• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Tanah

Deskripsi profil dan hasil analisis tekstur tiap kedalaman horison disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian

A 0 -15 cm Coklat kekuningan (10YR 3/4); lempung berliat; struktur gumpal bersudut, halus, sedang; agak keras (kering), teguh (lembab), agak lekat, agak plastis (basah); akar sedang, halus; batas jelas, tidak teratur. E 15-35 cm Coklat sangat gelap (7,5YR 2,5/2); lempung berliat;

struktur gumpal bersudut, halus, sedang; teguh (lembab), agak lekat, agak plastis (basah); akar sedang,halus; Batas jelas, tidak teratur.

Bt1 35-75 cm Coklat sangat gelap (7,5YR 2,5/2); liat; struktur gumpal bersudut, halus, sedang; teguh (lembab), agak lekat, agak plastis (basah); akar sedikit, halus; batas berangsur, tidak teratur.

Bt2 75-105 cm Coklat sangat gelap (7,5YR 2,5/3); liat; struktur gumpal bersudut, sedang, sedang; teguh (lembab), agak lekat , plastis (basah); batas berangsur, tidak teratur.

Bt3 105-150 cm Coklat sangat gelap (7,5YR 2,5/3); liat; struktur gumpal bersudut, sedang, sedang; teguh (lembab), lekat, plastis (basah); batas berangsur tidak teratur.

(2)

Tabel 2. Hasil Analisis Tekstur di Laboratorium

Kedalaman (cm) % Pasir % Liat % Debu Kelas Tekstur

0 – 15 42,80 28,85 28,35 Lempung berliat

15 - 35 29,75 36,68 33,56 Lempung berliat

35 - 75 25,45 43,69 30,87 Liat

75 - 105 17,75 59,07 23,18 Liat

105 - 150 13,17 62,76 24,07 Liat

Dari deskripsi profil (Tabel 1) dan analisis tekstur (Tabel 2) diperkirakan tanah di lokasi penelitian tergolong ke dalam Ultisol karena tanah tersebut memiliki horison argilik (Bt1-Bt3), ditunjukkan oleh peningkatan liat 1,2 kali (Bt1), 1,6 kali (Bt2), dan 1,7 kali (Bt3) dari horison E.

Gambar 1. Penampang Profil Tanah di Lokasi Penelitian

Peningkatan kadar liat pada horison argilik secara alami dapat menghambat infiltrasi yang dapat memicu terjadinya aliran permukaan. Tingginya kandungan pasir dan debu pada lapisan atas mengakibatkan agregat tanah mudah hancur dan peka terhadap erosi akibat aliran permukaan. Bouyoucos (1935) dalam Arsyad (2010), mengatakan bahwa tanah yang mempunyai nisbah liat tinggi (% liat rendah) umumnya lebih peka terhadap erosi dari pada yang mempunyai nisbah liat rendah (% liat tinggi). Nisbah liat itu sendiri didapat dengan cara membagi persentase pasir dan debu dengan persentase liat.

(3)

5.2. Laju Infiltrasi Pada LRB

Hasil pengamatan laju infiltrasi

pertama sampai minggu keempat belas disajikan pada Tabel 3, serta pola perubahannya masing

analisis ragam laju infiltrasi LRB pada minggu pertama hingga minggu keempat belas dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2 hingga Tabel Lampiran 15

Gambar 2. Grafik Laju Infiltrasi LRB Selama 14 Minggu

Gambar 2 menunjukkan bahwa pola laju infiltrasi perlakuan S0, S1, dan S2 terus menurun dari minggu pertama hingga minggu keempat belas. Penu laju infiltrasi terjadi akibat terisinya lubang oleh tanah hasil erosi. LRB yang diisi sampah organik di awal saja (S1 dan S2), pada pengukuran pertama nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan LRB tanpa diisi sampah (S0), dan pada minggu-minggu berikutnya masih cenderung lebih tinggi (Tabel 3). Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh sampah org

Pemberian sampah organik pada lubang resapan biopori, mengundang fauna tanah seperti cacing tanah, semut dan rayap untuk datang, karena sampah organik merupakan sumber makanan bagi fauna tanah tersebut. Fauna tanah yang

Laju Infiltrasi Pada LRB

Hasil pengamatan laju infiltrasi rata-rata selama 60 menit pada minggu pertama sampai minggu keempat belas disajikan pada Tabel 3, serta pola perubahannya masing-masing digambarkan pada Gambar 2, sedangkan hasil ragam laju infiltrasi LRB pada minggu pertama hingga minggu keempat

at dilihat pada Tabel Lampiran 2 hingga Tabel Lampiran 15

Gambar 2. Grafik Laju Infiltrasi LRB Selama 14 Minggu

Gambar 2 menunjukkan bahwa pola laju infiltrasi perlakuan S0, S1, dan S2 terus menurun dari minggu pertama hingga minggu keempat belas. Penu laju infiltrasi terjadi akibat terisinya lubang oleh tanah hasil erosi. LRB yang diisi sampah organik di awal saja (S1 dan S2), pada pengukuran pertama nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan LRB tanpa diisi sampah (S0), dan pada nggu berikutnya masih cenderung lebih tinggi (Tabel 3). Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh sampah organik yang diisikan ke dalam LRB

Pemberian sampah organik pada lubang resapan biopori, mengundang fauna tanah seperti cacing tanah, semut dan rayap untuk datang, karena sampah organik merupakan sumber makanan bagi fauna tanah tersebut. Fauna tanah yang selama 60 menit pada minggu pertama sampai minggu keempat belas disajikan pada Tabel 3, serta pola , sedangkan hasil ragam laju infiltrasi LRB pada minggu pertama hingga minggu keempat

at dilihat pada Tabel Lampiran 2 hingga Tabel Lampiran 15.

Gambar 2 menunjukkan bahwa pola laju infiltrasi perlakuan S0, S1, dan S2 terus menurun dari minggu pertama hingga minggu keempat belas. Penurunan laju infiltrasi terjadi akibat terisinya lubang oleh tanah hasil erosi. LRB yang diisi sampah organik di awal saja (S1 dan S2), pada pengukuran pertama nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan LRB tanpa diisi sampah (S0), dan pada nggu berikutnya masih cenderung lebih tinggi (Tabel 3). Hal tersebut

anik yang diisikan ke dalam LRB. Pemberian sampah organik pada lubang resapan biopori, mengundang fauna tanah seperti cacing tanah, semut dan rayap untuk datang, karena sampah organik merupakan sumber makanan bagi fauna tanah tersebut. Fauna tanah yang

(4)

ada dalam LRB membentuk lubang kecil yang bercabang dan bersambungan yang dapat dilewati air sehingga laju infiltrasi pada LRB semakin meningkat. Brata dan Nelistya (2009) mengungkapkan bahwa biopori berupa liang (terowongan kecil) dan bercabang-cabang yang sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke dan di dalam tanah, terbentuk oleh adanya pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman serta meningkatnya aktivitas fauna tanah seperti cacing tanah, rayap dan semut yang menggali liang di dalam tanah. Notohadiprawiro (1999) menyebutkan bahwa cacing tanah, rayap, dan semut membuat terowongan dalam tanah sambung menyambung yang dapat melancarkan daya antar air.

Selain itu, laju infiltrasi LRB pada perlakuan S1 cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan S2 (Tabel 3). Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan jenis sampah yang diisikan ke dalam LRB. Sampah dapur lebih disukai organisme tanah karena lebih mudah hancur dibandingkan sampah daun mangga.

Pola laju infiltrasi yang ditampilkan Gambar 2, menunjukkan bahwa perlakuan S3 dan S4 mula-mula meningkat hingga minggu keenam selanjutnya mengalami penurunan. Peningkatan nilai laju infiltrasi LRB, diakibatkan oleh aktifitas fauna tanah yang semakin meningkat karena sumber makanan (sampah organik) terus tersedia, sehingga biopori yang tercipta semakin banyak. Sedangkan penurunan nilai laju infiltrasi LRB setelah minggu keenam, terjadi karena terbentuknya kompos hasil dekomposisi sampah organik yang menyebabkan penurunan ukuran pori. Aktifitas fauna tanah pun menurun, karena sampah organik segar yang tersedia semakin sedikit volumenya. Walaupun tidak besar pengaruhnya, erosi juga mempengaruhi penurunan laju infiltrasi tersebut.

Terjadi penurunan laju infiltrasi pada minggu pertama hingga ketiga untuk perlakuan S4, disebabkan LRB yang terisi tanah erosi sedangkan aktifitas organisme tanah belum meningkat. Selain itu apabila dilihat dari ulangan perlakuan, terdapat perbedaan nilai laju infiltrasi yang cukup tinggi antar ulangan pada perlakuan S4 (Tabel lampiran 1), sehingga nilai laju infiltrasi yang dihasilkan menjadi lebih kecil.

(5)

Tabel 3. Nilai Rata-rata Laju Infiltrasi LRB pada Setiap Perlakuan Selama 14 Minggu

Perlakuan

Laju Infiltrasi (liter/jam) Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 Minggu 7 Minggu 8 Minggu 9 Minggu 10 Minggu 11 Minggu 12 Minggu 13 Minggu 14

S0 142,0a* 105,4a* 83,8a* 69,9a* 76,1a* 67,2a* 56,5a* 34,3A* 38,5A* 25,3Aa* 17,5a* 10,0A* 12,1A* 9,7Aa*

S1 330,7b 298,7a 262,3b 214,3a 221,0ab 218,0ab 184,7a 83,3A 50,7A 49,7Aab 48,7a 10,3A 14,3A 15,3Aa

S2 340,0b 282,0a 243,0ab 181,3a 186,0ab 109,2a 69,7a 42,7A 45,0A 31,7Aa 29,0a 15,7A 10,3A 10,8Aa

S3 293,7b 294,3a 313,7b 439,0b 248,0b 514,7c 366,7b 311,7B 315,3C 199,0Bc 184,3b 62,3B 186,7B 82,2Bb

S4 247,0ab 238,7a 194,7ab 204,7a 292,7b 307,0b 164,0a 166,7AB 131,7B 94,7Ab 84,3ab 62,0B 183,0B 157,0Bc

BNT α 5% 151,5 197,3 161,7 185,4 176,0 178,0 153,1 133,7 40,5 61,5 118,4 27,6 65,5 51,6

BNT α 1% 215,5 280,7 230,0 263,7 250,3 253,2 217,8 190,1 57,7 87,5 168,4 39,2 93,1 73,4

*) Angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% dan angka yang diikuti huruf besar yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan sangat nyata pada taraf 1% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

(6)

Penurunan laju infiltrasi pada minggu kelima untuk perlakuan S3, disebabkan jenis sampah dapur yang diisikan pada minggu tersebut dominan sampah yang berkadar air tinggi seperti mentimun, terung, dan papaya busuk. Hal tersebut mempengaruhi kadar air pada LRB, sehingga LRB menjadi cepat jenuh air. Kondisi tersebut tentunya berpengaruh terhadap aktivitas fauna tanah yang berada dalam LRB. Kadar air yang terlalu tinggi pada bahan organik tidak disukai rayap dan semut. Selain itu kandungan polifenol pada mentimun dan terung mempengaruhi aktifitas cacing tanah. Handayanto dan Hairiah (2007) menyebutkan bahwa cacing tanah akan menunggu agak lama untuk menyerang bahan organik yang mengandung polifenol terlalu tinggi.

Peningkatan kembali laju infiltrasi LRB perlakuan S3 dan S4 pada minggu ketiga belas, terjadi karena dilakukan penusukan terhadap LRB menggunakan bambu sehingga secara tidak sengaja terjadi pembalikan sampah organik yang terdapat pada LRB. Sampah organik segar yang masuk ke bagian bawah LRB merangsang organisme tanah sehingga aktifitasnya kembali meningkat.

Laju infiltrasi pada perlakuan S3 cenderung lebih tinggi dibandingkan S4, bahkan nyata dan sangat nyata lebih tinggi dibandingkan S4. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan jenis sampah yang diisikan ke dalam LRB. Sampah dapur yang memiliki nisbah C/N yang rendah, lebih disukai organisme tanah karena lebih mudah hancur dibandingkan sampah daun mangga.

Perlakuan S3 secara nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan S0 mulai dari minggu pertama, ketiga, hingga kelima dan sangat nyata mulai minggu keenam hingga keempat belas, bahkan nyata terhadap S1 dan S2 dari minggu keempat hingga minggu keempat belas terkecuali pada minggu kelima (Tabel 3). Perlakuan S4 secara nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan S0 mulai dari minggu kelima hingga minggu keempat belas, bahkan nyata terhadap S1 dan S2 dari minggu kesembilan hingga minggu keempat belas terkecuali minggu kesebelas (Tabel 3). Laju infiltrasi pada perlakuan S3 cenderung lebih tinggi dibandingkan S4, bahkan nyata dan sangat nyata lebih tinggi dibandingkan S4.

Dengan pemberian sampah organik secara kontinyu, peningkatan biodiversitas tanah dalam LRB tetap terjaga sehingga pembentukkan biopori terus berlangsung. Selain itu, sampah organik yang selalu memenuhi LRB dapat

(7)

menghindarkan kerusakan lubang dan penyumbatan pori oleh sedimen halus dan pertumbuhan lumut. Brata dan Nelistya (2009) mengungkapkan bahwa permukaan resapan pada LRB tidak akan mengalami kerusakan atau penyumbatan apabila terisi sampah organik. Gambar 3 menampilkan foto kondisi LRB dari setiap perlakuan pada minggu kesepuluh.

a). Perlakuan S0 b). Perlakuan S1

c). Perlakuan S2

d). Perlakuan S3 e). Perlakuan S4 Gambar 3. Foto LRB pada Minggu Kesepuluh

Gambar 3 menunjukkan bahwa perlakuan S0, S1, dan S2 telah terisi oleh material hasil erosi. Sedangkan perlakuan S3 dan S4, terisi oleh sampah organik sehingga LRB dapat terjaga dari kerusakan akibat erosi.

(8)

Dari data laju infiltrasi LRB yang didapatkan, maka dapat dihitung jumlah LRB yang harus dibuat untuk meresapkan air hujan dalam suatu luasan tertentu. Perhitungan dilakukan dengan membagi hasil perkalian intensitas hujan dan luas area dengan laju infiltrasi per lubang. Menurut Arsyad (2010), apabila lamanya hujan 60 menit, maka bisa disebut hujan lebih apabila intensitas hujan rata-rata mencapai 20 mm/jam. Berdasarkan pernyataan tersebut, diambil contoh intensitas hujan rata-rata 40 mm/jam dengan lamanya hujan 60 menit merupakan hujan lebih. Apabila diambil nilai laju infiltrasi dari perlakuan yang menghasilkan rata-rata laju infiltrasi tertinggi selama 14 minggu yaitu pada perlakuan S3, maka didapat nilai laju infiltrasi 272 liter/jam. Dari data tersebut, dapat diketahui jumlah LRB yang harus dibuat pada areal seluas 100 m2 yaitu sebanyak 15 lubang. 5.3. Dekomposisi Sampah Organik pada LRB

Dengan pemberian sampah secara kontinyu, maka didapatkan hasil tambahan berupa kompos. Pada LRB yang diisi sampah dapur secara kontinyu, kompos telah memenuhi ± 70% volume lubang. Sedangkan LRB yang diisi sampah daun mangga secara kontinyu, kompos memenuhi ± 40% volume lubang.

Total bobot sampah yang diisikan ke dalam LRB serta bobot kompos yang dihasilkan selama 14 minggu disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Bobot Basah Sampah dan Kompos yang Dihasilkan Selama 14 Minggu

Perlakuan Bobot Basah Sampah (gram) Bahan yang Diangkat (gram) Bahan Kasar (gram) Bobot Kompos (gram) S0 - - - - S1 2.000 - - - S2 950 - - - S3 14.900 5.200 400 4.800 S4 2.600 2.700 900 1.800

Bahan yang diangkat dari dalam LRB berupa campuran dari bahan kasar dan kompos. Bahan kasar tersebut merupakan sampah organik yang belum terdekomposisi secara sempurna, sedangkan kompos merupakan sampah organik yang telah terdekomposisi sehingga menyerupai tanah. Untuk perlakuan S1 dan

(9)

S2 tidak didapat data kompos karena sudah terkubur oleh tanah dan sulit untuk membedakan antara kompos dengan tanahnya.

Berdasarkan Tabel 4, secara keseluruhan bobot sampah yang diisikan, bahan yang diangkat, serta kompos yang dihasilkan pada perlakuan S3 lebih tinggi dibandingkan dengan S4. Hal tersebut disebabkan sampah dapur yang diisikan pada perlakuan S3 berupa bahan segar seperti kulit buah, potongan sayuran, ampas kelapa, dan lain-lain. Sehingga nisbah C/N sampah dapur lebih kecil bila dibandingkan nisbah C/N daun mangga. Seperti yang diungkapkan oleh Federick dan Michel dalam Aminah, Soedarsono, dan Sastro (2003) bahwa nilai nisbah C/N sisa makanan, sisa buah-buahan, dan dedaunan berturut-turut adalah 15, 35, dan 50. Semakin kecil nisbah C/N suatu bahan maka akan semakin cepat bahan tersebut terdekomposisi. Bobot bahan kasar yang terangkat pada perlakuan S3 lebih rendah dibandingkan perlakuan S4. Semakin sedikit bahan kasar yang tersisa menunjukkan laju dekomposisi yang cepat. Sehingga intensitas pengisian sampah pada LRB untuk perlakuan S3 lebih sering apabila dibandingkan dengan perlakuan S4.

Waktu pengisian sampah pada masing-masing perlakuan ditampilkan pada Tabel Lampiran 17. Sementara itu, apabila dilihat berdasarkan bobot kering sampah yang dimasukkan ke dalam LRB ternyata bobot pada perlakuan S4 lebih tinggi dibandingkan perlakuan S3 (Tabel Lampiran 18). Hal tersebut dikarenakan kadar air sampah dapur yang sangat tinggi dibandingkan sampah daun mangga.

Berdasarkan Tabel 4, pada perlakuan S4 terlihat bobot bahan yang diangkat lebih tinggi nilainya dibanding bobot sampah yang dimasukkan. Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya material tanah yang masuk ke dalam LRB akibat dari erosi, sehingga tanah tersebut menambah bobot bahan yang diangkat. Tanah yang tercampur dengan kompos sulit untuk dipisahkan, karena kompos itu sendiri menyerupai tanah.

(10)

a). LRB sebelum hujan b). LRB sesudah hujan Gambar 4. Kondisi LRB Sebelum (a) dan Sesudah (b) Terjadi Hujan

Gambar 4 menunjukkan kondisi LRB pada perlakuan S4 yang mengalami erosi. Gambar 4b menampilkan kondisi LRB sesudah terjadi hujan yang tertutup oleh tanah. Hal tersebut dapat menerangkan penyebab tingginya bobot bahan yang diangkat dibanding bobot sampah yang dimasukkan ke dalam lubang pada perlakuan S4 berdasarkan Tabel 4.

Tabel 4 menunjukkan bahwa untuk memenuhi LRB selama 14 minggu, dibutuhkan sebanyak 14,9 kg sampah dapur dan 2,6 kg sampah daun. Sebanyak 14,9 kg dan 2,6 kg sampah yang dapat dimanfaatkan tersebut, merupakan kunci untuk mempertahankan laju resapan.

Gambar

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian  Horison  Kedalaman  Uraian
Tabel 2. Hasil Analisis Tekstur di Laboratorium
Gambar 2. Grafik Laju Infiltrasi LRB Selama 14 Minggu
Tabel 3. Nilai Rata-rata Laju Infiltrasi LRB pada Setiap Perlakuan Selama 14 Minggu
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan ukuran unit dan kuku bucket yang besar serta panjang maka operator excavator tidak mungkin menjaga kebersihan loading point dari

Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat

Microbacterium tubercuosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, diperkirakan pertahun terdapat sekitar sembilan juta penderita baru TB, dimana 3 juta (33%)

Bila dilihat secara spasial kenampakan perkembangan lahan terbangun yang terjadi di wilayah peri urban tidak terbatas oleh batasan administrasi, namun didasarkan pada

Dusun III Bangka Kota Simpang Rimba Desa Rajik Desa Rajik Desa Bangka Kota Desa Jelutung Desa Rajik Simpang Rimba Batu Betumpang Batu Betumpang Fajar Indah

 Terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot dengan pembuluh darah dan diliputi

Secara lebih lanjut, sebagaimana telah disinggung pada sub bab sebelumnya, bahwa persepsi batasan usia minimal menikah merupakan persepsi yang dimiliki oleh pelaku maupun non

Tradisi rokat pandhaba juga mengandung konsepsi bahwa masyarakat Madura sangat menerima hal-hal yang metafisis, bahwa kekuatan metafisis yang tidak tampak