• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEBIASAAN SARAPAN PAGI DAN JAJAN DENGAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH DASAR DI SD NEGERI KLEDOKAN DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KEBIASAAN SARAPAN PAGI DAN JAJAN DENGAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH DASAR DI SD NEGERI KLEDOKAN DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KEBIASAAN SARAPAN PAGI DAN JAJAN

DENGAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH DASAR

DI SD NEGERI KLEDOKAN DEPOK SLEMAN

YOGYAKARTA

Sumiarsih Ahmad

1

, Waluyo

2

, Farissa Fatimah

3 INTISARI

Latar Belakang : Anak usia sekolah dasar termasuk usia perkembangan sehingga membutuhkan nutrisi dengan kualitas maupun kuantitas yang baik dan benar. Kebutuhan gizi tersebut diantaranya dapat dipenuhi melalui kebiasaan sarapan pagi. Asupan makanan sarapan menyumbang terbentuknya energi yang dibutuhkan anak untuk beraktivitas sekaligus untuk pertumbuhannya. Pola jajan juga dapat memberikan kontribusi terhadap status gizi anak apabila jenis jajan yang dikonsumsi berkualitas dari segi jenis dan kandungan gizinya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SD N Kledokan diketahui bahwa siswa mempunyai kebiasaan jajan yang tinggi,

Tujuan: Mengetahui hubungan kebiasaan sarapan pagi dan jajan dengan status gizi anak sekolah dasar di SD N Kledokan Depok Sleman Yogyakarta.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah semua murid kelas IV, V, dan VI tahun ajaran 2010/2011 SD N Kledokan Depok Sleman Sebanyak 73 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 42 orang. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner, timbangan dan microtoise. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2011. Analisis data penelitian menggunakan analisis Chi square.

Hasil: Sebanyak 22 orang (52,4%) anak SD Negeri Kledokan Depok SLeman Yogyakarta biasa sarapan pagi. Sebanyak 24 orang (57,1%) anak SD Negeri Kledokan Depok SLeman Yogyakarta biasa jajan. Sebanyak 18 orang (42,9%) anak SD Negeri Kledokan Depok SLeman Yogyakarta mempunyai status gizi normal. Anak dengan status gizi sangat kurus sebesar 16,7%, status gizi kurus sebesar 11,9%, status gizi gemuk sebesar 14,3% dan status gizi obesitas 14,3%. Asupan kalori sarapan pagi anak sebagian besar kategori kurang sebesar 69% dan asupan protein sarapan pagi anak sebagian besar kategori baik sebesar 83,3%. Asupan kalori jajan anak sebagian besar kategori kurang sebesar 90,5% dan asupan protein jajan anak sebagian besar kategori kurang sebesar 83,3%. Hasil analisis

Chi Square hubungan kebiasaan sarapan dengan status gizi diperoleh sebesar 4,972 dengan p value sebesar 0,026

(p<0,05). Hasil analisis Chi Square hubungan kebiasaan jajan dengan status gizi diperoleh sebesar 0,203 dengan p value sebesar 0,653 (p>0,05).

Kesimpulan: Ada hubungan kebiasaan sarapan pagi dengan status gizi anak sekolah dasar. Tidak ada hubungan kebiasaan jajan dengan status gizi anak sekolah dasar.

Kata Kunci: Kebiasaan sarapan, kebiasaan jajan, status gizi

1 Mahasiswa S-1 Ilmu Gizi Universitas Respati Yogyakarta 2 Dosen Universitas Respati Yogyakarta

(2)

RELATIONSHIP BETWEEN MORNING BREAKFAST AND EATING

SNACK HABITS WITH NUTRITIONAL STATUS OF PRIMARY SCHOOL

CHILDREN IN SD NEGERI KLEDOKAN DEPOK SLEMAN

YOGYAKARTA

Sumiarsih Ahmad

4

, Waluyo

5

, Farissa Fatimah

6

ABSTRACT

Background: Primary school age children including developmental age and need nutrients to the quality and quantity is good and right. Among them are the nutritional needs that can be met through breakfast habits. Breakfast food intake accounts for the formation of the energy they need to move at once to its growth. Snack patterns can also contribute to the nutritional status of children if the type of snacks consumed in terms of quality and nutritional content types. Based on interviews with elementary school principal SD N Kledokan note that students have a high habit of eating snacks.

Objective: Determine the relationship between breakfast habits and snacks with nutritional status of primary school children in SD N Kledokan Depok Sleman Yogyakarta

Method: This study is an observational research with cross sectional approach. This study population is all grades IV, V, and VI of the academic year 2010/2011 SD N Kledokan Depok Sleman total of 73 people. Sampling technique used was purposive sampling with a sample obtained as many as 42 people. Means of collecting data used are 3squestionnaires, scales and microtoise. The study conducted in October 2011. Analysis of research data used is Chi square analysis.

Result: A total of 22 people (52.4%) elementary school children in SD N Kledokan Depok Sleman Yogyakarta usually have breakfast. A total of 24 people (57.1%) of elementary school children in SD N Kledokan Depok Sleman Yogyakarta usually have snack. A total of 18 individuals (42.9%) elementary school children in SD N Kledokan Depok Sleman Yogyakarta have a normal nutritional status. Nutritional status of children with very thin is at 16.7%, nutritional status of 11.9% underweight, overweight nutritional status of 14.3% and 14.3% obese nutritional status. Breakfast calorie intake of children most of the categories is less by 69% and protein intake of breakfast both categories of children most at 83.3%. Caloric intake of most categories of snacks children are less at 90.5% and protein intake of most categories of child snacks less by 83.3%. Chi Square analysis of the results of breakfast habits relationship with nutritional status obtained for 4.972 with p value of 0.026 (p <0.05). Chi Square analysis results of the relationship between eating snack habits with nutritional status obtained for 0.203 with p value of 0.653 (p> 0.05)

Conclusion: There is a relationship between breakfast habits with nutritional status of primary school children. There is no relationship between eating snack habits with nutritional status of primary school children.

Keywords: breakfast habits, snacks habits, nutritional status

4 Student of S-1 Science of Nutrition in Respati University of Yogyakarta 5 Lecturer of Respati University of Yogyakarta

(3)

A. PENDAHULUAN

Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan1

Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang. Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ-organ dan sistem tubuh anak1

Lebih dari sepertiga (36,1%) anak usia sekolah di Indonesia menderita gizi kurang (LIPI, 2004). Berdasarkan data FAO (2006), sekitar 854 juta orang di dunia menderita kelaparan kronis dan 820 juta diantaranya berada di negara berkembang. Dari jumlah tersebut, 350-450 juta atau lebih dari 50 % di antaranya adalah anak-anak, dan 13 juta diantaranya berada di Indonesia (Unilever, PT 2007). Hasil SKRT ( Survei Kesehatan Rumah Tangga) 2004, menunjukan bahwa terdapat 18% anak usia sekolah dan remaja umur 5-17 tahun berstatus gizi kurang. Prevalensi gizi kurang paling tinggi pada anak usia sekolah dasar (21%), laki-laki (19%).

Dari data yang diambil oleh Departemen Sosial tahun 2002 Di Jogjakarta terdapat 3,6% anak sekolah yang menderita gizi buruk dan 24% menderita gizi kurang.2

Salah satu cara untuk memperoleh status kesehatan dan gizi yang baik yaitu dengan membiasakan sarapan pagi. Sarapan pagi merupakan waktu makan yang sangat penting. 3

Palulun (2006) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan sarapan pagi anak sekolah dasar di SD Negeri Koroulon Ngemplak Sleman Yogyakarta. Sebanyak 25 anak ( 45,6 %) yang biasa sarapan pagi mempunyai status gizi normal, sedangkan anak yang tidak biasa sarapan pagi dengan status gizi normal ada 24 anak ( 43,6%). Dari 55 responden penelitian menunjukan bahwa ada sebanyak 32 anak (58,2 %) yang sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah dan sebanyak 23 anak (41,8 % ) tidak sarapan pagi. 4

Anak usia sekolah mempunyai kebiasan makan makanan jajanan. Kebiasaan jajan cenderung menjadi bagian budaya dari satu keluarga. Makanan jajan yang kurang memenuhi syarat kesehatan,akan mengancam kesehatan anak. Nafsu makan berkurang, dan jika berlangsung lama akan berpengaruh pada status gizi. 5

Didalam usia anak-anak gemar sekali jajan. Mungkin sudah menjadi kebiasaan di rumahnya, tetapi mungkin juga akibat kawan-kawannya. Kadang anak-anak menolak untuk tidak makan pagi di rumah dan sebagai ganti dimintanya uang untuk jajan. Jajan yang mereka beli sudah terang makanan yang mereka senangi saja, misalnya es, gula-gula atau makanan-makanan yang kurang nilai gizinya. 6

(4)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan kepala sekolah SD Negeri Kledokan pada tanggal 27 juni 2011 pukul 09.20 WIB,diketahui bahwa murid-murid SD Negeri Kledokan mempunyai kebiasaan jajan yang tinggi, terbukti dengan hampir semua murid memiliki kebiasaan membeli jajan di setiap waktu jam istirahat sekolah. Dipaparkan bahwa sebelumnya belum pernah ada yang melakukan penelitian tentang kebiasaan jajan dan sarapan pagi siswa SD Negeri Kledokan.

B. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian adalah penelitian observasional dengan rancangan penelitian cross-sectional .

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Kledokan Depok Sleman Yogyakarta. Pada bulan oktober 2011 Populasi adalah seluruh siswi yang duduk di kelas IV,V, dan VI tahun ajaran 2010/2011 SD Negeri Kledokan Depok Sleman Yogyakarta. Sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 42 responden.

Lembar kuesioner yang digunakan untuk memperoleh data tentang berat badan, tinggi badan dan data tentang kebiasaan sarapan pagi, jenis makanan sarapan, kebiasaan jajan, dan jenis makanan jajan.

Alat ukur berat badan / timbangan yang digunakan adalah timbangan dengan merk detecto kapasitas 120 kg ketelitian 0.1 kg.

Pengolahan data meliputi editing, coding, dan tabulating dengan menggunakan uji Chi-square.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

1. Deskriptif Karateristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 42 responden. Diperoleh hasil karateristik responden sebagai berikut :

Tabel 1. Karakteristik Responden Siswa SD Negeri Kledokan, Depok, Sleman, Yogyakarta

Karakteristik Frekuensi PPersentase (%)

Usia (Tahun) 7-9 5 11,9 10-12 37 88,1 Jenis kelamin Laki-laki 18 42,9 Perempuan 24 57,1 Kelas IV 14 33,3 V 16 38,1 VI 12 28,6 Jumlah 42 100,0

Berdasarkan Tabel 1, diketahui karakteristik responden berdasarkan usia menunjukkan sebagian besar responden sebanyak (88,1%) berada di rentang usia 10-12 tahun. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin diketahui sebagian besar responden sebanyak orang (67,1%) berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan kelas sebagian besar kelas VI sebanyak (38,1%).

(5)

2. Kebiasaan sarapan Pagi

Data kebiasaan jajan diketegorikan menjadi biasa jajan bila (≥4 kali seminggu) dan tidak biasa jajan bila (<4 kali seminggu). Data kebiasaan jajan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Kebiasaan Sarapan Pada Siswa SD Negeri Kledokan, Depok, Sleman, Yogyakarta

Kebiasaan sarapan Frekuensi Persentase (%)

Biasa sarapan 22 52,4

Tidak biasa sarapan 20 47,6

Jumlah 42 100,0

Berdasarkan Tabel 2, diketahui sebagian besar siswa (52,4%) biasa sarapan. Siswa yang tidak mempunyai kebiasaan sarapan sebanyak (47,6%).

3. Kebiasaan Jajan

Kebiasaan jajan adalah frekuensi makanan jajanan baik dalam bentuk makanan maupun minuman yang dikonsumsi anak ketika berada di sekolah.

Data kebiasaan jajan diketegorikan menjadi biasa jajan bila (≥4 kali seminggu) dan tidak biasa jajan bila (<4 kali seminggu). Data kebiasaan jajan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Kebiasaan Jajan Pada Siswa SD Negeri Kledokan, Depok, Sleman, Yogyakarta

Kebiasaan jajan Frekuensi Persentase (%)

Biasa 24 57,1

Tidak biasa 18 42,9

Jumlah 42 100,0

Berdasarkan Tabel 3, diketahui sebagian besar siswa sebanyak 24 orang (57,1%) mempunyai kebiasaan jajan. Siswa yang tidak biasa jajan sebanyak 16 orang (42,9%).

4. Status Gizi

Data status gizi dikategorikan berdasarkan IMT/U menjadi kategori sangat kurus bila (> -3 SD), kurus (< -3 SD sampai dengan < -2SD), normal (-2 SD sampai dengan 1 SD), gemuk (> 1 SD sampai dengan 2 SD) dan obesitas (> 2 SD). Data status gizi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data Status Gizi Pada Siswa SD Negeri Kledokan, Depok, Sleman, Yogyakarta

Status gizi Frekuensi Persentase (%)

Sangat kurus 7 16,7 Kurus 5 11,9 Normal 18 42,9 Gemuk 6 14,3 Obesitas 6 14,3 Jumlah 42 100,0

(6)

Berdasarkan Tabel 4, diketahui sebagian besar siswa sebanyak 18 orang (42,9%) mempunyai status gizi kategori normal. Sebagian kecil siswa sebanyak 5 orang (11,9%) mempunyai status gizi kategori kurus.

5. Asupan Energi dan Protein Sarapan Pagi

Jumlah asupan kalori yang dikonsumsi responden pada saat sarapan pagi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Data Asupan Kalori Sarapan Pagi Pada Siswa SD Negeri Kledokan, Depok, Sleman,

Yogyakarta

Asupan energi Frekuensi Persentase (%)

Baik 13 31,0

Kurang 29 69,0

Jumlah 42 100,0

Berdasarkan Tabel 5, diketahui asupan kalori pada saat sarapan sebagian besar sebanyak 29 orang (69%) dalam kategori kurang.

Jumlah asupan protein yang dikonsumsi responden pada saat sarapan pagi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Distribusi Frekuensi Asupan Protein Sarapan Pagi Pada Siswa SD Negeri Kledokan, Depok,

Sleman, Yogyakarta

Asupan protein Frekuensi Persentase (%)

Baik 35 83,3

Kurang 7 16,7

Jumlah 42 100,0

Berdasarkan Tabel 6, diketahui asupan protein pada saat sarapan sebagian besar sebanyak 35 orang (83,3%) dalam kategori baik.

6. Asupan Energi dan Protein Jajan

Jumlah asupan energi yang dikonsumsi responden pada saat jajan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Asupan Kalori Jajan Pada Siswa SD Negeri Kledokan, Depok, Sleman, Yogyakarta

Asupan kalori Frekuensi Persentase (%)

Baik 4 9,5

Kurang 38 90,5

Jumlah 42 100,0

Berdasarkan Tabel 7, diketahui asupan kalori jajan sebagian besar sebanyak 38 orang (90,5%) dalam kategori kurang.

(7)

Jumlah asupan protein yang dikonsumsi responden pada saat jajan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Asupan Protein Jajan Pada Siswa SD Negeri Kledokan, Depok, Sleman, Yogyakarta

Asupan protein Frekuensi Persentase (%)

Baik 7 16,7

Kurang 35 83,3

Jumlah 42 100,0

Berdasarkan Tabel 8, diketahui asupan protein pada saat jajan sebagian besar sebanyak 35 orang (83,3%) dalam kategori kurang.

7. Hubungan Kebiasaan Sarapan Pagi dengan Status Gizi

Hasil analisis hubungan kebiasaan sarapan pagi dengan status gizi siswa dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hubungan Kebiasaan Sarapan dengan Status Gizi Pada Siswa Negeri Kledokan, Depok, Sleman

Kebiasan sarapan

Status gizi

Total

P

Tidak normal Normal

N % n % N %

Biasa 9 40,9 13 59,1 22 100,0

4,972 0,026

Tidak biasa 15 75,0 5 25,0 20 100,0

Total 24 57,1 18 42,9 42 100,0

Berdasarkan tabulasi silang pada Tabel 9, diketahui sebagian besar siswa yang biasa sarapan, mempunyai status gizi normal sebanyak 13 orang (59,1%). Sedangkan siswa yang tidak biasa sarapan pagi sebagian besar mempunyai status gizi yang tidak normal sebanyak 15 orang (75%).

Berdasarkan hasil analisis Chi Square diperoleh sebesar 4,972 dengan p value sebesar 0,026. Oleh

karena nilai p value sebesar 0,026 lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), maka hipotesis pertama diterima. Artinya ada hubungan yang signifikan kebiasaan sarapan dengan status gizi pada siswa SD Negeri Kledokan, Depok, Sleman.

8. Hubungan Kebiasaan Jajan Dengan status Gizi

Hasil analisis hubungan kebiasaan jajan dengan status gizi siswa dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hubungan Kebiasaan Jajan dengan Status Gizi Pada Siswa SD Negeri Kledokan, Depok, Sleman

Kebiasan jajan

Status gizi

Total

P

Tidak normal Normal

N % n % N %

Biasa 13 54,2 11 45,8 24 100,0

0,203 0,653

Tidak biasa 11 61,1 7 38,9 18 100,0

(8)

Berdasarkan tabulasi silang pada Tabel 10, diketahui sebagian besar siswa yang jajan, mempunyai status gizi tidak normal sebanyak 13 orang (54,2%). Sedangkan siswa yang tidak biasa jajan sebagian besar mempunyai status gizi yang tidak normal sebanyak 11 orang (61,1%).

Berdasarkan hasil analisis Chi Square diperoleh sebesar 0,203 dengan p value sebesar 0,653. Oleh

karena nilai p value sebesar 0,653 lebih besar dari 0,05 (p>0,05), maka hipotesis kedua ditolak. Artinya tidak ada hubungan yang signifikan kebiasaan jajan dengan status gizi pada siswa SD Negeri Kledokan, Depok, Sleman.

PEMBAHASAN

1. Kebiasaan Sarapan Pagi

Hasil penelitian diketahui kebiasaan sarapan pagi pada anak sekolah dasar di SD Negeri Kledokan, Depok, Sleman, Yogyakarta sebagian besar dalam kategori biasa sarapan sebesar 52,4%. Hasil ini dapat diartikan bahwa sebagian anak biasa sarapan pagi. Kebiasaan sarapan merupakan aktivitas yang baik, mengingat sarapan merupakan sumber energi bagi untuk anak dalam melakukan aktivitas terutama belajar.

Sarapan merupakan aktivitas makan yang dilakukan dirumah pada pagi hari. Seseorang membutuhkan sarapan sebagai sumber energi untuk melakukan aktivitas. Bagi anak, sarapan sangat penting terutama untuk melakukan aktivitas belajar serta diperlukan juga untuk pertumbuhan.

Seperti halnya yang dikemukakan oleh 7 disebutkan dengan sarapan pagi anak akan memiliki cukup tenaga untuk melakukan aktifitas seperti bermain, belajar serta pertumbuhannya.

Anak yang tidak pernah sarapan akan mengalami gangguan fisik terutama kekurangan energi untuk beraktivitas. Dampak lain juga akan dirasakan pada proses belajar mengajar dimana anak akan kurang berkonsentrasi, mudah lelah, mudah mengantuk dan gangguan fisik lainnya.

Hal ini akan menghambat proses belajar di sekolah. Sesuai dengan 4 menyebutkan anak-anak usia sekolah kebiasaan tidak sarapan pagi secara terus-menerus akan mengakibatkan berat badan akan menurun, kurang gizi, anemia gizi besi dan daya tahan tubuh terus mbenurun dan akibatnya bisa saja menyebabkan anak yang tidak biasa sarapan mempunyai konsentrasi belajar yang rendah dan kurang perhatian serta akan memperlihatkan hasil test intelegensia yang lebih rendah.

Sarapan menjadi perilaku yang baik apabila dilakukan secara rutin atau menjadi kebiasaan. Seseorang yang biasa sarapan dapat dikatakan mempunyai kebiasaan yang baik terutama dalam memenuhi kebutuhan energinya. Kebiasaan sarapan terutama pada anak sangat dipengaruhi oleh perilaku orang tua dalam membiasakan anaknya sarapan di pagi hari.

Sarapan dikatakan berkualitas baik apabila jenis makanan yang konsumsi mengandung nutrisi yang dibutuhkan pada masa pertumbuhan anak. 5 menyebutkan menu sarapan pagi sebaiknya lengkap dan mengandung semua unsur gizi yang dibutuhkan tubuh, karena sangat menentukan stamina tubuh pada siang hari. Menu sarapan yang cukup mengandung protein, vitamin, zat besi dan lemak yang mengandung omega 3 akan memberikan nutrisi yang baik untuk perkembangan tubuh anak.

(9)

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh 4 menyimpulkan bahwa sebagian besar anak SD N Koroulon 1 Ngemplak Sleman mempunyai kebiasaan sarapan pagi sebesar 58,2%. Hasil yang sama juga ditunjukkan dari hasil penelitian Saraswati (1997) dengan hasil penelitian sebagian besar anak SLTP di Kodya Sukabumi mempunyai kebiasaan sarapan pagi sebesar 46%.

Kebiasaan sarapan pada anak tumbuh karena pembiasaan yang telah dilakukan sejak dini. Dalam hal ini orang tua mempunyai peran penting untuk membiasakan perilaku sarapan di pagi hari. Selain itu orang tua juga bertanggung jawab untuk menyediakan sarapan yang mengandung gizi dan nutrisi yang dibutuhkan sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Sesuai dengan 6 menyebutkan orang tua mempunyai peranan penting dalam membentuk kebiasaan sarapan pada anak.

2. Kebiasaan Jajan

Hasil analisis diketahui kebiasaan jajan pada anak sekolah dasar di SD Negeri Kledokan, Depok, Sleman, Yogyakarta sebagian besar dalam kategori biasa jajan sebesar 57,1%. Hasil ini dapat diartikan bahwa anak mempunyai kebiasaan membeli jajan di sekolah.

Kebiasaan jajan merupakan aktivitas membeli makanan jajan meliputi jenis, frekuensi dan jumlah dari makanan jajanan setiap hari. Kebiasaan jajan bisa menjadi hal yang positif tetapi dapat juga menjadi hal yang negatif. Jajan dikatakan positif apabila jenis jajanan yang dibeli anak tidak sembarangan dan mengandung nutrisi.

Pemilihan jenis jajanan yang baik dan bergizi akan berdampak baik pada pemenuhan energi sekaligus dapat mendukung pertumbuhan anak. Sesuai dengan 14 menyebutkan peranan makanan jajanan dalam menyumbang energi atau zat tenaga dan protein sangat berarti bagi pertumbuhan anak.

Perilaku kebiasaan jajan dapat berarti negatif apabila jenis makanan jajan yang dikonsumsi anak adalah makanan yang kurang baik. Kebanyakan anak memilih makanan hanya berdasarkan apa yang anak suka, dan selera yang muncul pada saat anak tersebut lapar, dan cenderung membeli jajan disembarang tempat. Selain itu anak juga cenderung mengkonsumsi makanan seperti yang dimakan oleh teman yang lain tanpa memperhatikan kandungan gizi makanan yang dibeli maupun tingkat bahaya makanan yang diberlinya. Hal ini disebabkan anak belum mempunyai kemampuan yang baik memilih janjanan yang baik.

Hasil penelitian diketahui jenis makanan jajan yang paling banyak dibeli oleh anak adalah makanan ringan, minuman, dan permen. Jenis jajanan ini merupakan jenis makanan yang kurang sehat karena tidak mempunyai kandungan gizi. Selain itu bahan pengawet dan pewarna yang ada dalam makanan ringan akan dapat membahayakan tubuh anak. Hasil ini dapat diartikan bahwa anak belum mampu memilih jenis makanan jajan yang baik.

Hasil penelitian ini mempunyai kesaamaan hasil dengan penelitian yang dilakukan oleh Umardani (2011) dengan hasil penelitian sebagian besar siwa SD I Kota Bogor mempunyai kebiasaan jajan sebesar 70%. Hasil penelitian ini tidak mempunyai hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh 4 yang menyimpulkan bahwa sebagian besar anak SD N Koroulon 1 Ngemplak Sleman tidak mempunyai kebiasaan jajan sebesar 63,7%. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan karena berbagai faktor

(10)

diantaranya pengaruh dari orang tua, budaya/adat, pengaruh teman sebaya, harga, merek, pengetahuan, sikap. Pada penelitian ini subjek penelitiannya adalah anak SD Negeri Kledokan Depok Sleman Yogyakarta yang dapat dikatakan berada di wilayah perkotaan sedangkan penelitian sebelumnya berada di wilayah desa. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan perilaku jajan anak dimana anak di wilayah kota lebih cenderung senang untuk jajan yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta sosial ekonomi orang tua.

Orang tua mempunyai peran yang mempengaruhi perilaku jajan pada anak. Anak mempunyai kecenderungan meniru perilaku konsumsi makanan yang diterapkan orang tua. Apabila orang tua tidak membiasakan anak untuk jajan maka anak tidak akan suka jajan sembarangan, sedangkan pada anak yang dibiasakan jajan diluar maka anak akan mempunyai kebiasaan jajan sembarangan. Sesuai dengan 6 menyebutkan pembelian jajan perlu adanya pendampingan dari orang tua, sehingga orang tua dapat memilihkan makanan mana yang baik dan tidak, serta dapat menunjukkan mana tempat yang bersih dan mana yang tidak.

Pemilihan makanan jajan sehat dapat dimulai sejak dini dengan membiasakan anak mengkonsumsi makanan sehat dan tidak membiarkan anak jajan sembarangan. Orang tua harus mampu memberikan pengertian kepada anak pola jajan yang baik dan senantiasa melakukan pengawasan.

Pola jajan yang tidak baik dapat dihindari dengan membawakan anak bekal sekolah, sehingga anak tidak perlu jajan di luar. Sesuai dengan 15 yang menyebutkan peranan guru dan kebijaksanaan sekolah sangat berarti yaitu untuk memotifasi bahwa membawa bekal dari rumah itu lebih baik dari pada jajan, kemudian memberi penerangan bekal mana yang baik dan sehat untuk dibawa.

3. Status Gizi

Hasil penelitian diketahui status gizi anak sekolah dasar di SD Negeri Kledokan, Depok, Sleman, Yogyakarta sebagian besar dalam kategori normal sebesar 42,9%.

Anak usia SD membutuhkan asupan gizi yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Status gizi menjadi indikator terhadap baik tidaknya pemenuhan kebutuhan gizi pada anak. Kebutuhan gizi yang dapat terpenuhi dengan baik maka akan terwujud status gizi yang baik, sedangkan apabila kebutuhan gizi tidak terpenuhi maka akan menjadi status gizi yang kurnag baik. Sesuai dengan 10 menyebutkan untuk mencapai status gizi yang baik diperlukan pangan yang mengandung cukup zat gizi dan aman untuk dikonsumsi.

Terbentuknya status gizi yang baik (normal) pada anak tidak terlepas dari peran orang tua yaitu dalam memenuhi kebutuhan gizi pada anak. Orang tua yang mengerti tentang pentingnya kebutuhan gizi pada anak, akan selalu berusaha untuk menyediakan dan memenuhi kebutuhan gizi anak melalui makanan yang dikonsumsi. Anak dibiasakan untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi, mengandung banyak vitamin dan berbagai zat penting yang dibutuhkan oleh anak.

Hal ini tentu saja berhubungan erat dengan kemampuan ekonomi orang tua untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh 16menyebutkan faktor eksternal yang

(11)

mempengaruhi status gizi diantaranya adalah kemampuan menyediakan makanan bagi anggota keluarga/daya beli keluarga.

Hasil penelitian ini mempunyai kesamaan hasil dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh 4 yang menyimpulkan bahwa sebagian besar anak SD N Koroulon 1 Ngemplak Sleman mempunyai status gizi normal sebesar 49%. Hasil yang sama juga terlihat dari hasil penelitian Umardani (2011) yang menunjukkan sebagian besar siswa laki-laki dan perempuan SD di Kota Bogor memiliki status gizi normal. Kesamaan hasil ini dapat diartikan bahwa kebutuhan asupan gizi yang diperlukan anak telah terpenuhi dengan baik. Status gizi baik sangat mempunyai peran penting pada anak terutama pada anak usia SD. Status gizi anak akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang mempunyai status gizi baik maka akan dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. Sedangkan anak dengan status gizi kurang, akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangannya. Sesuai dengan pendapat dari 6 menyebutkan terpenuhi kebutuhan gizi anak sangat baik terutama sebagai sumber tenaga, untuk pertumbuhan, perkembangan, mengganti serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh

.

4. Asupan Kalori dan Protein Sarapan

Melalui kebiasaan sarapan, anak akan mampu memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang dibutuhkan oleh tubuh. Hasil analisis diketahui asupan kalori sarapan pada siswa SD N Kledokan sebagian besar dalam kategori kurang sebesar 69%, sedangkan asupan protein sarapan dalam kategori baik sebesar 83,3%.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa kebiasaan sarapan anak belum mampu memenuhi asupan kalori tetapi sudah mampu memenuhi protein yang dibutuhkan tubuh dengan baik.

Hal ini menunjukkan bahwa jenis makanan yang dikonsumsi pada saat sarapan bukan makanan yang baik dan memenuhi kebutuhan kalori. Makanan yang dikonsumsi anak pada saat sarapan bisanya hanya roti atau mie goreng sehingga belum memenuhi kebutuhan energi.

Hasil ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh 4 yang menyimpulkan bahwa asupan energi sarapan sebagian besar anak SD N Koroulon 1 Ngemplak Sleman dalam kategori baik sebesar 47,2% dan asupan protein juga kategori baik sebesar 47,2%. Secara teori disebutkan sarapan pagi yang baik adalah yang mencukup kebutuhan energi sekitar 20-25% dari kebutuhan energi per hari, protein 10-15%, dan lemak 20-30% 11. Hal ini dapat diwujudkan dengan melalui pengaturan menu yang seimbang pada saat sarapan. Menu sarapan yang baik diantaranya terdiri dari nasi yang dilengkapi lauk-pauk, sayuran, buah-buahan dan lebih lengkap bila disertai susu 8.

Menurut hasil penelitian ini diketahui bahwa jenis sarapan yang paling banyak dikonsumsi anak adalah nasi, sayur dan lauk-pauk. Kalori dipenuhi dari nasi sebagai sumber karbohidrat, sedangkan protein dapat diperoleh dari lauk-pauk dan sayuran yang dikonsumsi. Pengaturan menu dan pola sarapan yang tepat akan mampu memenuhi kebutuhan kalori dan protein pada anak.

(12)

5. Asupan Energi dan Protein Jajan

Kebutuhan kalori dan protein dapat juga diperoleh melalui makanan yang dikonsumsi pada saat jajan. Hasil analisis diketahui asupan kalori jajan siswa SD N Kledokan dalam kategori kurang sebesar 90,5%, sedangkan asupan protein jajan sebagian besar siswa dalam kategori kurang sebesar 83,3%.

Konsumsi makanan jajan dapat memenuhi asupan kalori dan protein dengan baik apabila jenis jajan yang dikonsumsi adalah makanan yang berkualitas baik yaitu makanan yang bergizi baik. Permasalahan yang ada adalah siswa tingkat SD seringkali belum mempunyai kemampuan untuk melakukan pemilihan jenis makanan jajan yang baik.

Berbagai jenis makanan jajan yang dijual di sekitar sekolah, membuat siswa mempunyai banyak pilihan untuk jajan. 12 menyebutkan makanan jajan banyak sekali dijual dan sangat bervariatif bentuk, keperluan dan harga. Jenis makanan jajan dikelompokkan menjadi empat yaitu makanan utama, cemilan, golongan minuman dan buah-buahan segar.

Kebanyakan anak usia SD mempunyai pola jajan yang kurang baik. Anak SD cenderung memilih makanan yang disukai tanpa mempertimbangkan kandungan gizi dari makanan yang dibeli. Hal ini akan menyebabkan makanan yang dikonsumsi dari jajan tidak mampu memberikan asupan kalori maupun protein yang dibutuhkan oleh anak.

Hasil yang sama juga terlihat dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh 4 yang menyimpulkan bahwa asupan energi jajan sebagian besar anak SD N Koroulon 1 Ngemplak Sleman dalam kategori cukup sebesar 60% dan asupan protein dalam kategori cukup sebesar 58,1%. Hal ini dapat disebabkan karena siswa SD Koroulon 1 Ngemplak Sleman tidak mempunyai kebiasaan sarapan pagi dan dapat disebabkan juga oleh ketidakmampuan anak dalam memilih jenis jajan yang bergizi.

Hal yang sama terlihat dari hasil penelitian ini dimana diketahui jenis makanan yang paling banyak dikonsumsi oleh anak pada saat jajan adalah cemilan dan minuman. Jenis makanan ini sedikit sekali kandungan nutrisinya sehingga asupan kalori dan protein makanan jajan cenderung rendah. Hal ini menunjukkan bahwa makanan jajan yang dikonsumsi tidak memberikan kontribusi dalam penemuhan gizi anak.

6. Hubungan Kebiasaan Sarapan dengan Status Gizi Pada Siswa SD Negeri Kledokan, Depok,

Sleman

Hasil penelitian membuktikan ada hubungan yang signifikan kebiasaan sarapan dengan status gizi pada siswa SD Negeri Kledokan, Depok, Sleman. Hal ini didukung dari hasil analisis Chi Square diperoleh

sebesar 4,972 dengan p value sebesar 0,026 (p<0,05). Hasil ini dapat diartikan bahwa kebiasaan sarapan

yang dilakukan oleh anak mampu membentuk status gizi yang baik.

Kebiasaan sarapan berhubungan dengan status gizi karena melalui asupan makanan yang dikonsumsi pada saat sarapan dapat memenuhi kebutuhan gizi anak. Makanan yang dikonsumsi anak pada saat sarapan merupakan sumber energi utama untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Kebiasaan sarapan yang dilakukan akan mampu memenuhi kebutuhan gizi, sehingga status gizi anak juga menjadi baik. Sesuai

(13)

dengan 10 menyebutkan status gizi ditentukan oleh terpenuhinya semua zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh yang didapat dari makanan.

Hasil penelitian juga didukung dengan tabulasi silang yang menunjukkan sebagian besar sebagian besar siswa yang biasa sarapan, mempunyai status gizi normal sebesar (59,1%), sedangkan siswa yang tidak biasa sarapan pagi sebagian besar mempunyai status gizi yang tidak normal sebesar (75%). Dapat diarikan bahwa anak yang mempunyai kebiasaan sarapan mempunyai status gizi yang baik dibandingkan dengan anak yang tidak mempunyai kebiasaan sarapan.

Kebutuhan gizi pada saat sarapan dapat dipenuhi melalui jenis makanan yang baik. Sarapan dikatakan baik apabila makanan yang dikonsumsi mengandung zat gizi yang dibutuhkan anak. Sesuai dengan 13 menyebutkan hidangan saat sarapan pagi sebaiknya terdiri dari sumber zat tenaga, zat pengatur dan sumber zat pembangun dalam jumlah yang seimbang serta mengandung sepertiga kecukupan gizi dalam sehari.

Sarapan dengan jenis makanan yang berkualitas baik dalam arti kandungan gizinya maka akan mampu membentuk status gizi yang baik. 8 menyebutkan menu sarapan pagi sebaiknya lengkap dan mengandung semua unsur gizi yang dibutuhkan tubuh, karena sangat menentukan stamina tubuh pada siang hari. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui jenis makanan sarapan yang dikonsumsi anak diantaranya adalah nasi, sayur, telur, roti dan susu.

Jenis makanan tersebut dapat dikatakan telah mampu memenuhi kebutuhan karbohidrat, protein, vitamin dan mineral yang sangat penting bagi pertumbuhan anak.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh 4 dengan hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan sarapan pagi anak sekolah dasar dengan status gizi anak di SD Negeri Koroulon (p<0,05).

Kesamaan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya berimplikasi bahwa sarapan pagi mempunyai peran penting terhadap terbentuknya status gizi anak.

7. Hubungan Kebiasaan Jajan dengan Status Gizi Pada Siswa SD Negeri Kledokan, Depok,

Sleman

Hasil penelitian diketahui tidak ada hubungan kebiasaan jajan dengan status gizi pada siswa SD Negri Kledokan, Depok, Sleman. Hal ini diketahui dari analisis Chi Square diperoleh sebesar 0,203

dengan p value sebesar 0,653 (p>0,05). Dapat diartikan bahwa kebiasaan jajan yang dilakukan siswa tidak berpengaruh terhadap status gizi anak.

Kebiasaan jajan merupakan kegiatan membeli makanan jajan meliputi jenis, frekuensi dan jumlah kandungan zat gizi dari makanan jajanan setiap hari. Kebiasaan jajan tidak mempengaruhi status gizi anak karena, pada umumnya jenis makanan jajan yang dibeli anak tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi anak. Anak usia SD belum mempunyai kemampuan untuk memilih jenis makanan yang baik untuk dikonsumsi. Anak cenderung membeli makanan apa yang disukainya tanpa memperhatikan kandungan gizi makanan tersebut.

(14)

Hasil penelitian diketahui jenis makanan jajan yang paling sering dikonsumsi anak adalah makanan ringan, minuman, permen. Sebagian kecil siswa yang membeli jajan makanan berat seperti nasi atau yang lain. Kebiasaan yang kurang baik yaitu jajan sembarangan tidak berdampak pada status gizi anak bahkan dapat membahayakan karena makanan jajan yang dibeli sebagian besar siswa mengandung bahan pengawet maupun pewarna yang berbahaya.

Hasil ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh 4 dengan hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan jajan anak dengan status gizi anak di SD Negeri Koroulon (p>0,05).

Kebiasaan jajan yang dapat membentuk status gizi anak adalah kebiasaan jajan yang baik. Indikatornya adalah jenis makanan jajan yang dibeli adalah makanan yang mengandung zat gizi seperti jus buah, makanan yang mengandung sayuran, dan sebagainya. Kebiasaan jajan yang baik akan berdampak pada terpenuhinya kebutuhan gizi melalui asupan makanan yang dibeli pada saat jajan.

Kebiasaan jajan yang baik dapat dibentuk dengan peran orang tua yaitu orang tua memberikan pendampingan kepada anak untuk memilih jenis jajanan sehat. Selain jenis makanannya yang menjadi pertimbangan selanjutnya adalah tempat membeli jajan tidak boleh di sembarang tempat. Anak harus dibiasakan untuk memilih tempat jajan yang bersih. Kebiasaan ini dapat ditanamkan pada anak sehingga ketika di sekolah anak akan mampu memilih jajanan yang baik.

D. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:

a. Sebanyak (52,4%) atau 22 orang anak SD Negeri Kledokan, Depok, Sleman Yogyakarta biasa sarapan pagi.

b. Sebanyak (57,1%) atau 24 orang anak SD Negeri Kledokan, Depok, Sleman Yogyakarta biasa jajan di sekolah.

c. Sebanyak (42,9%) atau 18 orang anak SD Negeri Kledokan, Depok, Sleman Yogyakarta mempunyai status gizi normal.

d. Asupan energi sarapan pagi anak sebagian besar kategori kurang sebesar 69% dan asupan protein sarapan pagi anak sebagian besar kategori baik sebesar 83,3%.

e. Asupan energi jajan anak sebagian besar kategori kurang sebesar 90,5% dan asupan protein jajan anak sebagian besar kategori kurang sebesar 83,3%.

f. Ada hubungan kebiasaan sarapan pagi dengan status gizi anak SD Negeri Kledokan, Depok, SLeman Yogyakarta (p<0,05).

g. Tidak ada hubungan kebiasaan jajan dengan status gizi anak SD Negeri Kledokan, Depok, SLeman Yogyakarta (p>0,05).

(15)

E. DAFTAR PUSTAKA

1. Judarwanto, Widodo. 2008. Perilaku Makan Anak Sekolah. Diakses dari: http://www.gizi.net.

2. Nuria, Aminatun. 2006. Berbagai Faktor Yang Berhubungan Dengan Kebiasaan Sarapan Siswa Sekolah

Dasar Muhammadiyah 9 Surabaya. Skripsi.Surabaya : Universitas Airlangga. Hal : 3

3. Isdaryanti, Cristien . 2007. Asupan Energi Protein, Status Gizi dan Prestaasi Belajar Anak Sekolah Dasar

Arjowinangun Pacitan. Skirpsi. Program Studi S1 Gizi Kesehatan, FK UGM. Yogyakarta.

4. Palulun, Jeni. Hubungan Kebiasaan Sarapan Pagi dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Di SD Negeri

Koroulon I Ngemplak Sleman Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada,

Yogyakarta

5. Susanto. 2003. Gizi dan Kesehatan. Malang : Bayu Media 6. Moehji. 2003. Ilmu Gizi. Jakarta : Bahtera Karya Aksara 7. Riyadi, 2001. Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat. IPB. Bogor

8. Solihin, P.2005. Ilmu Gizi pada Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

9. Khomsan, A. 2003. Pangan dan Gizi untuk kesehatan. Jakarta : Peenerbit PT. Raja Gartindo Persana 10. Hermana. 2004. Keamanan Pangan dan Gizi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi V (hal. 512-522)

LIPI, Jakarta

11. Emy. 2002. Sarapan Pagi Cukup Gizi. Makasar : Penerbit Buku Fajar

12. Winarno, FG. Peranan Positif Makanan Jajanan. Pusat pegembangan teknologi Pangan, IPB Bogor. 13. Depertemen Kesehatan RI, 2005. 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang, Jakarta

Gambar

Tabel 8.   Distribusi  Frekuensi  Asupan  Protein  Jajan  Pada  Siswa  SD  Negeri  Kledokan,  Depok,  Sleman,  Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Data pengetahuan siswa tentang kebiasaan sarapan diperoleh dengan menggunakan kuisioner tentang kebiasaan sarapan pagi yang berisi 10 pertanyaan mengenai kebersihan individu

Lokasi penelitian dilaksanakan di SD Muhammadiyah 16 Surakarta dengan dasar pertimbangan masih terdapat anak yang berstatus gizi kurang sebesar 15,15 % dengan prestasi

Hubungan Antara kebiasaan Sarapan Pagi dan Asupan Zat Gizi Makro (Energi dan Protein) dengan Status Gizi Anak yang Memperoleh PMT-AS di SD Negeri Plalan 1

Kesimpulan yaitu murid telah memiliki kebiasaan sarapan pagi namun kualitas asupan gizinya masih kurang yang ditandai dengan asupan energi, karbohidrat, protein,

GAMBARAN KONSUMSI SARAPAN PAGI, STATUS GIZI, DAN TINGKAT PRESTASI BELAJAR ANAK SD NEGERI

GAMBARAN STATUS GIZI, ASUPAN ENERGI, PROTEIN, LEMAK SERTA KEBIASAAN SARAPAN PAGI PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI 84 KENDARI Tugas Akhir Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

68 LAMPIRAN 7 MASTER TABEL PENGOLAHAN DATA GAMBARAN STATUS GIZI, ASUPAN ENERGI, PROTEIN, LEMAK SERTA KEBIASAAN SARAPAN PAGI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI 84 KENDARI No Nama JK

HUBUNGAN PENGETAHUAN, KEBIASAAN SARAPAN PAGI DAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI SMPN 5 BANJARMASIN TAHUN 2020 Faricha Hamidatusyifa Widiastuti1, Netty2, Eka