• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh ekstrak etanol rimpang temulawak [curcuma xanthorrhiza Roxb.] setelah pemberian antidot natrium kalsiumedetat terhadap kadar timbal darah tikus dengan metode spektroskopi serapan atom - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh ekstrak etanol rimpang temulawak [curcuma xanthorrhiza Roxb.] setelah pemberian antidot natrium kalsiumedetat terhadap kadar timbal darah tikus dengan metode spektroskopi serapan atom - USD Repository"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

xanthorrhiza Roxb.)SETELAH PEMBERIAN ANTIDOT NATRIUM KALSIUMEDETATTERHADAP KADAR TIMBAL DARAH TIKUS

DENGAN METODE SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Harimawan Yudi Astoro NIM: 048114065

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMULAWAK(Curcuma

xanthorrhiza Roxb.)SETELAH PEM BERIAN ANTIDOT NATRIUM

KALSIUMEDETATTERHADAP KADAR TIMBAL DARAH TIKUS DENGAN METODE SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Harimawa n Yudi Astoro NIM: 048114065

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

‘’Skripsi ini membentuk aku menjadi lebih berkembang”

-

aku-

Kupersembahkan karyaku ini untuk :

Tuhan Yesus Kristus

Bangsa I ndonesia Raya

Bapak dan ibuku

M as dan Adikku

M bok M us

Pak M arang dan M bah Buyut di Surga

Seseorang yang Kusayangi

Sahabat – sahabatku

dan tentu saja,

(6)

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Harimwan Yudi Astoro

Nomor Mahasiswa : 048114065

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza

Roxb.) Setelah Pemberian Antidot Natrium Kalsiumedetat terhadap Kadar Timbal Darah Tikus dengan Metode Spektroskopi Serapan Atom”

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 22 Juli 2008

Yang menyatakan

(7)

PRAKATA

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

rahmat dan kasih-Nya penulis telah berhasil menyelesaikan skripsi berjudul :

“Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Setelah Pemberian Antidot Natrium Kalsiumedetat terhadap Kadar Timbal Darah

Tikus dengan Metode Spektroskopi Serapan Atom”.

Skripsi ini tidak akan terwujud dan terangkai menjadi satu tanpa bantuan

dari berbagi pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan penghargaan

dan ucapan terimakasih kepada :

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma.

2. Ipang Djunarko, S.Si.,Apt. selaku pembimbing utama yang telah banyak

memberikan bimbingan dan masukan hingga skripsi ini selesai.

3. Drs. Sulasmono, Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan

pengarahan, kritik dan saran demi tercapainya hasil yang terbaik dari skripsi

ini.

4. Drs. A. Tri Priantoro, M. For. Sc. selaku dosen penguji yang juga telah

memberikan pengarahan, kritik dan saran demi tercapainya hasil yang terbaik

dari skripsi ini.

5. Kebun obat Merapi Farma Kaliurang atas simplisia rimpang temulawak dan

Laboratorium LPPT UGM Unit I atas kerja sama selama ini.

(8)

Mas Wagiran, Mas Sigit, Pak Parlan atas kerja sama selama penelitian di

laboratorium, dan atas waktu yang telah diluangkan untuk lembur.

7. Romo Sunu atas bantuan masukan dalam mengolah data serta motivasi hidup

yang telah diberikan dan Pak Yo atas kesediaan untuk berbagi ilmu.

8. Fila, Sisil, dan Tami, kawan seperjuangan dalam menyusun skripsi ini.

Terimakasih kita telah berbagi dan kerja keras selama ini.

9. Bapak Ibu, Mas Andri, Sibenk, dan Mbok Mus, keluarga di Jogja dan di

Semarang, terimakasih atas dukungan dan kasih sayang lembut yang telah

diberikan.

10.Terimakasih untuk love, inspiration and attitude.

11.Kawan – kawan ukf dolanz-dolanz, terimakasih untuk kalian semua atas

persahabatan “aneh” selama ini yang membuatku menjadi “kaya”.

12.Semua teman dan seluruh civitas akademika Fakultas Farmasi USD yang tak

dapat penulis sebut satu persatu yang telah membantu terselesaikannya skripsi

ini.

Perjalanan yang cukup berat dan melelahkan telah dibayar dengan

terselesaikannya skripsi ini. Penulis menyadari tak ada sesuatu yang sempurna.

Penulis memohon maaf atas kesalahan selama proses penyusunan skripsi ini. Oleh

karena itu, penulis selalu membuka diri untuk kritik dan saran yang membangun.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan

ilmu pengetahuan khususnya pada bidang farmasi. Selamat membuka pikiran.

(9)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Juni 2008

Penulis,

(10)

INTISARI

Polusi logam berat seperti timbal merupakan masalah lingkungan serius yang mengancam keseha tan manusia terutama potensial merusak sistem saraf dan otak. Terapi antidot dengan Na2CaEDTA yang biasa digunakan memiliki efek samping. Perlu dikembangkan senyawa yang berasal dari tanaman yang dapat membantu kerja antidot dalam menurunkan kadar timbal. Curcumin merupakan kandungan utama rimpang temulawak berperan sebagai zat antioksidan mampu mendetoksikasi logam berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) setelah pemberian antidot Na2CaEDTA dalam menurunkan kadar timbal darah tikus.

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak pola satu arah. Senyawa curcumin diperoleh dari rimpang temulawak dengan cara maserasi menggunakan etanol 80%. Pengukuran kadar timbal darah menggunakan metode spektroskopi serapan atom. Analisis statitik nonparametrik dengan uji Kruskal-Wallis dengan taraf kepercayaan 95% digunakan untuk memastikan pengaruh ekstrak etanol rimpang temulawak setelah pemberian antidot Na2CaEDTA terhadap penurunan kadar timbal darah tikus antar kelompok pengukuran. Perbedaan kadar timbal darah hari yang berbeda dalam kelompok yang sama dianalisis dengan uji Friedman dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh ekstrak etanol rimpang temulawak setelah pemberian antidot Na2CaEDTA dapat menurunkan kadar timbal darah setelah pemberian selama 10 hari.

(11)

ABSTRACT

The heavy metal polution such as lead is serious environmental problem, that affect human health particularly potential to destruct nervous system and brain. Antidote therapy with Na2CaEDTA is commonly used but it has a lot of side effect. An attempt is needed to indentify a compound of plant that can improve antidote activity to reduce the blood lead level. Curcumin is main content in tumeric rhizome can act as antioxidant

can detoxication heavy metal. This study is aimed to know the affect of extract etanol temulawak rhizome in reducing blood lead level of rat after Na2CaEDTA antidote administration.

This study was pure exsperimental study with complete randomized design. Compound of curcumin was maserated from tumeric rhizome using ethanol 80%. The measurement of blood lead level on rat was determined using Atomic Absorption Spectroscopy method. Statistical analysis nonparametric Kruskal-Wallis with 95% of confidence interval used to certainty the affect of extract etanol temulawak rhizome after Na2CaEDTA antidote administration against decrease blood lead level of rat between group. The difference of blood lead level in the different days in the same group was analysed Friedman test with 95% of confidence interval.

The results indicated that the affect of extract etanol tumeric rhizome after Na2CaEDTA antidote administration have the ability to decrease blood lead level within 10 days.

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

INTISARI... ix

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 3

2. Keaslian penelitian... 4

3. Manfaat penelitian... 4

B. Tujuan Penelitian... 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A. Timbal ... 6

(13)

2. Intoksikasi timbal... 7

3. Mekanisme keracunan timbal ... 9

B. Natrium Kalsiumedetat (Na2CaEDTA) ... 12

1. Farmakologi... 12

2. Indikasi... 12

3. Kontraindikasi... 13

4. Dosis dan cara pemberian... 13

5. Efek samping... 14

C. Temulawak... 15

1. Keterangan botani ... 15

2. Morfologi tanaman... 15

3. Kandungan kimia ... 16

4. Khasiat dan kegunaan ... 17

5. Efek farmakolo gi... 17

D. Terapi Antidot... 18

E. Ekstraksi... 19

F. Spektroskopi Serapan Atom (SSA) ... 21

1. Prinsip metode spektroskopi serapan atom... 21

2. Instrumentasi spektrofoskopi serapan atom... 22

3. Keunggulan dan kelemahan metode SSA... 24

G. Validasi Metode Analisis... 25

H. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)... 28

(14)

J. Hipotesis ... 30

BAB. III METODE PENELITIAN ... 31

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 31

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 31

1. Variabel penelitian... 31

2. Definisi operasional ... 32

C. Bahan dan Alat Penelitian... 32

1. Bahan penelitian... 33

2. Alat penelitian... 33

D. Tatacara Penelitian... 33

1. Determinasi tanaman... 33

2. Preparasi bahan ... 34

3. Penetuan kurkumin secara kualitatif dengan KLT... 36

4. Persiapan hewan uji... 36

5. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji... 37

6. Pengukuran kadar timbal darah dengan SSA... 38

E. Analisis Hasil... 40

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Determinasi Tanaman ... 41

B. Penentuan Kurkumin Secara Kualitatif dengan KLT... 42

C. Pengukuran Kadar Timbal Darah... 47

1. Kurva baku... 47

(15)

temulawak setelah pemberian Na2CaEDTA... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN ... 68

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel I Kriteria KV yang dapat diterima... 26

Tabel II Parameter validitas metode yang dipersyaratkan

untuk setiap kategori... 28

Tabel III Syarat karakteristik validasi metode analisis logam berat

dengan spektroskopi... 28

Tabel IV Hasil analisis kualitatif kurkumin dengan KLT... 46

Tabel V Nilai linieritas kurva baku timbal hasil pengukuran

dengan metode SSA... 50

Tabel VI Nilai koefisien variasi (KV) kontrol dan perlakuan... 50

Tabel VII Hasil pengukuran AAS kadar rata- rata timbal dan

standar deviasi kelompok perlakuan akibat pemejanan

timbal selama 30 hari... 51

Tabel VIII Hasil analisis perbedaan kadar timbal

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hematotoksisitas Pb pada Sintesis Heme... 9

Gambar 2. Peran Kalsium dalam Pelepasan Neurotransmiter... 10

Gambar 3. Pengaruh Timbal terhadap Pembentukan ROS... 11

Gambar 4. Struktur Natrium Kalsiumedetat... 15

Gambar 5. Struktur Molekul Kurkumin... 17

Gambar 6. Instrumen Spektroskopi Serapan Atom (SAA)... 22

Gambar 7. Prinsip Metode SAA dan Instrumentasinya... 23

Gambar 8. Skema Proses Atomisasi Sampel... 23

Gambar 9. Pembagian Zona Nyala pada Pembakar pada SAA... 24

Gambar 10. Lampu Katoda Berongga SAA dan Bagian- Bagiannya... 24

Gambar 11. Kromatogram Kurkumin dan Sampel dengan KLT Visibel... 44

Gambar 12. Kromatogram Kurkumin dan Sampel dengan KLT pada UV 254 nm... 45

Gambar 13. Kromatogram Kurkumin dan Sampel dengan KLT pada UV 365 nm... 46

Gambar 14. Kurva Baku Larutan Timbal Pengukuran Hari ke-0... 48

Gambar 15. Kurva Baku Larutan Timbal Pengukuran Hari ke-15... 48

Gambar 16. Kurva Baku Larutan Timbal Pengukuran Hari ke-30... 48

Gambar 17. Kurva Baku Larutan Timbal Pengukuran Hari ke-35... 49

Gambar 18. Kurva Baku Larutan Timbal Pengukuran Hari ke-40... 49

Gambar 19. Histogram Standar Deviasi Kadar Timbal Hari Ke-0... 53

(18)

Gambar 21. Histogram Standar Deviasi Kadar Timbal Hari Ke-30... 54

Gambar 22. Histogram Standar Deviasi Kadar Timbal Hari Ke-35... 55

Gambar 23. Histogram Standar Deviasi Kadar Timbal Hari Ke-40... 56

Gambar 24. Profil Farmakokinetika Timbal Akibat Pemejanan

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Pengesahan Determinasi ... 68

Lampiran 2. Penampang Irisan Melintang Rimpang Temulawak Secara Mikroskopik... 69

Lampiran 3. Serbuk Rimpang Temulawak Secara Mikroskopik... 71

Lampiran 4. Tanaman Temulawak... ... 73

Lampiran 5. Rimpang Temulawak... 73

Lampiran 6. Serbuk Rimpang Temulawak... 74

Lampiran 7. Maserasi... 74

Lampiran 8. Ekstrak Etanol Temulawak... 75

Lampiran 9. Foto Spektrofotometer Serapan Atom Hitachi Z-8000 Polarized Zeeman... 75

Lampiran 10. Perhitungan Dosis Pemberian Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak... 76

Lampiran 11. Perhitungan Konsentrasi Timbal Asetat... 77

Lampiran 12. Perhitungan Dosis dan Konsentrasi Na2CaEDTA... 78

Lampiran 13. Pengukuran Kadar Timbal Darah dengan AAS... 79

Lampiran 14. Data Kadar Timbal Darah Kelompok Perlakuan... 92

Lampiran 15. Uji Statistik Normalitas, Kruskal Wallis dan Mann Whitney... 95

Lampiran 16. Uji Friedman dan Wilcoxon... 103

(20)

Lampiran 18. Formulir Hasil Kalibrasi Internal ... 113

Lampiran 19. Hasil Optimasi SSA Hitachi Z-8000 Polarized

(21)

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Masalah polusi logam berat termasuk plumbum (Pb) merupakan masalah

yang serius di negara- negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia.

Polusi timbal di lingkungan hidup biasanya berkaitan erat dengan proses

pertambangan, peleburan logam, industri yang menggunakan bahan baku timbal

di samping itu timbal juga dapat berasal dari asap kendaraan bermotor. Timbal

adalah salah satu logam berat yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan

(Hariono, 2005).

Senyawa Pb yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman

akan diikutkan dalam proses metabolisme tubuh. Pb masuk ke dalam tubuh

melalui saluran pencernaan dan pernapasan. Kadar Pb normal yang masuk ke

dalam tubuh manusia kira – kira 0,3 mg. Bagi orang normal dengan masukan 0,6

mg/ hari mempercepat akumulasi dan timbulnya keracunan. Misalnya dengan

masukan 2,5 mg Pb/hari keracunan terjadi setelah empat tahun, sedangkan 3,5 mg

Pb/hari hanya memerlukan beberapa bulan. Toksisitas timbal tergantung pada

daya larut dan ukuran partikelnya. Semakin kecil uk uran partikel, timbal yang

terabsorpsi dalam tubuh semakin banyak (Anonim, 2007d).

Keracunan timbal dapat menyebabkan kerusakan otak, saraf, dan pada

bagian yang lain di dalam tubuh. Keracunan timbal akut, yang relatif jarang

(22)

waktu yang singkat. Keracunan timbal kronik, yang biasanya bermasalah pada

anak – anak, terjadi ketika timbal dalam jumlah kecil masuk ke tubuh dalam

waktu yang panjang (Anonim, 2007b).

Pengobatan keracunan timbal anorganik biasanya meliputi penghentian

paparan dengan segera, perawatan suportif, dan penggunaan terapi khelasi secara

bijaksana (Katzung, 2004). Terapi khelasi yang spesifik digunakan untuk

mengobati keracunan timbal adalah Kalsium disodium edetat (Na2CaEDTA).

Penggunaan Na2CaEDTA harus dipantau karena efek samping yang

ditimbulkannya antara lain: hipotensi, sakit kepala, demam, hiperkalsemia,

defisiensi seng, anoreksia, mual, muntah, anemia, dan tremor (Anonim, 2007a).

Dewasa ini perhatian masyarakat terhadap kesehatan cenderung untuk

kembali ke alam antara lain dengan menggunakan tanaman obat. Beberapa

senyawa tanaman obat dapat diketahui sebagai protektor terhadap zat toksik yang

berasal dari lingkungan, antara lain la in genus Curcuma yang mengandung bahan

aktif curcumin (Ernie, Suyatna, Suherman, Pringgoutomo, 1996). Salah satu

spesies tanaman tersebut adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.).

Selain sebagai protektor terhadap zat toksik, temulawak khususnya

bagian rimpangnya sering digunakan oleh masyarakat sebagai antiinflamasi,

antipiretik, kholeretik, dan kholagoga. Di samping itu temulawak dapat digunakan

untuk mengobati batu empedu, batu ginjal, cacar air, demam, pelancar ASI, nyeri

sendi, nyeri haid, sembelit, dan kolesterol tingi (Soedibyo,1998). Selain itu

dilaporkan juga bahwa temulawak memiliki efek farmakologi sebagai

(23)

Komponen utama kandungan zat yang terdapat dalam rimpang

temulawak adalah zat kuning yang disebut kurkumin, dan juga protein, pati, serta

zat – zat minyak atsiri. Kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak berkisar

antara 1,6% - 2,22% dihitung berdasarkan berat kering. Berkat kandungan

kurkumin dan zat – zat minyak atsiri tadi, did uga merupakan penyebab

berkhasiatnya temulawak (Rukmana,1994).

Dalam penelitian ini akan dilakukan uji pengaruh ekstrak etanol rimpang

temulawak setelah pemberian antidot Na2CaEDTA pada hewan uji tikus yang

dipejani timbal selama 30 hari dalam upaya pena warracunan timbal dalam darah

tikus. Mengingat pemberian antidot Na2CaEDTA memiliki beberapa efek

samping. Sejauh ini belum ada laporan penelitian resmi yang menyatakan

pengaruh ekstrak etanol rimpang temulawak setelah pemberian antidot

Na2CaEDTA dalam terapi penawarracunan timbal. Hal inilah yang melandasi

perlu dilakukannya penelitian untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol rimpang

temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) setelah pemberian antidot

Na2CaEDTA terhadap penurunan kadar timbal dalam darah.

1. Permasalahan

a. Apakah pemebrian ekstrak etanol rimpang temulawak setelah pemberian

antidot Na2CaEDTA dapat menurunkan kadar timbal darah tikus ?

b. Berapa lama pemberian ekstrak etanol rimpang temulawak setelah

(24)

2. Keaslian penelitian

Penelitian mengenai rimpang temulawak telah banyak dilakukan

mengingat banyak manfaat yang diperoleh dari rimpang temulawak. Penelitian

yang pernah dilakukan sebelumnya antara lain Pengaruh infus rimpang temulawak

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap kondisi parameter pemeriksaan darah

tikus putih yang diberi larutan timbal anorganik (Sugiharto, 2003), juga

disebutkan bahwa infus rimpang temulawak dapat berperan sebagai

hepatoprotektor pada tikus yang disuntik secara intraperitoneal dengan

parasetamol dosis toksik (Ernie, dkk.,1996). Anonim (1998) menyatakan bahwa

zat curcumin dapat berperan sebagai zat antioksidan dan detoksikasi dengan cara

meningkatkan aktivitas enzim gluthatione S- transferase (GS-t) serta kelompok

enzim gluthatione yang lain (GS-x) yang terdapat dalam hati.

Penelitian mengenai efek pemberian timbal anorganik pada tikus putih

telah dilakukan oleh Hariono (2005). Hasilnya, timbal dalam darah tikus

mencapai kadar 0,75 µg/ml dalam kurun waktu 4 minggu. Hasil penelitian

orientasi sebelumnya, pemejanan timbal selama 45 hari telah mencapai kadar

toksik sebesar 0,75 ppm (Wahyunengsih, Fedelia, Astoro, Putri, 2007). Hal yang

berbeda dari penelitian ini dengan penelitian orientasi sebelumnya adalah jenis

tanaman yang digunakan yaitu temulawak. Sejauh pengetahuan penulis belum

pernah dilakukan sebelumnya penelitian yang memberikan laporan resmi tentang

pengaruh ekstrak etanol rimpang temulawak setelah pemberian antidot

(25)

3. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

a. Manfaat teoritis yaitu untuk melengkapi dan memperkaya teori yang telah

ada mengenai terapi antidot dalam terapi penawarracunan timbal.

b. Manfaat metodologis yaitu memberikan sumbangan metode yang efektif

untuk penawarracunan timbal menggunakan bahan alam ekstrak rimpang

temulawak dan antidot Na2CaEDTA.

c. Manfaat praktis yaitu masyarakat dapat menggunakan sebagai terapi

alternatif penawarracunan timbal dari tanaman temulawak dan Na2CaEDTA.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang temulawak

setelahpemberian antidot Na2CaEDTA dalam menurunkan kadar timbal

darah tikus.

2. Mengetahui berapa lama pemberian ekstrak etanol rimpang temulawak

setelah pemberian antidot Na2CaEDTA dalam menurunkan kadar timbal

(26)

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Timbal (Pb)

Timbal digolongkan sebagai logam berat yang bersifat toksik, lunak,

dapat ditempa, berwarna putih kebiruan tapi akan memudar menjadi kelabu jika

terkena udara (Anonim, 2007c). Timbal atau yang kita kenal sehari – hari dengan

timah hitam dan dalam bahasa ilmiahnya dikenal dengan kata plumbum dan

logam ini disimpulkan dengan Pb. Pada suhu 550-600ºC Pb menguap dan

membentuk oksigen dalam udara membentuk timbal oksida. Bentuk oksida yang

paling umum adalah timbal (II) (Palar,1994).

Timbal adalah salah satu logam berat yang dapat menyebabkan gangguan

kesehatan. Timbal dapat ditemukan dalam bentuk logam murni atau dalam bentuk

senyawa organik atau anorganik. Semua bentuk timbal tersebut mempunyai efek

toksis itas yang sama terhadap manusia (Hariono, 2005).

1. Kinetika timbal

Absorpsi timbal masuk ke dalam tubuh dapat melalui saluran pernafasan

dan saluran pencernaan (dewasa 10%, anak – anak 50%), sedangkan absorpsi

melalui kulit sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Bahaya yang ditimbulkan

oleh Pb tergantung oleh ukuran partikelnya. Partikel yang lebih kecil dari 10µg

dapat tertahan di paru – paru, sedangkan partikel yang lebih besar mengendap di

(27)

Setelah diabsorpsi, timbal didistribusikan melalui darah ( 99% diikat oleh

eritrosit) diedarkan ke berbagai jaringan, termasuk transport transplasenta pada

janin, dan juga CNS melewati sawar darah otak (Kosnett, 2006). Pada fase

distribusi pertama, konsentrasi timbal tertinggi ditemukan dalam ginjal dan hati,

kemudian akan terjadi redistribusi dalam jaringan yang kaya kalsium, terutama

dalam tulang dan gigi (terbentuknya depot timbal) (Mutschler, 1991). Ditribusi Pb

dalam tubuh dibagi menjadi dua yaitu ke jaringan lunak (sumsum tulang, sistem

saraf, ginjal, hati) dan ke jaringan keras (tulang, kuku, rambut, gigi) (Palar, 1994).

Ekskresi Pb melalui beberapa cara, yang terpenting adalah melalui ginjal

dan saluran cerna. Ekskresi Pb melalui urine sebanyak 75 – 80%, melalui feses

15% dan lainnya melalui empedu (35%), keringat, rambut, dan kuku (Palar,

1994). Ekskresi Pb melalui saluran cerna dipengaruhi oleh saluran aktif dan pasif

kelenjar saliva, pankreas dan kelenjar lainya di dinding usus, regenerasi sel epitel,

dan ekskresi empedu, sedangkan proses ekskresi Pb melalui ginjal adalah melalui

filtrasi glomerolus (Goldstein dan Kippen, 1994).

Pada umumnya ekskresi Pb berjalan sangat lambat. Waktu paroh timbal

didalam darah kurang lebih 25 hari, pada jaringan lunak 40 hari sedangkan pada

tulang 25 tahun. Ekskresi yang lambat ini menyebabkan Pb mudah terakumulasi

dalam tubuh (Nordberg, 1998).

2. Intoksikasi timbal

Intoksikasi (keracunan) Pb akut jarang terjadi, biasanya bersifat

accidental poisoning yaitu termakannya senyawa Pb akut yang mengenai saluran

(28)

rasa logam (metallic taste). Untuk gejala yang berhubungan dengan susunan saraf

pusat berupa insomnia, tremor, halusinasi, dan gejala pada anak yang menonjol

yaitu ataxia, konvulsi, koma dan ensefalopati. Gejala keracunan Pb terhadap

susunan saraf perifer dapat berupa parestesi perasaan, sakit dan lemah pada otot

terutama kaki. Anemia hemolitik berat kadang – kadang terjadi pada keracunan

Pb akut. Hal ini diduga karena Pb merusak membran sel eritrosit muda dan

dewasa pada sumsum tulang serta darah tepi (Sjamsudin dan Suyatna, 2007).

Keracunan Pb kronik didapatkan melalui exposed terhadap Pb secara

terus menerus sehingga kumulasi Pb makin meningkat dalam jaringan, suatu saat

melampaui safety level dan menimbulkan keluhan dan gejala keracunan. Tanda

dan gejala keracunan Pb biasanya terjadi pada kadar 0,8 µg/ml (0,8 ppm) darah

atau lebih sedangkan ensefalopati terjadi pada kadar 1-2 ppm atau lebih. Menurut

Brookes, kadar Pb 0,015 ppm umumnya diterima sebagai batas maksimum Pb

udara dalam ruangan kerja (Sjamsudin dan Suyatna, 2007).

Pada keracunan timbal kronis yang lebih sering terjadi (pada absorpsi per

hari > 1 mg dalam jangka waktu yang lama akan terjadi kumulasi akibat eliminasi

yang amat lambat) secara perlahan akan timbul gangguan pada komponen darah,

sumsum tulang, sistem saraf, otot polos (terutama dari saluran cerna), ginjal, dan

(29)

3. Mekanisme keracunan timbal

a. Efek timbal terhadap sintesis heme

Toksisitas timbal disebabkan adanya interaksi antar timbal dengan

senyawa ligand yang ada di dalam tubuh, misalnya gugus enzim –SH dari d-ALA

(yang mengakibatkan penumpukan d- ALA) dan enzim heme sintetase

(mengakibatkan protoporfirin) sehingga terjadi hambatan sintesis hemoglobin.

Timbal juga dapat menghambat enzim ferokelatase yang menyebabkan ion Fe

tidak dapat berikatan dengan cincin protoporfirin, sebab terjadi kompetisi antara

timbal dengan Fe. Akibat dari hal – hal tersebut diatas, maka timbal dapat

mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin (Sadikin, 2001; Habal, 2002).

Keadaan ini sesuai dengan penelitian Juliardi (1999) yang menyebutkan bahwa

pemberian larutan timbal dapat mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin.

Ga m ba r 1 . Hem at ot ok sisit as Pb pada sint esis H em e ( Goldst ein da n Kipen, 1 9 9 4 ) .

Ket erangan gam bar :

1. delt a- am inolevulinic acid synt het ase ( d - ALA synt het ase) 2. delt a- am inolevulinic acid dehydrat ase ( d - ALA dehydrat ase)

3. uroporphyrinogen I synt het ase dan uroporphyrinogen I I I synt het ase 4. uroporphyrinogen decarboxylase

(30)

b. Kompetisi timbal dengan kalsium

Toksisitas timbal lebih karena sifatnya yang meniru kalsium dan

mengambil alih fungsi proses selular penting yang tergantung kalsium. Timbal

memiliki ikatan koordinasi yang lebih kuat dibandingkan dengan kalsium, yang

akhirnya berikatan dengan ligan oksigen. Timbal juga akan membentuk kompleks

dengan ligan lain, terutama gugus sulfhidril dan akan membentuk kompleks ion

dengan OH-, Cl-, NO3-, dan CO32- (Anonim, 2007c).

Transpor timbal menembus membran eritrosit diperantarai oleh anion

exchanger dan pompa Ca-ATPase. Pada jaringan lain, timbal menembus membran

sel melalui voltage-dependent atau jenis lain kanal kalsium. Setelah masuk ke

sitoplasma, timbal akan menempati tempat ikatan kalsium pada protein yang

tergantung kalsium. Timbal berikatan dengan kalmodulin, protein yang berperan

sebagai sensor terhadap konsentrasi kalsium bebas dan sebagai mediator

pelepasan neurotransmiter (gambar 3).

Gam ba r 2 . Peran k alsium dalam pelepasan neurot ransm it t er ( Clarkson, 1 9 8 7 ) .

Pada otak, timbal terakumulasi dalam sel astroglia, yang melindungi

(31)

c. Pengaruh timbal terhadap enzim antioksidan

Efek toksisitas timbal secara tidak langsung dengan memacu produksi

ROS (reaktive oxygen species), meningkatkan tingkat pro-oksidan sel dengan

mengurangi cadangan glutation (GSH), mengaktifkan sistem yang bergantung

pada kalsium. Gambar 3 menunjukkan proses terbentuknya ROS oleh timbal

selama transpor elektron melalui membran dan peran enzim antioksidan dalam

mengurangi ROS serta pengaruh antioksidan askorbat (AsA) dan glutation (GSH).

Timbal akan menginduksi peningkatan pembentukan ROS (.O2-, H2O2, .OH),

meningkatkan aktivitas enzim antioksidan superoksida dismutase (SOD), guaiacol

peroksidase (GPX), askorbat peroksidase (APX), dehidroaskorbat reduktase

(DHAR) dan NADPH dependen glutation reduktase (GR), tapi akan menurunkan

aktivitas katalase (CAT). Siklus Haber-Weiss dan mekanisme Fenton akan

menghasilkan radikal hidroksil (•OH) dari anion superoksida (O2-•) dan H2O2.

Enzim antioksidan akan mengkatalisis penguraian H2O2 menjadi air dan oksigen.

Timbal menginduksi aktivitas peroksidase di dalam membran sel. GR memiliki

peranan penting melawan oksidatif yang diinduksi timbal.

Gam ba r 3 . Pengaruh t im bal t erhadap proses pem bent uk a n React ive Oxygen Species ( ROS) da n a k t ivit a s enzim a nt iok sida n. Tanda + dan – m enunj uk k an induk si at au

(32)

B. Natrium-Kalsiumedetat(Na2CaEDTA)

Natrium kalsiumedetat merupakan chelator yang efisien dari banyak

logam yang divalen dan trivalen in vivo. Obat ini diberikan sebagai suatu garam

kalsium dinatrium untuk mencegah kekurangan kalsium yang secara potensial

membahayakan jiwa. Natrium kalsiumedetat kurang mampu menembus sel dan

sebab itu mengkhelasi ion logam ekstraseluler secara lebih efektif dari pada ion

intraseluler. Sifat natrium kalsiumedetat yang memiliki ion polar tinggi

membatasi penyerapannya secara oral. Selain itu pemberian oral dapat

meningkatkan penyerapan timbal dari usus (Katzung, 2004).

1. Farmakologi

Natrium kalsiumedetat digunakan sebagai agen pengkhelat untuk

meningkatkan eliminasi logam toksik tertentu, terutama timbal. Eliminasi dari

logam endogen termasuk seng, mangan, besi dan tembaga, mungkin juga terjadi

pengurangan jumlahnya. Paroh waktu di plasma adalah 20 – 60 menit, dan 50%

dari dosis yang diinjeksikan akan diekskresikan lewat urin dalam 1jam.

Peningkatan ekskresi timbal lewat urin dimulai dalam 1jam setelah pemberian

EDTA, dan ini akan diikuti dengan penurunan kadar timbal dalam darah secara

menyeluruh setelah diberikan perlakuan. Natrium kalsiumedetat memindahkan

timbal dari jaringan lunak dan dari fraksi tempat penyimpanan timbal yang lebih

besar yang terdapat di tulang (Kosnett, 2006).

2.Indikasi

Pengobatan dengan natrium kalsiumedetat menyebabkan kenaikan

(33)

darah, namun tidak begitu berdampak terhadap kadar timbal dalam otak atau

tulang. Pada pasien dengan fungsi ginjal kurang ekresi obat dan efek mobilisasi

logam dapat tertunda. Pembatasan waktu pengobatan 5 hari sampai beberapa hari

berturut – turut karena natrium kalsiumedetat menyebabkan nefrotoksisitas

(Katzung, 2004).

Natrium kalsiumedetat digunakan untuk menurunkan konsentrasi timbal

dalam darah dan meningkatkan ekskresi timbal lewat urin pada individu dengan

simptomatik intoksikasi timbal dan juga pada individu asimptomatik intoksikasi

timbal. Meskipun pengalaman klinis terkait dengan natrium kalsiumedetat dalam

menyembuhkan gejala (khususnya kolik akibat timbal) dan juga dapat

menurunkan mortalitas, kontrol klinis tentang efikasinya masih kurang, dan

rekomendasi perawatan telah sering diberikan secara empiris (Kosnett, 2006).

3. Kontraindikasi

Sejak natrium kalsiumedetat meningkatkan ekskresi timbal melalui

ginjal, anuria merupakan kontraindikasinya. Dengan pengurangan dosis, dengan

perhatian yang seksama, pada pasien dengan disfungsi renal, dapat menyebabkan

akumulasi natrium kalsiumedetat yang dapat meningkatkan resiko nefrophati

(Kosnett, 2006).

4. Dosis dan cara pemberian

Keracunan timbal dengan ensefalophati, atau blood lead level (BLL)

lebih besar dari 100 µg/dl. Diberikan natrium kalsiumedetat pada dosis 1500

mg/m2 /hari (30mg/kg) dalam 2- 3 dosis terbagi (setiap 8 – 12 jam) secara intra

(34)

5% dextrose atau dalam larutan saline). Pemberian biasanya berlanjut selama 5

hari. Keracunan timbal simptomatik tanpa ensefalophati, dan BLL 50 – 100 µg/dl.

Diberikan natrium kalsiumedetat pada dosis 1000 – 1500 mg/m2 /hari (20 – 30

mg/kg ) pada 2-3 dosis terbagi secara intra muskular atau secara kontinus infusi

intra vena (dilarutkan dari 2-4 mg/ml) selama 3 -5 hari. Terapi natrium

kalsiumedetat secara oral tidak direkomendasikan untuk pencegahan atau

perawatan keracunan timbal, karena dimungkinkan adanya peningkatan absorpsi

timbal dari saluran gastrointestinal (Kosnett, 2006).

5. Efek samping

a. Nefrotoksik (misal : nekrosis akut tubular, proteinuria, hematuria ) mungkin

dapat dikurangi dengan minum yang mencukupi, adanya aliran urin yang

mencukupi, mencegah dosis yang berlebih, dan pembatasan pemberian selama

5 hari atau kurang.

b. Individu dengan intoksikasi timbal ensefalophati, cepat atau volume infusi

yang tinggi dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Dalam kasus ini,

penggunaan injeksi I.M atau volume yang lebih rendah, infusi i.v yang dengan

konsentrasi yang lebih tinggi, lebih dianjurkan.

c. Nyeri lokal dapat terjadi saat pemberian injeksi I.M. Lidokain (1 ml lidokain

1% untuk setiap ml konsentrasi natrium kalsiumedetat) bisa ditambahkan

untuk mengurangi ketidaknyamanan.

d. Kelalaian penggunaan natrium kalsiumedetat dapat menyebabkan hipokalemia

(35)

e. Penggunaan untuk kehamilan tidak direkomendasikan. Keamanan dari

natrium kalsiumedetat untuk kehamilan belum ditetapkan. Malformasi dari

janin dengan dosis yang tinggi telah dilaporkan dari percobaan pada hewan

(Kosnett, 2006 ). 1. Keterangan botani

Tanaman temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) dalam tata nama

tumbuhan termasuk dalam famili Zingiberaceae. Spesies lain dari kerabat dekat

temulawak adalah tanaman temu ireng (C.aeruginosa ROXB.), temu putih (C.

zeodaria ROSC.), dan temu kunyit (C. domestica VAL.). Temulawak mempunyai

beberapa nama daerah, diantaranya adalah koneng gede (Sunda), temo lobak

(Madura), dan temulawak (Indonesia).

2. Morfologi tanaman

Temulawak termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun.

Tanaman ini berbatang semu dan habitusnya dapat mencapai ketinggian 2 - 2,5

meter. Tiap rumpun tanaman terdiri atas beberapa tanaman (anakan), dan tiap

tanaman memiliki 2 -9 helai daun.Daun tanaman temulawak bentuknya panjang

(36)

daun sekitar 50 – 55 cm, lebarnya ± 18 cm, dan tiap helai daun melekat pada

tangkai daun yang posisinya saling menutupi secara teratur (Rukmana, 1994).

3. Kandungan kimia

Kandunga n senyawa kimia dalam tumbuhan temulawak terutama dalam

rimpangnya antara lain sebagai berikut : ion – ion Fe, Ca, Na, dan K (Habal,

2002), kurkumin yaitu suatu zat warna kuning 1,6 – 2,22 % berdasar berat kering

terdiri dari : kamfor 1%, folilmetilkarbinol 5%, dan isoprena mirsena 85%;

kandungan pati yaitu 30 – 40 % (Lukman dan Toga, 1985 ); xanthorrhizol dan

demetoksikurkumin (Soedibyo,1998).

Kurkumin merupakan senyawa kandungan utama tanaman kunyit

(Curcuma longa Val.) terdapat juga dalam tanaman temulawak (Curcuma

xanthorriza Roxb.) dan tanaman temugiring (Curcuma heyneana Val.Dan Ziep.)

(familia Zingiberaceae). Kurkumin yang murni sangat sulit diperoleh langsung

dari rimpang karena seringkali tercampur dengan dua turunannya yaitu

demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin (Donatus, 1994).

Kurkumin (C21H20O6) berwarna kuning oranye, serbuk berbentuk kristal,

dan berat molekulnya 368,37. Titik lebur dari kurkumin ini yaitu 183ºC.

Kurkumin tidak larut dalam air dan eter tetapi larut dalam alkohol dan asam asetat

glasial (Anonim, 1989). Menurut Tonnesen (1986), kurkumin dan analognya

mempunyai aktivitas biologi antara lain sebagai antiinflamasi, antioksidan, dan

kolagen. Disamping itu kurkumin juga mempunyai aktivitas biologi broad

spectrum yaitu sebagai hipokolesteremik, antiinflamasi, antireumatik, antibakteri,

(37)

Rumus bangun kurkumin telah berhasil dicandra oleh Lempe dkk pada

tahun 1940 dan pertama kali disintesis oleh Lempe dan Milobedzka pada tahun

1913. Kurkumin tergolong senyawa diarilheptanoid dengan rumus molekul

C21O6H2O. Struktur kimia dari kurkumin adalah sebagai berikut :

HO

R1

O H

O

OH

R2

Ga m bar 5 . St ruk t ur m olek ul k urk um in ( Roughley a nd W hit ing, 1 9 7 3 ) .

Ke t e r a nga n :

R1 = R2 = OCH3 kurkum in

R1 = H R2 = OCH3 dem etoksikurkum in

R1 = R2 = H bidem et oksikurkum in

4. Khasiat dan kegunaan

Menurut Lukman dan Toga (1985), temulawak berkhasiat sebagai

penghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan menurut Soedibyo (1998),

temulawak dapat berkhasiat sebagai antiinflamasi, antipiretik, kholeretik, dan

kholagoga, di samping itu temulawak dapat digunakan untuk mengobati batu

empedu, batu ginjal, cacar air, demam, pelancar ASI, nyeri sendi, nyeri haid,

sembelit, dan kolesterol tingi.

5. Efek farmakologi

Pada dasarnya aktivitas temulawak pada hati berkaitan erat dengan

aktivitas kolagog dalam bentuk kolikinetik dan koleretik yang berpengaruh pada

hati, kandung empedu dan pankreas. Khasiat antihepatotoksik kurkumin secara in

vitro diteliti oleh Kiso ( 1983) yang melakukan induksi hepatotoksik pada hewan

(38)

kurkumin dosis 1 mg/hari dapat mengurangi aktivitas enzim glutamat oksaloasetat

transaminase (GOT) sebesar 53% serta menurunkan aktivitas enzim glutamat

piruvat transaminase (GPT) sebesar 20%.

Suyatna (1992) melakukan penelitian histopatologi mengenai aktivitas

hepatoprotektor ekstrak temulawak yang mengandung 5% kurkumin. Uji

hepatoprotektor ini menggunakan hewan percobaan yang diinduksi hepatotoksis

dengan parasetamol dosis tinggi (2500 mg/kg BB). Dosis ekstrak temulawak yang

digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dosis rendah 50 mg/kg BB dan dosis

tinggi (250 dan 1000 mg/kg BB). Dengan menggunakan n – asetil sistein sebagai

pembanding disimpulkan bahwa ekstrak temulawak dosis rendah tidak

menunjukkan aktivitas hepatoprotektor tetapi pada dosis tinggi dapat menur unkan

kadar SGOT dan SGPT, serta menunjukkan gambaran histologi yang sama baik

dengan n – asetilsistein (Anonim, 2000a).

D. Terapi Antidot

Yang dimaksud dengan terapi antidot adalah tata cara yang secara

khusus ditujukan untuk membatasi intensitas (kekuatan) efek toksik zat kimia atau

menyembuhkan efek toksik yang ditimbulkannya sehingga bermanfaat dalam

mencegah timbulnya bahaya lebih lanjut. Berarti sasaran terapi antidot adalah

pengurangan intensitas efek toksik (Donatus, 1997).

Strategi penatalaksanaan terapi antidot dapat dilakukan dengan cara :

a. Penghambatan keefektifan absorbsi bahan berbahaya

(39)

Peningkatan keefektifan metabolisme dan ekskresi (eliminasi) bahan berbahaya

terkait (Donatus, 1997).

Terapi khelasi dapat menggunakan succimer atau kalsium disodium

edetat, dengan atau tanpa dimerkaprol. Agen pengkhelat dapat digunakan untuk

mengikat timbal menjadi bentuk yang dapat diekskresikan. Khelat diindikasikan

untuk dewasa dengan gejala keracuna n ditambah kadar Pb darah > 70 µg/dL, dan

anak dengan encephalopathy atau kadar Pb darahnya > 45 µg/dL (> 2,17 mmol/L)

(Anonim, 2005).

E. Ekstraksi

Penyarian merupakan peristiwa pemindahan massa. Zat aktif yang

semula berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat

aktif dalam cairan penyari tersebut. Pada umumnya penyarian akan bertambah

baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari

makin luas (Anonim, 1986). Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair

dibuat dengan menyari nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar

pengaruh cahaya matahari langsung (Anonim, 1979a).

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik

(optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan

demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa

kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa

kandungan yang diinginkan (Anonim, 2000c). Cairan penyari yang biasa

(40)

dengan air dapat dilakukan dengan maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan

air mendidih. Penyarian campuran etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi

dan perkolasi. Penyarian dengan eter dilakukan dengan perkolasi (Anonim,

1979b). Untuk penyarian, Farmakope Indonesia menetapkan cairan penyari,

digunakan air, etanol, etanol air atau eter. Untuk obat tradisional masih terbatas

pada penggunaan penyari air dan etanol (Anonim, 1986).

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan (kamar) (Anonim, 2000c). Maserasi dilakukan dengan cara merendam

serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel

dan akan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan

larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel

dengan sel di luar, maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Cairan penyari

yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain (Anonim,

1986). Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia

yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope disatukan dengan bahan

pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya

langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan

dikocok kembali tiap beberapa waktu, biasanya 3 kali sehari. Waktu lamanya

maserasi berbeda – beda tergantung dari tiap – tiap farmakope. Selesainya waktu

maserasi ditandai denga n tercapainya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi

pada bagian dalam sel dengan yang masuk ke dalam cairan pengekstraksi (Voigt,

(41)

F. Spektroskopi Serapan Atom (SSA) 1. Prinsip metode spektroskopi serapan atom

Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Walsh pada tahun 1950

(Brokaert, 2002). Prinsip metode SSA adalah absorpsi cahaya oleh atom pada

panjang gelombang tertentu. Timbal menyerap cahaya pada panjang gelombang

283 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk

mengubah tingkat elektronik atom. Dengan penyerapan energi, energi yang

diperoleh lebih banyak, sehingga suatu atom pada keadaan dasar akan dinaikkan

tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 2003). Sensitifitas SSA tinggi

untuk menganalisis elemen, terutama logam, termasuk alumunium, arsenik,

berilium, kalsium, tembaga, besi, timbal, dan lithium dalam jumlah sedikit

(Anonim, 1998b).

Beberapa panjang gelombang unsur akan menghasilkan garis spektrum.

Panjang gelombang yang menghasilkan garis spektrum tajam dengan intensitas

maksimum dapat dip ilih dan disebut garis resonansi. Panjang gelombang yang

dipilih untuk menganalisis timbal adalah 283 nm (Khopkar, 2003).

Temperatur mempengaruhi proses atomisasi. Temperatur nyala harus

sesuai dengan energi yang dibutuhkan untuk melepas atom dari ikatannya

sehingga akan diperoleh atom-atom bebas pada keadaan ground state. Besar

pengaruh temperatur terhadap perbandingan jumlah atom pada keadaan eksitasi

dan jumlah atom pada keadaan ground state dinyatakan dengan persamaan

(42)

dimana Nj dan No masing- masing adalah jumlah atom pada keadaan eksitasi dan

jumlah atom pada keadaan ground state. K adalah tetapan Boltzman (1,38 x 10-16

erg/K). T adalah temperatur absolut (Kelvin). Ej adalah perbedaan energi tingkat

eksitasi dan tingkat ground state. Pj dan Po adalah faktor statistik yang ditentukan

oleh banyaknya tingkat yang mempunyai energi setara pada masing- masing

tingkat kuantum. Keberhasilan analisis pada SSA tergantung pada proses

atomisasi dan serapan oleh atom-atom bebas yang netral (Khopkar, 2003).

2. Instrumentasi spektroskopi serapan atom

Spektrometer serapan atommempunyai 4 bagian dasar, yaitu lampu yang

memancarkan panjang gelombang khusus tiap elemen, tempat sampel, flame

untuk menguapkan sampel dan detektor (Anonim, 2006b).

Gam ba r 6 . I nst rum en Spek t rosk opi Serapan At om ( Anonim , 2 0 0 6b ) .

Atomisasi adalah proses yang mengubah unsur yang akan dianalisis

menjadi uap atom (Price, 1972). Atomisasi dapat dilakukan dengan nyala maupun

dengan tungku. Untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi

diperlukan energi panas. Temperatur pada nyala harus benar-benar sesuai dengan

energi yang dibutuhkan untuk melepas atom dari ikatannya sehingga diperoleh

(43)

Ga m ba r 7 . Pr insip m e t ode spektro skopi sera pa n a t om da n inst rum ent asinya

( Anonim , 2 0 0 6 a)

Atomisasi (gambar 8) dilakukan dengan bantuan gas pembakar. Gas

pembakar terdiri dari propana, asetilena dan hidrogen. Oksidan adalah zat yang

digunakan untuk mengoksidasi bahan bakar dalam nyala (Price, 1972). Brokaert

(2002) menyebutkan bahwa oksidan terdiri dari N2O atau udara. Campuran udara

dan asetilen menghasilkan temperatur sebesar 2300°K. Temperatur yang

dihasilkan campuran tersebut cukup tinggi untuk membuat atomisasi yang baik

(Price, 1972).

Ga m ba r 8 . Skem a proses a t om isa si sa m pel. M : logam (m e t a l) ; M * : at om yang t erek sit asi.

Pada SSA yang diuk ur adalah M ’ yait u at om dalam k eadaan ground st at e ( Ba sse t t , D e nne y, Jeffery, Mendham , 1 9 9 4 )

Zona nyala pada SSA yaitu primary combustion zone, interzonal region

dan secondary combustion zone (gambar 9). Penyerapan paling baik terjadi pada

interzonal region. Pada zona ini, atom dalam keadaan gas segera menyerap energi

radiasi yang diemisikan oleh lampu katoda berongga (Skoog, West, Holler.,

(44)

Ga m ba r 9 . Pem bagian zona nyala pada pem bakar pada spek t ro skopi serapan at om ( Skoog, W est , Holler, 1 9 9 4 )

Sumber radiasi yang digunakan pada SSA adalah lampu katoda berongga

(hollow cathode lamp) yang memiliki 2 elektroda (gambar 10). Sala h satunya

berbentuk silinder dan terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang dianalisis.

Lampu ini diisi dengan gas mulia bertekanan rendah. Dengan pemberian tegangan

pada arus tertentu, logam mulai memijar dan atom-atom logam katodanya akan

teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan

radiasi pada panjang gelombang tertentu. Suatu garis yang diinginkan dapat

diisolasi dengan suatu monokromator (Khopkar, 1990).

Ga m ba r 1 0 . Lam pu kat oda berongga (hollow cat hode lam p) pa da SSA da n ba gia n- bagiannya ( Levinson,2 0 0 6 )

3. Keunggulan dan kelemahan metode spektroskopi serapan atom

Keunggulan menggunakan metode SAA untuk analisis adalah tidak perlu

adanya pemisahan dari sampel. Unsur yang terdapat dalam sampel dapat dianalisis

tanpa memisahkan dengan unsur lain, karena digunakan sumber radiasi khusus

yang sesuai dengan unsur yang dianalisis. Metode ini kurang sensitif untuk

analisis sampel bukan logam, sehingga menjadi kelemahannya (Mulja dan

(45)

G. Validasi Metode Analisis

Validasi suatu metode analisis adalah proses yang dibuat oleh suatu studi

laboratorium, sehingga karakteristik pelaksanaan metode memenuhi persyaratan

aplikasi analisis yang diinginkan. Parameter – parameter validitas metode analisis

antara lain : akurasi, presisi, linieritas, spesifisitas, range, detection limit, dan

quantitation limit (Anonim, 2007e).

1. Akurasi

Akurasi dari suatu metode analisis merupakan kedekatan hasil pengukuran

yang diperoleh dengan metode tersebut dengan nilai sebenarnya. Akurasi dari

suatu metode analisis sebaiknya disajikan dalam rentang. Akurasi dihitung

sebagai presentase recovery pengujian sejumlah analit yang diketahui jumlahnya

atau sebagai perbedaan antara rata – rata dan nilai sebenarnya yang bisa diterima,

bersama dengan taraf kepercayaan (Anonim, 2007e).

2. Presisi

Presisi dari suatu metode analisis adalah derajat kesesuaian antara hasil

pengukuran ketika metode tersebut diaplikasikan secara berulang – ulang pada

sampel yang homogen. Presisi biasanya ditunjukkan dengan standar deviasi atau

koefisien variasi dari sebuah seri pengukuran. Presisi dapat dijadikan ukuran dari

sala h satu derajat reproducibility atau repeatability suatu metode analisis dalam

kondisi pekerjaan yang normal. Reproducibility mengacu pada penggunaan

prosedur analisis di laboratorium yang berbeda. Intermediate precission

menyatakan variasi dalam laboratorium, seperti hari berbeda, analisis yang

(46)

pada penggunaan metode analisis dalam laboratorium pada suatu periode tertentu

dengan analis yang sama dengan peralatan yang sama. (Anonim, 2007e).

Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku

relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat

fleksibel tergantung pada kondisi analit yang diperiksa, jumlah sampel dan

kondisis laboratorium.

Tabel I . Krit eria KV yang dapat dit erim a Kadar Analit Koefisien Variasi ( % )

= 1% 2,5

O, 1% 5

1 ppm 16

1 ppb 32

(Harmita, 2004).

3. Spesifisitas

Menurut International Conference of Harmonizatio (ICH), spesifisitas

didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengukur dengan baik komponen lain

dalam analit yang mungkin ada seperti pengotor, produk degradasi, dan

komponen matriks (Anonim, 2007e).

4. Detection limit dan Quantitation limit

Detection limit adalah kadar terkecil analit yang masih dapat di deteksi,

tetapi tidak secara kuantitatif pada kondisi percobaan yang dinyatakan.

Quantitation limit adalah kadar terkecil analit dalam sampel yang dapat

ditetapkan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi percobaan

yang dinyatakan. Quantitation limit diekspresikan sebagai konsentrasi dari analit

(47)

5. Linieritas dan rentang

Linieritas suatu prosedur analisis merupakan kemampuan untuk

mendapatkan hasil uji secara langsung atau secara matematis, proporsional

dengan konsentrasi analit di dalam sampel dengan pemberian rentang. Sebagai

parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi (r). Persya ratan

data linieritas yang biasa diterima jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) >0,99

(Christian, 2004). Rentang adalah jarak antara level terbawah dan teratas dari

metode analisis yang tela h dipakai untuk mendapatkan presisi, linieritas dan

akurasi yang bisa diterima (Anonim, 2007e).

Metode analisis dibedakan menjadi empat kategori :

1. Kategori I

Mencakup metode – metode analisis kuantitatif, untuk menetapkan kadar

komponen utama bahan obat atau zat aktif (termasuk pengawet) dalam sediaan

farmasi.

2. Kategori II

Mencakup metode – metode analisis kualitatif dan kuantitatif yang

digunakan untuk menganalisis impurities (cemaran) ataupun degradation

compounds dalam sediaan farmasi.

3. Kategori III

Mencakup metode – metode analisis yang digunakan untuk menentukan

karakteristik penampilan suatu sediaan farmasi (misal : kecepatan disolusi dan

kecepatan pelepasan obat)

(48)

Ta be l I I . Param et er validit as m et ode yang dipersya ra t k a n unt uk set ia p k a t egori

Terdapat 3 prinsip dasar yang perlu diketahui untuk meningkatkan

validitas percobaan. Prinsip-prinsip dasar tersebut meliputi replikasi, randomisasi

dan adanya kontrol (Nazir, 2005). Menurut Chan, Lam, Lee, Zhang (2004),

karakteristik validasi metode kuantitatif pada logam berat, termasuk timbal,

dengan spektroskopi meliputi

Ta be l I I I . Sya ra t k a ra k t erist ik va lida si m et ode a na lisis loga m bera t denga n spekt roskopi

Uj i kem urnian Karakteristik I dent ifikasi

Kuant it at if Lim it Penguj ian kadar logam

- : karakt erist ik t idak biasa dilakukan. + : karakt erist ik biasa dilakukan

H. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan yang berdasarkan

pada pembagian dua senyawa dalam fase diam yang berupa bidang datar. Lapisan

yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir – butir (fase diam), ditempatkan pada

penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang

(49)

Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi

larutan pengembang ya ng cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama

perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna

harus ditampakkan atau dideteksi (Stahl,1985). Analisis dengan KLT sering

digunakan karena prosedurnya sederhana, pemisahan lebih cepat dan baik serta

dapat memisahkan dalam jumlah yang relatif kecil sampai beberapa mikrogram.

Kecepatan pemisahannya tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa

yang dipisahkan (Khopkar, 1990). Metode KLT dapat digunakan untuk analisis

baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Dasar dari analisis yang bersifat

kualitatif adalah dengan membandingkan atau mengukur jarak Rf (Rate of Flow)

dan warna bercak dengan zat baku. Harga Rf ini adalah tetapan fisika yang

dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : tebal lapisan, kejenuhan bejana,

kelembaban udara, fase gerak, bahan penyerap, dan suhu (Sastrohamidjojo, 1985).

Fase gerak adalah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa

pelarut, ia bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori karena ada

gaya kapiler. Pemilihan fase gerak untuk KLT tergantung pada polaritas pelarut,

yaitu pelarut yang mempunyai polaritas tinggi akan mengubah kromatografi

pembagian, dan dapat mempermudah lepas atau rusaknya lapisan tipis. Urutan

polaritas dari fase gerak tersebut dari non polar ke polar adalah : n-hexana,

heptana, siklohe xana, karbontetraklorida, benzena, kloroform, eter, etil asetat,

piridina, aseton, etanol, metanol, dan air. Efek elusi dapat naik dengan kenaikan

kepolaran pelarut, sedangkan laju rambat tergantung kepada viskositas pelarut dan

(50)

I. Landasan Teori

Timbal merupakan salah satu logam berat yang dapat meracuni tubuh

manusia melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan dan juga melalui kulit.

Keracunan timbal dapat ditangani dengan terapi antidot Na2CaEDTA,

dimercaprol, D- penicillamine. Antidot yang paling spesifik untuk timbal adalah

antidot Na2CaEDTA yang merupakan agen pengkhelat. Penelitian ini dilakukan

sebagai respon dari berbagai penelitian yang telah berhasil membuktikan bahwa

rimpang temulawak mempunyai aktivitas terapetik yang potensial untuk

mengatasi keracunan timbal. Berdasarkan khasiat dan kegunaan temulawak yang

beraneka ragam diantaranya adalah sebagai antiinflamasi, antihepatoksik dan juga

mampu menurunkan kadar timbal dalam darah.

Dari penelitian tersebut timbul pemikiran bahwa pemberian ekstrak

etanol rimpang temulawak setelah Na2CaEDTA diduga dapat lebih efektif

menurunkan kadar timbal dalam darah. Atas dasar dugaan tersebut maka pada

penelitian ini akan dilakukan pengujian terapi antidot untuk timbal menggunakan

ekstrak etanol rimpang temulawak setelah sebelumnya diberikan Na2CaEDTA.

Hal tersebut dilakukan dengan harapan timbal dalam darah yang terdetoksifikasi

semakin banyak sehingga penawarracunan timbal akan didapatkan hasil yang

lebih optimal.

J. Hipotesis

Pemberian ekstrak etanol rimpang temulawak setelah pemberian antidot

(51)

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni rancangan

acak pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel utama :

1) Variabel bebas yaitu dosis ekstrak etanol rimpang temulawak dan dosis

antidot Na2CaEDTA.

Dosis ekstrak etanol rimpang temulawak adalah dosis sebesar 137,61

mg/kg BB secara peroral dengan lama pemejanan selama 10 hari.

Dosis antidot Na2CaEDTA adalah dosis sebesar 189 mg/kg BB secara

intra muskular dengan lama pemejanan selama 10 hari.

2) Variabel tergantung yaitu kadar timbal dalam darah setelah perlakuan.

Kadar kadar dalam darah setelah perlakuan adalah kadar timbal darah

hewan uji yang terukur pada hari ke-0, ke-15, ke-30, ke-35 dan ke-40.

b. Variabel pengacau :

1) Variabel pengacau terkendali

a) Subyek uji : tikus galur Wistar

b) Jenis kelamin hewan uji : tikus betina

(52)

d) Berat badan hewan uji : 100 - 150 gram

e) Cara pemberian bahan uji : peroral

f) Asal bahan uji : kebun obat Merapi Farma,

Kaliurang

g) Bobot dan jenis pakan : pelet tipe BR2 10 g/hari/ekor

h) Air minum hewan uji : aquadest.

2). Variabel pengacau tak terkendali

a) Kemampuan absorpsi tikus adalah kemampuan absorpsi ekstrak etanol

rimpang temulawak oleh individu tikus

b) Kondisi patologis tikus adalah keadaan individu tikus.

2. Definisi operasional

a. Senyawa toksik yang digunakan adalah timbal asetat dosis 0,5 g/kg BB

yang diberikan selama 30 hari.

b. Ekstrak etanol adalah ekstrak etanol rimpang temulawak yang diperoleh

dengan metode ekstraksi maserasi menggunakan etanol 80%.

c. Uji daya antidot adalah uji potensi penawarracunan menggunakan antidot

Na2CaEDTA dosis 189 mg/kg BB dan ekstrak etanol rimpang temulawak

dosis 137,61 mg/kg BB untuk menurunkan kadar timbal darah setelah

pemberian timbal asetat selama 30 hari.

d. Kadar timbal darah adalah kadar timbal dalam darah tikus, diukur

menggunakan metode spektrofotometri serapan atom dalam satuan ppm.

(53)

C. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : hewan uji yang

digunakan dalam penelitian ini adalah tikus betina, galur Wistar, berat 100-150 g,

umur 1,5 - 2 bulan (Laboratorium Biofarmasetika Fakultas Farmasi USD),

rimpang temulawak ( kebun obat Merapi Farma, Kaliurang), Curcumin p.a

(Merck) antidot natrium-kalsiumedetat ( Merck ), etanol 80% (p.a), logam timbal

asetat ( Merck), aquadest, larutan saline (NaCl 0,9% 0,1 N), HNO3 p ( Merck ),

HClO4 ( Merck).

2. Alat penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah seperangkat alat gelas

(Pyrex), bluetip, pipet tetes, pipa kapiler tanpa heparin, maserator (Innova 2100),

hot plate ( Heidolph MR 2002 ), neraca ( Mettler Toledo), timbangan analitik (

ANDER-400 H), spuit injeksi oral dan I.M, effendorf, Atomic Absorption

Spectrophotometer ( Hitachi Z-8000 Polarized Zeeman ).

D. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Determinasi dilakukan untuk memastikan kebenaran tanaman temulawak

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.), dilakukan dengan cara mencocokkan dengan

mengacu pada acuan baku Anonim (1979b) dan tanaman akan dideterminasi oleh

Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M. Si. selaku determinator Fakultas Farmasi

(54)

2. Preparasi bahan

a. Pengumpulan dan pengeringan rimpang temulawak.

Bagian tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian

rimpang. Rimpang temulawak yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari

satu wilayah yaitu daerah Kulonprogo. Tanaman atau bagian tanaman ya ng

digunakan dalam penelitian harus berasal dari satu wilayah yang topografinya

sama.

b. Pembuatan serbuk rimpang temulawak.

Bagian rimpang dari tanaman temulawak yang digunakan dalam

penelitian adalah bagian rimpang yang telah dikeringkan. Proses penanaman,

pengeringan dan pembuatan serbuk rimpang dilakukan oleh kebun obat Merapi

Farma, Kaliurang. Simplisia ini dipertahankan kondisinya dengan cara

menyimpan pada suhu ruangan dan tidak terlalu lembab. Hal ini bertujuan untuk

menghindari tumbuhnya mikroba pada simplisia dan menjaga agar zat aktif dalam

tanaman tidak rusak karena lembab

c. Pembuatan ekstrak etanol rimpang temulawak.

Pembuatan ekstrak etanol rimpang temulawak dilakukan dengan metode

ekstraksi maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 80%. Maserasi merupakan

metode yang paling sederhana dalam penyarian karena hanya merendam serbuk

dalam cairan penyari. Perendaman dilakukan selama 5 hari kemudian sari diserkai

(55)

d. Pemekatan ekstrak etanol rimpang temulawak.

Pemekatan dilakukan dengan menggunakan evaporator dengan bantuan

pompa vacum untuk membantu menguapkan air dalam maserat. Setelah itu

maserat dipanaskan dalam oven pada suhu 40ºC selama dua hari (Anonim, 1986)

sehingga didapatkan jumlah maserat yang mencukupi untuk dapat digunakan

dalam penelitian.

e. Pembuatan larutan timbal asetat.

Timbal yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbal asetat

(Pb(CH3COO)2.3H2O) berupa serbuk halus berwarna putih. Pembuatan larutan

timbal asetat dilakukan dengan cara menimbang kurang lebih serbuk timbal asetat

sebanyak 4g lalu dilarutkan dengan pelarut aquadest panas hingga mencapai 100

ml, sehingga diperoleh konsentrasi larutan timbal asetat sebesar 0,04 mg/L.

Larutan timbal asetat dipejankan ke hewan uji dengan dosis sebesar 0,5g/kg BB

(Hariono, 2005) secara per oral selama 30 hari dengan volume pemberian

disesuaikan dengan berat badan tiap hewan uji.

f. Pembuatan larutan Na2CaEDTA.

Pembuatan larutan antidot Na2CaEDTA dilakukan dengan cara

menimbang serbuk Na2CaEDTA sebesar 7,56 g lalu dilarutkan dalam larutan

saline (0,9% natrium klorida) hingga mencapai volume 500 ml, sehingga

didapatkan konsentrasi sebesar 15,12 mg/ml. Sediaan Na2CaEDTA diberikan

secara intramuskular dan dilarutkan dengan larutan saline (Lacy, Amstrong,

(56)

mirip dengan cairan fisiologis tubuh manusia. Dosis antidot Na2CaEDTA yang

dipejankan sebesar 189 mg/kgBB hasil konversi dari dosis untuk manusia sebesar

30 mg/kg BB (Katzung, 2004) secara intra muskular selama 10 hari dengan

volume pemberian disesuaikan dengan berat badan tiap hewan uji.

3. Penentuan kurkumin secara kualitatif dengan KLT

Penentuan kurkumin secara kualitatifbertujuan untuk memastikan bahwa

zat aktif yang terdapat dalam rimpang temulawak yang digunakan dalam

penelitian ini adalah benar berupa kurkumin. Analisis kualitatif dengan KLT

dilakukan dengan menggunakan fase diam silika Gel dan fase gerak kloroform :

etanol : asam asetat (95 : 4 : 1 v/v). Kemudian dilanjutkan dengan deteksi dengan

sinar UV 254 nm dan 365 nm untuk mendapatkan nilai Rf.

4. Persiapan hewan uji

Persiapan hewan uji dilakukan beberapa bulan sebelum penelitian ini

dilakukan, yaitu dengan cara sepuluh pasang tikus jantan dan betina dikawinkan

sehingga bunting. Setelah dua puluh hari masa organogenesis dan dilahirkan, anak

tikus yang berumur tiga minggu dipisahkan dari induknya. Tikus betina yang

berumur 6 - 8 minggu dipilih sebagai hewan uji.

Persiapan hewan uji dilakukan beberapa bulan sebelum penelitian ini

dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar hewan uji yang digunakan dalam penelitian

ini didapatkan kondisi hewan uji yang layak untuk dijadikan sebagai hewan uji

dan juga variabel pengacau lebih bisa dikendalikan, seperti asupan makanan dan

minuman selalu dikendalikan dan yang lebih penting umur dari hewan uji dapat

(57)

5. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

Dalam penelitian ini hewan uji dibagi menjadi 4 kelompok hewan uji

dengan tiap kelompok hewan uji terdiri dari 7 ekor hewan uji untuk replikasi.

Kelompok hewan uji dalam penelitian ini adalah :

Kelompok I : kontrol negatif aquadest

Kelompok II : kontrol positif timbal

Kelompok III : kontrol timbal dan antidot Na2CaEDTA

Kelompok IV : perlakuan timbal, antidot Na2CaEDTA dan ekstrak

etanol rimpang temulawak.

Kelompok I merupakan kelompok kontrol negatif aquadest. Kelompok II

merupakan kelompok kontrol positif timbal. Hewan uji pada kelompok ini

dipejankan timbal asetat dengan dosis 0,5 g/kg BB/hari (Hariono, 2005) secara

oral selama 30 hari dengan volume pemberian disesuaikan dengan berat badan

tiap tikus.

Untuk kelompok III diperlakukan sama seperti kelompok II, tetapi

setelah hari ke 31 hingga hari ke 40 diberi Na2CaEDTA. Pemberian antidot

Na2CaEDTA dengan dosis 189 mg/kg BB tikus secara intra muskular (Katzung,

2004). Kelompok yang terakhir yaitu kelompok perlakuan timbal, antidot

Na2CaEDTA dan ekstrak etanol rimpang temulawak diperlakukan sama dengan

kelompok perlakuan III, tetapi yang membedakan adalah setelah dua jam

(58)

dipejankan ekstrak etanol rimpang temulawak dengan dosis 137,61 mg/kg BB

secara peroral.

6. Pengukuran kadar timbal darah dengan spektroskopi serapan atom

a. Preparasi sampel

Darah tikus diambil dari sinus orbitalis mata, ditampung dalam effendrof,

kemudian ditimbang. Sampel didestruksi dengan HNO3 p 10-15 ml dan HClO4

0,5 ml hingga jernih dan tidak berasap kuning. Didinginkan dan volumenya

ditepatkan menjadi 10 ml. Sampel aquadest, pakan dan minum tikus juga diukur

kadar timbalnya. Destruksi sampel darah menggunakan pereaksi HNO3 p 10 – 15

ml dan HClO4 0,5 ml untuk memecah ikatan timbal dengan protein dalam darah.

Penambahan pereaksi HNO3 p dan HClO4 pada sampel darah akan menghasilkan

garam Pb2+ yang mudah larut dan lepas dari ikatannya dengan protein darah.

Reaksinya adalah sebagai berikut:

3 Pb + 8 HNO3 ? 3 Pb2+ + 6 NO3- + 2 NO? + 4 H2O (8)

(Vogel, 1979).

b. Pengaturan spektrofotometer serapan atom

Pengaturan spektrofotometer serapan atom untuk pengukuran kadar

timbal adalah sebagai berikut :

Sumber Cahaya : lampu hollow cathode (timbal)

Arus lampu : 7,5 mA

Panjang gelombang : 283,3 nm

Celah : 1,3 nm

Gambar

Tabel I         Kriteria KV yang dapat diterima...............................................
Gambar 22.  Histogram Standar Deviasi Kadar Timbal Hari Ke-35..............       55
Tabel I I . Param eter validitas m etode yang dipersyaratkan untuk setiap kategori
Tabel I V. Hasil analisis kualitatif kurkum in dengan KLT
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari penjelasan diatas sudah jelas jika dengan adanya drive thru tidak ada perubahan yang diharapkan oleh KPP Pratama Singosari karena pelayanan drive thru

Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan feoforbid a dan turunannya dalam berikatan dengan reseptor HSA dan PBR

Pemanfaatan Tulang Ikan Nila ( Oreochromis niloticus ) sebagai Pengganti Gelatin dan Karakteristik Sifat Fisika Kimianya.. Di bawah bimbingan WIRANTI SRI RAHAYU dan

Isolated of Endophytic bacteria from red betel root, produced a supernatant to test the inhibitory effect on 4 test bacteria that are pathogenic, Two (2)

Pada saat ini, kawasan ekosistem mangrove Belawan diperkirakan telah mengalami penurunan luasan akibat adanya pengkonversian hutan mangrovemenjadi peruntukan lain

Tempat yang sering dikunjungi mahasiswa tingkat ekonomi kelas bawah di koridor jalan Babarsari ……….. Tempat yang sering dikunjungi mahasiswa tingkat ekonomi kelas menengah di

Dari tabel dan grafik di atas dapat dengan jelas dilihat bahwa semakin lama pengaturan waktu turun dari benda pada dinding silinder yang vertikal maka perubahan ketinggian akan

metodologi mengajar berdasar tipologi belajar siswa.html. Peserta didik memperoleh kecakapan mental. Dapat membentuk kebiasaan dan menambah ketepatan serta