• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Evaluasi

Pengertian evaluasi menurut Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer (2006: 223) adalah sebagai berikut:

“Evaluasi adalah penilaian atas suatu sistem yang telah diterapkan sebelumnya, untuk mengetahui apakah dalam pelaksanaannya dapat dikendalikan secara tepat, termasuk pengendalian biaya-biaya dan keuntungan yang direncanakan”.

2.2 Aktiva Tetap

2.2.1 Pengertian Aktiva Tetap

Pengertian aktiva tetap menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004: 16.2) adalah sebagai berikut :

“Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun”.

Menurut Harnanto (2002:314), mendefinisikan aktiva tetap, yakni:

“Aktiva tetap adalah setiap barang yang dimiliki atau dikuasai oleh perusahaan, yang dipakai atau digunakan secara aktif dalam operasi normal dan mempunyai umur atau masa kegunaan yang relatif permanen.”

Soemarso (2005:20), mengemukakan aktiva tetap, yakni:

“Aktiva tetap adalah aktiva berwujud (tangible fixed asset) yang: - Masa manfaatnya lebih dari satu tahun

- Digunakan dalam kegiatan normal perusahaan

- Dimiliki tidak untuk dijual kembali dalam kegiatan normal perusahaan, serta

(2)

Kemudian Mulyadi (2001:591), menyatakan pengertian aktiva tetap : “Aktiva tetap merupakan kekayaan perusahaan yang memiliki wujud, mempunyai manfaat ekonomis lebih dari satu tahun, dan diperoleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan perusahaan, bukan untuk dijual kembali.”

Dari definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli mengenai aktiva tetap atau plant assets atau fixed assets, diketahui bahwa yang dimaksud dengan aktiva tetap adalah semua aktiva yang berwujud (dibedakan dengan aktiva tidak berwujud) yang dimiliki perusahaan, dimana tujuan utama pemilikan itu adalah untuk kegiatan normal perusahaan, tidak untuk dijual kembali dan memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun.

2.2.2 Karakteristik Aktiva Tetap

Menurut Kieso et al (2005: 470) mengemukakan bahwa aktiva tetap memiliki karakteristik utama, yaitu:

“1. They are acquired for use in operations and not for resale. Only assets used in normal business operations should be classified as property, plant, and equipment. An idle building is more appropriately classified separately as in investment. Land held by land developers or subdividers is classified as inventory.

2. They are long-term in nature and usually subject to depreciation. Property, plant, and equipment yield services over a number of years. The investment in these assets is assigned to future periods through periodic depreciation charges. The exeption is land. Land is not depreciated unless a material decrease in value accurs, such as a loss in fertility of agricultural land because of poor crop rotation, drought, or soil erosion.

3. They prossess physical substance. Property, plant, and equipment are characterized by physical excistence or substance and thus are differentiated from intangible assets, such as patents or goodwill. Unlike raw material, however, property, plant, and equipment do not physically become part of a product held for resale”.

Maksud dari kalimat di atas adalah sebagai berikut:

1. Aktiva tetap diperoleh untuk digunakan dalam kegiatan operasi dan tidak dimaksudkan untuk dijual kembali. Aktiva tetap yang digunakan dalam operasi normal perusahaan dapat diklasifikasikan menjadi tanah, bangunan,

(3)

dan peralatan. Bangunan lebih tepat diklasifikasikan secara terpisah dalam investasi. Perolehan tanah melalui pengembangan atau pembagian diklasifikasikan sebagai persediaan.

2. Aktiva tetap merupakan aktiva berwujud jangka panjang dan biasanya merupakan subyek untuk penyusutan. Tanah, bangunan, dan peralatan memberikan jasa lebih dari satu tahun. Investasi dalam aktiva ini memberikan taksiran manfaat untuk masa yang akan datang dan periode nilai penyusutan. Kecuali tanah. Tanah tidak dapat disusutkan kecuali karena penurunan nilai yang sangat material, seperti kehilangan kesuburan tanah pertanian karena tandus, musim kemarau, atau erosi tanah.

3. Pada hakekatnya aktiva tetap terjadi secara fisik. Tanah, bangunan, dan peralatan digolongkan secara fisik atau kimia dan dapat dibedakan dari aktiva tidak berwujud, seperti hak patent atau goodwill. Kecuali bahan baku, walaupun tanah, bangunan, dan peralatan tidak secara alami menjadi bagian dari produk yang tepat untuk dijual kembali.

2.2.3 Pengakuan Aktiva Tetap

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004: 16.3) mengemukakan bahwa :

“Suatu benda berwujud harus diakui sebagai suatu aktiva dan dikelompokkan sebagai aktiva tetap apabila :

a) Besar kemungkinan (probable) bahwa manfaat keekonomian di masa yang akan datang yang berkaitan dengan aktiva tersebut akan mengalir ke dalam perusahaan: dan

b) Biaya perolehan aktiva dapat diukur secara andal”.

2.2.4 Klasifikasi Aktiva Tetap

Menurut William et al (2005: 368) mengemukakan bahwa aktiva tetap yang dipergunakan dalam operasi perusahaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

“1.Tangible Plant Assets

The term tangible denotes physical subtance, as exemplified by land, a building, or a machine.

(4)

This category may be further separated into two distinct classifications: a. Plan property subject to depreciation. Included are plant assets of

limited usefull life such as building and office equipments

b. Land. The only plant assets not subject to depreciation is land, which has an unlimited term of existence and whose usefulness does not decline over time

2. Intangible Assets

The terms Intangible Assets is used to describe that are used in the operation of the business but have no physical characteristics and are non current. Example included patents, copyrights, trademarks, franchises, and goodwill. Current assets such as accounts receivable or prepaid rent are not included in the intangible classification, even though they also are lacking in the physical substance.

3. Natural Resources

A site acquired for the purpose of extracting or removing some valuable resources such as oil,minerals, or timber is classified as a natural resources not as land. This type of plant assets it gradually converted into inventory as the natural resource is extracted from the site”.

Penulis menyimpulkan bahwa aktiva tetap dapat dibagi atas 3 kelompok besar yaitu:

1. Aktiva berwujud yang dapat dibagi menjadi :

a. Aktiva yang disusutkan, seperti gedung, mesin-mesin, dan peralatan kantor

b. Aktiva yang tidak dapat disusutkan, seperti tanah

2. Aktiva tidak berwujud, seperti patent, hak cipta, merk dagang, goodwill dan lain-lain

3. Sumber daya alam, yaitu aktiva tetap yang dideplesiasi, misalnya tanah-tanah pertambangan.

2.2.5 Pengeluaran-pengeluaran Setelah Perolehan

Pengeluaran-pengeluaran selama masa ekonomis suatu asset biasanya tetap dilakukan, meskipun telah diperoleh dan dioperasikan dalam proses pembentukan pendapatan.

Pengeluaran-pengeluaran tersebut biasanya ditujukan untuk : 1. Mempertahankan kesinambungan kerja

(5)

3. Meningkatkan kapasitas dan atau efisiensi

Pengeluaran menurut Kieso at al (2005: 490) tersebut meliputi:

“1. Additions

2. Improvement and Replacement 3. Rearrangement and Reinstallation 4. Repairs”

Yang artinya adalah sebagai berikut: 1. Penambahan

2. Peningkatan dan penggantian

3. Penyusunan kembali dan pemasangan kembali 4. Reparasi

2.2.5.1 Penambahan, Perluasan Fasilitas (Additions)

Merupakan penambahan atau perluasan dari harta yang ada. Setiap penambahan pada harta tetap dikapitalisasikan karena suatu harta baru telah diciptakan. Hal yang lebih diperhatikan adalah untuk setiap perubahan yang berkaitan dengan struktur yang ada akibat penambahan. Penambahan biaya yang terjadi dari penambahan akan dialokasikan atau dibebankan pada biaya penambahan atau pada beban/rugi. Dan kedua pilihan pembebanan ditentukan dari maksud semula. Jika perusahaan telah mengantisipasikan penambahan tersebut akan dilaksanakan, maka sebagai contoh biaya pembongkaran dalam rangka penambahan, merupakan biaya yang layak bagi penambahan. Tetapi jika perusahaan tidak mengantisipasikan, maka hal ini menjadi kerugian dalam periode berjalan atas dasar bahwa perusahaan tidak efisien dalam perencanaannya.

2.2.5.2 Peningkatan dan Penggantian (Improvement and Replacement)

Peningkatan dan penggantian adalah penukaran satu harta untuk yang lain. Perbedaan antara peningkatan dan penggantian adalah bahwa peningkatan adalah penggantian harta yang sekarang digunakan dengan harta lain yang lebih baik, sedang penggantian adalah penggantian harta yang serupa.

(6)

2.2.5.3 Penyusunan Kembali dan Pemasangan Kembali (Rearrangement and

Reinstallation)

Biaya penyusunan kembali dan pemasangan kembali, yang merupakan pengeluaran yang dimaksudkan untuk mendapatkan manfaat bagi periode-periode mendatang, berbeda dengan penambahan, penggantian dan peningkatan. Sebagai contoh, penyusunan dan pemasangan kembali sekelompok mesin untuk mempermudah produksi di masa mendatang. Jika biaya pemasangan semula dan akumulasi penyusutan yang dihitung sampai tanggal sekarang dapat ditentukan atau diestimasikan, biaya penyusunan dan pemasangan kembali ditangani sebagai penggantian. Jika tidak, pada umumnya biaya baru tersebut harus dikapitalisasikan sebagai harta yang disusutkan selama periode-periode mendatang yang diharapkan mengambil manfaatnya. Jika biaya-biaya ini tidak material, pembebanan tidak perlu dipisah dari beban operasi lainnya. Atau jika manfaat masa depannya diragukan, hal tersebut harus segera dimasukkan sebagai beban.

2.2.5.4 Reparasi (Repairs)

Reparasi yang biasa adalah pengeluaran yang dilakukan untuk mempertahankan harta tetap dalam kondisi operasi: hal itu dapat dimasukkan sebagai beban dalam periode pemanfaatannya. Penggantian bagian-bagian kecil, pelumasan dan penyetelan peralatan, pengecatan kembali, dan pembersihan merupakan contoh dari beban-beban pemeliharaan yang terjadi secara teratur dan diperlakukan sebagai beban operasi biasa.

2.3 Perolehan Aktiva Tetap

Dasar penilaian aktiva tetap ini umumnya adalah historical cost yang diukur dari harga cash (tunai) atau cash equivalent (setara kas) dalam mendapatkan aktiva tersebut dan membawanya ke lokasi serta kondisi yang diperlukan sesuai dengan tujuan perolehannya.

(7)

Menurut Warrent et al (2005: 506) dalam bukunya yang dialih bahasakan oleh Aria F. bahwa:

“Harga perolehan aktiva tetap meliputi semua jumlah yang dikeluarkan untuk mendapatkan aktiva tetap dan membuatnya siap digunakan”.

Dalam bukunya Stice et al (2004: 10) yang dialih bahasakan oleh Safrida R dan Ahmad M, memaparkan bahwa:

Jenis aktiva Keterangan Harga perolehan

Tanah

Perbaikan tanah

Gedung

Peralatan

Harta yang digunakan untuk tujuan usaha.

Unsur-unsur seperti pemetaan tanah, pengaspalan, dan pemagaran, yang

meningkatkan kegunaan dari aktiva.

Bangunan yang digunakan untuk menempatkan operasi perusahaan.

Aktiva yang dipergunakan dalam proses produksi atau penyediaan jasa. Contohnya antara lain mobil, truk, mesin, dan furnitur.

Harga beli, komisi, biaya hukum, biaya survei, biaya pembersihan dan peralatan, penambahan jalan dan saluran air.

Biaya perbaikan, termasuk pengeluaran untuk bahan baku, tenaga kerja, dan overhead.

Harga beli, komisi, biaya rekondisi.

Harga beli, pajak, beban angkut, asuransi, pemasangan dan pengeluaran lain yang terjadi dalam menyiapkan aktiva untuk penggunaan yang direncanakan

(misalnya: biaya rekondisi dan uji coba).

Aktiva tetap dapat diperoleh dengan berbagai cara yang masing-masing cara perolehannya akan mempengaruhi harga perolehannya. Cara perolehan aktiva tersebut dapat dilakukan dengan cara :

1. Pembelian secara paket (basket purchase) 2. Pembayaran yang ditangguhkan

(8)

3. Sewa guna usaha

4. Pertukaran aktiva nonmoneter

5. Perolehan dengan penerbitan surat berharga 6. Konstruksi sendiri

7. Perolehan melalui sumbangan atau penemuan

8. Perolehan aktiva dengan biaya restorasi yang signifikan pada saat penghentian pemakaian

9. Akuisisi suatu perusahaan secara keseluruhan

2.3.1 Pembelian Secara Paket

Dalam beberapa pembelian, sejumlah aktiva dapat dibeli dalam suatu pembelian secara paket (basket purchase). Jika sebagian dari harga beli dapat secara jelas diidentifikasikan dengan suatu aktiva secara khusus, maka pembebanan biaya ke aktiva tersebut harus dilakukan dan sisa dari harga beli dialokasikan ke aktiva yang tersisa. Jika tidak ada bagian dari harga beli dapat dihubungkan dengan suatu aktiva tertentu, maka jumlah keseluruhan harus dialokasikan ke berbagai aktiva berbeda yang diperoleh.

Menurut Standar Akuntansi Keuangan dalam PSAK No. 16 (2004: 16.5) untuk aktiva tetap yang diperoleh dengan cara pembelian adalah :

“Biaya perolehan suatu aktiva tetap terdiri dari harga belinya, termasuk bea impor PPN Masukan Tak Boleh Restitusi

(non-refundable), dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara

langsung dalam membawa aktiva tersebut ke kondisi yang membuat aktiva tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan: setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga pembelian”.

Contoh dari biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah : 1. biaya persiapan tempat:

2. biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar-muat (handling costs):

3. biaya pemasangan (installation costs): dan 4. biaya professional seperti arsitek dan insinyur.

(9)

Untuk menggambarkan pengalokasian harga perolehan aktiva gabungan, asumsikan bahwa tanah, bangunan, dan peralatan diperoleh dengan harga $160.000. Alokasi harganya dibuat sebagai berikut:

Dialokasikan untuk

Nilai dari Penilai Profesional

Alokasi Biaya menurut Nilai dari Penilai

Harga Perolehan yang Dialokasikan untuk Tiap Aktiva Tanah $ 56.000 56.000/200.000 x $ 160.000 $ 44.800 Bangunan 120.000 120.000/200.000 x $ 160.000 96.000 Peralatan 24.000 24.000/200.000 x $ 160.000 19.200 $200.000 $160.000

Ayat jurnal untuk mencatat perolehan ini dengan asumsi dilakukan secara tunai, adalah sebagai berikut:

Tanah ……….. 44.800 Bangunan ……….... 96.000 Peralatan ………. 19.200

Kas ………. 160.000

Bila tidak diketahui nilai pasar keseluruhan aktiva yang dibeli, maka harus diadakan taksiran secara wajar dan didisclosure. Apabila setelah itu kemudian diketahui harga masing-masing maka perlu disesuaikan. Standar Akuntansi Keuangan mengemukakan dalam PSAK No. 16 (2004: 16.6) :

“Harga perolehan dari masing-masing aktiva tetap yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aktiva yang bersangkutan”.

2.3.2 Pembayaran yang Ditangguhkan

Perolehan real estet atau property lainnya terkadang berupa pembayaran yang ditangguhkan untuk semua atau sebagian dari harga pembelian. Pembeli menandatangani suatu wesel atau hipotek yang menentukan persyaratan

(10)

penyelesaian kewajiban. Kontrak utang tersebut bisa saja meminta suatu pembayaran pada tanggal tertentu di masa yang akan datang atau suatu rangkaian pembayaran pada jangka waktu tertentu. Bunga yang dikenakan terhadap saldo yang belum lunas dari kontrak tersebut harus diakui sebagai suatu beban.

Perlakuan aktiva yang diperoleh dengan pembayaran yang ditangguhkan penilaiannya disamakan dengan harga tunai dan Standar Akuntansi Keuangan menyatakan dalam PSAK No. 16 (2004: 16.5) tentang aktiva tetap ditangguhkan melampaui jangka waktu kredit normal sebagai berikut :

“Jika pembayaran untuk suatu aktiva tetap ditangguhkan melampaui jangka waktu kredit normal, biayanya adalah yang disamakan dengan harga tunai, perbedaan antara jumlah ini dan pembayaran total diakui sebagai beban bunga selama periode kredit selama tidak dikapitalisasi menurut perlakuan alternatif pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 26 tentang Akuntansi bunga dan periode konstruksi”.

2.3.3 Sewa Guna Usaha

Sewa guna usaha adalah suatu kontrak di mana satu pihak (penyewa-lessee) diberikan hak untuk menggunakan aktiva yang dimiliki oleh pihak lain, yaitu pihak yang menyewakan (lessor) untuk suatu periode waktu tertentu dan untuk suatu biaya periodik tertentu.

Pengertian Sewa Guna Usaha (Leasing) menurut Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Perdagangan, dan Menteri Perindustrian No.31 M/SK/2/1974 yang dikemukakan oleh Standar Akuntansi Keuangan (2004: 30) adalah sebagai berikut:

“Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih

(optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang

modal yang bersangkutan untuk memperpanjang jika waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama”.

Pencatatan cara perolehan ini tergantung dari jenis leasing yang diambil oleh perusahaan, ada 2 cara sewa guna usaha yaitu:

(11)

Aktiva yang diperoleh dengan cara ini dicatat sebagai aktiva tetap dalam kelompok sendiri harus diamortisasikan. Kewajiban sewa guna usahanyapun disajikan terpisah dari kewajiban lainnya. Biasanya cara ini diambil bila aktiva disewa lebih dari 2 (dua) tahun dan pada akhirnya akan dibeli.

2. Sewa guna usaha operasi (Operating Lease)

Bila perusahaan memilih cara ini maka pencatatan angsuran tiap bulan tidak dianggap sebagai aktiva tetap, tetapi langsung merupakan biaya sewa aktiva yang diakui dan dicatat berdasakan metode garis lurus selama masa guna usaha, meskipun pembayarannya dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap periode.

2.3.4 Pertukaran Aktiva Nonmoneter

Untuk aktiva tetap yang diperoleh melalui pertukaran menurut Standar Akuntansi Keuangan dalam PSAK No. 16 (2004: 16.6) adalah :

“Suatu aktiva tetap dapat diperoleh dalam pertukaran atau pertukaran sebagian untuk suatu aktiva tetap yang tidak serupa atau aktiva lain. Biaya dari pos semacam itu diukur pada nilai wajar aktiva yang dilepaskan atau diperoleh, yang mana yang lebih andal, equivalent dengan nilai wajar aktiva yang dilepaskan setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer”.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pertukaran harta non moneter dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

1. Pertukaran aktiva tidak sejenis (dissimillar assets /general case)

Yaitu pertukaran aktiva tetap yang sifat dan fungsinya tidak sama, misalnya pertukaran tanah dengan mesin atau dengan gedung.

Pencatatannya adalah sebagai berikut :

Harta baru XXX

Akumulasi Penyusustan Harta lama XXX

Harta lama XXX

Kas XXX

Laba XXX

(12)

Akumulasi Penyusutan Harta lama XXX

Rugi XXX

Harta lama XXX

Kas XXX

2. Pertukaran Aktiva Tidak Sejenis (simillar asset/special case)

Yaitu pertukaran aktiva tetap yang sifat dan fungsinya sama, misalnya pertukaran mesin lama dengan mesin baru, kendaraan lama dengan kendaraan baru, dan lain-lain.

Pencatatannya adalah sebagai berikut :

Harta baru XXX Akumulasi Penyusutan Harta lama XXX

Harta lama XXX

Laba XXX

2.3.5 Perolehan dengan Penerbitan Efek

Suatu perusahaan dapat memperoleh properti tertentu dengan cara menerbitkan obligasi atau saham. Jika nilai pasar dari efek tersebut dapat ditentukan, maka nilai tersebut akan digunakan sebagai nilai aktiva. Jika tidak ada nilai pasar dari efek tersebut, maka digunakan nilai pasar wajar dari aktiva yang diperoleh.

Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa suatu perusahaan menerbitkan 1.000 lembar saham biasa dengan nilai nominal $ 1 untuk memperoleh sebidang tanah: harga pasar dari saham biasa tersebut adalah $ 45 per lembar. Ayat jurnal yang harus dibuat adalah sebagai berikut:

Tanah ………. 45.000

Saham biasa ………... 1.000 Tambahan Modal Disetor (Agio Saham)… 44.000

Jika suatu efek tidak memiliki nilai pasar, maka penilaian oleh suatu otoritas yang independen atas aktiva yang diperoleh mungkin diperlukan untuk mendapatkan nilai pasar wajar yang objektif.

(13)

Perolehan aktiva dengan cara ini tidak akan menghasilkan laba ataupun rugi, karena selisih akan dimasukkan sebagai agio atau disagio surat berharga tersebut.

2.3.6 Konstruksi Sendiri

Kadang kala bangunan atau peralatan dibangun atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan sendiri. Hal ini mungkin dilakukan untuk menghemat biaya, untuk menggunakan fasilitas yang menganggur atau untuk mendapatkan kualitas bangunan yang lebih baik.

Menurut Standar Akuntansi Keuangan dalam PSAK No. 16 (2004: 16.5) mengemukakan :

“Jika suatu perusahaan membuat aktiva serupa untuk dijual dalam keadaan usaha normal, biaya perolehan aktiva biasanya sama dengan biaya memproduksi aktiva untuk dijual. Karenanya, setiap laba internal dieliminasi dalam menetapkan biaya tersebut. Demikian pula biaya dari jumlah yang abnormal dari bahan baku yang tidak terpakai, tenaga kerja, atau sumber daya lain yang terjadi dalam memproduksi suatu aktiva yang dikonstruksi sendiri tidak dimasukkan dalam biaya perolehan aktiva”.

Seperti halnya aktiva yang dibeli, aktiva ini dicatat pada harga perolehannya, termasuk semua pengeluaran yang terjadi untuk membuat aktiva dan mempersiapkan aktiva tersebut untuk digunakan sesuai dengan rencana.

Terdapat beberapa pertimbangan dalam menentukan biaya dari aktiva yang dibuat sendiri, yaitu:

1. Biaya overhead yang dapat dibebankan ke kontruksi sendiri 2. Penghematan atau kerugian dari aktiva yang dibangun sendiri 3. Perhitungan bunga selama periode konstruksi

2.3.7 Perolehan melalui Sumbangan atau Penemuan

Ketika aktiva diperoleh melalui sumbangan (donation), tidak ada biaya yang dapat digunakan sebagai dasar penghitungannya. Meskipun ada pengeluaran tertentu yang harus dikeluarkan secara insidental untuk mendapatkan hadiah

(14)

tersebut, tetapi pengeluaran tersebut biasanya jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai aktiva tersebut.

Properti yang diperoleh melalui donasi harus diperkirakan nilainya dan dicatat sesuai dengan harga pasar wajarnya. Sumbangan diakui sebagai pendapatan atau keuntungan pada saat diterima. Penyusutan aktiva yang diperoleh melalui sumbangan dicatat seperti biasa, nilai yang diberikan untuk aktiva tersebut menjadi dasar untuk perhitungan penyusutan.

Adakalanya, sumber daya yang berharga ditemukan pada lahan yang telah dimiliki. Penemuan (discovery) ini sangat meningkatkan nilai aktiva. Tetapi, karena harga perolehan tanah tidak dipengaruhi oleh penemuan tersebut, maka praktik yang umum dilakukan adalah mengabaikan nilai ini.

Menurut Standar Akuntansi Akuntansi (2004: 16.5) menyatakan bahwa: “Aktiva tetap yang diperoleh dari sumbangan harus dicatat sebesar harga taksiran atau harga pasar yang layak dengan mengkreditkan akun Modal Donasi”.

Pencatatannya adalah sebagai berikut:

Aktiva Tetap ……… XXX

Modal Donasi ……….. XXX Perkiraan “Modal Donasi” akan ditempatkan sebagai komponen hak pemegang saham di neraca.

2.3.8 Perolehan Aktiva dengan Biaya Restorasi yang Signifikan Pada Saat

Penghentian Pemakaian

Terkadang, tindakan untuk memperoleh aktiva jangka panjang secara legal mengharuskan perusahaan untuk mengeluarkan biaya restorasi di masa depan ketika aktiva tersebut dihentikan pemakaiannya. Contohnya, suatu perusahaan yang melakukan eksplorasi minyak dengan mendirikan kilang minyak guna mendukung operasi pengeborannya, diwajibkan secara hukum untuk membongkar dan memindahkan kilang tersebut ketika pengeboran selesai. Akuntansi mengharuskan agar kewajiban ini diakui, pada perkiraan nilai wajarnya pada saat

(15)

terjadinya, dan agar nilai wajar dari kewajiban ini ditambahkan pada biaya untuk memperoleh aktiva operasi jangka panjang tersebut.

2.3.9 Akuisisi Suatu Perusahaan Secara Keseluruhan

Daripada membeli aktiva tertentu dari perusahaan lain, seperti dalam pembelian secara paket, kadang kala perusahaan membeli perusahaan lain tersebut secara keseluruhan. Hal ini disebut dengan penggabungan usaha. Prosedur-prosedur akuntansi untuk penggabungan usaha sama dengan Prosedur-prosedur yang digunakan dalam suatu penggabungan usaha, jumlah nilai wajar dari aktiva yang dapat diidentifikasi biasanya lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah total yang dibayarkan untuk membeli perusahaan. Kelebihan ini disebut goodwill, dan mencerminkan nilai dari sinergi karena memiliki seluruh aktiva produktif sebagai suatu kesatuan yang berfungsi.

2.4. Metode Penilaian Aktiva Tetap

Aktiva tetap diklasifikasikan sebagai non monetary asset. Aktiva tetap juga unsur yang dicatat dalam laporan keuangan yang menggunakan satuan uang (monetary measuring unit) maka harus dilakukan suatu penilaian atas aktiva tetap. Pengukuran aktiva menurut Hendriksen (2002: 44) yang dialih bahasakan oleh Wibowo adalah sebagai berikut:

“Pengukuran dalam akuntansi adalah proses memberikan jumlah moneter kuantitatif yang berarti pada objek atau peristiwa yang berkaitan dengan suatu badan usaha, dan diperoleh sedemikian rupa sehingga jumlah itu sesuai untuk agregasi (seperti total penilaian aktiva) atau disagregasi seperti yang disyaratkan untuk situasi-situasi tertentu”.

Pengklasifikasian aktiva tetap baik yang dibeli ataupun dilease dan untuk mengevaluasi beberapa dasar pengukuran yang terjadi dari segi struktur akuntansi, interpretasi ekonomis dari penilaian, dan daya prediktif informasi untuk dipergunakan oleh para investor. Jadi pengukuran asset harus dinilai berdasarkan sifat karakteristiknya sebanding dengan kandungan enterpretasinya dan kemampuannya untuk menyesuaikan keadaan struktur pelaporan yang logis.

(16)

Sedangkan Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (2004, 23) menyatakan :

“Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam Neraca dan Laporan Laba/Rugi, proses ini menyangkut dasar pengukuran tertentu”.

Konsep penilaian aktiva yang paling relavan adalah didasarkan pada nilai tukar (exchange of convertion value). Nilai tukar ada 2 jenis yaitu :

1. Nilai tukar masukan (exchange input value) 2. Nilai tukar keluaran (exchange output value)

Nilai tukar masukan adalah nilai yang menggambarkan jumlah pengorbanan yang telah dikeluarkan untuk memperoleh aktiva yang digunakan dalam operasi perusahaan, kedua nilai tukar dapat berupa nilai tukar saat lalu, nilai tukar sekarang maupun yang akan datang (past, present, or future).

Tujuan penilaian aktiva tetap adalah untuk menetapkan jumlah yang akan dibebankan sebagai biaya, biaya aktiva tetap didasarkan pada nilai tukar keluaran akan menyesatkan para pemakai laporan keuangan, maka penilaian aktiva tetap hanya dapat didasarkan pada nilai tukar masukan saja (exchange input value). Yang terdiri atas :

1. Historical cost, nilai tukar yang dipergunakan adalah nilai pasar pada saat perolehan. Historical cost terdiri dari :

a) Historical cost to the firm, adalah seluruh pengeluaran yang diperlukan untuk memperoleh dan mempergunakan asset dalam keadaan yang diinginkan

b) Prudent cost, adalah pengeluaran yang ditetapkan oleh manajemen yang competent untuk memperoleh aktiva

c) Original cost, adalah cost yang pertama kali dikeluarkan oleh perusahaan yang mula-mula menggunakan asset. Sedangkan nilai aktiva yang second hand adalah nilai menurut cost yang digunakan oleh perusahaan yang pertama kali membeli,

(17)

2. Current input value, adalah nilai tukar yang didasarkan nilai pasar apabila aktiva tersebut diperoleh pada saat sekarang. Current asset input value dapat berupa :

a) Current replacement cost adalah jumlah untuk memperoleh aktiva baru yang sama melalui pembelian di pasar yang berlaku. Jika tidak ada aktiva yang sama atau tidak ada pasar yang sama, maka dapat dipergunakan nilai aktiva yang mempunyai kapasitas yang sama atau dengan menerapkan suatu indeks harga terhadap pengeluaran aktiva tersebut.

b) Appraisal Value adalah suatu metode yang memperkirakan current cost atau current value dengan cara yang sistematis, penilaian dengan aprasial value ini dinilai cukup objektif karena yang mengadakan apprasial ini adalah perusahaan lain yang independent.

c) Fair Value, disini cost adalah jumlah yang diperlukan untuk memperoleh laba yang layak untuk investasi.

Penilaian umum yang digunakan dalam praktik-praktik akuntansi adalah berdasaran historial cost,karena memiliki keunggulan antara lain:

1. Verifiable, jadi setiap penilaian yang dilakukan oleh organisasi yang independent akan mendapat hasil yang sama.

2. Consistent dengan perusahaan lain karena merupakan praktik umum dipergunakan.

3. Benar-benar menggambarkan nilai pengorbanan yang dilakukan oleh perusahaan.

Disamping memiliki keunggulan, tentunya penilai berdasarkan historial cost juga memiliki kelemahan. Kelemahan yang utama adalah informasi yang diberikan sering kali out of date sehingga nilai tersebut tidak menjadi informasi yang relevan dalam pengambilan keputusan sekarang karena nilai pasar aktiva tersebut tentunya berubah.

Penilaian berdasarkan current input value memiliki keunggulan antara lain:

1. Memberikan penilaian yang sebenarnya dari suatu aktiva tetap, terutama bila ada perbedaan harga yang mencolok.

(18)

2. Menggambarkan manfaat yang diterima dari aktiva tetap pada saat sekarang. Kelemahan penilaian berdasarkan current input value, hanya berlaku untuk satu interval waktu tertentu, setelah itu nilai akan kembali out of date. Dari kedua alternatif penilaian di atas yang manakah yang akan digunakan oleh perusahaan? Untuk pengambilan keputusan tersebut, kita perlu melihat praktik-praktik akuntansi yang umum sesuai dengan yang ditetapkan Standar Akuntansi Keuangan. Penilaian aktiva tetap yang berlaku di Indonesia adalah berdasarkan historial cost, seperti yang dinyatakan dalam Standar Akuntansi Keuangan (2004: 16.5) adalah sebagai berikut:

“Suatu benda berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aktiva dan dikelompokkan sebagai aktiva tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan”.

Dengan kata lain historical cost diukur dengan uang kas atau cash equivalent dari aset uang diperoleh. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam historical cost :

1. Pada tanggal perolehan, harga perolehan harus mencerminkan nilai pasar yang wajar.

2. Harga perolehan harus aktual, tidak hipotesis dan dapat dibuktikan.

3. Gain atau loss tidak diantisipasikan, tetapi harus diakui pada saat dijual (didisposisi).

2.5 Depresiasi Aktiva Tetap 2.5.1 Pengertian Depresiasi

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004: 17.1) adalah sebagai berikut:

“Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk periode akuntansi dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung”.

(19)

Konsep lain juga dikemukakan oleh Hendrikson (2002:81), yang dialihbahasakan oleh Nugroho Widjajanto, menyatakan:

“Penyusutan akuntansi merupakan pengalokasian biaya awal suatu aktiva (dikurangi nilai sisa jika ada) secara rasional dan sistematis sepanjang masa manfaat yang diharapkan untuk aktiva itu.”

Aktiva yang dapat disusutkan adalah aktiva yang:

1. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi: dan 2. Memiliki suatu masa manfaat yang terbatas: dan

3. Ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa, untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi.

Pembebanan penyusutan merupakan suatu pengakuan terhadap penurunan nilai ekonomis suatu aktiva tetap. Perbedaan pengakuan penyusutan sebagai beban (expense) pada umumnya adalah bahwa penyusutan merupakan beban yang tidak melibatkan pengeluaran kas (non cash expense). Pengorbanan sumber ekonomis atau kas terjadi pada saat perolehan aktiva dan jumlah inilah yang merupakan jumlah nilai yang dialokasikan sebagai beban penyusutan selama umur ekonomis aktiva tetap yang bersangkutan.

2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Menentukan Depresiasi

Aktiva Tetap

Nilai penyusutan atau depresiasi yang dibebankan dalam tahun-tahun yang dimiliki dan disusutkan aktiva tetap akan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Stice, dkk. (2005:105), yang dialihbahasakan oleh Safrida Rumendang Parulian dan Ahmad Maulana , ada empat faktor yang akan menentukan dalam penetapan penyusutan, yaitu sebagai berikut:

“a. Harga perolehan aktiva b. Nilai residual atau nilai sisa c. Masa manfaat

(20)

2.5.2.1 Harga Perolehan Aktiva

Harga perolehan suatu aktiva meliputi semua pengeluaran yang berhubungan dengan perolehan dan persiapan penggunaan aktiva tersebut. Harga perolehan dikurangi dengan nilai sisa, jika ada, adalah harga perolehan yang dapat disusutkan, atau dasar penyusutan, yaitu jumlah harga perolehan aktiva yang akan dibebankan pada periode-periode mendatang.

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004: 16.2) nilai perolehan atau biaya perolehan adalah sebagai berikut:

“Jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aktiva pada saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aktiva tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dipergunakan”.

2.5.2.2 Nilai Sisa atau Nilai Residu

Nilai sisa (residu) suatu aktiva adalah perkiraan harga penjualan aktiva pada saat aktiva tersebut dijual setelah dihentikan pemakaiannya. Nilai sisa tergantung pada kebijaksanaan penghentikan aktiva dalam perusahaan serta keadaan pasar dan faktor-faktor lainnya. Dari sudut pandang teoritis, estimasi nilai sisa dikurangkan dari harga perolehan untuk menentukan biaya yang akan disusutkan.

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004: 16.2) nilai sisa adalah: “Jumlah netto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir masa manfaat suatu aktiva setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan”. Jadi nilai sisa merupakan jumlah yang dapat secara wajar diperkirakan akan direalisir pada saat asset didisposisi (dihentikan pemakaiannya).

2.5.2.3 Masa Manfaat

Faktor fungsional utama yang membatasi masa manfaat aktiva adalah keusangan. Suatu aktiva dapat kehilangan kegunaannya sebagai akibat dari perubahan dalam kebutuhan dunia usaha atau kemajuan teknologi, sehingga tidak dapat lagi menghasilkan pendapatan yang mencukupi untuk dijadikan alasan dari penggunaan aktiva tersebut. Meskipun aktiva tersebut secara fisik masih dapat

(21)

dipergunakan, ketidakmampuannya menghasilkan pendapatan yang memadai telah memperpendek masa manfaatnya.

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004: 16.2) masa manfaat adalah:

“1. Periode suatu aktiva diharapkan digunakan oleh perusahaan: atau

2. Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aktiva oleh perusahaan”

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004: 17.2) mengemukakan bahwa:

“Masa manfaat dari suatu aktiva yang dapat disusutkan untuk suatu perusahaan mungkin lebih pendek daripada usia fisiknya”.

Sebagai tambahan terhadap aus dan kerusakan fisik (physical wear and tear) yang tergantung pada faktor operasional (seperti frekuensi penggunaan aktiva, program perbaikan, dan pemeliharaan), faktor-faktor lain juga perlu dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut termasuk keusangan yang timbul dari perubahan teknologi atau perbaikan dalam produksi, keusangan yang timbul dari perubahan dalam permintaan pasar terhadap output produk atau jasa dari aktiva dan pembatasan hukum seperti tanggal batas penggunaan.

Pada aktiva tetap selain tanah mempunyai masa umur ekonomis yang terbatas, yang dipengaruhi oleh :

1. Faktor fisik, yang meliputi:

a) Pemakaian dan kecacatan (wear and tear), yaitu kemunduran fisik akibat penggunaan.

b) Kemerosotan nilai dan pembusukan (deterioration and decay), yaitu kemunduran fisik akibat umur yang makin tua (faktor internal).

c) Kerusakan atau destruksi (damage or destruction), yaitu kemunduran fisik akibat umur yang lebih disebabkan faktor eksternal.

2. Faktor fungsional atau ekonomis, yang meliputi:

a) Ketidaklayakan (inadequancy), yaitu penurunan masa manfaat karena perkembangan perusahaan yang mengakibatkan asset menjadi tidak memadai (permintaan pasar dan lain-lain).

(22)

b) Supersesion, yaitu penurunan masa manfaat karena perkembangan teknologi sehingga ada asset yang lebih canggih dan efisien dengan harga lebih murah.

c) Keusangan (obsolescence), yaitu penurunan manfaat yang tidak tercakup dalam inadequancy maupun supersesion.

2.5.2.4 Pola Pemakaian

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004: 16.8) pola pemakaian adalah:

“Jumlah dapat di susutkan (depresiable) suatu aktiva tetap harus di alokasikan secara sistematis sepanjang masa manfaatnya. Metode penyusutan harus mencerminkan pola pemanfaatan keekonomian aktiva (the patern in which the asset’s economic benefit are consumed

by the enterprice) oleh perusahaan”.

2.5.3 Faktor-faktor yang Harus Diperhatikan dalam Memilih Metode Penyusutan

Faktor- faktor yang harus diperhatikan dalam memilih metode penyusutan menurut Hendriksen (1996: 98) yang dialih bahasakan oleh Marianus Sinaga adalah sebagai berikut:

“1. Hubungan antara penurunan nilai aktiva dengan penggunaan dan waktu:

a) Nilai aktiva menurun karena fungsi penggunaan dan bukan sebagai fungsi terlewatnya waktu, gunakan metode beban variabel

b) Manfaat mendatang akan menurun sebagai suatu fungsi waktu ketimbang sebagai fungsi penggunaan, gunakan metode garis lurus.

2. Pengaruh Keusangan

Keusangan bukan merupakan faktor yang penting dalam menetapkan usia aktiva, gunakan metode beban variable.

3. Pola biaya reparasi dan pemeliharaan

a) Biaya reparasi dan pemeliharaan relatif proporsional terhadap penggunaan, gunakan metode beban variabel

b) Biaya reparasi dan pemeliharaan relatif bersifat konstan sepanjang usia aktiva, gunakan metode garis lurus

c) Biaya reparasi dan pemeliharaan bersifat konstan atau menurun sepanjang usia aktiva, gunakan metode garis lurus

(23)

d) Biaya reparasi dan pemeliharaan meningkat, gunakan metode beban menurun

4. Kemungkinan perubahan dalam pendapatan perusahaan terhadap penggunaan aktiva

a) Pendapatan bersifat proporsional terhadap penggunaan, gunakan metode beban variabel

b) Pendapatan relatif konstan sepanjang usia aktiva, gunakan metode garis lurus

c) Pendapatan bersifat konstan atau meningkat sepanjang usia aktiva, gunakan metode beban meningkat

d) Pendapatan menurun atau ketidakpastian mengenai pendapatan selama tahun-tahun belakangan, gunakan metode beban menurun

5. Tingkat efisiensi operasi aktiva yang bersangkutan

a) Efisiensi operasi relatif konstan sepanjang usia aktiva, gunakan metode garis lurus

b) Efisiensi operasi bersifat konstan atau meningkat sepanjang usia aktiva, gunakan metode beban meningkat

c) Efisiensi operasi menurun sepanjang usia aktiva, gunakan metode beban menurun”.

2.5.4 Metode Penyusutan

Aktiva tetap berwujud dapat disusutkan dengan beberapa metode. Oleh karena itu pemilihan metode penyusutan yang akan dipakai terhadap suatu aktiva tetap berwujud harus dipertimbangkan sebaik-baiknya Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004: 17.3) mengemukakan bahwa:

“Jumlah yang dapat disusutkan dialokasikan ke setiap periode akuntansi selama masa manfaat aktiva dengan berbagai metode yang sistematis. Metode manapun yang dipilih, konsistensi dalam penggunaannya adalah perlu, tanpa memandang tingkat profitabilitas perusahaan dan pertimbangan perpajakan, agar dapat menyediakan daya banding hasil operasi perusahaan dari periode ke periode”.

Penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat di kelompokkan menurut kriteria berikut:

1. Berdasarkan waktu:

a) Metode garis lurus (straight-line method) b) Metode pembebanan yang menurun

(24)

ƒ Metode saldo menurun/saldo menurun ganda (declining/double-declining balance method)

2. Berdasarkan penggunaannya

a) Metode jam jasa (service- hours method)

b) Metode jumlah unit produksi (produktive- output method) 3. Berdasarkan kriteria lainnya

a) Metode berdasarkan jenis dan kelompok (group and composite method) b) Metode anuitas (annuity method)

c) Sistem persediaan (inventory systems)

Menurut Stice, dkk. (2005:107), yang dialihbahasakan oleh Safrida Rumendang Parulian dan Ahmad Maulana menyatakan bahwa dalam terdapat tiga pengelompokan metode penyusutan, yaitu:

“a. Metode penyusutan berdasarkan faktor waktu: 1) Metode garis lurus

2) Metode yang dipercepat:

- Metode jumlah angka tahun - Metode saldo menurun

b. Metode penyusutan berdasarkan faktor penggunaan 1) Metode jumlah jam jasa

2) Metode jumlah unit produksi

c. Metode penyusutan kelompok dan gabungan.”

2.5.4.1 Berdasarkan Waktu

2.5.4.1.1 Metode Garis Lurus (Straight- Line Method)

Metode ini paling banyak digunakan karena keserhanaannya. Dengan metode ini harga perolehan dialokasikan sejalan berlalunya waktu dan mengakui beban periodik yang sama besar selama usia manfaat harta. Penyusutan dengan metode ini merupakan pendekatan cost (cost approach). Artinya terdapat 3 hal penting dalam metode penyusutan garis lurus yaitu:

1. Beban penyusutan adalah sama setiap tahun 2. Akumulasi penyusutan meningkat secara seragam

3. Nilai tercatat atas nilai buku (carrying value) menurun secara seragam sampai mencapai nilai sisa.

(25)

Metode ini digunakan berdasarkan asumsi sebagai berikut: 1. Tidak terdapat pengaruh keusangan

2. Metode ini menganggap bahwa nilai aktiva tetap mengalami penurunan nilai dengan berlalunya waktu

3. Pola biaya reparasi dan pemeliharaan relatif konstan setiap tahun

4. Tingkat efisiensi operasi relatif konstan setiap tahunnya, misalnya pemakaian bahan bakar, tenaga manusia, bahan bau

5. Pendapatan atau arus kas bersih yang biasa dicapai dengan menggunakan aktiva yang baik tersebut jumlahnya konstan selama umur aktiva.

Contoh perhitungan:

Misalkan sebuah mesin pelebur plastik polyurethane, di awal tahun 2005 dibeli oleh Schuss Boom Ski Manufacturing Inc, dengan harga $100.000. Masa manfaat 5 tahun dan nilai residu $5.000. penyusutan tahunan dihitung sebagai berikut: Depreciation = manfaat) (masa n Residu -Cost = tahun 5 000 . 5 $ 000 . 100 $ − = $19.000 per tahun

2.5.4.1.2 Metode Pembebanan yang Menurun

2.5.4.1.2.1 Metode Jumlah Angka Tahun (Sum- of-tThe- Year- Digit Method) Metode ini mengalokasikan penyusutan berdasarkan jumlah pecahan selama masa manfaat ekonomis yang berbanding secara berbalik yang akan menghasilkan jumlah pembebanan berkala yang makin menurun dari masa ke masa.

Metode ini digunakan berdasarkan asumsi sebagai berikut:

1. Metode ini menerapkan biaya penyusutan yang tertinggi pada tahun-tahun pertama dari pemakaian aktiva dan beban penyusutan untuk tahun-tahun berikutnya semakin menurun (berdasarkan berlalunya waktu)

(26)

3. Efisiensi operasi semakin menurun yang menyebabkan naiknya biaya operasi lainnya, sedangkan turunnya efisiensi berakibat pada pemakaian bahan bakar, bahan baku, dan tenaga kerja yang lebih banyak

4. Beban reparasi dan pemeliharaan meningkat

5. Kontribusi pendapatan yang menurun atau ketidakpastian mengenai pendapatan selama tahun-tahun belakangan.

Pecahan yang digunakan yaitu untuk pembilang (numerator) digunakan angka tahun berbanding terbalik dan penyebut (denominator) merupakan jumlah angka tahun (sum of the year).

Contoh perhitungan:

Dalam contoh Schuss Boom, masa manfaatnya adalah 5 tahun, sehingga pembaginya adalah 15 (1 + 2 + 3 + 4 + 5). Penyusutan tahunan dihitung sebagai berikut:

Tabel 2.1

Metode Penyusutan Jumlah Angka Tahun Akhir Tahun Perhitungan Jumlah Penyusutan Akumulasi Penyusutan Nilai Buku Aktiva $100.000 2005 $ 95.000 x 5/15 $ 31.667 $ 31.667 $ 68.333 2006 $ 95.000 x 4/15 $ 25.333 $ 57.000 $ 43.000 2007 $ 95.000 x 3/15 $ 19.000 $ 76.000 $ 24.000 2008 $ 95.000 x 2/15 $ 12.667 $ 88.667 $ 11.333 2009 $ 95.000 x 1/15 $ 6.333 $ 95.000 $ 5.000 Total $ 95.000

Sumber: Stice et al, Intermediate Accounting (2004: 110)

Ketika suatu aktiva memiliki masa manfaat yang panjang, perhitungan jumlah angka tahun akan menjadi sulit. Rumus berikut ini merupakan jalan pintas dalam perhitungan jumlah angka tahun:

2 ) 1 (n+ n = (1 + 2 + 3 + ...+ n)

(27)

2.5.4.1.2.2 Metode Saldo Menurun

Dalam metode ini, beban penyusutan dihitung dengan cara mengalikan tarif yang tetap dengan nilai buku aktiva. Karena nilai buku aktiva setiap tahun menurun maka beban penyusutan tiap tahunnya juga menurun. Tarif ini dihitung dengan rumus: Tarif = 1 - n NR/HP Dimana: n = umur ekonomis NR = nilai buku HP = harga perolehan Contoh:

Perusahaan membeli mesin dengan harga perolehan Rp. 1.500.000,00 dan diperkirakan memiliki nilai residu Rp. 500.000,00. ditaksir umur ekonomisnya selama lima tahun. Penyusutan mesin dihitung sebagai berikut:

T = 1 - 5 000 . 500 . 1 / 000 . 500 = 19,73% Tabel 2.2

Metode Penyusutan Saldo Menurun Tahun Debet Depresiasi Kredit Akumulasi Depresiasi Total Akumulasi Depresiasi Nilai Buku Mesin 1.500.000 1 19,73% x 1.500.000= 295.950 295.950 295.950 1.204.050 2 19,73% x 1.204.050= 237.559,07 237.559,07 533.509,07 966.490,93 3 19,73% x 966.490,93= 190.688,66 190.688,66 724.197,73 775.802,27 4 19,73% x 775.802,27= 153.065,79 153.065,79 877.263,52 622.736,48 5 19,73% x 622.736,48= 122.865,91 122.865,91 1.000.129,43 499.870,57

(28)

2.5.4.1.2.3 Metode Saldo Menurun Ganda (Declining-Balance Depreciation) Metode penyusutan saldo menurun menyebabkan biaya penyusutan yang terus menurun dengan cara mengalikan suatu tarif persentase yang tetap pada nilai buku yang menurun. Persentase yang paling umum adalah dua kali dari persentase metode garis lurus, yang disebut dengan penyusutan saldo menurun ganda. Nilai sisa tidak dipergunakan pada metode ini, tetapi, secara umum diakui bahwa penyusutan tidak diteruskan ketika nilai buku telah menyamai nilai sisa.

Contoh perhitungan:

Biaya perolehan mesin pelebur plastik adalah $ 100.000 dengan masa manfaat 5 tahun. Penyusutannya dihitung sebagai berikut:

Penyusutan garis menurun = 20% 5

% 100

=

Penyusutan saldo menurun = 20% x 2 = 40% Tabel 2.3

Metode Penyusutan Saldo Menurun Ganda Akhir Tahun Perhitungan Jumlah Penyusutan Akumulasi Penyusutan Nilai Buku Aktiva $ 100.000 2005 $100.000 x 40% $ 40.000 $ 40.000 $ 60.000 2006 $ 60.000 x 40% $ 24.000 $ 64.000 $ 36.000 2007 $ 36.000 x 40% $ 14.400 $ 78.400 $ 21.600 2008 $ 21.600 x 40% $ 8.640 $ 87.040 $ 12.960 2009 $ 7.960 $ 95.000 $ 5.000 Total $ 95.000

Sumber: Stice et al, Intermediate Accounting (2004: 111)

2.5.4.2 Berdasarkan Penggunaan

2.5.4.2.1 Metode Jam Jasa (service-hours method)

Metode penyusutan jam jasa didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa pembelian aktiva menggambarkan jumlah jam jasa yang dibeli. Metode ini memerlukan estimasi umur aktiva dalam satuan jam jasa. Harga perolehan yang dapat disusutkan dibagi dengan total jam jasa menghasilkan tarif penyusutan yang

(29)

dialokasikan pada tiap jam penggunaan aktiva. Penggunaan aktiva selama suatu periode diukur dan jumlah jam jasa dikalikan dengan tarif penyusutan menghasilkan biaya penyusutan periodik. Biaya penyusutan yang terjadi berfluktuasi setiap periode sesuai dengan penggunaan aktiva.

Metode ini digunakan berdasarkan asumsi sebagai berikut:

1. Nilai aktiva tetap menjadi berkurang karena penggunaan aktiva tetap dan bukan karena berlalunya waktu

2. Biaya reparasi dan pemeliharaan bersifat proporsional terhadap penggunaan 3. Tingkat efisiensi operasi bersifat proporsional terhadap penggunaan, misalnya

bahan bakar, atau bahan baku yang berfluktuasi

4. Pendapatan bersifat proporsional terhadap penggunaan aktiva.

Contoh perhitungan:

Dengan menggunakan data aktiva Schuss Boom yang diberikan sebelumnya dan estimasi masa manfaat selama 20.000 jam, maka tarif untuk tiap jam jasanya ditentukan sebagai berikut:

r (per jam) = n Residu -Cost , atau kerja jam 20.000 $5.000 -$100.000 = $4,75 per jam Tabel 2.4

Metode Penyusutan Jam Jasa Akhir Tahun Jam Kerja Penghitungan Penyusutan Jumlah Penyusutan Akumulasi Penyusutan Nilai Buku $100.000 2005 3.000 3.000 x $4,75 $14.250 $ 14.250 $ 85.750 2006 5.000 5.000 x $4,75 $ 23.750 $ 38.000 $ 62.000 2007 5.000 5.000 x $4,75 $ 23.750 $ 61.750 $ 38.250 2008 4.000 4.000 x $4,75 $ 19.000 $ 80.750 $ 19.250 2009 3.000 3.000 x $4,74 $ 14.250 $ 95.000 $ 5.000 Total 20.000 $ 95.000

(30)

2.5.4.2.2 Metode Jumlah Unit Produksi (Productive-Output Method)

Metode penyusutan unit produksi didasarkan pada teori bahwa suatu aktiva diperoleh untuk jasa yang dapat diberikannya dalam bentuk hasil produksi. Metode ini memerlukan estimasi mengenai total unit yang dihasilkan oleh suatu aktiva. Harga perolehan yang dapat disusutkan dibagi dengan total estimasi output menghasilkan biaya yang sama untuk tiap unit produksi. Produksi selama suatu periode dikalikan dengan biaya per unit menghasilkan beban penyusutan. Penyusutan berfluktuasi setiap periodenya sesuai dengan kontribusi yang dibuat oleh suatu aktiva dalam unit yang dihasilkan.

Metode ini digunakan berdasarkan asumsi sebagai berikut:

1. Nilai aktiva tetap menjadi berkurang karena penggunaan aktiva tetap dan bukan karena berlalunya waktu

2. Keusangan bukan merupakan faktor penting dalam menetapkan usia aktiva keausan dan kerusakan fisik dianggap lebih penting daripada keusangan

3. Biaya depresiasi dan pemeliharaan bersifat proporsional terhadap penggunaan 4. Tingkat efisiensi operasi bersifat proporsional terhadap penggunaan, misalnya

bahan bakar atau bahan baku yang berfluktuasi jumlahnya 5. Pendapatan bersifat proporsional terhadap penggunaan aktiva.

Contoh perhitungan:

Dengan menggunakan data aktiva Schuss Boom dan estimasi umur produktif sebanyak 25.000 unit, tarif yang akan digunakan untuk tiap unit yang dihasilkan ditentukan sebagai berikut:

R(per jam) = n Residu -Cost , atau kerja jam 25.000 $5.000 -$100.000 = $3.80 per unit

2.5.4.3 Berdasarkan Kriteria Lainnya

2.5.4.3.1 Metode Berdasarkan Jenis dan Kelompok (Group and Composit

Method)

Group depreciation method adalah suatu prosedur penyusutan aktiva tetap secara perkelompok. Jika terdapat sekelompok aktiva tetap sejenis yang sama, menghitung penyusutan secara individual merupakan hal yang praktis maka sebaiknya kita gunakan metode penyusutan secara berkelompok.

(31)

Dasar perhitungan adalah dengan garis lurus, namun dengan metode ini hanya terdapat suatu perkiraan akumulasi penyusutan, karena perkiraan akumulasi penyusutan milik semua aktiva maka tidak dihubungkan kepada aktiva secara individu, dengan demikian nilai buku tidak dapat dihitung untuk aktiva tetap tertentu.

Composite depreciation method adalah suatu metode penyusutan yang diperhitungkan sama dengan metode penyusutan kelompok tertentu,aktiva yang disusutkan terdiri dari aktiva yang tidak sejenis, kemudian umur ekonomisnya juga berbeda.

Tarif penyusutan setiap periode dapat dihitung dengan cara membagi jumlah penyusutan periodik seluruh aktiva tetap yang dinyatakan dalam presentase, sedangkan umur aktiva gabungan dihitung dengan cara membagi jumlah total harga perolehan aktiva tetap dikurangi nilai sisa masing-masing aktiva tetap. Jumlah total penyusutan periodik total seluruh aktiva dinyatakan dalam tahun.

Tabel 2.5

Metode Penyusutan Jenis dan Kelompok Aktiv

a

Harga Perolehan

Nilai Sisa Biaya yang dapat disusutkan Estimasi Masa Manfaat Beban Penyusut an Tahunan A $ 2.000 $ 120 $ 1.880 4 $ 470 B $ 6.000 $ 300 $ 5.700 6 $ 950 C $ 12.000 $ 1.200 $ 10.800 10 $ 1.080 Total $ 20.000 $ 1.620 $ 18.380 $ 2.500 Tarif penyusutan kelompok yang akan digunakan pada harga perolehan: $2.500/$20.000 = 12,5% per tahun.

Umur rata-rata aktiva: $18.380/$2.500 = 7,352 tahun

Sumber: Stice et al, Intermediate Accounting (2004, 116)

2.5.5 Pencatatan Penyusutan Aktiva Tetap

Nilai penyusutan aktiva tetap akan tercermin dalam income statement atau balance sheet. Nilai penyusutan untuk setiap periode akuntansi tertentu akan

(32)

tergambar dalam pembebanannya pada biaya penyusutan periode tersebut. Biaya penyusutan akan digolongkan sebagai biaya operasi, jika aktiva tetap yang disusutkan adalah bersifat non produktif (aktiva yang tidak turut dalam kegiatan produksi, seperti meja kantor, dan lain-lain).

Sedangkan jika aktiva tetap merupakan productive asset, maka biaya penyusutannya harus digolongkan dalam work in process sebagai salah satu faktor biaya overhead tetap untuk kemudian diikutsertakan dalam perhitungan cost of goods manufactured.

Nilai penyusutan untuk satu jenis aktiva tetap selama aktiva tersebut dimiliki dan dioperasikan oleh perusahaan akan dapat terlihat dalam perkiraan akumulasi penyusutan yang merupakan akumulasi seluruh nilai penyusutan dan periode-periode yang telah dilalui aktiva tersebut sampai tanggal neraca.

Hal ini yang harus diperhatikan dalam penyajian nilai penyusutan ini adalah dasar penilaian metode penyusutan harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Oleh karena itu, dalam laporan keuangan harus selalu dicantumkan hal-hal mengenai dasar perhitungan nilai penyusutan dan metode yang digunakan, sehingga dapat memudahkan para pemakai laporan keuangan dalam memastikan kewajaran penyajian laporan keuangan, khususnya mengenai penyusuutan.

2.6 Harga Pokok Produksi

2.6.1 Pengertian Harga Pokok Produksi

Terdapat beberapa istilah harga pokok produksi yang dikemukakan oleh para ahli. Dari beberapa istilah tersebut ada yang menyebutnya dengan nama cost of production (biaya produksi) dan ada pula yang menyebutnya cost of manufaktur.

Menurut Mulyadi (2005:14), menyatakan bahwa pengertian biaya produksi sebagai berikut:

“Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap pakai untuk dijual.”

(33)

Menurut Allan Jayaatmaja (2003:3), dinyatakan bahwa pengertian biaya produksi adalah:

“Biaya produksi adalah biaya yang berhubungan dengan pembuatan suatu produk.”

Sedangkan menurut Carter & Usry (2002:2-10), menyatakan bahwa cost of manufactur sebagai berikut:

“manufacturing cost is usually defined as the sum of three cost

elements: direct materials, direc labour, and factory overhead.”

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi merupakan seluruh biaya yang dikorbankan oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu produk. Dalam perusahaan dagang, biaya produksi atau harga pokok produksi ini meliputi biaya pembelian barang dan biaya pengiriman barang. Sedangkan dalam perusahaan manufaktur (pabrikasi) biaya produksi meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Untuk perusahaan yang produksinya bersifat pesanan, maka barang yang diproduksi adalah sama dengan barang yang terjual atau harga pokok produksi sama dengan harga pokok penjualan.

2.6.2 Ruang Lingkup Harga Pokok Produksi

Ruang lingkup harga pokok produksi adalah seluruh cakupan biaya yang terkandung di dalam proses produksi, yakni biaya produksi. Adapun ruang lingkup harga pokok produksi tersebut terdiri dari:

2.6.2.1 Biaya bahan baku

Menurut Allan Jayaatmaja (2003:7), biaya bahan baku adalah:

“Biaya bahan baku yang dipergunakan dalam proses produksi pada periode yang bersangkutan.”

Sunarto (2003:5) mengemukakan bahwa biaya bahan baku sebagai berikut:

(34)

“Biaya bahan baku merupakan harga pokok bahan yang dipakai dalam produksi untuk membuat barang.”

Dari pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa biaya bahan baku merupakan bahan yang secara menyeluruh membentuk produk selesai atau semua bahan yang akan diolah menjadi bagian langsung dari produk jadi dan pemakaiannya dapat diidentifikasikan atau ditelusuri jejaknya, atau merupakan bagian integral pada suatu produk tertentu.

2.6.2.2 Biaya Tenaga Kerja Langsung

Biaya tenaga kerja langsung merupakan gaji atau upah dari tenaga kerja yang semua pengorbanan jasanya dapat diperhitungkan langsung kedalam pembuatan suatu produk tertentu yang dihasilkan atau upah gaji karyawan yang dikerahkan untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi. Hal ini dikuatkan dengan pendapat para ahli berikut:

Menurut Sunarto (2003:30) yang mengemukakan pengertian biaya tenaga kerja langsung merupakan:

“Biaya tenaga kerja langsung adalah kompensasi yang dibayarkan kepada tenaga kerja langsung yang tenaga kerja yang secara langsung bekerja dalam pengolahan barang.”

Allan Jayaatmaja (2003:15), biaya tenaga kerja langsung adalah sebagai berikut:

“Biaya tenaga kerja langsung adalah balas jasa yang diberikan kepada karyawan pabrik yang manfaat dapat diidentifikasikan atau diikuti jejaknya pada produk tertentu yang dihasilkan perusahaan.”

Sedangkan menurut Mulyadi (2005:321), menyatakan bahwa biaya tenaga kerja langsung merupakan:

“Biaya tenaga kerja langsung adalah gaji atau upah dari semua karyawan yang secara langsung ikut serta memproduksi produk jadi, yang jasanya dapat disusutkan langsung pada produk.”

(35)

2.6.2.2 Biaya Overhead Pabrik

Menurut Allan Jayaatmaja (2003:7), menyatakan biaya overhead pabrik sebagai berikut:

“Biaya overhead pabrik adalah semua jenis biaya kecuali biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, yang diperlukan dalam kegiatan produksi.”

Maka dapat dikatakan bahwa biaya overhead pabrik merupakan semua biaya selain biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung yang diperlukan sehubungan dengan aktiva produksi, akan tetapi dapat diidentifikasi atau ditelusuri dan dibebankan langsung terhadap produk jadi.

2.6.3 Taksiran Harga Pokok Produksi

Sesuai dengan konsep harga pokok produksi, maka taksiran harga yang ditetapkan akan mengandung biaya yang membentuk barang dalam proses produksi tersebut. Dalam hal ini yang merupakan biaya yang terkandung dalam proses produksi adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Dengan kata lain, sebelum menaksir besarnya harga pokok produksi terlebih dahulu harus dihitung mengenai biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik yang terlibat dalam proses produksi.

2.6.3.1 Biaya Bahan Baku

Bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur biasanya dapat diperoleh dari pembelian lokal, impor, atau dari pengolahan sendiri. Di dalam memperoleh bahan baku perusahaan tidak hanya mengeluarkan biaya sejumlah harga beli bahan baku saja, tetapi juga mengeluarkan biaya-biaya pembelian, pergudangan, dan biaya-biaya perolehan lainnya.

Menurut prinsip akuntansi yang lazim semua biaya yang terjadi untuk memperolah bahan baku dan untuk mendapatkannya dalam keadaan siap pakai untuk diolah, merupakan unsur harga pokok bahan yang dibeli. Oleh karena itu, harga pokok bahan baku tidak hanya berupa harga yang tercantum dalam faktur

(36)

pembelian saja. Haga pokok bahan baku terdiri dari harga beli ditambah biaya-biaya pembelian, dan biaya-biaya-biaya-biaya lain (biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan bahan baku tersebut dalam keadaan siap untuk diolah) atau biaya akuisisi.

Namun pada kenyataannya harga beli dan biaya pembelian, seperti biaya transportasi sajalah yang diperhitungkan sebagai harga pokok bahan baku. Hal ini dikarenakan biaya tersebut mudah untuk diperhitungkan sebagai harga pokok bahan baku. Biaya akuisisi atau biaya lainnya seperti biaya melakukan fungsi pembelian, penerimaan, pembongkaran, pemeriksaan, asuransi, penyimpanan, dan akuntansi merupakan biaya yang sulit diperhitungkan. Hal ini dikarenakan menyesuaikan setiap faktur dengan semua biaya akuisisi yang terlibat, memerlukan usaha yang biayanya lebih besar daripada manfaat yang diperoleh dengan semakin akuratnya biaya.

Dari alasan tersebut di atas, maka perhitungan harga pokok bahan baku akan terdiri dari perhitungan harga beli dan biaya transportasi saja, sedangkan biaya akuisisi akan diperhitungkan dan menjadi unsur dalam biaya overhead pabrik.

2.6.3.2 Biaya Tenaga Kerja Langsung

Biaya tenaga kerja merupakan jumlah seluruh pembayaran kepada tenaga kerja produksi, antara lain meliputi upah regular, upah lembur, upah insentif atau bonus, dan tunjangan-tunjangan. Menurut Mulyadi (2005:321), biaya tenaga kerja terdiri dari tiga golongan besar, yakni:

“a. gaji dan upah regular, b. premi lembur, dan

c. biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja (labor related

cost).”

Gaji dan Upah Reguler

Terdapat berbagai macam cara perhitungan upah karyawan dalam perusahaan. Salah satu cara perhitungannya adalah dengan mengalikan tariff upah dengan jam kerja karyawan. Dengan demikian untuk menentukan upah seorang karyawan perlu dikumpulkan data jumlah jam kerjanya selama periode waktu tertentu.

(37)

Menurut Allan Jayaatmaja (2003:17), menyatakan tentang upah regular sebagai berikut:

“Upah regular yang biasa diterima tenaga kerja dihitung berdasarkan waktu kerja atau unit produksi dikalikan dengan tarif upah yang ditentukan.”

Pencatatan jumlah jam kerja karyawan merupakan kegiatan mengumpulkan waktu kerja yang dilakukan oleh karyawan. Kegiatan ini dapat dilakukan secara manual atau dengan menggunakan mesin pencatat. Kegiatan waktu kerja ini dibagi atas dua kegiatan, yaitu mencatat kehadiran dan mencatat waktu kerja.

Premi Lembur

Premi lembur diberikan kepada tenaga kerja yang bekerja diluar jam kerja yang telah ditetapkan. Menurut Allan Jayaatmaja (2003:17), perlakuan atas premi lembur dapat terjadi dengan kondisi sebagai berikut:

“1. Karena kesulitan pengerjaan pesanan, maka ditambahkan keharga pesanan

2. Karena normal terjadi, maka menambah biaya overhead pabrik sesungguhnya

3. Karena abnormal terjadi, maka dilaporkan kedalam laporan laba/rugi.”

Biaya-biaya yang Berhubungan dengan Tenaga Kerja (labor related cost) Setup time

Seringkali terjadi dalam sebuah pabrik memerlukan waktu dan sejumlah biaya untuk memulai produksi. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memulai produksi disebut biaya pemula (set up costs). Biaya pemula ini meliputi pengeluaran-pengeluaran untuk pembuatan rancang bangun, penyusunan mesin, dan peralatan, latihan bagi karyawan, dan kerugian-kerugian yang timbul akibat belum adanya pengalaman. Perlakuan terhadap biaya pemula ini jika dimasukkan dalam biaya tenaga kerja langsung adalah pada kondisi, biaya tersebut dapat diidentifikasikan pada pesanan tertentu.

(38)

2.6.3.3 Biaya Overhead Pabrik

Overhead pabrik pada umumnya didefinisikan sebagai bahan baku tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung, dan semua biaya pabrik lainnya yang tidak dapat secara nyaman diidentifikasikan dengan atau dibebankan langsung ke pesanan, produk, atau objek lainnya yang spesifik.

Taksiran biaya overhead merupakan biaya yang dianggarkan sesuai dengan karakter biaya pada kapasitas yang ditaksir pada suatu periode. Menurut Mulyadi (2005:194), karakter biaya overhead pabrik digolongkan sebagai berikut:

“a. Biaya bahan penolong

b. Biaya tenaga kerja tidak langsung c. Biaya penyusutan aktiva tetap pabrik d. Biaya reparasi dan pemeliharaan e. Biaya asuransi pabrik

f. Biaya overhead pabrik lainnya.”

2.6.4 Perhitungan Harga Pokok Produksi

Sebelum menghitung harga pokok produksi, harus dihitung atau diketahui terlebih dahulu biaya produksi yang terjadi dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Adapun cara perhitungan harga pokok produksi pada perusahaan manufaktur adalah sebagai berikut:

Biaya produksi xxx Nilai barang dalam proses awal xxx Nilai barang dalam proses xxx Nilai barang dalam proses akhir (xxx) Harga pokok produksi xxx

Sedangkan untuk lebih jelaskan akan penulis sajikan perhitungan secara individu atas perolehan biaya produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik sebagai berikut:

(39)

Biaya bahan baku

Persediaan awal bahan xxx Pembelian bersih (termasuk biaya transportasi, dan retur

jika ada) xxx

Jumlah bahan baku yang tersedia xxx

Persediaan akhir (xxx)

Biaya bahan baku xxx

Biaya tenaga kerja langsung

Gaji xxx Upah xxx Jamsostek xxx Tunjangan-tunjangan xxx

Total biaya tenaga kerja langsung xxx

Biaya overhead pabrik

Bahan tidak langsung xxx Upah tidak langsung xxx

Listrik xxx

Biaya air xxx

Sewa gedung pabrik xxx Penyusutan bangunan, peralatan,mesin,

perlengkapan pabrik xxx Biaya pemeliharaan xxx

Biaya reparasi xxx

Pajak bumi dan bangunan Asuransi

Total biaya overhead pabrik

xxx xxx xxx

(40)

2.6.5 Manfaat Harga Pokok Produksi

Adapun manfaat dari harga pokok produksi adalah sebagai berikut: 1. Menentukan harga jual produk

Perusahaan yang berproduksi massa memproses produknya untuk memenuhi persediaan digudang. Dengan demikian biaya produksi dihitung untuk jangka waktu tertentu untuk menghasilkan informasi biaya produksi per satuan produk. Dalam penetapan harga jual produk, biaya produksi per unit merupakan salah satu informasi yang dipertimbangkan disamping informasi biaya lain serta informasi non biaya.

2. Menentukan realisasi biaya produksi

Jika rencana produksi untuk jangka waktu tertentu telah diputuskan untuk dilaksanakan, maka manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan dalam pelaksanaan rencana produksi tersebut. 3. Menghitung laba atau rugi periodik

Untuk mengetahui apakah kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan dalam periode tertentu mampu untuk menghasilkan laba atau rugi bruto, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk memproduksi produk dalam periode tertentu. Informasi laba atau rugi bruto tersebut diperlukan untuk mengetahui konstribusi produk dalam menutup biaya non produksi dan menghasilkan laba atau rugi.

4. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca.

Pada saat manajemen dituntut untuk membuat pertanggungjawaban keuangan periodik, manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi. Di dalam neraca, manajemen harus menyajikan harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok produk yang pada tanggal neraca masih dalam proses. Untuk tujuan tersebut manajemen perlu menyelenggarakan catatan biaya produksi tiap periode.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang dicapai dalam penelitian ini dengan menggunakan analisis framing Zhondang Pan dan Gerald M.Kosicki, mengenai pemberitaan kasus korupsi simulator sim yang melibatkan

1 Tingkat internasional, tiap program 0.750 x Setiap Program LPPM / Dekan Surat keterangan Ketua , bukti kinerja. 2 Tingkat nasional, tiap program 0.500 x Setiap

Selain itu, Kemendag juga meraih nilai Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) predikat BB dengan nilai 73,30 dan penghargaan Opini BPK dengan

Data Sekunder, yaitu data pelengkap yang diperoleh dari pihak kedua guna melengkapi penelitian ini meliputi: Peraturan-peraturan mengenai pelaksanaan otonomi desa

Berdasarkan hipotesis, terdapat hubungan antara kelas sosial ekonomi dan jenis kelamin dengan sikap terhadap adaptasi perangkat teknologi sehingga dilakukan uji beda

3. Students are asked to listen to the teacher's reading the text. Studerrts are asked to read the text aloud paragraph by paragraph. Students are asked to answer

Kota Bandung merupakan potensi dari pajak hotel yang belum tergali secara Pajak Hotel Selisih (gap) Kontribusi Efektivitas Realisasi Pajak Daerah Realisasi

Di Propinsi Nusa Tenggara Timur dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 hanya 3 Kabupaten yang mengalami kejadian antraks yaitu Kabupaten Sikka, Ende dan Kabupaten