• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Konsep Dasar Skabies a. Definisi

Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh (Djuanda, 2007). Di Indonesia skabies sering disebut kudis, orang Jawa menyebutnya gudik, sedangkan orang sunda menyebutnya budug (Cakmioki, 2007). Skabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, dapat mengenai semua golongan di seluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) Sarcoptes scabiei (Al-Falakh, 2009).

Skabies merupakan erupsi kulit yang disebabkan oleh investasi lesi popular, pustule, vesikel dan kadang-kadang erosi serta krusta yang menimbulkan gatal yang ditemukan terutama pada tubuh daerah celah dan lipatan, penyakit ini biasanya ditemukan pada orang-orang yang kondisi higienenya kurang, tetapi bisa juga dijumpai pada orang yang higiene bersih yang melakukan kontak langsung ataupun tidak dengan penderita skabies.

b. Etiologi

Penyebab penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei termasuk

(2)

filum Arthropoda , kelas Arachnida , ordo Acariiesna, super family Sarcoptes (Sudirman, 2006). Secara morfologi tungau ini berbentuk oval dan gepeng, berwarna putih kotor, transulen dengan bagian punggung lebih lonjong dibandingkan perut, tidak berwarna, yang betina berukuran 300-350 mikron, sedangkan yang jantan berukuran 150-200 mikron. Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan kaki depan dan 2 pasang lainnya kaki belakang. Siklus hidup dari telur sampai menjadi dewasa berlangsung satu bulan. Sarcoptes scabiei betina terdapat bulu cambuk pada pasangan kaki ke-3 dan ke-4. Sedangkan pada yang jantan bulu cambuk demikian hanya dijumpai pada pasangan kaki ke-3 saja (Iskandar, 2000).

c. Klasifikasi

Menurut Sudirman (2006) skabies dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Skabies pada orang bersih (Scabies in the clean)

Tipe ini sering ditemukan bersamaan dengan penyakit menular lain. Ditandai dengan gejala minimal dan sukar ditemukan terowongan, kutu biasanya menghilang akibat mandi secara teratur.

2) Skabies pada bayi dan anak kecil

Gambaran klinis tidak khas, terowongan sulit ditemukan namun vesikel lebih banyak, dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki.

(3)

3) Skabies noduler (Nodular scabies)

Lesi berupa nodul coklat kemerahan yang gatal pada daerah tertutup. Nodul dapat bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun walaupun telah diberikan obat anti skabies.

4) Skabies in cognito

Skabies akibat pengobatan dengan menggunakan kostikosteroid topikal atau sistemik. Pemberian obat ini hanya dapat memperbaiki gejala klinik (rasa gatal) tapi penyakitnya tetap ada dan tetap menular.

6) Skabies yang ditularkan oleh hewan (Animal transmited scabies)

Gejala ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak, dapat sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi yang bersih.

7) Skabies krustosa (Crustes scabies / Scabies keratorik )

Tipe ini jarang terjadi, namun bila ditemui kasus ini, dan terjadi keterlambatan diagnosis maka kondisi ini akan sangat menular.

8) Skabies terbaring di tempat tidur (Bed ridden)

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus terbaring di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.

9) Skabies yang disertai penyakit menular seksual yang lain

Apabila ada skabies di daerah genital perlu dicari kemungkinan penyakit menular seksual yang lain, dimulai dengan pemeriksaan biakan atau gonore dan pemeriksaan serologi untuk sifilis.

(4)

10) Skabies dan Aquired Immuodeficiency Syndrome (AIDS)

Ditemukan skabies atipik dan pneumonia pada seorang penderita. 11) Skabies dishidrosiform

Jenis ini di tandai oleh lesi berupa kelompok vesikel dan pustule pada tangan dan kaki yang sering berulang dan selalu sembuh dengan obat antiskabies (Sudirman, 2006).

d. Cara Penularan

Skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung seperti bersentuhan

langsung dengan penderita skabies, berjabat tangan atau melalui hubungan seksual. Sedangkan penularan secara tidak langsung yaitu memakai pakaian secara bergantian, handuk, selimut dan peralatan lainnya secara bersama-sama dengan penderita skabies (Djuanda, 2007)

Penularan biasanya melalui Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh larva. Dikenal pula Sarcoptes scabieivar. Animalis yang kadang-kadang menulari manusia (Djuanda, 2007).

Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan pengetahuan, kebersihan perseorangan dan sanitasi lingkungan, yang disebabkan oleh. antara lain : 1) Tingkat pengetahuan yang rendah, sehingga tidak memahami betapa

pentingnya kebersihan diri sendiri

2) Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan yang masih sangat rendah.

3) Tingkat ekonomi yang rendah sehingga mempengaruhi dalam memenuhi kebutuhan hidup yang sesuai dengan standar kesehatan

(5)

4) Faktor kemiskinan, sehingga masyarakat tinggal ditempat yang tidak layak dan kumuh.

5) Biasanya skabies mudah menular ditempat yang orang-orangnya hidup berkelompok seperti asrama, pondok pesantren dan lainnya.

6) Penggunaan fasilitas umum secara bersamaan didaerah yang padat penduduknya seperti wc umum, kamar mandi umum dan sebagainya.

e. Gambaran Klinis

Keluhan pertama yang dirasakan oleh penderita adalah rasa gatal

terutama pada malam hari (Pruritus nokturnal) atau bila cuaca panas pasien berkeringat (Sudirman, 2006). Diagnosa dapat ditegakkan dengan menentukan 2 dari 4 tanda dibawah ini (Al-Falakh,2009).

1) Proritus nokturnal yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.

2) Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam keluarga biasanya seluruh anggota keluarga, pemukiman yang padat penduduknya, sebagian tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut yang dikenal dengan istilah hiposensitisasi yang seluruh anggota keluarga terkena.

3) Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat yang dicurigai berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata – rata 1 centimeter, pada ujung terowongan ditemukan tonjolan padat (papula) atau kantung cairan (vesikel) dan jika ada infeksi sekunder, timbul gelembung leokosit (polimorf)

(6)

4) Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik, dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau, gatal yang hebat terutama pada malam hari dan adanya tanda bintil (papula), bintil bernanah (pustule), bekas garukan (ekskoriasi) dan bekas-bekas lesi yang berwarna hitam (Sudirman, 2006).

f. Diagnosis

Diagnosis penyakit skabies sampai saat ini masih menjadi masalah dalam dermatologi (Sudirman, 2006). Penetapan diagnosa Skabies ditegakkan atas dasar :

1) Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau berkelok-kelok berwarna putih abu-abu, panjangnya beberapa millimeter sampai satu sentimeter dan pada ujungnya tanpak vesikel, papule atau pustule.

2) Tempat pedileksi : sela jari, pergelangan tanganbagian volar, lipat siku, lipat ketiak bagian depan, sekitar umbilikus, abdomen bagian bawah dan genitalia eksterna pria.

3) Adanya gatal hebat pada malam hari dan ada anggota keluarga yang menderita skabies, maka dicurigai adanya skabies.

4) Penyembuhan cepat setelah pemberian obat anti skabies yang efektif. 5) Diagnosis pasti baru bisa ditegakkan bila dalam pemeriksaan langsung

melalui kerokan lesi ditemukan kutu dewasa, telur, larva atau skibala dalam terowongan.

(7)

6) Melalui pemeriksaan mikroskop untuk melihat ada tidaknya kutu Sarcoptes scabiei atau telurnya (Cakmoki, 2007).

g. Pengobatan

Menurut Al-Falakh (2009) syarat obat yang ideal adalah : 1) Harus efektif terhadap semua stadium tungau

2) Harus tidak menimbulkan iritasi ataupun toksik. 3) Tidak berbau, kotor dan merusak warna pakaian. 4) Mudah diperoleh dan murah harganya

Cara pengobatannya adalah seluruh anggota keluarga harus diobati termasuk penderita yang hiposensitisasi (Al-Falakh, 2009). Obat-obat yang biasa digunakan dalam pengobatan skabies antara lain :

a. Obat Topikal oles 1) Belerang Endap

Dengan kadar 4-20% dalam bentu zalf atau krim, preparat ini tidak efektif terhadap stadium telur , maka penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangan zalf ini berbau dan mengotori pakaian dan terkadang menimbulkan iritasi, zalf ini boleh digunakan pada balita berumur dari 2 tahun.

2) Emulsi Benzil Benzoas

Dengan kadar 20-25% efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama 3 hari, obat ini sulit diperoleh, sering membuat iritasi dan kadang-kadang semakin gatal setelah dipakai.

(8)

3) Gama benzena heks klorida

Dengan kadar 1% dalam bentuk krim dan lotion, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang terjadi iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak-anak dibawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksis terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali, jika masih ada gejala maka diulangi seminggu kemudian.

4) Krotamiton

Dengan kadar 10% dalam bentuk krim atau lotion, merupakan obat pilihan yang mempunya dua efek yaitu sebagai anti skabies dan anti gatal.

5)Premetrin

Dengan kadar 5% dalam bentuk krim yang pemakaiannya hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam, bila belum sembuh diulangi lagi selama seminggu dan obat tidak dianjurkan pada bayi dibawah 2 bulan.

b. Sistemik

1. Antibiotik, jika terdapat infeksi sekunder atau pustulasi

2. Antihistamin sedative untuk mengurangi rasa gatal, sebaiknya diminum pada malam hari

3. Apabila gatal sangat hebat dan menetap, maka diberikan Prednison 20mg tablet selama 3 hari.

(9)

c. Edukasi

1) Obati seluruh anggota keluarga dan orang-orang terdekat secara bersamaan yang juga mengalami gatal-gatal.

2) Cuci pakaian, seprei, selimut, sarung dan bantal yang digunakan selama pengobatan dengan air panas, serta menjemur kasur dan bantal dipanas matahari yang terik agar kuman kabies mati.

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya Skabies. a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu, terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (Overt behaviour) (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat, yakni :

1). Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

2). Memahami (Comprehension )

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar.

(10)

3). Aplikasi (Aplication )

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan unt uk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

4). Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tertentu, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5). Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk pada kemampuan untuk meletakkan atau menghubungklan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru. 6). Evaluasi (Evaluation )

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan disini adalah segala sesuatu yang diketahui responden dalam usaha pencegahan penyakit skabies. Meliputi pengertian penyakit skabies, cara penularan baik langsung maupun tidak langsung, masa inkubasi kuman skabies, gejala -gejala penyakit skabies, daerah yang paling sering terkena, dan cara-cara pencegahan agar tidak tertular (Andayani, 2005) Ukuran Pengetahuan :

(11)

b) Jika jawaban salah akan diberi nilai nol (0)

b. Personal Higiene

Personal higiene adalah perawatan diri dimana individu mempertahankan kesehatannya dan dipengaruhi oleh nilai serta keterampilan (Pratiwi, 2008).

Menurut Mubarak (2008), personal higiene adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis. Pemenuhan personal higiene diperlukan baik pada orang sehat maupun pada orang sakit, praktek personal higiene bertujuan untuk peningkatan kesehatan, dimana kulit merupakan garis tubuh pertama dari pertahanan melawan infeksi. Dengan implementasi tindakan higiene pasien atau membantu anggota keluarga untuk melakukan tindakan higiene pasien atau membantu anggota keluarga untuk melakukan tindakan itu maka akan menambah tingkat kesembuhan (Potter & Perry, 2005)

Menurut Potter danPerry (2005), sikap seseorang melakukan personal higiene dipengaruhi oleh dan sejumlah faktor antara lain :

1) Citra tubuh (Body Image)

penampilan umum pasien dapat menggambarkan pentingnya personal higiene pada orang tersebut. Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya. Personal higiene yang baik akan mempengaruhi terhadap peningkatan citra tubuh individu (Stuart & Sudeen, 1999 dalam setiadi, 2005). Citra tubuh

(12)

dapat berubah, karena operasi, pembedahan atau penyakit fisik dimana citra tubuh mempengaruhi cara mempertahankan higiene. Body image seseorang berpengaruhi dalam pemenuhan personal higiene karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya. Praktik sosial kelompok-kelompok sosial wadah seorang pasien berhubungan dapat mempengaruhi bagaimana pasien dalam pelaksanaan praktik personal higiene.

2) Status Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi menurut Friedman (1998), pendapatan keluarga akan mempengaruhi kemampuan keluarga untuk menyediakan fasilitas dan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang hidup dan kelangsungan hidup keluarga. Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkatan praktik personal higiene.

Untuk melakukan personal higiene yang baik dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai, seperti kamar mandi, peralatan mandi, serta perlengkapan mandi yang cukup (misalnya. sabun, sikat gigi, sampo, dll).

3) Kebudayaan dan nilai pribadi

Hal ini juga mempengaruhi kemampuan perawatan personal higiene. Seseorang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda, mengikuti praktek perawatan personal higiene yang berbeda. Keyakinan yang didasari kultur sering menentukan defenisi tentang

(13)

kesehatan dan perawatan diri. Dalam merawat pasien dengan praktik higiene yang berbeda, perawat menghindari menjadi pembuat keputusan atau mencoba untuk menentukan standar kebersihannya (Potter & Perry, 2005).

4) Kebiasaan dan kondisi fisik seseorang

Setiap pasien memiliki keinginan individu dan pilihan tentang kapan untuk mandi, bercukur, dan melakukan perawatan rambut. Orang yang menderita penyakit tertentu atau yang menjalani operasi seringkali kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk melakukan personal higiene. Seorang pasien yang menggunakan gips pada tangannya atau menggunakan traksi membutuhkan bantuan untuk mandi yang lengkap. Kondisi jantung, neurologis, paru-paru, dan metabolik yang serius dapat melemahkan atau menjadikan pasien tidak mampu dan memerlukan perawatan personal higiene total.

Pemeliharaan personal higiene berarti tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki personal higiene baik apabila orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, gigi dan mulut, rambut, mata, hidung, dan telinga, kaki dan kuku, genitalia, serta kebersihan dan kerapihan pakaiannya.

Menurut Potter dan Perry (2005) macam-macam personal higiene dan tujuannya adalah :

(14)

(a). Perawatan kulit

Kulit merupakan organ aktif yang berfungsi sebagai pelindung dari berbagai kuman atau trauma, sekresi, eksresi, pengatur temperature, dan sensasi, sehingga diperlukan perawatan yang adekuat dalam mempertahankan fungsinya.

Kulit memiliki 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis, dan subkutan. Ketika pasien tidak mampu atau melakukan perawatan kulit pribadi maka perawat memberikan bantuan atau mengajarkan keluarga bagaimana melaksanakan personal higiene.

Seorang pasien yang tidak mampu bergerak bebas karena penyakit akan beresiko terjadinya kerusakan kulit. Bagian badan yang tergantung dan terpapar tekanan dari dasar permukaan tubuh (misalnya matrasi gips tubuh atau lapisan linen yang berkerut), akan mengurangi sirkulasi pada bagian tubuh yang terkena sehingga dapat menyebabkan dekubitus. Pelembab pada permukaan kulit merupakan media pertumbuhan bakteri dan menyebabkan iritasi lokal, menghaluskan sel epidermis, dan dapat menyebabkan maserasi kulit. Keringat, urine, material fekal berair, dan drainase luka dapat mengakumulasikan pada permukaan kulit dan akan menyebabkan kerusakan kulit dan infeksi.

Pasien yang menggunakan beberapa jenis alat eksternal pada kulit seperti gips, baju pengikat, pembalut, balutan, dan jaket ortopedik dapat menimbulkan tekanan atau friksi terhadap permukaan kulit

(15)

sehinggga menyebabkan kerusakan kulit. Tujuan perawatan kulit adalah pasien akan memiliki kulit yang utuh, bebas bau badan, pasien dapat mempertahankan rentang gerak, merasa nyaman dan sejahtera, serta dapat berpartisifasi dan memahami metode perawatan kulit. (b). Perawatan Higienis Total.

Mandi dapat dikategorikan sebagai pembersihan atau terapeutik. Mandi ditempat tidur yang lengkap diperlukan bagi pasien dengan ketergantungan total dan memerlukan personal higiene total. Keluasan mandi pasien dan metode yang digunakan untuk mandi berdasarkan pada kemampuan fisik pasien dan kebutuhan tingkat hygiene yang dibutuhkan.

Pasien yang bergantung dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, terbaring ditempat tidur dan tidak mampu mencapai semua anggota badan dapat memperoleh mandi sebagian di tempat tidur. Tujuan memandikan pasien di tempat tidur adalah untuk menjaga kebersihan tubuh, mengurangi infeksi akibat kulit kotor, memperlancar sistem peredaran darah, dan menambah kenyamanan pasien. Mandi dapat menghilangkan mikroorganisme dari kulit serta sekresi tubuh, menghilangkan bau tidak enak, memperbaiki sirkulasi darah ke kulit, dan membuat pasien merasa lebih rileks dan segar.

Pasien dapat dimandikan setiap hari di rumah sakit. Namun, bila kulit pasien kering, mandi mungkin dibatasi sekali atau dua kali seminggu sehingga tidak akan menambah kulit menjadi kering.

(16)

Perawat atau anggota keluarga mungkin perlu membantu pasien berjalan ke kamar mandi atau kembali dari kamar mandi. Perawat atau anggota keluarga harus ada untuk membantu pasien.

Menurut Tarwoto (2004) dampak yang sering timbul pada masalah personal higiene adalah:

(a). Dampak fisik

Ini merupakan salah satu masalah yang sering timbul pada personal higiene, banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya personal higiene dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku.

(b). Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal higiene pada pasien immobilisasi adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial. Selain itu pada masalah sosial dengan orang lain juga akan terganggu, karena orang dengan personal hygiene yang buruk maka akan dijauhi orang lain.

Hasil ukur yang digunakan pada pertanyaan yang berhubungan dengan personal higiene yang diajukan kepada responden yaitu :

1) Baik = jika responden menjawab pertanyaan dengan benar ≥ nilai mean. 2) Kurang baik = jika responen menjawab pertanyaan < nilai mean.

(17)

c. Sanitasi lingkungan

Berdasarkan penelitian Wardhani (2007), 33 orang (84,6%) yang menderita skabies. Penyakit skabies adalah penyakit kulit yang berhubungan erat dengan sanitasi lingkungan sekitarnya, yang termasuk dalam sanitasi lingkungan adalah :

1) Air

Merupakan hal yang paling penting bagi kelangsungan hidup makhluk hidup, selain itu juga merupakan hal yang paling esensial bagi kesehatan, tidak hanya dalam upaya produksi tetapi juga untuk konsumsi domestik (minum, masak, mandi, dll.) Promosi yang meningkat dari penyakit-penyakit infeksi yang bisa mematikan maupun merugikan kesehatan ditularkan melalui air yang tercemar, pada daerah padat penduduk yang tempat mandi cuci kakus (MCK) dilakukan secara umum dan tidak sesuai dengan standar kesehatan.

Sedikitnya 200 juta orang terinfeksi melalui kontak dengan air yang terinvestasi oleh parasit, sebagian penyakityang berkaitan dengan air bersifat menular.

2) Kelembaban Udara

Faktor ini juga sangat mendukung, karena kuman mudah hidup dan berkembang pada keadaan yang udaranya lembab dan kotor seperti kondisi rumah kotor dan rumah yang tidak terkena matahari langsung, ventilasi udara yang buruk serta rumah yang sering tergenang air pada pemukiman yang berada dibantaran sungai.

(18)

3) Kepadatan Penduduk

Berdasarkan penelitian Andayani (2005), permasalahan yang berkaitan dengan kejadian Skabies dipondok pesantren,penyakit Skabies merupakan penyakit kulit yang banyak diderita oleh santri, ini dikarenakan karena seingnya bersama dalam satu tempat dan biasanya sering dijumpai kasus pada daerah yang pemukiman padat penduduk dan ekonomi yang rendah yang otomatis akan mempermudah penularan penyakit skabies.

Hasil ukur yang digunakan pada pertanyaan yang berhubungan dengan sanitasi lingkungan yang diajukan kepada responden yaitu :

1) Baik = jika responden menjawab pertanyaan dengan benar ≥ nilai mean.

2) Kurang baik = jika responden menjawab pertanyaan dengan benar < nilai mean.

d. Faktor Prilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS )

Prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan prilaku guna membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri sehingga masyarakat sadar, mau dan mempraktekkan prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

(19)

Dengan berprilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), diharapkan kita terhindar dari penyakit, seperti melakukan cuci tangan pakai sabun, mandi dan sikat gigi dengan teratur, tidak membuang sampah sembarangan, membersihkan tempat tinggal dan lingkungan sekitar. Berdasarkan penelitian Kurnitasari (2004), menunjukkan 70 orang (54%) menderita penyakit skabies, ada hubungan antara kepadatan penghuni, kebiasaan mandi, kebiasaan ganti baju, kebiasaan menggunkan alat-alat bersama dengan penderita penyakit skabies.

Berdasarkan hasil penelitian Handayani (2007)menunjukkan 44 orang (62,9%) terkena Skabies dan ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan pemakaian sabun mandi, pemakaian handuk, kebiasaan berganti pakaian, kebiasaan tidur bersama,kebiasaan pemakaian selimut dan kebiasaan mencuci pakaian bersama dengan kejadian skabies.

e. Perekonomian Yang Rendah

Laporan terbaru tentang skabies sekarang sudah sangat jarang dan sulit ditemukan diberbagai media di Indonesia (terlepas dari faktor penyebabnya) namun tak dapat dipungkiri bahwa penyakit kulit ini masih merupakan salah satu penyakit yang sangat mengganggu aktivitas hidup dan kerja sehari-hari. Di berbagai belahan dunia, laporan kasus scabies masih sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek.

(20)

Pada masyarakat yang ekonominya rendah, pada umumnya akan sulit untuk melakukan hidup sehat yang sesuai dengan standar kesehatan, mereka hanya fokus untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari tanpa memikirkan hal lain terutama tentang kebersihan diri dan kesehatan Misalnya orang dengan pekerjaan sebagai pemulung, ini berhubungan dengan pemenuhan gizi nutrisi dan cara hidupnya sehari-hari, namun tidak semua orang dengan ekonomi rendah identik dengan penyakit Skabies.

Rasa gatal yang ditimbulkannya terutama waktu malam hari, secara tidak langsung juga ikut mengganggu kelangsungan hidup masyarakat terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukannya disiang hari juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi dan efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya mengakibatkan menurunnya kualitas hidup masyarakat (Keneth dalam Kartika, 2008).

3. Penelitian Terkait

penelitian lain yang pernah dilakukan dan berkaitan dengan penelitian ini adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Budi (2013), tentang hubungan pengetahuan dan sikap santri Al-Falah dengan kejadian skabies daerah Mandiangin Kabupaten Sarolangun Jambi. Metode penelitian menggunakan pendekatan cross sectional, jumlah populasi 350 orang dengan sampel 125 orang santri

(21)

dengan teknik random sampling dan menggunakan instrumen kuesioner, wawancara dan observasi. Hasil penelitian di dapatkan penderita scabies berpengetahuan kurang sebesar 72 orang (62,2%), yang berpengetahuaan baik sebesar 53 orang (55,6%). Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan yang bermakna (p= 0,002) antara pengetahuan santri dengan kejadian skabies dan ada hubungan yang bermakna (p= 0,010) antara sikap positif dengan kejadian skabies.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Majid (2012), mengenai hubungan tingkat pengetahuan tentang prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) terhadap kejadian skabies pada anak SDN 006 di wilayah Puskesmas Andang Kabupaten Boyalali. Metode penelitian adalah non experiment dengan studi korelasional. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 46 orang responden. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-square. Hasil penelitian menunjukan Tingkat pengetahuan baik tentang PHBS memiliki angka kejadian yang rendah terhadap skabies yaitu 3,1 %, dan yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah memiliki angka penderita skabies di SDN 06 kategori besar 65%. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan yang bermakna (p= 0,001) antara tingkat pengetahuan prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) siswa sekolah dasar 006 dengan kejadian Skabies diwilayah kerja Puskesmas Andang Boyolali.

(22)

B. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini yang berjudul faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian skabies pada siswa SDN 013 desa Pulau Palas wilayah kerja Puskesmas Tembilahan Hulu Kabupaten Inhil tahun 2016 dapat dilihat pada skema 2.1

Skema 2.1 Kerangka Teori

Keterangan : = Diteliti --- = Tidak diteliti

( Sumber: Koes Irianto,2015) Faktor pengetahuan tentang skabies

Faktor perekonomian 1. Pekerjaan 2. penghasilan

Faktor sanitasi lingkungan 1. Air

2. pembuangan sampah 3. jamban

4. kelembaban udara 5. kebersihan rumah Faktor personal higiene 1. kebersihan diri 2. pakaian 3. mandi

4. mencuci tangan pakai sabun 5. Buang air pada tempatnya

Faktor prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) 1. Mencuci tangan pakai sabun

2. Mandi yang teratur

3. memakai pakaian yang besih 4. membuang sampah ditempat sampah 5. Menguras bak mandi

5.

(23)

D. Kerangka Konsep

Kerangka dalam penelitian ini yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Skabies pada anak Sekolah Dasar desa Pulau Palas wilayah kerja Puskesmas Tembilahan Hulu Kabupaten Inhil Tahun 2016 dapat dilihat pada Skema 2.1 :

Variabel independent Variabel dependent

Skema 2.1 Kerangka Konsep

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan sementara. Menurut La Biondo-Wood dan Haber (1994, dalam Nursalam, 2008) hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha :

1. Ada hubungan antara faktor pengetahuan anak dengan kejadian skabies 2. Ada hubungan antara personal higiene anak dengan kejadian skabies 3. Ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies.

1. Pengetahuan tentang Skabies

2. Personal higiene 3. Sanitasi lingkungan

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan media uang yang dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa adalah dengan cara melaksanakan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan media uang sesuai

Praktik mengajar mandiri merupakan kelanjutan dari praktik mengajar terbimbing. Setelah membuat silabus dan RPP, mahasiswa diterjunkan ke kelas untuk diberi kesempatan

Sedangkan minat terhadap bidang Theologia dipandang sebagai adanya ketertarikan pribadi dari dalam diri (autonomy) yang memotivasi atau mendorong mahasiswa untuk menjadi calon

The sustainable, dynamic and participative solution includes (i) land cover and land use mapping using remote sensing and GIS, (ii) population density mapping using

Mempraktikkan gerak dasar berbagai gerakan yang bervariasi dalam permainan bola kecil beregu dengan peraturan yang dimodifikasi, serta nilai kerja sama regu, sportivitas, dan

Grafik 4.24 Perbandingan jumlah generasi dengan persyaratan, populasi, crossover , mutasi, kelompok, dosen, dan ruang yang berbeda

Explore the common components of a neural network and its essential operations Conclude this lesson by exploring a trained neural network created using TensorFlow... What are

Dalam hubungan dengan introduksi inovasi teknologi PTT Kedelai di Provinsi Jambi, persoalannya adalah: (1) Bagaimanakah model percepatan adopsi inovasi teknologi PTT