• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH) dan penetapan kandungan fenolik total fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba seledri (Apium graveolens L.) - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH) dan penetapan kandungan fenolik total fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba seledri (Apium graveolens L.) - USD Repository"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Andy Kurniawan

NIM : 078114076

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Andy Kurniawan

NIM : 078114076

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

I will lift up my eyes to the hills; From whence comes my help? My help comes from The Lord,

Who made heaven and earth. He will not allow your foot to be

moved;

He who keeps you will not slumber.

Prevailing prayer is almost an impossibility

where there is neglect of the study of the Word of God (Reuben Archer Torrey)

(Psalms 121 : 1-3)

Karya ini Kupersembahkan untuk :

Mama, Papa, dan kakakku tercinta

Para sahabat yang kusayangi

(6)
(7)

PRAKATA

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas

segala berkat yang dianugerahkan-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan

skripsi berjudul “Uji Aktivitas Antioksidan Menggunakan Radikal 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH) dan Penetapan Kandungan Fenolik Total Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanolik Herba Seledri (Apium graveolens L.)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat yang diwajibkan untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Dalam membuat skripsi ini, Penulis menyadari telah mendapat banyak

bantuan, bimbingan, dukungan, dan semangat dari berbagai pihak, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan

hati Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Bapak Dr. C.J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah

banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada Penulis mulai

saat penyusunan proposal penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyusunan skripsi

ini.

4. Ibu Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah

(8)

5. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt., dan Ibu Phebe Hendra, M.Si.,

Ph.D., Apt., yang telah berkenan meluangkan waktu untuk berdiskusi dan

memberikan masukan kepada Penulis.

6. Segenap staf pengajar, laboran, dan karyawan Fakultas Farmasi, terima

kasih atas bantuan, dukungan, dan motivasi yang diberikan kepada

Penulis serta kerja sama yang terjalin baik selama ini.

7. Rekan seperjuanganku, Damianus Listyanta Edhi Sambada dan Yosafat

Rubbyanto Widodo yang telah berjuang bersama dengan Penulis

melakukan penelitian di laboratorium menyelesaikan skripsi ini, terima

kasih untuk kebersamaan yang indah selama ini.

8. Sahabat-sahabatku, Fandri Astika Maranantan, Ardi Prasetyo, Petrus

Wicaksono, serta Anggun Aji Mukti, terima kasih atas dukungan,

semangat, dan kebersamaan kita selama ini serta suka duka yang kita

lewati bersama.

9. Teman-teman kelompok praktikum B1 FST 2007 yang dikenal dengan

“Team Fun”, terima kasih untuk kebersamaan dan keakraban kita saat

praktikum selama ini.

10. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Farmasi angkatan 2007 terutama kelas

FST, terima kasih untuk kebersamaan dan canda tawa yang telah kita

rasakan bersama selama ini.

11. Teman-teman KKN angkatan XL pedukuhan Destan, terima kasih untuk

kebersamaan kita dan kerjasama yang baik, walaupun hanya dalam

(9)

12. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan dukungan dan bantuan sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat

banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan hati Penulis

memohon maaf apabila terdapat hal-hal yang kurang berkenan serta Penulis

mengharapkan saran dan kritik yang membangun.

Akhir kata, Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi

pihak-pihak yang membutuhkan dan dapat memberikan sumbangan bagi kemajuan ilmu

pengetahuan terutama di bidang kefarmasian.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Keaslian Penelitian ... 4

D. Manfaat ... 5

E. Tujuan ... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 7

A. Seledri ... 7

(12)

C. Antioksidan ... 10

D. Metode DPPH ... 15

E. Metode Folin-Ciocalteu ... 16

F. Ekstraksi ... 17

G. Kesahihan Metode Analisis ... 19

H. Kesalahan dalam Metode Analisis ... 22

I. Landasan Teori ... 23

J. Hipotesis ... 24

BAB III. METODE PENELITIAN ... 25

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 25

B. Variabel ... 25

C. Definisi Operasional ... 25

D. Bahan dan Alat Penelitian ... 26

E. Tatacara Penelitian ... 27

1. Determinasi tanaman ... 27

2. Pengumpulan bahan ... 27

3. Preparasi sampel ... 27

4. Pembuatan larutan DPPH, pembanding, dan uji ... 28

5. Uji pendahuluan ... 29

6. Optimasi metode uji aktivitas antioksidan... 30

7. Uji aktivitas antioksidan ... 31

8. Optimasi penetapan kandungan fenolik total ... 32

(13)

F. Analisis Hasil ... 33

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Hasil Determinasi Tanaman ... 36

B. Hasil Pengumpulan Bahan ... 36

C. Hasil Pembuatan Ekstrak ... 37

D. Hasil Uji Pendahuluan ... 40

E. Optimasi Metode ... 42

1. Penentuan OT ... 42

2. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum ... 44

F. Validasi Metode Analisis ... 47

1. Uji aktivitas antioksidan ... 47

2. Penetapan kandungan fenolik total ... 54

G. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH ... 57

H. Hasil Uji Penetapan Kandungan Fenolik Total ... 63

I. Hasil Analisis Statistik ... 67

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... 75

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Rentang akurasi yang masih dapat diterima ... 20

Tabel II. Rentang KV yang masih dapat diterima... 21

Tabel III. Data recovery larutan pembanding rutin ... 49

Tabel IV. Data recovery larutan uji... 50

Tabel V. Data Coefficient of Variation (CV) larutan pembanding rutin... 51

Tabel VI. Data Coefficient of Variation (CV) larutan uji ... 52

Tabel VII. Data recovery asam galat... 55

Tabel VIII. Data Coefficient of Variation (CV) larutan asam galat ... 56

Tabel IX. Data aktivitas antioksidan rutin dengan metode DPPH ... 59

Tabel X. Data aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba seledri dengan metode DPPH ... 61

Tabel XI. Tingkat kekuatan antioksidan senyawa uji dengan metode penangkapan radikal DPPH ... 63

Tabel XII. Konsentrasi asam galat dan absorbansinya setelah ditambah pereaksi Folin-Ciocalteu dan natrium karbonat yang diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang 750 nm... 64

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Reaksi penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan ... 14

Gambar 2. Reaksi antara karotenoid dengan oksigen reaktif ... 15

Gambar 3. Reaksi Radikal DPPH dengan antioksidan ... 16

Gambar 4. Skema jalannya penelitian ... 35

Gambar 5. Uji pendahuluan senyawa fenolik ... 41

Gambar 6. Uji pendahuluan aktivitas antioksidan ... 42

Gambar 7. Kurva penentuan Operating Time (OT) uji aktivitas antioksidan ... 43

Gambar 8. Kurva penentuan Operating Time (OT) penetapan kandungan fenolik total ... 44

Gambar 9. Scanning panjang gelombang maksimum larutan DPPH ... 45 

Gambar 10. Scanning panjang gelombang maksimum asam galat + pereaksi Folin-Ciocalteu + natrium karbonat ... 46

Gambar 11. Kurva regresi linier antara konsentrasi rutin dengan aktivitas antioksidannya menggunakan metode DPPH ... 48

Gambar 12. Kurva regresi linier antara konsentrasi fraksi dengan aktivitas antioksidannya menggunakan metode DPPH ... 48

Gambar 13. Kurva hubungan antara konsentrasi asam galat dengan absorbansinya setelah ditambahkan pereaksi ... 54

Gambar 14. Reaksi terbentuknya warna kuning oleh adanya antioksidan .. 58 

(16)

Gambar 16. Struktur asam galat ... 63

Gambar 17. Oksidasi fenol dalam suasana basa ... 65

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat keterangan determinasi tanaman ... 75

Lampiran 2. Foto tanaman seledri ... 76

Lampiran 3. Foto percobaan ... 77

Lampiran 4. Perhitungan rendemen ... 78

Lampiran 5. Perhitungan pembuatan larutan stok DPPH ... 78

Lampiran 6. Perhitungan pembuatan larutan stok rutin ... 79

Lampiran 7. Spektra pelarut metanol ... 79

Lampiran 8. Penentuan OT rutin ... 80

Lampiran 9. Spektra larutan pembanding rutin ... 80

Lampiran 10. Perhitungan pembuatan stok larutan uji ... 81

Lampiran 11. Penentuan OT fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba seledri ... 81

Lampiran 12. Spektra larutan uji ... 82

Lampiran 13. Perhitungan pembuatan stok asam galat ... 83

Lampiran 14. Spektra asam galat ... 83

Lampiran 15. Penimbangan larutan uji untuk penetapan kandungan fenolik total ... 84

Lampiran 16. Penentuan OT untuk penetapan kandungan fenolik total ... 84

Lampiran 17. Perhitungan kandungan fenolik total ... 84

(18)

INTISARI

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menetralkan efek buruk dari radikal bebas di dalam tubuh. Senyawa fenolik dan flavonoid merupakan sumber antioksidan alami yang biasanya terdapat dalam tumbuhan. Herba seledri merupakan salah satu tumbuhan yang berkhasiat dalam pengobatan dan memiliki kandungan flavonoid serta senyawa golongan fenol. Hal tersebut mendorong untuk melakukan pengujian aktivitas antioksidan serta kandungan fenolik total dalam herba seledri. Pengujian aktivitas antioksidan herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan secara kualitatif (uji pendahuluan) maupun kuantitatif menggunakan radikal 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Prinsip metode ini adalah penurunan intensitas warna atau absorbansi larutan DPPH yang sebanding dengan kenaikan konsentrasi senyawa antioksidan. Hasilnya dinyatakan dengan nilai Inhibition Concentration 50 (IC50) yang menunjukkan

konsentrasi suatu senyawa antioksidan yang menghasilkan penangkapan 50% radikal DPPH. Kandungan fenolik total ditentukan dengan metode Folin-Ciocalteu. Prinsip metode ini adalah oksidasi senyawa fenol dalam suasana basa oleh pereaksi Folin-Ciocalteu menghasilkan larutan berwarna biru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba seledri memiliki aktivitas antioksidan yang lemah dengan nilai IC50 sebesar 316,294

µg/mL. Kandungan fenolik totalnya sebesar 3,27 mg ekivalen asam galat per g fraksi etil asetat.

(19)

ABSTRACT

  Antioxidants are compounds that can counteract the bad effects of free radicals in the body. Phenolic and flavonoid compounds is a source of natural antioxidants that are usually present in plants. Celery herb is one efficacious plant in the treatment and have the content of flavonoids and phenolic group compound. It is encouraging to test the antioxidant activity and total phenolic content in celery herb. Testing the antioxidant activity of celery herb (Apium graveolens L.) was qualitative (preliminary test) and quantitatively using 1,1-diphenyl-2-picryl hydrazyl (DPPH) radical. The principle of this method is the reduction of color intensity or absorbance of DPPH solution that proportional to the increase in the concentration of antioxidant compounds. The result is expressed with a value of Inhibition Concentration 50 (IC50) which indicates the concentration of an

antioxidant compound that produces the arrest of 50% DPPH radical. The content of total phenolic determined by the Folin-Ciocalteu method. The principle of this method is the oxidation of phenolic compounds under alkaline conditions by the Folin-Ciocalteu reagent produces a blue solution. The results showed that the ethyl acetate fraction ethanolic extract of celery herb has a weak antioxidant activity with IC50 value of 316,294 µg/mL. Total phenolic content is 3,27 mg

gallic acid equivalent per g ethyl acetate fraction.

(20)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

  Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menetralkan efek

buruk dari radikal bebas di dalam tubuh. Berdasarkan sumbernya, terdapat dua

macam antioksidan yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik (buatan)

(Dalimartha dan Sudibyo, 1999). Suatu antioksidan umumnya memiliki kelebihan

pasangan elektron bebas sehingga dapat menyumbangkan elektronnya kepada

suatu radikal dan dapat menstabilkan radikal tersebut sehingga tidak lagi reaktif.

Saat ini antioksidan alami lebih diminati dibandingkan antioksidan

sintetik karena dianggap lebih aman. Antioksidan sintetik seperti BHT (butylated

hidroxy toluene) dan BHA (butylated hidroxy anisole) telah diragukan

keamanannya karena memiliki efek samping yang besar dan dapat menyebabkan

kerusakan hati. Hal ini menyebabkan antioksidan alami menjadi alternatif yang

sangat dibutuhkan oleh masyarakat saat ini (Rohdiana, 2001; Sunarni, 2005).

Antioksidan alami mampu melindungi tubuh dari kerusakan akibat

oksidasi oleh reactive oxygen species (ROS), menghambat terjadinya penyakit

degeneratif serta menghambat terjadinya peroksidasi lipid pada makanan

(Sunarni, 2005).

Radikal bebas adalah suatu spesies yang sangat reaktif karena terdapat

elektron yang tidak berpasangan pada bagian terluarnya. Hal ini mengakibatkan

(21)

memerlukan elektron yang berasal dari elektron molekul disekitarnya, sehingga

terjadi perpindahan elektron dari molekul donor ke molekul radikal bebas untuk

menjadikan molekul radikal bebas tersebut stabil. Beberapa contoh radikal bebas

antara lain: radikal hidroksil (OH·), nitrit oksida (NO·), hidrogen peroksida

(H2O2), dan sebagainya (Windono, Soediman, Yudawati, Ermawati, Srielita, dan

Erowati, 2001).

Sebenarnya dalam tubuh sendiri secara alami terdapat antioksidan

endogen seperti enzim SOD (superoxyde dismutase), glutation, dan katalase yang

dapat menetralkan radikal bebas yang masuk, akan tetapi jumlahnya terbatas

sehingga membutuhkan suplai antioksidan dari luar tubuh untuk mengatasi

paparan radikal bebas dalam jumlah yang berlebih.

Antioksidan alami dapat diperoleh dari buah-buahan maupun sayuran.

Salah satu sumber antioksidan alami dapat berasal dari herba seledri (Apium

graveolens L.). Pada seledri terdapat kandungan flavonoid seperti graveobiosid A dan B serta senyawa golongan fenol yang diketahui memiliki aktivitas

antioksidan. Selain itu pada herba seledri terdapat pula glikosida apiin (glikosida

flavon), isokuersetin, dan umbelliferon (Sudarsono dkk., 1996).

Seledri memiliki banyak manfaat untuk kesehatan, di antaranya sebagai

antihipertensi, penambah nafsu makan, peluruh air seni, mengurangi rasa sakit

pada rematik dan gout. Seledri juga sering ditambahkan sebagai sayur dan lalap

untuk penyedap masakan (Sudarsono dkk., 1996).

Etil asetat merupakan pelarut yang paling baik untuk aglikon flavonoid

(22)

tentang antioksidan herba ketul (Bidens pilosa L.), didapatkan fraksi etil asetat

memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi dibandingkan rutin, fraksi

kloroform, dan ekstrak metanoliknya (Nusarini, 2007; Wiyatsih, 2007)

Metode yang digunakan untuk pengujian antioksidan pada penelitian ini

adalah metode DPPH (1,1 difenil-2-pikrilhidrazil). Berdasarkan metode ini,

kemampuan antioksidan suatu senyawa dinyatakan oleh nilai IC50. Metode DPPH

memberikan informasi reaktivitas senyawa yang diuji dengan suatu radikal stabil.

DPPH memberikan serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm dengan warna

violet gelap. Penangkap radikal bebas menyebabkan elektron menjadi

berpasangan yang kemudian menyebabkan penghilangan warna yang sebanding

dengan jumlah elektron yang diambil (Sunarni, 2005).

Penentuan kandungan fenolik total dalam herba seledri pada penelitian

ini menggunakan metode Folin-Ciocalteu. Prinsip metode ini adalah reaksi

oksidasi senyawa fenol dalam suasana basa oleh pereaksi Folin-Ciocalteu

menghasilkan kompleks berwarna biru yang memberikan serapan kuat pada

panjang gelombang 750 nm. Intensitas warna biru yang terbentuk meningkat

sebanding dengan jumlah senyawa fenolik yang ada dalam sampel. Kandungan

(23)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut.

1. Berapakah nilai aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba

seledri dengan menggunakan radikal bebas DPPH yang dinyatakan dengan

IC50?

2. Berapakah kandungan fenolik total fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba

seledri yang dinyatakan dengan massa ekivalen asam galat?

C. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian mengenai aktivitas antioksidan yang telah dilakukan

dengan menggunakan bahan tanaman seledri antara lain :

1. Penelitian mengenai aktivitas antioksidan ekstrak air beberapa tanaman.

Bahan yang digunakan adalah 25 macam tanaman, termasuk daun seledri

yang dikeringkan kemudian diblender dan diekstraksi menggunakan air

deionisasi. Metode uji aktivitas antioksidan yang digunakan adalah metode DPPH

serta Ferric reducing antioxidant potential assay. Selain itu dilakukan pula

penetapan kandungan fenolik total menggunakan metode Folin-Ciocalteu (Wong,

Leong, dan Koh, 2005).

2. Penelitian mengenai perbedaan metode untuk mengontrol dan membandingkan

aktivitas antioksidan sayur-sayuran.

Bahan yang digunakan adalah bermacam sayuran, termasuk daun seledri

(24)

format 0,2%. Metode uji aktivitas antioksidan yang digunakan adalah metode

TRAP, ORAC, dan HORAC. Dilakukan pula penetapan kandungan polifenol total

menggunakan metode Folin-Ciocalteu (Ciz et al., 2010).

3. Penelitian mengenai peningkatan aktivitas antioksidan setelah perlukaan,

tergantung jenis jaringan pada buah dan sayuran.

Bahan yang digunakan adalah bermacam buah dan sayur, termasuk

seledri yang dilukai menggunakan pisau dan disimpan pada suhu 15°C untuk

meningkatkan respon jaringan. Metode uji aktivitas antioksidan yang digunakan

adalah metode DPPH, sedangkan kandungan fenolik total ditetapkan dengan

metode Folin-Ciocalteu (Reyes, Villarreal, dan Cisneros-Zevallos, 2007).

Uji aktivitas antioksidan yang dilakukan pada penelitian ini berbeda

dengan penelitian sebelumnya. Perbedaannya terletak pada sampel yang

digunakan, yaitu fraksi etil asetat ekstrak etanol herba seledri. Berdasarkan

pengamatan penulis, uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH serta

penetapan kandungan fenolik total fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba seledri

belum pernah dilakukan.

D. Manfaat 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan bukti

ilmiah mengenai aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba

(25)

2. Manfaat metodologis

Penelitian ini dapat dijadikan acuan metode uji aktivitas antioksidan

menggunakan radikal bebas DPPH dan penentuan kandungan fenolik total pada

suatu bahan tumbuhan.

3. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang aktivitas

antioksidan herba seledri, sehingga bisa dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif

pemeliharaan kesehatan manusia.

E. Tujuan 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan serta

menetapkan kandungan fenolik total fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba

seledri.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui nilai aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanolik

herba seledri dengan menggunakan radikal bebas DPPH yang dinyatakan

dengan IC50.

b. Mengetahui kandungan fenolik total fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba

(26)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Seledri 1. Keterangan botani

Seledri (Apium graveolens L.) termasuk dalam familia Apiaceae.

2. Nama tumbuhan

Nama latin: Apium graveolens Linn. (Anonim, 2005).

Nama Indonesia: seledri (Anonim, 2005).

Nama daerah: Jawa: sledri. Sunda: saledri (Dalimartha, 2000).

Common name: Inggris: celery. Perancis: celeri. Italia: seleri. Jerman: selinon;

parsley (Anonim, 2005).

3. Morfologi tanaman

Batang : Tidak berkayu, beralur, beruas, bercabang, tegak, hijau pucat.

Daun : Tipis majemuk, daun muda melebar atau meluas dari dasar,

hijau mengkilat, segmen dengan hijau pucat, tangkai di semua

atau kebayakan daun merupakan sarung.

Daun bunga : Putih kehijauan atau putih kekuningan ½ - ¾ mm panjangnya.

Bunga : Tunggal, dengan tangkai yang jelas, sisi kelopak yang

tersembunyi, daun bunga putih kehijauan atau merah jambu

pucat dengan ujung yang bengkok. Bunga betina majemuk yang

(27)

mempunyai daun berhadapan atau berbatasan dengan tirai

bunga.

Tirai bunga : Tidak bertangkai atau dengan tangkai bunga tidak lebih dari 2

cm panjangnya.

Buah : Panjangnya sekitar 3 mm, batang angular, berlekuk, sangat

aromatik.

Akar : Tebal (Iqbal dan Endang, 2008).

4. Kandungan kimia seledri

Seluruh herba seledri mengandung glikosida apiin (glikosida flavon),

isoquersetin, dan umbeliferon. Juga mengandung manitol, inositol, asparagina,

glutamina, choline, linamarose, pro vitamin A, vitamin C, dan B. Kandungan

asam-asam dalam minyak atsiri pada biji antara lain asam-asam lemak

terutama palmitat, oleat, linoleat, dan petroselinat. Senyawa kumarin lain

ditemukan dalam biji, yaitu bergapten, seselin, isomperatorin, osthenol, dan

isopimpinelin (Sudarsono dkk., 1996).

5. Kegunaan seledri

Secara tradisional tanaman seledri digunakan sebagai pemacu enzim

pencernaan atau sebagai penambah nafsu makan, peluruh air seni, dan penurun

tekanan darah. Di samping itu digunakan pula untuk memperlancar keluarnya

air seni, mengurangi rasa sakit pada rematik dan gout. Selebihnya daun dan

batang seledri digunakan sebagai sayur dan lalap untuk penyedap masakan

(28)

B. Senyawa Fenolik

Senyawa fenolik adalah substansi organik dimana terdiri dari senyawa

aromatik yang terikat dengan satu atau lebih substituen hidroksil (OH). Senyawa

induk adalah fenol tetapi kebanyakan senyawa fenolik merupakan polifenol.

Sumber senyawa fenolik sangat sedikit pada sumber hewani akan tetapi sangat

melimpah pada sumber tumbuhan. Diantara 8000 senyawa polifenol tumbuhan

yang diketahui, golongan yang terbanyak adalah flavonoid (Mann, Davidson,

Hobbs, Banthorpe, dan Harborne, 1994).

Senyawa fenolik merupakan sumber antioksidan alami yang aman

digunakan sehingga menjadi senyawa bioaktif dari suatu tumbuhan. Oleh karena

itu, pada perkembangan penelitian akhir-akhir ini, perhatian peneliti telah tertuju

pada identifikasi tumbuhan yang memiliki aktivitas antioksidan yang dapat

digunakan untuk konsumsi manusia sehari-hari (Ebrahimzadeh, Pourmorad,

Hafezi, 2007).

Aktivitas antioksidan dari senyawa fenolik didapatkan dengan cara

mereduksi radikal untuk tidak terjadinya reaksi samping yang merugikan. Untuk

transfer atom hidrogen, senyawa fenolik mampu mengikat radikal bebas dengan

mendonasikan atom hidrogen dalam transfer elektron tunggal dari senyawa

fenolik kepada elektron tunggal dari radikal bebas (Marxen et al., 2007).

Kandungan fenolik total dalam suatu sampel dapat diukur secara

kolorimetri dengan metode Folin-Ciocalteu. Prinsip metode ini adalah adanya

reduksi kimia reagen fenol yaitu campuran asam fosfomolibdat-fosfotungstat oleh

(29)

serapan kuat pada panjang gelombang 750 nm. Intensitas serapan pada panjang

gelombang tersebut proporsional dengan jumlah senyawa fenolik dalam sampel

(Waterhouse, 2002).

C. Antioksidan

Definisi antioksidan secara umum adalah senyawa yang melawan

oksidasi atau menghambat reaksi yang dipicu oleh oksigen atau peroksida.

Kebanyakan senyawa ini (misalnya tokoferol) digunakan sebagai pengawet dalam

berbagai produk (misalnya dalam lemak, minyak dan produk makanan untuk

menunda ketengikan dan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan, dalam karet

untuk menunda oksidasi) (Huang, Ou, dan Prior, 2005).

Antioksidan juga dapat didefinisikan sebagai senyawa yang apabila

dalam konsentrasi rendah berada bersama substrat yang dapat teroksidasi, dapat

menunda atau menghambat oksidasi senyawa tersebut (Halliwell, 1994).

Secara garis besar, mekanisme penangkapan radikal bebas dapat

dibedakan menjadi dua macam, yaitu secara enzimatik dan non-enzimatik. Enzim

yang dapat berperan sebagai antioksidan adalah superoxyde dismutase (SOD);

glutation peroksidase, katalase, tioredoksin reduktase dan peroksiredoksin

(Masella, Di Benedeto, Vari, Filesi, dan Giovannini, 2005). Secara non-enzimatik,

senyawa antioksidan bekerja melalui empat cara, yaitu sebagai :

a. Penangkap radikal bebas, misalnya vitamin C dan vitamin E.

(30)

c. Inhibitor enzim oksidatif, misalnya aspirin dan ibuprofen.

d. Kofaktor enzim antioksidan, misalnya selenium sebagai kofaktor glutation

peroksidase (Huang et al., 2005).

Aktivitas senyawa polifenol (flavonoid) sebagai antioksidan meliputi tiga

mekanisme sebagai berikut.

a. Aktivitas penangkapan radikal seperti reactive oxygen species (ROS) ataupun

radikal yang dihasilkan dari peroksidasi lipid seperti R·, RO·, dan ROO·

dengan proses transfer elektron melalui atom hidrogen.

b. Mencegah spesies senyawa reaktif produksi katalisis transisi metal seperti

reaksi melalui khelasi metal.

c. Interaksi dengan antioksidan lainnya, seperti lokalisasi dan penggabungan

dengan antioksidan lainnya (Niki dan Noguchi, 2000).

Antioksidan dan peredam radikal bebas biologis dapat digolongkan

sebagai berikut (Grieb, 1992 dan Himawati, 2001).

a. Berdasarkan sasaran

1) Preventative antioxidant, yaitu antioksidan yang dapat mencegah

terbentuknya oksidan dan mencegah tertimbunnya oksidan. Misalnya :

superoksida dismutase (SOD), katalase, bermacam-macam enzim

peroksidase (misalnya glutation peroksidase), dan senyawa yang

mengandung gugusan sulfidril (glutation, sistein, dan kaptopril).

2) Chain-breaking antioxidant, mekanismenya sebagai berikut.

L· + AH → LH + A·

(31)

LOO· + AH → LOOH + A·

Antioksidan (AH) akan mencegah dua tahapan meliputi tahapan inisiasi

terjadi ketika radikal beraksi dengan Lipid (L) dan proses propagasi

(beraksi dengan alkoksi (LO·) ataupun peroksil (LOO·) (Madhavi et al.,

1996).

b. Berdasarkan mekanisme kerja

1) Antioksidan enzimatik, misalnya : katalase (CAT), superoxyde dismutase

(SOD), dan glutation peroksidase (GSH-Px).

2) Antioksidan non-enzimatik, misalnya: vitamin E (α-tokoferol), vitamin C

(asam askorbat), dan β-karoten.

c. Berdasarkan sifat-sifat fisiko-kimia

1) Antioksidan hidrofilik, yaitu antioksidan yang bekerja dalam sitosol dan

cairan ekstrasel, misalnya: vitamin C, asam urat, glutation, sistein,

kreatinin.

2) Antioksidan lipofilik, yaitu antioksidan yang bekerja pada membran sel

(terlarut dalam lipid membran), misalnya: vitamin E, β-karoten, ubikuinon,

bilirubin, protein pengikat logam (transferin, laktoferin, seruloplasmin, dan

albumin).

Terdapat beberapa metode pengujian aktivitas antioksidan baik secara

kualitatif maupun secara kuantitatif. Uji kualitatif untuk mengetahui apakah suatu

senyawa memiliki aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan metode

kromatografi baik kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas. Metode ini

(32)

Pereaksi semprot yang digunakan untuk deteksi dapat dibedakan menjadi empat

kelompok, yaitu :

a. senyawa-senyawa yang dapat membentuk warna ketika tereduksi (kalium

permanganat, ferri-sianida, ferri-dipiridil, dan asam fosfomolibdat);

b. senyawa yang dapat berikatan dengan senyawa fenol, seperti senyawa diazo,

pereaksi diazo, magnesium sulfat, anisaldehid, vanillin dan pereaksi Gibbs

yang membentuk indofenol (akan membentuk garam berwarna dalam kondisi

basa);

c. radikal bebas stabil yang menerima radikal hydrogen dari antioksidan

(1,1-difenil-2-pikrilhidrazil);

d. senyawa-senyawa yang membentuk senyawa adisi yang berwarna (paladium

klorida) (Davidek, 1997).

Uji aktivitas antioksidan dapat dilakukan secara spektrofotometri.

Beberapa uji kuantitatif untuk mengetahui aktivitas suatu antioksidan adalah

sebagai berikut.

1. Pengujian penangkapan radikal (radical scavenging test)

Uji ini dilakukan dengan cara mengukur penangkapan radikal sintetik dalam

pelarut organik polar seperti metanol atau etanol dalam suhu kamar. Radikal

sintetik yang sering digunakan adalah DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil).

Dasarnya adalah kemampuan suatu senyawa untuk menangkap radikal DPPH.

DPPH memberikan warna violet pada panjang gelombang 517 nm.

(33)

kemudian menyebabkan penghilangan warna yang sebanding dengan jumlah

elektron yang diambil.

Gambar 1. Reaksi penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan

2. Pengujian aktivitas antioksidan dengan sistem linoleat tiosianat

Prinsip : pengukuran intensitas warna kompleks feritiosianat yang terbentuk

dari reaksi ion feri dengan amonium tiosianat. Ion feri terbentuk dari oksidasi

ion fero oleh peroksida yang berasal dari oksidasi asam linoleat. Kompleks

feritiosianat yang berwarna merah diukur absorbansinya pada panjang

gelombang 490 nm. Semakin tinggi absorbansinya (warna merah yang

terbentuk semakin pekat) menunjukkan semakin banyak peroksida yang

terbentuk. Dengan adanya senyawa yang berperan sebagai antioksidan

intensitas warna yang terbentuk semakin rendah.

3. Pengujian dengan asam tiobarbiturat,

Prinsip uji ini adalah reaksi malondialdehid dengan asam tiobarbiturat

menghasilkan kromogen merah muda yang dapat diukur absorbansinya pada

panjang gelombang 532 nm. Malondialdehid terbentuk dari asam lemak bebas

tidak jenuh dengan paling sedikit mempunyai tiga ikatan rangkap. Adanya

senyawa yang bersifat antioksidan akan menghambat terbentuknya

(34)

4. Pengujian dengan sistem β-karoten-linoleat

Pengujian ini dilakukan dengan mengamati kecepatan pemucatan warna β

-karoten. Karotenoid dapat meredam oksigen yang reaktif menghasilkan

oksigen yang lebih stabil. Energi dari oksigen tersebut dipindahkan ke senyawa

karotenoid. Energi tersebut dilepaskan melalui interaksi rotasional dan

vibrasional antara karotenoid dengan pelarut untuk mengembalikan karotenoid

ke ground state.

Gambar 2. Reaksi antara karotenoid dengan oksigen reaktif

D. Metode DPPH

Radikal bebas yang umumnya digunakan sebagai model dalam penelitian

antioksidan atau peredam radikal bebas adalah 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH)

(Windono et al., 2001).

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil (dengan atom N di tengah)

serta dapat bereaksi dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen,

dapat berguna untuk pengujian aktivitas antioksidan komponen tertentu dalam

suatu ekstrak (Dinis, Maderia, dan Almeida, 1994).

Karena adanya elektron yang tidak berpasangan, DPPH memberikan

serapan kuat pada 517 nm. Ketika elektronnya menjadi berpasangan oleh

keberadaan penangkap radikal bebas, maka absorbansinya menurun secara

(35)

antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning

(Dehpour, Ebrahimzadeh, Fazel, dan Mohammad, 2009).

Perubahan absorbansi akibat reaksi ini telah digunakan secara luas untuk

menguji kemampuan beberapa molekul sebagai penangkap radikal bebas (Dinis,

et al., 1994). DPPH merupakan metode yang mudah, cepat, dan sensitif untuk

pengujian aktivitas antioksidan senyawa tertentu atau ekstrak tanaman (Koleva,

van Beek, Linssen, de Groot, dan Evstatieva, 2002).

Gambar 3. Reaksi Radikal DPPH dengan antioksidan (Windono et al., 2001).

E. Metode Folin-Ciocalteu

Metode Folin-Ciocalteu merupakan oksidasi atau reduksi kolorimetrik

untuk mengukur semua senyawa fenolik. Pereaksi Folin-Ciocalteu merupakan

larutan kompleks ion polimerik yang dibentuk dari asam fosfomolibdat dan asam

heteropolifosfotungstat. Pereaksi ini terbuat dari air, natrium tungstat, natrium

molibdat, asam fosfat, asam klorida, litium sulfat, dan bromin (Folin dan

(36)

yang memiliki bentukan umum dengan pusat unit tetrahedral fosfat (PO4)3- yang

dikelilingi oleh beberapa unit oktahedral asam-oksi molibdenum. Struktur

tungsten dapat dengan bebas bersubstitusi dengan molibdenum (Singleton dan

Rossi, 1965).

Menurut Waterman dan Mole (cit. Khadambi, 2007), dasar metode

Folin-Ciocalteu adalah oksidasi gugus fenolik hidroksil. Pereaksi ini mengoksidasi

fenolat (garam alkali), mereduksi asam heteropoli menjadi suatu kompleks

molibdenum-tungsten (Mo-W). Fenolat hanya terdapat pada larutan basa, tetapi

pereaksi Folin-Ciocalteu dan produknya tidak stabil pada kondisi basa. Selama

reaksi belangsung, gugus fenolik-hidroksil bereaksi dengan pereaksi

Folin-Ciocalteu, membentuk kompleks fosfotungstat-fosfomolibdat berwarna biru

dengan struktur yang belum diketahui dan dapat dideteksi dengan

spektrofotometer (Jansoon, 2005). Warna biru yang terbentuk akan semakin pekat

setara dengan konsentrasi ion fenolat yang terbentuk, artinya semakin besar

konsentrasi senyawa fenolik maka semakin banyak ion fenolat yang akan

mereduksi asam heteropoli sehingga warna biru yang dihasilkan semakin pekat

(Box, 1983; Singleton dan Rossi, 1965).

F. Ekstraksi

Penyarian atau ekstraksi merupakan suatu peristiwa perpindahan massa

zat aktif yang semula berada di dalam sel kemudian ditarik oleh cairan penyari

(37)

bertambah baik jika permukaan simplisia yang bersentuhan dengan penyari

semakin luas (Harborne, 1987).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi

zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

selanjutnya pelarut diuapkan sampai semua atau hampir semua pelarut menguap

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

Dalam memilih cairan penyari, seseorang harus mempertimbangkan

banyak faktor. Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria berikut ini.

(1) Murah dan mudah diperoleh,

(2) stabil secara fisika dan kimia,

(3) bereaksi netral,

(4) tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar,

(5) selektif,

(6) tidak mempengaruhi zat berkhasiat, dan

(7) diperbolehkan oleh peraturan yang berlaku

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1986).

Metode penyarian yang digunakan tergantung dari wujud dan kandungan

zat dari bahan yang akan disari. Cara penyarian dapat dibedakan menjadi :

infundasi, maserasi, perkolasi, dan penyarian berkesinambungan (Direktorat

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1986).

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari sehingga cairan

(38)

mengandung zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel mengakibatkan

pendesakan larutan terpekat dari dalam sel ke luar sel. Peristiwa tersebut berulang

sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam

sel. Dapat dilakukan modifikasi terhadap teknik maserasi, misalnya teknik

remaserasi. Pada teknik ini, cairan dibagi menjadi dua kemudian seluruh serbuk

simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienaptuangkan dan

diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari kedua (Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1986).

G. Kesahihan Metode Analisis

Kesahihan metode analisis diartikan sebagai suatu prosedur yang

digunakan untuk membuktikan bahwa metode analisis tersebut dapat memberikan

hasil seperti yang diharapkan dengan kecermatan dan ketelitian yang memadai.

Metode analisis instrumen merupakan metode yang terpilih dan memadai untuk

mengantisipasi persoalan analisis yaitu sangat kecilnya kadar senyawa yang

dianalisis dan kompleksnya matriks sampel yang dianalisis (Mulja dan Suharman,

1995). Untuk itu diperlukan suatu pedoman mengenai kesahihan metode analisis

yang didukung oleh parameter-parameter di bawah ini.

1. Akurasi

Akurasi metode analisis adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan

(39)

Kriteria kecermatan sangat bergantung kepada konsentrasi analit dalam matriks

sampel dan pada keseksamaan metode (RSD) (Harmita, 2004).

Tabel I. Rentang akurasi yang masih dapat diterima Analit pada Matrik

Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil

uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika

prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari

campuran yang homogen (Harmita, 2004).

Presisi dari suatu metode analisa meliputi repeatabilitas, presisi antara,

dan reproduksibilitas. Repeatabilitas menyatakan presisi metode analisis yang

dilakukan dalam kondisi yang sama dalam interval waktu yang singkat. Dengan

kata lain uji repeatabilitas dilakukan untuk mengetahui variabilitas data yang

dihasilkan pada dua pengujian berurutan pada kondisi yang sama. Perbedaan

absolut kedua data hasil uji diharapkan berada pada kisaran tingkat kepercayaan

(konfidensi) 95%. Presisi antara menyatakan variasi dalam yang sama baik hari,

(40)

Reproduksibilitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui

variabilitas yang dihasilkan pada dua pengujian contoh identik pada kondisi

berbeda. Perbedaan absolut dari masing-masing data hasil uji diharapkan berada

dalam kisaran tingkat kepercayaan (konfidensi) 95% (Anonim, 2008).

Tabel II. Rentang KV yang masih dapat diterima Analit pada Matrik Sampel (%) KV (%)

>1 2,5 0,001 5

0,000.1 (1 ppm) 16

0,000.000.1 (1 ppb) 32

(Harmita, 2004).

3. Linearitas

Linearitas dari suatu prosedur analisis merupakan kemampuannya (pada

rentang tertentu) untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional

dengan konsentrasi (jumlah) analit di dalam sampel (Mulja dan Hanwar, 2003).

Persyaratan data linearitas yang dapat diterima jika memenuhi nilai koefisien

korelasi (r) yang diperoleh dari hasil analisis > 0,999 (Anonim, 2004).

4. Range (Kisaran)

Range adalah interval antara kadar terendah sampai kadar tertinggi dari

suatu analit yang masih dapat diukur secara kuantitatif menggunakan metode

tertentu yang masih dapat menghasilkan akurasi, presisi, dan linearitas yang

mencukupi. Biasanya range memiliki satuan yang sama dengan satuan yang

digunakan pada metode analisis, misalnya persen atau ppm (United States

(41)

H. Kesalahan dalam Metode Analisis

Kesalahan dalam metode analisis sangat sukar untuk dihilangkan namun

sumber kesalahan tetap harus ditekan seminimal mungkin. Kesalahan dalam

analisis kimia dapat dikategorikan menjadi dua kelas utama, yaitu:

1. Kesalahan sistemik.

Kesalahan sistemik adalah hasil analisis yang menyimpang secara tetap

dari harga kadar yang sebenarnya karena proses pelaksanaan prosedur analisis,

sehingga kesalahan ini disebut juga kesalahan prosedur (Mulja dan Suharman,

1995). Kesalahan sistematik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Kesalahan personil dan operasi. Kesalahan ini disebabkan oleh cara

pelaksanaan analisis, bukan karena metode. Kesalahan operasi umumnya bersifat

fisis (bukan khemis), misalnya kesalahan pengamatan visual pada titik akhir

titrasi, kekeliruan cara pencucian endapan, dan sebagainya. Jadi kesalahan ini

bersifat individual dan sangat dipengaruhi oleh ketrampilan analis dalam

melakukan pekerjaan analisis.

b. Kesalahan alat dan pereaksi. Kesalahan ini disebabkan oleh pereaksi yang

kurang murni, alat yang kurang valid atau pemakaian alat yang kurang tepat

walaupun alatnya sendiri baik, contohnya pengambilan volume tepat dengan pipet

ukur atau gelas ukur, penggunaan buret 50 mL (buret makro) untuk analisis

mikro, dan sebagainya.

c. Kesalahan metode analisis. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh kesalahan

pengambilan sampel, kesalahan akibat reaksi kimia yang tidak sempurna, atau

(42)

Kesalahan sistematik dapat dihindari atau diperkecil dengan cara sebagai

berikut.

(a) Mengkalibrasi instrumen dan melakukan koreksi secara berkala (biasanya

tiap bulan atau disesuaikan dengan frekuensi pemakaian alat).

(b) Memilih metode dan prosedur standar dari badan resmi.

(c) Mamakai bahan kimia dengan derajat untuk analisis.

(d) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para analis.

(e) Melakukan penetapan blangko atau kontrol dengan zat baku.

(f) Melakukan penetapan paralel (in duplo atau in triplo) (Mulja dan Suharman,

1995).

2. Kesalahan tidak sistemik

Kesalahan tidak sistematik adalah penyimpangan yang tidak tetap dari

hasil penentuan kadar dengan instrumen yang disebabkan fluktuasi dari

instrument yang dipakai. Penyebab kesalahan ini tidak dapat ditentukan dan tidak

dapat dikontrol maka kesalahan ini disebut juga kesalahan acak (Mulja dan

Suharman, 1995).

I. Landasan Teori

Herba Seledri (Apium graveolens L.) memiliki kandungan flavonoid

seperti graveobiosid A dan B serta senyawa golongan fenol yang diketahui

memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Antioksidan adalah senyawa yang dapat

menangkal efek buruk dari radikal bebas, hal ini dikarenakan pada senyawa

(43)

untuk menetralkan radikal bebas sehingga menjadi tidak reaktif. Hal tersebut

mendorong untuk dilakukan penelitian terhadap herba seledri terutama untuk

mengetahui aktivitas antioksidan yang dimilikinya.

Metode pengujian antioksidan yang umum digunakan terutama untuk

senyawa dari bahan alam adalah metode DPPH. Metode ini menggunakan sumber

radikal bebas berupa senyawa 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Metode ini

memiliki kelebihan yaitu mudah, cepat, dan sensitif untuk pengujian aktivitas

antioksidan senyawa tertentu atau ekstrak tanaman.

Kandungan fenolik total dapat ditentukan dengan metode

Folin-Ciocalteu. Adanya senyawa fenolik dalam sampel uji akan mereduksi reagen asam

fosfomolibdat-fosfotungstat menjadi produk berwarna biru. Intensitas warna biru

yang dihasilkan sebanding dengan kandungan fenolik yang terdapat dalam sampel

uji.

J. Hipotesis

Fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba seledri mempunyai aktivitas

antioksidan melalui pengujian dengan metode DPPH dan dapat digunakan sebagai

sumber baru senyawa antioksidan alami. Kandungan fenolik dalam fraksi etil

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental karena subjek uji

diberi perlakuan.

B. Variabel

1. Variabel bebas berupa konsentrasi fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba

seledri.

2. Variabel tergantung berupa aktivitas antioksidan dan kandungan fenolik total

fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba seledri.

3. Variabel pengacau terkendali berupa tempat tumbuh tanaman, waktu

pemanenan,umur tanaman, dan cara panen.

4. Variabel pengacau tidak terkendali berupa cahaya matahari dan cuaca.

C. Definisi Operasional

1. Ekstrak etanolik herba seledri adalah sari hasil proses maserasi herba seledri

dengan penyari etanol.

2. Fraksi etil asetat adalah hasil fraksinasi ekstrak etanolik herba seledri dengan

menggunakan etil asetat.

3. Persen inhibition concentration (%IC) adalah persen yang menyatakan

kemampuan fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba seledri untuk menangkap

(45)

4. Inhibition concentration 50 (IC50) adalah nilai konsentrasi fraksi etil asetat

ekstrak etanolik herba seledri yang menghasilkan penangkapan 50% radikal

DPPH.

D. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: herba seledri

(Apium graveolens L.) yang diambil dari daerah Banyuroto di Muntilan;

akuades (Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma); bahan kualitas p.a. E. Merck yaitu: methanol,

asam galat; bahan kualitas p.a. Sigma Chem. Co., USA, yaitu: DPPH

(1,1-difenil-2-pikrilhidrazil), reagen Folin-Ciocalteu dan rutin; bahan kualitas teknis

Brataco Chemica, yaitu: wasbensin dan etil asetat; bahan kualitas teknis CV.

General Labora, yaitu: metanol; dan aluminium foil.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: blender, neraca

analitik (Scaltec SBC 22, BP 160P), vacuum rotary evaporator (Janke &

Kunkel), waterbath (labo-tech, Heraeus), vortex (Janke & Kunkel),

spektrofotometer UV-Vis (Perkin Elmer Lamda 20), corong Buchner, oven,

mikropipet 10-1000µL; 1-10mL (Acura 825, Socorex), tabung reaksi bertutup,

dan alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis

(46)

E. Tatacara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman seledri dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi,

Fakultas Farmasi USD menurut Backer dan Bakhuizen van den Brink (1963) serta

Backer dan Bakhuizen van den Brink (1965).

2. Pengumpulan bahan

Tanaman seledri diperoleh dari daerah Banyuroto di Muntilan.

Pengumpulan pada musim kemarau bulan September. Pemanenan dilakukan pada

tanaman yang menjelang berbunga saat pagi hari, dipilih herba seledri yang masih

segar, berwarna hijau, serta tidak layu.

3. Preparasi sampel

Sebanyak 1 kg herba seledri segar, dibersihkan, kemudian dihaluskan

dengan blender. Ketika dihaluskan, herba tersebut ditambahkan sedikit cairan

penyari (etanol). Simplisia yang telah dihaluskan dituang ke dalam bejana

maserasi, ditambah etanol sampai terendam sempurna, dan dicampur homogen.

Campuran dimaserasi pada suhu ruangan selama dua hari. Filtrat diperoleh

melalui penyaringan menggunakan kertas saring kasar dengan bantuan corong

Buchner dan pompa vakum. Ampas penyaringan diremaserasi dengan etanol

secukupnya selama dua hari. Kemudian filtratnya dicampurkan dengan filtrat

terdahulu. Keseluruhan filtrat yang diperoleh diuapkan pelarutnya hingga

diperoleh ekstrak etanol herba seledri.

Ekstrak etanol herba seledri ditambah 300 mL air hangat dan dilakukan

(47)

wasbensin (1:1 v/v), kemudian didiamkan sampai terpisah sempurna. Fase air

akan berada pada bagian bawah, sedangkan fase wasbensin berada pada bagian

atas.

Dari hasil ekstraksi cair-cair tersebut diperoleh dua fraksi, yaitu fraksi

wasbensin dan fraksi air. Selanjutnya fraksi air diekstraksi lagi menggunakan etil

asetat dengan perbandingan larutan fraksi air : etil asetat (1:1 v/v) sehingga

didapatkan fraksi air dan etil asetat. Setelah dipisahkan fraksi etil asetat diuapkan

dengan vacuum rotary evaporator. Lalu fraksi yang telah kering digunakan untuk

dianalisis lebih lanjut.

4. Pembuatan larutan DPPH, pembanding, dan uji

a. Pembuatan larutan DPPH

Sejumlah DPPH dilarutkan ke dalam metanol p.a sehingga diperoleh

larutan DPPH dengan konsentrasi 0,4 mM. Larutan tersebut ditutup dengan

alumunium foil dan harus selalu dibuat baru.

b. Pembuatan larutan stok rutin

Sebanyak 2,5 mg stok rutin ditambahkan metanol p.a sampai 10,0 mL.

c. Pembuatan larutan pembanding

Diambil sebanyak 0,5; 1,0; 1,5; 2,0, dan 2,5 mL larutan stok rutin,

kemudian ditambahkan metanol p.a sampai 10,0 mL, sehingga diperoleh

(48)

d. Pembuatan larutan uji

1) Larutan uji untuk uji aktivitas antioksidan

Sebanyak 100 mg ekstrak ditimbang, lalu ditambahkan metanol p.a

sampai 25,0 mL. Dari larutan tersebut kemudian diambil 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; dan 5,0

mL untuk kemudian ditambahkan metanol p.a sampai 10,0 mL, sehingga

diperoleh larutan uji dengan konsentrasi 400; 800; 1200; 1600; dan 2000 µg/mL.

2) Larutan uji untuk penetapan kandungan fenolik total

Sebanyak 20 mg hasil fraksi etil asetat pada preparasi sampel ditimbang,

lalu ditambahkan metanol p.a sampai 10,0 mL, sehingga diperoleh konsentrasi

larutan uji sebesar 2000,0 µg/mL.

e. Pembuatan larutan asam galat

Dibuat larutan asam galat dengan konsentrasi 500 µg/mL dalam akuades

: metanol p.a. (1:1). Diambil sebanyak 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; dan 3,0 mL larutan

tersebut, kemudian ditambahkan akuades : metanol p.a. (1:1) sampai 10,0 mL,

sehingga diperoleh konsentrasi larutan baku asam galat sebesar 50; 75; 100; 125;

dan 150 µg/mL.

5. Uji pendahuluan

a. Uji fenolik

Sebanyak 0,5 mL metanol p.a, larutan pembanding asam galat 150,0

µg/mL, dan larutan uji 2000,0 µg/mL dimasukkan ke dalam tiga tabung reaksi.

Lalu ditambahkan dengan 5 mL reagen Folin-Ciocalteu yang telah diencerkan

dengan akuades (1:10; v/v). Larutan tersebut selanjutnya ditambahkan dengan 4,0

(49)

b. Uji aktivitas antioksidan

Sebanyak 1 mL larutan DPPH dimasukkan ke dalam masing-masing tiga

labu takar 5 mL. Ditambahkan masing-masing dengan 1 mL metanol p.a, larutan

pembanding rutin 37,5 µg/mL, dan larutan uji 1200,0 µg/mL. Selanjutnya larutan

tersebut ditambahkan dengan metanol p.a hingga tanda batas. Larutan tersebut

kemudian divortek selama 30 detik. Setelah 30 menit, amati warna pada larutan

tersebut.

6. Optimasi metode uji aktivitas antioksidan

a. Penentuan operating time (OT)

Sebanyak 1,0 mL larutan DPPH 0,4 mM dimasukkan ke dalam

masing-masing tiga labu takar 5,0 mL, ditambahkan masing-masing-masing-masing dengan 1,0 mL

larutan pembanding rutin 12,5; 37,5; dan 62,5 µg/mL kemudian tambahkan

metanol p.a hingga tanda batas. Larutan tersebut kemudian divortek selama 30

detik. Setelah itu dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer visibel pada

panjang gelombang 517 nm selama 1 jam. Dilakukan demikian juga untuk larutan

uji 400; 1200; dan 2000 µg/mL.

b. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Pada tiga labu takar 5,0 mL, dimasukkan masing-masing 0,2; 0,6; dan 1,0

mL larutan DPPH 0,4 mM. Masing-masing larutan tersebut ditambahkan metanol

p.a hingga tanda batas sehingga konsentrasi larutan DPPH menjadi 0,016; 0,048;

dan 0,080 mM. Larutan tersebut kemudian divortek selama 30 detik. Diamkan

selama OT. Lalu dilakukan scanning absorbansinya dengan spektrofotometer

(50)

7. Uji aktivitas antioksidan

Uji aktivitas antioksidan ditentukan dengan menggunakan metode

spektrofotometri sesuai dengan penelitian Armala (2009).

a. Pengukuran absorbansi larutan kontrol

Pada labu takar 5,0 mL, dimasukkan sebanyak 1,0 mL larutan DPPH 0,4

mM kemudian ditambahkan metanol p.a hingga tanda batas. Larutan tersebut

dibaca absorbansinya pada saat OT dan panjang gelombang serapan maksimum.

Pengerjaan dilakukan sebanyak tiga kali. Larutan ini digunakan sebagai larutan

kontrol untuk menguji larutan pembanding dan larutan uji.

b. Pengukuran absorbansi larutan pembanding dan uji

Sebanyak 1,0 mL larutan DPPH 0,4 mM dimasukkan ke dalam

masing-masing labu takar 5,0 mL kemudian ditambah dengan 1,0 mL larutan pembanding

dan uji pada berbagai seri konsentrasi larutan yang telah dibuat. Selanjutnya

tambahkan metanol p.a hingga tanda batas. Larutan tersebut kemudian divortek

selama 30 detik dan diamkan selama OT. Larutan dibaca absorbansinya dengan

spektrofotometer visibel pada panjang gelombang maksimum. Pengerjaan

dilakukan sebanyak tiga kali.

c. Validasi metode uji aktivitas antioksidan

Hasil dari prosedur 7 a dan b divalidasi berdasarkan parameter akurasi

(%recovery), presisi (%CV), linearitas (nilai r) serta spesifisitas (spektra kontrol).

% Recovery =

(51)

d. Estimasi aktivitas antioksidan

Hasil dari prosedur 7 a dan b, dihitung nilai %IC dan IC50 untuk rutin dan

fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba seledri.

8. Optimasi penetapan kandungan fenolik total

a. Penentuan operating time (OT)

Dibuat larutan baku asam galat dengan konsentrasi 50; 100; dan 150

µg/mL dalam metanol p.a. Masing-masing diambil sebanyak 0,5 mL dan

ditambahkan dengan 5 mL reagen Folin-Ciocalteu yang telah diencerkan dengan

air (1:10; v/v) serta 4,0 mL larutan natrium karbonat (Na2CO3) 1M. Ukur

absorbansinya pada panjang gelombang maksimum teroritis 750 nm selama 30

menit. Operating Time diperoleh saat nilai absorbansi larutan tersebut telah stabil.

b. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Dibuat larutan baku asam galat dengan konsentrasi 50; 100; dan 150

µg/mL dalam metanol p.a. Masing-masing diambil sebanyak 0,5 mL dan

ditambahkan dengan 5 mL reagen Folin-Ciocalteu yang telah diencerkan dengan

air (1:10; v/v) serta 4,0 mL larutan natrium karbonat (Na2CO3) 1M. Diamkan

selama OT, lalu dilakukan scanning absorbansinya dengan spektrofotometer

visibel pada panjang gelombang 600-800 nm.

9. Penetapan kandungan fenolik total

Kandungan fenolik total ditentukan dengan menggunakan metode

spektrofotometri sesuai dengan penelitian Veeru, Kishor, dan Meenakshi (2009).

(52)

a. Pembuatan kurva baku asam galat

Sebanyak 0,5 mL larutan asam galat 50; 75; 100; 125; dan 150 µg/mL

ditambahkan dengan 5 mL reagen Folin-Ciocalteu yang telah diencerkan dengan

air (1:10; v/v). Larutan selanjutnya ditambah dengan 4,0 mL Na2CO3 1M. Setelah

10 menit, absorbansinya dibaca pada panjang gelombang 750 nm terhadap blanko

yang terdiri atas akuades : metanol p.a. (1:1), reagen Folin-Ciocalteu, dan larutan

Na2CO3 1M.

b. Validasi metode penetapan kandungan fenolik total

Hasil dari prosedur 9 a divalidasi berdasarkan parameter akurasi

(%recovery), presisi (%CV), linearitas (nilai r) serta spesifisitas (spektra kontrol).

c. Estimasi kandungan fenolik total larutan uji

Diambil 0,5 mL larutan uji 2000 µg/mL, lalu dimasukkan ke dalam

tabung reaksi, dan dilanjutkan sebagaimana perlakuan pada pembuatan kurva

baku asam galat. Kandungan fenolik total dinyatakan sebagai massa ekivalen

asam galat (mg ekivalen asam galat per g fraksi etil asetat).

F. Analisis Hasil

Uji aktivitas antioksidan menghasilkan aktivitas penangkapan radikal

DPPH yang dilaporkan sebagai %IC dihitung dengan rumus:

Data aktivitas tersebut dianalisis dan dihitung nilai IC50 menggunakan

persamaan regresi linear dengan sumbu x adalah konsentrasi larutan uji maupun

(53)

program PASW Statistics 18 untuk menentukan apakah rutin memiliki aktivitas

antioksidan yang lebih besar dibanding fraksi uji.

Kandungan fenolik total dalam fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba

seledri dihitung sebagai massa ekivalen asam galat. Caranya dengan memasukkan

nilai absorbansi larutan uji ke dalam persamaan kurva baku asam galat sehingga

diperoleh nilai ekivalensi larutan uji terhadap asam galat. Nilai tersebut kemudian

dikalikan volume larutan uji yang diambil kemudian dibagi dengan massa fraksi

uji yang ditimbang.

Kandungan fenolik total =

(54)

 

Ekstraksi cair-cair dengan wasbensin dan air

Fraksi wasbensin Fraksi air

Ekstraksi cair-cair dengan etil asetat

Fraksi etil asetat

Uji pendahuluan

Gambar 4. Skema jalannya penelitian

Optimasi metode

Validasi metode uji aktivitas antioksidan

Estimasi kandungan fenolik total

Estimasi aktivitas antioksidan

(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman merupakan langkah awal yang harus dilakukan

apabila ingin menggunakan tanaman sebagai sampel penelitian. Determinasi

bertujuan untuk mengetahui dan memastikan kebenaran identitas tanaman yang

akan digunakan dalam penelitian untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam

pengambilan sampel untuk analisis fitokimia. Determinasi tanaman seledri (Apium

graveolens L.) dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi

Sanata Dharma menurut Backer dan Bakhuizen van den Brink (1963) serta Backer

dan Bakhuizen van den Brink (1965). Hasil determinasi didapatkan bahwa sampel

tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah benar herba seledri (Apium

graveolens L.).

B. Hasil Pengumpulan Bahan

Herba seledri yang akan digunakan dalam penelitian diperoleh dari

daerah Banyuroto, Dusun Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten

Magelang, Jawa Tengah. Waktu panen suatu tanaman bergantung pada bagian

tanaman yang hendak digunakan, tujuannya agar didapat kandungan aktif yang

optimal.

Herba seledri yang digunakan pada penelitian ini dipilih berdasarkan tiga

(56)

berbunga. Alasan herba seledri dipanen pada musim kemarau adalah supaya

kandungan lembab tidak terlalu tinggi sehingga meminimalkan pertumbuhan

mikroorganisme seperti jamur dan bakteri yang dapat menurunkan kualitas

tanaman. Dipanen pada pagi hari tujuannya agar didapatkan bahan yang masih

segar serta kandungan aktifnya masih banyak tersimpan dalam tanaman karena

belum mengalami metabolisme. Selain itu, dipilih herba seledri yang menjelang

berbunga karena konsentrasi kandungan aktifnya akan lebih besar terdapat pada

daun dan batangnya apabila tanaman tersebut belum berbunga, karena pada

penelitian ini digunakan daun dan batang tanaman seledri.

Herba seledri dipilih yang masih segar, berwarna hijau serta tidak layu.

Sebelum digunakan untuk penelitian, herba seledri dicuci dan dibersihkan dahulu

menggunakan air mengalir untuk menghilangkan pengotor atau kontaminan

berupa partikel debu maupun tanah yang masih menempel pada tanaman. Herba

seledri dikumpulkan sebanyak 1 kg basah. Herba seledri segar harus segera diolah

untuk menghindari terjadinya fenomena phenolic browning, yaitu warna tanaman

berubah menjadi kecoklatan bahkan menghitam, hal ini terjadi karena oksidasi

senyawa fenolik yang terdapat dalam tanaman (Galati, Angie., McKay, Allan.,

dan Tan, Soon Chye., 2005).

C. Hasil Pembuatan Ekstrak

Ekstrak dibuat dari herba seledri segar tanpa melalui proses pengeringan

terlebih dahulu. Alasan digunakan bahan segar dalam penelitian ini karena banyak

(57)

kimianya sehingga dikhawatirkan akan mengalami perubahan apabila dikeringkan

dahulu (Markham, 1988). Selain itu, selama proses pengeringan dapat terjadi

reaksi oksidasi enzimatis karena kandungan air yang masih cukup tinggi sehingga

senyawa fenolik dan flavonoid dalam herba seledri menjadi terurai dan aktivitas

antioksidannya menurun (Harborne, 1987). Seledri biasa dikonsumsi dalam

keadaan segar sehingga akan lebih sesuai bila menggunakan bahan herba seledri

yang masih segar untuk penelitian ini.

Herba seledri yang telah dicuci dan dibersihkan kemudian dihaluskan

menggunakan blender sambil ditambahkan sedikit cairan penyari, yaitu etanol

96%. Simplisia tersebut diblender agar ukuran partikel tanaman menjadi lebih

kecil sehingga kontak dengan cairan penyari lebih efektif dan semakin banyak

kandungan aktif dalam tanaman yang dapat tersari. Pemilihan etanol sebagai

cairan penyari dikarenakan etanol dapat bercampur dengan air sehingga

diharapkan dapat menyari sebagian besar kandungan kimia dalam bahan segar

yang memiliki kandungan air cukup tinggi.

Penyarian kandungan aktif dilakukan dengan maserasi karena umumnya

kandungan aktif dalam tanaman tidak tahan terhadap pemanasan sehingga lebih

dipilih ekstraksi cara dingin serta proses maserasi dianggap lebih sederhana dan

mudah dilakukan dibanding cara ekstraksi yang lain seperti perkolasi. Perkolasi

memerlukan banyak pelarut serta proses ekstraksinya cukup lama sehingga kurang

efisien untuk penelitian ini. Selain itu, penelitian ini menggunakan bahan segar

sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan ekstraksi dengan cara lain seperti

(58)

oleh pelarut (susunannya harus kompak). Maserasi dilakukan terhadap campuran

bahan dan cairan penyari selama dua hari dan dilanjutkan tahap remaserasi ampas

selama dua hari. Selama proses maserasi dilakukan penggojogan dengan bantuan

shaker sehingga meningkatkan kontak simplisia dengan cairan penyari. Hal ini

dilakukan untuk memaksimalkan jumlah kandungan aktif yang dapat tersari dari

simplisia tersebut. Filtrat dari kedua tahapan tesebut dikumpulkan lalu disaring

menggunakan bantuan corong Buchner yang dilapisi kertas saring serta pompa

vakum sehingga prosesnya lebih cepat. Hasil penyaringan filtrat tersebut

kemudian diuapkan pelarutnya sehingga diperoleh ekstrak etanol herba seledri.

Ekstrak etanol yang diperoleh sebanyak 27,3421 g.

Ekstrak kental yang telah diperoleh kemudian difraksinasi. Sebelum

difraksinasi maka ekstrak kental tersebut ditambahkan 300 mL air hangat terlebih

dahulu karena dengan air dingin ekstrak etanolik sukar larut. Fraksinasi dilakukan

dengan pelarut wasbensin yang bersifat non polar dengan perbandingan 1:1 v/v.

Bagian yang polar seperti polifenol dan flavonoid akan tersari ke air sedangkan

bagian non polar seperti lipid dan klorofil akan tersari ke wasbensin. Fraksi air

akan berada pada bagian bawah sedangkan fraksi wasbensin akan berada di

bagian atas. Hal tersebut dikarenakan bobot jenis (bj) air (1 g/mL) lebih besar

daripada bj wasbensin (0,730 g/mL). Selanjutnya, fraksi air yang telah dipisahkan

dari fraksi wasbensin difraksinasi menggunakan etil asetat yang kepolarannya

berada diantara air dan wasbensin dengan perbandingan 1:1 v/v. Tahapan

fraksinasi menggunakan etil asetat-air sama seperti tahapan fraksinasi

(59)

bawah karena bj air (1 g/mL) lebih besar dibandingkan etil asetat (0,903 g/mL).

Setelah proses fraksinasi selesai, didapatkan fraksi air dan fraksi etil asetat. Fraksi

etil asetat selanjutnya diuapkan menggunakan bantuan vacuum rotary evaporator

untuk menghilangkan pelarutnya. Pada saat hampir semua pelarut telah menguap,

fraksi tersebut diletakkan dalam cawan porselen yang telah ditara sebelumnya

kemudian dipanaskan di atas waterbath sambil diaduk agar terbentuk ekstrak yang

benar-benar kental. Setelah kental, fraksi etil asetat yang berwarna kehijauan

ditimbang dan diperoleh 0,5446 g.

D. Hasil Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam fraksi etil

asetat ekstrak etanolik herba seledri terdapat kandungan senyawa fenolik serta

apakah fraksi tersebut memiliki aktivitas antioksidan. Pada uji pendahuluan

keberadaan senyawa fenolik, senyawa uji ditambahkan pereaksi fenol

Folin-Ciocalteu, didiamkan selama dua menit kemudian ditambahkan larutan natrium

karbonat 1M. Pembanding yang digunakan untuk uji ini adalah asam galat yang

(60)

Gambar 5. Uji pendahuluan senyawa fenolik

Keterangan : 1 : Pereaksi Folin-Ciocalteu + Na2CO3 sebagai kontrol;

2 : Asam galat; 3 : Fraksi uji

Adanya senyawa fenolik dalam fraksi uji akan mengubah warna larutan

menjadi biru. Perubahan warna tersebut terjadi karena oksidasi senyawa fenol

dalam fraksi uji oleh pereaksi Folin-Ciocalteu. Hasil pengujian pada fraksi etil

asetat ekstrak etanolik herba seledri menunjukkan positif terdapat kandungan

fenolik karena terbentuk warna biru, hal tersebut terjadi pula pada senyawa

pembanding asam galat.

Pada uji pendahuluan aktivitas antioksidan, baik senyawa uji maupun

senyawa pembanding, yaitu rutin ditambahkan pada larutan DPPH dalam metanol.

Adanya aktivitas antioksidan akan mengubah warna larutan DPPH yang semula

berwarna ungu menjadi kekuningan. Hasil pengujian baik untuk senyawa uji

maupun senyawa pembanding kesemuanya positif karena terjadi perubahan warna

pada larutan DPPH dalam metanol menjadi kekuningan, dibandingkan dengan

kontrol berupa larutan DPPH dalam metanol yang berwarna ungu.

1 2 1

(61)

Gambar 6. Uji pendahuluan aktivitas antioksidan

Keterangan : 1 : Larutan DPPH sebagai kontrol; 2 : Rutin; 3 : Fraksi uji

E. Optimasi Metode 1. Penentuan Operating Time (OT)

Penetuan operating time dimaksudkan untuk memperoleh waktu

pengukuran absorbansi dengan nilai yang stabil. Waktu pengukuran absorbansi

ditentukan saat warna yang terbentuk stabil, ditandai dengan nilai absorbansi yang

stabil dari senyawa yang diukur.

a. Uji aktivitas antioksidan

Penentuan operating time dilakukan dengan mengukur serapan larutan

DPPH yang telah ditambahkan senyawa uji maupun senyawa pembanding rutin

pada tiga konsentrasi berbeda (low, med, dan high). Larutan divorteks dahulu

selama 30 detik sebelum diukur untuk menghomogenkan campuran tersebut agar

bereaksi optimal. Pembacaan absorbansi dilakukan menggunakan

spektrofotometer visibel pada panjang gelombang teoritis dari DPPH yaitu 517

nm selama 1 jam. Pengukuran absorbansi dilakukan tiap 5 menit dikarenakan

instrumen yang digunakan tidak dapat digunakan untuk mengukur OT secara

(62)

otomatis. Waktu operasi (OT) yang diperoleh untuk larutan pembanding rutin

maupun larutan uji adalah 30 menit, ditandai dengan nilai absorbansi yang tetap.

Gambar 7. Kurva penentuan Operating Time (OT) uji aktivitas antioksidan

b. Penetapan kandungan fenolik total

Penentuan operating time dilakukan dengan mengukur serapan kompleks

molybdenum blue yang terbentuk oleh reaksi antara senyawa fenolik yaitu asam

galat dengan pereaksi Folin-Ciocalteu dalam suasana basa. Pembacaan absorbansi

dilakukan menggunakan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang teoritis

kompleks molybdenum blue yaitu 750 nm selama 30 menit. Pengukuran

absorbansi dilakukan tiap 5 menit dikarenakan instrumen yang digunakan tidak

dapat digunakan untuk mengukur OT secara otomatis. Waktu operasi (OT) yang

diperoleh untuk larutan asam galat adalah 10 menit, ditandai dengan nilai

Gambar

Gambar 3. Reaksi Radikal DPPH dengan antioksidan (Windono et al., 2001).
Tabel I. Rentang akurasi yang masih dapat diterima
Tabel II. Rentang KV yang masih dapat diterima
Gambar 4. Skema jalannya penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENETAPAN KANDUNGAN FENOLIK TOTAL FRAKSI AIR EKSTRAK ETANOLIK BERAS HITAM ( Oryza sativa L. indica ) DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DENGAN MENGGUNAKAN RADIKAL 1,1-..

Penulis skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Antioksidan Menggunakan Radikal 1,1-Difenil-2-Pikrilhidarzil (DPPH) dan Penetapan Kandungan Fenolik Total Fraksi Etil Asetat Sari

Dari hasil validasi metode analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa metode penangkapan radikal bebas DPPH oleh rutin dan fraksi etil asetat ekstrak etanol kulit buah

Hasil menunjukkan bahwa herba kate mas memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC 50 ekstrak metanolik, fraksi air, fraksi heksan, dan fraksi etil

Dari hasil validasi metode analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa metode penangkapan radikal bebas DPPH oleh rutin dan fraksi etil asetat ekstrak etanol kulit buah

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MENGGUNAKAN RADIKAL 1,1-DIFENIL- 2-PIKRILHIDRAZIL (DPPH) DAN PENETAPAN

Metode yang digunakan dalam pengujian zat antioksidan adalah metode DPPH ( 1,1 difenil-2-pikrilhidrazil ) yang merupakan radikal bebas, jika direaksikan dengan

Hasil menunjukkan bahwa herba kate mas memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC 50 ekstrak metanolik, fraksi air, fraksi heksan, dan fraksi etil