• Tidak ada hasil yang ditemukan

FERMENTABILITAS DAN DEGRADABILITAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FERMENTABILITAS DAN DEGRADABILITAS"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

FERMENTABILITAS DAN DEGRADABILITAS

in vitro

SERTA

PRODUKSI BIOMASSA MIKROBA RANSUM KOMPLIT

KOMBINASI RUMPUT LAPANG, KONSENTRAT

DAN SUPLEMEN KAYA NUTRIEN

SKRIPSI

DIMAR SARI WAHYUNI

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

RINGKASAN

DIMAR SARI WAHYUNI. D24104028. 2008. Fermentabilitas dan Degradabilitas in vitro serta Produksi Biomassa Mikroba Ransum Komplit

Kombinasi Rumput Lapang, Konsentrat dan Suplemen Kaya Nutrien. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur. Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Suharyono, MRur. Sc.

Rendahnya produktivitas ternak ruminansia di Indonesia disebabkan oleh keterbatasan penyediaan hijauan pada musim kemarau. Selain itu, masalah yang dihadapi adalah kurang dan rendahnya kualitas pakan sumber protein terutama konsentrat. Harga pakan sumber protein yang mahal pun menjadi kendala bagi peternak. Pengembangan sistem pakan berbasis limbah industri agro dengan sentuhan teknologi dalam bentuk penyediaan ransum komplit dapat mendukung produktivitas ternak. Ransum komplit yang digunakan dalam penelitian ini berbahan baku rumput lapang, konsentrat dan Suplemen Kaya Nutrien (SKN); SKN diperkaya oleh protein bypass, agen defaunasi, mineral organik dan kunyit. Akan tetapi kombinasi yang terbaik dari ketiga bahan baku dalam ransum komplit yang akan dibuat masih belum diketahui. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mengkaji penggunaan ransum komplit kombinasi rumput lapang, konsentrat dan SKN terhadap fermentabilitas, degradabilitas dan produksi biomassa mikroba secara in vitro, dan untuk mencari kombinasi terbaik antara rumput lapang, konsentrat dan SKN di dalam ransum komplit berdasarkan fermentabilitas, degradabilitas dan produksi biomassa mikroba.

Penelitian dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) - Badan Tenaga Nuklir Nasional. Ransum komplit perlakuan yang digunakan adalah R1 (ransum kontrol = rumput lapang 70% + konsentrat 30%); R2 (rumput lapang 70% + konsentrat 25% + SKN 5%); R3 (rumput lapang 70% + konsentrat 20% + SKN 10%) dan R4 (rumput lapang 70% + konsentrat 15% + SKN 15%). Cairan rumen ternak kerbau fistula digunakan sebagai kelompok berdasarkan waktu pengambilan yang berbeda. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan diulang dalam 4 kelompok. Peubah yang diamati adalah produk fermentabilitas (NH3 dan VFA total), degradabilitas (BK

dan BO), produksi gas dan produksi biomassa mikroba. Selanjutnya data diolah dengan Analisis Ragam (ANOVA) dan jika memberikan hasil yang berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji ortogonal kontras, kemudian untuk mendapatkan tipe kurva pendugaan yang terbaik data diolah dengan uji ortogonal polinomial.

Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa pemberian SKN ke dalam ransum basal berpengaruh nyata (p<0,05) meningkatkan produksi gas dan VFA total, dan sangat berpengaruh nyata (p<0,01) meningkatkan konsentrasi NH3,

degradabilitas (BK dan BO) dan produksi biomassa mikroba.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah kombinasi rumput lapang 70%, konsentrat 20% dan SKN 10% merupakan imbangan optimal di dalam ransum komplit yang dapat meningkatkan produksi gas total sebesar 3,33%, konsentrasi VFA total sebesar 10,34%, konsentrasi NH sebesar 10,34%, produksi

(3)

biomassa mikroba sebesar 44,11%, DBK sebesar 16,30% dan DBO sebesar 20,11% dibandingkan ransum kontrol. Secara keseluruhan, R3 lebih optimal dalam meningkatkan fermentabilitas, degradabilitas dan produksi biomassa mikroba in vitro.

Kata-kata kunci: ransum komplit, SKN, fermentabilitas, degradabilitas, produksi biomassa mikroba, in vitro

(4)

ABSTRACT

in vitro Fermentability, Degradability and Microbial Biomass Product of

Complete Ration Containing a Combination of Field Grass, Concentrate and Nutrient Rich Supplement

D. S. Wahyuni., A. S. Tjakradidjaja and Suharyono

Lower productivity of cattle is caused by lack of grass in dry season, lower concentrate quality, highly protein price, and nutrient deficiency. Complete ration is one of solution to that problems. A complete ration is formulated to contain field grass, concentrate and nutrient rich supplement; however, the best combination of these feeds has not been determined. Therefore, the objective of this experiment is to obtain an optimum combination between field grass, concentrate and Nutrient Rich Supplement (NRS) based on in vitro study using Hohenheim gas test. The experimental diets were: R1 (control diet = 70% field grass + 30% concentrate), R2 (70% field grass + 25% concentrate + 5% NRS), R3 (70% field grass + 20% concentrate + 10% NRS) and R4 (70% field grass + 15% concentrate + 15% NRS). A randomized block design with four treatments and four replications was carried out. Buffalo rumen fluid taken in different time and was used as block or replication. Data were analyzed by Analysis of Variance (ANOVA). Significant differences among treatments were determined by contrast orthogonal, and polynomial orthogonal test was used to determine the trend of treatment effects on variables measured. The results showed that supplementation improved significantly (p<0.05) gas production and VFA concentration. The effect of treatments were highly significant (p<0.01) on NH3 concentration, microbial biomass product, dry matter

and organic matter degradability. It is concluded that combination between 70% field grass, 20% concentrate and 10% NRS in complete ration (R3) increased gas production 3.33%, VFA total 10.34%, NH3 concentration 10.34%, microbial biomass

product 44.11%, dry matter degradability 16.30% and organic matter degradability 20.11%, compared with control ration.

Keywords: Complete Ration, NRS, Fermentability, Degradability, Microbial Biomass Product, in vitro

(5)

FERMENTABILITAS DAN DEGRADABILITAS

in vitro

SERTA

PRODUKSI BIOMASSA MIKROBA RANSUM KOMPLIT

KOMBINASI RUMPUT LAPANG, KONSENTRAT

DAN SUPLEMEN KAYA NUTRIEN

DIMAR SARI WAHYUNI D24104028

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(6)

FERMENTABILITAS DAN DEGRADABILITAS

in vitro

SERTA

PRODUKSI BIOMASSA MIKROBA RANSUM KOMPLIT

KOMBINASI RUMPUT LAPANG, KONSENTRAT

DAN SUPLEMEN KAYA NUTRIEN

Oleh

DIMAR SARI WAHYUNI D24104028

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 24 April 2008

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur. Sc. Ir. Suharyono, MRur. Sc. NIP. 131 624 182 NIP. 330 001 700

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr. NIP. 131 955 531

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Juli 1986 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Bambang Wahyudi dan Ibu Nuniek Guniarti.

Penulis mengawali pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Bani Saleh I Bekasi pada tahun 1992 dan diselesaikan pada tahun 1998. Pendidikan lanjutan pertama dimulai oleh penulis pada tahun 1998 dan diselesaikan pada tahun 2001 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 12 Bekasi. Penulis kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 81 Jakarta pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2004.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui program USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis aktif dalam organisasi Himpunan Profesi Mahasiswa Ilmu Nutrisi Ternak (HIMASITER) periode 2004-2005 sebagai anggota divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) dan periode 2006-2007 sebagai anggota biro Nutrisi dan Industri Makanan Ternak (Nutrisari). Selain itu, penulis mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) ”Agriaswara”.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan.

Skripsi ini berjudul ”Fermentabilitas dan Degradabilitas in vitro serta Produksi Biomassa Mikroba Ransum Komplit Kombinasi Rumput Lapang, Konsentrat dan Suplemen Kaya Nutrien.” Penelitian dilakukan di Kelompok Nutrisi Ternak, Bidang Pertanian, Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) - Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Penelitian ini berlangsung dari bulan Juli sampai November 2007. Persiapan dimulai dari penulisan proposal dilanjutkan dengan pengurusan perijinan dengan pihak BATAN, pencarian bahan dan alat yang akan digunakan pada penelitian, pelaksanaan penelitian dan penulisan hasil.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian ransum komplit kombinasi rumput lapang, konsentrat dan suplemen kaya nutrien yang berbahan baku protein bypass, agen defaunasi, mineral organik dan kunyit terhadap fermentabilitas in vitro yaitu produksi VFA total dan konsentrasi NH3. Selain itu,

untuk mengetahui degradabilitas bahan kering dan bahan organik serta produksi biomassa mikroba. Penelitian ini pun bertujuan untuk mencari kombinasi terbaik antara rumput lapang, konsentrat dan SKN di dalam ransum komplit.

Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, besar harapan penulis adanya sumbangan pemikiran dari berbagai kalangan untuk perbaikan skripsi ini. Penulis pun mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, April 2008

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... ii

ABSTRACT ... iv

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Pakan Sumber Energi ... 4

Rumput Lapang ... 4

Molases ... 4

Bekatul ... 5

Onggok ... 5

Pakan Sumber Protein ... 6

Urea ... 6

Ampas Tahu ... 7

Bungkil Kelapa ... 8

Ampas Kecap ... 9

Ransum Komplit ... 10

Suplemen Kaya Nutrien (SKN) ... 12

Penggunaan Ampas Teh sebagai Protein bypass ... 14

Agen Defaunasi ... 15

Suplementasi Mineral Zn dan Cu Organik ... 16

Kunyit ... 18

Metabolisme Rumen ... 19

Produksi Gas ... 19

Volatile Fatty Acid (VFA) ... 19

Amonia (NH3) ... 21

Produksi Biomassa Mikroba ... 22

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik ... 23

Percobaan in vitro ... 24

METODE ... 25

(10)

Materi ... 25

Rancangan ... 26

Perlakuan ... 26

Peubah ... 27

Rancangan Percobaan ... 27

Prosedur Pembuatan Ransum Komplit ... 28

Pembuatan Suplemen Kaya Nutrien (SKN) ... 28

Pembuatan Protein bypass dan Agen Defaunasi ... 28

Pembuatan Mineral Organik ... 28

Pembuatan Tepung Kunyit ... 29

Pengujian Ransum secara in vitro ... 30

Pengukuran Produksi Gas ... 30

Pengukuran Konsentrasi VFA Total ... 32

Pengukuran Konsentrasi NH3 ... 32

Pengukuran Produksi Biomassa Mikroba ... 33

Pengukuran Degradabilitas Bahan Kering dan Bahan Organik . 34 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

Ransum Komplit ... 35

Produksi Gas Total ... 38

Konsentrasi VFA Total ... 42

Konsentrasi Amonia (NH3) ... 46

Produksi Biomassa Mikroba ... 50

Degradabilitas Ransum Komplit ... 55

Degradabilitas Bahan Kering (DBK) ... 55

Degradabilitas Bahan Organik (DBO) ... 59

Evaluasi Penggunaan Ransum terhadap Semua Peubah yang Diamati ... 63

KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

Kesimpulan ... 66

Saran ... 66

UCAPAN TERIMA KASIH ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia Rumput Lapang, Molases, Bekatul dan Onggok .. 5

2. Laju Degradasi Beberapa Sumber Protein dalam Fermentor yang Menggunakan Cairan Rumen Sapi ... 9

3. Komposisi Kimia Urea, Ampas Tahu, Bungkil Kelapa dan Ampas Kecap ... 9

4. Kebutuhan Nutrisi (Energi dan Protein) untuk Beberapa Ternak Ruminansia Kecil ... 11

5. Kebutuhan Nutrisi (Energi dan Protein) untuk Beberapa Ternak Ruminansia Besar ... 12

6. Perbedaan Komposisi Kimia antara SKN dan SPM ... 13

7. Komposisi Ransum Komplit ... 26

8. Hasil Uji Pengikatan Ampas Tahu dengan Cu dan Zn ... 29

9. Komposisi Kimia Bahan-bahan Ransum Komplit ... 36

10.Komposisi Nutrisi Ransum Komplit Perlakuan ... 37

11.Produksi Gas in vitro (ml/200 mg BK) Ransum Komplit Perlakuan . 39

12.Produksi Gas in vitro (ml/200 mg BK) pada Waktu Inkubasi yang Berbeda (jam) ... 40

13.Konsentrasi VFA Total in vitro (mM) Ransum Komplit Perlakuan . 43

14.Konsentrasi NH3 in vitro (mM) Ransum Komplit Perlakuan ... 47

15.Produksi Biomassa Mikroba in vitro (mg) Ransum Komplit Perlakuan ... 51

16.Degradabilitas Bahan Kering in vitro (%) Ransum Komplit Perlakuan 55

17.Degradabilitas Bahan Organik in vitro (%) Ransum Komplit Perlakuan ... 60

18.Pengaruh Penggunaan Ransum terhadap Semua Peubah yang Diamati ... 65

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Struktur Kimia Pembentukan Urea ... 6

2. Bagan Pembuatan Ampas Tahu ... 8

3. Ikatan antara Protein dalam Ampas Tahu dengan Zn++ atau Cu++ ... 17

4. Proses Metabolisme Karbohidrat di dalam Rumen Ternak Ruminansia ... 20

5. Proses Metabolisme Protein di dalam Rumen Ternak Ruminansia ... 22

6. Rumput Lapang, Konsentrat dan SKN ... 26

7. Proses Pembuatan Tepung Kunyit ... 29

8. Laju Produksi Gas in vitro (ml/200 mg BK) pada Waktu Inkubasi 0-48 jam ... 41

9. Konsentrasi VFA Total (mM), Konsentrasi NH3 (mM) dan Produksi Biomassa Mikroba (mg) Ransum Komplit Perlakuan ... 53

10.Korelasi antara Level SKN (%) dengan Degradabilitas Bahan Kering (%) ... 58

11.Korelasi antara Level SKN (%) dengan Degradabilitas Bahan Organik (%) ... 62

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Gas Total ... 77 2. ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi VFA Total ... 77 3. ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 ... 77

4. ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Biomassa Mikroba . 78 5. ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Degradabilitas Bahan

Kering ... 78 6. ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Degradabilitas Bahan

Organik ... 78 7. Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Gas

Total ... 79 8. Uji Ortogonal Polinomial Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi

Gas Total ... 79 9. Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi

VFA Total ... 80 10.Uji Ortogonal Polinomial Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi VFA Total ... 80 11.Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi

NH3 ... 81

12.Uji Ortogonal Polinomial Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 ... 81

13.Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi

Biomassa Mikroba ... 82 14.Uji Ortogonal Polinomial Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi

Biomassa Mikroba ... 82 15.Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan terhadap Degradabilitas Bahan Kering ... 83 16.Uji Ortogonal Polinomial Pengaruh Perlakuan terhadap Degradabilitas Bahan Kering ... 83

17.Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan terhadap Degradabilitas Bahan Organik ... 84 18.Uji Ortogonal Polinomial Pengaruh Perlakuan terhadap Degradabilitas Bahan Organik ... 84

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pembangunan nasional yang berhasil di Indonesia diindikasikan oleh adanya peningkatan kesehatan masyarakat yaitu terpenuhinya asupan nutrisi yang bergizi, sehat dan berkualitas tinggi. Peningkatan permintaan masyarakat akan sumber protein hewani tidak sejalan dengan produktivitas ternak ruminansia di Indonesia yang rendah. Hal ini yang mendorong para peternak untuk meningkatkan dan memperbaiki produktivitas ternak dan pemenuhan kebutuhan zat nutrisi ternak.

Salah satu penyebab rendahnya produktivitas ternak ruminansia di Indonesia adalah keterbatasan penyediaan hijauan pada musim kemarau. Selain itu, masalah yang dihadapi peternak adalah kurang dan rendahnya kualitas pakan sumber protein terutama konsentrat komersial. Harga pakan sumber protein yang mahal pun menjadi kendala bagi peternak. Pengembangan sistem pakan berbasis sumber daya lokal yaitu hasil sisa, hasil samping dan limbah berbagai jenis tanaman merupakan sumber bahan baku pakan alternatif yang potensial, murah, berkualitas, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia dan berkesinambungan. Upaya peningkatan kualitas limbah industri agro diperlukan suatu teknologi sehingga dapat mendukung perkembangan produksi ternak di Indonesia yang berkelanjutan, efisien dan kompetitif.

Peternakan di Indonesia masih mempunyai permasalahan nutrisi, yaitu terjadi defisien dan ketidakseimbangan gizi baik energi, protein dan mineral termasuk vitamin (Suryahadi, 2003). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan defisiensi nutrisi pada ternak adalah dengan adanya teknik manipulasi pakan melalui penyediaan ransum komplit. Ransum komplit yang digunakan dalam penelitian ini berbahan baku rumput lapang. Rumput lapang memiliki beberapa keunggulan diantaranya ketersediaannya yang melimpah, murah, mudah didapat dan sebagai pakan sumber energi. Menurut Aboenawan (1991), rumput lapang merupakan pakan yang sudah umum digunakan oleh peternak sebagai pakan utama ternak ruminansia. Konsentrat dan SKN juga digunakan dalam ransum komplit ini.

Menurut Suryahadi (2003), suplementasi bermanfaat dalam mengatasi masalah defisiensi, meningkatkan kapasitas mencerna pakan karena adanya perbaikan metabolisme dan kemampuan mikroba rumen. Teknik manipulasi pakan

(15)

yang sedang marak adalah suplementasi pakan yang berupa Urea Molases Multinutrient Block (UMMB). Suplemen berbentuk blok UMMB ini memiliki kekurangan terutama dalam ketersediaan bahan baku masih tergantung pada penggunaan molases dan bungkil kedelai, sedangkan harga kedua bahan pakan tersebut cukup tinggi sehingga harganya relatif mahal (Suharyono et al., 2005).

Pada saat ini, pengkajian pembuatan Suplemen Pakan Multinutrien (SPM) telah dikembangkan oleh BATAN dengan mengurangi penggunaan kedua bahan baku pakan tersebut sehingga didapatkan harga yang relatif murah. Suplemen Kaya Nutrien (SKN) yang dibuat dalam penelitian ini merupakan pengkayaan dari SPM. Kelebihan yang dimiliki oleh SKN yaitu kandungan protein kasar yang cukup tinggi sebesar 28,09%. Selain itu, SKN mengandung mineral organik yang merupakan proses pengikatan antara ampas tahu dan mineral Zn dan Cu (anorganik). Suplementasi mineral Zn dan Cu dalam bentuk organik mampu meningkatkan penyerapan pada organ pasca rumen dibandingkan anorganik (Silalahi, 2003; Setyoningsih, 2003). Suplemen ini juga mengandung ampas kecap yang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi sekitar 28-31% (NRC, 2001). Menurut Sutardi et al. (1983), ampas kecap ini memiliki laju degradasi protein yang cukup tinggi sebesar 3,58%/jam sehingga protein perlu diproteksi agar terjadi peningkatan potensi ketersediaan asam amino di dalam usus halus.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan adanya SKN ini yang mengandung ampas teh sebagai sumber asam tanin yang dapat digunakan sebagai pelindung sumber protein pakan ternak dari degradasi dalam rumen (Soebarinoto, 1986). Daun kembang sepatu sebagai agen defaunasi juga ditambahkan ke dalam SKN. Penambahan kunyit ke dalam SKN juga dilakukan sebagai antibakteri dan antioksidan lebih efektif jika digabungkan dengan Zn-organik dan Cu-organik dalam stabilitas membran ambing dan sistem imunitas tubuh sapi (Tanuwiria et al., 2006).

Perumusan Masalah

Kualitas nutrisi pakan sumber protein yang umum digunakan oleh peternak relatif rendah. Hal ini yang merupakan penyebab rendahnya produktivitas ternak di Indonesia. Selain itu, masalah yang dihadapi peternak adalah harga pakan sumber protein yang mahal dan keterbatasan penyediaan hijauan pada musim kemarau.

(16)

Pengembangan sistem pakan berbasis sumber daya lokal dengan sentuhan teknologi dalam bentuk ransum komplit ini dapat mendukung perkembangan produksi ternak di Indonesia. Kualitas dan kuantitas pakan sangat mempengaruhi proses fermentasi pakan dalam rumen. Pemberian ransum komplit yang berbahan baku rumput lapang, konsentrat dan SKN yang diperkaya oleh protein bypass, agen defaunasi, mineral organik dan kunyit, sebagai salah satu upaya perbaikan proses fermentasi di dalam rumen. Efek perbaikan proses fermentasi tersebut perlu dievaluasi berdasarkan fermentabilitas, degradabilitas dan produksi biomassa mikroba secara in vitro dan dari hasil ini dapat ditentukan kombinasi terbaik antara rumput lapang, konsentrat dan SKN di dalam ransum komplit.

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh pemberian ransum komplit kombinasi rumput lapang, konsentrat danSKN yang berbahan baku protein bypass, agen defaunasi, mineral organik dan kunyit, terhadap fermentabilitas, degradabilitas dan produksi biomassa mikroba.

2. Mencari kombinasi terbaik antara rumput lapang, konsentrat dan SKN di dalam ransum komplit berdasarkan fermentabilitas, degradabilitas dan produksi biomassa mikroba menggunakan metoda uji gas Hohenheim.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA Pakan Sumber Energi Rumput Lapang

Rumput lapang adalah pakan yang sudah umum digunakan oleh peternak sebagai pakan utama ternak ruminansia. Rumput lapang banyak terdapat di sekitar sawah atau ladang, pegunungan, tepi jalan dan semak-semak. Rumput ini tumbuh liar sehingga memiliki mutu yang kurang baik untuk pakan ternak (Aboenawan, 1991). Rumput lapang adalah campuran dari beberapa jenis rumput lokal yang umumnya tumbuh secara alami dengan daya produksi dan kualitas nutrisi yang rendah. Walaupun demikian, rumput lapang merupakan hijauan yang mudah didapat, murah dan pengelolaannya mudah (Wiradarya, 1989).

Syarat-syarat rumput sebagai bahan makanan ternak antara lain (1) mempunyai manfaat yang tinggi sebagai bahan makanan, (2) mudah dicerna alat pencernaan dan (3) tersedia dalam keadaan yang cukup. Rumput mengandung zat-zat makanan yang bermanfaat bagi ternak seperti air, lemak, bahan ekstrak tanpa-N, serat kasar, mineral (terutama phospor dan garam dapur) serta vitamin (Lubis, 1963). Kandungan nutrisi rumput lapang disajikan pada Tabel 1.

Molases

Molases merupakan salah satu produk sampingan dari proses pembuatan gula tebu (Somaatmadja, 1981). Molases adalah pakan sumber energi yang murah karena mengandung gula (50 %), baik dalam bentuk sukrosa (20–30%) maupun dalam bentuk gula pereduksi (10-30%). Gula-gula pereduksi tersebut sangat mudah dicerna dan dapat langsung diserap oleh darah dan digunakan untuk pembakaran untuk keperluan energi. Molases mengandung 2,5-4,5% protein kasar, sebagian dari protein tersebut merupakan protein yang dapat dicerna. Selain itu, molases sangat kaya akan mineral. Kadar abu molases antara 2,5-7% sebagai karbonat. Kadar vitamin, khususnya vitamin-vitamin yang tahan panas dan basa (CaOH2) relatif sangat tinggi

di dalam molases (Winarno, 1982). Kandungan nutrisi molases lain dapat dilihat pada Tabel 1.

Perry et al. (2004) menyatakan bahwa molases digunakan dalam ransum untuk sapi, domba, dan kuda dengan tujuan untuk memperbaiki palatabilitas ransum,

(18)

memperbaiki aktivitas mikroba rumen, mengurangi kadar kotoran, sebagai pengikat pembuatan pellet dan sumber energi.

Bekatul

Bekatul dapat disebut sebagai bagian luar butiran beras setelah kulit padi (sekam) dan kulit ari dihilangkan dalam proses penggilingan padi menjadi beras. Pakan bekatul sebanyak 3-8% berasal dari beras pecah kulit. Bekatul mengandung 13-17% lipida, 11-14% protein dan 45-50% karbohidrat. Kadar minyak yang berasam lemak tidak jenuh dan enzim lipolitik dalam bekatul cukup tinggi, oleh karena itu bekatul mudah sekali tengik. Bekatul memiliki kadar lemak lebih tinggi dibandingkan dengan proteinnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 (Somaatmadja, 1981).

Tabel 1. Komposisi Kimia Rumput Lapang, Molases, Bekatul dan Onggok Komponen Rumput Lapang1) Molases2) Bekatul2) Onggok3)

Bahan Kering (%) 22,97 36,00 86,00 86,00 Protein Kasar (% BK) 10,12 5,90 14,00 1,77 Lemak Kasar (% BK) 1,22 2,00 12,40 1,48 BETN (% BK) 46,92 46,50 58,60 89,20 Serat Kasar (% BK) 31,80 37,90 6,00 6,67 Abu (% BK) 9,04 7,80 9,00 0,89 Kalsium (% BK) 0,17 0,36 0,05 0,12 Sumber : 1) Lubis, 1992 2) Tillman et al., 1997 3) Irawan, 2002 Onggok

Limbah padat atau ampas yang diperoleh dari hasil pemerasan ubi kayu dalam pengolahan pati singkong (tapioka) yang potensial untuk dijadikan sebagai pakan biasanya disebut dengan onggok. Onggok memiliki kandungan protein yang rendah, sehingga perlu ditambahkan dengan bahan makanan sumber protein atau sumber NPN. Kandungan protein onggok yang rendah menyebabkan tidak optimal penggunaannya dalam pakan ternak. Rekayasa atau sentuhan teknologi perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitasnya (Winugroho et al., 1983). Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) merupakan kandungan tertinggi di dalam onggok yaitu

(19)

sebesar 89,20% sehingga onggok dinamakan sebagai sumber energi (Irawan, 2002). Komposisi onggok dapat dilihat pada Tabel 1.

Pakan Sumber Protein Urea

Urea adalah salah satu sumber Non Protein Nitrogen (NPN) yang berbentuk kristal putih dan bersifat mudah larut dalam air. Urea untuk makanan atau feed-grade adalah yang mengandung 45 persen N karena sudah dicampur dengan antara lain kaolin, kapur atau tepung yang akan mempermudah penanganan, misalnya dalam pencampuran dengan bahan pengisi lain bila menyusun ransum. Keuntungan penggunaan urea terutama karena harganya yang relatif murah untuk setiap unit protein ekuivalen (N x 6,25) dan sudah dikenal oleh petani. Urea dapat pula merugikan karena menyebabkan keracunan bila penggunaannya terlalu berlebihan. Konsentrasi NH3 dalam rumen yang melebihi batas 84 mg/100 ml akan

mengakibatkan keracunan urea pada ternak ruminansia. Penggunaan urea sebaiknya tidak melebihi 1% dari ransum atau 5% dari biji-bijian ransum. Protein suplemen dapat mengandung 85-90% N dari urea, tetapi jika dicampur dengan bahan makanan lain dalam ransum, kontribusi ekuivalen protein kasar dari urea biasanya kurang dari 33% (Parakkasi, 1999). Struktur kimia pembentukan urea disajikan pada Gambar 1, sedangkan komposisi kimia urea dapat dilihat pada Tabel 3.

O O ║ ║ NH4 + CO2 NH4-O-C-O-NH4 H2N-C-NH2

Amonium Karbon Dioksida Diamonium Karbonat Urea Gambar 1. Struktur Kimia Pembentukan Urea

Sumber: Parakkasi, 1999

Daya tarik penggunaan NPN (urea) dalam ransum adalah untuk menyediakan ransum yang memenuhi syarat dengan biaya yang lebih murah dibanding bila menggunakan bungkil – bungkilan (atau bahan makanan lain) sebagai sumber protein. Penggunaan NPN seperti ini tidak pernah menghasilkan penampilan ternak yang lebih baik dibandingkan pemakaian bungkil-bungkilan sebagai sumber protein. Kendala yang dihadapi dalam penggunaan urea terutama adalah kecepatan

(20)

perubahannya menjadi NH3 yang empat kali lebih cepat dibandingkan dengan

kecepatan penggunaan NH3 menjadi sel mikroba (Parakkasi, 1999).

Penguraian urea akan terjadi selama proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri rumen melalui enzim urease yang disekresikannya menjadi amonia dan karbondioksida. Amonia hasil fermentasi tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai pembentuk asam amino (protein mikroba). Proses pembentukan amonia ini berlangsung cepat sehingga dapat menyebabkan terjadinya alkalosis akibat dinding usus menyerap amonia dalam jumlah terlalu banyak (Payne, 1989). Salah satu keuntungan ruminansia mempunyai organ pencernaan fermentatif sebelum usus halus adalah mampu mengubah jenis nitrogen (N) termasuk Non Protein Nitrogen (NPN) seperti urea menjadi protein bermutu tinggi. Produk fermentatif dalam rumen dapat disajikan kepada usus halus dalam bentuk yang mudah dicerna (Sutardi, 1980). Ampas Tahu

Pada proses pembuatan tahu hanya sebagian protein kedelai yang dapat dimanfaatkan, sedangkan yang sebagian lagi masih tertinggal dalam ampasnya. Ampas tahu mengandung 58% dari jumlah protein kedelai. Jika kandungan biji kedelai sebesar ± 38% maka protein ampas tahu sebesar ± 22% berdasarkan berat kering (Wiriano, 1985). Protein kasar dari ampas tahu sebesar 29,4% (Irawan, 2002) (Tabel 3).

Ampas tahu masih mengandung kadar protein yang relatif tinggi. Hal ini disebabkan pada proses pembuatan tahu tidak semua bagian protein kedelai dapat terekstrak, lebih-lebih jika digunakan proses penggilingan tradisional. Ampas tahu segar memiliki tekstur yang kokoh (firm) walaupun kadar airnya tinggi (± 87%). Hal ini disebabkan oleh adanya serat kasar protein yang mengikat air secara hidrofilik yang kompak. Ampas tahu dari hasil pendidihan bubur memiliki daya tahan tidak lebih dari 24 jam dalam keadaan terbuka (bebas) dan dinyatakan bahwa ampas tahu yang tidak mengalami proses pendidihan akan membusuk lebih cepat. Ampas tahu yang membusuk akan menyebabkan bau tak sedap (NH3), teksturnya menjadi lebih

lembek dan berair. Ampas tahu dalam keadaan tersebut mudah menjadi sumber berbagai penyakit dan menyebabkan pencemaran udara (IMALOSITA, 1981). Proses pembuatan ampas tahu dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 2.

(21)

Ampas tahu adalah sumber protein yang mudah terdegradasi dalam rumen (Suryahadi, 1990) yang memiliki laju degradasi sebesar 9,79%/jam dan rataan kecepatan produksi N amonia nettonya sebesar 0,677 mM/jam (Sutardi et al., 1983). Hasil pengukuran laju degradasi beberapa sumber protein lainnya dalam fermentor dapat dilihat pada Tabel 2.

Kedelai ↓

pencucian dan perendaman → air ↓ penirisan → air ↓ penggilingan ← air ↓ bubur kedelai ↓

pemasakan ←air dan (kadang-kadang) antibusa penyaringan

ekstrak susu kedelai → ampas tahu (okara) ↓

pengendapan (koagulasi) ← koagulan ↓

pencetakan ↓

pengepresan --- whey ↓

tahu siap jadi Gambar 2. Bagan Pembuatan Ampas Tahu

Sumber: Herman, 1985 Bungkil Kelapa

Bungkil kelapa adalah limbah yang dihasilkan setelah daging kelapa diekstraksi atau dikeringkan. Kandungan protein kasar bungkil kelapa berkisar 20-26% (Church, 1991). Bungkil kelapa memiliki komposisi kimia yang bervariasi, akan tetapi kandungan nutrisi yang utama adalah protein kasar sebesar 21,6% sehingga bungkil kelapa termasuk sumber protein untuk ternak. Komposisi nutrien mineral yang dimiliki oleh bungkil kelapa adalah 0,21% Ca, 0,65% P, 53 mg/kg Zn,

(22)

dan 0,46 mg/kg Cu dengan bahan kering 100% (Tillman et al., 1997). Komposisi nutrien bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Laju Degradasi Beberapa Sumber Protein dalam Fermentor yang Menggunakan Cairan Rumen Sapi

Bahan Makanan Laju Degaradasi Protein (%/jam)

Bungkil kedelai Bungkil kelapa Bungkil kacang tanah Ampas kecap

Ampas tahu Daun petai cina

6,53 1,90 5,54 3,58 9,79 8,73 Sumber : Sutardi et al., 1983

Tabel 3. Komposisi Kimia Urea, Ampas Tahu, Bungkil Kelapa dan Ampas Kecap

Komponen Urea1) Ampas

Tahu2) Bungkil Kelapa3) Ampas Kecap4) Bahan Kering (%) - 15,00 86,00 - Protein Kasar (% BK)*) 281,25 29,40 21,60 28,62 Nitrogen (%) 45,00 - - - Lemak Kasar (% BK) - 10,20 10,20 24,36 BETN (% BK) - 32,70 49,70 10,34 Serat Kasar (% BK) - 22,70 12,10 8,70 Abu (% BK) - 4,96 6,40 27,98

Keterangan : *) Protein kasar (%) dihitung dengan rumus PK = Nitrogen x 6,25 (Parakkasi, 1999) Sumber : 1) Parakkasi, 1999

2) Irawan, 2002 3) Tillman et al., 1997

4) Sunarso, 1984 Ampas Kecap

Ampas kecap merupakan limbah dari pembuatan kecap. Bahan baku untuk membuat kecap adalah biji kedele. Ampas kecap memiliki palatabilitas yang cukup tinggi untuk sapi perah (Suryahadi et al., 1997). Ampas kecap tidak mempunyai sifat pencahar. Pakan sumber protein ini juga memberikan protein asal makanan yang lolos perombakan dalam jumlah yang cukup untuk pencernaan pasca rumen. Meningkatnya konsumsi Rumen Undegradable Protein (RUP) akan meningkatkan

(23)

kecernaan dan penyerapan protein di dalam usus halus serta akan meningkatkan kemampuan asam amino untuk sekresi protein di dalam ambing (Kanjanapruthipong dan Buatong, 2002).

Menurut Sunarso (1984), ampas kecap (100% BK) mengandung TDN 85,63% dan ME 3,096 Mkal/kg. Komposisi kimia nutrien ampas kecap lain dapat dilihat pada Tabel 3. Ampas kecap juga mampu menyediakan amonia dan VFA untuk mikroba rumen, dengan produksi NH3 sebesar 6,93 mM dan VFA sebesar

131,73 mM. Kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik ampas kecap adalah sebesar 32,29 dan 39,37%.

Ransum Komplit

Ransum adalah campuran jenis pakan yang diberikan kepada ternak untuk sehari semalam selama umur hidupnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi tubuhnya. Ransum yang sempurna harus mengandung zat-zat gizi yang seimbang, disukai ternak dan dalam bentuk yang mudah dicerna oleh saluran pencernaan (Ensminger et al., 1990). Jumlah total bahan makanan yang diberikan kepada hewan untuk jangka waktu 24 jam disebut ransum. Pakan merupakan suatu bahan-bahan yang dimakan oleh ternak, yang mengandung energi dan zat-zat gizi (atau keduanya) di dalam makanan tersebut (Tillman et al., 1997).

Ransum komplit merupakan pakan yang cukup gizi untuk hewan tertentu dalam tingkat fisiologi, dibentuk atau dicampur dari berbagai jenis pakan untuk diberikan sebagai satu-satunya makanan dan memenuhi kebutuhan pokok atau produksi, atau keduanya tanpa tambahan bahan atau substansi lain kecuali air (Tillman et al., 1997). Ransum komplit berasal dari campuran ransum total yang terbentuk dengan cara menimbang dan menyatukan semua bahan-bahan pakan yang dapat menyediakan kecukupan zat makanan yang dibutuhkan oleh induk sapi perah. Setiap bagian yang dikonsumsi dapat menyediakan nutrisi (energi, protein, serat, mineral dan vitamin) yang dibutuhkan oleh induk sapi (Schroeder dan Park, 1997).

Konsentrat merupakan suatu bahan makanan yang digunakan bersama bahan makanan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan makanan dan dimaksudkan untuk disatukan dan dicampur sebagai suplemen (pelengkap) atau makanan lengkap. Suatu bahan atau kombinasi bahan yang ditambahkan (biasanya

(24)

dalam kuantitas yang kecil) ke dalam campuran makanan dasar untuk memenuhi kebutuhan khusus disebut aditif (Tillman et al., 1997).

Sutardi (1980) menyatakan bahwa energi merupakan hasil metabolisme zat nutrisi organik yang terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein. Karbohidrat pada pakan ruminansia merupakan nutrien yang dominan dalam menyediakan sumber energi untuk tubuh, disamping menyediakan bahan yang bersifat bulky yang berguna untuk memelihara kelancaran proses pencernaan. Peranan protein dalam tubuh adalah untuk memperbaiki jaringan tubuh, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme (deaminasi) untuk energi dan sebagai enzim-enzim yang esensial bagi tubuh (Anggorodi, 1994). Kebutuhan nutrisi (energi dan protein) untuk beberapa ternak ruminansia kecil dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan untuk ternak ruminansia besar dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 4. Kebutuhan Nutrisi (Energi dan Protein) untuk Beberapa Ternak Ruminansia Kecil

Jenis Ternak Kebutuhan

TDN (%) Kebutuhan PK (%) Kambing*)

Hidup Pokok (Bobot 20-40 Kg) Bunting (Bobot 30 Kg)

Laktasi (Bobot Badan 30 kg, Produksi susu 1 kg/hari, Kadar Lemak 4%)

55-56 61 73 7-8 8-9 13 Domba**)

Hidup Pokok (Bobot 60-80 Kg) Bunting (Bobot 60-70 Kg)

Awal Laktasi (Bobot Badan 40 kg, Produksi susu 0,71-1,32 kg/hari)

Pertengahan Laktasi (Bobot Badan 40 kg, Produksi susu 0,47-0,89 kg/hari)

Akhir Laktasi (Bobot Badan 40 kg, Produksi susu 0,23-0,45 kg/hari)

54 53 66 53 53 8 7-8 13 10 8-9 Keterangan : TDN = Total Digestible Nutrient PK = Protein Kasar

Sumber : *) NRC, 1981 **) NRC, 2007

(25)

Tabel 5. Kebutuhan Nutrisi (Energi dan Protein) untuk Beberapa Ternak Ruminansia Besar

Jenis Ternak Kebutuhan

TDN (%)

Kebutuhan PK (%) Sapi Perah*)

Pejantan

Dara (Umur 6-12 Bulan) Masa Pengeringan

Laktasi (Produksi Susu 7-10 Kg/hari)

55 61-66 56 63-67 10 12 12 12-15 Sapi Pedaging**)

Dara 1 tahun, Induk Muda Bunting 3 bulan terakhir (BB 364-386 kg, PBB 0,4-0,6 kg)

Laktasi awal (PS 9 kg/hari, BB 364-454 kg, PBB 0 kg) Jantan Muda (BB 136-364 kg, PBB 0,9-1,1 kg) Jantan Dewasa (BB 590-635 kg, PBB 0,9 kg) 55-60 68-77 65-70 64 8,2-8,8 12-14 9-17 8 Kerbau Perah***)

Hidup Pokok (Bobot 450 Kg) Dara (Bobot 300 Kg)

Bunting (Trimester akhir, Bobot 400 Kg) Laktasi (Produksi susu 4 kg/hari, Kadar Lemak 7%, Bobot 550-600 Kg) 45 58 53 55-56 6-7 8 8 9-10

Keterangan : TDN = Total Digestible Nutrient PK = Protein Kasar Sumber : *) NRC, 2001

**) NRC, 1984 ***) Parakkasi, 1999

Suplemen Kaya Nutrien (SKN)

BATAN telah melakukan pengembangan dan modifikasi terhadap suplemen pakan sebelumnya UMMB menjadi SPM. Ketersediaan SPM ini dapat digunakan untuk mengatasi beberapa kendala seperti ketersediaan pakan lokal, harga dan bahan penyusun formula suplemen pakan UMMB. Bahan – bahan yang sulit didapat yaitu molasses, tepung tulang, dan bungkil kedelai (BATAN, 2005). SPM memiliki harga

(26)

yang lebih murah (Rp. 1500/kg) dibandingkan UMMB (Rp. 3000/kg) dan SKN (Rp. 1950/kg). Hal ini disebabkan oleh kandungan molases dan bungkil kedelai SPM lebih rendah dibandingkan dengan UMMB yaitu sebesar 10% dan 3%, sedangkan UMMB sebesar 29% dan 17%. SPM juga memiliki kelebihan yaitu di dalamnya terkandung imbuhan pakan yang dapat berperan dalam proses metabolisme dalam tubuh ternak. Kelebihan lainnya adalah protein bypass yang dapat langsung dimanfaatkan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan proteinnya dan mineral organik sebagai penyedia mineral (Suharyono et al., 2005).

Pemberian suplemen SPM di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) dapat meningkatkan kualitas susu (kadar lemak susu) sebesar 0,23% (Fharhandani, 2006) dan juga mampu meningkatkan produksi susu 4% FCM sebesar 4,157 kg/hari (Rafis, 2006). Suplemen SPM ini juga lebih meningkatkan produksi pada ternak sapi perah peranakan Fries Holland (FH) dimana produksi rata – rata susunya mencapai 14,2 l/ekor/hari dibandingkan sapi perah yang mendapat UMMB dan kontrol, yang produksi susunya masing – masing sebesar 13,7 l/ekor/hari dan 11,1 l/ekor/hari (Suharyono et al., 2005).

Tabel 6. Perbedaan Komposisi Kimia antara SKN dan SPM Kandungan Kimia Bahan

Komposisi Kimia SKN SPM Kadar air (%) 13,25 12,67 Bahan kering (%) 86,75 87,33 Abu (% BK) 14,77 22,96 Lemak (% BK) 11,23 7,37 Protein (% BK) 28,09 18,50 Serat kasar (% BK) 15,78 16,25 BETN (% BK) 30,13 22,25 TDN (% BK)*) 74,15 56,52 Ca (% BK) 0,20 0,14 P (% BK) 0,02 0,03

Keterangan : *) TDN dihitung dengan rumus TDN = 25,6 + 0,53 PK + 1,7 L – 0,474 SK + 0,732 BETN (Sutardi, 2003 dalam Noviana, 2004)

(27)

SKN yang dibuat dalam penelitian ini merupakan teknik pengkayaan dari SPM yang telah dikembangkan oleh BATAN. SKN ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan SPM yaitu memiliki kandungan protein kasar yang cukup tinggi sebesar 28,09%. Selain itu, SKN mengandung protein bypass, agen defaunasi, mineral organik dan kunyit. Perbedaan komposisi kimia antara SKN dan SPM disajikan pada Tabel 6.

Penggunaan Ampas Teh sebagai Protein bypass

Menurut Takeda (1994), teh secara umum terdiri dari dua varietas, yaitu Camelia sinensis varietas sinensis dan Camelia sinensis varietas assamica. Tanaman teh pada varietas sinensis memiliki karakteristik tanaman semak-semak dengan daun-daun yang kecil, resisten terhadap cuaca dingin dan cocok untuk dibuat menjadi teh hijau dan teh fermentasi. Tanaman teh Camelia sinensis varietas assamica memiliki karakteristik tipe pohon yang tinggi dengan daun lebar, kurang tahan terhadap cuaca dingin dan cocok dibuat menjadi teh hitam. Bagian tanaman teh yang digunakan untuk pembuatan minuman teh yaitu bagian pucuk dan daun muda. Perbanyakan tanaman teh dilakukan dengan biji, stek, sambungan atau cangkokan (Dalimartha, 2005).

Ampas teh mengandung 43,87% bahan kering, 4,76% abu, 27,42% protein kasar, 20,39% serat kasar, 3,26% lemak, 1,14% Ca, 0,25% P, tanin 1,35% dan gross energi 4994 kkal/kg, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber protein sekaligus sumber serat bagi ternak ruminansia. Kandungan tanin dalam makanan sebesar 0,1 % tidak bersifat sebagai racun (Istirahayu, 1993).

Daun teh mempunyai zat penyamak sekitar 20-30%, variasi kadar zat penyamak tergantung dari jenis teh dan umur daun. Zat penyamak terutama tanin dapat berguna untuk melindungi deaminasi protein yang berlebihan dan juga dapat mencegah terjadinya bloat. Tanin merupakan senyawa poliphenol yang mempunyai kemampuan mengikat protein sehingga menghalangi kerja enzim protease. Tanin dalam jumlah kecil dipandang menguntungkan ruminansia karena dapat mencegah degradasi protein yang berlebihan oleh mikroorganisme rumen sehingga protein asal rumen lebih banyak tersedia untuk proses pencernaan enzimatik pasca rumen (Soebarinoto, 1986).

(28)

Agen Defaunasi

Jumlah protozoa di dalam rumen pada kondisi normal sekitar 106 sel/ml cairan rumen. Hal tersebut dipengaruhi oleh ransum dan meliputi sekitar 40% dari total nitrogen mikroba rumen (Hungate, 1966). Protozoa tidak mampu secara langsung menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen. Sumber nitrogen untuk pertumbuhan protozoa selain berasal dari protein pakan juga berasal dari bakteri rumen yang dimangsanya. Sebesar 50 % dari nitrogen yang dikonsumsi protozoa tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk amonia dan asam-asam amino. Biomassa protozoa dalam rumen bervariasi, tergantung jenis ransum yang dimakan ternak induk semang (Erwanto, 1995).

Keberadaan protozoa tidak penting di dalam sistem rumen. Hal ini dikarenakan bahwa usaha mengkultur bakteri rumen dalam medium tanpa keberadaan protozoa ternyata dapat berhasil baik. Kehadiran protozoa bahkan cenderung merugikan, karena protozoa dapat memangsa bakteri yang mengakibatkan populasi bakteri rumen (mikroba rumen yang utama) menjadi tertekan. Keadaan seperti itu akan lebih serius pada ternak yang mendapat ransum rendah kadar gula dan pati sehingga protozoa tidak memperoleh makanan yang layak baginya. Makanan protozoa adalah karbohidrat yang mudah larut dan difermentasi sehingga mengakibatkan protozoa banyak yang memangsa bakteri untuk kelangsungan hidupnya (Erwanto, 1995).

Leng et al. (1984) menyatakan bahwa sebagian besar biomassa protozoa tidak tersedia untuk pencernaan di usus halus dikarenakan protozoa cenderung retained (tertahan) di dalam rumen. Sebagian kecil saja protozoa yang mengalir ke organ pasca rumen. Komposisi asam amino dan kecernaan sel protozoa lebih baik dibandingkan sel bakteri, namun kelebihan ini hanya sedikit kontribusinya untuk ternak induk semang dikarenakan aliran protozoa dari rumen sangat kecil. Sumbangan atau andil biomassa protozoa rumen bagi nutrisi ternak induk semang pada kenyataannya tidak begitu besar.

Agen defaunasi sebagai salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan populasi protozoa dalam rumen, misalnya minyak kelapa atau daun kembang sepatu. Defaunasi merupakan pengurangan jumlah populasi protozoa secara menyeluruh maupun sebagian (partial) dengan tujuan mengoptimalkan tingkat

(29)

kecernaan serat kasar pakan. Defaunasi dilakukan karena kehadiran protozoa dalam rumen cenderung merugikan, hal ini terjadi karena protozoa mempunyai sifat predator bagi mikroba rumen lain terutama bakteri dan jamur (Prihandono, 2001). Hibiscus rosa-sinensis (daun kembang sepatu) memiliki kandungan saponin yang cukup tinggi. Hal ini ditandai dengan keluarnya lendir bila daun tersebut diremas (Jalaludin, 1994). Komposisi kimia daun kembang sapatu yang bervariasi terdiri dari 87,23% bahan kering, 23,03% protein kasar, 2,28% lemak kasar, 28,73% serat kasar, 6,24% abu dan 39,72% Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) (Despal, 1993).

Suplementasi Mineral Zn dan Cu Organik

Kebutuhan ternak ruminansia akan Zn yaitu 40-50 mg/kg BK ransum. Menurut McDowell (1992), defisien Zn pada ternak terjadi apabila kandungan Zn dalam ransum kurang dari 40 mg/kg BK ransum, namun toksik bilamana Zn yang terkandung dalam ransum lebih dari 1000 mg/kg BK (NRC, 2001). Zn merupakan mineral mikro yang berperan dalam fungsi berbagai enzim dan proses metabolisme yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat dan energi, degradasi dan sintesis protein, sintesis asam nukleat, transpor CO2 dan reaksi lainnya (Linder,

1992). Defisiensi Zn dapat mernyebabkan parakeratosis jaringan usus yang akibatnya sama dengan defisiensi asam lemak, dan juga mengganggu peran Zn dalam metabolisme mikroorganisme rumen. Parakeratosis terjadi akibat terganggunya peranan Zn dalam metabolisme mikroorganisme rumen, mengingat kandungan Zn mikroba rumen cukup hingga 130-220 mg/kg (Hungate, 1966).

Kandungan normal Cu pakan pada padang rumput berkisar antara 4-8 mg/kg BK. Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan kebutuhan Cu pada ternak ruminansia yaitu 10 mg/kg. Batas maksimum Cu untuk pakan sapi perah adalah 100 mg/kg (NRC, 2001). Mineral Cu merupakan komponen penting dalam beberapa metaloenzim, diantaranya cytochrome oxidase, lysil oxidase, superoxidase dismutase dan ceruloplasmin (McDonald et al., 2002). Mineral Cu juga berperan dalam metabolisme besi dan pendewasaan sel eritrosit, respirasi sel, perkembangan jaringan konektif, system kekebalan dan metabolisme lemak (McDowell, 1992). Defisiensi Cu dapat menghambat pertumbuhan, anemia, kelainan tulang, pigmentasi rambut dan wool dan gangguan pencernaan (McDonald et al., 2002).

(30)

Pemberian suplementasi gabungan antara Cu dan Zn organik memiliki pengaruh yang lebih baik dibandingkan pemberian dalam bentuk tunggal (Tanuwiria, 2004). Suplementasi mineral organik dapat memproteksi asam amino atau protein dari degradasi rumen sehingga dapat dimanfaatkan sebagai penyedia mineral dan asam amino di pasca rumen (Rahman, 2004). Sumber protein berupa ampas tahu direndam dalam aquades selama 24 jam sehingga gugus karboksil dari protein ampas tahu mengion dan dapat mengikat Zn++ dan Cu++ sehingga kedua mineral tersebut menjadi bentuk organik. Protein ampas tahu telah mengalami pemanasan pada saat proses pembuatan tahu sehingga terdenaturasi. Protein yang telah terdenaturasi memiliki kelarutan yang rendah. Hal ini menyebabkan jumlah mineral yang diikat lebih rendah, tetapi kemungkinan untuk tidak didegradasi dalam rumen lebih besar. Protein ampas tahu memiliki gugus karboksil dan gugus amino yang dapat berikatan dengan mineral (Chaerani, 2004). Ikatan antara protein dalam ampas tahu dengan Zn++ atau Cu++ dapat dilihat pada Gambar 3.

COO- Zn ++/Cu++ COO-

H3N+ C H H C H3N+

R R Gambar 3. Ikatan Antara Protein dalam Ampas Tahu dengan Zn++ atau Cu++

Sumber: Chaerani, 2004

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyoningsih (2003) dan Silalahi (2003) adalah membandingkan penggunaan Cu dan Zn organik dengan Cu dan Zn anorganik terhadap fermentabilitas dan kecernaan in vitro ransum perah. Berdasarkan percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa efek suplementasi Cu organik cenderung mempengaruhi aktivitas mikroba dalam merombak karbohidrat, protein atau lemak pakan sehingga mampu meningkatkan produksi VFA total dan produksi NH3 dibandingkan Cu anorganik, sedangkan suplementasi Zn organik lebih tinggi

(31)

Kunyit

Kunyit merupakan tanaman obat dan bersifat tahunan (perenial) yang tersebar di seluruh daerah tropis. Kata Curcuma berasal dari bahasa Arab yaitu kurkum dan bahasa Yunani karkom. Kunyit merupakan tumbuhan semak yang berumur musiman, tumbuh berumpun-rumpun, tingginya 50-150 cm, berbatang semu terdiri dari kumpulan kelopak atau pelepah daun yang berpautan (Darwis et al., 1991).

Kunyit dikenal sebagai Curcuma longga Linn, karena nama tersebut sudah dipakai untuk jenis-jenis rempah-rempah lainnya, maka tahun 1918 diganti menjadi Curcuma domestica oleh Valantin. Kunyit termasuk ke dalam kingdom Plantae (tumbuh-tumbuhan), divisi Spermatophyta (tumbuhan biji), subdivisi Angiospermae (berbiji tertutup), kelas Monocotyledonae (biji berkeping satu), ordo Zingiberales, famili Zingiberaceae, genus Curcuma, species Curcuma domestica VALET (Purseglove et al., 1981).

Kurkumin merupakan komponen utama dalam pigmen kunyit. Rumus molekulnya adalah C21H20O6 yang ditemukan oleh Silber dan Ciamician pada tahun

1897, yang kemudian disebut sebagai diferuloil metana oleh Molibedzka dan kawan-kawan pada tahun 1910 (Purseglove et al., 1981). Kunyit memiliki kandungan kimia yang bervariasi antara lain kadar air 6%, protein 8%, karbohidrat 63%, serat kasar 7%, bahan mineral 6,8%, minyak nabati 3%, kurkumin 3% dan bahan non volátil 9% (Natarajan dan Lewis, 1980).

Zat antimikroba yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan antara lain memiliki aktivitas antimikroba yang cukup luas, tidak bersifat racun terhadap makhluk lainnya, ekonomis, tidak menyebabkan perubahan cita rasa dan aroma makanan, aktivitasnya tidak menurun dengan adanya komponen makanan, tidak menyebabkan timbulnya galur yang resisten, serta sebaiknya membunuh daripada menghambat pertumbuhan mikroba (Frazier dan Westhoff, 1978).

Tanuwiria (2006) menyatakan bahwa suplemen yang terdiri atas campuran Zn-organik, Cu-organik dan tepung kunyit mampu menghambat pertumbuhan bakteri pembentuk asam dalam susu. Kunyit sebagai antibakteri dan antioksidan lebih efektif jika digabungkan dengan Zn-organik dan Cu-organik dalam stabilitas membran ambing dan sistem imunitas tubuh sapi. Zn organik berperan dalam pertahanan dari luar yaitu mengurangi kemungkinan masuknya bakteri melalui ambing, sedangkan

(32)

Cu-organik berfungsi dalam pertahanan dari dalam yaitu meningkatkan imunitas tubuh sapi sehingga resisten terhadap infeksi yang disebabkan oleh bakteri.

Metabolisme Rumen

Bahan makanan yang masuk ke dalam alat pencernaan akan mengalami perubahan fisik dan kimia. Proses pencernaan pada ternak ruminansia terjadi secara mekanis (mulut), pencernaan hidrolitik dan pencernaan fermentatif di dalam rumen (Sutardi, 1980). Proses fermentasi pakan di dalam rumen menghasilkan VFA dan NH3, serta gas-gas (CO2, H2 dan CH4) yang dikeluarkan dari rumen melalui proses

eruktasi (Arora, 1989). Produksi Gas

Pada ternak ruminansia sebagian energi pakan ada yang terbuang dalam bentuk produksi gas metan (CH4). Gas metan terbentuk dari reaksi antara gas CO2

dan gas H2. Fermentasi dalam rumen yang mengarah ke sintesis propionat akan lebih

menguntungkan, karena pada sintesis propionat banyak menggunakan gas hidrogen sehingga produksi gas metan menjadi berkurang. Pada proses sintesis asetat dan butirat banyak dihasilkan gas hidrogen. Gas hidrogen dengan CO2 akan membentuk

gas metan yang sesungguhnya tidak bermanfaat bagi ternak induk semang (Ørskov dan Ryle, 1990). Jenis pakan yang berbeda akan menunjukkan jumlah produksi gas yang berbeda pada selang waktu fermentasi yang sama (Menke et al., 1979).

Volatile Fatty Acid (VFA)

Proses fermentasi karbohidrat dalam rumen terjadi melalui dua tahap, yaitu pemecahan karbohidrat kompleks menjadi gula sederhana dan fermentasi gula sederhana menjadi asam asetat, asam propionat, asam butirat, CO2 dan CH4

(McDonald et al., 2002). Proses pencernaan karbohidrat di dalam rumen ternak ruminansia akan menghasilkan energi berupa Volatile Fatty Acid (VFA) antara lain yang utama yaitu asetat, propionate, dan butirat dengan perbandingan di dalam rumen berkisar pada 65 % asetat, 20 % propionate, dan 5 % valerat (Gambar 4). Konsentrasi VFA yang dihasilkan di dalam rumen sangat bervariasi yaitu antara 200-1500 mg/100 ml cairan rumen. Hal ini tergantung pada jenis ransum yang dikonsumsi, sedangkan kisaran produk VFA cairan rumen yang mendukung

(33)

pertumbuhan mikroba yaitu 80 sampai 160 mM (Sutardi, 1980). VFA yang terserap selain dipakai sebagai sumber energi, juga dipakai sebagai bahan pembentuk glikogen di hati, lemak, karbohidrat dan hasil-hasil yang dibutuhkan ternak (Anggorodi, 1994). Selulosa Selulosa Selubiosa Glukosa-1-phosphat Glukosa-6-phosphat Sukrosa Fruktan Fruktosa Fruktosa-6-phosphat Hemiselulosa Pentosa Pentosan Fruktosa-1,6-diphosphat Asam Piruvat Format CO2 H2

Asetil CoA Laktat Oksaloasetat Metilmalonil CoA

Metan

Malonil

CoA Asetoasetil CoA

ß-Hidroksibutiril CoA Asetil phosphat Krotonil CoA Butiril CoA Laktil CoA Akrilil CoA Propionil CoA Malat Fumarat

Suksinat Suksinil CoA Glukosa

Maltosa Isomaltosa Pati

Pektin Asam Uronat

Butirat

Asetat Propionat

Gambar 4. Proses Metabolisme Karbohidrat di dalam Rumen Ternak Ruminansia

(34)

VFA kemudian diserap melalui dinding rumen melalui penonjolan-penonjolan yang menyerupai jari yang disebut vili. Lebih lanjut dikemukakan bahwa sekitar 75 % dari total VFA yang diproduksi akan diserap langsung di retikulo-rumen masuk ke darah, sekitar 20 % diserap di abomasum dan omasum, dan sisanya sekitar 5 % diserap di usus halus (McDonald et al., 2002). VFA yang terbentuk dan diserap melalui dinding rumen merupakan sumber energi utama yang merupakan salah satu ciri khas dari ruminansia, dan dapat menyumbang 55-60% dari kebutuhan energi ternak ruminansia (Parakkasi, 1999; Ranjhan, 1977).

Amonia (NH3)

Protein bahan makanan yang masuk ke dalam rumen pada awalnya akan mengalami proteolisis oleh enzim-enzim protease menjadi peptida, lalu dihidrolisa menjadi asam amino yang kemudian secara cepat dideaminasi menjadi amonia (Gambar 5). Keduanya akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba. Umumnya proporsi protein yang didegradasi dalam rumen sekitar 70-80 %, atau 30-40 % untuk protein yang sulit dicerna. Kandungan protein ransum yang tinggi dan proteinnya mudah didegradasi akan menghasilkan konsentrasi NH3

di dalam rumen (McDonald et al., 2002). Selain itu, tingkat hidrolisis protein bergantung kepada daya larutnya yang akan mempengaruhi kadar NH3.

Pengukuran NH3 in vitro dapat digunakan untuk mengestimasi degradasi

protein dan penggunaanya oleh mikroba. Produksi amonia dipengaruhi oleh waktu setelah makan dan umumnya produksi maksimum dicapai pada 2-4 jam setelah pemberian pakan yang bergantung kepada sumber protein yang digunakan dan mudah tidaknya protein tersebut didegradasi (Wohlt et al., 1976). Kadar amonia yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen yang maksimal berkisar antara 4-12 mM atau setara dengan 5,6-16,8 mg/100 ml (Sutardi, 1980).

Ranjhan (1977) menyatakan bahwa peningkatan jumlah karbohidrat yang mudah difermentasi akan mengurangi produksi amonia, karena terjadi kenaikan penggunaan amonia untuk pertumbuhan protein mikroba. Kondisi yang ideal adalah sumber energi tersebut dapat difermentasi sama cepatnya dengan pembentukan NH3

(35)

akan digunakan sebagai sumber dan kerangka karbon dari asam amino protein mikroba telah tersedia.

Pakan Protein Non-protein N Sulit Didegradasi Mudah Didegradasi Peptida Enzim protease Enzim peptidase Asam Amino Protein Mikroba Rumen Dicerna di Usus Halus Non-protein N Amonia Kelenjar Saliva Hati Diekskresikan (urine) NH3 urea Ginjal Deaminasi

Gambar 5. Proses Metabolisme Protein di dalam Rumen Ternak Ruminansia Sumber: McDonald et al., 2002

Produksi Biomassa Mikroba

Rumen merupakan tabung besar dengan berbagai kantong yang menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Kondisi dalam rumen adalah anaerob mempunyai temperatur 38-42oC dan pH dipertahankan pada kisaran 6,8 (Arora, 1989). Mikroba dalam rumen umumnya terdapat pada tiga lokasi yaitu: menempel pada dinding rumen, menempel pada partikel pakan dan bergerak bebas dalam cairan rumen. Mikroba yang terdapat dalam rumen beraneka ragam dan dalam jumlah besar (Preston dan Leng, 1987).

Penghuni terbesar dalam cairan rumen adalah bakteri yaitu 1010-1012 sel/ml cairan rumen dan populasi terbesar kedua diduduki oleh protozoa yang dapat mencapai 105-106 sel/ml cairan rumen, namun demikian karena ukuran tubuhnya

(36)

lebih besar daripada bakteri maka biomassanya ternyata cukup besar yakni mengandung lebih kurang 40% total nitrogen mikroba rumen (Hungate, 1966).

Faktor yang mempengaruhi populasi mikroba rumen secara umum ditentukan oleh tipe makanan yang dikonsumsi ternak (Arora, 1989). Pola pertumbuhan bakteri dan protozoa dipengaruhi oleh pola fermentasi yang ditunjukkan oleh proporsi molar VFA dan pH rumen (Hungate, 1966). Perkembangan populasi mikroba rumen terutama bakteri rumen akan dibatasi oleh kadar amonia, karena sangat diperlukan oleh bakteri sebagai sumber N untuk membangun selnya dan sifat predasi dari protozoa. Kecukupan ketersediaan amonia sebagai sumber N dan VFA yang merupakan sumber bahan baku utama yang dibutuhkan untuk proses sintesis protein mikroba yang berguna bagi induk semang (Preston dan Leng, 1987). Protein mikroba merupakan sumber protein yang utama bagi ternak ruminansia. Produksi protein mikroba dapat ditingkatkan dengan cara menambahkan karbohidrat mudah dicerna dalam rumen seperti tetes, pati, glukosa, fruktosa dan sukrosa (Hungate, 1966). Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik

Kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut dapat berupa penghalusan bahan makanan menjadi butir-butir atau partikel kecil, atau penguraian molekul besar menjadi molekul kecil. Selain itu, pada ruminansia, pakan juga mengalami perombakan sehingga sifat-sifat kimianya berubah secara fermentatif sehingga menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat makanan asalnya. Kecernaan bahan kering juga dapat dipengaruhi oleh kandungan protein pakan, karena setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang berbeda-beda. Kecernaan bahan organik merupakan faktor penting yang dapat menentukan nilai pakan (Sutardi, 1980).

Kecernaan in vitro dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu pencampuran pakan, cairan rumen dan inokulan, pH kondisi fermentasi, pengaturan suhu fermentasi, alamnya waktu inkubasi, ukuran partikel sampel dan larutan penyangga (Selly, 1994). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan yaitu pakan, ternak dan lingkungan. Perlakuan terhadap pakan (pengolahan, penyimpanan dan cara pemberian), jenis, jumlah dan komposisi pakan yang diberikan pada ternak

(37)

kemampuan mikroba rumen mencerna pakan, jenis hewan sampai variasi hewan turut menentukan nilai kecernaan. Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan adalah derajat keasaman (pH), suhu dan udara baik itu secara aerob atau anaerob (Anggorodi, 1994).

Percobaan in vitro

Menurut Hungate (1966), metode in vitro adalah proses metabolisme yang terjadi di luar tubuh ternak. Prinsip dan kondisinya sama dengan proses yang terjadi di dalam tubuh ternak yang meliputi proses metabolisme dalam rumen dan abomasum. pH retikulo-rumen biasanya berkisar antara 5,5-7,0 dan bervariasi dengan rasio pemberian konsentrat.

Metode in vitro (metode tabung) harus menyerupai sistem in vivo agar dapat menghasilkan pola yang sama sehingga nilai yang didapat juga mendekati sistem in vivo (Arora, 1989). Kecernaan pakan pada ruminan dapat diukur secara akurat di laboratorium dengan menggunakan metode two stage in vitro dengan cara menginkubasikan sample selama 48 jam dengan larutan buffer cairan rumen dalam tabung dengan kondisi anaerob. Pada periode kedua, bakteri dimatikan dengan penambahan asam hidroklorit (HCl) pada pH 2, lalu diberi larutan pepsin HCl dan diinkubasi selama 48 jam. Periode kedua ini terjadi di dalam organ pasca rumen (abomasum). Residu bahan yang tidak larut disaring, kemudian dikeringkan dan dipanaskan hingga substrat tersebut dapat dipergunakan untuk mengukur kecernaan bahan organik (McDonald et al., 2002).

Metode pengukuran gas (gas test) digunakan untuk mengevaluasi nilai nutrisi pakan dan kecernaan bahan organik serta energi metabolis yang terkandung dalam pakan. Metode ini menggunakan syringe yang mengutamakan produk fermentasi. Metode gas in vitro ini lebih efisien dibandingkan dengan metode in sacco dalam mengevaluasi efek zat anti nutrisi. Metode pengukuran gas tidak memerlukan peralatan yang rumit atau ternak yang terlalu banyak, membantu dalam pemilihan pakan yang berkualitas tidak hanya berdasarkan kecernaan bahan kering, tetapi sintesis mikroba juga. Hasil dari metode ini didapatkan berdasarkan produksi CO2

dan CH4 yang berasal dari proses fermentasi pakan dalam cairan rumen (Menke et

(38)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Nutrisi Ternak, Bidang Pertanian, Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) - Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Penelitian ini berlangsung dari bulan Juli sampai November 2007.

Materi Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat gas production test, syringe Hohenheim berskala 100 ml, termos berskala 2 liter, kasa, gelas ukur, blender, dispenser kapasitas 50 ml, thermostat, freezer, cawan Conway, tabung sentrifus, hot plate magnetic stirrer, penangas air, tabung gas berisi CO2,

pompa vakum, pipet, gegep, buret, labu Erlenmeyer, inkubator, seperangkat alat destilasi, cawan porselin, timbangan digital, sendok, pengaduk, eksikator, oven 105oC, autoclave, sentrifus, water bath, beaker glass, tanur 550-600oC dan crucible

glass. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan untuk ransum komplit adalah rumput lapang, konsentrat dan SKN. SKN mengandung bahan-bahan meliputi molases, onggok, bekatul, ampas kecap, bungkil kelapa, ampas tahu, tepung tulang, kapur, urea, mineral mix, garam dapur (NaCl) dan kunyit. Protein bypass dan agen defaunasi yang terkandung di dalam SKN terdiri dari bahan-bahan yaitu ampas teh dan daun kembang sepatu. Pembuatan mineral organik SKN menggunakan bahan-bahan berupa ampas tahu, ZnCl2, dan CuCl2. Bahan yang digunakan untuk analisis yaitu

cairan rumen kerbau, larutan HCO3 buffer, larutan NaCl 20%, K2CO3, asam Borat

(H3BO3) berindikator (merah metal/MR dan hijau bromo kresol/BCG), larutan HCl

0,01037 N, vaselin, larutan H2SO4 15%, larutan NaOH 0,1 N, Indikator

phenolphthalein, aquadest, aseton, larutan Neutral Detergent Solution (NDS) dan larutan NaCl fisiologis.

(39)

Ransum Penelitian

Ransum komplit mengandung bahan baku pakan dengan komposisi tertentu. Komposisi ransum komplit disajikan pada Tabel 7. Bahan-bahan tersebut terdiri dari rumput lapang, konsentrat dan SKN yang mengandung bahan-bahan molases, onggok, bekatul, ampas kecap, bungkil kelapa, ampas tahu, ampas teh, daun kembang sepatu, tepung tulang, kapur, urea, mineral mix, garam dapur (NaCl), ZnCl2, CuCl2 dan kunyit.

Tabel 7. Komposisi Ransum Komplit

Jumlah bahan % (g as fed/100 g campuran)

R1 R2 R3 R4 Rumput lapang 70 70 70 70 Konsentrat 30 25 20 15 SKN - 5 10 15 Total 100 100 100 100 Jenis bahan a b c Gambar 6. a) Rumput Lapang, b) Konsentrat dan c) SKN

Rancangan Perlakuan

Adapun ransum komplit perlakuan yang digunakan adalah: R1 : Rumput lapang 70% + konsentrat 30%

R2 : Rumput lapang 70% + konsentrat 25% + SKN 5% R3 : Rumput lapang 70% + konsentrat 20% + SKN 10% R4 : Rumput lapang 70% + konsentrat 15% + SKN 15%

(40)

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Produksi gas yang diukur dengan teknik Produksi Gas/ Hohenheim Gas Test 2. Konsentrasi Volatile Fatty Acids (VFA) yang diukur dengan menggunakan teknik

Destilasi Uap

3. Konsentrasi amonia (NH3) yang diukur dengan menggunakan metode

Mikrodifusi Conway

4. Produksi biomassa mikroba

5. Degradabilitas bahan kering dan bahan organik Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan diulang dalam 4 kelompok atau blok. Cairan rumen ternak kerbau fistula digunakan sebagai ulangan atau kelompok yang dikelompokkan berdasarkan waktu pengambilan yang berbeda.

Adapun Model matematik rancangan percobaan sebagai berikut : Yij = μ + τi + βj + εij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dalam kelompok ke-j

μ = Nilai tengah populasi

τi = Pengaruh dari perlakuan ke-i

βj = Pengaruh dari kelompok ke-j

εij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j

Data pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati diuji dengan analisis ragam (ANOVA). Jika memberikan hasil yang berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji ortogonal kontras. Untuk mengetahui pola dari pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati, data diolah dengan uji ortogonal polinomial (Steel dan Torrie, 1991).

Prosedur

Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 2 tahap, yaitu pembuatan ransum komplit dan pengujian ransum secara in vitro.

(41)

A. Pembuatan Ransum Komplit

Semua bahan-bahan ransum komplit (rumput lapang, konsentrat dan SKN) dicampur sampai homogen. Pencampuran dimulai dari bahan yang memiliki persentase terkecil sampai dengan bahan yang memiliki persentase terbesar. Pembuatan ransum komplit terdiri atas beberapa langkah yaitu :

1. Pembuatan Suplemen Kaya Nutrien

Bahan-bahan pakan yang digunakan dalam pembuatan SKN diantaranya molases, onggok, bekatul, ampas kecap, bungkil kelapa, tepung tulang, kapur, urea, mineral mix, garam dapur (NaCl), ampas teh, daun kembang sepatu, ampas tahu, ZnCl2, CuCl2 dan kunyit. Pembuatan dimulai dengan tahap penghalusan bahan

seperti kapur, urea dan garam. Bahan yang sudah halus dicampur, dimulai dari bahan yang mempunyai persentase terkecil (mineral mikro dan makro serta imbuhan pakan) sampai dengan bahan yang mempunyai persentase terbesar. Setelah bahan-bahan tersebut homogen, molases ditambahkan ke dalam campuran dan dicampur aduk hingga tidak ada gumpalan. Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam plastik. Plastik yang digunakan harus kuat dan ditutup rapat supaya udara tidak masuk kedalamnya (Rafis, 2006).

2. Pembuatan Protein bypass dan Agen Defaunasi

Teknik perlindungan protein dibuat dengan cara mencampurkan ampas teh kering dan daun kembang sepatu kering dengan perbandingan 1 : 1 (Setiani, 2004).

3. Pembuatan Mineral Organik

Bahan yang digunakan dalam pembuatan mineral organik adalah ampas tahu sebagai pengikat Zn dan Cu, karena ampas ini berasal dari pengolahan secara fermentasi sehingga memiliki kelarutan yang cukup tinggi dan mampu mengikat mineral lebih banyak serta dapat memproteksi asam amino atau protein dari degradasi rumen sehingga dapat dimanfaatkan sebagai penyedia mineral dan asam amino di pasca rumen.

Proses pembuatan awalnya dengan pengeringan ampas tahu di bawah sinar matahari selama ± 2 hari. Ampas tahu yang telah kering digiling sampai halus. Pencampuran mineral dengan ampas dilakukan di dalam drum plastik yang telah

(42)

berisi aquades, dengan perbandingan ampas tahu dengan aquades 1 : 6. Untuk pertama–tama sebanyak 0,4 gram CuCl2 dicampurkan dengan 200 g ampas tahu.

Setelah itu campuran diaduk hingga homogen dan larut dalam air. Campuran ini kemudian ditutup dan didiamkan di dalam drum tertutup selama 24 jam. Setelah 24 jam, campuran tersebut disaring dan diambil endapannya lalu dikeringkan dengan panas matahari, sedangkan cairannya dibuang. Pembuatan Zn organik sama dengan pembuatan Cu organik, tetapi ZnCl2 yang digunakan sebanyak 11,2 gram dan ampas

tahu sebanyak 800 g (Rahman, 2004). Tabel 8 memperlihatkan hasil uji pengikatan ampas tahu dengan Cu dan Zn.

Tabel 8. Hasil Uji Pengikatan Ampas Tahu dengan Cu dan Zn

Bahan Zn (mg/kg) Cu (mg/kg)

Ampas tahu 51 5

Ampas tahu + ZnCl2 7059 −

Ampas tahu + CuCl2 − 807

Total yang terikat dalam ampas tahu 7008 802

Sumber : Hasil Analisa Balai Penelitian Tanah, 2008 4. Pembuatan Tepung Kunyit

Proses pembuatan awalnya dengan pencucian dan pengirisan. Setelah itu, kunyit dikeringkan, digiling dan diayak sehingga menjadi tepung kunyit (Gambar 7).

Kunyit segar Pencucian dan Pengirisan

Pengeringan dengan sinar matahari ( ± 2 hari) Pengeringan dengan oven (60o C, 20 jam)

Penggilingan Pengayakan Tepung Kunyit Gambar 7. Proses Pembuatan Tepung Kunyit

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kimia Rumput Lapang, Molases, Bekatul dan Onggok   Komponen Rumput Lapang1) Molases 2) Bekatul 2)  Onggok 3)
Tabel 3. Komposisi Kimia Urea, Ampas Tahu, Bungkil Kelapa dan Ampas  Kecap
Tabel 4.  Kebutuhan Nutrisi (Energi dan Protein)  untuk  Beberapa  Ternak                          Ruminansia Kecil
Tabel 5.  Kebutuhan Nutrisi (Energi dan Protein) untuk Beberapa Ternak    Ruminansia Besar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh modifikasi perilaku fading dengan media permainan congklak terhadap penurunan frekuensi perilaku

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan, disiplin kerja dan kompensasi terhadap kinerja karyawan di PT Agro Rejeki

Secara statistik tidak terdapat perbedaan lama rawat inap antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi dimana nilai p 0,12 (p&gt;0,05). Penelitian serupa pernah dilakukan

Setelah membaca, mengamati kembali berbagai data yang ada didalamnya, dan mengoreksi, maka skripsi saudara Paisal Fahmi Harahap, NIM 07210019, mahasiswa Jurusan Al-Ahwal

Menurunnya produksi VFA total pada proses fermentasi in vitro tepung daging keong mas diproteksi tanin sampai level 3%w/w merupakan petunjuk bahwa tanin yang

Hal ini juga sama dengan pengujian yang dilakukan oleh Damar, dkk (2008), yaitu untuk pengujian secara Indoors Residual Spraying pada permukaan dinding tembok, kayu dan gribig

Hasil docking dapat diamati pada tabel 1 dimana dari 19 ligan yang dianalisis, nilai skor CHEMPLP yang terendah berada pada ligan senyawa biji buah nangka yaitu senyawa

Abortus Imminens ialah terjadinya pendarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan atau tanpa kontraksi uterus yang nyata dengan hasil konsepsi dalam uterus dan