• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Pendampingan Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Profesi pendamping sosial PKH bukanlah pekerjaan yang mudah

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

C. Analisis Data

2. Kualitas Pendampingan Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Profesi pendamping sosial PKH bukanlah pekerjaan yang mudah

dilakukan karena harus bersentuhan langsung dengan masyarakat di lapangan. Kondisi masyarakat dan lingkungan yang berbeda-beda menuntut pendamping sosial PKH untuk dapat beradaptasi dengan berbagai macam orang yang memiliki karakter yang berbeda-beda. Sebagai pendamping sosial, pendamping PKH perlu memiliki berbagai kemampuan khusus, yaitu mampu meyelesaikan masalah terkait pengimplementasian PKH di lapangan, mampu mendidik KPM, dan mampu tanggap dalam segala kondisi, mampu memahami karakter KPM sehingga mampu membangun hubungan dengan KPM. Kemampuan-kemampuan tersebut haruslah dimiliki oleh semua pendamping PKH, tak terkecuali pendamping PKH di Desa Ngreco.

Secara keseluruhan KPM PKH Desa Ngreco selaku masyarakat penerima dana bantuan memiliki persepsi yang baik tentang kualitas pendampingan yang dilakukan oleh pendamping PKH. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 5.11 dan 5.12 dimana nilai mean kualitas pendampingan

yakni, 73,63 berada dalam interval kelas 68-83, yang berarti bahwa nilai tersebut masuk kedalam kategori baik. Berikut merupakan penjabaran dari persepsi baik yang dirasakan oleh KPM terhadap kualitas pendampingan pendamping PKH.

Pertama, KPM merasa pendamping mampu tanggap dalam memberikan

pelayanan yang dibutuhkan dan dapat menyelesaikannya dengan cepat. KPM merasa bahwa pendamping PKH Desa Ngreco tanggap dalam mengatasi masalah yang terjadi dalam pengimplementasian PKH di lapangan dengan baik. Hal tersebut diungkapkan oleh Ibu Sri Kasmini, jika terjadi masalah dengan KPM “Pendamping selalu mendatangi langsung, terus musyawarah (dengan KPM) sih. Menurut saya pendamping sudah cekatan dan ahli kalau

mengatasi masalah tentang PKH”. Ibu Nur Alami juga menambahkan bahwa

“Pendamping selalu bersikap tenang lalu mencoba memahami masalah apa yang sedang terjadi dan mencoba menyelesaikan masalah satu per satu

sampai selesai”.

Seperti yang telah diungkapkan oleh Ibu Sri Kasmini, pendamping sosial PKH memang dituntut untuk ikut serta dalam penyelesaian masalah sosial KPM, baik secara individu maupun keluarga. Tidak menutup

kemungkinan jika pendamping juga harus berkoordinasi dan berhubungan secara langsung dengan KPM dan pihak lainnya untuk mendiskusikan masalah yang sedang terjadi. Hal tersebut ditegaskan oleh Pendamping PKH Desa Ngreco bahwa “Setelah saya menerima laporan tentang adanya masalah terkait KPM, hal pertama yang saya lakukan adalah mengkonfirmasi

masalah itu kepada yang bersangkutan. Baru setelah itu saya mulai

memahami masalahnya, lalu segera mengambil tindakan untuk mengatasinya.

Karena masalah KPM itu sangat kompleks jadi banyak pihak yang harus

terlibat juga untuk mengatasi masalahnya”.

Kedua, KPM merasa bahwa pendamping PKH Desa Ngreco mampu

memberikan pelayanan yang dijanjikan secara baik dan memuaskan namun belum konsisten. Wujud dari pemberian pelayanan yang telah dijanjikan oleh pendamping adalah dengan mengadakan pertemuan kelompok rutin setiap satu bulan sekali, yang diisi dengan berbagai kegiatan. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Sri Kasmini bahwa “Kami setiap bulan selalu ada PK, di PK kami biasanya arisan, ngobrol-ngobrol, pendamping ngasih pelajaran

(materi) kalau pendampingnya ikut PK”. Ibu Titik Rahayu menambahkan bahwa “Pada saat kegiatan pendampingan yang pasti pendamping akan memeriksa catatan dana yang sudah digunakan selama bantuan sebelumnya.

Setelah itu ya cerita bareng dan tanya jawab apakah ada keluhan dan

memberikan materi-materi tentang anak, keluarga, pendidikan dan

kesehatan”.

Kegiatan pertemuan kelompok memang diisi dengan kegiatan yang telah dijanjikan oleh pendamping, seperti arisan antar KPM, penyampaian materi-materi FDS, dan kegiatan evaluasi penggunaan dana bantuan PKH oleh KPM. Namun, disisi lain KPM juga merasa bahwa pendamping belum konsisten dalam memberikan pelayanan. Menurut KPM, dalam satu tahun belakangan ini pendamping jarang datang ke pertemuan kelompok. Hal tersebut diungkapkan Ibu Atikah bahwa “Dulu saat saya masuk PKH 2016 sih rajin, tapi tahun 2018 ini kayaknya hanya datang awal – awal tahun saja, belakangan ini tidak pernah datang”. Ibu Nur Alami juga mengungkapkan pendapat yang kurang lebih sama bahwa “Satu tahun belakangan ini pendamping jarang datang PK, dia hanya datang awal-awal tahun ini saja,

terus tidak datang lagi”.

Ketiga, KPM merasa bahwa pendamping memiliki pengetahuan,

kemampuan, dan sifat dapat dipercaya sehingga dapat menjadi jaminan rasa aman saat dilaksanakannya kegiatan PKH. Hal tersebut terlihat dari kemampuan penyelesaian masalah yang dilakukan oleh pendamping. Dalam menyelesaikan masalah PKH yang dialami oleh KPM, pendamping terlihat memiliki pengetahuan yang luas tentang PKH, sehingga pendamping terlihat terampil dan tahu prosedur dalam menyelesaikan masalah tersebut. Hal tersebut diungkapkan oleh Ibu Nur Alami bahwa “Pendamping mempunyai

pengetahuan yang cukup banyak tentang seluk beluk PKH dan kemampuan

penyelesaian masalahnya pun saya rasa sangat baik, jadi saya tidak perlu

khawatir dan sangat percaya dengan kemampuan pendamping”.

Selain terlihat dari kemampuan menyelesaikan masalah, luasnya pengetahuan pendamping tentang PKH juga terlihat saat pendamping memberikan sosialisasi dan penyampaian materi-materi FDS. Tidak hanya itu, keterampilan pendamping dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang PKH, yang diajukan oleh KPM juga semakin menambah keyakinan KPM bahwa pendamping memiliki pengetahuan yang luas tentang PKH.

Pendamping PKH Desa Ngreco memang memiliki kemampuan penyelesaian masalah yang baik, namun tidak dengan kemampuan dalam mendidik dan mengarahkan fokus KPM. Pendamping kurang mampu dalam mengarahkan ketertarikan KPM kepada potensi-potensi yang terkandung dalam PKH. Sebagian bersar KPM PKH Desa Ngreco lebih tertarik dengan dana bantuan saja. Hal tersebut terbukti pada saat pertemuan kelompok rutin, dimana pada saat itu KPM selalu menanyakan tentang waktu pencairan dana.

Keempat, pendamping dirasakan mampu menempatkan diri dalam

segala kondisi. Pendamping terlihat tegas ketika berhadapan dengan KPM yang tidak menggunakan dana bantuan sesuai anjuran pemerintah. Pendamping terlihat tenang dalam menyikapi masalah yang terjadi pada KPM. Pendamping terlihat ramah dan berwibawa ketika berhadapan dengan KPM saat kegiatan pertemuan rutin. Disisi lain, pendamping terlihat sopan

jika berhadapan dengan Koordinator Kecamatan (KorCa) atau Koordinator Kabupaten (KorKab).

Kelima, para KPM merasa bahwa pendamping cukup mampu

berkomunikasi dan membangun hubungan dengan baik dengan KPM. Namun, komunikasi yang terjalin diantara pendamping dan KPM hanya terjadi saat pertemuan rutin saja. Jika diluar pertemuan KPM tidak pernah berkomunikasi dengan pendamping. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh Ibu Atikah bahwa “Saya jarang menghubungi pendamping, ngobrol pun tidak pernah. Paling saat pertemuan sih pendamping tanya-tanya masalah

PKH, selebihnya saya tidak ada komunikasi dengan pendamping. Tapi

hubungan kami baik-baik saja kok, selayaknya hubungan KPM dengan

pendampingnya”. Ibu Titik Rahayu juga mengungkapkan pendapat yang serupa bahwa “Saya jarang berkomunikasi dengan pendamping. Yang saya tau kami berkomunikasi ya pada saat pertemuan. Selain itu yang saya tau

melalui telepon, atau WA tapi saya tidak pernah telepon atau WA”.

Pendapat KPM tentang kurangnya kemampuan pendamping dalam berkomunikasi dan membangun hubungan dengan KPM juga dibenarkan oleh pendamping sendiri, “Saya sebenarnya tidak bergitu dekat ya dengan KPM, tapi saya berusaha untuk memahami perasaan mereka, saya berusaha untuk

berada di posisi mereka ketika mendapatkan masalah terkait PKH ya”. Banyaknya KPM yang diampu menjadi alasan kenapa pendamping kurang mampu membangun hubungan dengan KPM. Pendamping hanya akan

memberitahukan informasi terkait PKH kepada ketua kelompok. Hal tersebut membuat KPM merasa canggung dan segan jika ingin berkonsultasi dengan pendamping terkait masalah PKH. Bahkan ada juga KPM yang merasa lebih nyaman jika langsung mendatangi Koordinator Kecamatan (KorCa) atau Koordinator Kabupaten (KOrKab) untuk berkonsultasi tentang PKH.