PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2019
ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PROGRAM
KELUARGA HARAPAN (PKH), KUALITAS
PENDAMPINGAN, DAN PENGELOLAAN DANA BANTUAN
DI DESA NGRECO, WERU, SUKOHARJO
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi
Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Ekonomi
Oleh:
RIRIN NUR HIDAYATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2019
i
ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PROGRAM
KELUARGA HARAPAN (PKH), KUALITAS
PENDAMPINGAN, DAN PENGELOLAAN DANA BANTUAN
DI DESA NGRECO, WERU, SUKOHARJO
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi
Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Ekonomi
Oleh:
RIRIN NUR HIDAYATI
iv
PERSEMBAHAN
v
MOTTO
“Success is no accident, it is hard work, perseverance learning, sacrifice and most of all love what you do.”
viii
ABSTRAK
ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH), KUALITAS PENDAMPINGAN, DAN PENGELOLAAN DANA BANTUAN DI DESA NGRECO, KECAMATAN
WERU, KABUPATEN SUKOHARJO
Ririn Nur Hidayati Universitas Sanata Dharma
2018
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis persepsi masyarakat tentang Program Keluarga Harapan (PKH); (2) menganalisis kualitas pendampingan Program keluarga Harapan (PKH); dan (3) menganalisis pengelolaan dana bantuan oleh penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH).
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif campuran dengan metode penelitian studi kasus. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2018. Populasi penelitian adalah seluruh Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH komponen pendidikan dan komponen kesehatan di Desa Ngreco yang berjumlah 161 KPM. Sampel penelitian sebanyak 115 KPM yang diambil dari teknik
purposive sampling. Data penelitian dalam penelitian ini berupa data kuantitatif dan kualitatif yang dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) masyarakat penerima dana bantuan memiliki persepsi positif terhadap Program Keluarga Harapan (PKH); (2) masyarakat memiliki persepsi yang baik terhadap kualitas pendampingan yang dilakukan oleh pendamping sosial Program Keluarga Harapan (PKH); dan (3) pengelolaan dana bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) oleh masyarakat Desa Ngreco adalah kurang baik.
ix
ABSTRACT
THE ANALYSIS OF THE SOCIETY PERCEPTION ON PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH), QUALITY OF MONITORING PROCESS, AND THE FUND MANAGEMENT SYSTEM OF PROGRAM KELUARGA
HARAPAN (PKH) IN DESA NGRECO, WERU, SUKOHARJO
Ririn Nur Hidayati
Sanata Dharma University
2018
This research attempts to know: (1) the society perception on Program Keluarga Harapan (PKH); (2) the quality of Program Keluarga Harapan (PKH) monitoring process; and (3) the fund management system by the beneficiary of the Program Keluarga Harapan (PKH).
This research is descriptive mixed methods research with case study research method. This research was held on September-October, 2018. The research population is Keluarga Penerima Manfaat (KPM) of education and health components in Desa Ngreco covered 161 Keluarga Penerima Manfaat (KPM). The research sample is 115 of Keluarga Penerima Manfaat (KPM). The research sampling technique is purposive sampling technique. The data collection methods are questionnaire and interview to gather quantitative and qualitative data.
The results of data analysis show that: (1) Keluarga Penerima Manfaat (KPM) had a positive society perception on Program Keluarga Harapan (PKH); (2) Keluarga Penerima Manfaat (KPM) had a good perception on quality of Program Keluarga Harapan (PKH) monitoring process; and (3) management system of Program Keluarga Harapan (PKH) fund was bad.
x
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur saya sembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir
dengan judul “ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG
PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH), KUALITAS
PENDAMPINGAN, DAN PENGELOLAAN DANA BANTUAN DI DESA NGRECO, WERU, SUKOHARJO”.
Dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis tidak lepas dari bantuan dan
dukungan dari sejumlah pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang diberikan.
2. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D. selaku Rektor Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Dr. Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Ibu Dra. C. Wigati Retno Astuti, M.Si., M.Ed. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Ekonomi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
5. Ibu Dra. C. Wigati Retno Astuti, M.Si., M.Ed. selaku dosen pembimbing
yang telah sabar membimbing, memberikan saran dan meluangkan waktu
dalam memberikan bimbingan kepada saya sampai menyelesaikan skripsi
ilmunya selama proses perkuliahan.
7. Kcluarga Ccmaru. Jbu Moryunti, B::ipok Sutrisno. Kake!,, Mari;-anto. Adik
Dino yang senantiasa selolu mcmberikan scmnngat. kcsabaran. dukungan dan don.
8. Bowi Prabono yang selalu ada seriap saat dan v.aktu memberiknn dukung:m.
waktu, kesabaran, dan doa, kepada penulis untuk dapm men) elesai\..an
skripsi ini.
9. Filemon Kristian Novarimawan, dan Aini Masnon yang selalu nda untuk bertukar pi\..iran dnn memherikan semangm dnlam pen) dc-;nian skripsi ini I 0. Br. Yohane:. Sarju. .J .. f\l.f\1. yang sclalu nwmhantu penulis sclama mnsa
perkulinhan
11. Seluruh lc111un-te111011 Pcndidikan L \..onnmi ::!0 13 dan Univcrsitas Sonata
Dhnrma ) ;,ng telah membcri\..nn dukungan dan doan> n.
Penulis mcn)'adari masih hanynk ke\..u1angan ) ang tcrdap:n pada skrip:,i ini.
Sarnn dan kritik snngnt diharapkan dari pcmbncn �ang <lapat bennanfout pada
masa mcndatang. Akhir kata, penulis berharap :,,l,.ripsi ini mcmbcrikan manfaat
bagi sesama masyarakat dan pcndidikun di Indonesia.
Yo�nol-.arta, 30 Januari 2019
r�
Rann �ur I hdayati
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Batasan Masalah ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 6
xiii
BAB II KAJIAN TEORETIK ... 9
A. Konsep Kebijakan Publik ... 9
1. Pengertian Kebijakan Publik... 9
2. Elemen-elemen Kebijakan Publik ... 10
3. Tahap-tahap Kebijakan Publik ... 14
B. Program Keluarga Harapan (PKH) ... 15
1. Pengertian Program Keluarga Harapan (PKH) ... 15
2. Landasan dan Dasar Hukum Pelaksanaan PKH ... 17
3. Tujuan Program Keluarga Harapan (PKH) ... 19
4. Sasaran Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) ... 20
5. Hak dan Kewajiban Keluarga Penerima Manfaat PKH ... 21
6. Besar Dana Bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) ... 22
C. Persepsi Masyarakat... 22
1. Pengertian Persepsi ... 22
2. Pengertian Masyarakat ... 23
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat ... 24
4. Dimensi Persepsi Masyarakat ... 25
D. Kualitas Pendampingan ... 27
1. Pendamping (Pekerja Sosial) ... 27
2. Peran Pendamping ... 28
3. Pengertian Kualitas Pelayanan ... 32
4. Pendamping Sosial PKH ... 33
5. Dimensi Kualitas Pendampingan ... 36
E. Pengelolaan Dana Bantuan Program Keluarga Harapan (PKH)... 37
1. Pengelolaan Dana ... 37
2. Bantuan Dana Program keluarga Harapan (PKH) ... 38
3. Indikator Pengelolaan Dana ... 40
F. Penelitian Terdahulu ... 41
BAB III METODE PENELITIAN ... 44
A. Jenis Penelitian... 44
xiv
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 45
D. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 45
E. Operasional Variabel ... 47
1. Persepsi Masyarakat tentang Program Keluarga Harapan (PKH) ... 47
2. Kualitas Pendampingan ... 49
3. Pola Pengelolaan Dana ... 52
F. Jenis Data yang Diperlukan ... 54
G. Teknik Pengumpulan Data ... 55
H. Pengujian Instrumen Penelitian ... 56
1. Uji Validitas ... 56
2. Uji Reliabilitas... 61
I. Teknik Analisis Data... 63
1. Analisis Data Kuantitatif ... 63
2. Analisis Data Kualitatif ... 74
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 76
A. Lokasi dan Luas Wilayah... 76
B. Penduduk... 78
C. Mata Pencaharian ... 79
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 82
A. Pelaksanaan Penelitian ... 82
B. Deskripsi Data ... 83
1. Usia... 84
2. Latar Belakang Pendidikan ... 86
3. Profesi... 88
C. Analisis Data ... 90
1. Persepsi Masyarakat ... 90
2. Kualitas Pendampingan ... 93
3. Pengeloaan Dana ... 96
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 99
xv
2. Kualitas Pendapingan Pendamping Program Keluarga Harapan ... 103
3. Pola Pengelolaan Dana Bantuan Program Keluarga Harapan ... 109
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 114
A. Kesimpulan ... 114
1. Persepsi Masyarakat tentang Program Keluarga Harapan (PKH) .... 114
2. Kualitas Pendampingan ... 115
3. Pengelolaan Dana ... 117
B. Keterbatasan Penelitian ... 118
C. Saran ... 118
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Skor Alternatif Jawaban ... 47
3.2 Kisi-kisi Kuisioner Variabel Persepsi Masyarakat ... 47
3.3 Kisi-kisi Wawancara pada KPM Variabel Persepsi Masyarakat ... 48
3.4 Kisi-kisi Wawancara pada Pendamping ... 48
3.5 Skor Alternatif Jawaban ... 49
3.6 Kisi-kisi Kuisioner Variabel Kualitas Pendampingan ... 50
3.7 Kisi-kisi Wawancara pada KPM Variabel Kualitas Pendampingan... 50
3.8 Kisi-kisi Wawancara pada Pendamping ... 51
3.9 Skor Alternatif Jawaban ... 53
3.10 Kisi-kisi Kuisioner Variabel Pengelolaan Dana ... 53
3.11 Kisi-kisi Wawancara pada KPM Variabel Pengelolaan Dana ... 54
3.12 Kisi-kisi Wawancara pada Pendamping ... 54
3.13 Hasil Pengujian Validitas Persepsi Masyarakat ... 57
3.14 Hasil Pengujian Validitas Kualitas Pendampingan ... 58
3.15 Hasil Pengujian Validitas Pengelolaan Dana Butir 1 – 13 ... 59
3.16 Hasil Pengujian Validitas Pengelolaan Dana Butir 14a dan 15a ... 60
3.17 Hasil Pengujian Validitas Pengelolaan Dana Butir 14b dan 15b ... 61
3.18 Hasil Uji Reliabilitas... 62
3.19 Interval Kelas Variansi Persepsi Masyarakat ... 65
3.20 Interval Kelas Variansi Kualitas Pendampingan ... 68
3.21 Interval Kelas Variansi Pengelolaan Dana ... 72
4.1 Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah Tahun 2016 (Ha) ... 77
4.2 Jumlah Penduduk berdasarkan Usia ... 78
4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 79
4.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan ... 79
4.5 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian... 80
xvii
5.2 Karakteristik Responden Komponen Pendidikan Berdasarkan Usia ... 84
5.3 Karakteristik Responden Komponen Kesehatan Berdasarkan Usia ... 85
5.4 Karakteristik Komponen Pendidikan Berdasarkan Pendidikan ... 87
5.5 Karakteristik Komponen Kesehatan Berdasarkan Pendidikan ... 87
5.6 Karakteristik Responden Komponen Pendidikan Berdasarkan Profesi ... 88
5.7 Karakteristik Responden Komponen Kesehatan Berdasarkan Profesi ... 89
5.8 Analisis Statistik Variabel Persepsi Masyarakat ... 92
5.9 Kategori Kelas Interval Variabel Persepsi Masyarakat ... 92
5.10 Distribusi Frekuensi Variabel Persepsi Masyarakat ... 93
5.11 Analisis Statistik Variabel Kualitas Pendampingan ... 94
5.12 Kategori Kelas Interval Variabel Kualitas Pendampingan ... 94
5.13 Distribusi Frekuensi Variabel Kualitas Pendampingan ... 95
5.14 Analisis Statistik Variabel Pola Pengelolaan Dana ... 98
5.15 Interval Kelas Variansi dalam Pola Pengelolaan ... 98
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran I Kuisioner dan Pedoman Wawancara ... 123
Lampiran II Data Induk ... 132
Lampiran III Data Hasil Wawancara ... 141
Lampiran IV Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 172
Lampiran V Data Responden ... 183
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terciptanya masyarakat adil dan makmur merupakan salah satu cita-cita
bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaan, sebagaimana telah diamanatkan
dalam alinea ke empat Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini tercermin dari
berbagai program pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang dilaksanakan
oleh pemerintah selama ini. Program pembangunan ekonomi tersebut senantiasa
diarahkan dan ditujukan pada upaya pengentasan kemiskinan karena pada
dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Namun, masalah kemiskinan sampai saat ini masih menjadi perhatian
pemerintah, terutama penanggulangan kemiskinan masyarakat pedesaan yang
merupakan mayoritas penduduk Indonesia. Hal ini cukup masuk akal mengingat
masih banyak penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan, yaitu
sejumlah 25,67 juta jiwa pada bulan September 2018. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistika (BPS), persentase penduduk miskin pada September 2018
sebesar 9,66% atau turun 0,16% (0,28 juta orang) dibanding Maret 2018, dan
turun 0,46% (0,91 juta orang) dibanding September 2017. Kendati mengalami
penurunan namun angka tersebut masih dapat dikatakan cukup tinggi jika
Secara umum tingkat kemiskinan suatu rumah tangga terkait dengan
tingkat pendidikan dan kesehatan. Rendahnya pendapatan keluarga sangat miskin
menyebabkan keluarga tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan pendidikan
dan kesehatan, bahkan untuk tingkat minimal sekalipun. Sebagai contoh, asupan
gizi kurang berdampak buruk pada produktivitas dan daya tahan tubuh seseorang
sehingga menyebabkan terperangkap dalam siklus kesehatan yang buruk.
Seringnya anak tidak masuk sekolah karena sakit dapat menyebabkan kurang
berprestasi di sekolah atau bahkan putus sekolah. Ada juga sebagian dari
anak-anak keluarga sangat miskin sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan
karena harus membantu mencari nafkah. Selain itu, pemeliharaan kesehatan ibu
hamil pada keluarga sangat miskin sering tidak memadai sehingga dapat
menyebabkan buruknya kondisi kesehatan bayi yang dilahirkan atau bahkan
kematian bayi.
Minimnya akses terhadap pendidikan dan kesehatan tersebut dapat
menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang rendah. Kualitas sumber daya
manusia yang rendah akan menyebabkan tenaga kerja kurang mampu bersaing
dalam dunia kerja. Sementara itu dunia kerja merupakan salah satu alternatif cara
yang mampu mengeluarkan penduduk miskin dari lingkaran kemiskinan.
Sedangkan pada kenyataannya, kebutuhan pasar tenaga kerja di zaman sekarang
memprioritaskan orang-orang dengan pendidikan tinggi. Maka sangat penting
untuk membuat kebijakan yang nantinya dapat menciptakan generasi sehat dan
Dalam upaya percepatan pengentasan masalah kemiskinan tersebut
Pemerintah telah membuat dan mengimplementasikan berbagai solusi atau
program kebijakan. Dari keseluruhan program penanggulangan kemiskinan yang
ada, pemberian bantuan secara langsung masih menjadi pilihan solusi yang
diambil oleh pemerintah. Solusi ini dianggap paling efektif dalam membantu
mengurangi angka kemiskinan dengan cara yang mudah, dan tidak membutuhkan
waktu serta upaya yang besar. Salah satu contoh dari program pengangkatan
kemiskinan dengan cara memberikan bantuan langsung adalah Program Keluarga
Harapan (PKH).
Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program yang dikeluarkan oleh
pemerintah melalui Kementerian Sosial dengan cara memberikan bantuan sosial
bersyarat kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Keluarga yang berhak mendapat bantuan ini adalah keluarga yang memenuhi salah satu dari kriteria
tertentu yaitu keluarga dengan anggota keluarga anak berusia 0-6 tahun, anak di
bawah usia 18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar, dan ibu hamil.
Bantuan PKH ini disalurkan kepada penerima selama 4 kali dalam setahun dan
akan dihentikan apabila dalam keluarga tersebut sudah tidak ada lagi anggota
keluarga yang memenuhi kriteria yang telah disebutkan sebelumnya.
PKH telah dilaksanakan sejak tahun 2007 di Indonesia. Namun, sampai
saat ini di Indonesia masih terjadi kesenjangan ekonomi yang ditunjukkan
dengan timpangnya pertumbuhan pengeluaran baik pangan maupun nonpangan
tidak meratanya akses terhadap layanan dasar, seperti kesehatan, pendidikan, air
dan sanitasi, dan pelayanan dasar lainnya di desa dan di kota dapat menyebabkan
kesenjangan ekonomi. Akses pelayanan di desa lebih sedikit dan lebih sulit
dibandingan di kota.
Kurangnya akses terhadap pendidikan dan kesehatan tersebut juga terjadi
di desa Ngreco, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo. Kurangnya
pengetahuan dan wawasan mengenai pentingnya pendidikan dan kesehatan, serta
sulitnya akses terhadap pendidikan dan kesehatan tersebut menjadi alasan
mengapa masyarakat desa Ngreco dapat dikatakan miskin dan berhak untuk
mendapatkan bantuan dari pemerintah. Alasan lainnya adalah faktor pekerjaan
yang didominasi oleh tenaga kerja di sektor pertanian yang meliputi petani dan
buruh tani, yaitu sebesar 76,53% dari jumlah penduduk Desa Ngreco.
Dikarenakan mayoritas pekerjaan penduduk Desa Ngreco adalah petani dan
buruh tani, pendapatan merekapun tidak menentu yang dapat dipengaruhi oleh
kondisi iklim dan cuaca. Dengan pendapatan yang tidak menentu disertai dengan
pengeluaran atau konsumsi pangan yang lebih tinggi dari pendapatan tidak jarang
membuat mereka untuk lebih mengesampingkan pendidikan, kesehatan dan
kebutuhan lainnya.
Dengan adanya bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) yang telah
diimplementasikan di Desa Ngreco kurang lebih 5 tahun ini diharapkan sedikit
banyak dapat mengurangi beban rumah tangga sangat miskin yang menjadi
pendidikan dan kesehatan. Berdasarkan pada kondisi Desa Ngreco dan adanya
Program Keluarga Harapan di desa tersebut, penulis tertarik untuk meneliti
perspektif masyarakat tentang Program Keluarga Harapan (PKH) dengan judul
“Analisis Persepsi Masyarakat Tentang Program Keluarga Harapan (PKH),
Kualitas Pendampingan dan Pengelolaan Dana Bantuan Di Desa Ngreco,
Weru, Sukoharjo”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap Program Keluarga Harapan
(PKH)?
2. Bagaimanakah kualitas pendampingan yang diberikan oleh pendamping
Program Keluarga Harapan (PKH)?
3. Bagaimanakah pengelolaan dana bantuan oleh penerima manfaat Program
Keluarga Harapan (PKH)?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis persepsi masyarakat tentang Program Keluarga Harapan
(PKH).
2. Untuk menganalisis kualitas pendampingan yang diberikan oleh pendamping
3. Untuk menganalisis pengelolaan dana bantuan oleh penerima manfaat
Program Keluarga Harapan (PKH).
D. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis membatasi masalah hanya
sebatas persepsi masyarakat tentang Program Keluarga Harapan (PKH) dan
kualitas pendampingan oleh pendamping PKH, serta meneliti tentang
pengelolaan dana bantuan PKH oleh penerima manfaat. Lokasi penelitian hanya
akan dilakukan di Desa Ngreco, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo.
Subjek penelitian ini adalah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program
Keluarga Harapan (PKH) khususnya para ibu rumah tangga yang termasuk
dalam komponen kesehatan dan komponen pendidikan. Hal ini dikarenakan
sasaran dari Program ini adalah para ibu rumah tangga sebagai penerima dana
manfaat PKH dan diberikan pendampingan langsung oleh pendamping. Selain itu
ibu rumah tangga dianggap lebih dekat dengan pengaturan keuangan atau
penggunaan dana dalam keluarga. Komponen pendidikan dan kesehatan dipilih
karena KPM komponen kesejahteraan sosial (disabilitas dan lansia) dinilai tidak
dapat mempresepsikan pengalamannya tentang PKH karena tidak merasakan
langusng pengalaman tersebut secara langusng.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat bagi masyarakat,
pemerintah, bagi pembaca, serta bagi penelitian selanjutnya baik secara teoritik
1. Manfaat Teoritik
a. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
persepsi masyarakat tentang Program Keluarga Harapan (PKH), kualitas
pendampingan, dan pengelolaan dana bantuan oleh penerima manfaat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan
mengenai persepsi masyarakat tentang Program Keluarga Harapan
(PKH), kualitas pendampingan, dan pengelolaan dana bantuan oleh
penerima manfaat PKH, yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan implementasi suatu kebijakan selanjutnnya.
b. Bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman menganai
persepsi masyarakat tentang Program Keluarga Harapan (PKH), kualitas
pendampingan, dan pengelolaan dana bantuan oleh penerima manfaat
PKH. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi
penelitian selanjutnya.
F. Definisi Operasional
1. Persepsi Masyarakat
Persepsi masyarakat dalam penelitian ini adalah pendapat atau
yang berdasarkan pada pengalaman sebagai penerima manfaat bantuan dana
PKH.
2. Kualitas Pendampingan
Kualitas pendampingan dalam penelitian ini adalah persepsi
masyarakat tentang kualitas pendampingan dari pendamping sosial Program
Keluarga Harapan (PKH) yang berdasarkan pada pengalaman sebagai
penerimana manfaat PKH yang telah didampingi selama ini.
3. Pengelolaan Dana
Pengelolaan dana dalam penelitian ini adalah hal-hal yang dilakukan
oleh Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH)
dalam mengelola dana bantuan PKH, yang menyangkut perencanaan dana
tersebut akan digunakan, pengorganisasian dana sesuai kebutuhan dan
9
BAB II
KAJIAN TEORETIK
A. Konsep Kebijakan Publik
1. Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan merupakan sebuah instrumen untuk mengontrol tingkah
laku warga negara dan juga mempunyai dampak terhadap masyarakat luas.
Secara hirarki kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional maupun
lokal seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden,
peraturan menteri, peraturan pemerintah daerah/provinsi, keputusan
gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan keputusan
bupati/walikota.
Kebijakan publik menurut Thomas R Dye adalah apapun pilihan
pemerintah untuk melakukan atau untuk tidak melakukan (Islamy, 2009:
19). Definisi tersebut menunjukkan bahwa kebijakan publik dibuat oleh
badan pemerintah dan kebijakan publik juga menyangkut pilihan yang
harus dilakukan atau tidak dilakukan. Segala keputusan yang diambil oleh
pemerintah adalah kebijakan, namun tidak mengambil keputusan pun juga
merupakan suatu kebijakan. Hal tersebut terjadi karena jika pemerintah
tidak mengambil keputusan pun akan tetap menimbulkan pengaruh atau
dampak yang sama dengan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu.
Menurut Nugroho, ada dua karakteristik dari kebijakan publik, yaitu
karena maknanya adalah hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai tujuan
nasional; (2) kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah diukur,
karena ukurannya jelas yakni sejauh mana kemajuan pencapaian cita-cita
sudah ditempuh (Nugroho, 2007: 51). Selanjutnya, menurut Anderson
kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud
yang ditetapkan oleh seorang atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu
masalah atau suatu persoalan. Sementara menurut Dunn kebijakan publik
adalah pedoman yang berisi nilai-nilai dan norma-norma yang mempunyai
kewenangan untuk mendukung tindakan-tindakan pemerintah (Nugroho
2007: 6).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa kebijakan
publik merupakan suatu tindakan yang dilakukan pemerintah untuk
mencapai tujuan bagi kepentingan seluruh masyarakat. Kebijakan publik
muncul dari adanya permasalahan publik sehingga kebijakan yang
dihasilkan merupakan upaya penyelesaian masalah tersebut. Namun tidak
semua permasalahan publik dianggap membutuhkan suatu kebijakan.
Lahirnya suatu kebijakanakan melalui suatu proses yang disebut siklus
kebijakan publik.
2. Elemen-elemen Kebijakan Publik
Anderson mendefinisikan kebijakan publik sebagai serangkaian
tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan
Lebih lanjut Anderson menyatakan ada elemen-elemen penting yang
terkandung dalam kebijakan publik antara lain (Nugroho, 2007: 11):
a. Solusi untuk masalah publik
Kebijakan bertujuan untuk menyelesaikan masalah sosial yang
secara politis diakui sebagai masalah publik. Kebijakan tersebut
mengharuskan pembentukan kembali komunikasi diantara pelaku sosial
yang rusak atau berada di bawah ancaman.
b. Adanya kelompok sasaran yang menjadi akar masalah publik
Kebijakan publik berawal dari adanya tuntutan atau dukungan dari
sekelompok orang dalam upaya mengatasi suatu permasalahan publik,
maka dari itu mereka termasuk kedalam elemen penting dari sebuah
kebijakan publik.
c. Koherensi yang disengaja
Kebijakan publik dibuat dengan arah tertentu. Hal ini
mengandaikan teori perubahan sosial atau “model kausalitas”, dimana kebijakan akan berusaha untuk diterapkan dalam upaya untuk
menyelesaikan masalah publik yang bersangkutan. Dengan kata lain
terjadi adanya keterhubungan antara permasalahan yang hendak
diselesaikan oleh kebijakan tersebut dengan aksi atau keputusan yang
terbentuk untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
d. Keberadaan beberapa keputusan dan kegiatan
Kebijakan publik ditandai oleh sekelompok tindakan yang
gerakan sosial umum. Poin ini berarti bahwa suatu kebijakan publik
tidak mempunyai arti penting tanpa tindakan-tindakan riil yang
dilakukan dengan program, kegiatan atau proyek.
e. Program Intervensi
Dalam kebijakan publik, adanya suatu intervensi dari pihak–pihak tertentu merupakan hal yang biasa asalkan intervensi yang dilakukan
tersebut tidak spesifik atau tidak terlalu berpihak pada kepentingan dari
pihak yang mengintervensi tersebut. Artinya bahwa kebijakan publik
tersebut masih harus lebih besar berpihak pada kelompok sasaran.
f. Peran kunci dari para aktor publik
Dalam kebijakan publik diperlukan adanya para aktor publik yang
memang diberi legitimasi/berkapasitas untuk menetapkan kebijakan
tersebut. Jika suatu kebijakan tidak ditetapkan oleh pihak yang diberi
wewenang dalam hukum untuk menetapkan kebijakan publik maka
kebijakan yang dikeluarkan tidak dapat dikatakan sebagai suatu
kebijakan publik, namun bisa disebut sebagai suatu kebijakan korporasi
atau kebijakan individu saja.
g. Adanya langkah-langkah formal
Kebijakan publik mengasumsikan produksi atau output yang
dimaksudkan untuk menyalurkan perilaku kelompok atau individu.
Dalam hal ini, definisi tentang sebuah kebijakan publik adalah adanya
fase implementasi konkret untuk ukuran memutuskan. Namun, dalam
politik-administratif untuk campur tangan atau kurangnya jalan lain untuk
instrumen intervensi tertentu.
h. Keputusan dan kegiatan yang menyebabkan hambatan
Banyak diantara kebijakan publik yang dikeluarkan aktor
politik-administratif sering koersif. Dengan demikian, intervensi publik banyak
yang saat ini diimplementasikan melalui prosedur antara negara dan
otoritas publik (pengelolaan sampah, pemeliharaan jalan, pembangunan
daerah), antara, misalnya, yayasan negara dan perusahaan swasta atau
publik atau koperasi.
Elemen-elemen tersebut memiliki hubungan yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Adanya aduan-aduan yang dilaporkan oleh
suatu kelompok sasaran atau permasalahan yang dilihat langsung oleh
pemerintah kemudian permasalahan tersebut ditampung oleh aktor publik
yang berkapasitas membuat kebijakan publik.
Aktor publik berusaha mencarikan solusi dari aduan-aduan tersebut,
dengan mempertimbangkan adanya intervensi dalam pembuatannya
(misalnya adanya kerjasama dengan pihak swasta) dalam rangka
melancarkan implementasinya nantinya. Kemudian solusi-solusi tersebut
disusun menjadi terpadu dan diimplementasikan. Pengimplementasian
kebijakan ini kemudian diterapkan oleh kelompok sasaran yakni untuk
membentuk perilaku kelompok sasaran dalam rangka mengatasi persoalan
yang muncul di awal tadi. Berdasarkan elemen yang terkandung dalam
untuk memecahkan masalah dan untuk mencapai tujuan serta sasaran
tertentu yang diinginkan.
3. Tahap-tahap Kebijakan Publik
Terdapat tahap-tahap yang harus dilewati dalam pembuatan suatu
kebijakan. Hal tersebut dilakukan agar suatu kebijakan dapat disusun dan
dilaksanakan dengan baik. Tahap-tahap dalam proses pembuatan kebijakan
menurut Dunn adalah sebagai berikut (Nugroho 2007: 7):
a. Fase Penyusunan Agenda
Pada fase ini para pejabat yang dipilih menentukan masalah dalam
agenda publik.
b. Formulasi Kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian
dibahas oleh para pembuat kebijakan untuk perumusan pilihan
kebijakan atau alternatif kebijakan.
c. Fase Adopsi Kebijakan
Pada fase ini alternatif atau pilihan kebijakan dipilih dan diadopsi
dengan dukungan suatu masyarakat.
d. Implementasi Kebijakan
Kebijakan yang telah diambil kemudian dilaksanakan oleh unit-unit
administratif dengan memobilisir sumber daya yang dimiliki.
e. Penilaian Kebijakan
Unit-unit pemeriksaan menilai apakah pembuat kebijakan telah
Setiap kebijakan memiliki proses dan tahapan dalam menjadi sebuah
kebijakan publik. Kebijakan-kebijakan pemerintah pada kenyataannya
bersumber dari aktor-aktor yang memiliki wewenang dalam sistem politik.
Kebijakan pemerintah dalam bentuknya yang positif pada umumnya dibuat
berlandaskan hukum dan kewenangan tertentu.
B. Program Keluarga Harapan (PKH)
1. Pengertian Program Keluarga Harapan (PKH)
Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan suatu program
penanggulangan kemiskinan bersyarat yang memberikan bantuan tunai
kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Bantuan diberikan
dengan persyaratan terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber
daya manusia (SDM) yaitu pendidikan dan kesehatan.
Program Keluarga Harapan berada di bawah Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), baik di pusat maupun di daerah.
PKH sebenarnya telah dilaksanakan di berbagai negara, khususnya
negara-negara latin dengan nama program yang berfariasi. Namun secara
konseptual arti aslinya adalah Conditional Cash Transfer (CCT).
Merujuk pada Sistem Jaminan Sosial Nasional berdasarkan UU No.
40 Tahun 2004, PKH menjadi model jaminan yang unik. Di satu sisi,
PKH merupakan bantuan sosial yang dimaksudkan demi
mempertahankan kehidupan (life survival) dalam kebutuhan dasar
terutama pendidikan dan kesehatan. Di sisi lain, PKH bernuansa
keluar dari kemiskinannya melalui promosi kesehatan dan mendorong
anak bersekolah. Dana yang diberikan kepada Keluarga Penerima
Manfaat (KPM) secara tunai. Dana bantuan diberikan agar KPM dapat
mengakses fasilitas pendidikan dan kesehatan yakni anak-anak harus
bersekolah hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), anak balita harus
mendapatkan imunisasi, dan ibu hamil harus memeriksakan kandungan
secara rutin.
Fokus persyaratan PKH adalah penurunan kemiskinan, investasi
kapital/modal manusia dan memelihara sumber daya manusia yang ada
saat ini. PKH menuntut pesertanya untuk mengubah perilaku yang
membawa manfaat dalam beberapa hal, dan mengasumsikan bahwa
bantuan tunai yang diterima akan memampukan penerimanya melakukan
itu. Atau dengan kata lain, diasumsikan bahwa adanya bantuan tunai
yang diterima, penerimanya dapat melakukan investasi di bidang
pendidikan dan kesehatan sesuai dengan yang disyaratkan. Bantuan tunai
merupakan insentif yang tepat untuk mendorong pesertanya memenuhi
kewajiban tersebut yang nantinya akan berdampak pada peningkatan
status kesehatan dan kehadiran sekolah serta prestasi sekolah. Dengan
begitu program ini diharapkan akan memutus rantai kemiskinan dengan
memperbaiki kualitas hidup dan membuka berbagai kesempatan dalam
hidup.
Program Keluarga Harapan (PKH) harus terintegrasi dengan
Program itu antara lain Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia
Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Beras untuk Warga Miskin
(Raskin), dan Rumah Tinggal Layak Huni (Rutilahu).
Program pengentasan kemiskinan selama ini tidak berjalan efektif
salah satu penyebabnya antara satu program dan program pengentasan
kemiskinan lain terpisah dan tak saling terintegrasi. Hal tersebut
diungkapkan oleh Mantan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa
(2015), “Kalau sebuah keluarga penerima PKH diintervensi, keluarga
dapat KIS dan KKS, orang tuanya dapat Kube, anak dapat KIP, Raskin
dapat, dan rumahnya dibedah dengan Rutialahu, maka dalam jangka
lima tahun, mereka bisa terentas dari kemiskinan”. Keluarga penerima
PKH memang harus diprioritaskan, karena keluarga tersebut merupakan
keluarga sangat miskin. Maka dari itu, tujuan bantuan difokuskan pada
keluarga miskin agar mereka bisa mandiri dan bisa lepas dari rantai
kemiskinan.
2. Landasan dan Dasar Hukum Pelaksanaan Program Keluarga
Harapan (PKH)
a. Landasan Hukum
1) Undang-undang nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional.
2) UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
3) Undang-undang nomor 13 Tahun 2011 tentang penanganan
4) Peraturan Presiden nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan.
5) Inpres nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan
yang Berkeadilan poin lampiran ke 1 tentang Penyempurnaan
Pelaksanaan Program Keluarga Harapan.
6) Inpres nomor 1 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi poin lampiran ke 46 tentang
Pelaksanaan Transparansi Penyaluran Bantuan Langsung
Tunai Bersyarat Bagi Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM)
Sebagai Peserta Program Keluarga Harapan (PKH).
b. Dasar Hukum Pelaksanaan Program Keluarga Harapan
(PKH)
1) Permensos No 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga
Harapan.
2) Permensos No. 10 Tahun 2017 tentang Program Keluarga
Harapan.
3) SK dirjen No.12/LJS.SET.OHH/09/2016 Tentang
Pedoman Umum PKH
4) Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
selaku ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan,
No: 31/KEP/MENKO/-KESRA/IX/2007 tentang Tim
5) Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia No.
02A/HUK/2008 tentang Tim Pelaksana Program Keluarga
Harapan (PKH) Tahun 2008.
6) Keputusan Gubernur tentang Tim Koordinasi Teknis Program
Keluarga Harapan (PKH) Provinsi/TKPKD.
7) Keputusan Bupati/Walikota tentang Tim Koordinasi Teknis
Program Keluarga Harapan (PKH) Kabupaten/Kota/TKPKD.
8) Surat Kesepakatan Bupati untuk Berpartisipasi dalam Program
Keluarga Harapan.
3. Tujuan Program Keluarga Harapan (PKH)
Tujuan PKH adalah untuk mengurangi angka dan memutus rantai
kemiskinan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta
mengubah perilaku yang kurang mendukung peningkatan kesejahteraan
dari kelompok paling miskin. Tujuan ini berkaitan langsung dengan
upaya mempercepat pencapaian target Millennium Development Goals
(MDGs).
Berdasarkan Permensos No. 1 Tahun 2018 tentang Program
Keluarga Harapan, tujuan PKH adalah sebagai berikut:
1) Untuk meningkatkan taraf hidup Keluarga Penerima Manfaat (KPM)
melalui akses layanan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial
2) Mengurangi beban pengeluaran dan meningkatkan pendapatan
3) Menciptakan perubahan perilaku dan kemandirian Keluarga Penerima
Manfaat dalam mengakses layanan kesehatan dan pendidikan serta
kesejahteraan sosial
4) Mengurangi kemiskinan dan kesenjangan
5) Mengenalkan manfaat produk dan jasa keuangan formal kepada
Keluarga Penerima Manfaat.
4. Sasaran Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (PKH)
Sasaran PKH merupakan keluarga miskin dan rentan yang terdaftar
dalam data terpadu program penanganan fakir miskin yang memiliki
komponen kesehatan, pendidikan, dan kesejahteran sosial. Wilayah akses
PKH adalah di wilayah daerah tertinggal, daerah terpencil dan pulau
terluar.
Berdasarkan Permensos No. 1 Tahun 2018 tentang program
Keluarga Harapan, kriteria penerima PKH adalah sebagai berikut:
a. Kriteria komponen kesehatan
1) Ibu hamil/nifas/menyusui
2) Anak usia 0 (nol) sampai dengan 6 tahun.
b. Kriteria komponen pendidikan
1) Anak SD/MI atau sederajat
2) Anak SMP/MTs atau sederajat
3) Anak SMA/MA atau sederajat
4) Anak usia 6 (enam) sampai dengan 21 (dua puluh satu) tahun yang
c. Kriteria komponen kesejahteraan sosial
1) Lanjut usia diutamakan mulai dari 60 (tujuh puluh) tahun
2) Penyandang disabilitas, diutamakan penyandang disabilitas berat.
5. Hak dan Kewajiban Keluarga Penerima Manfaat PKH
a. Keluarga Penerima Manfaat PKH berhak mendapatkan:
1) Bantuan Sosial PKH
2) Pendampingan sosial
3) Pelayanan di fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan
sosial
4) Program bantuan komplementer di bidang pangan, kesehatan,
pendidikan, subsidi energi, ekonomi, perumahan, pemenuhan
kebutuhan dasar lainnya.
Program komplementer yang berada di bawah ruang lingkup
koordinasi Kementerian Sosial (Kemensos) yang telah bersinergi
dengan program PKH meliputi program Rumah Tidak Layak Huni
(RTLH), Kelompok Usaha Bersama (KUBe), Usaha Ekonomi
Produktif (UEP) dan Pertemuan Peningkatan Kemampuan
Keluarga (P2K2/FDS).
b. Keluarga Penerima Manfaat PKH berkewajiban:
1) Memeriksakan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan sesuai
dengan protokol kesehatan bagi ibu hamil/menyusui dan anak
2) Mengikuti kegiatan belajar dengan tingkat kehadiran paling sedikit
85% (delapan puluh lima persen) dari hari belajar efektif bagi anak
usia sekolah wajib belajar 12 (dua belas) tahun
3) Mengikuti kegiatan di bidang kesejahteraan sosial sesuai kebutuhan
bagi keluarga yang memiliki komponen lanjut usia mulai dari 60
(enam puluh) tahun dan/atau penyandang disabilitas berat.
6. Besar Dana Bantuan Program Keluarga Harapan (PKH).
Nilai bantuan merujuk Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Nomor 26/LJS/12/2016 tanggal 27 Desember 2016 tentang Indeks dan Komponen Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan Tahun 2017. Komponen bantuan dan indeks bantuan PKH pada tahun 2017, sebagai berikut:
a. Bantuan Sosial PKH Rp1.890.000,00 b. Bantuan Lanjut Usia Rp2.000.000,00
c. Bantuan Penyandang Disabilitas Rp2.000.000,00
d. Bantuan Wilayah Papua dan Papua Barat Rp2.000.000,00 C. Persepsi Masyarakat
1. Pengertian Persepsi
Secara etimologi istilah persepsi berasal dari bahasa inggris yaitu
perception yang artinya tanggapan, daya memahami atau daya mengamati sesuatu. Rakhmat (2011:50) mengatakan persepsi adalah
pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang
Sedangkan menurut Walgito (2002: 87) persepsi merupakan suatu proses
yang didahului penginderaan yaitu proses stimulus oleh individu melalui
proses sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan
stimulus tersebut diteruskan dan diproses selanjutnya merupakan proses
persepsi.
Proses persepsi tidak dapat terlepas dari proses penginderaan. Proses
penginderaan tersebut merupakan proses pendahulu dari proses persepsi.
Penginderan sendiri dapat diartikan suatu stimulus yang diterima oleh
individu melalui alat reseptor yang disebut indera. Alat indera merupakan
penghubung antara individu dengan dunia luasnya. Dari stimulus yang
diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian diinterpretasikan
sehingga individu dapat memberikan pandangan, memahami dan dapat
mengartikan tentang stimulus yang diterimanya. Proses
menginterpretasikan ini biasanya dipengaruhi oleh pengalaman dan
proses belajar individu.
Berdasarkan beberapa pendapat dapat ditarik kesimpulan bahwa
persepsi adalah suatu cara pandangan sesorang yang berbeda terhadap
objek yang dilihat dan dirasakannya berdasarkan pengamatan,
pengetahuan dan pengalaman yang telah dilakukan oleh seseorang
tersebut sehingga menghasilkan suatu kesimpulan.
2. Pengertian Masyarakat
Masyarakat pada kamus bahasa Inggris disebut society asal katanya
“masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu “musyarak” yang artinya hubungan (interaksi). Menurut Soekanto masyarakat adalah proses
terjadinya interaksi sosial. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin
terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu interaksi sosial dan
komunikasi (Soekanto, 2007). Kemudian menurut Sumardjan masyarakat
adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan suatu
kebudayaan (Soekanto, 2007: 22).
Masyarakat adalah kumpulan individu-individu yang saling bergaul
dan berinteraksi karena mempunyai norma-norma, cara-cara, nilai-nilai
dan prosedur yang merupakan kebutuhan bersama berupa suatu sistem
adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu
identitas bersama (Mac & Gillin dalam Mussadun, 2000:86). Bersasarkan
pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi
masyarakat adalah suatu proses dimana sekelompok manusia yang hidup
dan tinggal bersama dalam wilayah tertentu yang sering berinteraksi dan
komunikasi, sehingga dapat memberikan pemahaman atau tanggapan
terhadap hal-hal atau peristiwa yang terjadi di lingkungannya.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat
Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda saat mendapatkan
stimulan dari objek yang sama. Hal itu disebabkan oleh faktor-faktor
yang mempengaruhi persepsi. Robbins (2001:89) mengemukakan bahwa
a. Pelaku persepsi, dimana seseorang memandang suatu objek dan
mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya dan penafsiran itu sangat
dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu
tersebut.
b. Objek atau Target, karakteristik dan target yang diamati dapat
mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Target atau Objek tidak
dipandang dalam keadaan terisolasi, hubungan suatu target dengan
latar belakangnya mempengaruhi persepsi seperti kecendrungan kita
untuk mengelompokkan benda-benda yang salaing berdekatan atau
yang mirip.
c. Situasi, dalam hal ini penting untuk melihat konteks objek atau
peristiwa sebab unsur-unsur lingkungan sekitar juga dapat
mempengaruhi persepsi kita.
4. Dimensi Persepsi Masyarakat
Dimensi yang terkait dengan persepsi menurut Osgood, dkk (Azwar,
2011) adalah sebagai berikut:
a. Evaluasi
Di dalam dimensi evaluasi ini termuat: 1) unsur kenyamanan
yang menjelaskan unsur kenikmatan yang dirasakan individu ketika
menghadapi sebuah situasi yang menimbulkan persepsi, 2) unsur
konsekuensi yang menjelaskan apakah konsekuensi sebuah persepsi
menunjukkan apakah sebuah persepsi menimbulkan kesantaian atau
kecemasan
b. Potensi
Dimensi potensi menjelaskan adanya sumber kekuatan pada
pengalaman persepsi yang memuat: 1) unsur kekuatan yang berkaitan
dengan persepsi terhadap status individu misalnya penurunan
kekuatan akan menyebabkan munculnya persepsi negatif, 2) Unsur
kecepatan yang menggambarkan perubahan tindakan pada saat
persepsi berlangsung. Unsur kecepatan juga menunjukkan adanya
kepentingan yang segera dipenuhi (urgency). 3) unsur atraksi yang
menunjukkan tampilan apakah sebuah persepsi dinilai baik atau
buruk. 4) Unsur kemantapan yang menggambarkan kestabilan dan
keseimbangan individu dalam mengenali persepsi.
c. Aktivitas
Dimensi aktivitas menandakan ekspresi emosi dalam perilaku
motorik atau reaksi sosiologis. Dimensi aktivitas memuat beberapa
unsur persepsi, antara lain: 1) unsur keaktifan yang menandakan
intensitas dan frekuensi tindakan pada saat pengalaman emosi, 2)
unsur keteraturan aktivitas yang menunjukkan pengendalian, 3) Unsur
ketegangan yang menunjukkan intensitas reaksi sosiologis tubuh.
Unsur kekuatan menunjukkan adanya unsur kekuasaan, keyakinan
menunjukkanadanya unsur semangat dan motivasi dan mendorong
individu menjadi bergairah pada saat munculnya persepsi.
D. Kualitas Pendampingan
1. Pendamping (Pekerja Sosial)
Pendamping dalam bahasa Inggris colleague, bisa ditafsirkan rekan,
kolega, sahabat, sehingga maknanya sangat longgar. Pendampingan
Sosial merupakan satu strategi yang sangat menentukan keberhasilan
program pemberdayaan masyarakat. Sesuai dengan prinsip pekerjaan
sosial, yakni “membantu orang agar dapat membantu dirinya sendiri”, pemberdayaan masyarakat sangat memperhatikan pentingnya partisipasi
masyarakat yang kuat. Dalam konteks ini, peranan seorang pekerja sosial
seringkali diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai pendamping, bukan
sebagai penyembuh atau pemecah masalah secara langsung.
Unsur terpenting dalam meraih keberhasilan pengembangan
masyarakat di samping unsur modal alam, teknologi, kelembagaan,
modal manusia adalah unsur modal sosial seperti saling percaya sesama
anggota masyarakat, empati sosial, kohesi sosial, kepedulian sosial, dan
kerjasama kolektif. Karena itu diperlukan penguatan modal sosial dan
modal manusia atau sumberdaya manusia. Saat ini di Indonesia telah
berkembang satu sistem pemberdayaan masyarakat sebagai pelaksana
(pelaku) dengan nama pendamping sosial untuk melengkapi pendekatan
Metode pendampingan diterapkan sesuai dengan kondisi dan situasi
kelompok sasaran yang dihadapi. Fungsi pendamping sangat penting,
terutama dalam membina dan mengarahkan kegiatan dalam kelompok
sasaran. Pendamping bertugas mengarahkan proses pembentukan dan
penyelenggaraan kelompok dan fasilitator (pemandu), komunikator
(penghubung), maupun sebagai dinamisator (penggerak) (Zubaedi,
2007).
Pekerjaan sosial atau pendampingan merupakan profesi pertolongan
yang bertujuan untuk membantu individu, kelompok, dan masyarakat
guna mencapai tingkat kesejahteraan sosial, mental, dan psikis yang
sebaik-baiknya (Adi, 2003).
2. Peran Pendamping
Pada saat melakukan pendampingan sosial ada beberapa peran
pekerjaan sosial (pendamping) dalam pembimbingan sosial. Mengacu
pada Ife (1995), peran pendamping umumnya mencakup tiga peran
utama, yaitu fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat, dan
peran-peran teknis bagi masyarakat miskin yang didampinginya.
a. Fasilitator
Merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian motivasi,
kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat. Beberapa tugas yang
berkaitan dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan
mediasi dan negosiasi, memberi dukungan, membangun konsensus
Dalam literatur pekerjaan sosial, peranan fasilitator sering disebut
sebagai pemungkin (enabler). Keduanya bahkan sering dipertukarkan
satu sama lain. Barker (1987), memberi definisi pemungkin atau
fasilitator sebagai tanggungjawab untuk membantu klien menjadi
mampu menangani tekanan situasional atau transisional.
Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
pemberian harapan, pengurangan penolakan dan ambivalensi,
pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan
pendorongan kekuatankekuatan personal dan aset-aset sosial,
pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah
dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara
pencapaiannya.
b. Pendidik
Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan
positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta
bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat
yang didampinginya. Membangkitkan kesadaran masyarakat,
menyampaikan informasi, melakukan konfrontasi, menyelenggarakan
pelatihan bagi masyarakat adalah beberapa tugas yang berkaitan
dengan peran pendidik.
c. Perwakilan Masyarakat
Peran ini dilakukan dalam kaitannya dengan interaksi antar
atas kepentingan masyarakat dampingannya. Pekerja sosial dapat
bertugas mencari sumbersumber, melakukan pembelaan,
menggunakan media, meningkatkan hubungan masyarakat, dan
membangun jaringan kerja.
d. Mediator
Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai
kegiatan pertolongannya. Peran ini sangat penting dalam paradigma
generalis. Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat
perbedaan mencolok dan mengarah pada konflik antar berbagai pihak.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam melaksanakan
peran mediator meliputi kontrak perilaku, negosiasi, pendamai pihak
ketiga, serta barbagai macam resolusi konflik. Dalam mediasi,
upaya-upaya yang dilakukan pada hakikatnya diarahkan untuk mencapai
“solusi menang-menang” (win-win solution). Hal ini berbeda dengan peran sebagai pembela dimana bantuan pekerja sosial diarahkan untuk
memenangkan kasus klien memenangkannya sendiri.
e. Pembela
Dalam prakteknya, seringkali pekerja sosial harus berhadapan
dengan sistem politik dalam rangka menjamin kebutuhan dan sumber
yang diperlukan oleh klien atau dalam melaksanakan tujuan-tujuan
pendampingan sosial. Manakala pelayanan dan sumber-sumber sulit
dijangkau oleh klien, pekerja sosial harus memerankan peranan
praktek pekerjaan sosial yang bersentuhan dengan kegiatan politik.
Apabila pekerja sosial melakukan pembelaan atas nama seorang klien
secara individual, maka ia berperan sebagai pembela kasus, dan
pembelaan kausal terjadi manakala klien yang dibela bukanlah
individu melainkan sekelompok anggota masyarakat.
f. Pelindung
Tanggung jawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung
oleh hukum. Hukum tersebut memberikan legitimasi kepada pekerja
sosial untuk menjadi pelindung terhadap orang-orang yang lemah dan
rentan. Dalam melakukan peran sebagai pelindung, pekerja sosial
bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon korban, dan populasi
yang beresiko lainnya. Peranan sebagai pelindung mencakup
penerapan berbagai kemampuan yang menyangkut kekuasaan,
pengaruh, otoritas, dan pengawasan sosial. Adapun demikian,
prinsip-prinsip peran pelindung meliputi:
1) Menentukan siapa klien pekerja sosial yang paling utama
2) Menjamin bahwa tindakan yang dilakukan sesuai dengan proses
perlindungan
3) Berkomunikasi dengan semua pihak yang terpengaruh oleh
tindakan sesuai dengan tanggungjawab etis, legal dan rasional
3. Pengertian Kualitas Pelayanan
Kualitas merupakan apresiasi tertinggi dari tindakan pelayanan.
Konsep kualitas layanan pada dasarnya memberikan persepsi secara
konkrit mengenai kualitas suatu layanan. Menurut Parasuraman dan
Berry (1985) yang dikutip dari Tjiptono (2012: 330) kualitas jasa adalah
hasil akhir dari perbandingan antara pelayanan yang diharapkan
konsumen dengan persepsi mereka terhadap kinerja pelayan actual.
Sedangkan menurut Supranto (2006: 226) kualitas jasa adalah sebuah
kata yang penting bagi penyedia jasa, hal itu merupakan sesuatu yang
harius dikerjakan dengan baik. Pelayanan merupakan faktor yang amat
penting khususnya bagi para pekerja sosial yang notabene bergerak
dalam bidang jasa.
Kualitas pelayanan jasa merupakan tingkat kesempurnaan yang
diharapkan untuk memenuhi keinginan pelanggan, yang pada penelitian
ini adalah para Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Dengan kata lain,
baik buruknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa
untuk memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
Tjiptono (2012: 61) menyimpulkan bahwa citra kualitas layanan
yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia
jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi konsumen
persepsi konsumen terhadap kualitas jasa merupakan penilaian yang
menyeluruh terhadap keunggulan suatu jasa layanan. Berdasarkan
merupakan kondisi dari kinerja seorang pekerja (dalam penelitian ini
adalah pendamping PKH) dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan (dalam penelitian ini adalah KPM) dengan tujuan untuk
memberikan kepuasan kepada pelanggan/konsumen.
4. Pendamping Sosial PKH
Dalam memperlancar pelaksanaan PKH tentunya dibutuhkan
tenaga-tenaga yang profesional. Dibalik kelancaran pelaksanaan tujuan dan misi
PKH saat ini, terdapat orang yang melaksanakan amanah sebagai pekerja
sosial yaitu pendamping sosial PKH. Pendamping sosial PKH merupakan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang direkrut oleh Kementerian sosial.
Sebagai pekerja sosial, peran pendamping sosial PKH sangat bermanfaat
dan membantu pemerintah dalam menanggulangi permasalahan
kemiskinan.
Pendamping sosial PKH dituntut untuk siap menerima apa
konsekuensi yang akan terjadi di lapangan. Pendamping sosial PKH
bekerja secara purna waktu, dimana dituntut sewaktu-waktu harus siap
mental dan fisik dalam menjalankan tugas dengan sepenuh hati dan
tanggung jawab. Tugas utama pendamping PKH adalah kegiatan
pengembangan kepesertaan PKH di lapangan. Kegiatan tersebut meliputi
sosialisasi PKH, validasi, verifikasi, Pertemuan Peningkatan Kemampuan
Keluarga (P2K2), pemutakhiran, hingga proses penyaluran bantuan
kepada KPM. Peran dominan pendamping sosial PKH inilah yang
sosial PKH dituntut harus bekerja secara efektif, efisien, dan produktif
sebagai pekerja sosial yang profesional.
Profesi pendamping sosial PKH bukanlah pekerjaan yang mudah
dilakukan karena harus langsung bersentuhan dengan masyarakat di
lapangan. Pendamping tentunya akan bertemu dengan berbagai macam
orang yang mempunyai karakter yang berbedah-beda. Sehingga
pendamping sosial PKH dituntut untuk mampu beradaptasi dengan
berbagai macam karakter orang yang kita jumpai di lapangan, khususnya
penerima bantuan sosial.
Sebagai pekerja sosial, pendamping sosial PKH haruslah memiliki
kemampuan sebagai berikut (Andrianto, 2017):
a. Memahami Karekter KPM
Pendamping sosial harus mampu memahami karakter
masing-masing KPM, agar dapat menjalin komunikasi yang baik dengan para
KPM. Komunikasi yang baik dengan KPM inilah yang nantinya dapat
dijadikan modal bagi pendamping sosial PKH dalam memberikan
motivasi dan arahan dalam melakukan perubahan sosial bagi KPM
yang didampingi.
b. Kemampuan Penyelesaian Masalah
Secara umum, pendamping sosial PKH harus mampu tanggap dan
turut serta dalam melakukan intervensi perubahan terhadap
permasalahan sosial KPM, baik secara individu ataupun keluarga,
maksimal. Sebagai pekerja sosial, pendamping sosial PKH dituntut
memiliki suatu pemahaman mengenai penanganan masalah yang
dihadapi oleh KPM, baik permasalahan pendidikan, kesehatan, serta
kesejahteraan sosial.
c. Kemampuan Mendidik
Pendamping sosial PKH juga harus mampu menerapakan strategi
atau metode keilmuan yang diperoleh ketika pelatihan ataupun
pendidikan sebagai bahan dasar dalam menganalisis dan
menyelesaikan permsalahan sosial KPM, sehingga nantinya KPM
akan mengalami perubahan sosial secara berkelanjutan. Pemberian
bantuan sosial yang diberikan kepada KPM PKH tidak akan selalu
menjamin akan terjadinya perubahan sosial terhadap kehidupan sosial
KPM, untuk itu perlu pendekatan pendamping sosial PKH secara
langsung dalam membimbing KPM PKH, agar mampu melakukan
transformasi dari KPM dari yang kurang sejahtera menuju KPM yang
sejahtera.
d. Tanggap Kondisi
Secara teknis di lapangan, pendamping sosial PKH harus
mengetahui secara langsung kondisi KPM yang ada di masyarakat.
Hal tersebut dilakukan agar pendamping sosial PKH mengetahui apa
permasalahan dan solusi yang perlu diberikan kepada KPM. Jika
melihat dari aspek kinerjanya, pendamping sosial PKH merupakan
Sosial sebagai agen khusus yang diterjunkan langsung ke lapangan
untuk membantu masyarakat miskin, khususnya keluarga miskin
sebagai penerima bantuan sosial secara berkelanjutan.
5. Dimensi Kualitas Pendampingan
Dimensi kualitas pendampingan dalam penelitian ini mengambil dari
dari dimensi kualitas pelayanan. Hal itu dilakukan karena salam
penelitian ini kualitas pendampingan dilihat dari sisi kualitas pelayanan
oleh pendamping kepada KPM. Menurut Lupiyoadi (2016) beberapa
dimensi kualitas pelayanan adalah sebagai berikut:
a. Tangibles (bukti fisik)
Dalam penelitian ini bukti fisik merupakan kemampuan dalam
menempatkan diri dalam segala kondisi. Cara pendamping dalam
bersikap dengan segala kondisi sangat penting dalam dimensi ini.
b. Reliability (keandalan)
Kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan
segera dan memuaskan. Keandalan adalah kemampuan pendamping
untuk menyajikan pelayanan yang dijanjikan secara tepat dan
konsisten. Keandalan dapat diartikan mengerjakan dengan benar
sampai kurun waktu tertentu. Pemenuhan janji pelayanan yang tepat
dan memuaskan meliputi ketepatan waktu dan kecakapan dalam
menanggapi keluhan pelanggan serta pemberian pelayanan secara
c. Responsiveness (daya tanggap)
Sikap tanggap pendamping dalam memberikan pelayanan yang
dibutuhkan dan dapat menyelesaikan dengan cepat. Kecepatan
pelayanan yang diberikan merupakan sikap tanggap dari petugas
dalam pemberian pelayanan yang dibutuhkan.
d. Assurence (jaminan)
Assurence ini mencakup pengetahuan, kemampuan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki pendamping, bebas dari risiko dan
keragu-raguan. Jaminan adalah upaya perlindungan yang disajikan
oleh pendamping untuk masyarakat terhadap resiko yang dapat
mengakibatkan gangguan dalam struktur kehidupan yang normal.
e. Emphaty (empati)
Empati meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan konsumen. Empati
adalah perhatian yang dilaksanakan secara pribadi terhadap pelanggan
dengan menempatkan dirinya pada situasi pelanggan.
E. Pengelolaan Dana Bantuan Program Keluarga Harapan
1. Pengelolaan Dana
Pengelolaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari
kata “kelola” yang artinya mengurus, melakukan dan menyelenggarakan. Selain itu pengelolaan juga dapat diartikan sebagai penyelenggaraan,
proses, cara, perbuatan mengelola serta proses yang membantu
Pengolahan sama halnya dengan manajemen, karena pengelolaan
dalam sebuah organisasi memerlukan pelaksanaan tanggung jawab
manajerial secara terus menerus. Dan tanggung jawab tersebut secara
kolektif sering disebut sebagai fungsi manajemen. Menurut Hasibuan
(2007: 2) pengelolaan atau manajemen adalah ilmu seni dan seni
mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Pengertian manajemen menurut Manullang (2005:5) adalah seni dan ilmu
perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian sumber daya untuk
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
Keuangan rumah tangga merupakan bagian yang sangat penting
karena setiap kegiatan rumah tangga membutuhkan dana untuk
memenuhi kebutuhan. Pengelolaan keuangan rumah tangga yang baik
dapat dilakukan dengan menggunakan asas fungsi manajemen, yaitu
perencanaan dana akan digunakan, pengorganisasian dana sesuai
kebutuhan dan pengendalian/pengawasan dana tersebut digunakan.
2. Bantuan Dana Program Keluarga Harapan (PKH)
Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program yang dikeluarkan
oleh pemerintah melalui Kementerian Sosial dengan cara memberikan
bantuan sosial bersyarat kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Dengan adanya PKH ini diharapkan peserta PKH memiliki akses yang
Dana bantuan PKH diberikan kepada masyarakat 1 kali dalam 3
bulan, itu berarti KPM mendapatkan bantuan dana ini 4 kali dalam 1
tahun. Tujuan pemberian dana dalam kebijakan ini adalah untuk
meningkatkan taraf hidup RTSM menjadi lebih yang layak, sehingga dapat
menciptakan masyarakat yang lebih berkualitas.
Dana ini diharapkan dapat dikelola dengan baik agar dapat digunakan
secara maksimal. Namun, menjadi sangat ironis apabila dana bantuan PKH
ini disalahgunakan oleh KPM untuk kepentingan lain. Dana bantuan PKH
menjadi hak sepenuhnya bagi KPM untuk digunakan dalam mengatasi
masalah hidupnya, seperti masalah kesehatan atau pendidikan.
Penyalahgunaan dana bantuan oleh KPM dapat berupa membeli
barang-barang yang tidak dapat digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan
dan pendidikan, untuk melakukan kegiatan lain seperti berlibur, membayar
hutang dan berjudi.
KPM diwajibkan untuk memanfaatkan bantuan dana PKH tersebut
untuk keperluan pendidikan dan kesehatan sesuai sebagaimana telah diatur
dalam pedoman umum pelaksanaan PKH. Berikut adalah kewajiban yang
harus dilakukan oleh KPM:
a. Bidang Kesehatan
Kewajiban Peserta PKH dibidang kesehatan adalah untuk
melakukan pemeriksaan rutin bagi ibu hamil dan balita. Pemeriksaan
kesehatan yang telah sudah ditetapkan dalam protokol kesehatan yaitu,