13
A. Pengertian Istiqamah
Istiqamah merupakan suatu istilah bahasa Arab yang sering diucapkan oleh masyarakat Indonesia khususnya umat Islam baik sebagai sebuah pesan dari seseorang kepada orang lain maupun diucapkan ketika berdoa kepada Allah SWT. Istilah tersebut jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menurut Mokhtar Stork berarti To Stand Firm.1 Sedangkan dalam kamus Arab-Inggris Ilyasi al Asro, istiqamah diterjemahkan dengan straighness dan directness.2 Adapun dalam Ensiklopedi Islam Indonesia yang disusun oleh tim penulis IAIN Syarif Hidayatullah, istiqamah diterjemahkan sebagai taat asas, selalu setia dan taat kepada asas.3
Dalam ilmu sorof, istiqamah merupakan bentuk isim masdar dari fiil madi istaqoma yang kata dasarnya adalah qama. Jadi termasuk istiqoma yang merupakan fiil madi dari term istiqamah merupakan fiil sulasi masid yang mendapat tambahan tiga haruf (hamzah wasol, sin dan ta). Term qama yang merupakan kata dasarnya memiliki arti berdiri tegak lurus. Adapun masdar dari qama adalah iqamah yaitu tanda dimulainya (penegakan salat jamaah).
Berdiri tegak lurus adalah simbol bahwa yang bersangkutan disiplin serius dan tidak main-main seperti yang dilakukan oleh barisan TNI. Oleh karena itu mengapa perintah untuk salat dalam al-Quran menggunakan kata
ÅöÞóÇãðÇ
atauíõÞöíúãõæúÇ
yang juga berasal dari kataÞÇã
karena shalat yang benar adalah shalat yang dilakukan dengan1 Mokhtar Stork, A-Z Guide To The Qur’an, (Selangor : Times Books Internasional,
2000), Cet. 2, hlm. 164.
2 Elias A. Elias dan Ed. E. Elias, Kamus Ilyasi al Asro (Beirut : Darul Jiyl, 1982). hlm.
174.
3 Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia, (Jakarta :
pengetahuan, dilakukan dengan disiplin dan serius secara terus-menerus.4 Dengan berdiri pula seseorang biasa melakukan banyak hal, dibandingkan jika seseorang berada pada posisi selain berdiri, misalnya dengan berdirinya seseorang bisa berlari berjalan duduk dan sebagainya yang mana hal itu tidak bisa dilakukan dengan berbaring misalnya.
Secara epismetologi istiqamah adalah tegak dihadapkan Allah SWT atau tetap pada jalan yang lurus dengan tetap menjalankan kebenaran dan menunaikan janji baik yang berkaitan dengan ucapan, perbuatan sikap dan niat atau pendek kata yang maksud dengan istiqamah adalah menempuh jalan yang lurus (siratal mustaqin) dengan tidak menyimpang dari ajaran Tuhan.5 Istiqamah juga bisa diartikan dengan tidak goncang dalam menghadapi macam-macam problema yang dihadapi dalam kehidupan dengan tetap bersandar dengan tetap berpegang pada tali Allah SWT dan sunnah Rasul.6
B. Pandangan Islam Tentang Istiqamah
Dalam Islam istiqamah sangatlah dianjurkan, hal itu sebagaimana tertuang dalam al-Quran yang menjadi pedoman utama dalam Islam, yakni terdapat sembilan ayat yang memuat bentuk kata jadian dari istiqamah, masing-masing Q.S. at-Taubah : 7, Q.S. Yunus : 89, Q.S. Hud : 112, Q.S. Fussilat : 6 dan 30, Q.S. al Ahqaf : 13, Q.S. asy Syura : 15, Q.S. al Jin : 16 dan Q.S. at Takwir : 28.7
Istiqamah sendiri dalam al-Quran secara sederhana dapat diartikan dengan konsekuen atau konsisten terhadap perjanjian yang telah disepakati sebagaimana firman Allah SWT :
4 Waryono Abdul Ghofur, Tafsir Sosial, (Sleman : el SAQ Press, 2005) Cet. 1 hlm. 23. 5 Ibid
6 Jamaluddin Ahmad al Buny, Menelusuri Taman-Taman Mahabbah Shufiyah, (Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2002) Cet. 1, hlm. 151.
7 M. Fuad Abdul Baqi, Mu’jam Mufahras li Alfaz al-Quranulkarim, (Kairo :Darul Hadist,
ÝóãóÇ ÓúÊóÞóÇãõæúÇ áóßõãú ÝóÇ ÓúÊóÞöíúãõæÇ
áóåõãú (ÇáÊæÈå : ٧ )
“Jika mereka berlaku lurus kepada kamu (konsisten terhadap perjanjian) hendaklah kamu berlaku lurus kepada mereka” (Q.S. at- Taubah : 7)8
Untuk membahas istiqamah sendiri di dalam al-Quran lebih lanjut penulis akan mengutip beberapa ayat tentang istiqamah ditambah dengan pendapat beberapa ahli tafsir, salah satunya adalah Q.S. Hud : 112 berikut ini:
ÝóÇÓúÊóÞöãú ßóãóÇ ÇõãöÑúÊó æóãóäú ÊóÇÈó
ãóÚóßó æóáÇóÊóØúÛóæúÇ Çöäøóåõ
ÈöãóÇÊóÚúãóáõæúäó ÈóÕöíúÑñ (åæÏ : ١١٢)
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kelpada kamu dan (juga) orang-orang yang bertaubat bersama kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan (Q.S. Hud : 112)9
Pada ayat di atas istiqamah diungkapkan dalam bentuk perintah, menurut Sayyid Qutub istaqim adalah perintah untuk istiqamah, yakni:
áÇÚÊÏÇá æÇáãÖì Úáì ÇáãäåÌ Ïæä ÇäÍÑÇÝ.
10“Keseimbangan serta menelusuri jalan yang telah ditetapkan tanpa penyimpangan.”
Sedangkan menurut al Maraghi istiqamah adalah :
ÇáÇÚÊÏÇá Ýì ÇáØÇÚÉ ÇÚÊÞÇÏÇ æÞæáÇ æÝÚáÇ
ãÚ ÇáÏæÇã Úáì Ðáß.
11
8 Dep. Ag. RI, al-Quran dan Terjemahannya, (Semarang : Kumudasmoro Grafindo,
1994), hlm. 278.
9 Ibid., hlm. 344.
10 Sayyid Qutb, Fizilalil Quran Jilid X, (Beirut : Ihyat Tiras al Arabi, 1971), cet. 7, hlm.
630.
11 A. Musthafa al Maraghi, Tafsir al Maraghi, Jilid IX, (Beirut : Darul Fikr, t.th), cet. 3,
Keseimbangan dalam bertaat baik yang berhubungan dengan I’tikad, ucapan, maupun perbuatan dengan melanggengkan sikap seperti itu.
Dalam ayat di atas yang paling ditekankan untuk istiqamah adalah Nabi SAW, karena Nabi merupakan suri tauladan bagi umatnya. Menurut Quraisy Shihab dalam ayat ini Nabi diperintahkan untuk konsisten dalam menegakkan tuntunan wahyu Illahi sebaik mungkin sehingga terlaksana secara sempurna sebagaimana mestinya, adapun tuntunan wahyu itu mencakup seluruh persoalan agama dan kehidupan baik kehidupan dunia maupun akhirat. Dengan demkian perintah tersebut mencakup perbaikan kehidupan duniawi dan ukhrowi, pribadi masyarakat dan lingkungan.12 Serupa dengan ayat tersebut yaitu Q.S. asy Syura : 15.
Pada hakekatnya perintah istiqamah bukan hanya untuk Nabi, Nabi hanya diperintahkan untuk memberikan contoh saja, hal itu sebagaimana firman Allah SWT di bawah ini:
Þõáú ÇöäøóãóÂÇóäóÇú ÈóÔóÑñãøöËúáõßõãú
íõæúÍì Çöáóíøó ÇóäøóãóÂ Çööáåõßõãú Çöáåñ
æøóÇÍöÏñÝóÇÓúÊóÞöíúãõæú Çöáóíúåö
æóÇÓúÊóÛúÝöÑõæúåõ æóæóíúáñ
áöáúãõÔúÑößöíúäó (ÝÕøáÊ : ٦)
“Katakanlah bahwasanya aku hanyalah manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadaNya dan mohonlah ampun kepadaNya, dan kecelakan yang besarlah bagi orang-orang yang musyrik.(Q.S. Fussilat: 6).13
Menurut al Maraghi yang dimaksud istiqamah dalam ayat di atas adalah memurnikan penghambaan kepada Allah SWT
12 M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume VI, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm.
351.
Dalam surat yang sama juga diterangkan tentang istiqamah yaitu:
Çöäøó ÇáøóÐöíúäó ÞóÇáõæúÇ ÑóÈøõäóÇÇááå
õËõãøó ÇÓúÊóÞóÇ ãõæúÇÊóÊóäóÒøóáõ Úóáóíúåöãõ
ÇáãóáóÆößóÉõÇóáÇóÊóÎóÇÝõæúÇæóáÇóÊóÍúÒóäõ
æúÇ æóÇóÈúÔöÑõæúÇÈöáúÌóäøóÉö ÇáøóÊöíú
ßõäúÊõãú ÊõæúÚóÏõæúäó (ÝÕøáÊ :٣٠)
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami adalah Allah kemudian beristiqamah maka malaikat akan turun kepada mereka (seraya berkata) janganlah kamu takut dan janganlah kamu sedih, dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan (Q.S. Fussilat : 30).14
Redaksi yang mirip dengan ayat di atas adalah Q.S. al Ahqaf : 13. Menurut Wahbah Az Zuhaili yang dimaksud dengan istiqamah dalam ayat tersebut adalah kekal dalam pengakuan bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan dan tidak pernah berpaling dengan mengakui Tuhan selain Allah SWT, kemudian konsisten dan menetapi perintah Nya, beramal karena Dia, menjauhi maksiat hingga akhir hayatnya.15
Senada dengan hal itu, al Maraghi mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan istiqamah dalam ayat tadi adalah teguh dalam beriman sehingga tidak tergelincir, dalam hal ini adalah ibadah dan i’tikad-i’tikadnya tidak dilanggarnya.16 Dari ayat-ayat dan keterangan-keterangan tadi maka dapat disimpulkan bahwa istiqamah itu berkaitan dengan keyakinan, perbuatan dan tujuan hidup. Hal itu sebagaimana pendapat para Sahabat Nabi tentang istiqamah yakni, Abu Bakar memberi pengertian tentang tidak menyekutukan Allah SWT, dengan satu apapun, Ummar bin Khattab mengartikan dengan tetap atau teguh pendirian baik lahir maupun batin
14 Dep.Ag. RI, Op.cit., hlm. 777.
15 Wahbah az Zuhaili, Tafsir al Munir, Jilid 23, (Damaskus : Darul Fikr, t.th), hlm. 223. 16 A. Mustafa al Maraghi, Op.cit., Jilid VIII, hlm. 127.
dengan cara mengerjakan perintah dan menjauhi larangan tanpa menyeleweng seperti kancil, sedangkan Ustman bin Affan mengartikannya dengan keikhlasan, sedangkan menurut Ali bin Abi Thalib istiqamah adalah melaksanakan kefarduan-kefarduan.17
Dalam beberapa hadist, Nabi juga mewasiatkan tentang istiqamah antara lain:
Úä ÇÈäìÃãÇãÉÑÖìÇááå Úäå ÞÇá : ÞóÇáó
ÑóÓõæúáõ Çááåö ÕóáøìÇááåõ Úóáóíúåö
æóÓóáøóãó : ÇöÓúÊóÞöíúãõæÇ æóäöÚöãøóÇ Ãóäö
ÇÓúÊóÞóãúÊõãú æóÎóíúÑóÇóÚúãóÇ áßõãú
ÇÕøóáÇóÉõ æóáóäú íõÍóÇ ÝöÙó
ÚóáóìÇáúæõÖõæúÁö ÇöáÇøóßõáøö ãõÄúãöäò
(ÑæÇå ÇÈä ãÇÌå)
18“Diriwayatkan dari abi Amamah, R.A : Rasulullah SAW telah bersabda : luruskanlah pendirianmu (istiqamahlah) sebaik-baik kamu adlah jika tetap dalam pendirian, dan sebaik-baik amalmu adalah shalat, dan sekali-kali tidak akan memelihara wudlu kecuali orang mu’min. (H.R. Ibnu Majjah).
Dalam hadist yang lain juga disebutkan:
Úóäú ÓõÝúíóÇäó Èúäö ÚóÈúÏö Çááåö
ÇáËóÞóÝöíú ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ ÞóÇáó:
ÞõáúÊõ: íóÇÑóÓõæúáó Çááåö Þóáú áöì Ýöì
ÇúáÇöÓúáÇóãö ÞóæúáÇð áÇó ÇóÓúÆóáõ
Úóäúåõ ÃóÍóÏðÇÈóÚúÏóßó ÞóÇáó: Þõáú
17 Wahbah az Zuhaili, Lok.cit., hlm. 233.
18 Al hafid Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al Qazwini, Sunan Ibnu Majjah, jilid I,
ÇãóäúÊõ ÈÇö ááåö Ëõãøó ÇÓúÊóÞöãú. (ÑæÇå
ãÓáã).
19“Diriwayatkan oleh Sufyan bin Abdillah Assaqafi R.A. dia berkata : aku pernah bertanya (kepada Rasullullah) wahai Ya Rasulullah, wasiatilah aku tentang Islam yang tidak kutanyakan lagi kepada orang sesudah engkau, maka beliau menjawab : Katakanlah ! Aku beriman kepada Allah SWT kemudian beristiqamahlah.” (H.R. Muslim)
Sabda nabi di atas tergolong singkat tetapipadat. Dalam kitab Sahih Muslim Syarh an Nawawi dijelaskan bahwa hadist tersebut ekuivalen dengan perintah Allah SWT dalam Q.S. Fussilat: 30 tadi, yang mengajarkan agar orang yang telah beriman untuk istiqamah dalam beragama, yakni senantiasa beriman kepada Allah SWT dan senantiasa menjalani semua perintah Nya.20
Menurut Abu al Qasim al Qasim al Qusyair, istiqamah hanya dimiliki oleh orang-orang yang benar-benar beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, mengenai keutamaannya dia berkata, “barang siapa memiliki sifat istiqamah maka ia akan meraih segala kesempurnaan dan segala kebajikan, sebaliknya orang yang tidak memiliki sifat istiqamah maka semua usahanya akan sia-sia dan semua perjuangan akan kandas.21
Sementara itu Assayyid al Allamah Abdullah Haddad berpendapat bahwa istiqamah adalah tetap bertahan dalam perilaku–perilaku bersih dengan bersandarkan kepada al-Quran dan al Hadist.22 Sedangkan menurut Said bin Wahif al Qahtani, istiqamah adalah pelaksanaan addin secara total, yakni
19 Imam Abi Husain Muslim Bin Hajjaj al Qusyairy an Nisabury, Sahih Muslim, Juz 4
(Beirut : Darul Fikr, T.Th), hlm. 16ز
20 M. Fuad Abdul Baqi, Sahih Nuslim Syarh an Nawawi, Jilid 1 (Beirut : Darul Qutub al
Ilmiyyah, t.th), hlm. 9.
21 Ibid.
22 Assayyid al Allamah Abdullah Haddad, Menuju Kesempuranaan Hidup, Terj. Rosihin
berbuat lurus dalam segala hal, yang dimulai dari niat, ucapan kemudian perbuatan.23
Tentunya masih banyak lagi tokoh yang punya pendapat tentang pengertian istiqamah yang tidak bisa penulis kutip semuanya namun pada intinya jika disimpulkan yang dimaksud dengan istiqamah adalah keteguhan sikap pada seseorang dalam menjalankan syari’at agama Islam yang berdasarkan keyakinan yang benar dari Allah SWT dari rasul-Nya (al Qur’an dan as Sunnah) atau mempertahankan iman dari berbagai cobaan dengan sekuat tenaga, sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab selama hidup di dunia.
C. Bentuk-Bentuk Istiqamah.
Menurut sebagian ulama istiqamah itu terjadi secara lahir maupun secara batin. Yang dimaksud istiqamah secara lahir adalah patuh terhadap semua perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangannya, sedangkan yang dimaksud istiqamah secara batin adalah iman dan membenarkan.24
Dalam bukunya Said bin Ali bin Wahif al Qahtani dan bukunya Usman Asyakir al Khaubawiyyi dijelaskan bahwa istiqamah itu meliputi tiga hal, yaitu:
1. Istiqamah dalam niat atau dalam hati 2. Istiqamah dengan lisan atau dengan ucapan 3. Istiqamah dengan perbuatan anggota badan. 25
Yang dimaksud dengan istiqamah dalam niat atau dalam hati adalah senantiasa memiliki kemauan yang benar dan baik, istiqamah dangan lisan atau ucapan berarti senantiasa mengucapkan kalimat syahadat sedangkan
23 Said bin Wahif al Qahtani, Dakwah Islam Dakwah Bijak, Terj. Masykur Hakim,
(Jakarta : Gema Insani Press, 1994), cet. 2, hlm. 77.
24 Usman as Syakir al Khaubawiyyi, Op.cit, hlm. 414. 25 Said bin Ali bin Wahif al Qahtani, Op.cit, hlm. 78.
istiqamah dengan perbuatan anggota badan anggota badan maksudnya adalah senantiasa melakukan ibadah dan ketaatan-ketaatan.26
D. Cara-Cara Mewujudkan Istiqamah
Setiap muslim hendaknya bersikap istiqamah dalam segala hal walaupun hal tersebut tidaklah mudah untuk diperoleh, karena setiap manusia yang hidup di dunia ini tidak ada yang tidak pernah mendapat cobaan. Apabila seseorang tidak beristiqamah secara utuh hendaklah melakukan semampunya.
Dalam sebuah hadits Nabi bersabda:
Úóäú ÚóÇ ÆöÔóÉó ÃóäøóåóÇ ßóÇ äóÊú
ÊóÞõæúáõ: ÞóÇáó ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ
Úóáóíúåö æóÓóáøóãú: ÓóÏøöÏõæúÇ æóÞóÇÑö
Èõæú æóÇóÈúÔöÑõæú ÝóÇäøóå áóäú íøõÏúÎöáó
ÇáúÌóäøóÉó ÇóÍóÏðÇ Úóãóáõåõ ÞóÇáõæúÇ: æóáÇó
ÇóäúÊó íóÇ ÑóÓõæúáó Çááåö¿ ÞóÇáó: æóáÇó
ÇóäóÇ, ÇöáÇøó Çóäú íøóÊóÛóãóÏó äöíó Çááåõ
ãöäúåõ ÈöÑóÍúãóÉò, æóÇÚúáóãõæúÇ Çóäøó
ÇóÍóÈøó ÇáúÚóãóáò Çöáóì Çááåö ÇóÏúæóãõåõ
æóÇöäú Þóáøó. (ÑæÇå ãÓáã).
27“Diriwayatkan dari Aisyah, bahwasanya dia berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda : berlakulah lurus dan saling mendekatkan diri! Katahuilah! Tidak seorangpun diantara kamu bisa masuk ke dalam syurga kerena amalnya, “Mereka (para sahabat) bertanya : “termasuk aku, dan ketahuilah sesungguhnya amal yang disukai oleh
26 Usman asy Syakir al Khaubawiyyi, Loc.cit. hlm. 414.
27 Imam Abi Husain Muslim Bin Hajjaj al Qusyairy an Nisabury, Sahih Muslim, Juz 4
Allah SWT adalah amal yang dilakukan dengan konsisten walaupun sedikit.” (HR. Muslim)
Hadist di atas menghimpun hal-hal penting tentang agama. Nabi memerintahkan umatnya agar beristiqamah, yakni berbuat lurus dan benar. Nabi menyadari bahwa istiqamah secara utuh merupakan suatu yang sulit untuk dilaksanakan dan dicapai, oleh karena itu beliau memberikan keringanan yakni minimal berusaha untuk mendekatinya sesuai dengan kesanggupannya.
Pada hakekatnya istiqamah itu bisa dicapai oleh orang yang mampu menghayati kalimat tauhid (la ilaaha illallah)28 dan tentunya menghayati kalimat tauhid tersebut lebih sukar daripada sekedar mengucapkan dan memahaminya saja. Sebagai perumpamaan tentang pemahaman akan hukum-hukum Newton tentulah berbeda antara pelajar SMA dan seorang insinyur. Pelajar SMA sudah mengerti betul tentang hukum-hukum tersebut sehingga dapat dapat mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan Hukum Newton tersebut. Meskipun demikian belum berarti bahwa dia sudah menghayatinya. Hanyalah mereka sudah tenggelam dalam persoalan-persoalan itu sampai ke soal-soal di dalam praktek membuat jembatan, bangunan-bangunan tinggi dan sebagainya barulah bisa dikatakan menghayati pengertian sesungguhnya dari hukum-hukum tersebut.
Kalau begitu untuk mewujudkan istiqamah pembinaannya harus dilakukan terus menerus (rutin) dan tidak bisa sebagai pekerjaan sambilan saja, artinya diperlukan kesungguhan lahir (ijtihad dan jihad) maupun usaha batin (mujahadah).29 Dengan tetap waspada terhadap berbagai macam bentuk rayuan dan godaan. Dalam tafsir al Munir disebutkan tentang hal-hal yang harus diperhatikan jika seorang ingin mewujudkan istiqamah, yaitu:
1. Taat secara terus-menerus 2. Pengendalian hawa nafsu
28 M. Imamuddin Abdul Rahim, Kuliah Tauhid. (Bandung : Pustaka Perpustakaan ITB,
1982), hlm. 90.
3. Kewaspadaan terhadap pelanggaran 30
E. Tanda-Tanda Sikap Istiqamah
Menurut al Faqih abu Laits sebagaimana dikutip oleh Usman asy Syakir al Khaubawiyyi, tanda keteguhan hati (istiqamah seseorang ialah apabila ia memelihara sepuluh hal, dengan mewajibkannya atas dirinya sendiri, yaitu:31
1. Memelihara lidah dari menggunjing orang lain, karena firman Allah SWT:
æóáÇó íóÛúÊóÈú ÈóÚúÖõßõãú ÈóÚúÖðÇ
“Dan janganlah sebagian dari kamu menggunjing sebagian yang lain.” 2. Manjauhkan diri dari berburuk sangka, karena firman Allah SWT :
ÅöÌúÊóäöÈõæúÇ ßóËöíúÑðÇ ãöäó ÇáÙøóäö Åöäøó
ÈóÚúÖó ÇáÙøóäö ÅöËúãñ.
“Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa.”
3. Menjauhkan diri dari memperolok-olok orang lain karena firman Allah SWT :
áÇó íóÓúÎóÑú Þóæúãñ ãöäú Þæúãö ÚóÔì Çóäú
íóßõæúäõæúÇ ÎóíúÑðÇ ãöäúåõãú.
“Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi (mereka yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok)”
4. Menahan pandangan dari hal-hal yang diharamkan, karena firman Allah :
Þõáú áøöáúãõÄúãöäöíúäó íóÛõÖøõæúÇ ãöäú
ÇóÈúÕóÇÑöåöãú.
30 Wahbah az Zuhaili, Tafsir Al Munir, Op.cit., Jilid XI, hlm. 168.
“Katakan kepada orang laki-laki yang beriman: hendak mereka menahan pandangannya.”
5. Memelihara kejujuran lidah, karena firman Allah SWT :
æóÇöÐóÇ ÞõáúÊõãú ÝóÇÚúÏöáõæúÇ.
“Dan apabila kamu berkata maka hendaklah kamu berlaku adil.” 6. Menafkahkan harta pada jalan Allah SWT, karena firman Allah SWT :
æóÇóäúÝöÞõæúÇ ãöäú ØóíøöÈóÇÊö ãóÇ
ßóÓóÈúÊõãú.
“Nafkahkanlah (dijalan Allah SWT ) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.”
7. Manjauhkan diri dari sifat boros, karena firman Allah SWT :
æóáÇó ÊõÈóÐøöÑú ÊóÈúÐöíúÑðÇ.
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.”
8. Tidak ingin diunggulkan ataupun dibesarkan dirinya, karena firman Allah SWT :
Êöáúßó ÇáÏøóÑõÇúáÇÎöÑóÉõ äóÌúÚóáõåóÇ
áöáøóÐöíúäó áÇó íõÑöíúÏõæúäó ÚáæÇ Ýöì
ÇúáÇóÑúÖö æóáÇó ÝóÓúÏóÇ
æóÇáúÚóÇÞöÈóÉõ áöáúãõÊóÞóíøöäõ.
“Negeri akhirat itu, kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” 9. Memelihara shalat lima waktu, karena firman Allah SWT :
ÍóÇÝöÙõæú Úóáóì ÇáÕøóáóæóÇÊö æóÇáÕøóáÇóÉö
ÇáúæõÓúØì æóÞõæúãõæúÇöááåö ÞóÇäöÊöíúäó.
“Periharalah semua Shalat (mu) dan (periharalah) shalat Wustha. Berdirilah untuk Allah SWT (dalam shalatmu) dengan khusus’.” 10. Teguh hati dalam manganut ahli sunnah wal jamaah, karena firman Allah
SWT :
æóÇóäøó åÐóÇ ÕöÑóÇØöì ãõÓúÊóÞöíúãðÇ ÝóÇ
ÊøóÈöÚõæúåõ æóáÇó ÊóÊøóÈöÚõæúÇ ÇáÓøõÈõáó
ÝóÊóÝóÑøóÞó Èößõãú Úóäú ÓóÈöíúáöåö.
“Dan bahwa (yang kami perintahkan) ini adalah jalanku yang lurus maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.” Dalam bukunya A’ilyas Ismail disebutkan bahwa indikasi keistiqamahan seseorang atau orang disebut istiqamah apabila dia konsisten dalam empat hal, yakni:
1. Konsisten dalam memegang teguh akidah tauhid
2. Konsisten dalam menjalankan perintah (al Awamir) maupun berupa menjauhi larangan (al Nawahi).
3. Konsisten dalam bekerja dan berkarya dengan tulus dan ikhlas karena Allah SWT.
4. Konsisten dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan baik dalam waktu lapang maupun dalam waktu susah.32
Dari indikasi-indikasi keistiqamahan seseorang maka jelas bahwa dengan sikap istiqamah berarti istiqamah itu berkaitan dengan masalah aqidah, ibadah dan amaliah yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap muslim, karena dengan istiqamah tersebut akan terjadi hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lain serta manusia dengan alam sekitarnya sehingga akan tercipta ketentraman, kemakmuran dan kebahagiaan.
32 A. Ilyas Ismail, Pintu-Pintu Kebaikan, (Jakarta :Raja Grafindo Persada, 1997) Cet. 1,
F. Pentingnya Sikap Istiqamah
Pada dasarya sebelum lahir ke dunia ini manusia telah membawa bekal iman, hal ini sebagaimana firman Allah SWT;
æóÅöÐú ÃóÎóÐó ÑóÈøõßó ãöäú Èóäöì ÂÏóãó ãöäú
ÙõåõæúÑöåöãú ÐõÑøöíøóÊóåõãú
æóÃóÔúåóÏóåõãú Úóáì ÃóäúÝõÓöåöãú ÃóáóÓúÊõ
ÈöÑóÈøößõãú ÞóÇáõæúÇ Èóáóì ÔóåöÏúäóÇ.
(ÇáÇÚÑÇÝ: ١٧٢).
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan Adam dari Sulbi mereka, dan Allah SWT mengambil kesaksian terhadap diri mereka (seraya berfirman) “bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab benar (Engkaulah Tuhan kami) kami menjadi saksi.” (al A’raf : 172). 33
Jadi jika Allah SWT menyuruh manusia beriman ketika hidup di dunia ini itu telah sesuai dengan fitrah manusia itu, dan Allah SWT pun memberi pedoman kepada manusia agar tetap dalam imannya, namun sedikit manusia yang beriman bila dibanding dengan yang mengingkarinya.
Keimanan seseorang itu dapat mengalami pasang surut, hal itu sesuai dengan sabda Nabi SAW:
ÇóáÅöíúãóÇäõ Þóæúáñ æóÚóãóáñ íóÒöíúÏõ
æóíóäúÞõÕõ. (ÑæÇå ÇáÈÎÇÑì).
“Iman itu mencakup amal dan perbuatan seseorang yang (suatu saat) bisa bertambah dan (suatu saat) bisa berkurang. (H.R. Bukhari) 34
Salah satu hal yang bisa menyebabkan pasang surutnya iman seseorang adalah cobaan atau ujian dari Allah SWT karena telah menjadi
33 Dep. Ag. RI, Op.cit, hlm. 250.
34Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al Bukhori, Matan al Bukhori, Juz 1, (Semarang :
Sunnatullah bahwa setiap manusia yang hidup di dunia ini, lebih-lebih orang yang beriman pasti akan mendapat ujian. Karena memang hidup itu sendiri baik sukses beruntung atau tidak adalah ujian atau cobaan.
ÃóÍóÓöÈó ÇáäøóÇÓõ Ãóäú íøõÊúÑó ßõæúÇ Ãóäú
íøóÞõæúáõæúÇ ÃãóäøóÇ æóåõãú áÇó
íõÝúÊóäõæúäó. (ÇáÚäßÈæÊ: ٢)
“Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan begitu saja mengatakan kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi.” (Q.S al Ankabut : 2)35
Tentunya dalam memberikan ujian atau cobaan kepada hambanya Allah SWT memperhatikan kadar kekuataan hamba-Nya karena Dia berjanji kepada dalam firman-Nya:
áÇó íõßóáøöÝõ Çááåõ äóÝúÓðÇ ÅöáÇøó
æõÓúÚóåóÇ.... (ÇáÈÞÑÉ : ٢٨٦).
“Allah SWT tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya.” (Q.S al Baqarah : 286) 36
Namun dalam menghadapi ujian atau cobaan yang Allah SWT berikan kepadanya ada hamba-Nya yang merasa cobaan tersebut dengan ringan dan tetap tidak tergoda, namun ada yang merasakan berat dan terdorong untuk melanggar.37
Dalam hal menjalani kehidupan yang penuh dengan cobaan ini manusia akan senantiasa dihadapkan pada godaan setan yang selalu berusaha untuk menyesatkannya. Karena syetan telah memproklamirkan diri sebagai musuh manusia yang abadi, sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran:
35 Dep. Ag. RI, Op.cit, hlm. 471. 36 Ibid., hlm. 72.
ÞóÇáó ÇóÑóÇóíúÊóßó åÐó ÇáøóÐöì ßóÑøóãúÊó
Úóáóíøó áóÆöäú ÇóÎóÑúÊóäö Çöáóì íóæúãö
ÇáúÞöíóÇãóÉö áÇó ÍúÊóäößõäøó ÐõÑøöíøóÊóå
ÇöáÇøó ÞøáöíúáÇð. ÞóÇáó ÇÐúåóÈú Ýóãóäú
ÊóÈöÚóßó ãöäúåõãú ÝóÅöäøó Ìóåóäøóãó
ÌóÒóÇÄõßõãú ÌóÒóÇÁð ãøóæúÝõæúÑðÇ.
æóÇÓúÊóÝúÒöÒú ãóäö ÇÓúÊóØóÚúÊó ãöäúåõãú
ÈöÕóæúÊößó æóÃóÌúáöÈú Úóáóíúåöãú, áÈöÎóíúáößó
æóÑóÌöáößó æóÔóÇÑö ßúåõãú Ýöì ÇúáÇóãúæóÇáö
æóÇúáÇóæúáÇÏö æóÚöÏú åõãú æóãóÇ íóÚöÏõ åõãõ
ÇáÔøóíúØóÇäõ ÇöáÇøó ÛóÑõæúÑðÇ. (ÇáÇÓÑÁ :
٦٢ – ٦٤ )
“Dia (iblis) berkata : terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku ? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan ku sesatkan keturunannya kecuali sebagian kecil dari mereka. Pergilah, barang siapa diantara mereka mengikuti kamu maka sesungguhnya jahanam adalah balasanmu semua sebagai suatu balasan yang cukup. Dan hasutlah siapa yang kamu sanggupi diantara mereka dengan ajakanmu dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan berjanjilah meraka dan tidak ada yang dijanjikan oleh syetan kepada mereka melainkan tipuan belaka. Sesungguhnya (terhadap) hamba-hamba-Ku kamu tidak berkuasa atas mereka dan cukuplah Tuhanmu sebagai penjaga. (Q.S al Isra : 62-64) 38
Dalam ayat di atas jelas bahwa Iblis meminta kepada Allah SWT agar bisa hidup sampai kiamat agar bisa menggoda dan membujuk manusia agar
senantiasa mengikuti langkahnya, dan Allah SWTpun mengabulkan dan memberi kesempatan padanya. Bukan hanya manusia biasa saja yang mendapat godaan dari syetan, Nabipun tidak terlepas dari godaan syetan tersebut:
æóöÇãøóÇ íóäúÒóÛóäøóßó ãöäó ÇáÔøóíúØóÇäö
äóÒúÛñ ÝóÇÓúÊóÚöÐú ÈöÇááåö, Åöäøóå åõæó
ÇáÓøóãöíúÚõ ÇúáÚóáöíúãö. (ÝÕøáÊ :٣٦)
“Dan apabila syetan mengganggumu suatu gangguan maka mohonlah perlindungan kepada Allah SWT, sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S Al Fussilat: 36) 39
Pada saat-saat menghadapi cobaan, seseorang sedang diuji keimanannya. Salah satu cara untuk mempertahankan iman tersebut adalah dengan istiqamah. Setiap muslim dituntut untuk istiqamah dalam keimanannya dengan benar yaitu konsisten atau teguh hati dalam setiap ucapan, perbuatan, dan tujuan dengan tetap waspada terhadap berbagai macam bentuk rayuan dan godaan iblis atau syetan.40
Istiqamah diperlukan pada setiap saat, masa dan keadaan. Istiqamah akan sangat diperlukan ketika terjadi perubahan seperti yang terjadi sekarang ini. Karena biasanya pada saat terjadi perubahan akan banyak muncul godaan. Istiqamah kemudian dapat diartikan dengan tidak berkompromi dengan hal-hal yang negatif. Yang perlu dicatat adalah bahwa istiqamah tidak identik dengan “stagnasi” dan “statis.” Melainkan lebih dekat pada stabilitas yang dinamis.41 Istiqamah dapat mengangkat harkat dan martabat manusia ke puncak kesempurnaan, melindungi akal dan hati manusia dari kerusakan dan
39 Ibid., hlm. 778.
40 Waryono Abdul Ghofur, Loc. Cit., hlm. 25.
41 Nur Kholis Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Jakarta : Paramadina, 1995) Cet. 2,
menyelamatkan manusia dari kebejatan moral.42 Dengan istiqamah seseorang juga dapat mengontrol dan mengendalikan diri dari perbuatan-perbuatan yang melanggar batas-batas ketentuan Allah SWT, dengan sikap tersebut seseorang juga akan meningkatkan ketaatan dalam melakukan ibadah kepada Allah SWT, serta tercegah dari melalaikan sebagian kewajibannya terhadap Allah SWT.43
Faidah lain dari istiqamah adalah hilangnya rasa takut dan hilangnya rasa duka cita.44
Sebagaimana firman Allah SWT :
Åöäøó ÇáøóÐöíúäó ÞóÇáõæúÇ ÑóÈøõäóÇ Çááåõ
Ëõãøó ÇÓúÊóÞóÇãõæúÇ ÝóáÇó ÎóæúÝñ
Úóáóíúåöãú æöáÇó åõãú íóÍúÒóäõæúäó.
(ÇáÇÍÞÇÞ: ١٣)
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan bahwa tuhan kami adalah Allah SWT kemudian beristiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada pula berduka cita.” (Q.S al Ahqaf : 13)45
Di samping itu istiqamah juga mendatangkan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat, sebagai mana firman Allah SWT :
æóÃóäú áóæöÇÓúÊóÞóÇãõæúÇ Úóáóì
ÇáØøóÑöíúÞóÉö áÇóÓúÞóíúäó åõãú ãóÇðÁ
ÛóÏóÞðÇ. (ÇáÌä: ١٦)
42 K. Permadi, Iman dan Taqwa Menurut al-Quran (Jakarta : Rineka Cipta : 1995) Cet. 1,
hlm. 114.
43 Abu Bakar Jaabir al Jazairy, Pedoman dan Program Hidup Muslim, Terj. Abdul Karim
Hayaza, (Semarang : Toha Putra, 1989) hlm. 63.
44 Hamka, Pandangan Hidup Muslim, (Jakarta : Bulan Bintang, 1992), Cet. 4, hlm. 4. 45 Dep. Ag. RI, Op.cit., hlm. 824.
“Dan bahwasanya jika mereka tetap istiqamah di jalan itu (agama Islam) benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).” (Al Jiin : 16)46
Ayat tersebut di atas menyebutkan bahwa Allah SWT akan melimpahkan air pada orang yang istiqamah. Air adalah lambang dari kemakmuran sedangkan kemakmuran adalah sumber kebahagiaan di dunia ini, sedang mendatangkan kebahagiaan hidup di dunia ini Allah SWT menjanjikan kebahagiaan hidup di akhirat bagi orang-orang yang istiqamah, sebagai mana firman Allah SWT :
Çöäøó ÇáóøóÐöíúäó ÞóÇáõæúÇ ÑóÈøõäóÇ Çááåõ
Ëõãøó ÇÓúÊóÞóÇãõæúÇ ÊóÊóäóÒøóáõ Úóáóíúåöãõ
ÇáúãóáÇó ÆößóÉõ ÇóáÇøóó ÊóÎóÇÝõæúÇ æóáÇó
ÊóÍúÒóäõæúÇ æóÇóÈúÔöÑõæúÇ ÈöÇáúÌóäøóÉö
ÇáøóÊöì ßõäúÊõãú ÊõæúÚóÏõæúäó. (ÝÕáÊ: ٣٠ )
“Sesungguhnya orang-orang yanjg mengatakan bahwa tuhan kami adalah Allah SWT kemudian mereka tetap pendirian (istiqamah) maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan)” janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan oleh Allah SWT .” (Q.S al Fussilat : 30) 47
Dan dengan istiqamah segala yang menjadi cita-cita yang terwujud karena istiqamah menggambarkan suatu keadaan yang sungguh-sungguh, dan kesungguh-sungguhan adalah senjata ampuh untuk mencapai suatu maksud di samping doa.
Oleh karena sikap istiqamah sangat penting untuk dimiliki oleh setiap muslim, maka minimal tujuh belas kali sehari seorang muslim diwajibkan meminta kepada Allah SWT agar ditunjuki jalan menuju kepada-Nya, yaitu lewat salah satu bacaan shalat:
46 Ibid., hlm. 985. 47 Ibid ., hlm. 777.