagi yang bisa tuk menguntai rasa trimakasihku kepada Allah dan

kepada manusia yang paling sempurna Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Salam.

Kupersembahkan hasil penelitiaan ini untuk :

 Ibunda Sumarmi dan Bapak Suparno orangtua saya beserta keluarga

yang lain. Doa-doanya bisa saya rasakan di hati sangat menyejukan

 Para dosen dan guru yang selalu membimbing, hingga saya menjadi

seperti sekarang ini.

 Sahabat-sahabatku forum formal : sulistyo, ardoni, ibnu, chandra,

abdilah , rio, ian dan sakti yang selalu menyemangatiku meski aku

terkadang menyebalkan

 Juga tak lupa sahabat-sahabat lainnya yang tak bisa saya sebutkan

(4)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT, Pencipta dan Pengatur semesta alam. Hanya karena limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rosulullah Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya dan kepada para pengemban dakwahnya yang selalu mengikuti langkahnya hingga akhir zaman.

Dengan mengambil judul “Pengaruh Penambahan Natrium Stearat Terhadap Berat Rendemen, laju kristalisasi serta kadar magnesium dan kalsium dalam kristalisasi garam”, penulis berusaha menyajikan gambaran tentang kristalisasi garam dengan penambahan Na-stearat menggunakan metode evaporasi yang dimanfaatkan untuk meningkatkan jumlah rendamen, mempercepat waktu evaporasi dan mengurangi kadar kalsium dan magnesium.

Sebagai skripsi yang dalam proses dan penyusunannya melibatkan berbagai pihak, maka perkenankan penulis mengucapkan terima kasih dengan setulus-tulusnya kepada :

1. Ibu dan Bapak tersayang, atas jasa dan pengorbanan beliau yang tidak mungkin mampu penulis balas sampai kapanpun.

2. Dr. Priyono dan Dr. Heri Sutanto, selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan serta dukungan secara penuh dalam proses penelitian ini.

3. Dr. Iis Nurhasanah selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan.

4. Adik-adikku Dwi Hari Adi dan Hari Sulistiono yang telah mencurahkan bantuannya dan memberikan motivasi secara penuh kepada penulis.

5. Rekan-rekan Material (sakti, isrina, agus, ayus, windu, bayu, iqbal, mbak yoyo dst), rekan–rekan angkatan 2007 (sulistyo, ibnu, chandra, abdillah, rio, nursidi, ian, ninik, ria, wardono, trimul, wahyu dyl) yang telah banyak membantu selama penelitian ini.

6. Sdri. Wahyu NA yang telah menjadi sumber motivasi penulis dalam mengerjakan penelitian ini.

7. Keluarga Bude Maryam di Klaten, Ibu Indri Hastuti di Boyolali, Lek Marijo di Palembang, Lek Marsono di Tangerang, Lek Teguh di Tangerang, Lek Lanjar di Klaten.

(5)

8. Seluruh staf pengajar maupun staf administrasi Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Diponegoro atas kerja kerasnya dalam mengajar dan melayani penulis sebagai mahasiswa.

9. Bapak Hufron dan Bapak Nuryadi beserta para officer Laboratorium Fisika Dasar yang telah membantu penulis selama menjadi assisten di Laboratorium Fisika Dasar.

Semoga amal baik bapak, ibu dan rekan-rekan mendapat balasan kebaikan disisi Allah, amin.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin, namun demikian penulis adalah manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan, sehingga sangat penulis sadari bahwa dalam penulisan skripsi ini penuh dengan kekurangan baik dalam materi maupun penyajiannya. Oleh karena itu kritik, saran dan koreksi amat penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan banyak manfaat bagi kita semua, amien Ya Rabb.

Semarang, 28 Desember 2012 Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Permasalahan ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II DASAR TEORI ... 4

2.1 Komposisi Air Laut ... 4

2.2 Natrium klorida ... 6

2.3 Stuktur Kristal Natrium Klorida ... 8

2.4 Mekanisme Kristalisasi ... 9

2.4.1 Nukleasi (nukleation) ... 11

2.4.2 Pertumbuhan Kristal (crystal growth) ... 12

2.4.3 Pengotor (impurities)... 13

2.5 Pemisahan Campuran ... 14

2.4.1 Filtrasi... 14

2.4.2 Kristalisasi ... 14

2.4.3 Sedimentasi ... 15

2.6 Spektrometri Serapan Atom (SSA) ... 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 18

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

3.2 Alat dan Bahan ... 18

3.2.1 Alat Penelitian ... 18

3.2.2 Bahan Penelitian ... 20

3.3 Prosedur Penelitian ... 20

3.3.1 Pembuatan Natrium Stearat ... 23

(7)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Evaporasi Konvensional ... 25

4.1.1 Hasil Perubahan Nilai Rendamen Pada Sampel Konvensional . 25 4.1.2 Hasil Uji komposisi Ca dan Mg Pada Sampel Konvensional .... 26

4.2 Metode Evaporasi Menggunakan Hotplate ... 27

4.1.1 Hasil Perubahan Nilai Rendamen dan Laju Penguapan Pada Pengamatan Menggunakan Hotplate ... 27

4.1.2 Hasil Uji komposisi Ca dan Mg Pada Pengamatan Menggunakan Hotplate ... 29

4.3 Variasi Penambahan Natrium Stearat ... 31

4.1.1 Hasil Perubahan Nilai Rendamen dan Laju Penguapan Pada Variasi Penambahan Na-stearat 2% - 6% V/Vair laut ... 31

4.1.2 Hasil Uji komposisi Ca dan Mg Pada Variasi Penambahan Na-stearat 2% - 6% V/Vair laut ... 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1 Kesimpulan ... 37

5.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Stuktur NaCl 9

Gambar 2.2 Skema klasifikasi nukleasi 11

Gambar 2.3 Contoh grafik hubungan konsentrasi terhadap absorbansi 16

Gambar 3.1 Diagram skematik alur penelitian 22

Gambar 4.1 Tampilan Fisik (a) CH3(CH2)16 COOH, (b) NaOH, (c)

(CH3(CH2)16COONa

24 Gambar 4.2 Hasil foto mikroskop digital (a) sampel I (sebelum ditambah

Na-stearat) dengan perbasaran 1000 kali, (b) sampel II (setelah ditambah Na-stearat) dengan perbasaran 1000 kali

26

Gambar 4.3 Grafik hubungan waktu pemanasan terhadap penurunan air laut 28 Gambar 4.4 Hasil foto mikroskop digital (a) sampel III perbasaran 250 kali,

(b) sampel III perbasaran 1000 kali, (c) sampel IV perbasaran 250 kali, (d) sampel IV perbasaran 1000 kali

30

Gambar 4.5 Grafik hubungan waktu pemanasan terhadap penurunan air laut pada evaporasi dengan variasi Na-stearat 2%-6% V/Vair laut

32 Gambar 4.6 Grafik hubungan kadar Mg dan Ca antara sampel III (tanpa

penambahan stearat) dengan sampel yang ditambahi Na-Stearat 2% - 6% V/Vair Laut

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Komposisi air laut pada salinitas 35% 5

Tabel 2.2 Karakterisistik natrium klorida (NaCl) 8

Tabel 4.1 Hasil pengamatan metode evaporasi dengan cahaya matahari 25 Tabel 4.2 Hasil uji komposisi Ca dan Mg untuk metode evaporasi

konvensional

26 Tabel 4.3 Hasil pengamatan metode evaporasi menggunakan hotplate 28 Tabel 4.4 Hasil uji komposisi Ca dan Mg untuk metode evaporasi dengan

hotplate

29 Tabel 4.5 Hasil pengamatan metode evaporasi dengan variasi penambahan

Na-stearat 2% - 6% V/Vair laut

31 Tabel 4.6 Hasil uji komposisi Ca dan Mg untuk metode evaporasi dengan

variasi penambahan Na-stearat 2% - 6% V/Vair laut

34 Tabel 4.7 Kadar Ca dan Mg untuk metode evaporasi dengan variasi

penambahan Na-stearat 2% - 6% V/Vair laut

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Keterangan Halaman

1 Perhitungan Na-stearat Perbandingan Mol (1:1) 41 2 Perhitungan Na-Stearat Dengan Perbandingan Mol 1:1

Pada Variasi 2%-6% V/Vairlaut

42 3 Data Pengamatan Dengan Metode Konvensional 44 4 Data Pengamatan Dengan Evaporasi Menggunakan

Hotplate

46 5 Data Pengamatan Dengan Evaporasi Menggunakan

Hotplate dengan variasi penambahan Na-stearat

48

6 Gambar Penelitian 53

7 Hasil Uji BPIK untuk kadar Ca dan Mg dari garam 55

8 Pengurangan kadar Ca dan Mg 56

9 Kadar Ca dan Mg 58

(11)

INTISARI

Garam merupakan salah satu kebutuhan yang merupakan pelengkap dari kebutuhan pangan dan merupakan sumber elektrolit bagi tubuh manusia. Produksi garam merupakan salah satu isu nasional yang menjadi perhatian pemerintah saat ini. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan Na-stearat terhadap peningkatan jumlah rendamen garam, kecepatan laju evaporasi serta pengurangan kadar Ca dan Mg pada garam hasil kristalisasi.

Penelitian ini menggunakan metode evaporasi dengan variabel tetap suhu 82°C dan volume sampel 1000 ml. Penambahan Na-stearat yang dihasilkan dari reaksi natrium hidroksida dan asam stearat dengan perbandingan mol 1:1. Pelarut natrium stearat dicampurkan untuk membentuk endapan Ca-stearat dan Mg-stearat. Larutan sampel dipisahkan dari endapan tersebut, kemudian dievaporasi sampai terbentuk kristal garam. Variasi penambahan Na-stearat dilakukan pada prosen volume 2%, 3%, 4%, 5% dan 6% V/Vair laut.

Hasil uji laju volume terhadap waktu evaporasi menunjukan bahwa penambahan Na-stearat mempercepat laju kristalisasi. Berat rendamen terbesar diperoleh dari penambahan Na-stearat 2% V/Vair laut. Sedangkan untuk kadar Ca

dan Mg terkecil dihasilkan dari sampel dengan penambahan Na-stearat 3% V/Vair laut.

(12)

ABSTRACT

Salt is one of the requirements is a complement of the need for food and a source of electrolytes for the human body. The production of salt is one of the national issues that concerns the government at this time. The study was conducted to determine the effect of additional Na-stearate to the increasing number of rendamen salt, high evaporation rate and a reduction in the levels of Ca and Mg in the salt crystallization results.

This study uses evaporation to keep the variable temperature 82 ° C and a the volume of 1000 ml sample. The addition of Na-stearate produced from the reaction of sodium hydroxide and stearic acid with a mole ratio of 1:1. The solvent sodium stearate are mixed to form a precipitate Ca- stearate and Mg-stearate. The solution was separated from the sediment samples, and then evaporated to form salt crystals. Variations of additional Na-stearate performed on percent volume 2%, 3%, 4%, 5% and 6% V / V sea water.

The test results of evaporation rate of the volume of against time showed that the addition of Na-stearate accelerate the rate of crystallization. Rendamen greatest weight is obtained from additional Na-stearate 2% V/V sea water. Whereas

for the smallest levels of Ca and Mg of samples produced by the addition of Na-stearate 3% V/V sea water.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

Garam merupakan salah satu kebutuhan yang merupakan pelengkap dari kebutuhan pangan dan merupakan sumber elektrolit bagi tubuh manusia. Produksi garam merupakan salah satu isu nasional yang menjadi perhatian pemerintah saat ini. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan dengan panjang pesisir pantainya yang mencapai 81.000 km merupakan potensi yang tinggi untuk menghasilkan produksi garam dalam jumlah besar. Beberapa pulau yang terkenal dengan produksi garamnya antara lain Madura dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun kenyataannya untuk mencukupi kebutuhan garam nasional, Indonesia masih harus melakukan impor garam, salah satunya dari Australia. Jika ditinjau dari panjang pantai, Australia hanya memiliki garis pantai sekitar 5.000 km, jauh lebih kecil daripada garis pantai Indonesia. Data dari kementrian perindustrian menyebutkan bahwa pada tahun 2009, produksi garam nasional mencapai 1.265.600 ton, masih jauh lebih rendah dari kebutuhan garam nasional yang mencapai sebesar 2.865.600 ton per tahun (Deperindag, 2008).

Tahun 2010 dan 2011 produksi garam nasional diperkirakan hanya sebesar dua persen dari total kebutuhan garam nasional. Rendahnya produksi ini disebabkan oleh faktor curah hujan yang tinggi sehingga sangat mempengaruhi proses produksi garam yang sebagian besar masih menggunakan teknologi sederhana, yaitu pengeringan yang hanya bergantung pada sinar matahari (Deperindag, 2008).

Permasalahan produksi garam nasional lainnya adalah rendahnya kualitas garam yang dihasilkan dari produksi dalam negeri dibandingkan dengan garam impor. SK Menteri Perindustrian Nomor 29/M/SK/2/1995 tentang pengesahan serta penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI), kadar NaCl untuk garam industri haruslah 98,5 %.

(14)

Penelitian tentang pembuatan garam industri yang sesuai dengan SNI telah dilakukan, diantaranya rekayasa alat purifikasi garam rakyat menjadi garam industri dengan metode pencucian oleh Marihati, dkk (2001). Secara keseluruhan diperoleh hasil yaitu perbaikan kualitas garam dari garam krosok /rakyat menjadi garam murni. Konsentrasi NaCl mengalami peningkatan rata-rata 5,3%. Penelitian untuk mengurangi impuritas dalam garam, juga dapat dilakukan dengan kombinasi pencucian dan pelarutan cepat, seperti yang telah dilakukan oleh Bahruddin, dkk (2003).

Pembuatan garam dari air laut juga telah dilakukan seperti oleh Widayat, dkk. Pembuatan garam dilakukan dengan menggunakan metode pengendapan dan evaporasi dengan pelarut NaOH dan gas CO2. Pelarut NaOH dan gas CO2

berfungsi untuk mengendapkan ion Mg2+dan Ca2+. Hasil garam yang diperoleh belum sesuai SNI dikarenakan Ca2+ yang terendapkan menjadi CaCO3 kurang

maksimal (Widayat, 2005).

Bertambahnya jumlah penduduk dan perkembangan industri di Indonesia berdampak semakin meningkatnya kebutuhan akan garam nasional. Namun hal tersebut tidak dikuti oleh meningkatnya produksi garam lokal. Secara kualitas produksi garam rakyat juga masih belum memenuhi SNI. Harapannya dengan diadakan penelitian ini supaya bisa meningkatkan produksi garam dan mempercepat proses produksi. Selain itu penelitian ini diharapkan mampu mengurangi kadar Ca dan Mg supaya memenuhi SNI.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mencari hubungan waktu evaporasi terhadap pengurangan volume air laut dalam pembuatan garam.

2. Menentukan berat rendamen serta komposisi Mg dan Ca dalam garam yang dihasilkan.

3. Mengetahui hubungan penambahan natrium strearat terhadap waktu evaporasi, berat rendamen serta kandungan Mg dan Ca.

(15)

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Mengetahui cara untuk mengoptimalkan produksi garam dengan penambahan natrium stearat.

2. Menemukan solusi bagaimana meningkatkan produksi garam yang berkualitas dengan rekayasa alat maupun rekayasa proses.

(16)

BAB II DASAR TEORI

Industri garam sama tuanya dengan sejarah manusia. Sejak dulu garam sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia. Garam pernah menjadi barang pujaan dan pernah pula digunakan sebagai alat pembayaran, sebagai pengganti mata uang di Tibet dan Mongolia. Penyaluran garam digunakan sebagai senjata politik oleh pemerintah-pemerintah zaman dahulu. Garam merupakan bahan pokok yang amat vital bagi kehidupan manusia, sumber berbagai pembuatan bahan kimia dan dewasa ini menjadi soko guru peradaban dan industri dunia yang kompleks ini. Bahkan istilah “Salary” (gaji) dalam bahasa ingris sesungguhnya berasal dari kata “Salt” (garam).

Garam sangat diperlukan tubuh, selain itu garam juga digunakan untuk mengawetkan makanan dan sebagai bumbu. Untuk mencegah penyakit gondok, garam dapur juga sering ditambahi dengan Iodium ( Mulyono, 2009).

2.1 Komposisi Air Laut

Air laut merupakan air yang berasal dari laut, memiliki rasa asin, dan memiliki kadar garam (salinitas) yang tinggi. Rata-rata air laut di lautan dunia memiliki salinitas sebesar 3,5%, hal ini berarti untuk setiap satu liter air laut terdapat 35 gram garam yang terlarut di dalamnya. Kandungan garam -garaman utama yang terdapat dalam air laut antara lain klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%), dan sisanya (kurang dari 1%) terdiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium, dan florida. Keberadaan garam-garaman ini mempengaruhi sifat fisis air laut seperti densitas, kompresibilitas, dan titik beku (Riley, 1975). Air dengan salinitas tersebut tentunya tidak dapat dikonsumsi.

(17)

Tabel 2.1 Komposisi air laut pada salinitas 3,5%

No Ion Gram per kilogram airlaut

1 Cl- 19,354 2 Na+ 10,77 3 SO42- 2,712 4 Mg2+ 1,29 5 Ca2+ 0,4121 6 K 0,399 7 Br 0,0637 8 F 0,0013 9 B 0,0045 10 Sr2+ 0,00079 11 I 6,0 x 10-5

Sumber : Chemical Oceanoggraphy, edited by J.P.Riley and G.Skrrow, 1975

Data-data di atas menunjukkan bahwa ada senyawa yang tidak terlalu diinginkan tetapi jumlahnya cukup besar, yaitu Ion kalsium, magnesium, kalium, dan sulfat. Air laut juga berbeda-beda kandungan garamnya, yang paling tawar adalah di timur Teluk Finlandia dan di utara Teluk Bothnia, keduanya bagian dari Laut Baltik. Paling asin adalah di Laut Merah, di mana suhu tinggi dan sirkulasi terbatas membuat penguapan tinggi dan sedikit masukan air dari sungai-sungai. Kadar garam di beberapa danau dapat lebih tinggi lagi.

Air laut memiliki kadar garam karena bumi dipenuhi dengan garam mineral yang terdapat di dalam batu-batuan dan tanah. Contohnya natrium, kalium, kalsium dan magnesium. Apabila air sungai mengalir ke lautan, air tersebut membawa garam. Ombak laut yang memukul pantai juga dapat menghasilkan garam yang terdapat pada batu-batuan. Lama-kelamaan air laut menjadi asin karena banyak mengandung garam.

(18)

2.2 Natrium Klorida

Secara umum gabungan dua atom natrium dengan molekul klorin diatomik akan membentuk dua unit ion natrium klorida. Persamaan kimia untuk mewakili reaksi tersebut adalah sebagai berikut:

2Na(s) + Cl2(g) 2NaCl(s) (2.1)

dengan: s : solid (padat) , g : gas

Natrium klorida (NaCl) yang secara umum dikenal sebagai garam dapur biasanya diperoleh dengan penguapan air laut, penambangan batuan garam dan dari sumur air garam. Kemurnian garam yang dibuat dengan penguapan air garam biasanya lebih dari 99%. Garam tambang berbeda-beda dalam komposisinya, bergantung pada lokasi. Namun biasanya mengandung lebih dari 95%. Larutan yang didapat dari sumur biasanya mepunyai kemurnian 98% dan lebih banyak bergantung pada kemurnian air yang diinjeksikan ke dalam sumur untuk melarutkan garam dari lapisan batuan.

Penguapan matahari dengan sinar matahari banyak digunakan di Indonesia, suhu penguapan bergantung pada kelembaban udara, kecepatan angin dan jumlah energi surya yang diserap.

Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar natrium klorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti magnesium klorida, magnesium sulfat, calsium klorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat / karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 801°C (Bahruddin, 2003).

Garam banyak dimanfaatkan dalam berbagai macam industri dan diestimasikan sekitar 14.000 produk menggunakan garam sebagai bahan tambahan ( The Salt Manufactures Association, United Kingdom ). Tanpa garam tidak mungkin hidup, karena garam bertindak sebagai pengatur aliran makanan dalam tubuh, konstruksi hati dan jaringan-jaringan dalam tubuh. Banyak eksperimen telah dilakukan untuk menentukan kebutuhan minimum garam pada manusia dan hewan, menunjukkan bahwa jumlah minimum natrium yang hilang melalui kencing selama 24 jam sekitar 4 hingga 6 gram NaCl, ini mesti diganti.

(19)

Karena itu, seseorang memerlukan sekitar 5 sampai 10 gram tiap hari atau 2 hingga 3 kg pertahun untuk mempertahankan hidup. (Stewart, 1998 )

Natrium dan klorida biasanya berhubungan sangat erat baik sebagai bahan makanan maupun fungsinya dalam tubuh. Sebagian besar natrium terdapat dalam plasma darah dan dalam cairan diluar sel (ekstraseluler), beberapa diantaranya terdapat ditulang. Jumlah natrium dalam badan manusia diperkirakan sekitar 100-110 g. Dalam badan seperti halnya dalam makanan, sebagian natrium bergabung dengan klorida membentuk garam dapur, yaitu natrium klorida.

Konsumsi garam per orang per hari diperkirakan sekitar 6 – 18 gr NaCl. Klorida juga banyak terdapat pada plasma darah, serta banyak ditemukan dalam kelenjar pencernaan lambung sebagai asam klorida. Ion-ion klorida mengaktifkan enzim amilase dalam mulut untuk memecahkan pati yang dikonsumsi. Sebagai bagian terbesar dari cairan ekstraseluler, natrium dan klorida juga membantu mempertahankan tekanan osmotik, disamping juga membantu menjaga keseimbangan asam dan basa.

Garam termasuk dalam kelas mineral halide atau dikenal dengan nama halite, dengan komposisi kimia sebagai natrium klorida (NaCl), yang terdiri atas 39,3% Na dan 60,7% CI. Umumnya garam berada bersama gypsum dan braks, sehingga akan terendahkan setelah gypsum terendapkan pada proses penguapan air laut. Nama halite dari Greek “hals meeting salt” (Magruder,1994)

Sifat garam atau natrium klorida yaitu dapat berbentuk kristal atau bubuk putih dengan sistem isomerik berbentuk kubus, larut dalam air (35,6 gr/100 gr pada 0˚C dan 39,2 gr/100 gr pada 100˚C). Sifat-sifat garam yang lain adalah larut dalam alkohol, mencair pada suhu 801˚C, dan menguap pada suhu diatas titik didihnya 1413˚C, tidak berbau, tidak mudah terbakar dan toksitasnya rendah, serta mempunyai sifat higroskopis sehingga mampu menyerap air dari atmosfir pada kelembapan 785%.

(20)

2.3 Struktur Kristal Natrium Klorida

Natrium klorida merupakan senyawa berbentuk kristal dengan struktur FCC (Face Center Cubic) dengan dasar atom dua. Atom pertama terletak pada setiap titik kisi, dan atom kedua terletak setengah jalan antara titik kisi di sepanjang tepi sel satuan FCC. Secara konvensional terbentuknya sistem kristal dalam padatan homogen NaCl dibatasi oleh berbagai bidang muka yang terbentuk secara alamiah. Dalam natrium klorida padat, setiap ion dikelilingi oleh enam ion dari muatan yang saling melawan untuk mengimbangi gaya elektrostatik. Ion-ion klorida yang lebih besar diatur dalam array kubik sedangkan ion-ion natrium yang lebih kecil mengisi semua celah kubik diantara mereka.

Tabel 2.2. Karakteristik natrium klorida (NaCl)

Gambar

Nama IUPAC : Natrium Klorida Nama lain : Garam dapur, halit Molecular formula : NaCl

Massa molar : 58,443 g / mol

Penampilan : Tak berwarna / putih kristal padat Kepadatan : 2,165 g / cm 3

Titik lebur : 801 ° C, 1074 K, 1474 ° F Kelarutan dalam air : 356 g / L (0 ° C)

359 g / L (25 ° C) 391 g / L (100 ° C)

Struktur Kristal : Kubik berpusat muka, cF8

(21)

Struktur garam dapur natrium khlorida (NaCl) merupakan senyawa khas yang dalam strukturnya anion Cl- disusun dalam ccp dan kation Na+ menempati lubang oktahedral (Oh) ( Gambar 2.1). Setiap kation Na+ dikelilingi oleh enam anion Cl-. Struktur yang sama akan dihasilkan bila posisi anion dan kation dipertukarkan. Dalam hal ditukar posisinya, setiap anion Cl- dikelilingi oleh enam kation Na+. Jadi, setiap ion berkoordinasi 6 dan akan memudahkan bila strukturnya dideskripsikan sebagai struktur (6,6). Jumlah ion dalam sel satuan dihitung dengan menjumlahkan ion seperti diperlihatkan dalam Gambar 2.1. Ion di dalam kubus dihitung satu, ion di muka kubus dibagi dua kubus, di sisi digunakan bersama empat kubus dan di pojok digunakan bersama oleh 8 kubus. Sehingga untuk struktur NaCl ada 4 ion Cl dalam sel satuan NaCl yang didapatkan dengan mengalikan jumlah ion dalam sel dengan satu, di muka dengan 1/2, dan di sisi dengan 1/4 dan di sudut dengan 1/8. Jumlah ion Na dalam sel satuan juga 4 dan rasio jumlah Cl dan Na cocok dengan rumus NaCl.

Gambar 2.1 Struktur NaCl.

2.4 Mekanisme kristalisasi

Kristalisasi merupakan istilah yang menunjukkan beberapa fenomena yang berbeda berkaitan dengan pembentukan struktur kristal. Empat tahap pada proses kristalisasi meliputi pembentukan kondisi lewat jenuh atau lewat dingin, nukleasi atau pembentukan kristal inti kristal, pertumbuhan kristal, dan rekristalisasi atau pengaturan kembali struktur kristalin sampai mencapai energi terendah.

(22)

Kristalisasi menunjukkan sejumlah fenomena yang berkaitan dengan pembentukan struktur matriks kristal. Prinsip pembentukan kristal adalah sebagai berikut:

1. Kondisi lewat jenuh untuk suatu larutan seperti larutan gula atau garam. 2. Kondisi lewat dingin untuk suatu cairan atau lelehan (melt) seperti air dan

lemak.

Untuk membentuk kristal, fase cairan (liquid) harus melewati kondisi lewat dingin (untuk lelehan). Kondisi tersebut dapat tercapai melalui pendinginan di bawah titik leleh suatu komponen (misalnya air) atau melalui penambahan, sehingga dicapai kondisi lewat jenuh (misalnya garam dan gula) pada kondisi tidak seimbang ini, molekul-molekul pada cairan yang mengatur diri dan membentuk struktur matriks kristal. Kondisi lewat jenuh atau lewat dingin pada produk pangan diatur melalui proses formulasi atau kondisi lapangan ( Purbani, 2000).

Kristalisasi dari larutan terdiri dari dua fenomena yang berbeda : pembentukan inti kristal/nukleasi dan pertumbuhan Kristal. Baik nukleasi maupun pertumbuhan kristal memerlukan kondisi supersaturasi dari larutannya. Supersaturasi didefinisikan sebagai perbedaan antara konsentrasi aktual dalam larutan dan konsentrasi dimana fasa cair secara termodinamik berkesetimbangan dengan fasa padat (Setyopratomo, 2003).

Keadaan supersaturasi dapat diperoleh dengan beberapa cara yaitu : dengan perubahan suhu (pendinginan untuk sistem yang gradient kurva kelarutannya positif atau pemanasan untuk sistem yang gradient kurva kelarutannya negatif), dengan pemisahan pelarut (biasanya dengan penguapan) atau dengan penambahan bahan tertentu (drowning-out agent).

Pada diagram konsentrasi terhadap suhu, kelarutan suatu bahan digambarkan sebagai kurva kelarutan (solubility). Kelarutan suatu bahan ada yang naik terhadap kenaikan suhu (gradien positif), tetapi ada juga yang turun terhadap kenaikan suhu (gradien negatif). Ada bahan yang gradien kurva kelarutannya sangan besar, tetapi juga ada yang gradient kurva kelarutannya kecil. Semua sifat-sifat tadi ikut menentukan pemilihan metode kristalisasi yang akan digunakan.

(23)

Daerah di bawah kurva solubility adalah daerah undersaturated, sehingga daerah ini dikatagorikan daerah stabil karena pada daerah ini tidak akan terjadi peristiwa pembentukan inti kristal (nukleasi). Kurva supersolubility adalah batas dimana nukleasi spontan mulai terjadi. Daerah antara kurva solubility dan supersolubility disebut metastable zone. Kedudukan kurva supersolubility dapat bergeser tergantung beberapa variabel proses, sehingga lebar daerah metastabil (metastable zone width) juga bisa berubah-ubah. Pada daerah metastabil ini bisa terjadi nukleasi sekunder. Daerah diatas kurva supersolubility disebut daerah labil karena pada daerah ini nukleasi spontan pasti terjadi yang mengakibatkan konsentrasi turun dan membawa kondisi keluar dari daerah ini.

2.4.1 Nukleasi (nucleation)

Nukleasi adalah terbentuknya inti kristal yang muncul dari larutan. Teori nukleasi menyatakan bahwa ketika kelarutan dari larutan telah dilewati (supersaturated), molekul-molekul mulai mengumpul dan membentuk cluster. Cluster tersebut akhirnya akan mencapai ukuran tertentu yang disebut critical cluster. Penambahan molekul lebih lanjut ke critical cluster akan melahirkan inti kristal (nucleus). Untuk menjadi inti kristal yang stabil maka cluster harus mempunyai ketahanan terhadap kecenderungan untuk melarut kembali dan terorientasi pada lattice tertentu. Klasifikasi nukleasi digambarkan dengan skema sebagai berikut :

Gambar 2.2 Skema klasifikasi nukleasi

Nukleasi

Homogen (spontan)

Sekunder

(dipengaruhi oleh kristal) Primer

Heterogen

(24)

Nukleasi primer adalah nukleasi pada sistem yang tidak mengandung kristal. Nukleasi spontan adalah nukleasi dalam larutan lewat jenuh yang terbebas dari padatan kristal ataupun padatan lainnya. Sedangkan nukleasi heterogen adalah nukleasi dalam larutan lewat jenuh di mana terdapat substansi padatan asing dalam larutan (Setyopratomo, 2003).

Kinetika nukleasi secara umum dapat digambarkan oleh persamaan empirik berikut :

(2.2) dengan :

B : laju nukleasi

KN : konstanta laju nukleasi

ΔC : supersaturasi (ΔC = C – C* ; C* : kelarutan) b : konstanta empiris (umumnya : 2 – 5)

2.4.2 Pertumbuhan Kristal (crystal growth)

Tahap berikutnya dalam proses kristalisasi adalah inti bertumbuh menjadi lebih besar dengan penambahan molekul solut dari larutan lewat jenuh. Phenomena ini disebut pertumbuhan kristal (crystal growth).

Berthoud (1912) dan Valeton (1924) menggambarkan model pertumbuhan kristal dengan model pertumbuhan dua tahap, yaitu proses difusi, molekul solut berpindah dari bulk fase liquid ke permukaan solid, diikuti tahap reaksi orde satu, molekul solut menyusun dirinya dalam geometri kristal (crystal lattice). Daya dorong terjadinya kedua tahap ini adalah perbedaan konsentrasi, yang dapat ditunjukkan oleh persamaan sebagai berikut :

𝑑𝑚 𝑑𝑡

=

Kd.A.(C-Ci) (2.3) dan 𝑑𝑚 𝑑𝑡

=

Kd.A.(C-C*) (2.4) dengan :

m : masa padatan yang terdeposit selama waktu t C : konsentrasi solut dalam larutan

(25)

Ci : konsentrasi solut pada bidang antarfasa kristal-larutan

C* : konsentrasi jenuh kesetimbangan Kd : koefisien perpindahan massa difusi

Persamaan (2.3) dan (2.4) sulit untuk diterapkan dalam prakteknya karena mengandung konsentrasi antarfasa (interfacial) yang sulit diukur. Biasanya lebih disukai bentuk yang mengeliminasi Ci dengan menetapkan driving force overall, C - C*, yang lebih mudah diukur. Persamaan umum untuk laju pertumbuhan kristal berdasarkan driving force overall tersebut adalah :

𝑑𝑚

𝑑𝑡

=

Kg.A.(C-C*) (2.5)

Dengan Kg adalah koefisien laju pertumbuhan kristal keseluruhan, yang juga dapat dituliskan dalam bentuk :

Kg = 𝐾𝑑.𝐾𝑟

𝐾𝑑+𝐾𝑟 (2.6)

dengan :

Kr : konstanta laju reaksi permukaan

Nukleasi dan pertumbuhan kristal berlangsung secara simultan, dan keduanya seolah berkompetisi dalam mengontrol distribusi ukuran kristal yang diperoleh. Karena pada nukleasi supersaturasi berorde lebih tinggi dari laju pertumbuhan kristal, maka kristalisasi pada tingkat supersaturasi yang tinggi akan cenderung menghasilkan kristal dengan distribusi ukuran yang akan didominasi oleh ukuran yang kecil (Setyopratomo, 2003).

2.4.3 Pengotor (Impurities)

Pengotor yang ada pada kristal terdiri dari dua katagori, yaitu pengotor yang ada pada permukaan kristal dan pengotor yang ada di dalam kristal. Pengotor yang ada pada permukaan kristal berasal dari larutan induk yang terbawa pada permukaan kristal pada saat proses pemisahan padatan dari larutan induknya (retention liquid). Pengotor pada permukaan kristal ini dapat dipisahkan hanya dengan pencucian .Cairan yang digunakan untuk mencuci harus mempunyai sifat

(26)

dapat melarutkan pengotor tetapi tidak melarutkan padatan kristal. Salah satu cairan yang memenuhi sifat diatas adalah larutan jenuh dari bahan kristal yang akan dicuci,namun dapat juga dipakai pelarut pada umumnya yang memenuhi kriteria tersebut. Adapun pengotor yang berada di dalam kristal tidak dapat dihilangkan dengan cara pencucian. Salah satu cara untuk menghilangkan pengotor yang ada di dalam kristal adalah dengan jalan rekristalisasi, yaitu dengan melarutkan kristal tersebut kemudian mengkristalkannya kembali. Salah satu kelebihan proses kristalisasi dibandingkan dengan proses pemisahan yang lain adalah bahwa pengotor hanya bisa terbawa dalam kristal jika terorientasi secara bagus dalam kisi kristal (Setyopratomo, 2003).

2.5 Pemisahan Campuran 2.5.1 Filtrasi

Filtrasi atau penyaringan merupakan metode pemisahan untuk memisahkan zat padat dari cairannya dengan menggunakan alat berpori (penyaring). Dasar pemisahan metode ini adalah perbedaan ukuran partikel antara pelarut dan zat terlarutnya. Penyaring akan menahan zat padat yang mempunyai ukuran partikel lebih besar dari pori saringan dan meneruskan pelarut.

Proses filtrasi yang dilakukan adalah bahan harus dibuat dalam bentuk larutan atau berwujud cair kemudian disaring. Hasil penyaringan disebut filtrat sedangkan sisa yang tertinggal di penyaring disebut residu (ampas). Metode ini dimanfaatkan untuk membersihkan air dari sampah pada pengolahan air, menjernihkan preparat kimia di laboratorium, menghilangkan pirogen (pengotor) pada air suntik injeksi dan obat-obat injeksi, dan membersihkan sirup dari kotoran yang ada pada gula. Penyaringan di laboratorium dapat menggunakan kertas saring dan penyaring buchner. Penyaring buchner adalah penyaring yang terbuat dari bahan kaca yang kuat dilengkapi dengan alat penghisap.

(27)

Kristalisasi merupakan metode pemisahan untuk memperoleh zat padat yang terlarut dalam suatu larutan. Dasar metode ini adalah kelarutan bahan dalam suatu pelarut dan perbedaan titik beku. Kristalisasi ada dua cara yaitu kristalisasi penguapan dan kristalisasi pendinginan. Contoh proses kristalisasi dalam kehidupan sehari-hari adalah pembuatan garam dapur dari air laut. Mula-mula air laut ditampung dalam suatu tambak, kemudian dengan bantuan sinar matahari dibiarkan menguap. Setelah proses penguapan, dihasilkan garam dalam bentuk kasar dan masih bercampur dengan pengotornya, sehingga untuk mendapatkan garam yang bersih diperlukan proses rekristalisasi (pengkristalan kembali).

2.5.3 Sedimentasi

Pengendapan, suatu zat akan memiliki kecepatan mengendap yang berbeda dalam suatu campuran atau larutan tertentu. Zat-zat dengan berat jenis yang lebih besar daripada pelarutnya akan segera mengendap. Jika dalam suatu campuran mengandung satu atau beberapa zat dengan kecepatan pengendapan yang berbeda dan kita hanya menginginkan salah satu zat, maka dapat dipisahkan dengan metode sedimentsi tau sentrifugsi. Namun jika dalam campuran mengandung lebih dari satu zat yang akan kita inginkan, maka digunakan metode presipitasi. Metode presipitasi biasanya dikombinasi dengan metode filtrasi.

2.6 Atomic Absorption Spectrometer (AAS)

Atomic Absorption Spectrometer (AAS) atau biasa disebut dalam bahasa Indonesia Spektrometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis logam-logam dalam suatu bahan berdasarkan penyerapan energi oleh atom-atom normal. Metoda analisis ini banyak dipakai untuk menentukan kadar unsur logam dalam suatu bahan. Penggunaan spektrofotometri serapan atom untuk analisis unsur logam mempunyai keuntungan berupa sensitivitas yang cukup tinggi yaitu kisaran dalam ppm waktu analisa relatif singkat, ketelitian dan ketepatan dapat dipercaya, serta analisis

(28)

dapat dilakukan tanpa memisahkan unsur-unsur pengganggu lainnya. Bila suatu senyawa tertentu diaspirasikan ke dalam nyala maka senyawa ini akan menguap lalu terurai menjadi uap-uap atom bebas (proses atomisasi). Uap-uap atom bebas tersebut menyerap energi radiasi yang berasal dari lampu katoda cekung (Hollow Catoda Lamp) pada panjang gelombang tertentu yang khas dan karakteristik untuk setiap unsur. Akibat dari proses penyerapan radiasi tersebut elektron dari atom-atom bebas tereksitasi, dan kembali ke keadaan semula sambil memancarkan energi radiasi (Hendro, 1997).

Pada spektrometri serapan atom yang diukur adalah banyaknya intensitas sinar yang diserap oleh atom-atom netral yang berada pada tingkat tenaga dasar atau atom-atom yang tidak tereksitasi oleh nyala dari unsur yang dianalisa (Hendro, 1997). Hubungan serapan dengan konsentrasi atom dirumuskan dalam hukum Lambert Beer yaitu :

Log Io/It = A (2.7)

A = am.b.c (2.8)

dengan :

Io : Intensitas mula-mula

It : Intensitas sinar yang diteruskan

A : absorbansi

am : koefisien serapan radiasi

b : panjang burner (medium yang dilewati radiasi resonansi c : kepekatan atom-atom yang mengabsorbsi

Karena am dan b merupakan suatu yang tetap, maka serapan contoh dapat

langsung dibandingkan dengan serapan larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya dengan membuat suatu grafik antara konsentrasi dan absorbansi seperti grafik dibawah ini :

(29)

Gambar 2.3 Contoh grafik hubungan konsentrasi terhadap absorbansi

Dengan membuat kurva hubungan absorbansi terhadap konsentrasi unsur logam yang ada dalam larutan standar maka akan diperoleh garis lurus dengan persamaan :

Y = ax + b (2.9)

Dengan menginterpolasikan absorbansi yang diperoleh dari pengukuran unsur logam dalam cuplikan dapat diketahui. Kadar dari masing-masing unsur pengotor dalam cuplikan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar Unsur = 𝐴.𝑉𝐵 (2.10)

Dengan :

A : konsentrasi (hasil interpolasi dari kurva kalibrasi) V : Volume labu untuk pengenceran contoh (mL) B : Berat cuplikan (g) y = 0.0043x + 0.006 R² = 0.9967 0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0 1 2 3 4 5 Abso rb an s i Konsentrasi

(30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai dengan November 2012 di Laboratorium Material Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro. Analisis kualitas garam dilakukan di Laboratorium BPIK Jawa Tengah.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan selama penelitian adalah sebagai berikut : 1. Hot plate

Merk : Daihan

Model : LMS 1003

Jangkauan kelajuan : 60 – 1500 rpm

Jangkauan suhu : suhu ruang +5oC sampai 380oC Hotplate digunakan untuk memanaskan air laut dalam proses kristalisasi garam. Temperatur hotplate ditahan pada temperatur 82°C selama selang waktu sampai terbentuk kristal garam.

2. Neraca Digital

Virtual measurement and controls

Model : VB - 304 – 300

Kapasitas maksimal : 300 g

Ketelitian : 0,001 g

Neraca digital digunakan untuk mengukur massa bahan yang akan digunakan dalam penelitian.

3. Pengaduk Magnetik

Pengaduk magnetik digunakan untuk mengaduk larutan pada proses pembentukan natrium stearat.

(31)

4. pH Meter

pH Meter juga digunakan untuk mengukur tingkat keasaman (PH) larutan hingga didapatkan PH yang diinginkan.

5. Gelas Beaker

Gelas beker digunakan untuk sebagai tempat untuk mereaksikan bahan dalam pembuatan kristal

6. Gelas Ukur

Gelas ukur digunakan untuk mengukur bahan sesuai dengan takaran yang diinginkan

7. Pipet

Pipet digunakan untuk mengambil bahan berbentuk cair yang akan akan direaksikan.

8. Pengaduk

Pengaduk digunakan untuk mengaduk larutan sehingga didapatkan larutan yang tercampur secara merata.

9. Pengukur Waktu

Pengukur waktu digunakan untuk mengukur waktu. 10. Sarung Tangan Karet

Sarung tangan karet digunakan untuk melindungi tangan saat mereaksikan larutan

11. Masker

Masker digunakan untuk menutupi hidung dan mulut agar tidak terkena asap saat mereaksikan larutan dengan reaksi asam-basa

12. Thermometer

Thermometer digunakan untuk mengukur suhu pada saat proses kristalisasi garam berlangsung. Suhu yang diberikan pada saat proses kristalisasi garam 82oC.

13. Drigen

(32)

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan selama penelitian adalah sebagai berikut : 1. Air Laut

Bahan diambil pada kedalaman 2 meter dan berjarak 10 meter dari bibir pantai.

2. Asam Stearat

Asam stearat digunakan sebagai pelarut. 3. Natrium Hidroksida

Natrium hidroksida digunakan sebagai pelarut. 3.3 Prosedur Penelitian

Bahan baku yang digunakan berupa air laut diperoleh dari daerah garam di lasem kabupaten rembang dan juwono kabupaten pati jawa tengah. Bahan pembantu dalam penelitian ini adalah asam stearat dan natrium hidroksida yang dapat diperoleh ditoko daerah semarang. Metode yang akan digunakan adalah penambahan flokulan, sedimentasi, filtrasi dan evaporasi. Peralatan untuk menjalankan sistem tersebut sudah tersedia di laboratorium fisika. Flokulan yang akan digunakan adalah natrium stearat yang diperoleh dari hasil reaksi natrium hodroksida dan asam stearat, dimana reaksinya sebagai berikut:

CH3(CH2)16COOH + NaOH CH3(CH2)16COONa + H2O

CH3(CH2)16COONa + CaCl2 (CH3(CH2)16COO)2Ca + NaCl

CH3(CH2)16COONa + MgCl2 (CH3(CH2)16COO)2Mg + NaCl

Penyaring berupa penyaring kertas mikrofiltrasi akan digunakan untuk menyaring bahan setelah melewati proses sedimentasi. Setelah itu proses selanjutnya yaitu evaporasi bahan menggunakan hot plate.

Penelitian dilakukan dengan perbandingan bahan yaitu dengan penambahan natrium stearat dan tanpa penambahan natrium stearat. variabel tetap adalah volume air laut 1 liter, temperatur 82°C dan untuk bahan dengan penambahan natrium stearat perbandingan mol asam stearat dan natrium hidroksida yaitu 1:1. Dalam penelitian ini data yang diperoleh adalah waktu

(33)

evaporasi, volume larutan, temperatur, kandungan logam dan ion seperti Mg2+, Ca2+, K+, SO4-, HCO3-, Br– dan KIO3.

Langkah penelitian yang dilakukan melingkupi tahap pembuatan larutan natrium stearat, proses reaksi, proses sedimentasi, proses penyaringan dan proses pembentukan kristal garam. Sedangkan untuk bahan yang tidak dilakukan penambahan natrium stearat tahapan yang dilakukan lebih sederhana yaitu penyiapan bahan baku, proses sedimentasi proses penyaringan dan proses pembentukan kristal garam.

Penelitian ini dimulai dengan penyiapan bahan baku kemudian pembuatan larutan natrium stearat yang dibuat dengan cara mereaksikan asam stearat dengan natrium hidroksida. Larutan asam stearat dan natrium hidrosida dicampur dengan perbandingan mol 1:1 sehingga terbantuk larutan natrium stearat. Bahan baku air laut terlebih dahulu disaring. Air laut selanjutnya direaksikan dengan larutan natrium stearat pada variable operasi yang telah ditentukan. Reaksi dilakukan dengan menggunakan pengaduk magnet. Kemudian setelah tercampurnya larutan tersebut langkah berikutnya adalah mendiamkannya agar terbentuk sedimentasi. Larutan disaring sedangkan hasil sedimentasi bisa dilakukan uji komposisi untuk mengetahui nilai Mg dan Ca yang tersedimentasi. Larutan yang sudah disaring terus dimasukan kedalam gelas beker dan ditaruh pada hot plate dalam suhu 82°C. Kristal garam yang terbentuk, kemudian dilakukan uji komposisi kimia. Analisis komposisi kimia menggunakan metode uji AAS. Metode uji metode AAS digunakan untuk melakukan uji komposisi Mg2+ dan Ca2+.

(34)

Metodelogi penelitian dapat digambarkan dengan diagram alir sebagai berikut :

Gambar 3.1 Diagram skematik alur penelitian

Penyiapan Alat dan Bahan

Variasi Penambahan Larutan Na-Stearat (perbandingan

mol) 2% - 6% V/Vair laut

Proses Sedimentasi

Proses Penyaringan

Mulai

Penyiapan Bahan Baku

Penambahan Larutan Natrium Stearat (CH3(CH2)16COOH +

NaOH) perbandingan mol 1:1

Proses Sedimentasi Proses Penyaringan Proses Sedimentasi Proses Penyaringan Tanpa penambahan flokulan Uji Komposisi

Penulisan Laporan Hasil Penelitian Pembentukan Kristal Garam Pada Variabel Suhu 82°C Dan

Secara Konvensional

Analisis dan Pembahasan

Selesai

(35)

3.3.1 Pembuatan Natrium Stearat

Pembuatan natrium stearat dilakukan dengan cara mencampur asam stearat dan natrium hidroksida dengan perbandingan mol. Adapun metode kerja pembuatan natrium stearat adalah sebagai berikut:

a. Natrium stearat perbandingan mol (1:1)

1) Menentukan prosen volume natrium stearat terhadap air laut (V/Vairlaut) terlebih dahulu.

2) Mencari perbandingan massa natrium hidroksida dan asam stearat menggunakan stokiometri, perhitungan mol dapat dilihat pada lampiran 2.

3) Melakukan pencampuran natrium hidroksida dan asam stearat yang sudah ditimbang memakai neraca digital.

4) Pencampuran dilakukan dalam gelas beker yang dipanaskan menggunakan hotpalte dengan suhu 40°C selama 30 menit dan diaduk dengan kecepatan 2 mot.

3.3.2 Penentuan Nilai Rendemen

Penentuan nilai rendemen dilakukan dengan perhitungan manual, perhitungan nilai rendemen dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan:

Rendamen = 𝑀𝑘

𝑀0x 100% (3.1)

dengan :

Mk : massa kristal garam yang terbentuk setelah di evaporasi

M0 : massa air laut sebelum di evaporasi

Untuk hasil perhitungan rendamen dengan metode konvensional dapat dilihat pada lampiran 3, sedangkan untuk perhitungan rendamen dengan metode evaporasi menggunakan hotplate dapat dilihat pada lampiran 4 dan lampiran 5.

(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Penambahan Na-stearat mampu mempercepat laju kristalisasi 2 jam lebih cepat dari pada sampel yang tidak dilakukan penambahan Na-stearat dengan pengamatan pada suhu 82°C.

2. Peningkatkan berat rendemen pada penambahan Na-stearat 2% V/Vair

laut mampu meningkatkan jumlah rendemen sebesar 56,46 %.

3. Pengurangan kadar Ca pada penambahan Na-stearat 3% V/Vair laut

mampu menurunkan kadar Ca sebesar 95,71%, sedangkan penurunan kadar Mg pada penambahan Na-stearat 6% V/Vair laut mampu

menurunkan kadar Mg sebesar 72,56%.

4. Garam dengan penambahan Na-stearat 3% - 6% V/Vair laut memiliki

kadar Ca dan Mg yang memenuhi Standart Nasional Indonesia, sedangkan pada penambahan 2% V/Vair laut kadar Mg tidak memenuhi

Standart Nasional Indonesia (SNI). 5.2 Saran

Berdasarkan hasil-hasil yang telah diperoleh pada penelitian ini, dapat direkomendasikan beberapa saran yang bermanfaat untuk penelitian lebih lanjut mengenai rekayasa pembuatan garam dengan penambahan Na-stearat:

1. Penambahan Na-stearat V/Vair laut dari perbandingan mol dilakukan

variasi pada range yang antara 3.0 % – 4.0 % dengan memperkecil jarak variasinya.

2. Proses sedimentasi dilakukan lebih lama lagi agar impuritas pada sampel dapat benar-benar memisah.

3. Pemanfaatan Na-stearat dalam skala produksi yang lebih besar lagi. 37

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Abu Khader, M.M., 2004, “Viable Engineering Options To Enhance The NaCl Quality From The Dead Sea In Jordan”, Journal of Cleaner Production

Afadil, 2001, Studi Kenetika Pengendapan Kalsium dan Magnesium pada Pembuatan Garam Evaporasi, Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.

Anonim, 2002, “SNI dan SII Garam Untuk Industri” Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

Bahruddin Zulfansyah, Aman, Iiyas Arin, Nurfatihayati, 2003,”Penentuan Rasio Ca/Mg Optimum pada Proses Pemurnian Garam Dapur”, Jurusan Teknik Kimia, FT, Universitas Riau, Pekanbaru.

Clark, V.L., 2009, Food Inggridient, http://www.vlclark.com/foodaddive.html, diakses tanggal 25 Mei 2012

Day, R. A. Jr. & Underwood, A. L., 1986, “Analisis Kimia Kuantitatif”: Alih Bahasa Hadyana P. Jakarta: Erlangga.

Fatimah, 1984, “Pen atau Mutu Garam Rakyat Di Sulawesi Selatan”. Departemen Perindustrian Badan Penelitian Dan Pengembangan Industri, Makassar. Hendro dan Gunanjar, 1997, “Spektroskopi Serapan Atom”, Diktat Keahlian

Analisis Kimia BahanBakar Nuklir Secara Spektrometri,” Batan

http://en.wikipedia.org/wiki/Sodium_chloride diakses 2 mei 2012 jam 11.15 http://pipp.rembangkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=

84:proses-peningkatan-mutu-produksi-garam-beryodium&catid=3:new sflash diakses 2 mei 2012 jam 11.15

http://suntzu2107.wordpress.com20101116garam-dan-industri-garam-indonesia

diambil 2 mei 2012 jam 11.15

Lee,J.D., 1981, “Concise Inorganic Chemistry”, Mc Graw Hill Company. New York.

Ltd.R W. Baker, 2000, ”Membrane Technology and Applications”, Mc Graw Hill, California

(38)

Manual operasi varian, model AA1475 series, Atomic Absorption Spectrometer Marihati, A., M. Soengkawati, S. Kartasanjaya, T. Sayekti, 2001, “Rekayasa Alat

Purifikasi Garam Rakyat Pada Industri Kecil dan Menengah Untuk Konsumsi Garam Industri Pangan”

Magredur, Kerry, “Guidelines For Rock Collection”.

Mullin, J.W. 1993. “Crystallization”, 3rd edition. Butterworth-Heinemann

Mulyono, 2009, “Penelitian Teknik Pembuatan Garam System Tangga Didesa Arungkeke Baling Kabupaten Jeneponto”, Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Indonesia. Ujung Pandang.

Perry, RH, 1984, “Chemical Engineering Handbook”,6th

edition, Mc Graw Hill Book co, Singapore

Purbani, D. 2000. “Buku Panduan Pembuatan Garam Bermutu” dicetak oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati

Riley and skirrow, 1975, “Chemical Oceanography”. Academic Press London. Sedivy, V.M., 1993. “Purification of Salt for Chemical and Human

Consumption”. Krebs Swiss. Zurich. Swittzerland.

Setyopratomo, 2003, “Studi Eksperimental Pemurnian Garam NaCl Dengan Cara Rekristalisasi”, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Surabaya.

Stewart Christopher, Noel Solemons, ( 1998 ), Salt Lodine Variation Within On Extended Guatemalan Community.

Upe ambo., 2000, “Pemetaan Lahan Kritis Kawasan Pesisir Untuk Garam Evaporasi”, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin Makassar.

Upe ambo., 2000, “Penerapan Manajemen Teknologi Tepat Guna Untuk Pengembangan Produk Garam”, disajikan Pada Forum Peluang Pasar Garam 31 Oktober 2000 di Jakarta, Pusat Penelitian Lingkungn Hidup Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin Makassar.

Upe ambo, 2002, “Buku Panduan Pembuatan Garam Bermutu”, Badan Riset Kelautan Dan Perikanan Wilayah Laut Dan Sumberdaya Nonhayati.

(39)

Vogel, 1979, “Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro”. PT Kalman Media Pustaka. Jakarta

Widayat, D.S. Retnowati, F Himawan dan M. Widiyanti, 2005, “Pembuatan Garam Industri dari Air Laut Kota Rembang de-ngan Metode Pengendapan dan Evaporasi”, Prosiding Makalah Seminar Nasional “Kejuangan” Teknik Kimia 2005, Jurusan Teknik Kimia, FTI UPN”veteran” Yogyakarta, 25-26 Januari 2005 ISBN : 1693-4393 Wiendy, 2010,

Gambar

Tabel 2.2. Karakteristik natrium klorida (NaCl)  Gambar
Gambar 2.1 Struktur NaCl.
Gambar 2.2  Skema klasifikasi nukleasi Nukleasi
Gambar 2.3 Contoh grafik hubungan konsentrasi terhadap absorbansi
+2

Referensi

Dokumen terkait

jdih.kemdikbud.go.id Teknis Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun

keaksaraan agar warga bebas dari buta aksara dan bisa melanjutkan pendidikan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan keaksaraan menjadi salah

Based on the result of historic exploration and physical condition of Karangasem City, the spatial development of the city is caused by two primary factors, namely: (1)

Untuk mendeskripsikan perencanaan yang dilakukan guru mata pelajaran akidah akhlak dalam implementasi kurikulum 2013 pada kelas X Madrasah Aliyah Bilingual Batu..3.

Untuk menghindari kristiani ngeyel lebih jauh lagi, maka ini adalah pertanyaan saya kepada kristiani yg masih menganggap bahwa Hukum Taurat Dan Kitab Para Nabi sudah

Dalam hal ini bidan sebagai tenaga kesehatan mempunyai tanggung jawab sebagai pelaksana yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya remaja dalam masa pranikah,

Jadi inovasi pendidikan adalah suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat), yang digunakan

Menurut Sedarmayanti (1996), manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh