BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Atas Kualitas 2.1.1 Pengertian Kualitas
Pada dasarnya pengertian kualitas itu meliputi suatu pengertian yang sangat luas dan memiliki arti yang bermacam-macam. Kualitas produk atau jasa merupakan faktor penting bagi perusahaan untuk dapat menguasai pasar, karena kepekaan konsumen akan kualitas suatu barang semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah dan jenis produk yang tersedia di pasaran. Untuk memperjelas pengertian kualitas, berikut ini terdapat beberapa definisi kualitas. Pengertian kualitas menurut Vincent Gaspersz (2001:43) dalam buku ” Total Quality Management “ yang diterjemahkan oleh Suyadi Prawirosentono, adalah :
“Kualitas merupakan suatu kesesuaian terhadap spesifikasi, yang berarti bahwa harapan pemakai suatu produk harus dapat dipenuhi seperti apa yang mereka inginkan ”.
Goetsch dan Davis dalam buku “ Manajemen Mutu Terpadu ”, yang diterjemahkan oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003:4), mengemukakan bahwa :
“ Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan ”.
Dari definisi-definisi tersebut, terlihat bahwa kata kualitas memiliki banyak pengertian, tetapi pada dasarnya mengacu pada pengertian pokok sebagai berikut :
• Kualitas meliputi usaha untuk memenuhi keinginan pelanggan serta memberikan suatu kepuasan bagi pelanggan atas penggunaaan produk yang bersangkutan.
• Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.
• Kualitas akan selalu tergantung pada waktu sehingga akan selalu berubah.
2.1.2 Perspektif Terhadap Kualitas
Bagaimana orang menafsirkan istilah ”kualitas” adalah penting. Karena, pemahaman atau penafsiran setiap orang terhadap istilah kualitas berbeda-beda. Pada dasarnya, istilah kualitas dapat diinterpretasikan secara luas, tidak hanya mengacu pada kualitas suatu produk saja. Oleh karena itu, perlu dipahami secara jelas bagaimana pendekatan terhadap istilah kualitas, supaya dapat diketahui penafsiran terhadap kualitas secara lebih luas.
Menurut David Garvin, pendekataan kualitas itu dikategorikan menjadi lima bagian (dalam buku : ” Manajemen Mutu Terpadu ”, yang diterjemahkan oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003:24), yaitu :
• Transcendent based (berdasarkan kerohanian), yang berarti bahwa kualitas tidak dapat didefinisikan secara tepat karena hanya dapat dirasakan, diketahui, atau dilihat. Suatu perusahaan akan mempromosikan produknya dengan pernyataan seperti tempat yang menyenangkan untuk supermarket, kebiasaan dan kelembutan untuk sabun mandi, dan berbagai hal lainnya.
• Product Based (berdasarkan produk), kualitas dianggap sebagai karakteristik atau tingkatan yang dimiliki oleh suatu produk dan dapat diukur. Kualitas suatu produk akan berbeda dengan produk lainnya dilihat dari jumlah unsur atau atribut yang dimiliki suatu produk (bersifat obyektif).
• User Based (berdasarkan pengguna), yang mengatakan bahwa kualitas bergantung pada orang yang memandangnya dimana produk yang berkualitas tinggi adalah produk yang dapat memenuhi keinginan atau harapan seseorang secara maksimum (bersifat subyektif).
• Manufacturing Based (berdasarkan manufaktur / industri ), kualitas disini ditentukan berdasarkan standar yang ditetapkan perusahaan, jadi kebijakan penerapan standar mutu sudah digariskan sebelumnya. Oleh perusahaan yang bersangkutan perubahan atas standar mutu hanya terjadi jika disertai perubahan kebijakan perusahaan tersebut.
• Value Based (berdasarkan nilai), kualitas disini dilihat dari kemampuan perusahaan untuk menyediakan produk atau jasa dengan biaya yang rendah atau
harga yang dapat diterima konsumen. Dalam banyak hal, value based lebih banyak ditentukan oleh persepsi konsumen sendiri, ada konsumen yang menganggap bahwa harga yang rendah belum memastikan kualitas produk tersebut jelek, dan ada juga konsumen yang berani membeli dengan harga yang tinggi berarti kualitasnya terjamin. Jadi, dengan adanya lima pendekatan terhadap kualitas ini, maka dapat dipahami interpretasi terhadap istilah ”kualitas” dalam arti yang luas, dimana kualitas dapat dimaknai dengan pemahaman yang berbeda-beda sesuai dengan situasi dan kondisinya.
2.1.3 Penggolongan Kualitas
Produsen dalam menghasilkan suatu produk memiliki tujuan, yaitu untuk menghasilkan produk-produk dengan kualitas yang dapat memenuhi syarat-syarat yang dituntut oleh konsumen. Jadi, ada syarat-syarat kualitas yang dikehendaki atau dituntut oleh konsumen yang harus dipenuhi oleh produsen. Maka, produsen harus membuat produk yang berkualitas, sesuai dengan syarat-syarat yang dituntut oleh konsumen atas produknya. Maka dalam hal ini, produsen harus memahami betul bagaimana sebenarnya kualitas produk yang dituntut oleh konsumen atas produknya.
Oleh karena itu, produsen harus memiliki pemahaman yang baik dan jelas atas kualitas produk tersebut. Bahwa kualitas suatu produk sudah dimulai pada saat produk itu didesain (direncanakan) sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen, sampai pada saat produk itu akhirnya dijual (dipasarkan) kepada konsumen (masyarakat). Oleh karena itu, para produsen harus mempelajari pendapat dan syarat-syarat kualitas yang dituntut oleh konsumen, dan mempertimbangkannya ketika mendesain, memproduksi, dan menjual produk mereka.
Bersadarkan uraian tersebut, maka untuk mempermudah sekaligus memperjelas pemahaman atas identifikasi terhadap kualitas itu sendiri, maka perlu dilakukan penggolongan terhadap kualitas. Terdapat tiga jenis kualitas yang diakui menurut Gaspersz (2002:14) :
1. Kualitas desain. Kualitas desain pada dasarnya mengacu pada aktivitas yang menjamin bahwa produk baru atau produk yang dimodifikasi didesain sedemikian rupa untuk memenuhi keinginan dan harapan pelanggan serta secara ekonomis layak untuk diproduksi. Dengan demikian kualitas desain adalah kualitas yang direncanakan.
2. Kualitas konformasi. Kualitas ini mengacu pada pembuatan produk atau pemberian jasa pelayanan yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya pada tahap desain itu. Dengan demikian kualitas konformasi menunjukkan tingkat sejauh mana produk yang dibuat memenuhi atau sesuai dengan spesifikasi produk .
3. Kualitas pemasaran. Kualitas ini berkaitan dengan tingkat sejauh mana penggunaan produk itu memenuhi ketentuan-ketentuan dasar tentang pemasaran, pemeliharaan, dan pelayanan purna jual.
Jadi, agar produsen dapat menghasilkan produk-produk yang berkualitas, maka dengan adanya penggolongan ini, terlihat jelas bahwa kualitas suatu produk harus sudah dimulai pada saat produk itu didesain atau dirancang sedemikian rupa sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan, lalu pada saat produk itu dibuat atau diproduksi sesuai dengan spesifikasi desain yang telah ditetapkan sebelumnya, dan pada saat akhirnya produk itu dipasarkan atau dijual kepada konsumen atau masyarakat.
2.1.4 Fungsi Kualitas
Pada dasarnya terdapat tiga fungsi utama suatu kualitas produk, yaitu :
1. Pemeriksaan Kualitas (Quality Inspection), yaitu merupakan tindakan untuk mengetahui apakah produk sesuai dengan yang dimaksud atau tidak.
2. Pengendalian Kualitas (Quality Control), yaitu bila suatu produk tidak sesuai dengan persyaratan pada waktu melalui tahap pemeriksaan kualitas maka dilakukan tindakan pengendalian terhadap kondisi tadi dengan membawa produk tersebut ke dalam kondisi yang dimaksud.
3. Pemastian Kualitas (Quality Assurance), yaitu kualitas tidak dijamin melalui pemeriksaan saja, akan tetapi juga memerlukan rancangan yang rasional, pelaksanaan operasi, dan prosedur pengendalian kualitas yang benar. Kualitas dapat dipastikan sedemikian rupa sehingga konsumen yang membeli bebas dari cemas, dalam jangka panjang tanpa kesulitan.
Dengan adanya kualitas yang dimiliki suatu produk, maka hal ini berguna bagi produsen untuk melakukan pemeriksaan terhadap produk tersebut dalam segala hal. Apakah roduk itu sudah memenuhi rancangan atau spesifikasi desain yang telah ditetapkan sebelumnya, apakah produk itu sudah bebas dari kerusakan atau tidak, apakah produk itu sudah memenuhi tingkat keandalan dan keekonomisan yang diharapkan, dan sebagainya. Jadi, produsen dapat memeriksa produk tersebut menurut sudut pandang konsumen ataupun manajer perusahaan.
Kualitas baik atau buruknya suatu produk tidak hanya ditentukan oleh tindakan pemeriksaan saja, tetapi juga perlu dilakukan tindakan pengendalian terhadap kualitas produk tersebut. Tujuan dari pengendalian kualitas adalah untuk menghasilkan produk-produk dengan kualitas yang dapat memenuhi syarat-syarat yang dituntut oleh konsumen, atau dengan kata lain untuk memenuhi syarat-syarat kualitas yang dikehendaki oleh konsumen. Dapat memenuhi standar atau spesifikasi nasional saja bukanlah merupakan jawaban, hal itu belum cukup. Sebab, syarat-syarat yang dituntut oleh konsumen bisa berubah-ubah dari tahun ke tahun, bahkan jika standar industri berubah-ubah standar itu tidak dapat mengikuti keinginan konsumen, jadi produsen harus dapat menyesuaikannya. (Juran, 1998:53)
Jadi jika ada salah satu dari syarat-syarat kualitas tersebut yang tidak terpenuhi, maka produsen harus melakukan perbaikan agar dapat menghasilkan produk berkualitas yang ekonomis, berguna, dan selalu dapat memuaskan konsumen. Menurut J.M Juran (1998:55), melaksanakan pengendalian kualitas berarti :
1. Menggunakan pengawasan kualitas sebagai dasar
2. melaksanakan pengendalian biaya, harga, dan laba secara terintegrasi
3. pengendalian jumlah (jumlah produksi, penjualan, dan persediaan) serta tanggal pengiriman
Selain dua fungsi tersebut, produsen juga dapat melakukan pemastian terhadap kualitas produknya, guna menjamin kualitas yang memenuhi syarat-syarat yang diinginkan oleh konsumen (karakteristik kualitas yang sebenarnya). Pendeknya, jaminan (pemastian) kualitas berarti menjamin kualitas pada suatu produk sehingga konsumen dapat membelinya dengan penuh kepercayaan dan menggunakannya dalam jangka waktu lama dengan kepercayaan dan kepuasan. Untuk dapat membeli dengan kepercayaan, seorang konsumen harus mempunyai rasa percaya pada produk tertentu dari suatu perusahaan tertentu yang terkenal telah mengirimkan produk-produk yang dapat diandalkan untuk jangka waktu lama. Jenis kepercayaan itu tidak dapat dibentuk dalam semalam, dan hanya bisa didapat oleh perusahaan melalui usaha jangka panjang dalam jaminan kualitas. ( Juran, 1998:91)
Jadi, dengan adanya ketiga fungsi kualitas tersebut, maka hal ini dapat berguna bagi para produsen untuk meyakinkan dirinya bahwa produk-produk yang dipasarkan atau dijual kepada masyarakat adalah produk-produk yang bebas dari kerusakan atau cacat, dengan desain mutu yang tepat, dan juga meyakinkan bahwa produknya berfungsi sepenuhnya menurut cara yang diharapkan oleh konsumen, sehingga masyarakat dapat dengan senang hati membeli produk-produk tersebut dengan penuh kepercayaan.
2.2 Tinjauan Atas Manajemen Kualitas Terpadu 2.2.1 Pengertian Manajemen Kualitas Terpadu
Total Quality Management (TQM) pada awalnya diperkenalkan oleh Jepang dengan Total Quality Control (TQC). Sebenarnya tidak ada yang mencolok antara TQM dan TQC, hanya saja penekanannya berbeda, TQC lebih berfokus pada pengendaliannya (control), sedangkan TQM berfokus pada manajemennya. Sedangkan maksud dan isinya sama. Jepang sendiri telah membuktikan bahwa kualitas merupakan prasyarat utama agar bisa bersaing dalam dunia bisnis. Hal ini dibuktikan dengan masuknya perusahaan-perusahaan Jepang ke dunia dengan produk yang murah namun bermutu baik.
Berdasarkan ISO 8402 (Quality Vocalbulary), mendefinisikan Manajemen Kualitas adalah semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan kualitas, tujuan-tujuan dan tanggungjawab, serta mengimplementasikannya melalui alat-alat seperti perencanaan kualitas (quality planning), pengendalian kualitas (quality control), dan peningkatan kualitas (quality improvement). Tanggungjawab untuk manajemen kualitas ada pada semua level dari manajemen, tetapi harus dikendalikan oleh manajemen puncak (top management), dan implementasinya harus melibatkan semua anggota organisasi. (Gaspersz,2002:6)
ISO 8402 juga menjelaskan mengenai arti daripada alat-alat Total Quality Management tersebut, yaitu :
1. Perencanaan Kualitas (quality planning) adalah penetapan dan pengembangan tujuan dan kebutuhan untuk kualitas serta penerapan sistem kualitas.
2. Pengendalian Kualitas (quality control) adalah teknik-teknik dan aktivitas-aktivitas operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan kualitas. 3. Jaminan Kualitas (quality assurance) adalah semua tindakan terencana dan
sistematik yang diimplementasikan dan didemonstrasikan guna memberikan kepercayaan yang cukup bahwa produk akan memuaskan kebutuhan untuk kualitas tertentu.
4. Peningkatan Kualitas (quality improvement) adalah semua tindakan yang diambil guna meningkatkan nilai produk untuk pelanggan melalui peningkatan efektivitas dan efisiensi dari proses dan aktivitas melalui struktur organisasi.
Dari penjelasan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa TQM berorientasi pada proses yang mengintegrasikan semua sumber daya, yaitu pemasok (supplier), konsumen (costumer) pada lingkungan perusahaan. Oleh karena itu, TQM merupakan kemampuan atas kapabilitas yang melekat dalam sumber daya serta merupakan proses yang dapat dikontrol.
Manajemen Kualitas Terpadu (TQM) adalah suatu filosofi yang menghendaki perubahan perilaku pada semua tingkat organisasi dengan menaruh perhatian pada pentingnya kepuasan konsumen, filosofi TQM ini menekankan pada sumber daya manusia dan hubungan antar manusia yang tidak hanya mengandalkan pemeriksaan
kualitas pada akhir proses, tetapi lebih menitikberatkan pada proses pembentukan kualitas itu sendiri dengan cara menghilangkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi selama proses produksi.
Ada beberapa definisi Manajemen Kualitas Terpadu (TQM) dari para ahli : Menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003:14), mengatakan bahwa untuk memudahkan pemahamannya, pengertian TQM dapat dibedakan dalam dua aspek. Aspek pertama menguraikan apa yang dimaksud TQM itu sendiri dan aspek kedua adalah membahas bagaimana mencapainya :
” Manajemen Kualitas Terpadu merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya ”.
Definisi TQM menurut Amin Widjaya Tunggal (2001:9), yaitu :
“ Manajemen Kualitas Terpadu merupakan suatu pengelolaan organisasi secara menyeluruh agar organisasi memperoleh keunggulan pada semua dimensi produk dan jasa yang penting bagi pelanggan dan bahwa kualitas mencakup keseluruhan organisasi pada setiap hal yang dilakukan organisasi yang pada akhirnya kualitas akan didefinisikan pelanggan “.
Definisi TQM menurut Vincent Gaspersz (2001:58), yaitu :
“ TQM is transformation in the way an organization manages. It involves focusing management’s energies on the continuous improvement of all operations, functions, and above all, processes, because it’s the result of these processes that the costumers cares about “.
2.2.2 Perlunya Manajemen Kualitas Terpadu
Dasar pemikiran perlunya TQM adalah bahwa cara terbaik agar dapat bersaing dan unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Untuk menghasilkan kualitas yang terbaik diperlukan upaya perbaikan yang berkesinambungan terhadap kemampuan manusia, proses, dan lingkungan. Cara terbaik agar dapat memperbaiki kemampuan komponen-komponen tersebut secara berkesinambungan adalah dengan menerapkan TQM.
Penerapan TQM dalam suatu perusahaan dapat meberikan beberapa manfaat utama yang pada gilirannya meningkatkan laba serta daya saing perusahaan yang
bersangkutan. Menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003:54), dengan melakukan perbaikan kualitas secara terus-menerus maka perusahaan dapat meningkatkan labanya melalui dua rute. Rute pertama, yaitu rute pasar. Perusahaan dapat memperbaiki posisi persaingannya sehingga pangsa pasarnya semakin besar dab harga jualnya dapat lebih tinggi. Kedua hal ini mengarah pada meningkatnya penghasilan sehingga laba yang diperoleh juga semakin besar. Sedangkan pada rute kedua, perusahaan dapat meningkatkan output yang bebas dari kerusakan melalui upaya perbaikan kualitas. Hal ini menyebabkan biaya operasi perusahaan berkurang. Dengan demikian laba yang diperoleh akan meningkat, dan hal inilah yang nantinya akan dapat mempengaruhi profit margin, dan mempengaruhi tingkat pengembalian investasi.
2.2.3 Pengukuran Manajemen Kualitas Terpadu
Manajemen Kualitas Terpadu (TQM) tampaknya dan kedengarannya mudah. Oleh karena TQM tampaknya mudah, maka prinsip-prinsipnya mudah dimengerti. Misalnya, tiap perusahaan atau lembaga memang terkomit untuk memenuhi kebutuhan pelanggannya, atau manajer di manapun pasti selalu berusaha untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi cacat produknya. Walaupun TQM itu tampaknya dan kedengarannya mudah, namun perlu adanya pendekatan pengukuran terhadap TQM, yang dapat dilihat melalui kelima indikator berikut ini, yaitu : (Deming,1998)
1. Perbaikan kualitas, yang meliputi : a. Memenuhi harapan pelanggan
b. Penerapan sistem kualitas pada produk (barang/jasa), sumber daya manusia, proses, dan lingkungan
c. Memiliki tujuan, visi, dan misi perusahaan yaitu meningkatkan profit margin d. Adanya pemberdayaan karyawan
e. Adanya teamwork (kerjasama tim)
2. Penurunan (reduksi) biaya, yang meliputi : a. Penekanan terhadap biaya kualitas
b. Pendistribusian biaya kualitas dengan tepat
c. Dengan penghematan biaya dapat meningkatkan laba d. Selisih total pendapatan dan biaya harus lebih besar 3. Peningkatan produktivitas, yang meliputi :
a. Permintaan pelanggan terhadap suatu produk (barang/jasa) yang tinggi b. Adanya usaha dari setiap karyawan untuk meningkatkan produktivitas c. Produk (barang/jasa) yang dihasilkan telah memenuhi kriteria
4. Harga yang kompetitif, yang meliputi :
a. Mengetahui kompetisi terhadap para pemasok
b. Mengantisipasi kenaikan harga di masa yang akan datang c. Melakukan survei harga produk (barang/jasa) terhadap pesaing
d. Mempertahankan harga tanpa mengurangi nilai dari kualitas produk (barang/jasa) yang dihasilkan
5. Perluasan pangsa pasar, yang meliputi :
a. Menjaga agar pelanggan menjadi pelanggan yang tetap b. Membentuk perusahaan menjadi ”Open Organization” c. Mengetahui dan menyelami para pesaing lainnya d. Memiliki visi dan misi untuk meningkatkan panjualan
2.2.4 Operasionalisasi Manajemen Kualitas Terpadu
Untuk menjamin keberhasilan dalam mengoperasionalisasikan Manajemen Kualitas Terpadu (TQM), sebenarnya terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan secara berurutan dan disiplin. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut : (Soewarso Hardjosoedarmo, 2004:57)
1. Tanamkan satu falsafah kualitas.
Dalam hal ini, manajemen dan karyawan harus sepenuhnya mengerti dan yakin mengapa organisasi akan mencapai TQM, yaitu untuk menjamin kelangsungan hidup organisasi dalam iklim kompetitif. Setiap anggota dalam organisasi perlu mempunyai
pengertian yang sama terhadap istilah-istilah TQM, seperti kualitas, kerusakan (defect), pelayanan yang baik, customer dan lainnya.
Orientasi organisasi harus dapat memberikan standar yang sama bagi setiap anggota mengenai pelayanan terhadap customer dan membuat setiap anggota yakin bahwa kerugian organisasi karena hilangnya customer sebagai akibat pelayanan yang tidak bermutu. Selanjutnya setiap anggota organisasi harus dapat memberikan apresiasi, mengantisipasi, dan kalau perlu menerima pengorbanan-pengorbanan pada tahap-tahap awal operasionalisasi TQM.
2. Manajemen harus membimbing dan menunjukkan kepemimpinan yang bermutu. Berdasarkan falsafah kualitas yang diterima pada langkah pertama, manajemen puncak terutama CEO (Chief Executive Officer), harus mengambil inisiatif dalam menunjukkan kepemimpinan yang teguh dalam gerakan mutu. Manajemen puncak tersebut harus memberikan contoh dalam pola sikap, pola pikir dan pola tindak yang mencerminkan falsafah kualitas yang ditanamkan. Artinya, manajemen puncak harus bersikap, berfikir dan bertindak tentang kualitas dalam keputusan dan aktivitasnya. Ini berarti bahwa manajemen puncak itu harus bersedia menerima siapapun dalam organisasi, yang akan memberikan kontribusi dalam perbaikan kualitas produk dan jasa organisasinya.
Langkah kedua ini berdasarkan pada nasehat Deming yang mengatakan bahwa : “ Quality is made in the boardroom, not on the factory floor.” Pada seminar kualitas pertama di Jepang pada tahun 50an, Deming menyarankan agar seminar tersebut hanya dihadiri oleh para CEO perusahaan besar di Jepang dan tidak diwakilkan. Walaupun dengan berat hati mereka datang, namun dapat dilihat kemudian, kemajuan perusahaan Jepang dalam mencapai TQM.
3. Kalau perlu, adakan perubahan atau modifikasi terhadap sistem yang ada, agar kondusif dengan tujuan TQM.
Sesudah menunjukkan kepemimpinan kualitas secara konsisten dan kontinu kepada seluruh anggota organisasi, manajemen perlu meninjau kebijaksanaan, sistem dan prosedur yang ada dalam organisasi dan menilai apakah software tersebut konsisten dan kondusif terhadap TQM. Hal-hal yang dinilai ini meliputi struktur
organisasi, proses kegiatan, prosedur kendali mutu, kebijaksanaan pengembangan sumber daya manusia, metode insentif dan lain-lain. Sesudah penilaian maka harus ada keputusan tentang sistem atau struktur yang ada, yang mana dipertahankan dan yang mana dirubah secepatnya demi pencapaian tujuan TQM. Dalam tindakan ini, sistem yang ada dimodifikasi.
Dalam hubungan ini, Deming memperkirakan bahwa 80% persoalan kualitas berada dalam kewenangan manajemen, dan hanya 20% berada dalam jangkauan para karyawan. Manajemen bertugas untuk mengeluarkan kebijaksanaan dan mengembangkan sistem yang mempermudah para karyawan untuk melaksanakan pekerjaannya. Walaupun para karyawan mempunyai niat yang baik untuk melaksanakan pekerjaannya secara benar tiap hari, namun mungkin para karyawan tersebut tetap melakukan kesalahan sebagai akibat sistem yang tidak kondusif terhadap kualitas, yang secara sengaja dibuat oleh manajemen.
4. Didik, latih dan berdayakan (empower) seluruh karyawan.
Dengan telah diciptakannya lingkungan kerja yang kondusif sebagai hasil langkah ketiga, seuruh anggota organisasi, termasuk para manajer harus siap mengikuti program pendidikan dan pelatihan mengenai TQM. Program DIKLAT ini merupakan langkah-langkah persiapan bagi pemberdayaan kepada seluruh karyawan.
Dalam pemberdayaan ini, seluruh karyawan diberi kepercayaan, tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk mengorganisasikan diri ke dalam “self-managing teams”. Guna memperbaiki proses dalam mencapai kualitas produk dan jasa.
Pada organisasi-organisasi yang telah mengoperasionalisasikan TQM, biasanya team tersebut dibentuk hanya dengan persetujuan manajemen tingkat menengah. Misalnya, di Naval Post-graduate School, team tersebut yang dinamakan “self-directed workteam” dibentuk dengan persetujuan Total Quality Leadership (TQL) program Director.
Dalam contoh-contoh di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa sebab-sebab kegagalan terutama terletak pada tidak adanya falsafah kualitas yang benar yang menjadi dasar manajemen, tidak terdapat kepemimpinan, adanya kebijaksanaan yang bertentangan dengan kualitas dan adanya lingkungan kerja yang tidak kondusif
terhadap kualitas. Jadi, TQM haruslah dioperasionalisasikan secara benar sejak awal, “ do it right the first time ” dan tidak ada jalan pintas untuk itu.
2.2.5 Unsur-unsur Manajemen Kualitas Terpadu
Dalam suatu organisasi atau badan usaha yang menerapkan TQM, maka organisasi atau badan usaha tersebut akan menjalankan usahanya dengan berfokus pada suatu perbaikan kualitas yang sifatnya terus-menerus, yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dan keuntungan. Sistem manajemen yang diterapkan mengacu pada apa dan bagaimana menjalankan usaha tersebut. Oleh karena itu terdapat hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam sistem manajemen tersebut. Menurut Goetsch dan Anastasia Diana (2003:15-18), terdapat sepuluh unsur utama yang harus diperhatikan, yang masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Fokus pada pelanggan. Pada filosofi ini konsumen memegang peranan penting
baik pelanggan internal maupun eksternal. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk dan jasa yang disampaikan kepada mereka (merupakan orang di luar perusahaan yang mengkonsumsi produk atau jasa perusahaan), sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa (merupakan orang yang berada di dalam perusahaan dan mempunyai pengaruh pada kinerja pekerjaan tersebut).
2. Obsesi terhadap kualitas. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pelanggan internal dan eksternal menentukan kualitas, dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut. Hal ini berarti bahwa semua karyawan pada setiap level
berusaha melaksanakan setiap aspek pekerjaannya berdasarkan perspektif : ” Bagaimana kita dapat melakukannya dengan lebih baik ? ”
3. Pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut.
4. Komitmen jangka panjang. TQM merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis, untuk itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
5. Kerjasama Tim (team-work). Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerjasama tim, kemitraan, dan hubungan harus dijalin dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok, lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
6. Perbaikan sistem secara berkesinambungan. Setiap produk dan jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu sistem yang ada perlu diperbaiki sacara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.
7. Pendidikan dan Pelatihan. Pada perusahaan yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan adalah hal yang fundamental. Setiap karyawan diharapkan dan didorong untuk terus belajar. Dalam hal ini setiap orang di perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya. 8. Kebebasan yang terkendali. Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemechan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.
9. Kesatuan tujuan. Supaya TQM dapat diterapkan dengan baik maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan, sehingga dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama.
10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Usaha untuk melibatkan karyawan membawa dua manfaat utama yaitu :
Hal ini meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan yang baik, rencana yang lebih baik, atau perbaikan yang lebih efektif karena juga
mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja.
Keterlibatan karyawan juga meningkatkan rasa memiliki dan tanggungjawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya.
2.2.6 Prinsip-prinsip Manajemen Kualitas Terpadu
Perusahaan yang ingin melaksanakan suatu sistem manajemen kualitas kelas dunia harus memperhatikan budaya dan sistem nilai yang telah berjalan. Ini berarti perusahan harus mampu mengadakan perubahan yang besar terhadap budaya dan nilai tersebut. Misalnya, bagaimana menanamkan budaya kesadaran terhadap kualitas pada setiap karyawan. Menurut Hensler dan Brunell (dalam Scheuing dan Christoper, 1998:165-166), ada empat prinsip utama dalam TQM. Keempat prinsip tersebut adalah :
1. Kepuasan pelanggan. Dalam TQM, konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak lagi hanya bermakna kesesuaian dengan sppesifikasi tertent, tetapi kalitas tersebt ditentkan oleh pelanggan. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk di dalamnya harga, kemasan, dan ketepatan waktu. Oleh kerana itu segala aktivitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan para pelanggan. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai (value) yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Semakin tinggi nilai yang diberikan maka semakin besar pula kepuasan pelanggan.
2. Respek terhadap setiap orang. Dalam perusahaan yang kualitasnya kelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas tersendiri yang unik. Dengan demikian karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Setiap orang di dalam organisasi diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam tim pengambilan keputusan.
3. Manajemen berdasarkan fakta. Ada dua konsep pokok berkaitan dengan hal yang menyangkut dengan fakta. Pertama, prioritisasi yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan,
mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Konsep kedua adalah variasi atau variabilitas kinerja. Manajemen dapat memprediksi hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
4. Perbaikan berkesinambungan. Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses secara sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku disini adalah siklus PDCA (Plan, Do, Check, Act), yaitu langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.
2.2.7 Tujuan Manajemen Kualitas Terpadu
Menurut Juran, J.M (1998:38), secara singkat pelaksanaan TQM pada suatu organisasi bertujuan untuk :
1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga mampu dan trampil dalam melaksanakan tugasnya dengan baik.
2. Meningkatkan kualitas produk dan pelayanan agar tercapai kepuasan pelanggan. 3. Meningkatkan kerjasama atau hubungan antar manusia dan semangat kerja
dengan karyawan.
4. Meningkatkan produktivitas dan menurunkan biaya. 5. Terlaksananya kebijakan dan sasaran perusahaan.
Dalam arti sempit, tujuan TQM adalah untuk perbaikan kualitas produk, jasa, dan proses, dimana kualityas tersebut diperoleh dengan tingkat biaya yang paling ekonomis, yang akan berpengaruh pada produktivitas dan kepuasan konsumen serta pencapaian laba perusahaan.
Ada dua manfaat dari dilaksanakannya TQM, yaitu :
• Internal, yaitu bila kualitas diperbaiki, akan didapat produktivitas yang lebih tinggi, yang memungkinkan harga yang kompetitif, peningkatan pangsa pasar, dan laba yang tinggi.
• Eksternal, yaitu kualitas yang lebih tinggi akan meningkatkan kepuasan konsumen, loyalitas konsumen, mendapatkan lebih banyak pembeli sehingga akan meningkatkan pangsa pasar dan laba.
Gambar 2.1 Dampak Pelaksanaan TQM
Harga yang Memperbaiki lebih tinggi posisi
persaingan
Perbaikan Meningkatkan
Kualitas pangsa pasar Meningkatkan penghasilan Meningkatkan Mengurangi
keluaran yang biaya operasi bebas dari
kerusakan Meningkatkan keuntungan
Sumber : Juran, J.M (1998:42)
2.2.8 Aktivitas yang Dilakukan dalam TQM
Setelah kita tahu program umum TQM, diperlukan aktivitas yang mendukung agar TQM dapat dilaksanakan secara nyata di perusahaan. Ada berbagai aktivitas yang dapat dilakukan dalam Total Quality Management menurut Gaspersz (2001:84), diantaranya adalah :
1. Gugus Kendali Mutu (GKM) 2. Sistem saran
3. Automation 4. Pemeliharaan total 5. Perbaikan kualitas 6. Just In Time (JIT) 7. Zero defect
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh setiap perusahaan itu berbeda. Hal ini tergantung pada tingkat kemampuan pelaksanaannya, tingkat kebutuhan, dan karakteristik setiap perusahaan.
2.2.9 Faktor-faktor yang Dapat Menyebabkan Kegagalan TQM
Apabila suatu organisasi menerapkan TQM sebagaimana mereka melaksanakan inovasi manajemen lainnya, atau bahkan bila mereka menganggap TQM sebagai obat ajaib atau alat penyembuh yang cepat, maka usaha tersebut sudah gagal sejak awal. TQM merupakan suatu pendekatan baru dan menyeluruh yang membutuhkan perubahan total atas paradigma manajemen tradisional, komitmen jangka panjang, kesatuan tujuan, dan pelatihan-pelatihan khusus. Menurut Gaspersz (2001:105), ada beberapa kesalahan yang sering dilakukan dalam menerapkan TQM : 1. Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior. Inisiatif upaya perbaikan kualitas secara berkesinambungan sepatutnya dimulai dari pihak manajemen dimana mereka harus terlibat secara langsung dalam pelaksanaannya. 2. Team Mania. Organisasi perlu membentuk beberapa tim yang melibatkan semua karyawan. Untuk menunjang dan menumbuhkan kerjasama dalam tim, paling tidak ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu tiap karyawan atau penyelia harus memilki pemahaman yang baik terhadap perannya masing-masing, dan organisasi harus melakukan perubahan budaya supaya kerjasama tim tersebut dapat berhasil. 3. Proses penyebarluasan (deployment). Ada organisasi yang mengembangkan inisiatif kualitas tanpa bersama mengembangkan rencana untuk menyatukannya ke dalam seluruh elemen organisasi (misalnya operasi, pemasaran, dan lain-lain), seharusnya pengembangan inisiatif tersebut juga melibatkan para manajer, serikat pekerja, pemasok, dan bidang produksi lainnya, karena usaha itu meliputi pemikiran mengenai struktur, penghargaan, pengembangan keterampilan, pendidikan, dan kesadaran.
4. Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis. Para pakar kualitas mendorong untuk menyesuaikan program-program kualitas dengan kebutuhan mereka masing-masing.
5. Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis. Bila hanya mengirim karyawan untuk mengikuti suatu pelatihan selama beberapa hari, bukan berarti telah membentuk keterampilan mereka, masih dibutuhkan waktu untuk mendidik, mengilhami, dan membuat para karyawan sadar akan pentingnya kualitas.
6. Empowerment yang bersifat prematur. Banyak perusahaan yang kurang memahami makna dari pemberian empowerment kepada para karyawan. Mereka mengira bahwa bila karyawan telah dilatih dan diberi wewenang baru dalam mengambil suatu tindakan, maka karyawan tersebut akan menjadi self-directed dan memberikan hasil-hasil positif. Oleh karena itu sebenarnya mereka membutuhkan sasaran dan tujuan yang jelas sehingga tidak salah dalam melakukan sesuatu.
Masih banyak kesalahan-kesalahan lain yang sering dilakukan berkaitan dengan program TQM dalam suatu perusahaan. Apabila suatu perusahaan benar-benar memahami konsep TQM sebelum mencoba menerapkannya, maka kesalahan-kesalahan tersebut dapat dihindari.
2.3 Tinjauan Atas Investasi 2.3.1 Pengertian Investasi
Pengertian investasi menurut Eduardus Tandelilin (1998:3) ialah :
“ Investasi merupakan berbagai cara penanaman modal, baik langsung maupun tidak langsung, dengan harapan pada waktunya nanti pemilik modal mendapat sejumlah keuntungan yang diharapkan dari hasil penanaman modal tersebut. Bagi seorang yang ingin melakukan investasi yang menguntungkan atau setidak-tidaknya untuk menyamakan kekayaan dari berbagai resiko yang mungkin terjadi, dia mempunyai banyak pilihan investasi, diantaranya adalah :
a. Membeli emas
b. Membeli tanah atau rumah
c. Meminjamkan uangnya kepada pihak lain d. Deposito di bank
f. Investasi di pasar modal dengan membeli saham, obligasi atau surat berharga pasar modal lain, dan
g. Investasi pada valuta asing
2.3.2 Tujuan Investasi
Ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain adalah : (Eduardus Tandelilin, 1998:4)
a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang. Seseorang yang bijaksana akan berfikir bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang.
b. Mengurangi tekanan inflasi.
Dengan melakukan investasi dalm pemilihan perusahaan atau obyek lain, seseorang dapat menghindarkan diri agar kekayaan atau harta miliknya tidak merosot nilainya karena digerogoti oleh inflasi.
c. Dorongan untuk menghemat pajak.
Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang sifatnya mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui fasilitas perpajakan yang diberikan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tertentu.
2.3.3 Jenis-jenis Investasi
Tanggung jawab yang dapat dikualifikasikan sebagai investasi yang diinginkan tidaklah terbatas dalam jenis dan jumlahnya. Beberapa diantaranya sama sekali tidak didapat secara sukarela, karena pengusaha seringkali memerlukan pembayaran simpanan pada suatu dana pensiun dan pemerintah mendorong banyak orang untuk menanam modalnya pada jaminan sosial. Keduabelas klasifikasi investasi berikut ini tidak menyebutkan satu per satu semua hal-hal penting yang dipergunakan oleh para penanam modal individu, akan tetapi menggambarkan semua jenis yang utama.
Investasi yang menawarkan perlindungan terbaik terhadap resiko bisnis cenderung untuk stabil dalam nilai mata uang ( jadi dapat diandalkan sebagai sumber tunai pada keadaan darurat ) akan tetapi rendah dalam peresntase pendapatan dan mudah dikenai resiko tingkat harga, sementara investasi yang menjanjikan kompensasi untuk perubahan tingkat harga cenderung untuk mempunyai resiko bisnis, harga pasar yang tidak stabil dan pengembalian pendapatan yang lebih baik. Berikut jenis-jenis investasi tersebut : (T. Sitorus, 1999:9)
1) Deposito : Simpanan di bank ini dapat setiap saat dibayarkan dalam bentuk mata uang, sangat mudah diuangkan dan menghasilkan suku bunga yang relatif rendah. 2) Polis Asuransi Jiwa : Polis asuransi jiwa individu ( bukan kelompok ) yang umum, merupakan suatu kombinasi dari perlindungan asuransi yang menurun ditambah dengan simpanan yang meningkat.
3) Rekening Simpanan dan Pinjaman : Hampir semua masyarakat mempunyai asosiasi simpan pinjam yang berfungsi untuk mengakumulasi simpanan para penanam modal dan menginvestasikannya dalam pinjaman hipotek lokal. Karena asosiasi ini diawasi oleh perwakilan pemerintah, dan karenanya sering dikelola secara konservatif, maka keamanannyapun terjamin.
4) Surat Berharga dari Pemerintah : Surat berharga dari pemerintah ini sangat bervariasi sehingga suatu seleksi yang baik harus didasarkan pada keperluan setiap penanam modal individu, dimana resiko pasar dan resiko bisnis dapat diabaikan dalam hal surat berharga ini.
5) Surat Obligasi Daerah dan Kotamadya : Kategori ini meliputi surat obligasi dari beribu-ribu perwakilan rakyat, termasuk provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, dan lain-lain serta usaha kepentingan masyarakat, seperti pengadaan air minum dan jalan tol.
6) Surat Obligasi Perusahaan : Surat obligasi perusahaan merupakan utang dari perhatian bisnis. Para pemegang surat obligasi, sebagai peminjam biasanya tidak mempunyai hak dalam manajemen perusahaan dan hanya berhak atas pembayaran bunag yang teratur serta pembayaran akhir dari modal pokoknya, dan semua ini dalam bentuk uang.
7) Saham Perusahaan : Para pemegang saham merupakan pemilik, dan saham perusahaan merupakan kepemilikan dan kontrol perusahaan yang masih tersisa. Resiko bisnis yang pada perusahaan itu tentu saja akan jatuh pada para pemegang saham yang menanggungnya karena ia juga berharap akan keuntungan yang besar yang mungkin ia peroleh.
8) Hipotek dan Pinjaman : Meskipun investasi semacam ini banyak digunakan oleh para individu dan perusahaan, jenis-jenis pinjaman dan kondisi-kondisi yang menyertainya sangat bervariasi sehingga tidak memungkinkan suatu penyamarataan yang cukup akurat.
9) Pemilikan Rumah : Investasi jenis ini sangat populer di masyarakat. Pemilikan rumah ini mungkin menguntungkan secara finansial bagi sebuah keluarga yang mudah menemukan suatu lokasi yang tetap dan yang anggota keluarganya dapat mengerjakan fungsi peneliharaan dan perbaikan secara kecil-kecilan.
10) Pemilikan Real Estate : Investasi jenis ini mempunyai banyak bentuk sehingga sulit diadakan penyamarataan yang baik. Hasil-hasil yang baik tergantung dari pengawasan yang baik, dan dalam banyak kasus, diperlukan pelaksanaan pemeliharaan yang insidentil oleh pemilik untuk menekan biaya serendah mungkin.
11) Pemilikan bisnis : Pemilikan atas bisnis atau perusahaan milik sendiri merupakan salah satu sumber kepuasan fisik dalam hidup ini. Untuk banyak orang, investasi ini menguntungkan dalam berbagai tingkat, untuk yang lainnya tanggung jawab finansial menghasilkan tidak lebih suatu kesempatan untuk menjadi pengusaha bebas dengan gaji yang cukup.
12) Hak Pensiun : Banyak penanam modal yang menyimpan pensiun dan pengharapan keamanan sosial yang cukup besar selama mereka bekerja. Hak-hak ini sangat berharga dan harus dimasukkan dengan seksama dalam pengembangan setiap rencana investasi.
Di antara kedua belas jenis investasi tersebut, ada yang termasuk ke dalam investasi jangka pendek, dan ada yang termasuk ke dalam jenis investasi jangka panjang.
a. Investasi jangka pendek adalah investasi yang sifatnya sementara, dengan maksud untuk memanfaatkan uang kas yang untuk sementara belum dibutuhkan dalam operasi. Syarat utama agar dapat dimasukkan dalam investasi jangka pendek adalah bahwa investasi itu harus bersifat marketable ; artinya setiap saat perusahaan membutuhkan uang, investasi itu dapat segera dijual dengan harga yang pasti. Yang termasuk dalam jenis investasi jangka pendek adalah : (1) deposito di bank, (2) surat-surat berharga yang berwujud saham, obligasi dan surat hipotek, sertifikat bank dan lain-lain investasi lain yang mudah diperjualbelikan. Investasi jangka pendek ini disajikan dalam neraca sebesar harga perolehannya atau harga pasar mana yang lebih rendah.
b. Investasi jangka panjang. Bagi perusahaan yang cukup besar dalam arti mempunyai kekayaan atau modal yang cukup atau sering melebihi dari yang dibutuhkan, maka perusahaan ini dapat menanamkan modalnya dalam investasi jangka panjang di luar usaha pokoknya. Investasi jangka panjan ini berupa : (1) saham dari perusahaan lain, obligasi atau pinjaman kepada perusahaan lain, (2) aktiva tetap yang tidak ada hubungannya dengan usaha perushaan ataupun, (3) dalam bentuk dana-dana yang sudah mempunyai tujuan tertentu. Penyajian investasi jangka panjang ini dalam neraca adalah sebesar harga perolehannya yang meliputi harga beli, komisi perantara, pajak dan pengeluaran-pengeluaran lain sehubungan dengan pembelian investasi jangka panjang tersebut.
2.3.4 Kriteria Untuk Menerima Suatu Investasi
Dalam memutuskan untuk menerima atau melakukan suatu investasi, maka haruslah didasarkan pada sejumlah kriteria yang berkaitan dengan investasi tersebut. Dengan melakukan investasi tersebut diharapkan akan memberikan keuntungan di masa yang akan datang. Masalah utama dalam keputusan investasi adalah bagaimana menaksir profitabilitas (menguntungkan tidaknya) suatu usulan investasi. Secara ekonomis, suatu usulan investasi dikatakan menguntungkan kalau memberikan manfaat (benefits) yang lebih besar dari pengorbanannya (cost). Pengukuran manfaat
dan pengorbanan ini dinyatakan dalam satuan keuangan, sehingga lebih mudah dan obyektif pengukurannya.
Berpegang pada prinsip ekonomi tersebut, yaitu bahwa manfaat harus lebih besar dari pengorbanan, maka penilaian profitabilitas investasi seharusnya adalah dengan menghitung Net Present Value-nya (NPV) atau dengan menghitung Internal Rate of Return-nya (IRR). Untuk melaksanakan pendekatan atau metode NPV, adalah dengan mencari nilai sekarang dari arus kas bersih yang diharapkan dari suatu investasi, potonglah dengan biaya modal, dan kurangilah dari padanya biaya pengeluaran pertama dari proyek. Jika NPV-nya positif, mak proyek harus diterima; jika negatif, proyek harus ditolak. Jika dua proyek tidak bersangkut paut, maka proyek yang mempunyai NPV lebih tinggi harus dipilih. Sedangkan IRR didefinisikan sebagai suku bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang akan datang yang diharapkan, dengan biaya pengeluaran awal. .
Suatu investasi dikatakan menguntungkan, kalau memberikan NPV positif atau memberikan IRR yang lebih besar dari tingkat keuntungan yang disyaratkan. Dalam menghitung NPV kita terlebih dahulu menentukan tingkat keuntungan yang disyaratkan, dan kemudian tingkat keuntungan ini dipergunakan sebagai tingkat bunga (discount rate) untuk menghitung nilai sekarang (present value) aliran kas investasi tersebut. (Alexander Hamilton, 1999:3)
2.4 Tingkat Pengembalian Investasi (ROI) 2.4.1 Pengertian Return On Investment
Guna mempercepat pengembalian keputusan dan meningkatkan efisiensi operasi, perusahaan umumnya dibentuk dengan organisasi yang terdesentralisasi. Selanjutnya setiap divisi diharapkan menghasilkan laba sepantasnya atas aktiva operasinya, laba yang diharapkan inilah yang nantinya akan menjadi acuan seberapa tingkat pengembalian investasi dari perusahaan tersebut. Untuk mempermudah analisis terpadu atas rasio-rasio perputaran dan majin laba atas penjualan, serta memperlihatkan bagaimana berbagai rasio saling berinteraksi dalam menentukan
tingkat pengembalian investasi, maka salah satu cara pengukuran yang dapat digunakan adalah dengan Return On Investment (ROI).
Pengertian ROI menurut Bambang Riyanto (1998:43) adalah :
” Kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam bentuk keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan netto”.
Dengan formula : = Earning After Tax
Total Asset (Fixed Asset + Current Asset)
Menurut Munawir (1998:89) : “ Analisa ROI dalam analisa keuangan mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisa keuangan yang bersifat menyeluruh ( komprehensif ). Analisa ROI ini sudah merupakan teknik analisa yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. ROI itu sendiri adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Dengan demikian rasio ini menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasinya perusahaan (net operating income) dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi tersebut (net operating asset). Sebutan lain untuk rasio ini adalah “net operating profit rate of return” atau “operation earning power”.
Besarnya ROI dipengaruhi oleh dua faktor :
1. Turnover dari operating assets atau jumlah asset yang digunakan untuk kegiatan operasional (tingkat perputaran aktiva yang digunakan untuk operasi).
2. Profit Margin, yaitu besarnya keuntungan operasi yang dinyatakan dalam prosentase dan jumlah penjualan bersih. Profit margin ini mengukur tingkat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan dihubungkan dengan penjualannya.
Besarnya ROI akan berubah kalau ada perubahan profit margin atau assets turnover, baik masing-masing atau kedua-duanya. Dengan demikian maka pimpinan perusahaan dapat menggunakan salah satu atau kedua-duanya dalam rangka usaha untuk memperbesar ROI. Usaha mempertinggi ROI dengan memperbesar profit
margin adalah bersangkutan dengan usaha untuk mempertinggi efisiensi di sektor produksi, penjualan, dan administrasi. Usaha mempertinggi ROI dengan memperbesar assets turnover adalah kebijaksanaan investasi dana dalam berbagai aktiva, baik aktiva lancar maupun aktiva tetap.
Besarnya ROI dapat diketahui dengan mengalikan antara turnover operating assets dengan profit marginnya, dengan rumus :
= Operating assets turnover x Profit Margin atau :
= Penjualan x Laba Usaha Operating Assets Penjualan
Yang dimaksud dengan Operating assets disini (Munawir, 1998:87) adalah semua aktiva kecuali investasi jangka panjang dan aktiva-aktiva lain yang tidak digunakan dalam kegiatan atau usaha memperoleh penghasilan yang rutin atau usaha pokok perusahaan. (Kekayaan atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan atau laba yang nantinya diperoleh dari kegiatan pokok perusahaan)
2.4.2 Kegunaan dari Analisis ROI
Menurut Munawir (1998:110), beberapa kegunaan dari analisis ROI dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Sebagai salah satu kegunaannya yang prinsipil adalah sifatnya yang menyeluruh. Apabila perusahaan sudah menjalankan praktek akuntansi yang baik maka manajemen dengan menggunakan teknik analisa ROI dapat mengukur efisiensi penggunan modal yang bekerja, efisiensi produksi, dan inefisiensi bagian penjualan.
b. Apabila perusahaan dapat mempunyai data industri sehingga dapat diperoleh rasio industri, maka dengan analisa ROI ini dapat dibandingkan efisiensi penggunaan modal pada perusahaannya dengan perusahaan lain yang sejenis, sehingga dapat diketahui apakah perusahaannya berada di bawah atau di atas rata-ratanya.
Dengan demikian akan dapat diketahui dimana kelemahannya dan apa yang sudah kuat pada perusahaan tersebut dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis. c. Analisa ROI pun dapat digunakan untuk mengukur efisiensi
tindakan-tindkanyang dilakukan oleh divisi atau bagian, yaitu dengan mengalokasikan semua biaya dan modal ke dalam bagian yang bersangkutan. Arti pentingnya mengukur rate of return pada tingkat bagian adalah untuk membandingkan efisiensi suatu bagian dengan bagian yang lain dalam perusahaan yang bersangkutan.
d. Analisa ROI juga dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas dari masing-masing produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Dengan menggunakan ” product cost system ” yang baik, modal dan biaya dapat dialokasikan kepada berbagai produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan, sehingga dengan demikian akan dapat dihitung profitabilitas dari masing-masing produk.
e. ROI selain berguna untuk keperluan kontrol, juga berguna untuk keperluan perencanaan. Misalnya ROI dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan kalau perusahaan akan mengadakan ekspansi.
2.4.3 Kelemahan dari Analisis ROI
Di samping kegunaan dari analisis ROI, terdapat pula beberapa kelemahannya yaitu sebagai berikut : Munawir (1998:112)
a. Salah satu kelemahan yang prinsipil adalah kesukarannya dalam membandingkan rate of return suatu perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis, mengingat bahwa kadang-kadang praktek akuntansi yang digunakan oleh masing-masing perusahaan tersebut adalah berbeda-beda. Perbedaan metode dalam penilaian berbagai aktiva antar perusahaan, perbandingan tersebut akan dapat memberi gambaran yang salah. Demikian pula adanya berbagai metode depresiasi akan berpengaruh terhadap jumlah aktivanya.
b. Kelemahan lain dari teknik analisis ini adalah terletak pada adanya fluktuasi nilai dari uang (daya belinya). Suatu mesin atau perlengkapan tertentu yang dibeli dalam keadaan inflasi nilainya berbeda dengan kalau dibeli pada waktu tidak ada
inflasi, dan hal ini akan berpengaruh dalam menghitung investment turnover dan profit margin.
c. Dengan menggunakan analisis rate of return atau return on investment saja tidak akan dapat digunakan untuk mengadakan perbandinagan antara dua perusahaan atau lebih dengan mendapatkan kesimpulan yang memuaskan. Rate of return diperoleh dari dau rasio yang masing-masing mengandung unsur penjualan, dimana penganalisa tidak mengetahui sebab terjadinaya perubahan dalam penjualan tersebut dan apa akibat adanya perubahan tersebut. Masalah lain yang dihadapi dalam analisa ROI ini adalah mengenai profit (apakah laba sebelum dikurang pajak ataukah sesudah pajak ? ) dan mengenai pengertian aktiva (apakah yang digunakan untuk operasi saja, apakah seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan, nilai bukunya ataukah harga perolehannya, dan sebagainya).
Kelemahan dari angka rasio ini tidak dapat memberikan gambaranatau mencerminkan struktur modal maupun perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur modal (debt to equity) yang digunakan untuk membiayai aktiva tersebut. Para manajer biasanya menggunakan ROI ini untuk mengevaluasi performansi dari tiap-tiap divisi di bawahnya, dan juga mengevaluasi proyek yang dikelolanya. Analisa ROI menunjukkan kemampuan dari total modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan netto. Analisa ROI lazim digunakan karena perhitungannya lebih sederhana, semua informasi yang diperoleh didapat dari laporan keuangan perusahaan. Alasan inilah mengapa penulis memilih menggunakan analisa ROI untuk mengukur tingkat pengembalian investasi.
2.5 Hubungan Penerapan Manajemen Kualitas Terpadu (TQM) terhadap Tingkat Pengembalian Investasi (ROI)
Cara terbaik agar dapat bersaing dan unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Untuk menghasilkan kualitas yang terbaik diperlukan adanya upaya perbaikan yang berkesinambungan terhadap kemampuan manusia, proses, dan lingkungan.
Seperti yang telah dikemukakan oleh Deming (1998), bahwa upaya perbaikan kualitas akan membuat proses dan sistem industri menjadi lebih baik lagi. Produktivitas total industri secara keseluruhan akan meningkat, karena pemborosan dan inefisiensi akan berkurang. Pelanggan akan memperoleh produk-produk industri yang berkualitas tinggi pada tingkat biaya per unit turun secara terus-menerus. Apabila produk yang berkualitas tinggi dihasilkan dengan harga yang kompetitif, maka permintaan atas produk akan meningkat, dan akhirnya akan menyebabkan perluasan terhadap pangsa pasar. Seperti yang dikemukakan oleh Agus Ahyari (2001:237), bahwa :
“ Persoalan kualitas produk / jasa perusahaan akan ikut menentukan pesat atau tidaknya perkembangan suatu perusahaan. Bahkan dalam situasi pemasaran yang semakin ketat persaingannya, peranan produk perusahaan akan semakin besar di dalam kaitannya dengan perkembangan perusahaan tersebut. ”
Apabila kapabilitas perusahaan meningkat, maka perusahaan akan tetap mempertahankan siklus hidupnya, tentu saja hal tersebut didukung oleh kinerja karyawan yang efektif dan efisien. Siklus ini juga tentunya akan mempengaruhi marjin keuntungan (profit margin), dan apabila profit margin meningkat diharapkan dapat meningkatkan tingkat pengembalian investasi, dimana tingkat pengembalian investasi ini dapat diukur melalui alat ROI. Cara terbaik agar perusahaan dapat menghasilkan komponen-komponen tersebut diatas yang bertumpu pada kualitas adalah dengan menerapkan Total Quality Management (TQM).