PANDUAN
PANDUAN
SEDASI
SEDASI
RS. BAPTIS BATU TAHUN 2014
RS. BAPTIS BATU TAHUN 2014
RS BAPTIS BATU
RS BAPTIS BATU
JL RAYA TLEKUNG NO 1
JL RAYA TLEKUNG NO 1
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul Judul ... ... ii Daftar
Daftar Isi Isi ... ... iiii Lembar
Lembar Pengesahan Pengesahan ... ... iiiiii BAB
BAB I. I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN ... ... 11 1.
1. LATAR LATAR BELAKANG BELAKANG ... ... 11 2.
2. TUJUAN TUJUAN ... ... 11 3.
3. PENGERTIAN PENGERTIAN ... ... 33 Bab
Bab II. II. TATA TATA LAKSANA LAKSANA ... ... 44 1.
1. KUALIFIKASI KUALIFIKASI DAN DAN KETRAMPILAN KETRAMPILAN KHUSUS KHUSUS ... ... 44 2.
2. KONTRAINDIKASI KONTRAINDIKASI ... ... 55 3.
3. PENGGUNAAN PENGGUNAAN OBAT OBAT ... ... 55 3.1.
3.1. OBAT OBAT ORAL ORAL ... ... 66 4.
4. PEMULIHAN PEMULIHAN DAN DAN REVERSAL REVERSAL ... ... 66 5.
5. PEMBAGIAN PEDIATRI PEMBAGIAN PEDIATRI BERDASARKAN PERKEMBANGANBERDASARKAN PERKEMBANGAN BIOLOGIS
BIOLOGIS ... ... 88 6.
6. FREKUENSI FREKUENSI DAN DAN MONITORING MONITORING ... ... 99 7.
7. KUNJUNGAN KUNJUNGAN PRA PRA ANESTESI ANESTESI / / PRA PRA SEDASI SEDASI ... ... 1010 7.1.ANAMNESIS
7.1.ANAMNESIS ... ... 1010 8.
8. PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN FISIK FISIK ... ... 1111 9.
9. PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN LABORATOLABORATORIUM RIUM DAN DAN UJI UJI LAIN LAIN ... ... 1313 10.
10. PERENCANAAN PERENCANAAN ANESTESI ANESTESI ... ... 1515 11.
11. MENENTUKAN MENENTUKAN PROGNONOSIS PROGNONOSIS ... ... 1616 12.
12. PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN TINGKAT TINGKAT KESADARAN KESADARAN ... ... 1616 13.
13. INFORMED INFORMED CONSENT CONSENT ... ... 1818 14.
14. PERALATAN PERALATAN ... ... 1818 14.1.
14.1. ALAT-ALAT ALAT-ALAT ANESTHESIA ANESTHESIA ... ... 1818 14.2.
14.2. MESIN MESIN ANESTESI ANESTESI ... ... 1818 14.3.
14.3. MONITOR MONITOR ... ... 1818 14.4.
14.4. VENTILATOR VENTILATOR ANESTESI ANESTESI ... ... 1818 14.5.
14.5. SISTEM SISTEM SIRKULASI SIRKULASI ... ... 1919 BAB
BAB III. III. DOKUMENTASI DOKUMENTASI ... ... 2020 BAB
LEMBAR PENGESAHAN
PENGESAHAN DOKUMEN RS. BAPTIS BATU
NAMA KETERANGAN TANDA TANGAN TANGGAL
Dwi Wicaksana,A.Md.Kep Pembuat Dokumen
Dr. Imanuel Eka Tantaputra Authorized Person
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG.
Jumlah prosedur non invasif dan invasif minimal di lakukan di luar ruang operasi telah berkembang pesat selama beberapa dekade.Sedasi, analgesia atau keduanya mungkin
diperlukan untuk banyak prosedur intervensi dan diagnostik. Perawatan individual penting ketika menentukan apakah pasien membutuhkan sedasi analgesia prosedural (PSA). Pasien mungkin perlu obat anti kecemasan, obat nyeri, imobilisasi.Manajemen sedasi dapat berkisar dari sedasi minimal, sejauh anestesi minimal.
Berbagai prosedur yang memerlukan sedasi prosedural dilayani lebih baik dengan mempertimbangkan tujuan sedasi prosedural dan menentukan apakah pasien tertentu memerlukan intervensi farmakologis untuk memenuhi tujuan selama prosedur.
2. TUJUAN
2.1. Tujuan Umum :
Sebagai acuan untuk pemberian sedasi untuk pasien yang akan menjalani prosedur di IGD, radiologi, kedokteran gigi.
2.2. Tujuan Khusus :
Ada beberapa tujuan daripada sedasi :
- Keselamatan pasien
- Meminimalkan rasa sakit dan kecemasan terkait dengan prosedur - Meminimalkan gerakan pasien selama prosedur
- Memaksimalkan kemungkinan keberhasilan dari prosedur dan pasien kembali
sadar secepat mungkin
Indikasi untuk sedasi prosedural dapat bervariasi dari pasien ke pasien berdasarkan tingkat kecemasan dan rasa sakit yang terkait dengan prosedur.Perawatan individual penting ketika menentukan apakah pasien membutuhkan sedasi prosedural.Pasien mungkin perlu obat anti kecemasan, obat nyeri, imobilisasi.
Tingkatan sedasi dari ringan sampai dalam :
(1) Sedasi Minimal (anxiolysis). Dalam keadaan ini pasien dapat merespon perintah verbal dan mungkin memiliki beberapa gangguan kognitif, tetapi
(2) Sedasi Moderat. Ada depresi kesadaran, tetapi pasien dalam keadaan in dapat merespons dengan tepat perintah verbal, baik sendiri atau bersama dengan stimulasi taktil cahaya. Pasien mampu mempertahankan jalan nafas secara independen, ventilasi yang cukup dan fungsi jantung biasanya terpengaruh oleh obat yang diberikan.
(3) Sedasi Dalam. Pasien pada kondisi ini tidak mudah terbangun, tetapi merespon dengan sengaja (tidak hanya menarik) setelah stimulasi berulang atau menyakitkan. Pasien mungkin memerlukan bantuan menjaga jalan nafas dan ventilasi yang cukup, tetapi status kardiovaskuler normal dipertahankan selama ventilasi. TINGKATAN SEDASI RINGAN/MINIMAL (ANXIOLYSIS ) SEDASI SEDANG SEDASI BERAT/DALAM ANESTESI UMUM RESPONS Respons normal terhadap stimulus verbal Merespons terhadap stimulus sentuhan Merespons setelah diberikan stimulus berulang/stimulus nyeri Tidak sadar, meskipun dengan stimulus nyeri
JALAN NAPAS Tidak terpengaruh Tidak perlu intervensi Mungkin perlu intervensi Sering memerlukan intervensi VENTILASI
SPONTAN Tidak terpengaruh Adekuat
Dapat tidak adekuat
Sering tidak adekuat
FUNGSI
KARDIOVASKULER Tidak terpengaruh
Biasanya dapat dipertahankan dengan baik Biasanya dapat dipertahankan dengan baik Dapat terganggu
3. PENGERTIAN
Sedasi adalah anestesi mana obat diberikan untuk menenangkan pasien dalam suatu periode yang dapat membuat pasien cemas, tidak nyaman, atau gelisah. Seringkali diberikan kepada pasien segera sebelum pembedahan atau selama prosedur medis tidak nyaman.Sedasi menggunakan obat-obatan sedatif.
Sedasi adalah tehnik di mana satu atau lebih obat yang digunakan untuk menekan sistem saraf pusat dari pasien sehingga mengurangi kesadaran pasien untuk lingungannya.
Sedasi adalah penggunaan obat untuk menghasilkan keadaan depresion dari sistemsaraf pusat sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan. Selama tindakan, kontak verbal dengan pasien harus tetap terjaga.Berdasarkan definisi ini, maka setiap kehilangan kesadaran yang berhubungan dengan teknik yang dilakukan dapat didefinisikan sebagai anestesi umum. Selama sedasi, diharapkanpasien dapat dipertahankan jalan napas dan refleks protektif. Telah disarankan suatu konsep 'sedasi dalam', akan tetapi definisi terhadap hal ini belum jelas.
Kebanyakan prosedur, yang dilakukan pada orang dewasa dalam keadaan sadar, tetapi pada anak memerlukan anestesi umum terutama jika prosedur dengan waktu yang lama atau menyakitkan. Namun, sekarang ada peningkatan minat dalam penggunaan regimen sedativa pada bidang pediatri. Hal ini disebabkan karenakurang invansif
dibandingkan dengan anestesi umum serta lebih murah.Mungkin lebih sulit untukmenentukan tingkat sedasipada anak serta kemungkinan bahaya teranestesi dapat terjadi.
Pedoman terbaru dari Department Of Health On General Anaesthesia And Dentistry telah merekomendasikan untuk lebih banyak menggunakan sedasi sadar dan lokal anestesi, sisanya untuk keadaan yang sangat mutlak baru menggunakan anestesi umum.Jika pemilihan pasien dilakukan secara cermat, dan dengan prosedur yang sesuai,penggunaan sedasi bisa sangat berhasil.
BAB II
TATA LAKSANA
1. KUALIFIKASI DAN KETRAMPILAN KHUSUS. Semua penggunaan sedasi harus mempunyai:
 Staf trainer dan asisten khusus. Termasuk staf medis dan dental staf, perawatdan
personil operasi lain dalam Instalasi ini, yang semuanya harus terlatih dalam aspek teoritis dan klinis tentang sedasi dan masing-masing mengerti jelas tentangperan serta mereka.
 Orang yang melakukan prosedur didefinisikan sebagai 'operator' dan orang yang
terlatih secara terpisah mengelola sedasi dan merawat anak selama prosedur,disebut „anestetist‟.
 Sistem pengorganisasian perawatan pasien termasuk:
o Penilaian pra operasi, informasi pra-dan pasca operasi o Protokol puasa.
o Pemberian informed consent.
 Tersedianya monitoring dan peralatan yang terawat. Monitoring minimal meliputi
tingkat kesadaran, nyeri, frekuensi dan pola pernapasan, denyut nadi. Jika menggunakan sedasi IV, pengunaan oksimetri nadi merupakan prosedur standar dan pada banyak prosedur lainnya monitoring tekanan darah,elektrokardiogram dan suhu semakin sering digunakan secara rutin.
 Fasilitas resusitasi.
 Pelatihan basic life support, dan idealnya ada pelatihan Advanced life support.  Pelatihan keterampilan resusitasi secara reguler.
 Staf dilatih untuk membantu dalam pengelolaan darurat medis.
 Rekam medis.
Prosedur yang dapat dilakukan dengan sedasi : Ektraksi gigi
Penjahitan minor Pengangkatan jahitan
Dressings seperti luka bakar
Radiologi : CT Scan
2. KONTRAINDIKASI.
Kontraindikasi untuk sedasi :
 Pasien menolak / keluarga menolak.
 Bayi kecil dengan prosedur tidak menyakitkan, misalnya komputer tomografi,
biasanya dapat dengan pemberian makanan dan menjaga tetap hangat sehingga bayinya bisa tidur selama prosedur. Mereka tidak harus dibius.
 Bayi exprematur < 56 minggu dari usia konsepsional,
karena berisiko terjadinyadepresi pernapasan serta sedasi berlebihan.
 Gangguan perilaku berat.
 Diketahuinya ada masalah pada jalan napas, misalnya obstructive sleep apnoea,
abnormalitas kraniofasial.
 Adanya penyakit pernapasan yang secara signifikan memerlukan terapi oksigen.
 Adanya ketidakstabilan jantung yang signifikan.
 Adanya penyakit ginjal atau hati yang diprediksi akan menghambat bersihan obat
sedasi.
 Berisiko secara signifikan untuk terjadinya refluks gastro-esofagus.
 Peningkatan tekanan intrakranial.
 Epilepsi berat atau tidak terkontrol.
 Alergi atau kontraindikasi spesifik untuk obat -obatan sedasi atau gas (misalnya
nitrogen oksida harus dihindari jika dijumpai adanya pneumotoraks).
 Prosedur lama atau menyakitkan.
3. PENGGUNAAN OBAT.
Obat yang digunakan untuk sedasi :
Sedasi yang efektif harus memungkinkan prosedur dilakukan dimana anak sementara dalam keadaan mengantuk,bebas nyeri, dengan ketakutan atau kecemasan yang minimal. Penggunaan anestesi lokal dan analgesik sederhana sangatlah penting, dan terapi pengalihan perhatian juga sangat berguna. Orang tua sering dihadirkan, dimana hal ini sangat membantu
dalam menjaga kepercayaan anak.
Kebanyakan obat sedasi, yang diberikan dalam jumlah tertentu, dapat beresiko menghasilkan ketidaksadaran pada anak.Hal ini dapat menyebabkan hipoksia, hiperkapnia dan berpotensi terjadi aspirasi. Untuk itu pada penggunaan tehnik sedasi non-anestesi, maka harus mempunyai margin of safety lebar.
Personil non-anestesi yang memberikan obat sedasi termasuk dokter (terutama ahli radiologi, gastroenterologis dan kardiologis), perawat spesialis dan dokter gigi, semuanya harus benar-benar terlatih untuk memberikan pelayanan yang aman dan efektif.
Organisasi sedasi untuk anak di rumah sakit semakin berkembang pesat. Beberapa pusat pediatrik melatih sedationists yang biasanya berasal dari perawat spesialis (nurse-lead sedation). Namun, tanggung jawab untuk pelatihan dan pengembangan idealnya harus terletak pada departemen anestesi dengan konsultan yang membawahi layanan.
Pasien harus dipersiapkan seolah-olah mereka akan mengalami anestesi umum. Mereka harus:
 Diberitahu tentang prosedur yang akan dilakukan dan telah memberikan persetujuan
tindakan.
 Dipuasakan.
 Dilakukan pemeriksaan kesehatan umum terakhir, dan diidentifikasi faktor-faktor
risiko potensial seperti alergi atau kondisi medis lainnya.
3.1. Obat Oral
Penilaian dosis obat oral dalam bentuk kombinasi mungkin agak sulit, dimana kemungkinanakan meningkatkansedasi yang efektif tetapi juga berpotensi meni ngkatkan kejadian efek samping (lihat Kotak 2).
Hal ini terutama terjadi pada bayi yang kecil dan pada anak dengan kelainan ginjal, hati atau fungsi neurologis dimana kerja obat sukar untuk diprediksi (lihat Kotak3 dan 4).
4. PEMULIHAN DAN REVERSAL.
Pemulihan dari sedasi haruslah cepat. Fasilitas pemulihan harus tersedia. Gunakan
rejimen obat dengan waktu kerja yang
paling pendek. Namun, reversal benzodiazepin mungkin diperlukan. Flumazenil 1-2 mcg/kg IV sering digunakan, Sekali-kali nalokson diperlukan untuk antagonis efek opioid persisten. Nalokson 4 mcg / kg IV dapat diberika n.
Kotak 2. Agen sedasi oral
Obat Dosis sedasi oral
(mg/kg) Detail
Chloral hydrate 100 Metabolit aktif = trichlorethanol
Dapat diberikan melalui rektal kadang - kadang menimbulkan rasa malu
Triclofos 50-70 (max 1 g) Metabolit aktif = trichlorethanol
Trimeprazine 2 Dosis besar dapat meyebabkan “grey baby syndrome”
Midazolam 0,5 – 1,0 Umum digunakan
Dosis berhubungan dengan efek samping (ataksia, pandangan ganda, sedasi)
Dapat juga diberikan melalui nasal Dosis rektal dapat bervariasi
Diazepam 200-500 mcg/kg Dapat diberikan melalui rektal
Ketamin 5-10 Dapat diberikan melalui nasal juga rektal Halusinasi mungkin terjadi
Pada umumnya terjadi mual dan muntah Apnue kemungkinan dapat terjadi
Catatan: Pada anak yang lebih besar dosis tidak boleh melebihi dosis dewasa normal.
Kotak 3. Agen sedasi intravena Obat Dosis sedasi
(mg/kg) Detail
Midazolam 0,5 – 0,2 Apnue mungkin terjadi Amnesia
Gangguan prilaku dapat terjadi Diazepam 0,1-0,5 Diazemuls = lipid formulasi
Waktu paruh panjang, berisiko pemulihan tertunda Fentanyl,
diazepam
0,5 mcg/kg Sering digunakan bersama propopol
Midazolam atau ketamin dapat digunakan melalui oral Apnea, mual & muntah dapat terjadi
Efek potensiasi dengan obat sedasi lainnya Ketamin 0,5 – 1,0 Dapat diberikan melalui IM, oral, IV
Sering digunakan dengan benzodiazepam Propopol Dalam evaluasi Beresiko apnue
Beresiko menginduksi anestesi
Kotak 4. Agen sedasi inhalasi
Obat Dosis Detail
Nitrous Oxide 50 % N2O dalam O2, 70 % dalm O2
Memberikan analgesia
Membutuhkan kerja sama pasien Umum menimbulkan Mual Dysphoria
Isoflurane, enflurane
1 % dalam udara Masih dalam evaluasi
Anestesia pada bayi dan anak kecil berbeda dengan anestesia pada orang dewasa, karena mereka bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini.Seperti pada anestesia untuk orang yang dewasa anestesia anak kecil dan bayi khususnya harus diketahui betul sebelum dapat melahirkan anestesia karena itu anestesia pediatri seharusnya ditangani oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang sudah berpengalaman.
5. PEMBAGIAN PEDIATRI BERDASARKAN PERKEMBANGAN BIOLOGIS. 1. Orok ( neonatus ) usia dibawah 28 hari
2. Bayi ( infant) usia 1 bulan - 1 tahun 3. Anak ( child) usia 1 tahun -12 tahun
Beberapa perbedaan dengan orang dewasa adalah hal-hal yang menyangkut masalah psikologi, anatomi, fisiologi, farmakologi dan patologi.
Ada 5 perbedaan mendasar anatomi dari airway pada anak-anak dan dewasa. 1. Pada anak-anak, kepala lebih besar, dan lidah jug alebih besar
2. Laring yang letaknya lebih anterior
4.Leher dan trache yang lebih pendek daripada dewasa 5. Cartilago tiroid yang terletak berdekatan dengan airway
6. FREKUENSI DAN MONITORING.
Populasi usia lanjut adalah kelompok yang heterogen, dan kronologis pertambahan usia tidak selalu paralel dengan kondisi fisiologis. Pasien yang berusia lebih tua menunjukkan sejumlah komorbiditas, riwayat pengobatan yang banyak, dan kurangnya cadangan fisiologis. Pasien usia lanjut lebih sensitif terhadap efek sedatif dan depresan dari obat-obatan yang digunakan untuk sedasi dan juga mengalami peningkatan risiko untuk efek samping aditif ika diberikan obat-obatan kombinasi. Jika episode singkat dari hipotensi atau desaturasi mungkin tidak bermakna pada pasien muda, episode yang sama pada pasien usia lanjut dapat mengakibatkan konsekuensi serius, seperti aritmia dan iskemia jantung.
Pemantauan klinis pada pasien usia lanjut mungkin lebih dituntut dibandingkan pasien yang lebih muda. Selama prosedur, individu yang bertugas harus dapat mengawasi pasien.Individu ini tidaklah melakukan prosedur melainkan harus terus memantau respon, kerjasama, dan tanda-tanda vital pasien.Karena pasien yang tersedasi harus responsif setiap saat, maka komunikasi dengan pasien adalah salah satu metode pemantauan yang paling berharga.
Pertimbangan sedasi pada dewasa/orang tua :
1. Adanya beberapa komorbiditas: penyakit koroner, aritmia 2. Riwayat cedera serebrovaskular sebelumnya
3. Kesulitan memposisikan pasien
4. Nyeri kronis terutama bagian tulang belakang dan spinal 5. Prevalensi hipoksia kronis dan kebutuhan oksigen di rumah
6. Gangguan fungsi pendengaran dan visual yang mengganggu komunikasi 7. Demensia dan disfungsi kognitif 3
7. KUNJUNGAN PRA ANESTESI/PRA SEDASI 7.1. ANAMNESIS
Anamnesis dapat diperoleh dengan bertanya langsung pada pasien atau melalui keluarga pasien. Yang harus diperhatikan pada anamnesis :
(1) Identifikasi pasien , misalnya : nama,umur, alamat, pekerjaan, dll.
(2) Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit dalam anesthesia, antara lain :
 Penyakit alergi.
 Diabetes mellitus
 Penyakit paru kronik : asma bronchial, pneumonia, bronchitis.
 Penyakit jantung dan hipertensi (seperti infark miokard, angina pectoris,
dekompensasi kordis)
 Penyakit susunan saraf (seperti stroke, kejang, parese, plegi, dll)
 Penyakit hati.
 Penyakit ginjal.
 Penyakit ganguan perdarahan (riwayat perdarahan memanjang)
(3) Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin menimbulkan intereaksi (potensiasi, sinergis, antagonis dll) dengan obat-obat anestetik. Misalnya, obat anti hipertensi , obat-obat antidiabetik, antibiotik golongan aminoglikosida,obat penyakit jantung (seperti digitalis, diuretika), monoamino oxidase inhibitor, bronkodilator. Keputusan untuk melanjutkan medikasi selama periode sebelum anestesi tergantung dari beratnya penyakit dasarnya. Biasanya obat-obatan yang dipakai pasien tetap diteruskan tetapi mengalami perubahan dosis, diubah menjadi preparat dengan masa kerja lebih singkat atau dihentikan untuk sementara waktu. Akan tetapi, secara umum dikatakan bahwa medikasi dapat dilanjutkan sampai waktu untuk dilakukan pembedahan.
(4) Alergi dan reaksi obat. Reaksi alergi kadang-kadang salah diartikan oleh pasien dan kurangnya dokumentasi sehingga tidak didapatkan keterangan yang memadai. Beratnya berkisar dari asimptomatik hingga reaksi anfilaktik yang mengancam kehidupan, akan tetapi seringkali alergi dilaporkan hanya karena intoleransi obat-obatan. Pada evaluasi pre operatif dicatat seluruh
yang serius, termasuk reaksi terhadap plester, sabun iodine dan lateks. Jika respon alergi terlihat, obat penyebab tidak diberikan lagi tanpa tes imunologik atau diberi terapi awal dengan antihistamin, atau kortikosteroid. (5) Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu, berapa
kali dan selang waktunya. Apakah pasien mengalami komplilkasi saat itu seperti kesulitan pulih sadar, perawatan intensif pasca bedah.
(6) Riwayat keluarga. Riwayat anestesi yang merugikan atau membayakan pada keluarga yang lain sebaiknya juga dieveluasi. Wanita pada usia produktif sebaiknya ditanyakan tentang kemungkinan mengandung. Pada kasus yang meragukan, pemeriksaan kehamilan preoperative merupakan suatu indikasi. (7) Riwayat sosial yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti :
 Perokok berat (diatas 20 batang perhari) dapat mempersulit induksi
anestesi karena merangasang batuk , sekresi jalan napas yang banyak, memicu atelektasis dan pneumenia pasca bedah. Rokok sebaiknya dihentikan minimal 24 jam sebelumnya untuk menghindari adanya CO dalam darah.
 Pecandu alcohol umumnya resisten terhadap obat- obat anestesi khususnya
golongan barbiturat. Peminum alkohol dapat menderita sirosis hepatic.
 Meminum obat-obat penenang atau narkotik.
(8) Makan minum terakhir (khusus untuk operasi emergensi).
8. PEMERIKSAAN FISIK.
Perhatian khusus dilakukan untuk evaluasi jalan napas, jantung, paru-paru dan pemeriksaan neurologik .Jika ingin melaksanakan teknik anestesi regional maka perlu
dilakukan pemeriksaan extremitas dan punggung. Pemeriksaan fisik sebaiknya terdiri dari :
(1) Keadaan umum : gelisah, takut, kesakitan, malnutrisi, obesitas. (2) Tanda-tanda vital
 Tinggi dan berat badan perlu untuk penentuan dosis obat terapeutik
dan pengeluaran urine yang adekuat selama operasi .
 Tekanan darah sebaiknya diukur dari kedua lengan dan tungkai
(perbedaan bermakna mungkin memberikan gambaran mengenai penyakit aorta thoracic atau cabang-cabang besarnya).
 Denyut nadi pada saat istirahat dicatat ritmenya, perfusinya (berisi) dan
jumlah denyutnya. Denyutan ini mungkin lambat pada pasien dengan pemberian beta blok dan cepat pada pasien dengan demam, regurgitasi aorta atau sepsis. Pasien yang cemas dan dehidrasi sering mempunyai denyut nadi yang cepat tetapi lemah.
 Respirasi diobservasi mengenai frekwensi pernapasannya , dalamnya
dan pola pernapasannya selama istirahat.
 Suhu tubuh (Febris/ hipotermi).
 Visual Analog Scale (VAS). Skala untuk menilai tingkat nyeri
(3) Kepala dan leher
 Mata : anemis, ikteric, pupil (ukuran, isokor/anisokor, reflek cahaya)
 Hidung : polip, septum deviasi, perdarahan
 Gigi : gigi palsu, gigi goyang, gigi menonjol, lapisan tambahan pada
gigi, kelainan ortodontik lainnya
 Mulut : Lidah pendek/besar, TMJ (buka mulut … jari), Pergerakan
(baik/kurang baik), sikatrik, fraktur, trismus, dagu kecil
 Tonsil : ukuran (T1-T3), hiperemis, perdarahan
 Leher : ukuran (panjang/pendek), sikatrik, masa tumor, pergerakan
leher (mobilitas sendi servical) pada fleksi ektensi dan ritasi, TMD, trakea (deviasi), karotik bruit, kelenjar getah bening.
 Dalam prediksi kesulitan intubasi sering di pakai 8T yaitu : Teet,
Tongue, Temporo mandibula joint, Tonsil, Torticolis, Tiroid notch/TMD, Tumor, Trakea.
(4) Thoraks
a. Prekordium. Auskultasi jantung mungkin ditemukan murmurs (bising katup), irama gallop atau perikardial rub.
b. Paru-paru.
 Inspeksi : Bentuk dada (Barrel chest, pigeon chest, pectus
excavatum, kifosis, skoliosis) Frekwensi (bradipnue/takipnue) Sifat pernafasan ( torakal, torako abdominal/abdominal torako), irama pernafasan (reguler/ireguler, cheyne stokes, biot), Sputum (purulen, pink frothy), Kelainan lain (stridor, hoarseness/serak, sindroma
 Palpasi : Premitus (normal, mengeras, melemah)
 Auskulatasi : Bunyi nafas pokok ( vesikuler, bronchial,
bronkovesikuler, amporik), bunyi nafas tambahan (ronchi kering/ wheezing, ronchi basah/rales, bunyi gesekan pleura, hippocrates succussion)
 Perkusi : sonor, hipersonor, pekak, redup
(5) Abdomen.Pristaltik (kesan normal/meningkat/meenurun), Hati dan limpa (teraba/tidak, batas, ukuran, per-mukaan), distensi, massa atau asites (dapat menjadi predisposisi untuk regurgitasi).
(6) Urogenitalia.Kateter (terpasang/tidak), urin [volume : cukup (0,5-1 cc/jam), anuria (< 20 cc/24 jam), oliguria (25 cc/jam atau 400 cc/24jam), Poliuria (> 2500 cc/24 jam)], kwalitas (BJ, sedimen), tanda tanda sumbatan saluran kemih (seperti kolik renal).
(7) Muskulo Skletal - Extremitas. Edema tungkai, fraktur, gangguan neurologik /kelemahan otot (parese, paralisis, neuropati perifer, distropi otot), perfusi ke distal (perabaan hangat/dingin, cafilay refil time, keringat) , Clubbing fingger, sianosis, anemia, dan deformitas, infeksi kutaneus (terutama rencana canulasi vaskuler atau blok saraf regional)
9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN UJI LAIN.
Pemeriksaanlaboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan rutin dan khusus 1. Pemeriksaan laboratorium rutin :
 Darah : Hb, lekosit, hitung jenis lekosit, golongan darah, masa pembekuan, masa
perdarahan.
 Foto toraks : terutama untuk bedah mayor, pasien diatas 60 thn, ata u sesuai klinis.
 EKG : terutama untuk pasien berumur diatas 40 tahun atau sesuai klinis.
2. Pemeriksaan khusus, dilakukan bila ada riwayat atau indikasi, misalnya :
 EKG pada anak.
 Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru.
 Fungsi hati pada pasien ikterus.  Fungsi ginjal pada pasien hipertensi.
 Untuk pemeriksaan khusus yang lebih mendalam, misalnya ekokardiografi atau
kateterisasi jantung diperlukan konsulatasi dengan ahli-ahli bidang lain sehingga persiapan dan penilaian pasien dapat dilakukan lebih baik.
 Tabel berikut ini merupakan suatu petunjuk untuk menggunakan penilaian klinis
dalam membuat permintaan pemeriksaan laboratorium.
Kondisi preo perative Hb Lek osit PT / APT T PLT / BT Elekt rolit BUN/ Creat Gula darah SGOT/ Al.Ph X -ra y E K G Preg T/S P W Operasi dengan perdarahan X X X Operasi tanpa perdarahan Neonatus X X Umur < 40 X Umur40-49 X M Umur50 – 64 X X Umur > 65 X X X X + X Peny. Kardiovaskul ar X X X Penyakit paru X X Keganasan X X * * X Terapi radias i X X X Penyakit hati X X Terpapar hepatitis X Penyakit ginjal X X X X
rdarahan Diabetes X X X X Merokok X X X Kehamilan X Pemakaian diuretik X X Pemakaian digoksin X X X Pemakaian steroid X X Pemak.antiko agulan X X X Penyakit SSP X X X X X
Tidak semua penyakit termasuk dalam table ini. Simbol : + mungkin dilakukan; * hanya untuk leukemia; X dilakukan; M dilakukan hanya untuk pria.
10. PERENCANAAN ANESTESI.
Rencana anestesi diperlukan untuk menyampaikan strategi penanganan anestesi secara umum.
Secara garis besar komponen dari rencana anestesi adalah :
1. Ringkasan tentang anamnesis pasien , dan dan hasil-hasil pemeriksaan fisik sehubungan dengan penatalaksanaan anastesi, buat dalam daftar masalah, satukan bersamaan dengan beberapa daftar masalah yang digunakan oleh dokter yang
merawat.
2. Perencanaan teknik anestesi yang akan digunakan termasuk tehnik-tehnik khusus (seperti intubasi fiberoptik, monitoring invasif ).
3. Perencanaan penanganan nyeri post operasi bila perlu.
4. Tindakan post operatif khusus jika terdapat indikasi (misalnya perawatan di ICU). 5. Jika ada indikasi buat permintaan evaluasi medik lebih lanjut.
6. Pernyataan tentang resiko-resiko yang ada , informed consent, dan pernyataan bahwa semua pertanyaan telah dijawab.
11. MENENTUKAN PROGNOSIS.
Pada kesimpulan evaluasi pre anestesi setiap pasien ditentukan kalsifikasi status fisik menurut American Society of Anestesiologist (ASA).Hal ini merupakan ukuran umum keadaan pasien.
Klasifikasi status fisik menurut ASA adalah sebagai berikut :
 ASA 1 : Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain penyakit
yang akan dioperasi.
 ASA 2 : Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang selain
penyakit yang akan dioperasi. Misalnya diabetes mellitus yang terkontrol atau hipertensi ringan
 ASA 3 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi,
tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes mellitus yang tak terkontrol, asma bronkial, hipertensi tak terkontrol
 ASA 4 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain
penyakit yang akan dioperasi. Misalnya asma bronkial yang berat, koma diabetikum
 ASA 5 : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin
saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar. Misalnya operasi pada pasien koma berat
 ASA 6 : Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang mana organnya akan
diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang membutuhkan. Untuk operasi darurat, di belakang angka diberi huruf E (emer gency ) atau D
(darurat), mis: operasi apendiks diberi kode ASA 1 E
12. PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN.
Tingkat kesadaran dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian ini harus dilakukan secara periodik untuk menulai apakah keadaan penderita semakin membaik atau memburuk.
GCS terendah jumlahnya adalah 3 (koma dalam atau mati), sementara yang tertinggi adalah 15 (sadar penuh). Dari ketiga komponen GCS tersebut motorik merupakan komponen yang paling objektif. Dan sebaiknnya penilaian untuk satu penderita senantiasa dilakukan oleh orang yang sama. Untuk penderita dengan hematoma periorbita yang besar, penilaian komponen mata harus disesuaikan dengan respon motorik.Demikian pula untuk penderita
yang afasia, atau terintubasi, konponen verbalnya harus disesuaikan dengan respon motorik.Dan untuk itu perlu latihan dan pengalaman yang berulang-ulang.
Sebagaimana disebutkan oleh Plum dan Postner, tingkat kesadaran tidak akan terganggu jika cedera hanya terbatas pada satu hemisper saja, tetapi menjadi progresif memburuk jika kedua hemisfer mulai terlibat, atau jika ada proses patologis akibat penekanan atau cedera pada batang otak.
Penilaian GCS berdasarkan reaksi yang didapatkan sesuai dengan umur penderita.
Mata ≥ 1 tahun 0 – 1 tahun
4 Membuka mata spontan Membuka mata spontan 3 Membuka mata oleh perintah Membuka mata oleh teriakan 2 Membuka mata oleh nyeri Membuka mata oleh nyeri 1 Tidak membuka mata Tidak membuka mata
Motorik ≥ 1 tahun 0 – 1 tahun
6 Mengikuti perintah Belum dapat dinilai 5 Melokalisasi nyeri Melokalisasi nyeri 4 Menghindari nyeri Menghindari nyeri
3 Fleksi Abnormal (dekortikasi) Fleksi Abnormal (dekortikasi) 2 Ektensi abnormal (deserebrasi) Ektensi abnormal (deserebrasi) 1 Tidak ada respon Tidak ada respon
Verbal >5 tahun 2-5 tahun 0-2 tahun
5 Orientasi baik dan mampu ber-komunikasi
Menyebutkan kata yang sesuai
Menagis kuat
4 Disorientasi tapi mampu ber-komunikasi
Menyebutkan kata yang tidak sesuai
Menagis lemah
3 Menyebutkan kata-kata yang tidak sesuai
Menagis dan menjerit Kadang menagis / menjerit lemah
2 Mengeluarkan suara Mengeluarkan suara lemah Mengeluarkan suara lemah
13. INFORMED CONSENT.
Pasien, anggota keluarga atau wali pasien harus diberitahu tentang intervensi bedah dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. Kapasitas putusan merupakan prasyarat untuk suatu informed consent yang sesuai dengan hukum dan moral. Pasien usia lanjut mungkin tidak sepenuhnya memahami intervensi yang direncanakan, sehingga kerabat terdekat harus terlibat untuk memperoleh informed consent yang terperinci. Status mental dan kognitif pasien harus dipertimbangkan dan didokumentasikan.
14. PERALATAN. 14.1. ALAT-ALAT ANESTHESIA. - Mesin anestesi - Circuit/breathing anestesi - Ventilator anestesi - Monitor 14.2. MESIN ANESTESI. 1. Gas supplies O2 dan N2O O2 : warna hijau N2O : warna biru 2. Pressure regulator
- Reduce the high pressure --> 45 psi --> 350 - 500 kpa, 50 - 70 psi, 3 1/2 - 5 atm -->
constant low pressure.
- < 25 psi --> automatically shut off
14.3. MONITOR.
1. Blood pressure (noninvasive or invasive) 2. ECG (electrocardiograf)
3. Pulse oxymeter 4. Caphinograf
3. Flowmeter (rotameter)
- Measure gas flow --> FGF
- Have safety systems (FGF, 25%) 4. Vaporizer
a. High flow VAP, or low flow DAP / drawover VAP b. Temperatur compensated VAP
14.5. SISTEM SIRKULASI.
1. One way value (inspiratory dan ekspiratory) 2. Canister with CO2 absorber (sodalyme or
baralyme)
- Ca(OH)2 + NaOH + KOH + Silica - Ba(OH)2 + Ca(OH)2
BAB III DOKUMENTASI
Dalam pelaksanaannya sedasi didokumentasikan dalam Formulir pemakaian obat – obatan dan tehnik yang digunakan didokumentasikan dalam lembar status sedasi.(RM.OR.12).
BAB IV PENUTUP
Pelayanan bedah dan anestesi di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan tehnologi dibidang kesehatan.
Penggunaan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah adalah proses yang umum dan merupakan prosedur yang kompleks di rumah sakit. Tindakan – tindakan ini membutuhkan asesmen pasien yang lengkap dan komprehensif, perencanaan asuhan yang terintegrasi, monitoring pasien yang berkesinambungan dan kriteria transfer untuk pelayanan berkelanjutan, rehabilitasi, akhirnya transfer maupun pemulangan pasien.
Oleh karena itu diperlukan panduan sedasi untuk memberikan acuan dalam pengelolaan dan pelayanan sedasi, anestesi di rumah sakit.