• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERMAINAN LEGO BRICKS TERHADAP MOTIVASI BELAJAR DAN HASIL BELAJAR PERKALIAN BILANGAN ASLI UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS VII SLB NEGERI 1 BANTUL TAHUN PELAJARAN 20182019 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PERMAINAN LEGO BRICKS TERHADAP MOTIVASI BELAJAR DAN HASIL BELAJAR PERKALIAN BILANGAN ASLI UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS VII SLB NEGERI 1 BANTUL TAHUN PELAJARAN 20182019 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat"

Copied!
445
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERMAINAN LEGO BRICKS TERHADAP MOTIVASI

BELAJAR DAN HASIL BELAJAR PERKALIAN BILANGAN ASLI

UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS VII

SLB NEGERI 1 BANTUL TAHUN PELAJARAN 2018/2019

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun oleh:

Fransiska Intan Rosari

141414065

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

PENGARUH PERMAINAN LEGO BRICKS TERHADAP MOTIVASI

BELAJAR DAN HASIL BELAJAR PERKALIAN BILANGAN ASLI

UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS VII

SLB NEGERI 1 BANTUL TAHUN PELAJARAN 2018/2019

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun oleh:

Fransiska Intan Rosari

141414065

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini aku persembahkan untuk Tuhan Yesus Kristus dan

Bunda Maria yang selalu menguatkan aku dalam kasihnya di segala

situasi apapun, selalu memberiku kesabaran lebih untuk menghadapi segala

ringtangan yang harus dilalui. Engkaulah sumber kehidupan bagiku yang

akan terus menopangku bagaikan kayu yang sedang rapuh.

Teruntuk kedua orang tuaku, malaikat kehidupanku di dunia dikirimkan

Tuhan khusus untukku yang selalu mendukung dan mendoakan aku dalam

segala hal dan mempercayaiku dengan jalan yang kupilih. Tidak pernah

bosan untuk menyanyangiku dengan tulus apapun segala kekuranganku.

Untuk Masku dan Mbakku yang selalu mendukung aku, memberikan

wejangan yang sangat bermanfaat untukku

Untuk keluarga, sahabat, dan teman yang selalu mendampingi disaat

masa-masa sulitku

Untuk dia yang telah mengajarkanku apa arti kesabaran, memberikan

kekuatan untuk menghadapi segala rintangan dan membuka jalan pikiranku

(6)

HALAMAN MOTTO

“Tuhan adalah kekuatanku dan

perisaiku, kepada-Nya hatiku percaya.

Aku tertolong sebab itu beria-ria hatiku,

dan dengan nyanyianku aku bersyukur

kepada-

Nya.” –

Mazmur 28:7

“If you have a strong commitment to your

goals and dreams, if you wake up everyday

with a passion to do your job, everything

is possible.”

(7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana karya ilmiah.

Yogyakarta, 29 Januari 2019

(8)

ABSTRAK

Fransiska Intan Rosari. 2019. Pengaruh Permainan Lego Bricks terhadap Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Perkalian Bilangan Asli untuk Anak Tunagrahita Ringan Kelas VII SLB Negeri 1 Bantul Tahun Pelajaran 2018/2019. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh permainan lego bricks terhadap motivasi belajar dan hasil belajar perkalian bilangan asli untuk anak tunagrahita ringan di kelas VII SLB Negeri 1 Bantul pada tahun ajaran 2018/2019.

Subjek dalam penelitian adalah 2 anak tunagrahita ringan kelas VII SLB Negeri 1 Bantul. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data melalui tiga cara yaitu observasi aktivitas belajar yang ditinjau dari motivasi belajar dan hasil belajar anak didik, wawancara, dan tes (pretest dan posttest). Terdapat 2 jenis instrumen yaitu instrumen pembelajaran dan instrumen penelitian. Instrumen pembelajaran terdiri dari 2 instumen yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Sedangkan, terdapat 3 instrumen penelitian yaitu lembar tes, pedoman wawancara, dan lembar observasi. Instrumen-instrumen ini diukur validitasnya dengan menggunakan teknik expert judgment.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan permainan lego bricks

untuk perkalian bilangan asli antara perkalian 1 – 20 mempunyai pengaruh yang baik terhadap motivasi belajar dan hasil belajar kedua anak didik. Hal ini terlihat dari beberapa kegiatan belajar kedua anak didik yang meningkat sesuai dengan indikator motivasi belajar, contohnya seperti anak didik lebih aktif bertanya ataupun menjawab pertanyaan yang diberikan peneliti, tidak pernah putus asa untuk menyelesaikan soal-soal yang sulit, dan setiap mengerjakan latihan soal kedua anak didik dapat menyelesaikannya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tidak hanya itu, dari salah satu hasil wawancara menyatakan apabila kedua anak didik lebih bisa memahami pembelajaran dan menyukai pembelajaran perkalian bilangan asli dengan menggunakan permainan lego bricks. Sehingga anak didik yang memiliki motivasi belajar yang tinggi cenderung terlibat dalam semua kegiatan belajar secara intensif, fokus, dan tekun selama proses pembelajaran. Karena adanya peningkatan motivasi belajar yang dimiliki anak didik maka secara tidak disadari hasil belajar anak didik juga menjadi meningkat setelah menggunakan permainan lego bricks dalam pembelajaran. Hal tersebut terlihat dari perbedaan hasil pretest dan posttest yang dimiliki kedua anak didik. Anak didik satu memperoleh hasil yaitu 70 dan 100, sedangkan untuk anak didik dua memperoleh hasil yaitu 10 dan 70. Selain itu, semakin diperkuat dari lembar pengamatan aktivitas belajar yang ditinjau dari hasil belajar anak didik.

(9)

ABSTRACT

Fransiska Intan Rosari. 2019. The Influence of Lego Bricks Game Towards Learning Motivation and Learning Result of The Multiplication of The Natural Number for Mild Mentally Disabled Kids at the 7th Grade of SLB Negeri 1 Bantul Batch 2018/2019. Thesis. Mathematics Education, major Math and Science Studies.

This research aims to discover the influence of lego bricks game towards learning motivation and learning result of the multiplication of the natural number for mild mentally disabled kids at the 7th grade of SLB Negeri 1 Bantul batch 2018/2019.

Subjects in this research are two mild mentally disabled kids at the 7th grade of SLB Negeri 1 Bantul. This research used qualitative method. The data is collected in three ways; observe the learning acttivity which looked from the learning motivation and the learning result, interview, and test (pre-test and post-test).There are two instruments which are learning instrument and research instrument. Learning instrument contains of two instruments which are Learning Implementation Plan and Student Worksheet. Besides that, there are three research instruments which are test sheet, interview guidelines, and observation sheet. These instruments are quantified the validity based on expert judgement technique.

This research result shows that the usage of lego bricks game in the of the multiplication of the natural number, especially between the multiplication of 1

until 20 which have the influence towards the two students’ learning motivation. It is showed from some of the two students’ activities which have increased in

accordance with the learning motivation indicators, for example the students become more active in answering questions which are given by the researcher; never giving up to solve difficult questions; and they are able to accomplish every questions on time. Furthermore, one of the interview result state that they can better to understand the learning and love the natural number multiplication with used the lego bricks.Therefore, the students who have high learning motivation seem more active to participate in every learning activity, furthermore they are also more focus and keen on learning process. Moreover, due to the increasing of learning

motivation which the students have, unwittingly the students’ learning results

become better as well after they used lego bricks game in learning process. It seen from the difference of pre-test and post-test result of them. One of them got the 70 and 100 score result, and the another one got 10 and 70. Besides that, it had been strenghtened too by observation sheet of learning activity that observed from

students’ leraning result.

(10)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Fransiska Intan Rosari

NIM : 141414065

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul: Pengaruh “Permainan Lego Bricks terhadap Motivasi Belajar dan Hasil Belajar

Perkalian Bilangan Asli untuk Anak Tunagrahita Ringan Kelas VII SLB

Negeri 1 Bantul Tahun Pelajaran 2018/2019”.

Dengan demikian saya memberikan hak kepada perpusatakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 29 Januari 2019 Yang Menyatakan

(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan kasihnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Permainan Lego Bricks

Terhadap Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Perkalian Bilangan Asli untuk Anak Tunagrahita Ringan Kelas VII SLB Negeri 1 Bantul Tahun Pelajaran 2018/2019”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengertahuan Alam, Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bimbingan, bantuan, dukungan dan terutama doa yang diberikan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang telah mencurahkan segala berkat dan karunia-Nya beserta kasih yang berlimpah, sehingga peneliti mampu bertahan sampai saat ini dalam menyelesaikan skripsi.

2. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

3. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(12)

5. Ibu Maria Suci Apriani, S.Pd., M.Sc., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Matematika.

6. Bapak Antonius Yudhi Anggoro, M.Si., selaku DPA.

7. Ibu Niluh Sulistyani, M.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan selalu sabar untuk memberikan arahan dan bimbingan selama proses penyelesaian skripsi.

8. Bapak Dewa Putu Wiadnyana Putra, S.Pd., M.Sc., selaku validator yang telah membantu penulis dalam melakukan validasi instrumen lembar observasi dan lembar wawancara dan penguji dua.

9. Bapak Feby Sanjaya, M.Sc., selaku penguji satu.

10. Bapak Yosep Dwi Kristanto, M.Pd., selaku validator yang telah membantu penulis dalam melakukan validasi instrumen lembar tes, RPP dan LKS. 11. Segenap dosen Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma yang

telah membagikan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Universitas Sanata Dharma.

12. Segenap staf sekretariat JPMIPA yang telah banyak membantu memberikan informasi kepada penulis selama perkulian di Universitas Sanata Dharma dan memperbaiki pembuatan surat izin penelitian yang diserahkan ke KESBANGPOL.

13. Kepala SLB Negeri 1 Bantul yang telah mengizinkan peneliti melakukan penelitian.

(13)

dalam melaksanakan penelitian dan memberikan segala informasi yang penting terkait dengan sekolah dan anak didik supaya penelitian berlangsung dengan lancar.

15. Seluruh guru dan staf SLB Negeri 1 Bantul yang telah bersedia menerima peneliti dengan baik dan memberikan tempat untuk melaksanakan penelitian 16. Anak didik kelas VII Tunagrahita Ringan SLB Negeri 1 Bantul yang telah

membantu peneliti selama proses penelitian berlangsung.

17. Kedua orang tua yang selalu memberikan segala kasihnya dengan tulus untuk selalu mendukung dan membimbing penulis, memberikan segala seuatuanya kepada penulis dengan tulus berupa doa dan tindakan, selalu menguatkan penulis dikala berada pada titik terendah, dan selalu menjadi alasan penulis untuk bangkit dari keterpurukan.

18. Keluarga besar yang memberikan banyak sukacita kepada penulis saat mengalami kondisi yang baik ataupun sulit.

19. Sahabat yang selalu sabar menghadapi segala tingkah laku penulis, memberikan dukungan dan doa, serta tidak bosan mengingatkan penulis untuk menyelesaikan skripsi. Selain itu, bersedia membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan meluangkan waktunya untuk menemani penulis mengerjakan skripsi.

(14)

21. Teman-teman yang selalu memberikan dukungan berupa ucapan atau tindakan dan setia menguatkan satu sama lain untuk meraih kesuksesaan bersama.

22. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan secara langsung maupun tidak langsung berupa ucapan, doa ataupun tindakan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna perbaikan skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak .

Yogyakarta, 29 Januari 2019

(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Belajar... 12

B. Motivasi Belajar ... 18

C. Hasil Belajar ... 24

D. Tunagrahita Ringan ... 27

E. Perkalian Bilangan Asli ... 31

F. Permainan Lego Bricks... 37

G. Perkalian Bilangan Asli dengan Menggunakan Permainan Lego Bricks untuk Anak Tunagrahita Ringan ... 42

(16)

I. Penelitian yang Relevan ... 49

BAB III METODE PENELITIAN ... 56

A. Jenis Penelitian ... 56

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 56

C. Bentuk Data ... 56

D. Metode Pengumpulan Data... 57

E. Instrumen Penelitian ... 58

F. Metode Analisis Data ... 72

G. Kriteria Keberhasilan Penelitian ... 75

H. Tempat dan Penjadwalan Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 77

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 79

A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian... 79

B. Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran Anak Tungrahita Ringan ... 84

C. Deskripsi Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Menggunakan Permainan Lego Bricks ... 107

D. Pembahasan ... 198

E. Temuan Lain ... 211

F. Keterbatasan... 214

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 216

A. Kesimpulan ... 216

B. Saran ... 217

DAFTAR PUSTAKA ... 219

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Belajar Anak Didik yang Ditinjau

Dari Motivasi Belajar dan Hasil Belajar ... 61

Tabel 3.2 Lembar Observasi Aktivitas Belajar Anak Didik yang Ditinjau Dari Motivasi Belajar dan Hasil Belajar ... 62

Tabel 3.3 Kisi-kisi Wawancara Mengenai Motivasi Belajar ... 68

Tabel 3.4 Panduan Wawancara Sementara Mengenai Motivasi Belajar Anak Didik ... 69

Tabel 3.5 Kisi-kisi Soal Pretest dan Posttest... 72

Tabel 3.6 Kriteria Hasil Presentase Skor Observasi Aktivitas Belajar yang Ditinjau dari Motivasi Belajar Anak Didik ... 76

Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 83

Tabel 4.2 Hasil Penelitian Aktivitas Belajar Didik Yang Ditinjau Dari Motivasi Belajar Dan Hasil Belajar ... 163

Tabel 4.3 Hasil Penelitian Aktivitas Belajar Didik Yang Ditinjau Dari Motivasi Belajar Dan Hasil Belajar ... 164

Tabel 4.4 Hasil Penelitian Pretest Menurut Indikator Soal ... 175

Tabel 4.5 Hasil Penelitian Pretest Menurut Indikator Soal ... 181

Tabel 4.6 Hasil Penelitian Posttest Menurut Indikator Soal ... 187

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lego bricks yang mempunyai 4 titik sebanyak 20 buah ... 43

Gambar 2.2 Lego bricks disusun di alas lego ... 43

Gambar 2.3 Lego bricks yang mempunyai 8 titik, 8 titik, dan 4 titik yang apabila dijumlahkan menjadi 20 titik ... 45

Gambar 2.4 Lego bricks yang mempunyai 20 titik diambil sebanyak 4 bricks. 45 Gambar 2.5 Lego bricks dipasang di alas lego ... 46

Gambar 4.1 Anak didik memperhatikan penjelasan materi yang disampaikan guru ... 87

Gambar 4.2 Anak didik sedang mengerjakan latihan soal ... 88

Gambar 4.3 Anak didik membaca soal cerita dengan dibimbing oleh guru... 90

Gambar 4.4 Anak didik mengerjakan latihan soal cerita ... 91

Gambar 4.5 Anak didik memperhatikan penjelasan guru ... 92

Gambar 4.6 Anak didik menjawab pertanyaan dari guru ... 93

Gambar 4.7 Anak didik mengerjakan contoh soal dan latihan soal dibimbing oleh guru ... 93

Gambar 4.8 Anak didik dibimbing guru dalam memperbaiki ... 94

Gambar 4.9 Anak didik mengerjakan soal cerita di papan tulis ... 95

Gambar 4.10 Anak didik mengerjakan soal cerita dengan dibimbing guru ... 96

Gambar 4.11 Anak didik mengerjakan soal cerita ... 96

Gambar 4.12 Anak didik mendengarkan penjelasan dari guru dan menjawab pertanyaannya ... 101

Gambar 4.13 Anak didik mengerjakan latihan soal ... 102

Gambar 4.14 Peneliti membantu anak didik ... 103

Gambar 4.15 Anak didik memperhatikan penjelasanm dan menjawab pertanyaan dari guru... 105

Gambar 4.16 Anak didik mengganggu temannya yang sedang fokus mengerjakan ... 105

Gambar 4.17 Anak didik mencoba melihat jawaban ... 106

Gambar 4.18 Anak didik terlihat mengerjakan soal sampai bosan ... 106

Gambar 4.19 Anak didik menjawab pertanyaan dari peneliti ... 112

Gambar 4.20 Ekspresi anak didik ketika peneliti menunjukkan permainan lego bricks ... 113

Gambar 4.21 Pada saat peneliti menjelaskan materi dan membimbing anak didik menggunakan permainan lego bricks ... 113

Gambar 4.22 Anak didik mengerjakan LKS dengan menggunakan permainan lego bricks ... 114

Gambar 4.23 Anak didik membaca dan memahami LKS ... 117

Gambar 4.24 Anak didik mengerjakan LKS dengan menggunakan permainan lego bricks ... 117

Gambar 4.25 Anak didik menuliskan jawaban di papan tulis ... 121

Gambar 4.26 Anak didik mengerjakan LKS menggunakan lego bricks ... 122

(19)

Gambar 4.28 Anak didik menghitung titik – titik lego bricks ... 123

Gambar 4.29 Anak didik mendengarkan peneliti saat menjelaskan materi ... 126

Gambar 4.30 Anak didik membaca dan memahami latihan soal LKS ... 126

Gambar 4.31 Anak didik fokus menyelesaikan latihan soal di LKS dengan menggunakan permainan lego bricks... 127

Gambar 4.32 Anak didik menghitung titik-titik lego bricks dibantu oleh peneliti ... 128

Gambar 4.33 Anak didik sangat serius mendengarkan peneliti menyampaikan materi pembelajaran ... 132

Gambar 4.34 Anak didik mengerjakan LKS menggunakan permainan lego bricks ... 133

Gambar 4.35 Anak didik memasang lego bricks ke alas lego ... 133

Gambar 4.36 Anak didik menghitung titik-titik lego bricks untuk memperoleh hasil dari soal perkalian yang ada di LKS ... 134

Gambar 4.37 Anak didik mengerjakan LKS menggunakan permainan lego bricks ... 137

Gambar 4.38 Anak didik memasang lego bricks ke alas lego ... 138

Gambar 4.39 Anak didik menghitung titik – titik lego bricks ... 139

Gambar 4.40 Anak didik fokus menggunakan lego bricks ... 139

Gambar 4.41 Anak didik mengerjakan LKS dengan menggunakan lego bricks ... 147

Gambar 4.42 Anak didik mengumpulkan lego bricks dan memasang lego bricks ke alas lego ... 147

Gambar 4.43 Anak didik menghitung semua titik lego bricks yang ada di alas lego untuk memperoleh hasil perkalian pada suatu persoalan ... 148

Gambar 4.44 Anak didik mengerjakan latihan soal di LKS dengan menggunakan lego bricks... 150

Gambar 4.45 Anak didik memasang lego bricks ke alas lego ... 151

Gambar 4.46 Anak didik menghitung titik – titik pada lego bricks ... 151

Gambar 4.47 Anak didik menuliskan jawabannya di papan tulis ... 155

Gambar 4.48 Anak didik mencatat informasi dari peneliti... 156

Gambar 4.49 Anak didik mengerjakan lembar latihan soal dengan menerpakan konsep permainan lego bricks... 156

Gambar 4.50 Anak didik mengerjakan soal tahap demi tahap dari lembar soal tersebut ... 157

Gambar 4.51 Anak didik mengerjakan soal di papan tulis ... 159

Gambar 4.52 Anak didik mencatat informasi terkait dengan materi pembelajaran yang disampaikan peneliti ... 160

Gambar 4.53 Anak didik mengerjakan lembar latihan soal ... 160

Gambar 4.54 Jawaban anak didik nomor 9……… 175

Gambar 4.55 Jawaban anak didik nomor 1……… 176

Gambar 4.56 Jawaban anak didik nomor 2……… 177

Gambar 4.57 Jawaban anak didik nomor 5……… 178

Gambar 4.58 Jawaban anak didik nomor 6……… 178

Gambar 4.59 Jawaban anak didik nomor 7……… 179

(20)

Gambar 4.61 Jawaban anak didik nomor 9……… 182

Gambar 4.62 Jawaban anak didik nomor 1……… 182

Gambar 4.63 Jawaban anak didik nomor 5……… 183

Gambar 4.64 Jawaban anak didik nomor 6……… 184

Gambar 4.65 Jawaban anak didik nomor 8……… 185

Gambar 4.66 Jawaban anak didik nomor 8……… 188

Gambar 4.67 Jawaban anak didik nomor 5……… 189

Gambar 4.68 Jawaban anak didik nomor 4……… 190

Gambar 4.69 Jawaban anak didik nomor 1……… 191

Gambar 4.70 Jawaban anak didik nomor 2……… 192

Gambar 4.71 Jawaban anak didik nomor 8……… 194

Gambar 4.72 Jawaban anak didik nomor 5……… 195

Gambar 4.73 Jawaban anak didik nomor 4……… 196

Gambar 4.74 Jawaban anak didik nomor 9……… 196

Gambar 4.75 Jawaban anak didik nomor 1……… 197

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan sangatlah penting bagi masyarakat. Pendidikan sudah dilakukan sejak dini, dimulai dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan jenjang yang lebih tinggi. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan sesuai, tidak terkecuali anak yang memiliki gangguan dari segi fisik, mental, kognitif, dan psikomotorik. Anak yang memiliki kekurangan tersebut biasa disebut dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). ABK adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak normal dalam ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik, neuromaskular, perilaku sosial dan emosinal, kemampuan berkomunikasi, maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas, sejauh ia mememerlukan modifikasi tugas-tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan terkait lainnya, yang dituliskan untuk pengembangan potensi atau kapasitasnya secara maksimal (Mangunsong, 2009).

(22)

lebih dan layanan pendidikan yang berbeda. Anak berkebutuhan khusus memiliki banyak kategori, salah satunya adalah anak tunagrahita.

Anak tunagrahita merupakan kondisi dimana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal (Tjutju Sutjiati Somantri, 1995: 159). Sedangkan menurut Mohammad Amin (1995: 116), “anak tunagrahita adalah

anak dimana perkembangan mental tidak berlangsung secara normal, sehingga sebagai akibatnya terdapat ketidakmampuan dalam bidang intelektual, kemauan, rasa, dan penyesuaian sosial”. Dengan kata lain anak tunagrahita memiliki karakteristik yang khas pada tingkah laku, cara belajar, kesehatan fisik dan emosinya. Sehingga dalam pembelajaran anak tunagrahita sering gagal memberikan perhatian secara penuh dan sering mengalami kesulitan dalam memfokuskan perhatian pada pembelajaran. Berdasarkan klasifikasi sosial-psikologis menurut Grossman Ettel yang dikutip oleh Kirk dan Galagher (Mulyono Abdurahman, 1994: 25) terdapat 4 retardasi mental menurut skala intelegensi Wechsler yaitu salah satunya adalah Retardasi mental ringan dengan IQ 55 – 69.

(23)

demikian umur kecerdasan penyandang tunagrahita ringan apabila sudah dewasa sama dengan anak normal yang berusia 12 tahun.

Kesulitan yang signifikan dihadapi anak tunagrahita ringan dalam dunia akademik yaitu berpikir secara abstrak. Hal tersebut berkaitan dengan kemampuannya dalam mempelajari matematika ketika berhitung, pemahaman mengenai konsep abstrak dan simbol. Untuk mempelajari operasi hitung penjumlahan dan pengurangan dengan bilangan satuan, anak tunagrahita ringan masih dapat melakukannya. Sedangkan anak tunagrahita ringan belum dapat menguasai penjumlahan mengenai bilangan puluhan jika hanya dengan menggunakan ingatan dan tanpa alat bantu. Jika diberikan operasi perkalian bilangan asli mereka belum mampu menyelesaikannya. Anak tunagrahita ringan mengalami kesulitan dalam melakukan perkalian antara bilangan satuan dengan bilangan satuan dan bilangan puluhan dengan bilangan satuan. Hal ini dikarenakan konsep pembelajaran yang digunakan tidak berbeda jauh dengan pembelajaran untuk anak biasa dengan kata lain lebih menekankan pada ingatan anak.

(24)

mengajarkan matematika secara khusus layaknya seperti sekolah reguler yang mempelajari berbagai materi dalam mata pelajaran matematika sesuai dengan jenjang sekolahnya.

Dalam mempelajari perkalian bilangan asli biasanya guru meminta anak untuk menghafal bilangan perkalian ataupun menerapkan konsep abstrak. Penerapan konsep abstrak maksudnya anak dijelaskan secara teori dimana guru menuliskan angka seperti "1,2,3, . . . ", atau menggambar berbagai macam bentuk seperti gambar apel, permen, dan simbol-simbol lainnya sebagai sarana mewakili bilangan dari suatu perkalian. Kemudian guru meminta anak untuk menghitung berapa banyak gambar atau simbol yang tertera dan jumlahnya merupakan hasil dari perkalian tersebut. Hal ini sering terjadi ketika guru hanya menjelaskan secara teori tanpa menggunakan alat bantu yang dapat merangsang kemampuan psikomotorik anak.

(25)

yang diberikan mereka cukup baik dan mereka merasa tertarik untuk mengerjakan.

Tidak lama dari pengerjaan soal tersebut mereka mulai menemukan kesulitan-kesulitan dalam menyelesaian soal-soal tersebut dikarenakan beberapa dari mereka kesulitan untuk melakukan pernjumlahan dengan bilangan yang bernilai besar contohnya saja seperti bilangan belasan hingga puluhan. Kemudian beberapa dari peserta didik hanya berdiam diri saja dan mulai melakukan aktivitas sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa menyelesaikan terlebih dahulu soal-soal perkalian bilangan asli yang diberikan oleh guru. Dari hal itu, terlihat jelas bahwa mereka merasa putus asa dalam menyelesaikan soal perkalian dan dapat menurunkan motivasi belajar matematika yang dimiliki mereka. Padahal motivasi belajar salah satu aspek yang sangat penting dalam memperlancar proses pembelajaran yang terjadi.

Bukan hanya itu akibat rendahnya motivasi belajar matematika yang dimiliki anak didik dapat mempengaruhi hasil belajar mereka pada perkalian bilangan asli. Sehingga dapat menimbulkan hasil yang tidak optimal atau tidak ada perkembangan secara signifikan saat mempelajari perkalian bilangan asli yang disebabkan karena penerapannya berupa konsep abstrak yang sulit untuk dipahami oleh anak tunagrahita ringan.

(26)

dimiliki anak tunagrahita ringan juga menjadi salah satu faktor utama kesulitan anak dalam mempelajari operasi perkalian bilangan asli yang sifatnya abstrak. Untuk itu anak tunagrahita ringan memerlukan pembelajaran yang berbeda dan latihan yang rutin sehingga dapat memahami operasi perkalian bilangan asli. Anak tunagrahita ringan perlu diberikan stimulus berupa pembelajaran secara visualiasi dengan menggunakan permainan. Banyak sekali permainan edukasi yang dapat digunakan untuk mempelajari operasi perkalian bilangan asli, salah satunya yaitu permainan lego bricks.

Permainan edukasi ini sangat terkenal dengan fleksibilitasnya untuk dibuat menjadi benda apapun. Sebagai contoh, kita bisa membuat rumah-rumahan, kebun binatang, dan mobil-mobilan dari lego bricks. Tetapi, ternyata belum banyak yang menyadari jika permainan lego bricks cocok digunakan untuk operasi perkalian bilangan asli. Hal ini terlihat bahwa dalam setiap lego bricksmempunyai “angka” sendiri yang ditentukan oleh jumlah

titik menonjol pada balok tersebut. Nilainya bisa kelipatan 1, 2, 3, dan seterusnya. Contohnya: pada sebuah lego bricks, kita mempunyai angka 6 yang terdiri dari 3 baris dan 2 kolom dan kita mempunyai angka 2 yang terdiri dari 1 baris dan 2 kolom. Selain itu, warna lego bricks yang berwarna-warni dapat mempermudah anak untuk mempelajarinya. Misalkan untuk perkalian 2 × 2, ambil lego yang terdiri dari 2 titik sebanyak dua kali dengan warna yang berbeda kemudian gabungkan menjadi satu bentuk. Lalu untuk mendapatkan hasilnya anak diminta menghitung setiap titik dalam lego bricks

(27)

bricks diharapkan dapat membantu anak tunagrahita ringan dalam melakukan operasi perkalian bilangan asli walaupun secara bertahap atau step by step.

Berdasarkan uraian diatas peneliti melakukan penelitian dengan meneliti pengaruh permainan lego bricks terhadap motivasi belajar dan hasil belajar perkalian bilangan asli untuk anak tunagrahita ringan kelas VII SLB Negeri 1 Bantul tahun pelajaran 2018/2019.

B. Identifikasi Masalah

Masalah yang akan diteliti dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Anak tunagrahita ringan mengalami kesulitan dalam memahami konsep secara abstrak dan mengenal simbol bilangan

2. Anak tunagrahita ringan masih sulit dalam melakukan operasi hitung perkalian bilangan asli

3. Perpaduan antara penggunaan lego bricks dengan matematika masih sangat jarang ditemui dalam proses pembelajaran

4. Penerapan permainan edukasi berupa permainan lego bricks untuk anak tunagrahita ringan belum pernah digunakan oleh guru SLB saat proses pembelajaran mengenai operasi perkalian bilangan asli berlangsung.

C. Pembatasan Masalah

Peneliti membatasi masalah pada:

(28)

bilangan asli antara bilangan 1 – 20 di SLB Negeri 1 Bantul tahun pelajaran 2018/2019.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan tempat dilaksanakannya penelitian maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh penerapan permainan lego bricks terhadap motivasi belajar perkalian bilangan asli untuk anak tunagrahita ringan kelas VII SLB Negeri 1 Bantul tahun pelajaran 2018/2019?

2. Bagaimana pengaruh penerapan permainan lego bricks terhadap motivasi hasil belajar perkalian bilangan asli untuk anak tunagrahita ringan kelas VII SLB Negeri 1 Bantul tahun pelajaran 2018/2019?.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui pengaruh penerapan permainan lego bricks terhadap motivasi belajar perkalian bilangan asli untuk anak tunagrahita ringan kelas VII SLB Negeri 1 Bantul tahun pelajaran 2018/2019.

(29)

F. Penjelasan Istilah

Supaya tidak menimbulkan adanya perbedaan prespektif terhadap istilah-istilah yang akan digunakan, maka peneliti merasa perlu memberikan penjelasan terhadap beberapa istilah yang akan peneliti gunakan pada penelitian ini. Batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini beberapa diambil berdasarkan pendapat para pakar dalam bidangnya masing-masing, namun meski demikian beberapa istilah ditentukan oleh peneliti untuk kepentingan penelitian ini. Beberapa istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut:

1. Permainan Lego Bricks

Pemainan lego bricks adalah mainan yang berbentuk balok/brick beraneka warna yang dapat disusun dan mempunyai titik pada permukaan sebagai tempat perlekatan pada balok lainnya sehingga membentuk susunan yang teratur.

2. Anak Tunagrahita

Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan dibawah rata-rata, mengalami hambatan tingkah laku, penyesuaian dan terjadi pada masa perkembagannya (Amin, 1995:15).

3. Anak Tunagrahita Ringan

(30)

G. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

a. Menambah pengalaman baru mengajar matematika untuk anak tunagrahita ringan yang memiliki hambatan dalam memahami operasi hitung perkalian

b. Menambah pengetahuan baru dalam menggunakan permainan lego

bricks sebagai salah satu sarana untuk proses pembelajaran yang dapat memberi pengaruh pada motivasi belajar dan hasil belajar anak tunagrahita ringan

c. Memperoleh jawaban berdasarkan data-data saat penelitian untuk mengetahui hasil belajar anak tunagrahita ringan dalam mempelajari matematika khususnya pada operasi perkalian bilangan asli.

2. Bagi Anak Tunagrahita Ringan

a. Dapat mengikuti proses pembelajaran matematika dengan suasana yang menyenangkan sehingga mampu meningkatkan motivasi belajar matematika untuk anak tunagrahita ringan

b. Dapat menggunakan permainan lego bricks sebagai alat bantu dalam menyelesaikan persoalan mengenai operasi perkalian asli

c. Dapat menerapkan konsep bermain dengan lego bricks dalam memahami perkalian bilangan asli

(31)

Guru dapat menerapkan permainan edukasi berupa permainan lego

(32)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Belajar

Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat penting dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, hal ini berarti keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan proses belajar siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya (Asep Jihad dan Abdul Haris, 2013:1). Sedangkan menurut Mustaqim (2008: 24) belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang terjadi karena latihan dan pengalaman. Dengan kata lain belajar adalah suatu aktivitas atau usaha yang disengaja dan menghasilkan perubahan berupa sesuatu yang baik yang segera nampak atau tersembunyi tetapi juga hanya berupa penyempurnaan terhadap sesuatu yang pernah dipelajari. Perubahan-perubahan itu meliputi Perubahan-perubahan ketrampilan jasmani, kecepatan perseptual, isi ingatan, abilitas berpikir, dan sikap terhadap nilai-nilai. Perubahan tersebut relatif bersifat konstan.

(33)

kegiatan yang dilakukan seseorang untuk mempelajari dan memahami segala hal berupa pengalaman ataupun pengetahuan dengan tujuan dapat memperbaiki dan mendapatkan suatu perubahan perilaku dari kehidupan yang sebelumnya.

Belajar mempunyai beberapa tahapan. Tahapan dalam belajar tergantung pada fase-fase belajar, salah satu tahapannya adalah yang dikemukakan oleh Wittig, yaitu:

1. Tahap acquisition, yaitu tahapan perolehan informasi 2. Tahap storage, yaitu tahapan penyimpanan informasi

3. Tahap retrival. yaitu tahapan pendekatan kembali informasi (Syah, 2003).

Perubahan-perubahan yang terjadi didasari oleh individu yang belajar, berkesinambungan, dan akan berdampak pada fungsi kehidupan lainnya. Selain itu perubahan bersifat positif terjadi karena peran aktif dari pembelajar, tidak bersifat sementara, bertujuan, dan perubahan yang terjadi meliputi keseluruhan tingkah laku pada sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Slameto memberikan ciri-ciri tentang perubahan tingkah laku yang terjadi dalam belajar sebagai berikut:

1. Terjadi secara sadar

2. Bersifat kontinu dan fungsional 3. Bersifat positif dan aktif

(34)

6. Mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Tidak hanya itu, Hamalik (2003) memberikan ciri-ciri belajar, yaitu: (1) proses belajar harus mengalami, berbuat, mereaksi, dan melampaui; (2) melalui bermacam-macam pengalaman dan mata pelajaran yang berpusat pada suatu tujuan tertentu; (3) bermakna bagi kehidupan tertentu; (4) bersumber dari kebutuhan dan tujuan yang mendorong motivasi secara keseimbangan; (5) dipengaruhi pembawaan dan lingkungan; (6) dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan individual; (7) berlangsung secara efektif apabila pengalaman-pengalaman dan hasil-hasil yang diinginkan sesuai dengan kematangan anda sebagai peserta didik; (8) proses belajar terbaik adalah apabila anda mengetahui status dan kemajuannya; (9) kesatuan fungsional dari berbagai prosedur; (10) hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satu sama lain tetapi dapat didiskusikan secara terpisah; (11) di bawah bimbingan yang merangsang dan bimbingan tanpa tekanan dan paksaan; (12) hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi abilitas dan keterampilan; (13) dilengkapi dengan jalan serangkaian pengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan yang baik; (14) lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian dengan kecepatan berbeda-beda; (15) bersifat kompleks dan dapat berubah-ubah, jadi tidak sederhana dan statis.

(35)

dalam belajar, hal tersebut tidak lain dipengaruhi oleh faktor-faktor belajar. Menurut Syah (2004:144), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar anak dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni:

1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni kondisi jasmani dan rohani anak didik

2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar anak didik

3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar yang meliputi strategi dan metode yang digunakan oleh sanak didik untuk melakukan kegiatan pembelajaran pada materi-materi pelajaran.

Sedangkan, Dalyono (2007:55-60) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar sebagai berikut:

1. Faktor internal (yang berasal dari dalam diri): a. Kesehatan

b. Intelegensi dan bakat c. Minat dan motivasi d. Cara belajar

2. Faktor eksternal (yang bersal dari luar diri) a. Keluarga

b. Sekolah c. Masyarakat

(36)

Selain itu, Nursyaida (2014; 71-79) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal dikelompokkan kembali menjadi 3 faktor yaitu:

1. Faktor jasmani, terdiri dari kesehatan dan cacat tubuh

2. Faktor psikologis, terdiri dari inteligensi (kecakapan), perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan, dan kesiapan

3. Faktor kelelahan, kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan, tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat psikis).

Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar diri anak didik yang ikut mempengaruhi belajarnya, antara lain:

1. Faktor yang berasal dari orang tua

(37)

Faktor yang berasal dari sekolah, dapat berasal dari guru, mata pelajaran yang ditempuh, dan metode yang diterapkan. Faktor guru banyak menjadi penyebab kegagalan belajar anak, yaitu yang menyangkut kepribadian guru, kemampuan mengajarnya. Terhadap mata pelajaran, karena kebanyakan anak memusatkan perhatianya kepada yang diminati saja, sehingga mengakibatkan nilai yang diperolehnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Keterampilan, kemampuan, dan kemauan belajar anak tidak dapat dilepaskan dari pengaruh atau campur tangan orang lain. Oleh karena itu menjadi tugas guru untuk membimbing anak dalam belajar

3. Faktor yang berasal dari masyarakat

Anak tidak lepas dari kehidupan masyarakat. Faktor masyarakat bahkan sangat kuat pengaruhnya terhadap pendidikan anak. Pengaruh masyarakat bahkan sulit dikendalikan. Mendukung atau tidak mendukung perkembangan anak, masyarakat juga ikut mempengaruhi.

(38)

dalam belajar yaitu apabila anak didik tersebut melakukan aktivitas belajar dan diakhir dari aktivitasnya telah memperoleh perubahan dalam dirinya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari belajar dan perubahan tersebut bersifat positif.

Dalam penelitian ini untuk mengukur keberhasilan belajar anak didik, peneliti lebih menekankan dan melihat dari salah satu faktor internalnya yaitu motivasi belajar. Motivasi belajar anak didik dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Hal ini dikarenakan motivasi belajar dan hasil belajar mempunyai keterkaitan yang sangat kuat dalam kegiatan belajar.

B. Motivasi Belajar

Motivasi merupakan bagian penting dalam setiap kegiatan, termasuk aktivitas belajar, tanpa motivasi tidak ada kegiatan yang nyata. Dengan kata lain motivasi merupakan tenaga pendorong seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan yang ditetapkan (Makmun Khairani, 2014: 177). Sedangkan menurut Siti Suprihatin (2015), motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat kemauan dalam melaksanakan suatu kegiatan.

(39)

untuk memperoleh prestasi yang lebih baik lagi (Purwa Atmaja Prawira, 2016: 320). Sedangkan motivasi belajar menurut Sardiman (2004: 75) adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri anak didik yang menimbulkan kegiatan atau aktivitas belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Berdasarkan beberapa pendapat mengenai motivasi, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang melakukan sesuatu hal, kegiatan atau aktivitas dengan keinginan untuk mencapai tujuan yang sudah direncanakan. Dalam kegiatan belajar di sekolah, motivasi dapat dikatakan sebagai gaya penggerak atau dorongan yang muncul di dalam diri anak didik dalam melakukan aktivitas-aktivitas belajar supaya tujuannya dapat tercapai dan mendapatkan hasil belajar secara maksimal.

(40)

Motivasi memiliki jenis-jenis yang dilihat dari dua sudut pandang yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari dalam diri individu misalkan anak didik belajar karena didorong oleh keinginannya sendiri untuk menambah atau meningkatkan pengetahuan, misalkan seseorang berolahraga tenis karena memang ia mencintai olahraga tersebut (Wina Sanjaya, 2010: 256). Dengan demikian, tujuan motivasi intrinsik yang ingin dicapai ada dalam kegiatan itu sendiri.

Selain itu, menurut Djamarah (2011: 149) yang dimaksud dengan motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Berdasarkan pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang tanpa dorongan atau rangsangan dari luar. Contohnya: anak didik yang mengikuti ekstrakulikuler berupa seni bela diri karena keinginan dan kemauannya sendiri untuk melindungi dirinya dan orang-orang disekitarnya. Hal tersebut dilakukan tanpa ada paksaan dari pihak luar ataupun rangsangan dari luar berupa hadiah dan penghargaan yang diberikan kepadanya jika dia mengikuti seni bela diri tersebut.

(41)

Dengan demikian peneliti dapat menyimpulkan bahwa motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari lingkungan sekitar yang dapat menimbulkan rangsangan untuk diri individu untuk melakukan suatu kegiatan. Contohnya: anak didik mendapatkan nilai 100 dari ulangan harian matematika karena ingin mendapatkan pujian ataupun hadiah dan penghargaan dari pihak lain.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru untuk membangkitkan motivasi belajar anak didik sebagaimana yang dikemukakan oleh Wina Sanjaya (2010: 261-263) yaitu:

1. Memperjelas tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang jelas dapat menumbuhkan minat anak didik untuk belajar. Semakin jelas tujuan yang ingin dicapai, maka akan semakin kuat motivasi belajar anak didik. Oleh sebab itu guru perlu menjelaskan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai sebelum proses pembelajaran dimulai

2. Membangkitkan minat anak didik. Anak didik akan terdorong untuk belajar, manakala mereka memiliki minat untuk belajar. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan minat siswa diantaranya: a. Hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan

anak didik

b. Sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan kemampuan anak didik

(42)

4. Berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa 5. Berikan penilaian

6. Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa 7. Ciptakan persaingan dan kerjasama.

Berbagai upaya perlu dilakukan guru agar proses pembelajaran berhasil. Guru harus kreatif dan inovatif dalam melakukan kegiatan pembelajaran.

Menurut Nyayu Khadijah (Wahab, 2008 dalam Rohmalina Wahab, 2015: 134) peran motivasi dalam belajar adalah saat akan memulai belajar, saat sedang belajar, dan saat berakhirnya belajar. Selanjutnya ada beberapa peranan penting dari motivasi dalam belajar antara lain:

1. Peran motivasi dalam menentukan penguatan belajar

Sesuatu dapat menjadi penguat belajar untuk seseorang, apabila dia sedang benar-benar mempunyai motivasi untuk belajar sesuatu.

2. Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar

Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar erat kaitannya dengan kemaknaan belajar. Anak akan tertarik untuk belajar sesuatu, jika yang dipelajari itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau dinikmati manfaatnya bagi anak.

3. Motivasi menentukan ketekunan belajar

(43)

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa peranan motivasi dalam belajar merupakan hal yang dilakukan ketika akan memulai belajar, sedang belajar, dan berakhirnya belajar yang digunakan untuk menentukan penguatan terhadap sesuatu yang telah dipelajari, dan memperjelas tujuan belajar serta menentukan ketekunan belajar itu sendiri.

Untuk mengetahui kekuatan motivasi belajar anak didik, Handoko (1992: 59) menyatakan bahwa dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut:

1. Kuatnya kemauan untuk berbuat

2. Jumlah waktu yang disediakan untuk belajar

3. Kerelaan meninggalkan kewajiban atau tugas yang lain 4. Ketekunan dalam mengerjakan tugas.

Sedangkan menurut Sardiman (2014), motivasi belajar memiliki beberapa indikator atau ciri-ciri sebagai berikut:

1. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu lama, tidak berhenti sebelum selesai)

2. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya)

3. Menunjukan minat terhadap bermacam-macam masalah orang dewasa (misalnya masalah pembangunan agama, politik, ekonomi, keadilan, pemberatan korupsi, dan sebagainya)

(44)

5. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis,

berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif) 6. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu)

7. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.

Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini, anak didik yang dikatakan memiliki motivasi belajar adalah anak didik yang menyelesaikan suatu persoalan secara tekun, memiliki kemauan yang kuat untuk berbuat sesuatu yang positif, ulet menghadapi kesulitan, memperhatikan durasi kegiatan belajar, lebih senang bekerja mandiri, menunjukkan minat terhadap macam-macam masalah, dapat mempertahankan pendapatnya dan cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin. Dengan demikian, anak didik yang memiliki motivasi belajar yang tinggi cenderung terlibat dalam semua kegiatan belajar secara intensif, fokus, dan tekun selama proses pembelajaran.

C. Hasil Belajar

(45)

Dari pernyataan berbagai ahli, peneliti dapat menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak didik dalam perubahan segi kognitif, afektif, dan psikomotorik setelah melakukan proses pembelajaran.

Melalui proses belajar, anak didik diharapkan dapat mencapai tujuan belajar sesuai dengan kemampuan yang dimiliki anak didik setelah menjalani proses belajar. Tujuan belajar adalah perbuatan belajar yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan dapat dicapai oleh anak didik.

Untuk memperoleh hasil belajar, dilakukan evaluasi atau penilaian yang merupakan tindakan lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan anak didik. Kemajuan prestasi belajar anak didik tidak saja diukur dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan. Dengan demikian penilaian hasil belajar anak didik mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah, baik itu yang menyangkut pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

(46)

pada sikap, nilai, dan keyakinan yang merupakan pemeran penting untuk perubahan tingkah laku; dan ranah psikomotorik merujuk pada bidang keterampilan dan pengembangan diri yang diaplikasikan oleh kinerja keterampilan maupun praktek dalam mengembangkan penguasaan keterampilan. Adapun menurut Moore (2014), ketiga ranah hasil belajar tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1. Ranah kognitif, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, penciptaan, dan evaluasi

2. Ranah afektif, yaitu penerimaan, menjawab, penilaian, organisasi, dan penentuan ciri-ciri nilai

3. Ranah psikomotorik , yaitu fundamental movement, generic movement, ordinative movement, dan creative movement.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator hasil belajar terdiri ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga ranah digunakan untuk mengukur sejauh mana kompetensi anak didik selama kegiatan belajar. Hasil belajar tidak hanya menyangkut soal aspek pengetahuan saja (kognitif), tetapi hasil belajar juga memperhatikan perubahan tingkah laku yang lebih baik dari siswa (afektif) dan memiliki skill atau keterampilan yang mumpuni (psikomotorik), walaupun ranah kognitif menjadi ranah umum yang menjadi fokus perhatian guru dalam menilai hasil belajar.

(47)

perubahan dari salah satu atau ketiga domain tersebut yang disebabkan oleh proses belajar. Hasil belajar dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan ketiga domain tersebut yang dialami anak didik setelah menjalani proses belajar. Pada ranah kognitif, peneliti mengukurnya dengan cara melihat dari pengetahuan yang dimiliki anak didik dalam mengerjakan soal yang diberikan. Pada ranah afektif, peneliti melihat dari sikap yang ditimbulkan anak didik dalam mengikuti pembelajaran dan menyelesaikan suatu persoalan. Sedangkan pada ranah psikomotorik, peneliti mengukurnya dari keterampilaan anak didik dalam menggunakan suatu alat bantu berupa permainan saat proses belajar belangsung dan penerapan permainan tersebut dalam menyelesaian suatu persoalan.

D. Tunagrahita Ringan

(48)

tunagrahita mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata berada di bawah rata-rata yaitu memiliki IQ kurang dari 84 muncul sebelum usia 16 tahun dan disertai dengan hambatan dalam tingkah laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung pada masa perkembangannya.

Amin (1995) memberikan gambaran tentang anak tunagrahita yaitu anak tunagrahita kurang mampu dalam memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak, yang sulit-sulit, dan yang berbelit-belit. Anak tunagrahita difokuskan pada anak-anak dengan tingkat kecerdasan jauh di bawah anak-anak yang tingkat kecerdasannya normal sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan khusus. Kecerdasan jauh di bawah normal diukur dari kecerdasaan rata-rata anak sesuai dengan usia biologis mereka.

Banyak sekali faktor yang menjadi penyebab tunagrahita. Keadaan ini bisa terjadi karena faktor yang ada pada tahap konsepsi, kehamilan, saat kelahiran, maupun setelahnya. Penyebab ketunagrahitaan pada seorang anak yaitu faktor keturunan, gangguan metabolisme dan gizi, infeksi dan keracunan, kerusakan otak, dan faktor lingkungan. anak tunagrahita dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yaitu:

1. Berdasarkan kapasitas intelektual a. Tunagrahita ringan (IQ 50-70) b. Tunagrahita sedang (IQ 35-50) c. Tunagrahita berat (IQ 20-35). 2. Berdasarkan kemampuan akademik

(49)

b. Tunagrahita mampu latih: IQ berkisar 20/25-50/55 c. Tunagrahita perlu rawat: IQ 0/5-20/25

3. Berdasarkan keadaan tipe klinis a. Down Syndrom

b. Kretin

c. Hydrocephalus

d. Microcephalus, Macrocephalus, Brachicephalus, dan Schaphocephalus

e. Cerebral Palsy f. Rusak Otak.

Pada pembahasan ini peneliti hanya menjelaskan lebih dalam mengenai anak tunagrahita ringan.

Anak tunagrahita ringan merupakan anak yang mengalami keadaan perkembangan daya pikir yang kurang atau tidak lengkap yang disebabkan oleh perkembangan mental yang lambat dan mempunyai potensi untuk berkembang dalam tiga bidang yaitu akademik, sosial, dan kejuruan. Anak-anak yang tergolong dalam tunagrahita ringan disebut juga dengan istilah

(50)

Tunagrahita ringan memiliki karakterisik fisik yang tidak jauh berbeda dengan anak normal, tetapi keterampilan motoriknya lebih rendah dari anak normal (Astati, 2001: 5) Karakteristik fisik yang tidak jauh berbeda dengan anak normal ini yang menyebabkan tidak terdeteksi sejak awal sebelum masuk sekolah. Anak baru terdeteksi sebagai penyandang tunagrahita ringan ketika mulai masuk sekolah baik di sekolah tingkat prasekolah atau sekolah dasar. Terdeteksi itu dengan menampakkan ciri ketidakmampuan di bidang akademik, maupun kemampuan pelajaran di sekolah yang membutuhkan keterampilan motorik.

Tunagrahita ringan menurut AAMR memiliki tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient/IQ) berkisar 55-70, dan sebagian dari mereka mencapai usia kecerdasan/mental (Mental Age/MA) yang sama dengan anak normal usia 12 tahun ketika mencapai usia kronologis (Chronoligical Age/CA) dewasa. Jadi usia kecerdasan pada anak tunagrahita ringan berkembang tidak sejalan dengan bertambahnya usia kronologisnya, hal inilah yang dianggap bahwa anak tersebut memiliki keterbelakangan mental atau sering disebut dengan anak tunagrahita. Mereka mengalami ketertinggalan 2 atau 5 tingkatan di bidang kognitif dibanding anak normal yang usianya sebaya. Semakin bertambah usia anak tunagrahita ringan maka mengalami ketertinggalan yang semakin jauh dibanding anak usia sebayanya dewasa normal.

(51)

ringan yang hanya pada tahap operasional konkret tersebut mengakibatkan mereka sulit untuk berpikir abstrak. Kesulitan berpikir abstrak dan keterbatasan di bidang kognitif ini berimplikasi pada aspek kemampuan lainnya yang digunakan untuk proses belajar. Kemampuan itu menyangkut perhatian, ingatan, dan kemampuan generalisasi. Kemampuan itu bagi tunagrahita ringan memiliki karakteristik tersendiri saat proses belajar.

E. Perkalian Bilangan Asli

1. Pengertian Bilangan Asli

Menurut Ved Dudeja dan V. Madhavi (2013: 1), bilangan adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan kuantitas (banyak, sedikit) dan ukuran (berat, ringan, panjang, pendek) suatu objek. Sedangkan bilangan asli adalah himpunan bilangan yang terdiri atas 1,2,3, … dimana bilangan ini digunakan untuk berhitung (Singgih S. Wibowo, 2010: 2). Bilangan asli disebut juga sebagai bilangan hitung yang umumnya dinyatakan dengan simbol ℕ. Contoh himpunan semua bilangan asli dapat dinotasikan sebagai berikut: ℕ = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, … }.

Terdapat 4 golongan bilangan asli (Negoro, 2014: 34) yaitu:

a) Bilangan genap (2, 4, 6, 8, … ), adalah suatu bilangan yang habis dibagi dua;

(52)

c) Bilangan prima (2, 3, 5, 7,11, … ) adalah semua bilangan yang hanya dapat dibagi dengan bilangan satu dan bilangan itu sendiri; dan d) Bilangan komposit (4, 6, 8, 9, 10, … ) adalah bilangan asli yang lebih

besar dari 1 dan bukan bilangan prima.

Bilangan asli digunakan baik secara langsung (dengan lambang bilangan) atau secara tidak langsung (dengan menggunakan istilah atau kata-kata). Contoh bilangan asli secara tidak langsung dalam kehidupan sehari-hari seperti maju 3 langkah dapat ditulis 3, menang 5 poin dapat ditulis 5, serta untung 5000 rupiah dapat ditulis 5000 dan sebagainya. 2. Operasi Hitung Bilangan Asli

Operasi hitung pada bilangan asli terdiri dari operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Pada penelitian ini memfokuskan pada perkalian bilangan asli yang dimulai dari konsep operasi penjumlahan.

a) Operasi Penjumlahan.

Misalkan Anita datang ke toko ternama untuk membeli buku tulis selama 3 hari berturut-turut. Hari pertama Anita membeli 4 buku tulis. Kemudian, hari kedua Anita kembali ke toko tersebut untuk membeli 3 buku tulis. Karena merasa belum cukup, Anita kembali ke toko tersebut untuk membeli 1 buku tulis lagi. Hitunglah berapa banyak buku tulis yang telah dibeli oleh Anita selama 3 hari berturt-turut?.

(53)

Diketahui dari permasalahan tersebut bahwa Anita membeli buku tulis selama 3 hari berturut-turut dengan banyaknya masing-masing buku tulis tersebut yaitu 4 buku tulis, 3 buku tulis dan 1 buku tulis. Ditanya: banyak buku tulis yang telah dibeli oleh Anita selama 3 hari berturt-turut?.

Jawab: Permasalahan tersebut menanyakan tentang banyaknya buku tulis yang dibeli oleh Anita selama 3 hari berturut-turut. Jika diartikan maka banyaknya buku tulis/hari yang dimiliki Anita digabungkan menjadi satu. Sehingga model matematika dari permasalahan tersebut yaitu 4 + 3 + 1.

Selanjutnya, jumlahkan bilangan-bilangan tersebut seperti berikut: 4 + 3 + 1 = 8. Jadi, banyaknya buku tulis yang telah dibeli Anita selama 3 hari berturut-turut berjumlah 8 buah.

Dari permasalahan dan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa operasi hitung penjumlahan bilangan asli adalah gabungan antara jumlah kuantitas dari suatu objek dengan objek lainnya.

b) Operasi Perkalian

Perhatikan aturan pakai yang ada di botol. Kalian dapat menjumpai tulisan seperti berikut

3 × 1 tabel/kapsul atau 3 × 2 sendok teh

(54)

Jadi, kalian meminum obat masing-masing 2 sendok teh sebanyak 3 kali sehari.

Contoh lainnya:

Misalnya terdapat 3 piring. Setiap piring berisi 2 apel. Jumlah semua apel diperoleh dnegan cara menjumlahkan semua apel di setiap piring seperti berikut 2 + 2 + 2 = 6

Bentuk diatas adalah penjumlahan bilangan 2 sebanyak 3 kali. 2 + 2 + 2 dapat ditulis sebagai perkalian 3 × 2 = 6.

Hasil perkalian bisa ditentukan dengan pernjumlahan berulang. Contoh lain:

Bella dan Roni adalah sahabat. Rumah mereka satu kompleks. Suatu hari Bella pergi ke rumah Roni untuk menjenguknya yang sedang sakit. Sebelum ke rumah Roni, terlebih dahulu Bella membeli makanan di sebuah warung dengan bejalan kaki. Jarak dari rumah Bella menuju warung tersebut sejauh 5 meter. Setelah membeli makanan untuk Roni kemudian Bella berjalan kembali dengan jarak yang sama dari warung menuju ke rumah Roni. Berapakah jarak yang ditempuh Bella dari rumahnya menuju ke rumah Roni?. Penyelesaian:

(55)

tersebut dapat diasumsikan bahwa bella melakukan hal yang sama secara berulang sebanyak 2 kali. Sehingga jika dituliskan dalam bentuk matematikanya yaitu 2 × 5 (2 menunjukkan banyaknya titik yang dikunjungi dan 5 menunjukkan jarak yang ditempuh). Hal tersebut sama artinya dengan jarak tempuh bella dari rumah ke warung dan dari warung kerumah Roni yaitu 5 + 5. Dengan demikian 2 × 5 = 5 + 5 = 10. Jadi jarak tempuh yang dilalui Bella dari rumahnya menuju ke rumah Roni adalah 10 meter.

Dari kedua permasalahan tersebut maka dapat dinyatakan bahwa operasi perkalian bilangan asli adalah penjumlahan berulang (Marsigit, 2009: 12). Selain itu, perkalian bilangan asli adalah proses aritmatika dasar dimana satu bilangan dilipatgandakan sesuai dengan bilangan pengalinya. Secara umum konsep perkalian dapat dituliskan seperti berikut:

Operasi hitung perkalian bilangan asli memiliki 5 sifat seperti berikut, yaitu:

1. Sifat Tertutup Terhadap Perkalian

Sifat ini menyatakan bahwa hasil dari perkalian dua bilangan asli juga merupakan bilangan asli.

Untuk sembarang bilangan asli 𝒂 dan 𝒃 selalu berlaku 𝑎 × 𝑏 adalah selalu bilangan asli.

Contoh:

𝑚 × 𝑛 = 𝑛 + 𝑛 + 𝑛 + 𝑛+. . . +𝑛

(56)

2 × 2 = 4; 4 adalah bilangan asli. 2. Sifat Komutatif

Untuk sembarang bilangan asli 𝒂 dan 𝒃 selalu berlaku: 𝑎 × 𝑏 = 𝑏 × 𝑎

Sifat ini disebut dengan sifat komutatif (pertukaran) pada perkalian.

Contoh: 2 × 1 = 1 × 2 = 2 3. Sifat Asosiatif

Untuk sembarang bilangan asli 𝒂, 𝒃, dan 𝒄 selalu berlaku: (𝑎 × 𝑏) × 𝑐 = 𝑎 × (𝑏 × 𝑐)

Sifat ini disebut dengan sifat asosiatif (pengelompokkan) pada perkalian.

Contoh:

(2 × 1) × 3 = 2 × (1 × 3) = 6 4. Sifat Distributif

Untuk sembarang bilangan asli 𝒂, 𝒃, dan 𝒄 selalu berlaku: (𝑎 × 𝑏) + (𝑎 × 𝑐) = 𝑎 × (𝑏 + 𝑐)

Sifat ini disebut dengan sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan.

Contoh:

(2 × 1) + (2 × 3) = 2 × (1 + 3) = 2 × 4 = 8

(57)

Sifat ini disebut dengan sifat distributif perkalian terhadap pengurangan.

Contoh:

(2 × 3) − (2 × 1) = 2 × (3 − 1) = 2 × 2 = 2 5. Memiliki Unsur Identitas

Misalkan: 1 × 2 = 2

1 × 3 = 3

2 × 1 = 2

3 × 1 = 3

Dengan demikian 1 × 𝑎 = 𝑎 × 1 = 𝑎, untuk sembarang bilangan asli 𝒂.

Dari contoh tersebut, ternyata jika 1 dikali dengan suatu bilangan asli atau suatu bilangan asli dikali dengan 1, maka hasilnya adalah bilangan itu sendiri. 1 disebut unsur identitas pada perkalian.

F. Permainan Lego Bricks

(58)

kesempatan dan sarana di dalam kegiatan permainannya (Abu Ahmadi, 1991: 69-70).

Permainan merupakan salah satu bentuk aktivitas sosial yang dominan pada masa awal anak-anak. Sebab, anak-anak menghabiskan lebih banyak waktunya di luar rumah untuk bermain dengan teman-temannya dibanding terlibat dengan aktivitas lainnya. Bagi anak-anak proses melakukan sesuatu lebih menarik daripada hasil yang akan didapatkannya (Desmita, 2005: 141). Dengan demikian permainan merupakan suatu sarana bermain yang bertujuan untuk membantu anak dalam melakukan berbagai kegiatan termasuk kegiatan belajar dengan lebih menyenangkan.

(59)

Sedangkan pada urgensi sosial, permainan dapat meningkatkan dan mengembangkan perkembangan sosial anak. Khususnya dalam permainan fantasi dengan memerankan suatu peran, anak belajar memahami orang lain dan peran-peran yang akan ia mainkan di kemudian hari setelah tumbuh menjadi orang dewasa. Selain itu, pada urgensi emosional, permainan memungkinkan anak untuk memecahkan sebagian dari masalah emosional, belajar menagatasi kegelisahan dan konflik batin. Permainan memungkinkan anak melepaskan energi fisik yang berlebihan dan membebaskan perasaan-perasaan yang terpendam. Karena tekanan-tekanan batin terlepaskan di dalam permainan, anak dapat mengatasi masalah-masalah kehidupan.

Salah satu permainan yang dapat merangsang perkembangan kognitif anak adalah lego (Nad, 2005). Pada tanggal 28 Januari 2014, mainan ini tepat berusia 56 tahun sejak dipatenkan oleh penemunya Godtfred Kirk Christiansen. Nama lego sendiri diambil dari dua huruf pertama bahasa Denmark, “Leg Godt” atau permainan yang menyenangkan. Lego adalah

mainan yang berbentuk batu bata (bricks) yang beraneka warna dan dapat disusun serta mempunyai titik pada permukaan sebagai tempat perlekatan pada balok lainnya sehingga membentuk susunan yang teratur. Lego terdiri dari dua sisi yang penting, yaitu bagian atas dan bawah sebagai tempat menancapkannya, terdiri dari banyak sisi, mulai 1 × 1, 1 × 2, 1 × 3, 1 × 4, . . ., 2 × 4, 2 × 8, 𝑑𝑠𝑡.

(60)

dibuat, anak akan belajar mengenal simetri (Davida, 2004). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lego adalah permainan bongkar plastik. Sedangkan dalam definisinya lego merupakan sejenis alat permainan bongkah plastik kecil yang terkenal di dunia, khususnya di kalangan anak-anak hingga remaja baik laki-laki ataupun perempuan. Bongkahan serta kepingan lain pada lego dapat disusun menjadi model apa saja, seperti bangunan, kota, mobil, patung, kapal, pesawat terbang, pesawat ruang angkasa, bahkan robot pun dapat dibuat.

Menyusun lego beraneka warna ini telah menjadi mainan yang sangat terkenal di seluruh dunia dan menjadi mainan yang sangat popular. “Tumpukan lego tidak lekang oleh waktu dan terus menyihir anak karena

memberi kesempatan pada anak untuk mengembangkan kreatifitas, imajinasi dan keinginannya dengan bebas.” kata Charlotte Simonsen, jubir lego di

(61)

Dari berbagai peryataan tersebut dapat disimpulkan bahwa Lego bricks

adalah bentuk dasar dari lego atau dengan kata lain merupakan sebuah mainan plastik berwarna-warni yang berbentuk seperti batu bata dan dapat dibongkar dengan berbagai macam cara. Lego bricks tidak hanya digunakan sebagai alat permainan tetapi juga dapat digunakan sebagai sarana belajar yang tepat bagi anak karena sifat dari permainan ini yaitu bongkar dan pasang. Hal tersebut sesuai dengan rasa ingin tahu anak dimana mereka selalu mencoba menemukan hal-hal baru untuk dicoba Selain itu lego bricks dapat membentuk karakter dan kemampuan motorik kepada individu yang memainkannya. Menurut Suryadi (2009:41), permainan motorik dapat membantu anak untuk melatih kecerdasannya, baik itu kecerdasan intelektual, matematis, sosial, ataupun emosinya.

Manfaat yang ditimbulkan dalam permainan lego bricks juga banyak yaitu selain untuk meningkatkan kemampuan kognitifnya, lego bricks dapat mengembangkan imajinasi dan memfokuskan konsentrasi. Terlebih lagi lego

Gambar

Gambar 2.1 Lego bricks yang mempunyai 4 titik sebanyak 20 buah
Gambar 2. 3 Lego bricks yang mempunyai 8 titik, 8 titik, dan 4 titik
Gambar 2.5  Lego bricks dipasang di alas lego
Tabel 3.1 Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Belajar Anak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judu l jurnal yang terdiri dari nama UKM Cireng Cageur Group dan tanggal periode jurnal yaitu 1 Oktober 2011 akan secara otomatis tersedia sesuai dengan tabel saldo awal

Pengamatan pemangsaan laba-laba pada perkebunan jambu mete di Dusun Jugil, Desa Sambik Bangkol, Lombok Utara (Mei-Agustus 2009), (A: jumlah laba-laba yang teramati; B: jumlah

Berdasarkan latar belakang tersebut serta didukung masih kurangnya penelitian tentang laba-laba yang ada di Kota Padang, maka dilakukanlah penelitian tentang

Hasil dari pengolahan SIG yaitu berupa peta tematik sebaran suhu (Gambar 4), kesesuaian suhu (Gambar 5), sebaran muatan padatan tersuspensi (Gambar 6), kesesuaian muatan

• Karena berdasarkan nilai hash beberapa alamat virtual dapat dipetakan ke entri tabel yang sama virtual dapat dipetakan ke entri tabel yang sama, maka digunakan teknik

Adapun perkembangan populasi sapi perah dan produksi susu dari seluruh koperasi persusuan yang ada di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan tabel tersebut dapat

Penelitian penulis lebih terfokus pada struktur teks mitos bulu geles di desa Tambakan, fungsi yang dikaitkan dengan fungsi teks dan konteks, makna yang terdapat dalam teks mitos

• Dokumen Pajak SPT Tahunan (Perpanjangan): Bukti Penerimaan Surat satu tahun sebelum tahun terakhir; SPT Tahunan satu tahun sebelum tahun terakhir; Bukti Penerimaan Surat