• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH FAKTOR ORGANISASI TERHADAP KINERJA PETUGAS IMUNISASI DALAM PENCAPAIAN UNIVERSAL CHILD IMMUNIZATION ( UCI ) KOTA BAUBAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH FAKTOR ORGANISASI TERHADAP KINERJA PETUGAS IMUNISASI DALAM PENCAPAIAN UNIVERSAL CHILD IMMUNIZATION ( UCI ) KOTA BAUBAU"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FAKTOR ORGANISASI TERHADAP KINERJA

PETUGAS IMUNISASI DALAM PENCAPAIAN

UNIVERSAL

CHILD IMMUNIZATION

( UCI ) KOTA BAUBAU

Novalita Jufri1, Amran Razak2, Nurdin Brasit3

Dosen Tetap pada STAI YPIQ Baubau Email: : novalita.jufri@yahoo.co.id

Abstrak:

Based on the National Medium Term Development Plan (RPJMN), the Government is committed to achieving the target of 100% of the villages reached UCI (Universal Child Immunization) in 2014. This research aimed to analyze the effect of organizational factors on the performance of immunization officials at the health centers with 100% Universal Child Immunization (UCI) and the health centers without 100% UCI of Baubau City. This research is was a survey analytic study with a cross sectional design conducted in all health centers in Baubau City. There were 17 health centers consisting of 9 health centers with 100% UCI and 8 health centers without 100% UCI. The samples were all populations consisting of 41 people taken from health centers with 100% UCI and 36 people taken from health centers without 100% UCI. They were program managers (jurim), jurim assistants and village widwife. The results of research indicate that there is a correlation between leadership (p = 0.040), resources (p = 0.002), organizational structure (p = 0.007), supervision (p = 0,040), training (p = 0.001), job design (p = 0.003) and coordination (p = 0.001) and the performance of immunization officials with 100% UCI of Baubau City. Similiarly, there is a correlation between resources (p = 0.012), organizational structure (p = 0.018), supervision (p = 0.000), job design (p = 0.000) and coordination (p = 0.001) and the performance of immunization officials without 100% UCI of Baubau City. The results of logistic regression indicate that the most influential variable at health centers with 100% UCI is coordination with a sig value of (p) = 0.027 and a value of wald = 4.874 and the most influential variable at health centers without 100% UCI is also coordination with a sig value of (p) = 0.024 and value of wald = 5.127.

Key words: Organizational factor, Performance, Immunization, UCI. I. PENDAHULUAN

Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk dalam menurunkan angka kematian pada bayi dan anak. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Pemerintah berkomitmen untuk mencapai target 100% desa mencapai UCI (Universal Child Immunization) pada tahun 2014.

(2)

Universal Child Immunization (UCI) ialah tercapainya imunisasi dasar lengkap pada

bayi (0-11 bulan). Desa/kelurahan UCI adalah desa/kelurahan dimana minimal 80% dari jumlah bayi yang ada di desa tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap (Kemenkes RI, 2010).

Pada tahun 2014 terdapat lima provinsi memiliki capaian sebesar 100% yang berarti mencapai target Renstra tahun 2014, yaitu Lampung, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, DI Yogyakarta, dan DKI Jakarta. Sedangkan Provinsi Papua memiliki capaian terendah sebesar 13,66%, diikuti oleh Papua Barat sebesar 34,55%, dan Kalimantan Tengah sebesar 66,93%. Data cakupan desa/kelurahan UCI di Sulawesi Tenggara (89,37%) (KemenkesRI, 2015).

Berdasarkan profil kesehatan Kota Baubau, pada tahun 2010 dari 43 Kelurahan yang ada di Kota Baubau ada 10 kelurahan yang belum UCI. Dan Pada Tahun 2011, dari 43 Kelurahan masih ada 6 kelurahan yang belum UCI dan pada tahun 2012 masih ada 7 kelurahan yang belum UCI. Pada Tahun 2013 masih ada 3 Kelurahan yang belum UCI. Sedangkan pada Tahun 2014 masih ada 10 kelurahan yang belum UCI. Hal ini sangat jauh dari target nasional UCI yakni pencapaian 100% UCI desa/kelurahan di tahun 2014.

Berdasarkan data cakupan desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI) menurut kecamatan dan puskesmas Kota Baubau, tahun 2014 masih ada 10 kelurahan yang belum UCI dengan presentase 76,74%. Dari 17 puskesmas di Kota Baubau, 9 puskesmas yang seluruh wilayah kerjanya UCI yaitu Puskesmas Wolio, Bataraguru, Betoambari, Sulaa, Waborobo, Kadolomoko, Kampeonaho, Lowu-Lowu dan Sorawolio, sementara 8 puskesmas lainnya sebagian wilayah kerjanya tidak UCI yaitu Puskesmas Bukit Wolio Indah, Wajo, Melai, Meo-meo, Katobengke, Lakologou dan Bungi. Hal ini menunjukkan bahwa data cakupan imunisasi belum memenuhi target nasional UCI (Universal Child Immunization) yaitu pada tahun 2014 cakupan imunisasi dasar lengkap 100% secara merata di semua desa/kelurahan di Kota Baubau pada tahun 2014.

Gibson (2006) menyatakan bahwa kinerja individu dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:

a. Variable individu terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis

b. Variabel psikologi terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi

c. Variabel organisasi terdiri dari kepemimpinan, sumber daya, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalah kepemimpinan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Araujoa & Lopes (2015), di portugal bahwa kepemimpinan berkontribusi terhadap komitmen organisasi, terutama dimensi afektif dan dimensi normatif sehingga dapat mempengaruhi secara positif kinerja individu. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Tatulus dkk (2015),

(3)

bahwa peran kepemimpinan punya pengaruh signifikan terhadap kinerja di Kantor Kecamatan Tagulandang Kabupaten Sitaro.

Hasil penelitian Mangrio & Alam (2008), terkait dengan hambatan yang dirasakan dalam imunisasi rutin ditiga Kabupaten Sindh dan satu kota Karachi Pakistan menunjukkan bahwa kurangnya insentif dan terbatas mobilitas kesehatan di lapangan mempengaruhi pencapaian imunisasi. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Sabarulin (2013), menunjukkan bahwa ada pengaruh imbalan terhadap kinerja perawat dengan nilai p < 0,018 dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan di rumah sakit Woodward Palu. Peneliti Kusmiyati (2013), menyimpulkan bahwa supervisi, sarana dan prasarana (sumber daya) serta kompensasi memiliki hubungan terhadap kinerja petugas dalam pelayanan imunisasi campak di Puskesmas Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara. Dalam penelitian ini, peneliti bertujuan membandingkan faktor organisasi yang dapat mempengaruhi kinerja petugas imunisasi pada puskesmas 100% UCI dan puskesmas tidak 100% UCI Kota Baubau.

II. BAHAN DAN METODE a. Lokasi dan Desain Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di seluruh puskesmas se-Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara. Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional study (Sugiyono, 2014).

b. Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas imunisasi yang ada pada 17 Puskesmas se-Kota Baubau sejumlah 77 orang yang terdiri dari pengelola program imunisasi puskesmas/jurim sebanyak 17 orang, pendamping jurim 17 orang, bidan di tiap kelurahan sebannyak 43 orang. Semua populasi dijadikan sampel sesuai pernyataan Arikunto (2006), apabila jumlah populasi dalam penelitian kurang dari 100, maka sampel diambil semua artinya semua populasi diteliti.

c. Teknik Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung terhadap responden dengan berpedoman pada kuesioner. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yaitu Dinas Kesehatan Kota Baubau, publikasi ilmiah, tulisan-tulisan, maupun sumber- sumber lain yang dapat dipercaya kebenarannya, dan studi kepustakaan. d. Analisis dan Penyajian data

Analisa data dilakukan dengan program SPSS 21 for Window dan uji statistik dengan menggunakan uji univariat (frekuensi), bivariat (Chi Square) dan multivariat (regresi logistik berganda) .

(4)

III. HASIL

a. Karateristik Responden

Tabel 1 menunjukkan bahwa kelompok umur tertinggi pada puskesmas 100% UCI yaitu kelompok umur 34-37 tahun dan 38-41 tahun dengan presentase 22,0%. Sementara pada puskesmas tidak 100% UCI, kelompok umur tertinggi pada usia 30-33 tahun sebanyak 27,8%. Umumnya responden berjenis kelamin perempuan yaitu 88,3%. Sementara laki-laki hanya 11,7%. Ditinjau dari aspek pendidikan, menunjukkan bahwa baik pada puskesmas 100% UCI dan puskesmas tidak 100% UCI, tingkat pendidikan responden mayoritas D3 yaitu 84,4%. Sementara paling sedikit responden dengan tingkat pendidikan D2 yaitu 1,3%. Ditinjau dari aspek masa kerja, pada puskesmas 100% UCI masa kerja tertinggi 5-8 tahun yaitu 26,8%. Sementara pada puskesmas tidak 100% UCI, masa kerja tertinggi berada 9-12 tahun yaitu 25,0%.

b. Analisis Variabel Kinerja

Tabel 2 menunjukkan bahwa kinerja cukup lebih banyak pada puskesmas 100% UCI dengan presentase 70,7%. Sementara kinerja kurang, lebih banyak pada puskesmas tidak 100% UCI dengan presentase 50%.

c. Analisis Bivariat

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada puskesmas 100% UCI, kinerja cukup lebih banyak dengan kepemimpinan cukup yaitu 80,6%, sementara kinerja cukup dengan kepemimpinan kurang sebanyak 40,0%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji

chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan kepemimpinan dengan kinerja petugas

imunisasi pada puskesmas 100% UCI dengan nilai p=0,040 (p< 0,05). Pada puskesmas tidak 100% UCI, kinerja cukup lebih banyak dengan kepemimpinan cukup sebanyak 52,9%, sementara kinerja cukup dengan kepemimpinan kurang adalah 0%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan kepemimpinan dengan kinerja petugas imunisasi pada puskesmas tidak 100% UCI dengan nilai p=0,486 (p>0,05).

Dari aspek sumber daya, menunjukkan bahwa pada puskesmas 100% UCI, kinerja cukup lebih banyak dengan sumber daya cukup yaitu 86,2%, sementara kinerja cukup dengan sumber daya kurang sebanyak 33,3%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji

chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan sumber daya dengan kinerja petugas imunisasi

pada puskesmas 100% UCI dengan nilai p=0,002 (p<0,05). Pada puskesmas tidak 100% UCI, kinerja cukup lebih banyak dengan sumber daya cukup sebanyak 66,7%, sementara kinerja cukup dengan sumber daya kurang sebanyak 16,7%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan sumber daya dengan kinerja petugas imunisasi pada puskesmas tidak 100% UCI dengan nilai p=0,012 (p>0,05).

(5)

Dari aspek imbalan, menunjukkan bahwa pada puskesmas 100% UCI, kinerja cukup lebih banyak dengan imbalan cukup yaitu 74,2%, sementara kinerja cukup dengan imbalan kurang sebanyak 60,0%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan imbalan dengan kinerja petugas imunisasi pada puskesmas 100% UCI dengan nilai p=0,441 (p>0,05). Pada puskesmas tidak 100% UCI, kinerja cukup lebih banyak dengan imbalan cukup sebanyak 51,7%, sementara kinerja cukup dengan imbalan kurang sebanyak 42,9%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji

chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan imbalan dengan kinerja petugas

imunisasi pada puskesmas tidak 100% UCI dengan nilai p=1,000 (p>0,05).

Dari aspek struktur organisasi, menunjukkan bahwa pada puskesmas 100% UCI, kinerja cukup lebih banyak dengan struktur organisasi cukup yaitu 83,3%, sementara kinerja cukup dengan struktur organisasi kurang sebanyak 36,4%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan struktur organisasi dengan kinerja petugas imunisasi pada puskesmas 100% UCI dengan nilai p= 0,007 (p<0,05). Pada puskesmas tidak 100% UCI, kinerja cukup lebih banyak dengan struktur organisasi cukup sebanyak 63,0%, sementara kinerja cukup dengan struktur organisasi kurang sebanyak 11,1%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan struktur organisasi dengan kinerja petugas imunisasi pada puskesmas tidak 100% UCI dengan nilai p= 0,018 (p<0,05).

Dari aspek supervisi, menunjukkan bahwa pada puskesmas 100% UCI, kinerja cukup lebih banyak dengan supervisi cukup yaitu 80,6%, sementara kinerja cukup dengan supervisi kurang sebanyak 40,0%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan supervisi dengan kinerja petugas imunisasi pada puskesmas 100% UCI dengan nilai p= 0,040 (p<0,05). Pada puskesmas tidak 100% UCI, kinerja cukup lebih banyak sebanyak 15,8%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji

chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan supervisi dengan kinerja petugas imunisasi

pada puskesmas tidak 100% UCI dengan nilai p= 0,000 (p<0,05).

Dari aspek pelatihan menunjukkan bahwa pada puskesmas 100% UCI, kinerja cukup lebih banyak dengan pelatihan cukup yaitu 86,7%, sementara kinerja cukup dengan pelatihan kurang sebanyak 27,3%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan pelatihan dengan kinerja petugas imunisasi pada puskesmas 100% UCI dengan nilai p= 0,001 (p<0,05). Pada puskesmas tidak 100% UCI, kinerja cukup lebih banyak dengan pe;atihan cukup sebanyak 55,6%, sementara kinerja cukup dengan pelatihan kurang sebanyak 44,4%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pelatihan dengan kinerja petugas imunisasi pada puskesmas tidak 100% UCI dengan nilai p= 0,740 (p>0,05).

(6)

Dari aspek desain pekerjaan menunjukkan bahwa pada puskesmas 100% UCI, kinerja cukup lebih banyak dengan desain pekerjaan cukup yaitu 88,5%, sementara kinerja cukup dengan desain pekerjaan kurang sebanyak 40,0%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan desain pekerjaan dengan kinerja petugas imunisasi pada puskesmas 100% UCI dengan nilai p= 0,003 (p<0,05). Pada puskesmas tidak 100% UCI, kinerja cukup lebih banyak dengan desain pekerjaan cukup sebanyak 73,9%, sementara kinerja cukup dengan desain pekerjaan kurang sebanyak 7,7%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan desain pekerjaan dengan kinerja petugas imunisasi pada puskesmas tidak 100% UCI dengan nilai p= 0,000 (p<0,05).

Dari aspek koordinasi menunjukkan bahwa pada puskesmas 100% UCI, kinerja cukup lebih banyak dengan koordinasi cukup yaitu 88,9%, sementara kinerja cukup dengan koordinasi kurang sebanyak 40,0%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji

chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan koordinasi dengan kinerja petugas imunisasi

pada puskesmas 100% UCI dengan nilai p= 0,001 (p<0,05). Pada puskesmas tidak 100% UCI, kinerja cukup lebih banyak dengan koordinasi cukup sebanyak 78,9%, sementara kinerja cukup dengan koordinasi kurang sebanyak 17,6%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-s quare bahwa ada hubungan koordinasi dengan kinerja petugas imunisasi pada puskesmas tidak 100% UCI dengan nilai p= 0,001 (p<0,05).

d. Analisis Multivariat

Tabel 4 menunjukkan berdasarkan hasil uji regresi logistik berganda pada variabel, karena nilai ρ = 0,028 < 0,05 maka variabel pelatihan secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja petugas imunisasi pada puskesmas 100% UCI. Variabel desain pekerjaan menunjukkan bahwa nilai Exp (B) 8,723 dengan nilai B 2,166 dan nilai ρ = 0,041. Karena nilai ρ = 0,041 < 0,05 maka variabel desain pekerjaan secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja petugas imunisasi pada puskesmas 100% UCI. Variabel koordinasi menunjukkan bahwa nilai Exp (B) 10,292 dengan nilai B 2,331 dan nilai ρ = 0,027. Karena nilai ρ = 0,027 < 0,05 maka variabel koordinasi secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja petugas imunisasi pada puskesmas 100% UCI. Dari tiga variabel yang berpengaruh secara signifikan yaitu variabel pelatihan, desain pekerjaan, koordinasi, maka hasil uji regresi menujukkan variabel koordinasi merupakan variabel yang lebih besar variabelnya dibandingkan dengan yang lain dengan nilai besarnya pengaruh sebesar 10,292.

Tabel 5 Berdasarkan hasil uji regresi logistik berganda pada variabel supervisi menunjukkan bahwa nilai Exp (B) 0,060 dengan nilai B = -2,531 dan nilai ρ = 0,035. Karena nilai ρ = 0,035 < 0,05 maka variabel supervisi secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja petugas imunisasi pada puskesmas tidak 100% UCI. Variabel koordinasi menunjukkan bahwa nilai Exp (B) 0,035 dengan nilai B = -3,349 dan nilai ρ = 0,024.

(7)

Karena nilai ρ = 0,024 < 0,05 maka variabel koordinasi secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja petugas imunisasi pada puskesmas tidak 100% UCI. Dari dua variabel yang berpengaruh secara signifikan yaitu variabel supervisi, koordinasi, maka hasil uji regresi menujukkan variabel koordinasi merupakan variabel yang lebih besar variabelnya dibandingkan dengan yang lain dengan nilai besarnya pengaruh sebesar 0,035.

IV. PEMBAHASAN

Penelitian ini menemukan bahwa koordinasi memiliki pengaruh terhadap kinerja petugas imunisasi pada puskesmas 100% UCI dan puskesmas tidak 100% UCI. Kegiatan imunisasi merupakan program yang membutuhkan peran serta masyarakat dalam penyediaan sarana pelayanan. Kegiatan imunisasi dilaksanakan sesuai kesepakatan masyarakat terkait lokasi pelaksanaan, waktu serta kesediaan kader yang membantu. Untuk itu pentingnya koordinasi yang melibatkan banyak pihak terkait antara lain TOGA, TOMA, LSM serta tokoh masyarakat. Koordinasi yang baik akan sangat mendukung kinerja petugas imunisasi dalam pencapaian UCI. Petugas imunisasi harus mampu melakukan pendekatan secara personal dengan tokoh masyarakat karena tokoh masyarakat merupakan panutan. Petugas imunisasi harus mampu berkomunikasi serta menjalin hubungan yang baik.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Salamah (2010), bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja layanan kesehatan dalam peningkatan kepuasan pasien dan optimalisasi sarana layanan kesehatan di Kabupaten Garut adalah koordinasi antar unit dan antar profesi. Begitu pula penelitian Arifiyanti (2013) bahwa kelemahan pelaksanaan program imunisasi Puskesmas Kalirungkut (puskesmas tidak 100% UCI) yaitu belum maksimalnya koordinasi. Koordinasi yang dilakukan harus diperjelas dengan adanya dokumen yang menunjukkan perihal yang dikoordinasikan.

Tingginya cakupan saja tidak cukup untuk mencapai tujuan akhir program imunisasi yaitu menurunkan angka kesakitan dan kematian terhadap PD3I, cakupan program imunisasi yang tinggi harus disertai dengan mutu program yang tinggi pula untuk meningkatkan mutu program, untuk itu dibutuhkan supervisi. Supervisi merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara berkala dan berkesinambungan meliputi pemantauan, pembinaan, dan pemecahan masalah serta tindak lanjut. Kegiatan ini sangat berguna untuk melihat bagaimana program atau kegiatan dilaksanakan sesuai dengan standar dalam rangka menjamin tercapainya tujuan kegiatan imunisasi. Supervisi suportif didorong untuk dilakukan dengan terbuka, komunikasi dua arah dan membangun pendekatan tim yang memfasilitasi pemecahan masalah. Ini difokuskan pada pemantauan kinerja terhadap target, menggunakan data untuk mengambil keputusan dan di pantau oleh petugas untuk memastikan bahwa ilmu atau strategi yang baru tersebut dilaksanakan

(8)

dengan baik (KemenkesRI, 2013). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mulyono (2012), yang menyatakan bahwa ada pengaruh antara supervisi dengan kinerja perawat di rumah sakit tingkat III 16.06.01 Ambon. Sementara Wayan (2014), dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa ada hubungan antara supervisi dengan kinerja bidan di Kabupaten Bangli.

Sebanyak 10 responden (83,3%) memiliki kinerja kurang yang menyatakan sumber daya kurang pada puskesmas tidak 100% UCI. Sehingga meskipun perencanaan telah mantap akan tetapi dana tidak mendukung, ini menjadi kendala dalam pelaksanaan program imunisasi. Selain itu, ketersediaan vaksin juga menjadi kendala dalam pencapaian UCI. Dimana ketika tidak tersedia cukup alat suntik dan vaksin pada pelayanan, para ibu dan bayi pulang tanpa diimunisasi. Masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap pelayanan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Loji dalam Ngadarodjatun (2013), menyimpulkan bahwa yang menyebabkan belum tercapainya UCI adalah dana terlambat termasuk infrastruktur sering rusak, partisipasi masyarakat yang jauh dari jangkauan layanan kesehatan.

Desain pekerjaan juga sangat mempengaruhi keberhasilan program imunisasi. Sunarto (2005), menyatakan bahwa desain pekerjaan memiliki tujuan agar efisiensi operasional, produktifitas dan kualitas pelayanan menjadi optimal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khaerunnisa (2014), ada hubungan antara desain pekerjaan dengan kinerja perawat ruang rawat inap di RSUD Kabupaten Sinjai dengan tingkat keeratan hubungannya sangat kuat atau dapat dikatakan bahwa kontribusi variabel desain pekerjaan terhadap variabel kinerja perawat ialah sebesar 88,8% berarti semakin jelas desain.

Pelatihan tentunya sangat baik dilakukan untuk memberikan bimbingan dalam rangka pencapaian program. Pelatihan bertujuan menghindari kesalahan-kesalahan pada saat pelaksaan program. Dalam proses pelatihan, petugas akan menimba ilmu sehingga akan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan personal dalam pelaksanaan pelayanan imunisasi. Ini sangat berdampak positif terhadap kinerja dalam pencapaian UCI. Di sisi lain, supervisi memiliki pengaruh terhadap kinerja petugas imunisasi pada puskesmas tidak 100% UCI. Pemantauan ini berfungsi untuk meningkatkan cakupan, jadi sifatnya lebih memantau kuantitas program. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khoirudin & Mulawarman (2013), yang menyatakan bahwa pelatihan memiliki hubungan terhadap kinerja tenaga kesehatan dalam upaya peningkatan penemuan suspek tuberkulosis paru di Kediri. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Dina (2011), yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pelatihan dengan kinerja bidan desa di Kabupaten Bantul.

(9)

V. KESIMPULAN

Penelitian ini menyimpulkan ada hubungan kepemimpinan, sumber daya, struktur organisasi, supervisi, pelatihan, desain pekerjaan, koordinasi, dengan kinerja petugas imunisasi pada puskesmas 100% UCI Kota Baubau. Pada puskesmas tidak 100% UCI, ada hubungan sumber daya, struktur organisasi, supervisi, desain pekerjaan, koordinasi, dengan kinerja petugas imunisasi Kota Baubau. Hasil analisis regresi logistik bahwa variabel yang paling berpengaruh pada puskesmas 100% UCI dan puskesmas tidak 100% UCI adalah koordinasi Disarankan kepada petugas imunisasi puskesmas, perlunya melakukan koordinasi yang melibatkan toma, toga, lsm agar program imunisasi dapat berjalan maksimal sehingga cakupan 100% UCI Kota Baubau dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Araujoa M.S.G.d., & Lopes P. M. P. R. (2015). Virtuous Leadership, Organizational Commitment and Individual Performance. Tekhne.

Arikunto S. (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Jakarta: Rineke Cipta.

Dina. (2011), Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Petugas Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) Dalam Pelayanan MTBS di Puskesmas Dinas Kesehatan Kota Madiun Tahun 2011. (Skripsi). Depok: Universitas Indonesia.

Gibson J. L. (2006). Organizations (Behaviour, Structure, Process) McGrow Hill. Kemenkes RI. (2010). Rencana Nasional, Program Akselerasi Eliminasi Filariasis di Indonesia Tahun

2010–2014, Subdit Filariasis dan Schistomiasis. Jakarta: Direktorat P2B2 Ditjen P2 &

PL.

KemenkesRI. (2013). Peraturan Republik Indonesia No 42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan

Imunisasi. Jakarta: Kemenkes.

---,. (2015). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kemenkes. Khaerunnisa. (2014). Hubungan Faktor Organisasi Dengan Kinerja Perawat Ruang Inap di RSUD Kabupaten Sinjai. Jurnal Administrasi Kebijakan Kesehatan. Universitas Hasanuddin: Makassar.

Khoirudin A., & Mulawarman A. D. (2013). Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Tenaga Kesehatan Dalam Upaya Peningkatan Penemuan Suspek Tuberkulosis Paru ( Studi di Balai Pengobatan Puskesmas Kabupaten Kediri ). Jurnal Ilmu

Manajemen, Vol. 02, Nomor 04.

Kusmiyati. (2013). Faktor Individu, Organisasi Dan Psikologis Yang Berhubungan Dengan Kinerja Petugas Dalam Pelayanan Imunisasi Campak Di Puskesmas Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Bidan, Volume I Nomor 1.

(10)

Mangrio N. K., & Alam M. M. (2008). Expanded Programme on Immunization Doing Enough? Viewpoint Of Health Workers and Managers inSindh, Pakistan. NCBI-

Pubmed.

Mulyono M. H., dkk. (2012). Faktor Yang Berpengaruh Tehadap Kinerja Perawat di RS Tingkat III. 16.06.01 Ambon. Jurnal AKK Vol 2 No. 1, 18-26.

Ngadarodjatun. (2013). Determinan Kinerja Petugas Imunisasi Di Puskesmas Kabupaten Sigi

Provinsi Sulawesi Tengah (Tesis). Makassar: Universitas Hasanuddin.

Sabarulin. (2013). Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Perawat Dalam Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Woodward Palu. Jurnal AKK, Vol 2 No 3, 29- 34.

Salamah U. (2010). Pengaruh Diversifikasi Layanan Rumah Sakit dan Koordinasi antar Unit dan Antar Profesi Terhadap Kinerja Layanan Kesehatan dalam Peningkatan Kepuasan Pasien dan Optimalisasi Sarana Layanan Kesehatan di Kabupaten Garut. Jurnal Pembangunan dan Kebujakan Publik, Vol. 02, No. 01, 1-6.

Sunarto. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Yogyakarta: Amus.

Tatulus A. D., Mandey J., & Rares J. (2015). Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Di Kantor Kecamatan Tagulandang Kabupaten Sitaro. Jurnal

Pembangunan dan Kebujakan Publik, Vol. 03, No. 02, 7-14

Wayan N.A.A (2014). Hubungan Kompetensi, Kompensasi Finansial dan Supervisi Dengan Kinerja

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut usia adalah kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan akibat perubahan perubahan fisik,

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar guru mempunyai sikap tentang pendidikan seks dan sudah menerapkan pendidikan seks dalam kategori cukup

Dengan demikian dapat disirnpulkan pada akhirnya bahwa pen&amp;,aunaan Elektron Mikroskop dalam bidang Kedokteran terutam a dalam segi pendidikan, penelitian dan

9 Nani asyik berkaraoke dengan kawan-kawannya dan mengabaikan kerja rumah yang diberi oleh guru.. 10 Hafiz berlatih bersungguh-sungguh untuk memenangi pertandingan

menjadi rawan longsor, terganggunya aliran subak sepanjang sungai, kotornya sungai akibat serpihan-serpihan potongan paras, rusaknya ekosistem di sekitar penggalian

Berdasarkan hasil penelitian, perangkat pembelajaran biologi dengan pendekatan scientific skill memiliki tingkat keterterapan yang baik, sehingga dapat digunakan

Jika berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi oleh Pihak Pertama ternyata Pihak Kedua tidak melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang telah disepakati, maka Pihak Kedua wajib

Pada box trainer terdapat switch yang berfungsi untuk menentukan alat ini akan berkerja open-loop atau closed loop.. Perta a klik