• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung monmorillonit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung monmorillonit"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Bentonit

Bentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung monmorillonit

dalam dunia perdagangan dan termasuk kelompok dioktohedral. Penamaan jenis

lempung tergantung dari penemu atau peneliti, misal ahli geologi, mineralogi,

mineral industri dan lain-lain (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi

Mineral dan Batubara, 2005). Istilah “bentonit” pertama kali diberikan oleh W.C.

Knight untuk jenis clay yang ditemukan dekat Fort Benton, Wyoming atau

Montana USA pada tahun 1898. Istilah bentonit tersebut menjadi umum bagi

lempung yang mempunyai tipe dasar sama seperti yang ditemukan di Fort Benton

tetapi kondisi pembentukannya yang berbeda mengakibatkan perbedaan kapasitas

pengembangan di dalam air.

Bentonit dihasilkan dari pelapukan abu vulkanik dan pada dasarnya

mengandung monmorilonit (Othmer, dalam Deskawati 2007). Bentonit

merupakan lempung jenis smektit, yang kandungan utamanya montmorillonit

yaitu sekitar 85%-90% dan mineral lainnya seperti kalsit, kristobalit, illit, kuarsa

dalam jumlah yang relatif kecil. Rumus kimia dari monmorilonit yaitu

(OH)4Si8Al4O20.xH2O.

(2)

Dalam keadaan kering, bentonit memiliki sifat fisik seperti berikut:

Warna

: Bervariasi dari krem sampai kuning kehijauan

Berat jenis

: 2.2 – 2.8 g/L

Indeks bias

: 1.547 – 1.557

Titik lebur

: 1330 – 1430

o

C

Struktur Kristal

: Monoklonik

Sementara itu, komposisi senyawa kimia penyusun bentonit ditunjukkan

pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Bentonit*

Senyawa Kimia

Kadar (%)

SiO

2

Al

2

O

3

Fe

2

O

3

MgO

CaO

Na2O

K2O

51,14

19,76

0,83

3,22

1,62

0,11

0,04

*Sumber : http://rruff.geo.arizona.edu/doclib/hom/montmorillonite.pdf.

Secara umum bentonit dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu (Pusat

Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, 2005):

a.

Natrium-Bentonit (Swelling Bentonit)

Na-bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila

dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air.

Dalam keadaan kering berwarna putih atau krem, pada keadaan basah dan

terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan

(3)

kapur tinggi, suspensi koloid mempunyai pH 8,5-9,8, tidak dapat diaktifkan,

posisi pertukaran diduduki oleh ion-ion natrium (Na

+

).

b.

Kalsium-Bentonit (Non Swelling Bentonit)

Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air,

dan tetap terdispersi di dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan

mempunyai sifat menyerap yang baik. Perbandingan kandungan Na dan Ca

rendah, suspensi koloidal memiliki pH: 4-7. Posisi pertukaran ion lebih

banyak diduduki oleh ion-ion kalsium dan magnesium. Dalam keadaan kering

berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat. Penggunaan bentonit dalam

proses pemurnian minyak goreng perlu aktivasi terlebih dahulu.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya penyusun utama bentonit adalah

monmorillonit yang merupakan sejenis clay mineral, dimana strukturnya terdiri

dari dua lapisan silika tetrahedron yang disispi satu lapisan alumina oktahedron

(2:1). Pada lapisan silika tetrahedron, atom silikon diikat oleh 4 atom oksigen

sedangkan pada lapisan alumina oktahedron atom alumunium atau atom

magnesium dan ion hidroksida diikat oleh 6 atom oksigen. Struktur umum

monmorillonit dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:

(4)

Gambar 2.1 Struktur Monmorillonit

Rumus kimia teoritis dari montmorillonit tanpa adanya substitusi adalah

(OH)

4

Si

8

Al

4

O

20

.xH

2

O, namun substitusi isomorf Si

4+

oleh Al

3+

pada lapisan

tetrahedral dan Mg

2+

atau Zn

2+

untuk Al

3+

pada lapisan oktahedral menghasilkan

muatan permukaan negatif pada montmorillonit. Muatan ini diimbangi secara

eksternal oleh adanya kation yang dipertukarkan (khususnya Na

+

dan Ca

2+

) pada

permukaan montmorillonit sehingga rumus ideal untuk montmorillonit adalah

(OH)

4

Si

8

(Al

3.34

Mg

0.66

)O

20

M

0.66

.xH

2

O, dimana M dapat berupa Ca, Na, atau Mg.

(Othmer, 1964). Keberadaan kation-kation anorganik tersebut mengakibatkan

karakter hidrofilik pada permukaan montmorillonit sehingga montmorillonit

merupakan adsorben yang sangat polar namun kapasitas adsorpsinya kecil untuk

senyawa organik nonionik

Lapisan tetrahedral

(SiO4 tetrahedral)

Lapisan octahedral

(AlO6, FeO6 oktahedral)

Lapisan tetrahedral

Interlayer

molekul air

Lapisan

lempung

Daerah

interlayer

Kation

interlayer

(5)

2.2

Kitosan

Kitosan adalah polimer alam yang merupakan heteropolisakarida polimer

linier derivat dari kitin. Kitin merupakan polimer alam yang keberadaannya

melimpah di alam setelah selulosa. Secara umum kitin banyak terdapat pada

eksoskeleton atau kutikula serangga, crustacea, dan jamur (Tsigos dalam Emma,

2004).

Kitosan merupakan polimer kitin yang telah mengalami proses

penghilangan gugus asetil. Proses penghilangan gugus asetil (CH3-CO) dari

molekul polimer kitin dilakukan dengan menggunakan larutan NaOH yang

disebut dengan proses deasetilasi. Polimer kitosan ataupun kitin akan selalu

berupa komposisi gugus amina dan asetilamin, yang berarti bahwa pada setiap

rantai kitin atau kitosan akan selalu terdapat kedua gugus tersebut secara

bersamaan. Yang membedakan kedua polimer tersebut adalah derajat

desetilasinya (DD). Jika polimer tersebut memiliki derajat deasetilasi lebih besar

dari 50 % maka polimer tersebut dikatakan sebagai kitosan, sebaliknya jika

derajat deasetilasi kurang dari 50 %, maka polimer tersebut dikatakan sebagai

kitin (Li dan Kegley, 2005).

Semakin tinggi derajat deasetilasi yang dimiliki sebuah polimer kitosan

maka semakin tinggi pula kelarutannya. Derajat deasetilasi dapat dihitung melaui

persamaan 2.1.

33

,

1

100

100



×



=

OH Amida

A

A

DD

...(2.1)

(6)

dengan

A

Amida

= puncak serapan gugus amida

AOH

= merupakan puncak serapan gugus OH

1,33 = merupakan faktor koreksi dari A

Amida

/ A

OH

untuk kitosan dengan

N-terasetilasi penuh

Perbedaan kitin dan kitosan dilihat dari rumus strukturnya, kitin memiliki

rumus struktur poli (1-4)-2-asetamido-2-deoksi-B-D-glukosamin sedangkan

kitosan memiliki rumus molekul (poli- β (1-4)-2-amino-2-deoksi- D-glukosa).

Rumus struktur kitin dan kitosan disajikan pada Gambar 2.2 dan 2.3.

Gambar 2.2 Struktur Kitin (Li dan Kegley, 2005)

O OH OH NH2 O CH2OH O OH NH2 O CH2OH O OH NH2 OH CH2OH

Gambar.2.3 Struktur Kitosan (Li dan Kegley, 2005)

Kitosan tidak bersifat racun dan merupakan polimer dengan rantai yang

sangat panjang. Panjangnya rantai tersebut menyebabkan kitosan memiliki berat

O OH OH NHCOCH3 O CH2OH O OH NHCOCH3 O CH2OH O OH NHCOCH3 OH CH2OH

(7)

molekul yang besar. Dalam keadaan larutan, kitosan berwarna kuning pucat dan

memiliki bau yang tajam.

Kitosan memiliki kelarutan yang lebih bervariasi dibandingkan kitin.

Kitosan dapat larut dalam air bersuasana asam dengan pH dibawah 6,5. Kelarutan

kitosan sangat bergantung pada banyaknya gugus amina yang terdapat pada

kitosan. Kitosan larut dengan baik dalam HCl, HClO4, HNO3, HBr dan

asam-asam organik. Namun kitosan tidak larut dengan baik dalam H

2

SO

4

karena ion

sulfat akan membentuk kompleks yang tidak larut dengan kitosan (Domard dalam

Li dan Kegley, 2005).

2.3

Kitosan-Bentonit

Kitosan–bentonit merupakan salah satu jenis organo-bentonit hasil

modifikasi antara bentonit dengan kitosan. Pada umumnya, organo-bentonit

merupakan hasil modifikasi bentonit menggunakan kation organik. Kation

organik yang digunakan harus memiliki bagian bermuatan positif dan bagian yang

bersifat hidrofobik. Kation organik tersebut akan menggantikan posisi kation

anorganik pada daerah interlayer bentonit sehingga dapat meningkatkan afinitas

bentonit terhadap senyawa organik.

Berdasarkan penelitian Dimas (2009), kitosan-bentonit memiliki kinerja

yang baik sebagai adsorben untuk pestisida diazinon dengan nilai persen adsorpsi

rata-rata sebesar 79,04%. Adapun kondisi optimum dalam sintesis

kitosan-bentonit yaitu 30 menit waktu kontak kitosan terhadap kitosan-bentonit dengan

(8)

kecepatan pengadukan 160 rpm, dan perbandingan komposisi kitosan terhadap

bentonit 1:180.

Berdasarkan kondisi medium dan struktur kitosannya sendiri, kitosan

dapat berinteraksi dengan bentonit melalui berbagai cara, yaitu melalui

pemerangkapan, melalui pembentukan kompleks, melalui pertukaran ion, dan

pembentukan ikatan hidrogen.

Pada kondisi pH di bawah 4, kation anorganik pada bentonit, yaitu Ca

2+

dapat digantikan oleh kitosan. Nilai pH ini mengakibatkan kitosan berada dalam

bentuk kation yang dapat berinteraksi dengan pemukaan bentonit. Oleh karena itu,

pada pH asam, kemungkinan kitosan dapat dengan mudah menggantikan Ca

2+

pada permukaan bentonit melalui reaksi pertukaran kation. Hasil yang diperoleh

berupa kitosan-bentonit yang memiliki karakter hidrofobik dan dapat digunakan

sebagai adsorben untuk senyawa organik seperti diazinon.

2.4

Diazinon

Diazinon merupakan insektisida golongan organofosfat yang ditemukan

pada tahun 1952. Nama kimia dari diazinon adalah O,O-dietil

O-2-isopropil-6-metil (pirimidin-4yl)fosfortioat. Diazinon dapat bersifat racun jika terjadi kontak

dengan saluran pernapasan dan pencernaan dengan cara menghambat kerja

asetilkolinesterase, suatu enzim yang berfungsi untuk menormalkan transmisi

impuls pada syaraf. Diazinon juga dapat menyebabkan gangguan pernafasan,

iritasi mata, dan iritasi kulit.

(9)

Bentuk fisik diazinon adalah cairan tak berwarna hingga coklat dan

bersifat tidak stabil pada suasana asam dan alkali, larut dalam alkohol, eter,

benzena, sikloheksana, dan senyawa hidrokarbon lainnya yang serupa. Struktur

diazinon diperlihatkan pada Gambar 2.4. Adapun sifat-sifat diazinon adalah

berikut:

Rumus molekul

: C12H21N2O3PS

Massa molekul relatif : 304,35 g/mol

Densitas

: 1,11 g/cm

3

Kelarutan dalam air : 40 mg/L (suhu ruangan)

Titik didih

: 120

o

C

Ambang batas

: 0,02 mg/L (dalam air minum).

Gambar 2.4 Struktur diazinon

Sumber : www.pesticideinfo.org/ChemGifs/PC35079.gif

Dari struktur pada Gambar 2.4 terlihat bahwa diazinon terdiri dari

fosforotioat yang menempel pada cincin pirimidin. Meskipun ikatan P=S bersifat

polar, tapi cincin pirimidin non polar yang memiliki subsituen alkil menyebabkan

senyawa diazinon relatif bersifat hidrofobik.

Diazinon biasa digunakan untuk mengontrol hama serangga pada tanah,

tanaman, buah dan sayuran. Selain itu, diazinon juga biasa digunakan untuk

(10)

mengontrol lalat, kutu, kecoa dan semut di rumah-rumah, perkantoran dan

tempat-tempat umum lainnya. Penggunaan dan pembuangan diazinon yang tidak

benar dapat menyebabkan pestisida tersebut memasuki sumber air minum,

sehingga membahayakan kesehatan manusia dan merugikan lingkungan.

Diazinon terhidrolisis secara lambat oleh air menjadi

2-isopropil-6-metil-4-hidroksi pirimidin yang kurang beracun. (Anonim, 1989).

Gambar 2.5 Reaksi hidrolisis diazinon

(National Registration Authority for Agliculture and Veterinary Chemical, 2002)

Diazinon sering digunakan oleh para petani di Indonesia karena tidak

menetap lama di dalam tanah, hal ini disebabkan oleh degradasinya yang sangat

cepat baik secara kimia maupun biologi. Waktu paruh diazinon dalam tanah

bervariasi mulai dari 21 sampai 80 hari, tergantung tipe tanah, aktivitas

mikroorganisme, kandungan air dan konsentrasi pestisida. Waktu paruh diazinon

dalam air netral (pH 7,4) yaitu 185 hari, pada pH 3,14 yaitu 0,5 hari dan 6 hari

pada pH 10,9.

(11)

2.5

Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses pengikatan suatu molekul atau ion dari satu fasa

ke permukaan fasa lain. Molekul atau ion yang terserap disebut adsorbat,

sedangkan padatan yang menyerap disebut adsorben. Adsorpsi secara umum

dibagi menjadi dua, yaitu adsorpsi fisika (physisorption) dan adsorpsi kimia

(chemisorption).

Adsorpsi fisika merupakan interaksi yang lemah antara adsorbat dengan

adsorben dan tidak melibatkan pembentukan ikatan kimia (Abdelrasool, dalam Iis

Neta 2005). Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya Van der Waals dan gaya

elektrostatik antara molekul-molekul adsorbat dengan molekul-molekul pada

permukaan adsorben. Pada adsorpsi fisika, adsorpsi bersifat reversibel dan

molekul tidak melekat secara pasti pada beberapa situs tertentu dari permukaan

adsorben melainkan menyebar secara acak pada semua situs permukaan adsorben.

Selanjutnya, material yang terserap membentuk lapisan dan menutup permukaan

adsorben.

Adsorpsi kimia terjadi jika interaksi adsorben dan adsorbat melibatkan

pembentukan ikatan kimia. Menurut Oscik (1982) adsorpsi kimia melibatkan

ikatan kovalen koordinasi sebagai hasil pemakaian bersama elektron oleh

adsorben dan adsorbat. Biasanya, material yang teradsorp melapisi permukaan

adsorben dalam bentuk satu lapisan molekul yang tebal dan tidak dapat bergerak

bebas dari satu situs permukaan ke situs permukaan lain. Ketika permukaan

ditutup oleh lapisan monomolekular, kapasitas adsorben akan berkurang. Pada

saat itu adsorpsi secara kimia jarang sekali bersifat reversibel.

(12)

Pada adsorpsi kimia terjadi pembentukkan dan pemutusan ikatan, sehingga

energi adsorpsinya berada pada kisaran yang sama dengan reaksi kimia. Selain itu,

ikatan antara adsorben dengan adsorbat cukup kuat sehingga tidak terjadi spesiasi,

karena zat yang teradsorpsinya menyatu dengan adsorben membentuk satu lapisan

tunggal dan relatif bersifat irreversibel. Menurut Adamson (dalam Khoerunnisa,

2004) batas minimal energi adsorpsi kimia adalah 20,92 kJ/mol, sedangkan

besarnya energi adsorpsi yang menyertai adsorpsi fisika sekitar 10 kJ/mol dan

lebih rendah dari energi adsorpsi kimia.

2.5.1 Proses Adsorpsi

Proses adsorpsi berlangsung melalui tiga tahap. Langkah pertama,

molekul/ion akan bergerak dari fasa cairnya/gas melewati lapisan pembatas dalam

larutan mencapai bagian luar adsorben (eksterior). Selanjutnya molekul/ion akan

mengalami difusi melewati pori-pori adsorben. Terkahir, molekul/ion akan terikat

pada adsorben (Sawyer et al., 1994).

Menurut Hancock dalam Khoerunnisa (2004) proses adsorpsi melibatkan

berbagai macam gaya yaitu gaya vander waals, gaya elektrostatik, ikatan

hidrogen, dan ikatan kovalen.

Proses adsorpsi yang terjadi pada gugus aktif bahan organik adalah

adsorpsi kimia. Model Langmuir dapat digunakan sebagai pendekatan penelitian

ini. Menurut Langmuir, pada permukaan adsorben terdapat situs-situs aktif

bersifat homogen yang proporsional dengan luas permukaan. Masing-masing situs

aktif hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat sehingga adsorpsi hanya

akan terbatas pada lapisan tunggal (monolayer).(Amri dkk, 2004).

(13)

Menurut

Benefield

(dalam

Dimas,

2009),

faktor-faktor

yang

mempengaruhi proses adsorpsi, antara lain luas permukaan adsorben, karakteristik

adsorbat, ukuran molekul adsorbat, konsentrasi adsorbat, suhu, pH, waktu

pengadukan.

a.

Luas permukaan adsorben

Semakin luas permukaan adsorben maka semakin banyak adsorbat yang

teradsorpsi sebab semakin banyak pula situs-situs aktif yang tersedia pada

adsorben untuk kontak dengan adsorbat. Luas permukaan sebanding dengan

jumlah situs aktif adsorben.

b.

Karakteristik adsorbat

Senyawa yang mudah larut memiliki afinitas yang tinggi dengan pelarutnya

sehingga lebih sulit untuk teradsorpsi daripada senyawa yang sukar larut.

c.

Ukuran molekul adsorbat

Molekul yang besar akan lebih mudah teradsorpsi daripada molekul yang

kecil. Tetapi, pada difusi pori molekul-molekul yang besar akan mengalami

kesulitan untuk teradsorpsi akibat konfigurasi molekul yang tidak mendukung.

Sehingga adanya batas ukuran molekul adsorpsi tertentu pada setiap adsorpsi.

d.

Konsentrasi adsorbat

Konsentrasi adsorbat yang tinggi akan menghasilkan daya dorong (driving

force) yang tinggi bagi molekul adsorbat untuk masuk ke dalam situs aktif

adsorben.

(14)

e.

Suhu

Adsorpsi merupakan proses kinetika oleh karena itu pengaturan suhu akan

mempengaruhi kecepatan proses adsorpsi.

f.

pH

pH mempengaruhi terjadinya ionisasi ion hidrogen dan ion ini sangat kuat

teradsorpsi. Asam organik lebih mudah teradsorpsi pada pH rendah sedangkan

basa organik terjadi pada pH tinggi.

g.

Waktu pengadukan

Waktu pengadukan yang relatif lama akan memberikan waktu kontak yang

lebih lama terhadap adsorben untuk berinteraksi dengan adsorbat.

2.5.2 Isoterm Adsorpsi

Distribusi kesetimbangan zat terlarut di antara fasa cair dan fasa padat

dikembangkan dalam beberapa hubungan matematis. Salah satunya dilakukan

dalam kondisi suhu konstan yang disebut isoterm adsorpsi. Isoterm adsorpsi

merupakan suatu persamaan yang menghubungkan banyaknya substansi yang

menempel pada permukaan terhadap konsentrasinya dalam fasa gas maupun

cairan, pada suhu yang ditentukan. Persamaan ini menunjukkan q (banyaknya zat

terlarut yang teradsorpsi per unit berat adsorben padatan) sebagai fungsi dari C

(konsentrasi sisa zat terlarut dalam larutan) pada saat kesetimbangan. Persamaan

yang sering digunakan dalam menjelaskan isoterm adsorpsi diantaranya adalah

persamaan Freundlich, dan Langmuir.

(15)

Freundlich mengembangkan persamaan isoterm adsorpsi dalam banyak

larutan encer dengan asumsi bahwa adsorben mempunyai komposisi permukaan

yang heterogen. Persamaan tersebut dirumuskan sebagai berikut:

q = KC

1/n

Keterangan :

q

= banyaknya adsorbat yang teradsorpsi oleh adsorben

C

= konsentrasi larutan kesetimbangan

K

= ukuran kekuatan adsorpsi

n

= ukuran yang menunjukkan mekanisme penyerapan

Jika diambil logaritma dari persamaan di atas, maka persamaan menjadi:

K

C

n

q

1

log

log

log

=

+

Grafik antara log q terhadap log C merupakan garis lurus dengan

tg

α

n

=

1

sebagai

koefisien arah dan log K sebagai intersep.

Nilai 1/n biasanya diantara 0,2 dan 0,7 (Kruyt, 1944 dalam Tan, 1991).

Untuk beberapa kasus pada konsentrasi encer, 1/n = 1.

Langmuir menurunkan persamaan adsorpsi secara teoritis bahwa yang

berperan dalam penurunan rumus ini adalah konsentrasi, situs yang kosong, dan

jumlah yang diikat. Menurut Langmuir, pada permukaan adsorben terdapat

situs-situs aktif bersifat homogen yang proporsional dengan luas permukaan.

Masing-masing situs aktif hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat sehingga

adsorpsi hanya akan terbatas pada lapisan tunggal (

monolayer).(Amri dkk, 2004).

(16)

Persamaan linear Langmuir dirumuskan sebagai berikut:

C

q

K

q

q

1

.

.

1

1

1

max max

+

=

Keterangan :

q

= banyaknya adsorbat yang teradsorpsi oleh adsorben

q

max

= banyaknya adsorbat maksimum yang teradsorpsi oleh adsorben

(kapasitas adsorpsi maksimum)

K

= konstanta

C

= konsentrasi kesetimbangan

2.6

Kapasitas adsorpsi

Kapasitas adsorpsi merupakan karakteristik yang paling penting pada

adsorben yang menunjukkan ukuran kemampuan adsorben untuk mengadsorpsi

adsorbat perunit massa (volum) adsorben. Kapasitas adsorpsi bergantung kepada

konsentrasi larutan, suhu dan kondisi lainnya terutama kondisi awal adsorben.

Umumnya data kapasitas adorpsi diambil pada suhu tetap dan konsentrasi

adsorbat yang bervariasi (Knaebel, dalam Siti Empit 2006). Nilai kapasitas

adsorpsi dapat ditentukan berdasarkan persamaan adsorpsi isoterm Langmuir dan

Freundlich.

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Bentonit*
Gambar 2.1 Struktur Monmorillonit
Gambar 2.2 Struktur Kitin (Li dan Kegley, 2005)
Gambar 2.4  Struktur diazinon
+3

Referensi

Dokumen terkait

Karakterisasi dari Bentonit teraktivasi NaOH dilakukan dengan penentuan luas permukaan spesifik menggunakan metode adsorpsi metilen biru, penentuan jumlah situs

Menurut Sriyanti (2005), permukaan adsorben terdiri atas situs aktif, pada model isoterm ini semua adsorbat hanya teradsorpsi pada situs aktif dan tidak terjadi

Dengan alat ini, luas permukaan karbon aktif dapat. langsung

Pada pola adsorpsi ini setiap situs aktif yang terdapat pada permukaan adsorben hanya bisa menampung satu atom teradsorpsi, sehingga setelah semua situs telah

1. Luas permukaan adsorben. Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak adsorbat yang dapat diserap, sehingga proses adsorbsi dapat semakin efeklif Semakin

Menurut Esau (1977) epikutikular lilin merupakan senyawa lipid yang terdapat di luar permukaan epidermis, bersifat kedap air dan berfungsi sebagai pengatur kadar

Jika gaya tarik menarik antara molekul adsorbat dengan sisi aktif permukaan adsorben lebih kuat dari pada gaya tarik antar molekul adsorbat, maka akan terjadi

Adsorpsi satu lapisan terjadi karena permukaan adsorben mampu mengikat adsorbat dengan ikatan kimia Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir menggambarkan hubungan antara konsentrasi zat