• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PAREPARE TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PAREPARE TAHUN 2014"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

ISSN :

Nomor Publikasi : 73720.1412 Katalog Publikasi : 4102002.7372 Ukuran buku : 21 x 15 cm

Jumlah Halaman : 85 halaman Naskah :

Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Penyunting :

Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Gambar Kulit :

Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Diterbitkan Oleh :

Badan Pusat Statistik Kota Parepare Dicetak Oleh :

UD. Parahyangan, Jl. RW. Monginsidi, Makassar

Catatan :

(5)

PENGANTAR KEPALA BPS KOTA PAREPARE

Publikasi “INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA PAREPARE 2014” ini merupakan publikasi statistik tahunan yang diterbitkan BPS Kota Parepare yang memberikan gambaran menyeluruh mengenai tingkat kesejahteraan rakyat dan indikator yang berfungsi sebagai ukuran pencapaian keberhasilan pembangunan daerah. Berhasilnya penerbitan publikasi ini karena dukungan serta kerja sama yang baik dari semua pihak yang turut membantu.

Menyadari hal tersebut, maka melalui kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada seluruh pimpinan Dinas/Badan/Instansi terkait serta lembaga pemerintah dan swasta atas bantuan dan peran sertanya dalam penerbitan publikasi ini. Diharapkan, kerja sama yang baik ini dapat lebih ditingkatkan pada masa yang akan datang guna memenuhi keperluan data yang makin esensial bagi pembangunan dalam rangka penerapan otonomisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.

Akhir kata, untuk perbaikan di masa yang akan datang, saran dan kritik dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga buku ini dapat digunakan oleh seluruh kalangan dan bemanfaat adanya.

Parepare, Oktober 2014 KEPALA BPS KOTA PAREPARE,

Ir. ARI PRIHANDINI, M.Si

(6)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN KATALOG PUBLIKASI ... ii

PENGANTAR KEPALA BPS KOTA PAREPARE ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 3 1.2 Tujuan Penulisan ... 4 1.3 Sumber Data ... 5 1.4 Sistematika Penulisan ... 6 BAB II METODOLOGI ... 7

2.1 Konsep dan Defenisi ... 9

BAB III TINJAUAN UMUM ... 21

3.1 Geografis ... 21

3.2 Kependudukan ... 21

3.3 Ekonomi ... 23

3.4 Potensi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam ... 25

BAB IV POSISI PEMBANGUNAN MANUSIA ... 27

4.1 Komponen IPM ... 27

(7)

5.2 Pemerataan Pelayanan Kesehatan ... 38

5.3 Status Kesehatan Masyarakat ... 40

5.4 Peningkatan Peran Serta Masyarakat ... 44

BAB VI PENDIDIKAN ... 47

6.1 Sarana dan Prasarana Pendidikan ... 47

6.2 Angka Melek Huruf ... 49

6.3 Rata-Rata Lama Sekolah ... 51

6.4 Angka Partisipasi Sekolah ... 52

BAB VII KETENAGAKERJAAN ... 55

7.1 Angkatan Kerja ... 55

7.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ... 57

7.3 Tingkat Pengangguran Terbuka ... 58

7.4 Penyerapan Tenaga Kerja ... 59

BAB VIII PERUMAHAN ... 61

8.1 Kondisi Fisik Tempat Tinggal ... 62

8.2 Fasilitas Tempat Tinggal ... 63

8.3 Fasilitas Penerangan ... 65

BAB IX PENUTUP ... 67

9.1 Kesimpulan ... 67

9.2 Implikasi Kebijakan ... 67

(8)

Tabel 1. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM yang Digunakan Dalam Penghitungan ... 11 Tabel 2. Jenjang Pendidikan dan Skor yang Digunakan untuk

Menghitung Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) ... 17 Tabel 3. Produk Domestik Regional Bruto Kota Parepare, Tahun 2007 –

2012 ... 24 Tabel 4. Perbandingan IPM Kabupaten/Kota di Ajattapareng, Tahun

2011 – 2012 ... 33 Tabel 5. Persentase Balita Menurut Penolong Persalinan di Kota

Parepare, Tahun 2012 (Persen) ... 37 Tabel 6. Statistik Pelayanan Kesehatan di Kota Parepare, Tahun 2011 –

2012 ... 39 Tabel 7. Persentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Menurut Jenis

Kelamin di Kota Parepare,Tahun 2011 – 2012 (Persen) ... 41 Tabel 8. Persentase Penduduk yang Menderita Sakit Menurut Jenis

Kelamin dan Jumlah Hari Sakit di Kota Parepare,

Tahun 2012 (Persen) ... 43 Tabel 9. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Usia Sekolah

(7 – 24 Tahun) di Kota Parepare, Tahun 2009 – 2012 (Persen) ... 53 Tabel 10. Data Angkatan Kerja dan Penduduk Kota Parepare, Tahun

2011 – 2012 ... 56 Tabel 11. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut

Kegiatan Utama Selama Seminggu yang Lalu di Kota Parepare, Tahun 2011 – 2012 (Persen) ... 57 Tabel 12. Persentase Rumah Tangga Menurut Kualitas Rumah yang

Ditempati dan Luas Lantainya di Kota Parepare, Tahun 2011 – 2012 (Persen) ... 63

(9)

di Kota Parepare, Tahun 2011 – 2012 (Persen) ... 64 Tabel 14. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan

(10)

Gambar 1. Grafik IPM Kota Parepare dan Provinsi Sulawesi Selatan, Tahun 2011 – 2012 ... 33 Gambar 2. Grafik Angka Harapan Hidup (AHH; e0) Kota Parepare,

Tahun 2011 – 2012 (Tahun) ... 36 Gambar 3. Grafik Persentase Penduduk yang Menyatakan Mengalami

Keluhan Menurut Ada Tidaknya Gangguan Kesehatan dan Jenis Kelamin di Kota Parepare, Tahun 2012 (Persen) ... 42 Gambar 4. Grafik Angka Melek Huruf (AMH) Kota Parepare, Tahun 2009

– 2012 (Persen) ... 50 Gambar 5. Grafik Rata-Rata Lama Sekolah Kota Parepare, Tahun 2009 –

2012 (Tahun) ... 51 Gambar 6. Grafik Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kota

Parepare, Tahun 2009 – 2012 (Persen) ... 58 Gambar 7. Persentase Penduduk Usia 15 tahun ke atas Yang Bekerja

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Manusia adalah subjek sekaligus objek pembangunan, oleh sebab itu manusia harus mampu meningkatkan kualitas hidupnya, dan untuk itu peran pemerintah serta masyarakat sangat dibutuhkan. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan sumber daya manusia secara fisik dan mental mengandung makna sebagai peningkatan kemampuan dasar penduduk. Kemampuan dasar penduduk tersebut diperlukan untuk memperbesar kesempatan berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Peningkatan kemampuan dasar dapat dilakukan melalui peningkatan derajat kesehatan, pengetahuan dan keterampilan penduduk. Hal tersebut penting karena dapat direfleksikan dalam kegiatan ekonomi produktif, sosial budaya, dan politik. Paradigma pembangunan manusia yang dikembangkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) merupakan suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Untuk mencapai tujuan pembangunan manusia tersebut terdapat empat hal pokok yang harus diperhatikan:

1. Produktivitas, masyarakat harus dapat meningkatkan produktivitas mereka dan berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan pekerjaan berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah salah satu bagian dari jenis pembangunan manusia.

(12)

2. Pemerataan, masyarakat harus mempunyai akses untuk memperoleh kesempatan yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi dan memperoleh manfaat dari kesempatan ini.

3. Kesinambungan, akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang akan tetapi juga generasi yang akan datang. Segala bentuk permodalan fisik, manusia, dan lingkungan hidup harus dilengkapi.

4. Pemberdayaan, pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat dan bukan hanya untuk mereka. Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan proses-proses yang mempengaruhi kehidupan mereka (HDR,1995)

Belakangan ini, perhatian global disamping terfokus pada isu-isu pertumbuhan ekonomi dan perlunya dilaksanakan reformasi ekonomi, juga perlunya memperhatikan dimensi manusia dalam pembangunan. Hal terakhir muncul sebagai salah satu isu sehubungan dengan tujuan pembangunan yang dinilai kurang berorientasi pada manusia dan hak-hak azasinya. Hal ini dilihat dari berkembangnya pemikiran tentang pembangunan (paradigma) di dunia. Pada dekade 60-an, pembangunan berorientasi pada peningkatan produksi (production centered development) dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Pertumbuhan ekonomi bukanlah akhir dari tujuan pembangunan, tetapi hanya sebagai alat/cara untuk mencapai tujuan yang lebih esensial yaitu human security. Dalam kerangka pemikiran ini manusia bukan sebagai faktor variabel, tetapi hanya sebagai faktor produksi. Kemudian pada dekade 70-an paradigma pembangunan bergeser dengan lebih menekankan pada distribusi hasil-hasil pembangunan (distribution growth development). Selanjutnya, muncul paradigma pembangunan yang

(13)

berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar (basic need development)

pada dekade 80-an, dan memasuki era tahun 90-an paradigma pembangunan terpusat pada aspek manusia (human centered development).

Pertumbuhan Ekonomi yang tinggi dan peningkatan pendapatan perkapita bisa digunakan untuk mengukur keberhasilan dan mengangkat harkat serta martabat rakyat ke tempat yang lebih baik. Ini berarti pembangunan harus difokuskan pada manusia sebagai titik sentralnya. Model-model alternatif pembangunan yang ditawarkan adalah pembangunan sumber daya manusia, kebutuhan dasar, dan kesejahteraan manusia, akan tetapi ketiga model pembangunan ini dinilai masih bersifat parsial belum bersifat holistik.

Berbagai pergeseran dalam kebijakan pembangunan menyebabkan pengukuran terhadap hasil-hasil pembangunan yang ada harus disesuaikan. Kebutuhan untuk melihat fenomena atau masalah dalam perspektif waktu dan tempat sering menuntut adanya ukuran baku. Upaya untuk mengangkat manusia sebagai tujuan utama pembangunan, sebenarnya telah muncul dengan lahirnya konsep “Basic Need Development”. Paradigma ini mengukur keberhasilan pembangunan dengan menggunakan Indeks Mutu Hidup (Physical Quality of Life Index) yang memiliki tiga parameter yaitu angka kematian bayi, angka harapan hidup waktu lahir, dan tingkat melek huruf.

Kemudian dengan muncul dan berkembangnya paradigma baru pembangunan manusia, sejak tahun 1990 UNDP menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) untuk mengukur keberhasilan atau kinerja pembangunan manusia suatu negara atau wilayah. Sejalan dengan itu, Pemerintah Kota Parepare

(14)

melalui Bappeda sebagai perangkat otonomi daerah memandang perlu melakukan pengkajian untuk mengukur kinerja pembangunan dalam kurun waktu tertentu dimana titik tolaknya pada pembangunan manusia dengan menggunakan parameter IPM atau HDI.

1.2 TUJUAN PENULISAN

Publikasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Parepare Tahun 2014 disusun dalam kerangka untuk menempatkan dimensi manusia sebagai titik sentral dalam pembangunan, dengan bercirikan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sehingga diharapkan daerah mempunyai indikator yang berfungsi sebagai ukuran pencapaian pembangunan, terutama yang terkait erat dengan upaya-upaya peningkatan kualitas hidup manusia. Disamping itu, IPM berfungsi sebagai input dalam penyusunan Pola Dasar (POLDAS) dan Rencana Pembangunan Lima Tahun Daerah (REPELITADA), agar jiwa pembangunan pada era reformasi ini terimplementasi dalam dokumen perencanaan dan untuk penajaman prioritas pembangunan.

Penggunaan salah satu indikator komposit (Indeks Pembangunan Manusia) dalam tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum kinerja pembangunan Kota Parepare, khususnya dalam hal evaluasi proses pembangunan SDM selama tahun 2011 – 2013. IPM juga menjelaskan tentang bagaimana manusia mempunyai kesempatan untuk mengakses hasil dari suatu proses pembangunan, sebagai bagian dari haknya seperti dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya.

(15)

Adapun manfaat atau kegunaan data IPM adalah sebagai berikut:  Mengetahui perkembangan hasil pembangunan SDM dalam berbagai

aspek kehidupan.

 Mengetahui capaian progam-progam pemerintah yang berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

 Mendapatkan feedback atas usaha pembangunan yang telah dilakukan.  Sebagai variabel pendukung penyusunan Dana Alokasi Umum (DAU).  Mengukur keterkaitan dengan proses pembangunan dibidang lainnya

(sosial, ekonomi, politik, dan lain sebagainya). 1.3 SUMBER DATA

Sumber data yang digunakan untuk menghitung Indeks Pembangunan Manusia adalah data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) dan data dari beberapa instansi pemerintah yang terkait. Hasil Susenas merupakan data pokok dalam perhitungan indeks pembangunan manusia, sedangkan data selain itu digunakan sebagai data pendukung. Sejak tahun 1993, data Susenas menjadi alat untuk mengkaji dan memantau hasil pembangunan di bidang sosial dan kesejahteraan masyarakat serta pembangunan manusia hingga tingkat kabupaten/ kota. Variabel-variabel yang terdapat dalam survei tersebut adalah kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, fertilitas dan keluarga berencana serta konsumsi/pengeluaran rumah tangga sebulan. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung antara pengumpul data (pencacah) dengan responden. Pengumpul data diusahakan berasal dari lokasi survei dan dikoordinir oleh seorang Koordinator Statistik Kecamatan. Direkrutnya pencacah dari lokasi suvei diharapkan lebih

(16)

mempermudah operasional lapangannya. Hasil pencacahan tersebut diperiksa oleh tim pemeriksa lapangan dan diedit oleh tim pengolahan untuk dientri. Data Susenas adalah hasil dari pelaksanaan survei, oleh sebab itu sebelum dipublikasikan harus dilakukan estimasi terhadap populasi.

Indeks Pembangunan manusia (IPM) harus digunakan dengan hati-hati, meskipun indeks-indeks tersebut memberikan petunjuk umum tentang kebutuhan-kebutuhan dan prioritas-prioritas pembangunan manusia. Indeks tersebut masih perlu dilengkapi dengan informasi-informasi kuantitatif dan kualitatif yang harus dimiliki oleh Pemerintah Daerah.

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN

Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kota Parepare 2014 disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

1. Bab I – Pendahuluan

Menguraikan latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan. 2. Bab II – Metodologi

Membahas tentang metodologi, yang meliputi pengertian, konsep, metode yang digunakan, penjelasan IPM dan komponennya, cara penghitungan indeks masing-masing komponen, dan sumber data yang digunakan. 3. Bab III – Tinjauan Umum

Membahas gambaran Umum Kota Parepare berdasarkan letak geografis, kependudukan, ekonomi (PDRB) potensi pemanfaatan sumber daya alam dan tren alokasi APBD

4. Bab IV – Posisi Pembanguan Manusia

Membahas mengenai posisi pembangunan manusia yang meliputi Indeks Kesehatan, Indeks Pendidikan, Indeks Paritas Daya Beli, dan IPM.

(17)

5. Bab V – Kesehatan

Membahas masalah kesehatan yang meliputi Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup, pelayanan kesehatan, status gizi, status kesehatan masyarakat, dan peningkatan peran serta masyarakat.

6. Bab VI – Pendidikan

Membahas mengenai pendidikan yang meliputi sarana dan prasarana pendidikan, tingkat pendidikan yang ditamatkan, serta partisipasi sekolah. 7. Bab VII – Ketenagakerjaan

Membahas mengenai ketenagakerjaan yang meliputi angkatan kerja, lapangan pekerjaan utama, sektor informal, dan angka pengangguran. 8. Bab VIII – Perumahan

Membahas mengenai perumahan yang meliputi kondisi fisik tempat tinggal dan fasilitas tempat tinggal.

9. Bab IX – Penutup

(18)

BAB II

METODOLOGI

2.1 KONSEP DAN DEFINISI

Kebutuhan untuk melihat fenomena atau masalah sering menuntut adanya ukuran baku dengan menyusun indeks agregat yang memungkinkan diturunkannya satu angka yang merangkum berbagai dimensi masalah yang sedang menjadi topik bahasan.

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pemberdayaan masyarakat yang telah dicapai adalah dengan menggunakan indikator komposit. Beberapa indikator komposit yang telah dikembangkan dan direkomendasi oleh United Nations Development Programme (UNDP) adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Jender (IPJ), Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ), dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM). Dalam publikasi ini hanya IPM yang akan dibahas lebih lanjut.

IPM dapat dijadikan salah ukuran untuk melihat tingkat pencapaian pembangunan manusia secara keseluruhan. Meskipun demikian ukuran komposit ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran bagi para perencana pembangunan di daerah tentang kualitas pembangunan manusia yang telah dicapai selama ini. Langkah yang ditempuh untuk menghadapi perkembangan fenomena yang sifatnya kuantitatif, dimulai dengan memahami konsep dan definisi serta batasan baku masalah yang hendak diukur. Oleh sebab itu dalam publikasi ini disajikan konsep dan

(19)

definisi dari beberapa indikator yang digunakan serta sumber data yang dibutuhkan.

IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari Indeks Kesehatan (Harapan Hidup e0), Indeks Pendidikan (Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah), dan Indeks Standar Hidup Layak (Indeks Paritas Daya Beli), yang dirumuskan sebagai berikut:

Dimana,

IPM = Indeks Pembangunan Manusia X(1) = Indeks Kesehatan

X(2) = Indeks Pendidikan

= 2/3 (Indeks Melek Huruf) + 1/3 (Indeks Rata-Rata Lama Sekolah) X(3) = Indeks Standar Hidup Layak

Nilai indeks hasil hitungan masing-masing komponen tersebut adalah antara 0 (keadaan terburuk) dan 1 (keadaan terbaik). Dalam penulisan ini, indeks tersebut dinyatakan dalam angka ratusan (dikalikan 100) untuk mempermudahkan penafsiran, seperti yang disarankan oleh BPS dan UNDP tahun 1996.

Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai minimum indikator yang bersangkutan. Rumusnya adalah sebagai berikut:

(20)

Dimana,

X(i) = Indikator ke-i, dengan i = 1, 2, dan 3 X(i) maks = Nilai Maksimum X(i)

X(i) min = Nilai Minimum X(i)

Tabel 1. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM yang Digunakan Dalam Penghitungan Indikator Komponen IPM [=X(i)] Nilai Catatan Maksimum Minimum (1) (3) (4) (5)

Angka Harapan Hidup 85 25 Sesuai Standar Global (UNDP)

Angka Melek Huruf 100 0 Sesuai Standar Global (UNDP)

Rata-Rata Lama Sekolah 15 0 Sesuai Standar Global (UNDP)

Konsumsi Perkapita yang Disesuaikan (Pendekatan Terhadap Daya Beli) 732.720 300.000 (1996) UNDP Menggunakan PDB Perkapita Riil yang Disesuaikan 360.000 (1999)

Sumber : Indonesia Human Development Report 2001 – Towards a New Consensus (Democrasy and Human Development in Indonesia) – BPS, BAPPENAS, UNDP

X(i) – X(i) min Indeks X(i) =

(21)

Seperti dalam rekomendasi UNDP, meskipun telah muncul berbagai kritik dan masukan berkaitan dengan rumusan indikator variabel IPM, hingga saat ini masih digunakan ketiga komponen diatas, yaitu komponen kesehatan

(longevity) yang diwakili dengan usia harapan hidup (life expectancy at age 0; e0), komponen pengetahuan atau kecerdasan diwakili oleh dua buah indikator yaitu angka melek huruf (literacy rate; Lit) dan rata-rata lama sekolah (mean years of schooling; MYS), dan komponen hidup layak (decent living) atau kemakmuran yang diwakili oleh paritas daya beli (purchasing power parity; PPP). Berhubung data PPP sulit diperoleh, maka terkadang sering digunakan PDRB riil perkapita.

a. Angka Harapan Hidup (e0)

Seperti yang telah disebutkan dalam BPS-UND, bahwa sebenarnya agak sedikit berlebihan mengatakan variabel e0 dapat mencerminkan lama hidup sekaligus hidup sehat, mengingat angka morbiditas tampaknya lebih valid dalam mengukur hidup sehat. Meskipun demikian, karena keterbatasan data dan hanya sedikit negara yang memiliki data morbiditas yang dapat dipercaya maka variabel tersebut tidak digunakan untuk tujuan perbandingan. Penggunaan angka harapan hidup didasarkan atas pertimbangan bahwa angka ini merupakan resultante dari berbagai indikator kesehatan. AHH merupakan cerminan dari ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, sanitasi lingkungan, pengetahuan ibu tentang kesehatan, gaya hidup masyarakat, pemenuhan gizi ibu dan bayi, dan lain-lain. Oleh karena itu, AHH untuk sementara bisa mewakili indikator lama hidup.

(22)

Indeks Harapan Hidup, dihitung berdasarkan angka harapan hidup sejak seseorang dilahirkan dengan mempertimbangkan angka harapan hidup terendah dan tertinggi (UNDP). Secara matematik dapat ditulis sebagai berikut:

Ahh – 25

X1= --- X 100 ……… (3) 85-25

Keterangan :

X1 : Indeks harapan hidup Ahh : angka harapan hidup 25 : nilai terendah 85 : nilai tertinggi

Angka Harapan Hidup dapat diperoleh melalui suatu paket program Mortpack (metode Trussel dengan model West), dengan meng-input data hasil Susenas yaitu rata-rata jumlah anak yang dilahirkan hidup (ALH) dan rata-rata jumlah anak yang masih hidup (AMH) per wanita yang berumur 15-49 tahun. Rumus untuk memperoleh rata-rata anak yang dilahirkan hidup (children ever born), adalah sebagai berikut:

(23)

7 Σ alhi i=1 Ralh = --- ……… (4) 7 Σ wi i=1 Keterangan :

Ralh : rata-rata anak lahir hidup

alh : anak lahir hidup menurut kelompok umur ibu ke-i w : wanita menurut kelompok umur ke-i

I : kelompok umur 15-19; 20-24; 25-29;30-34; 35- 39;40-44; 45-49

Rumus untuk memperoleh rata-rata anak yang masih hidup (children surviving), adalah sebagai berikut:

7 Σ amshi i=1 Ramsh = --- ……… (5) 7 Σ wi i=1 Keterangan :

Ramsh : rata-rata anak yang masih hidup

Amsh : anak yang masih hidup menurut kelompok umur ibu ke-i w : wanita menurut kelompok umur ke-i

(24)

Angka harapan hidup dianggap sebagai resultan dari berbagai indikator kesehatan. Angka harapan hidup merupakan cerminan dari ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, sanitasi lingkungan, pengetahuan ibu tentang kesehatan, gaya hidup masyarakat, dan pemenuhan gizi ibu & bayi.

b. Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah

Indeks Pendidikan, dihitung berdasarkan dua komponen yaitu indeks melek huruf dan indeks rata-rata lama sekolah. Rumus untuk mendapatkan angka tersebut adalah sebagai berikut:

2X2.1 + X2.2 X2 = --- X 100 ……… (6) 3 Keterangan : X2 : Indeks pendidikan X2.1 : Indeks melek huruf

X2.2 : Indeks rata-rata lama sekolah

Indeks melek huruf diperoleh dengan cara membandingkan angka melek huruf di suatu daerah dengan standar UNDP. Rumusnya adalah sebagai berikut:

(25)

amh – 0 X2.1 = --- X 100 ……… (7) 100 – 0 Keterangan :

X2.1 : Indeks melek huruf amh : angka melek huruf

0 : angka melek huruf terendah 100 : angka melek huruf tertinggi

Indeks rata-rata lama sekolah, rumusnya adalah sebagai berikut: rls – 0

X2.2 = --- X 100 ……… (8) 15 – 0

Keterangan :

X2.2 : Indeks rata-rata lama sekolah rls : rata –rata lama bersekolah 0 : angka melek huruf terendah 15 : angka melek huruf tertinggi

Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah dihitung berdasarkan data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) yang dilakukan BPS, dalam tulisan ini menggunakan penduduk 15 tahun ke atas. Indikator angka melek huruf diperoleh dari variabel kemampuan membaca dan menulis baik huruf latin maupun huruf lainnya.

(26)

Penghitungan indikator rata-rata lama sekolah dilakukan dengan cara penghitungan tidak langsung. Langkah pertama adalah memberikan bobot variabel ijazah atau STTB tertinggi yang dimiliki sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Langkah selanjutnya adalah menghitung rata-rata tertimbang dari variabel tersebut sesuai bobotnya. Secara sederhana, prosedur penghitungan tersebut dapatdirumuskan sebagai berikut:

Dimana,

MYS = Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun) i = Jenjang Pendidikan (1, 2, 3, …, 10)

fi = Frekuensi Penduduk yang Berumur 15 Tahun ke Atas untuk Jenjang Pendidikan ke-i.

Si = Skor Masing-Masing Jenjang Pendidikan ke-i. LSi = 0 (Bila Tidak/Belum Pernah Sekolah) LSi = Si (Bila Tamat)

LSi = Si + Kelas yang Diduduki – 1

(Bila Masih Bersekolah dan Pernah Tamat) LSi = Kelas yang Diduduki – 1

(27)

Tabel 2. Jenjang Pendidikan dan Skor yang Digunakan untuk Menghitung Rata-Rata Lama Sekolah (MYS)

Jenjang Pendidikan Skor

(1) (2) Tidak Punya 0 SD/MI/Sederajat 6 SLTP/MTs/Sederajat/Kejuruan 9 SMU/MA/Sederajat/Kejuruan 12 Diploma I/II 14

Diploma III/Sarjana Muda 15

Diploma IV/S1 16

S2 18

S3 21

Sumber : BPS RI

c. Purchasing Power Parity (PPP)

Komponen standar hidup layak atau dikenal juga sebagai Purchasing Power Parity (PPP) yang digunakan dalam laporan ini adalah PDRB riil perkapita yang telah disesuaikan (adjusted real GRDP percapita), seperti juga yang digunakan oleh UNDP. Berbeda dengan laporan IPM 1996 yang telah menggunakan komponen yang lebih baik yaitu dengan menggunakan konsumsi riil perkapita dari hasil SUSENAS Modul Konsumsi yang disesuaikan dengan indeks PPP. Dengan menggunakan PDRB riil perkapita ini berarti mengasumsikan bahwa hasil dari PDRB daerah dapat dinikmati oleh sebagian besar penduduk wilayah ini.

(28)

Rumus Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil, yang dianggap kemampuan daya beli (U), secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

U(y) = y’ jika y = y’ = y’ + 2(y-y’)(1/2) jika y’ < y-2y’

= y’+ 2(y-y’)(1/2) + 3(y-2y’) (1/3) jika 2y’ < y-3y’

= y’ + 2(y-y’)(1/2) + 3(y-2y’)(1/3) + 4(y-3y’)(1/4) jika 3y’ < y-4y’

dan seterusnya

Dimana,

y = PDRB Riil Perkapita

y’ = Threshold atau Tingkat Pendapatan Tertentu yang Digunakan Sebagai Batas Kecukupan (Garis Kemiskinan) yang Dalam Laporan Ini Nilai y Ditetapkan Sebesar Rp. 540.378,00 Perkapita Setahun

(29)

BAB III

TINJAUAN UMUM

3.1 GEOGRAFIS

Kota Parepare terletak di bagian tengah Provinsi Sulawesi Selatan dengan posisi antara 03o.57 39”„- 04o.04‟ 49” Lintang Selatan dan 119o.36‟ 24”-119o.43‟ 40” Bujur Timur. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Pinrang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Barru, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sidrap dan sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar.

Luas wilayah Kota Parepare adalah sekitar 99,33 km2, yang terdiri dari 4 kecamatan dan 22 kelurahan. Sekitar 20 persen dari luas Kota Parepare merupakan daerah pantai dan 80 persen merupakan daerah yang berbukit- bukit, dengan ketinggian antara 0-500 meter di atas permukaan laut. Selama tahun 2013, Kota Parepare memiliki iklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata 182,75 mm.

3.2 KEPENDUDUKAN

Penduduk Kota Parepare pada tahun 2013 sekitar 135.200 jiwa yang terdiri dari 66.274 jiwa laki-laki dan 68.926 jiwa perempuan. Sex rasionya adalah sekitar 96 yang berarti terdapat sekitar 96 orang laki-laki diantara 100 perempuan. Diduga salah satu penyebabnya adalah karena penduduk laki-laki di daerah ini lebih banyak keluar daerah untuk sekolah, bekerja dan mencari pekerjaan.

(30)

Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 1980,1990, dan 2000,2010, laju pertumbuhan penduduk Kota Parepare pada kurun waktu 1980-1990 adalah 1,62 persen pertahun, 1990-2000 turun menjadi 0,66 persen pertahun. Sementara pada tahun 2013 pertumbuhan penduduknya adalah sekitar 1,39 persen per tahun. Pertumbuhan penduduk yang tinggi tersebut, oleh banyak pihak dianggap sebagai suatu hal yang merisaukan apalagi bila tidak dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi tidak merata juga berpotensi menimbulkan kesenjangan sosial, terutama bila tidak diimbangi dengan pertambahan lapangan kerja. Dengan kata lain apabila pertumbuhan penduduk lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan ekonomi maka pertumbuhan penduduk akan menjadi masalah, terlebih bila terdapat kesenjangan pendapatan yang cukup tinggi. Pertumbuhan penduduk yang positif akan memperluas lahan hunian dan mengurangi lahan usaha bagi penduduk itu sendiri.

Tren data yang ada memperlihatkan bahwa kepadatan penduduk Kota Parepare semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012 kepadatan penduduk Kota Parepare adalah sekitar 1.329 orang/km2 naik menjadi 1.361 orang/km2 pada tahun 2013. Peningkatan kepadatan penduduk tentunya akan menambah beban pemerintah dalam penyediaan berbagai macam fasilitas, tetapi jika hal itu diikuti dengan peningkatan potensi penduduk terutama dari segi ekonomi, maka peningkatan kepadatan penduduk justru akan memberikan dampak yang positif.

Pada tahun 2013 jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun) di Kota Parepare adalah sekitar 42.479 orang, penduduk usia produktif (15-64 tahun) sekitar 86.546 orang, dan penduduk usia lanjut (65

(31)

tahun keatas) sekitar 6.175 orang. Angka beban tanggungan penduduk Kota Parepare pada tahun 2013 adalah sebesar 56,21 artinya setiap 100 penduduk usia produktif menanggung beban ekonomi sekitar 56 orang usia tidak produktif. Angka beban tanggungan ini meningkat dibanding tahun 2012 yang berkisar 54 orang.

3.3 EKONOMI

Perkembangan maupun petumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB (atas dasar harga konstan) yang berhasil diperoleh pada tahun tertentu dibandingkan dengan nilai PDRB tahun sebelumnya. Penggunaan angka atas dasar harga konstan ini dimaksudkan untuk menghindari pengaruh perubahan harga. Perubahan yang diukur adalah perubahan produksi sehingga menggambarkan pertumbuhan riil ekonomi. Sejak Tahun 2000 pertumbuhan ekonomi baik nasional maupun regional provinsi dan kabupaten/kota dihitung dengan menggunakan harga konstan 2000 sebagai tahun dasar.

Tabel di bawah ini menyajikan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Kota Parepare Tahun 2009-2013. Bila diperhatikan selama periode 2009-2013, terlihat bahwa perekonomian Kota Parepare semakin meningkat. Pada tahun 2009 tumbuh sekitar 7,93 persen, kemudian pada tahun 2010 sekitar 8,41 persen, dan pada tahun 2013 mengalami pertumbuhan sekitar 8,47 persen.

(32)

Tabel 3. Produk Domestik Regional Bruto Kota Parepare, Tahun 2009 – 2013

Tahun

ADH Berlaku ADH Konstan 2000 PDRB (Juta Rupiah) Perkembangan Ekonomi (Persen) PDRB (Juta Rupiah) Pertumbuhan Ekonomi (Persen) (1) (2) (3) (4) (5) 2009 1.519.156,10 16,97 707.234,86 7,93 2010 1.795.963,76 18,22 766.745,34 8,41 2011 2.073.555,94 15,46 826.486,23 7,79 2012* 2.376.521,26 14,61 891.923,09 7,92 2013** 2.771.804,96 16,63 967.507,82 8,47

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Parepare Catatan : * Angka Sementara

** Angka Sangat Sementara

Struktur ekonomi Kota Parepare dalam kurun waktu tahun 2009-2013 tampaknya tidak mengalami pergeseran dan masih didominasi oleh sektor-sektor sekunder dan tersier dalam pembentukan angka PDRB. Sektor sekunder memberikan andil sebesar 54,8 persen, sedangkan sektor tersier memberikan andil sebesar 38,59 persen. Sebagai Kota Niaga, andil tertinggi PDRB di Kota Parepare adalah dari sektor Perdagangan, Hotel & Restoran, yaitu sekitar 25,02 persen pada tahun 2012, dan sedikit mengalami penurunan menjadi sekitar 24,92 persen pada tahun 2013. Sektor lain yang juga memberikan andil cukup tinggi bagi struktur ekonomi Kota Parepare adalah sektor jasa-jasa dan sektor angkutan & komunikasi. Pada tahun 2013, masing-masing sektor tersebut memberikan andil sebesar 21,14 persen dan 17,94 persen. Sektor yang memberikan kontribusi terkecil di Kota Parepare adalah sektor pertambangan dan penggalian yaitu hanya 0,31 persen.

(33)

PDRB perkapita Kota Parepare dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. PDRB perkapita merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kemakmuran dan kesejahteraan penduduk di suatu daerah pada kurun waktu tertentu. Selama tahun 2009– 2013 PDRB Perkapita Kota Parepare meningkat dari Rp. 12.782.990,02 menjadi Rp. 20.502.729,16. Walaupun demikian, angka tersebut relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan PDRB perkapita Provinsi Sulawesi Selatan yang sebesar Rp.22.150.805,32 pada tahun 2013. Kenaikan pendapatan perkapita secara makro belum tentu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata, tergantung dari sektor pekerjaan masing-masing.

3.4. POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM

Kota Parepare memiliki areal seluas 99,33 km², terbagi menjadi 4 Kecamatan dan 22 Kelurahan. Dari empat Kecamatan yang ada, hanya Kecamatan Bacukiki yang memiliki potensi di sektor pertanian tanaman pangan. Pada tahun 2013 produksi padi sawah di Kota Parepare adalah sekitar 6.109 ton, sedikit meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2012 yaitu sekitar 4.937 ton, dikarenakan tahun ini luas panen lebih luas 35 persen dari tahun lalu. Meskipun begitu, lahan (sawah) di Kota Parepare meupakan sawah tadah hujan yang tidak dapat berproduksi secara optimal dan luas areal persawahan tidak lebih dari 10 persen terhadap luas total Kota Parepare. Selain itu, topografi Kota Parepare 85 persen merupakan daerah berbukit-bukit dan sisanya merupakan wilayah dataran yang umumnya digunakan sebagai pusat pemukiman maupun kegiatan ekonomi penduduk. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa hasil produksi yang ada belum cukup memenuhi permintaan

(34)

konsumsi penduduk Kota Parepare, sehingga harus dipenuhi dengan mendatangkannya dari daerah lain.

Di subsektor tanaman hortikultura, ada beberapa jenis komoditi tanaman sayuran yang cukup potensi di Kota Parepare yaitu petsai/sawi, kangkung, dan bayam. Tanaman tersebut terutama berada di Kecamatan Soreang. Selain sayuran, terdapat pula berbagai jenis tanaman buah-buahan yang dihasilkan seperti manga, pisang dan nangka. Berdasarkan penelitian agrocultumate, untuk jenis tanah yang ada di Kota Parepare memang cocok untuk ditanami pohon mangga dan nangka.

Ikan sebagai salah satu bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani merupakan komoditas yang cukup banyak di Kota Parepare. Pada tahun 2013 produksi perikanan laut di Kota Parepare mencapai 3.380,06 Ton atau meningkat sebesar 0,20 persen dibandingkan tahun lalu. Di sub sektor peternakan, secara keseluruhan populasi ternak besar (sapi, kerbau, dan kuda) maupun ternak kecil pada tahun 2013 mengalami fluktuasi.

(35)

BAB IV

POSISI PEMBANGUNAN MANUSIA

4.1 KOMPONEN IPM

Pembangunan manusia merupakan model pembangunan yang menurut United Nations Development Programm (UNDP) ditujukan untuk memperluas pilihan-pilihan yang dapat ditumbuhkan melalui upaya pemberdayaan penduduk. Pemberdayaan penduduk ini dicapai melalui upaya yang menitikberatkan pada peningkatan kemampuan dasar manusia yaitu meningkatnya derajat kesehatan, pengetahuan, dan keterampilan agar dapat digunakan untuk mempertinggi partisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif, sosial budaya, dan politik.

Model pembangunan manusia telah menempatkan manusia sebagai titik sentral pembangunan yang berarti bahwa pembangunan yang dilaksanakan adalah dari rakyat (of people), untuk rakyat (for people), dan oleh rakyat (by people). Pembangunan dari rakyat mengandung makna pemberdayaan yaitu peningkatan kapabilitas melalui pendidikan, pelatihan, pemeliharaan kesehatan yang lebih baik, perumahan layak huni dan perbaikan gizi. Pembangunan untuk rakyat berarti hasil pembangunan benar-benar diterima semua rakyat secara adil, buah pertumbuhan ekonomi harus terlihat pada kehidupan rakyat sehari-hari, tidak terjadi ketimpangan dalam masyarakat. Proses ini biasanya tidak secara otomatis tampak, akan tetapi memerlukan waktu serta manajemen kebijakan yang hati-hati. Pembangunan oleh rakyat berarti rakyat harus benar-benar ikut mengambil bagian dan berperan aktif dalam pembangunan, bukan sebagai penonton dan penerima

(36)

hasil pembangunan. Dengan berperan aktif berarti ikut serta berkontribusi dalam pengambilan keputusan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupannya.

Dua hal yang ditekankan pada konsep pembangunan manusia, yaitu peningkatan kapabilitas atau pemberdayaan, dan penciptaan peluang. Antara kapabilitas dan peluang harus imbang. Bila kapabilitas berhasil ditingkatkan melalui pembangunan SDM, namun tidak ada peluang atau sebaliknya bila peluang telah tercipta tapi tidak ditopang oleh kemampuan SDM maka akan menimbulkan pengaruh yang tidak baik.

IPM dapat digunakan sebagai ukuran kebijakan dan upaya yang dilakukan dalam kerangka pembangunan manusia khususnya upaya pemberdayaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan partisipasi dalam pembangunan. Namun indeks ini hanya akan memberikan gambaran perbandingan antar waktu dan perbandingan antar wilayah. Sebelum pembahasan mengenai perbandingan IPM antar waktu, perlu diuraikan terlebih dahulu mengenai keadaan dari masing-masing indikator (komponen) pembentuk IPM. Masing-masing komponen tersebut adalah indeks kesehatan, indeks pendidikan, dan indeks paritas daya beli.

Model pembangunan adalah suatu model pembangunan yang memiliki konsep yang lebih luas mengenai pilihan-pilihan manusia yang sangat tidak terbatas jumlahnya dan bahkan cenderung berubah setiap waktu. Namun sejumlah pilihan ini, ada 3 pilihan yang sangat esensial untuk dipenuhi yaitu, (1) pilihan untuk hidup sehat dan berumur panjang, (2) pilihan untuk memiliki ilmu pengetahuan, dan (3) pilihah untuk mempunyai akses ke berbagai sumber yang diperlukan agar dapat memenuhi standar

(37)

kehidupan yang layak. Apabila ketiga pilihan mendasar ini dapat terpenuhi maka seseorang akan mudah meningkatkan kemampuannya dalam aktifitas sehari-hari serta memiliki kemampuan pula untuk meraih pilihan-pilihan lain yang juga tidak kalah pentingnya seperti pilihan untuk berpartisipasi dalam bidang politik, kebebasan mengeluarkan pendapat dan sebagainya.

Ketiga pilihan yang esensial tersebut di atas dapat tercermin dari komponen-komponen indeks pembangunan manusia sebagai berikut:

a. Indeks Kesehatan

Indeks kesehatan ini diperoleh dari angka harapan hidup seseorang sejak dilahirkan. Angka harapan hidup ini sering digunakan sebagai proxy terhadap keadaan dan sistem pelayanan kesehatan suatu masyarakat. Hal itu dapat dipandang sebagai suatu bentuk akhir dari upaya peningkatan taraf kesehatan secara makro.

Indeks kesehatan yang diwakili oleh Angka Harapan Hidup (eo) diharapkan dapat mencerminkan pembangunan manusia dibidang kesehatan. Pada tahun 2013 angka harapan hidup Kota Parepare tercatat sekitar 75,04 tahun, meningkat dibanding tahun 2012 yang besarnya sekitar 74,71 tahun. Hal ini dapat diartikan bahwa kondisi kesehatan masyarakat Kota Parepare semakin baik dalam kurun waktu 2012-2013. Indeks kesehatan Kota Parepare tahun 2013 sebesar 83,4 masih lebih tinggi dibandingkan dengan Sulawesi Selatan yang hanya sebesar 76 persen. Walaupun indeks kesehatan di daerah ini, relatif membaik atau sedikit lebih tinggi dibanding rata-rata Sulawesi Selatan, tetapi perhatian di bidang ini harus terus ditingkatkan.

(38)

Untuk lebih lengkapnya lagi mengenai indeks kesehatan dan turunannya, dapat dilihat pada tabel yang ada di lampiran.

b. Indeks Pendidikan

Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa indeks pendidikan terdiri dari dua unsur yaitu angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah penduduk yang berumur 10 tahun ke atas. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, komponen angka melek huruf pada tahun 2013 mengalami sedikit peningkatan dari 97,33 persen menjadi 97,36 persen. Begitu juga, rata-rata lama sekolah pada tahun 2013 meningkat menjadi 9,91 persen dibandingkan tahun 2012 sebesar 9,88 persen. Angka ini lebih tinggi daripada angka Sulawesi Selatan yang hanya sekitar 8,01 persen.

Untuk lebih lengkapnya lagi mengenai indeks pendidikan dan turunannya, dapat dilihat pada tabel yang ada di lampiran.

c. Indeks Paritas Daya Beli

Komponen PPP (Purchasing Power Parity) atau dikenal sebagai komponen kemampuan daya beli atau standar hidup layak, dalam laporan ini digunakan PDRB riil perkapita. Penggunaan PDRB riil perkapita ini karena data yang ideal (modul konsumsi susenas) belum sampai estimasi kabupaten/kota. Namun dengan asumsi bahwa PDRB Kota Parepare dapat dinikmati oleh sebagian besar penduduk, maka dianggap masih relevan dengan tingkat pendapatan sebagai indikator standar hidup layak. Daya beli penduduk Kota Parepare pada tahun 2013 sekitar 648,80 ribu

(39)

rupiah, sedangkan pada tahun 2012 sekitar 646,40 ribu rupiah. Sementara itu, rata-rata daya beli penduduk Sulawesi Selatan pada tahun 2013 sekitar 646,71 ribu rupiah , mengalami sedikit kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 643,59 ribu rupiah.

4.2 IPM KOTA PAREPARE

Manusia sebagai subjek dan sekaligus objek pembangunan harus mampu meningkatkan kualitas hidupnya, untuk itu peran pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan sumber daya manusia secara fisik dan mental mengandung makna sebagai peningkatan kemampuan dasar penduduk. Kemampuan dasar penduduk tersebut diperlukan untuk memperbesar kesempatan berpartisipasi dalam proses pembangunan.

IPM merupakan suatu jawaban untuk menilai tingkat kinerja pembangunan manusia secara keseluruhan dari tingkat pencapaian pembangunan manusia. Indikator ini juga secara mudah dapat memberikan posisi kinerja pembangunan (output pembangunan) yang dicapai oleh suatu daerah. Makin tinggi nilai IPM suatu daerah, maka makin tinggi pula tingkat kinerja pembangunan yang dicapai wilayah tersebut.

Indeks Pembangunan Manusia Kota Parepare pada tahun 2012 sekitar 78,63 mengalami peningkatan menjadi 79,02 pada tahun 2013. Posisi IPM Kota Parepare pada tahun 2013 berada pada peringkat ke 2 (dua) dari 24 kabupaten/kota se-Sulawesi Selatan, sedangkan posisi pertama adalah Kota Makassar (80,17) dan posisi terakhir Kabupaten Jeneponto (66,22). Pada tahun 2013 IPM Kota Parepare sedikit mengalami peningkatan

(40)

dibanding tahun sebelumnya, dan masih lebih tinggi dari rata-rata IPM kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan (73,28). Hal ini diduga karena adanya kesadaran masyarakat Parepare akan pentingnya kesehatan yang tercermin pada meningkatnya angka harapan hidup, kesadaran akan pentingnya pendidikan yang tercermin pada meningkatnya angka melek huruf, dan daya beli masyarakat yang semakin tinggi.

Sedangkan secara nasional, IPM Kota Parepare menduduki peringkat kesembilan belas. Berdasarkan kriteria United Nations Development Programm (UNDP), nilai IPM kurang dari 51 digolongkan sedang, nilai IPM antara 51 sampai dengan 79 (51-79) digolongkan menengah dan nilai IPM di atas 79 (> 79) digolongkan tinggi. Sesuai dengan kriteria tersebut, IPM Kota Parepare tergolong IPM menengah, baik pada tahun 2012 maupun tahun 2013.

Perbandingan antar indikator (komponen IPM seperti yang diuraikan pada sub-bab sebelumnya) merupakan tinjauan parsial, artinya tingkat keberhasilan pembangunan baru diukur dari satu komponen saja. Akan tetapi dengan adanya indikator tunggal IPM merupakan suatu jawaban untuk menilai tingkat kinerja pembangunan manusia secara keseluruhan dari tingkat pencapaian pembangunan manusia. Indikator ini juga secara mudah dapat memberikan posisi kinerja pembangunan (output pembangunan) yang dicapai oleh suatu daerah. Makin tinggi nilai IPM suatu daerah, maka makin tinggi pula tingkat kinerja pembangunan yang dicapai wilayah tersebut.

Untuk lebih lengkapnya lagi mengenai indeks paritas daya beli dan turunannya, dapat dilihat pada tabel yang ada di lampiran.

(41)

Gambar 1. Grafik IPM Kota Parepare dan Provinsi Sulawesi Selatan, Tahun 2011– 2013

IPM Kota Parepare dan Sul-Sel

Tahun 2011-2013

72.7 72.14 73.28 78.19 78.63 79.02 68 70 72 74 76 78 80 2011 2012 2013 IPM

Sulawesi Selatan Kota Parepare

Tabel 4. Perbandingan IPM Kabupaten/Kota di Ajattapareng, Tahun 2012 - 2013

Kabupaten/ Kota

2012 2013*

IPM Peringkat se-Prov.

Sul-Sel IPM Peringkat se-Prov. Sul-Sel (1) (2) (3) (4) (5) Pinrang 74,39 7 74,87 7 Parepare 78,63 2 79,02 2 Sidrap 73,36 9 74,05 8 Enrekang 75,30 4 75,67 4 Barru 71,70 14 72,16 16 Sulawesi Selatan 72,14 18 73,29 19

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Parepare Catatan : * Angka Sementara

(42)

BAB V

KESEHATAN

Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan dan status kesehatan penduduk, ketersediaan serta keterjangkauan fasilitas dan sarana kesehatan merupakan salah satu faktor yang penting. Ketersediaan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas dalam pelayanan kesehatan penduduk menjadi suatu keharusan. Pada umumnya di daerah perkotaan tersedia rumah sakit dan juga puskesmas, sedangkan di daerah pedesaan umumnya hanya terdapat puskesmas (termasuk puskesmas pembantu atau puskesmas keliling). Fasilitas kesehatan yang dimaksudkan dalam bab ini adalah banyaknya rumah sakit dan puskesmas termasuk puskesmas pembantu atau puskesmas keliling. Perbandingan ketersediaan fasilitas kesehatan dengan jumlah penduduk dirasakan masih belum optimal. Hidup sehat merupakan kebutuhan dasar manusia, dan setiap insan mempunyai hak untuk menikmati derajat kesehatan yang tinggi bagi kehidupannya. Agar dapat dicapai derajat kesehatan yang tinggi, penduduk juga harus mendapatkan hak-haknya atas kecukupan dalam memperoleh makanan, air minum, pakaian, pemukiman, pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan sosial.

Pemerintah mempunyai peranan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan penduduk, karena kesehatan merupakan investasi untuk meningkatkan SDM. Disamping itu, setiap individu bertanggung jawab terhadap kesehatan dirinya, keluarganya dan lingkungannya. Kemajuan dalam pembangunan kesehatan akan mempunyai pengaruh terhadap pembangunan nasional dan sebaliknya pembangunan nasional

(43)

akan mempunyai dampak penting terhadap derajat kesehatan penduduk. Pada hakekatnya derajat kesehatan penduduk sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor perilaku masyarakat, lingkungan hidup, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Oleh sebab itu, pembangunan kesehatan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat guna mewujudkan derajat kesehatan yang tinggi perlu dijalankan dengan mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat. Untuk mengetahui keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan dapat dilihat dari derajat kesehatan & gizi penduduk, meningkatnya pelayanan kesehatan, serta bertambah baiknya lingkungan kesehatan masyarakat.

5.1 ANGKA HARAPAN HIDUP

Salah satu indikator kesejahteraan rakyat di bidang kesehatan adalah Angka Harapan Hidup (AHH). Angka Harapan Hidup Kota Parepare mengalami peningkatan dari 74,71 pada tahun 2012 menjadi 75,04 pada tahun 2013. 74.71 75.04 74.4 74.6 74.8 75 75.2 2012 2013

(44)

Jika dibandingkan dengan Angka Harapan Hidup Sulawesi Selatan tahun 2012 dan tahun 2013, tampak bahwa Angka Harapan Hidup Kota Parepare masih lebih tinggi. Pada tahun 2012 Angka Harapan Hidup Sulawesi Selatan adalah sekitar 70,45 tahun sedangkan tahun 2013 sekitar 70,60 tahun. Besar kecilnya Angka Harapan Hidup dipengaruhi oleh banyak variabel baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung, dapat seketika maupun dengan tenggang waktu (time lag) tertentu. Variabel yang diperkirakan sangat berpengaruh terhadap AHH/e0. adalah balita yang ditolong kelahirannya oleh tenaga medis. Persalinan yang ditolong oleh tenaga medis di Kota Parepare pada tahun 2013 adalah sekitar 97,42 persen.

Tabel 5. Persentase Balita Menurut Penolong Persalinan di Kota Parepare, Tahun 2013 (Persen)

Penolong Persalinan

Terakhir Pertama Terakhir

(1) (2) (3)

Dokter 30,85 31,27

Bidan 66,57 66,15

Tenaga Paramedis Lain - -

Dukun 0,85 0,85

Keluarga 0,73 0,73

Lainnya 1,00 1,00

Total 100,00 100,00

(45)

5.2 PEMERATAAN PELAYANAN KESEHATAN

Dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat secara menyeluruh, pemerintah melaksanakan program kesehatan gratis. Sebagai penunjang utama adalah fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai. Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat, selain terdapat 3 rumah sakit besar, Kota Parepare juga dilengkapi dengan 6 buah Puskesmas dan 19 buah Puskesmas Pembantu (Pustu) yang tersebar di empat kecamatan. Di Kota Parepare terdapat Rumah Sakit Umum Tipe B, yang merupakan tempat rujukan rumah sakit dari beberapa kabupaten lain.

Dinas Kesehatan Kota Parepare tidak mendapat kesulitan untuk menjangkau semua penduduk dalam wilayah kerja masing-masing karena secara umum Kota Parepare mempunyai kondisi geografis yang tidak sulit. Walaupun masih ada masyarakat yang hidup di daerah pegunungan, mereka ditunjang dengan fasilitas layanan kesehatan yang disebut Puskesmas Pembantu (Pustu).

Jumlah tenaga medis dan paramedis di Kota Parepare cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2013 jumlah dokter yang ada di Kota Parepare adalah sebanyak 91 orang dengan rincian dokter umum sebanyak 54 orang, dokter spesialis 18 orang, dokter gigi 19 orang , tenaga bidan sebanyak 110 orang.

(46)

Tabel 6. Statistik Pelayanan Kesehatan di Kota Parepare, Tahun 2012 – 2013

Rincian 2012 2013

(1) (3) (4)

Fasilitas Kesehatan:

Rumah Sakit 3 3

Rumah Sakit Khusus 2 2

Puskesmas dengan RRI 6 6

Puskesmas Pembantu (Pustu) 20 19

Poskesdes - - Rumah Bersalin 2 2 Balai Pengobatan 1 - Laboratorium Klinik 1 1 Optikal 7 7 Apotik 34 33 Praktek Perorangan : Dokter Umum 17 17 Dokter Spesialis 7 7 Dokter Gigi 3 3 Bidan 21 25 Refraksionis 2 2 Fisioterapi 1 1 Tenaga Kesehatan: Dokter Umum 48 54 Dokter Gigi 15 19 Dokter Ahli 21 18 Apoteker 34 44 Bidan 113 110

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Parepare *) Data belum tersedia

Pada tahun 2013 jumlah penduduk Kota Parepare adalah sebanyak 135.200, dengan jumlah dokter sebanyak 72 orang dokter umum dan ahli (tidak termasuk dokter gigi), maka diperoleh rasio 1:1.877,

(47)

sehingga dapat dikatakan bahwa setiap dokter secara rata-rata melayani 1.877 orang.

Tenaga medis lain seperti bidan jumlahnya relatif berfluktuasi. Pada tahun 2012 jumlah bidan adalah sebanyak 113 orang, menurun menjadi 110 orang pada tahun 2013.

5.2 STATUS GIZI

Dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia, sejak dini keadaan gizi perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Status gizi balita dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain pemberian zat besi terhadap ibu-ibu hamil, pemberian kapsul yodium (untuk ibu-ibu hamil, ibu-ibu nifas & wanita usia subur), dan pemberian kapsul vitamin A kepada balita. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Parepare pada tahun 2009 masih ada balita yang berstatus gizi buruk, tetapi telah ditangani dengan baik sehingga pada awal tahun 2010 ,2011 sampai 2013 tidak ada lagi kasus gizi buruk.

Variabel lain yang berpengaruh terhadap AHH/e0 yaitu persentase penduduk dengan keluhan kesehatan dan persentase penduduk yang sakit. Secara umum diharapkan bahwa semakin sedikit persentase penduduk dengan keluhan kesehatan dan persentase penduduk yang sakit maka akan semakin tinggi kemungkinan kelangsungan hidupnya.

(48)

Tabel 7. Persentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Menurut Jenis Kelamin di Kota Parepare, Tahun 2012 – 2013 (Persen)

Rincian 2012 2013 Ya Tidak Ya Tidak (1) (4) (5) (6) (7) Laki-Laki 22,82 77,18 19,59 80,41 Perempuan 22,63 77,37 18,79 81,21 Laki-Laki + Perempuan 22,72 77,28 19,18 80,82

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Parepare (Susenas)

Jika dilihat dari jenis kelamin tampak bahwa persentase laki-laki yang mengeluh sakit adalah sekitar 22,82 persen, sedangkan perempuan sekitar 22,63 persen dari total penduduk pada tahun 2012. Pada tahun 2013 jumlah laki-laki yang mengeluh sakit sebanyak 19,59 persen, sedangkan perempuan sebanyak 18,79 persen.

Data Susenas menunjukkan bahwa persentase penduduk yang mengalami keluhan di Kota Parepare sekitar 22,72 persen pada tahun 2012, turun menjadi 19,18 persen pada tahun 2013. Penduduk yang mengeluh diduga akibat perubahan cuaca yang tidak menentu.

Pada tahun 2013, dari 19,18 persen penduduk Kota Parepare (laki-laki + perempuan) yang mengalami keluhan tersebut, maka dapat dirinci lebih dalam lagi apakah penduduk tersebut benar-benar ada gangguan kesehatan atau tidak. Persentase penduduk yang menyatakan mengalami keluhan menurut ada tidaknya gangguan kesehatan dan jenis kelamin di Kota Parepare pada tahun 2013 dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini.

(49)

Gambar 3. Grafik Persentase Penduduk yang Menyatakan Mengalami Keluhan Menurut Ada Tidaknya Gangguan Kesehatan dan Jenis Kelamin di Kota Parepare, Tahun 2013 (Persen)

61.02 56.61 58.81

38.98 43.39 41.19 0

50 100

Laki-laki Perempuan Total

Ada Tidak

Ada Tidak

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa di Kota Parepare pada tahun 2013, dari 19,18 persen penduduk (laki-laki + perempuan) yang menyatakan ada keluhan, yang benar-benar terganggu kesehatannya adalah sekitar 41,19 persen, sedangkan sisanya 58,81 persen tidak ada gangguan kesehatan. Sementara itu, dari 19,59 persen penduduk laki-laki yang menyatakan ada keluhan, yang benar-benar terganggu kesehatannya adalah sekitar 38,98 persen, sedangkan sisanya sekitar 61,02 persen tidak ada gangguan kesehatan. Kemudian, dari 18,79 persen penduduk perempuan yang menyatakan ada keluhan, yang benar-benar terganggu kesehatannya adalah sekitar 43,39 persen, sedangkan sisanya 56,61 persen tidak ada gangguan kesehatan.

Dari 41,19 persen penduduk (laki-laki + perempuan) yang benar-benar terganggu kesehatannya, dapat dirinci lebih lanjut berdasarkan jumlah hari sakitnya tersebut, seperti yang ditampilkan pada tabel di bawah ini.

(50)

Tabel 8. Persentase Penduduk yang Menderita Sakit Menurut Jenis Kelamin dan Jumlah Hari Sakit di Kota Parepare,

Tahun 2013 (Persen)

Rincian Laki-Laki Perempuan L + P

(1) (2) (3) (4) < 4 64,11 70,20 66,95 4 – 7 19,82 12,46 16,39 8 – 14 7,27 - 3,88 15 – 21 2,99 1,54 2,31 22 – 30 5,82 15,80 10,48 Jumlah 100,00 100,00 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Parepare (Susenas)

Pada tahun 2013, persentase penduduk terbesar jumlah hari sakitnya adalah kurang dari 4 hari yaitu sebanyak 66,95 persen, dimana penduduk laki-laki sebanyak 64,11 persen dan penduduk perempuan sebanyak 70,20. Sedangkan persentase terkecil adalah penduduk yang jumlah hari sakitnya antara 15 – 21 hari yaitu sebesar 2,31 persen, dimana penduduk laki-laki sebanyak 2,99 persen dan penduduk perempuan sebanyak 1,54 persen.

5.3 PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT

Kesehatan merupakan kebutuhan setiap insan oleh sebab itu kesehatan mestinya tercermin dari kegiatan tersebut. Peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan diarahkan melalui 3 kegiatan, yaitu:

- Kepemimpinan, dengan melakukan suatu intervensi kepemimpinan yang berwawasan kesehatan untuk semua,

(51)

- Pengorganisasian, yaitu melakukan intervensi dibidang kesehatan pada setiap kelompok masyarakat sehingga muncul Usaha Kesehatan Bersama Masyarakat (UKBM), dan

- Pendanaan, yaitu dengan mengembangkan sumber dana yang ada untuk membiayai beberapa kegiatan di bidang kesehatan.

Peningkatan peran serta masyarakat secara kasar dapat dilihat dengan melihat keberadaan jenis UKBM, misalnya Posyandu, Polindes, POD (Pos Obat Desa), BKB (Bina Keluarga Balita), dan lain sebagainya. Namun karena keterbatasan data pada publikasi ini, maka yang dapat disampaikan hanya keberadaan Posyandu saja yang ada di Kota Parepare.

Peningkatan peran serta masyarakat secara kasar dapat dilihat melalui keberadaan jenis UKBM misalnya Posyandu, Pos KB, dan BKM (Bina Keluarga Balita ) dan lain–lain. Namun karena keterbatasan data pada publikasi ini hanya dapat disampaikan keberadaan posyandu dan pos KB di Kota Parepare. Di Kota Parepare terjadi perubahan yang cukup signifikan terhadap kualitas peran serta masyarakat selama dua tahun terakhir ini. Disamping tenaga kesehatan, kader binaan posyandu memegang peranan yang sangat penting bagi kelangsungan posyandu. Biasanya kader ini direkrut dari penduduk sekitar tempat posyandu didirikan dan ditempatkan di rumah-rumah penduduk sehingga sangat akrab dengan penduduk sekitarnya. Adanya kader ini menunjukkan betapa pedulinya penduduk terhadap kesehatan dilingkungan tempat tinggalnya.

(52)
(53)

BAB VI

PENDIDIKAN

6.1 SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN

Sumber daya manusia sangat penting peranannya dalam proses pembangunan. Untuk itu, pembangunan yang dilakukan bermuara pada pembangunan manusia. Salah satu komponen dalam pembangunan manusia adalah peningkatan di bidang pendidikan, karena merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah Sulawesi Selatan sangat konsisten dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Program Pembangunan Daerah (Propeda) Sulawesi Selatan tahun 2011 – 2016 yang menyebutkan strategi yang dilakukan di antaranya adalah perluasan dan pemerataan di dalam memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh masyarakat melalui peningkatan anggaran pendidikan secara berarti.

Sektor pendidikan merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional. Hal ini disadari karena pendidikan dipandang sebagai unsur utama dalam pembentukan kualitas sumber daya manusia yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan pendidikan telah diupayakan pemerintah melalui berbagai program, di antaranya pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, program wajib belajar, beasiswa, progam Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan lain sebagainya.

(54)

Program pendidikan mempunyai andil yang sangat besar terhadap kemajuan bangsa, ekonomi, dan sosial. Sehingga keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan merupakan salah satu parameter untuk mengetahui kesejahteraan masyarakat.

Ketersediaan fasilitas pendidikan dan tenaga pengajar merupakan dua hal yang memegang peranan penting terhadap maju mundurnya dunia pendidikan. Salah satu hal yang selama ini masih menjadi kendala adalah kelangkaan jumlah guru pada daerah-daerah terpencil. Isu yang masih sering terdengar adalah sebagian besar guru enggan ditempatkan pada daerah terpencil, sehingga mengakibatkan menumpuknya jumlah guru di daerah-daerah perkotaan.

Untuk melihat ketersediaan dan penyebaran guru pada suatu daerah dapat dilihat dengan membandingkan jumlah guru. Walaupun belum ada angka ideal sebagai patokan namun semakin kecil angka ini maka akan menggambarkan beban seorang guru yang semakin kecil pula.

Untuk melihat ketersediaan guru dapat diketahui dengan membandingkan antara jumlah guru dan jumlah murid pada setiap jenjang pendidikan yang ada di masing-masing daerah. Semakin kecil angka ini maka akan semakin kecil pula beban seorang guru. Rasio murid guru SD di Kota Parepare selama kurun waktu 2009-2013 hampir sama. Pada tahun 2009 dan 2013 rasio murid-guru SD sekitar 13, ini berarti pada tahun 2013 secara rata-rata ada sekitar 13 murid SD yang harus ditangani oleh seorang guru pada sekolah tempatnya mengajar.

Rasio murid–guru SLTP selama kurun waktu 2009-2013 hanya sedikit mengalami fluktuasi. Pada tahun 2009 terdapat 11 murid dari setiap

(55)

guru, tahun 2010 dan 2011 terdapat 10 murid setiap guru dan pada tahun 2012 dan 2013 meningkat menjadi 11 murid untuk setiap guru. Sementara itu, rasio murid guru SMU, mengalami kemajuan yaitu 9 siswa setiap guru pada tahun 2009 menjadi 8 siswa pada tahun 2013. Untuk melihat rata-rata banyaknya murid yang bersekolah dalam setiap jenjang pendidikan dapat diketahui dengan membandingkan jumlah murid terhadap sekolah. Salah satu kegunaannya adalah untuk melihat apakah sudah waktunya pemerintah atau pihak swasta membangun sekolah baru pada suatu tempat.

Rasio murid-sekolah SD di Kota Parepare pada tahun 2009 sekitar 189 murid per sekolah, dan pada tahun 2013 mengalami perubahan menjadi 188 murid per sekolah. Rasio murid sekolah SLTP mengalami kenaikan dari 325 siswa per sekolah pada tahun 2009 menjadi 339 siswa per sekolah pada tahun 2013. Sementara itu, rasio siswa SMU terhadap sekolah juga mengalami penurunan yaitu dari 404 siswa per sekolah pada tahun 2009 menjadi 332 siswa pada tahun 2013.

6.2 ANGKA MELEK HURUF

Tingkat pendidikan yang tinggi secara tidak langsung akan mencerminkan keberhasilan program pendidikan yang telah diusahakan. Beberapa indikator penting yang dapat digunakan untuk melihat tingkat pendidikan di suatu daerah salah satunya adalah Angka Melek Huruf (AMH).

Angka melek huruf penduduk berumur 10 tahun ke atas di Kota Parepare dalam kurun waktu tahun 2012-2013 tidak menunjukkan peningkatan yang berarti. Pada tahun 2012 angka melek huruf nya sekitar

(56)

97,33 persen naik menjadi sekitar 97,36 persen pada tahun 2013. Jika dibedakan berdasarkan jenis kelamin, angka melek huruf penduduk laki-laki sedikit lebih tinggi dibanding perempuan. Angka melek huruf penduduk Kota Parepare saat ini masih sulit untuk mencapai angka 100 persen. Hal ini disebabkan karena ada penduduk usia lanjut yang tidak bisa membaca/menulis terpilih menjadi sampel Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).

Gambar 5. Grafik Angka Melek Huruf (AMH) Kota Parepare, Tahun 2011 – 2013 (persen)

Dengan demikian, angka buta huruf tahun 2013 sekitar 2,64 persen. Sementara itu, jika dibandingkan dengan AMH Provinsi Sulawesi Selatan, AMH Kota Parepare selalu lebih tinggi. Pada tahun 2013, AMH Provinsi Sulawesi Selatan sekitar 89,69 persen, lebih rendah dari AMH Kota Parepare.

9 7 .3 6 9 7 .3 3 9 7 .17 97.05 97.1 97.15 97.2 97.25 97.3 97.35 97.4 2011 2012 2013 AMH

(57)

6.3 RATA-RATA LAMA SEKOLAH

Selain Angka Melek Huruf (AMH), indikator penting lain yang dapat digunakan untuk melihat tingkat pendidikan di suatu daerah adalah Rata-Rata Lama Sekolah. Indikator ini dapat memberikan informasi tentang sejauh mana tingkat pendidikan yang dicapai oleh penduduk. Rata-rata lama sekolah penduduk Kota Parepare yang berumur 15 tahun ke atas pada tahun 2012 sekitar 9,88, dan mengalami kenaikan pada tahun 2013 menjadi 9,91. Dengan melihat angka tersebut dapat dikatakan bahwa pada tahun 2012 penduduk Kota Parepare rata-rata menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SD dan SLTP, demikian juga pada tahun 2013. Jika dibandingkan dengan 24 kabupaten/kota lainnya maka angka rata-rata lama sekolah penduduk Kota Parepare berada di atas rata-rata angka Sulawesi Selatan. Fenomena ini mencerminkan bahwa kesadaran masyarakat Kota Parepare dibidang pendidikan sudah semakin baik.

Gambar 6. Grafik Rata-Rata Lama Sekolah Kota Parepare, Tahun 2011 – 2013 (Tahun) 9.76 9.76 9.91 9.65 9.7 9.75 9.8 9.85 9.9 9.95 2011 2012 2013 Rata-rata lama sekolah

Gambar

Tabel 1.  Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM yang Digunakan   Dalam Penghitungan  Indikator Komponen  IPM [=X(i)]  Nilai  Catatan  Maksimum  Minimum  (1)  (3)  (4)  (5)
Tabel 2.  Jenjang Pendidikan dan Skor yang Digunakan untuk Menghitung  Rata-Rata Lama Sekolah (MYS)
Tabel 3.  Produk Domestik Regional Bruto Kota Parepare,  Tahun 2009 – 2013
Tabel 4.  Perbandingan IPM Kabupaten/Kota di Ajattapareng,  Tahun  2012 - 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

(Disini peneliti menghitung bersama dengan petugas KUA lainnya. Pernikahan di bawah usia 20 tahun untuk perempuan dan di bawah usia 25 tahun untuk laki-laki pada tahun 2013 ada

Dengan menggunakan rumus pertumbuhan eksponensial dapat dicari persentase perubahan jumlah peduduk laki-laki, persentase perubahan jumlah penduduk perempuan, serta

Dengan menggunakan rumus pertumbuhan eksponensial dapat dicari persentase perubahan jumlah peduduk laki-laki, persentase perubahan jumlah penduduk perempuan, serta

Untuk lebih mempermudah penelitian dan tidak melenceng lebih jauh dari apa yang telah diuraikan dalm perumusan masalah maka disini diberikan batasan masalah yaitu

Hasil kajian menunjukkan sebagai berikut: (1) pembangunan manusia di Kabupaten Lombok Timur terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya

Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu upah minimum kabupaten, rasio pengangguran, rasio angkatan kerja, persentase penduduk miskin, rasio dokter, produk

Maksudnya adalah, penduduk suatu negara mampu mendapat uang tambahan diatas kemampuan ekonomi mereka sebenarnya sehingga kelompok masyarakat tersebut bisa mendapatkan

Rata-rata perkembangan tingkat kemiskinan tahun 2013-2018 berdasarkan zona geografis pada Gambar 4.8 menunjukkan bahwa zona uatara selama periode 2013-2018 memiliki