• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

11

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Sekolah Dasar

Sekolah Menurut Undang Undang Republik Indonesia No. 20 (2003) Pasal 18, tentang Pendidikan Nasional, sekolah adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan jenjang pendidikan formal yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 Tahun 2001) Pasal 17 mendefinisikan pendidikan dasar sebagai berikut:

(1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

(2) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

Sekolah dasar (disingkat SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Lulusan sekolah dasar dapat melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat).

Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun. Kelas 1 sampai dengan 3 biasa disebut dengan kelas kecil atau bawah, sedangkan kelas 4 sampai 6 disebut dengan kelas besar atau atas. Hal ini lebih disebabkan karena pembagian umur terhadap kelas tersebut, dan jam belajar dari kelas tersebut. Kelas 1 dan 2 umumnya memiliki jam belajar lebih singkat dari kelas 3 sampai 6, sehingga kelas 1 dan 2 bisa memiliki 2 shift dalam satu hari.

Sekolah dasar diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan sekolah dasar negeri (SDN) di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator

(2)

dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah dasar negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.

Terdapat beberapa ketentuan yang menjadi landasan hukum dibuatkan rancang bangun sistem manajemen pendidikan tentang siswa dan lulusan pada SDN yaitu : Pancasila dan UUD 1945, TAP MPR (termasuk GBHN 1999-2002, Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan., Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah / Madrasah Pendidikan Umum.

Tabel 3. Rasio minimum Luas Lahan Terhadap Peserta Didik

No Banyak

Rombongan Belajar

Rasio Minimum Luas Lahan Terhadap Peserta Didik (m2/peserta didik) Bangunan Satu Lantai Bangunan Dua Lantai Bangunan Tiga Lantai 1 6 12,7 7,0 4,9 2 7 – 12 11,1 6,0 4,2 3 13 – 18 10,6 5,6 4,1 4 19 – 24 10,3 5,5 4,1

Sumber: Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2007 Tabel 4. Rasio Minimum Luas Lantai Bangunan terhadap Peserta Didik

No

Banyak rombongan

belajar

Rasio Minimum Luas Lantai Bangunan terhadap Peserta Didik (m2 / peserta didik) Bangunan satu lantai Bangunan dua lantai Bangunan tiga lantai 1 6 3,8 4,2 4,4 2 7 – 12 3,3 3,6 3,6 3 13 – 18 3,2 3,4 3,4 4 19 – 24 3,1 3,3 3,3

Sumber: Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2007 Sebuah SD / MI sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut :

• Ruang kelas (Rasio minimum luas ruang kelas adalah 2 m2 / peserta didik) • Ruang perpustakaan (Luas minimum sama dengan luas satu ruang kelas) • Laboratorium IPA (dapat memanfaatkan ruang kelas)

(3)

• Ruang Guru (Rasio minimum luas ruang guru adalah 4m2 / pendidik) • Tempat beribadah (Luas minimum 12 m2)

• Ruang UKS (Luas minimum 12 m2)

• Jamban (Luas minimum 1 jamban 2m2, minimum 1 unit / 60 peserta didik pria, 1 unit / 50 peserta didik wanita)

• Gudang (Luas minimum 18 m2) • Ruang sirkulasi

• Tempat bermain / berolahraga (Rasio minimum adalah 3 m2/peserta didik. Pemerintah menetapkan 8 SNP (Standar Nasional Pendidikan Indonesia) yang salah satunya adalah Standar Sarana dan Prasarana. Di dalam Permendiknas (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional) Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah/Madrasah Pendidikan Umum, tidak ada poin tentang sekolah diwajibkan untuk memiliki lahan parkir. Walaupun begitu, ada poin yang menyatakan bahwa tempat bermain atau berolahraga tidak boleh digunakan untuk tempat parkir.

2.1.2 Fasilitas Shelter dan Safe Room

Awalnya shelter dan safe room sering dianggap sama oleh banyak orang karena keduanya memiliki fungsi yang hampir sama. Menurut FEMA (Federation

Emergency Management Agency) shelter dan safe room memiliki arti yang berbeda

disesuaikan dengan standar yang disediakan dari ICC (International Code Council).

Safe room dirancang dan dibangun sesuai dengan panduan yang disediakan

dari badan organisasi yang terkait, harus menyediakan perlindungan “hampir sempurna” dari bencana alam sekitar. Dalam hal panduan dari FEMA, bencana alam utama yang umumnya dihadapi safe room adalah badai dan kondisi angin yang ekstrim/berbahaya.

Perlidungan hampir sempurna dimaksudkan bahwa dalam bencana yang masih dapat diketahui skalanya, pengguna dari safe room yang dibangun sesuai panduan yang ada memiliki kemungkinan perlindungan yang tinggi dari luka-luka dan kematian.

Shelter didefinisikan sebagai kumpulan atau kombinasi alternatif safe room,

(4)

kejadian bencana alam. Jumlah orang yang dapat ditampung dalam suatu shelter biasanya mulai dari 16 orang sampai beberapa ratus orang atau lebih.

Dalam proses rehabilitasi sesudah terjadinya bencana, para pengungsi baik yang kehilangan tempat tinggal ataupun sekedar mengungsi untuk sementara harus memiliki tempat penampungan yang layak. Berdasarkan Panduan Keselamatan dan Perlindungan Korban Bencana, khusus mengenai pengungsi ada beberapa catatan penting mengenai standar sarana dan prasarana yang harus ada di lokasi pengungsian antara lain:

• Pelayanan Air Bersih

Minimum 5 liter/orang/hari (fase awal), tingkatkan menjadi 20 liter/orang/hari secepat mungkin (untuk minum, memasak dan kebersihan pribadi)

Jarak tanki dari hunian minimal 30 m dan tidak lebih dari 500 m

Minimal satu kran utk 250 orang dan tidak lebih dari 500 orang tiap pompa tangan atau 400 orang tiap sumur 1 timba.

Kualitas Air : Fisik jernih, tidak berbau, tidak berasa ; Mikrobiologis: E. Coli/LPB

• Pelayanan Sanitasi

Pembuangan Tinja : Satu Jamban maks 20 org, Jarak jamban <50>30 m dari sumber air.

Pengelolaan Limbah Padat : Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman/dikubur, Tidak terdapat limbah medis, Bak sampah keluarga tdk lebih 15 m dari pemukiman/barak atau lubang sampah umum tdk lebih 100 m dari pemukiman/barak, Tempat sampah kapasitas 50-100 lt untuk 25 – 50 org/hari.

Pengelolaan Limbah Cair : Tidak ada air yang menggenang disekitar sumber air, tempat tinggal dan jalan, Ada saluran pembuangan air

• Perlengkapan Diri

Para pengungsi (penduduk setempat) memiliki akses utk memperoleh selimut yg cukup, Pria >=14 th min. 1 stel lengkap, Wanita >=14 th min. 2 stel lengkap dan pembalut wanita yg cukup, Anak 2-14 th min. 1 stel lengkap

Anak sampai 2 th min. 2 set pakaian, 1 handuk, 1 syal bayi, 6 popok, sabun bayi, minyak bayi

Semua mendapat alas kaki, Sabun mandi 250 gr/org/bln,

(5)

Pasta gigi 100 gr/org/bln, semua mendapat sikat gigi • Hunian dan Tempat Penampungan Sementara

Luas lahan utk penampungan 45 m2 per orang (ideal) atau 30 m2 per orang (minimum). Lahan ini mencakup petak rumah dan kawasan yang diperlukan untuk jalan besar, jalan setapak, sarana pendidikan, sanitasi, jalur penyelamatan diri saat kebakaran, tandon air, dapur, dan gudang logistik.

Untuk mencegah kebakaran setiap bangunan 300 m2 dibuat jarak 30 m

Ruang tertutup : luas lantai minimal 3,5m2 per orang, terlindung dari terik matahari dan hujan, aliran udara dan suhu optimal.

Lamanya penampungan disediakan tergantung pada besarnya kerugian dan jumlah dari pengungsi, biasanya sekitar 1 minggu, 2 minggu sampai sebulan. Jumlah pengungsi yang bisa ditampung dalam sebuah fasilitas juga berbeda-beda, disesuaikan dengan fasilitas yang ada dan luas ruang yang tersedia.

2.1.3 Sekolah Siaga Bencana

Menurut Konsorsium Pendidikan Bencana Indonesia (KPB) dalam Kerangka Kerja Sekolah Siaga Bencana, Sekolah siaga bencana adalah sekolah yang memiliki kemampuan untuk mengelola risiko bencana di lingkungannya. Adanya bangunan sekolah yang aman terhadap bencana, yang berkarakteristik sebagai berikut:

- Struktur bangunan sekolah sesuai dengan standar bangunan aman bencana - Tata letak dan desain bangunan utama terpisah dari bangunan UKS. - Tata letak dan desain kelas yang aman.

- Desain dan tata letak yang aman untuk penempatan sarana dan prasarana kelas dan sekolah.

- Sekolah memiliki lokasi evakuasi/shelter terdekat yang tersosialisasikan serta disepakati oleh seluruh komponen sekolah, orangtua murid, masyarakat sekitar dan pemerintah daerah.

- Adanya perlengkapan dasar dan suplai kebutuhan dasar pasca bencana yang dapat segera dipenuhidan diakses oleh warga sekolah, seperti: alat P3K dan evakuasi, terpal, tenda dan sumber air bersih.

Sekolah merupakan salah satu fasilitas yang digunakan masyarakat untuk berlindung ataupun mengungsi ketika terjadi bencana di area sekitarnya yang menyebabkan mereka tidak dapat tinggal di kediaman mereka masing-masing. Dalam proses rehabilitasi sesudah terjadinya bencana, para pengungsi baik yang

(6)

kehilangan tempat tinggal dan yang tidak bisa menempati rumah mereka terpaksa mengungsi sementara di fasilitas penampungan yang ada di sekitar mereka.

Standar sekolah dengan fasilitas penampungan ataupun perlindungan di dalamnya, seperti shelter sangat diperlukan ketika terjadi bencana dan sebagai tempat penampungan pasca bencana terjadi.

2.1.4 Kebakaran

Menurut NFPA, kebakaran diartikan sebagai suatu peristiwa oksidasi dimana dalam suatu waktu bertemu tiga buah unsur, yakni bahan mudah terbakar, oksigen yang terdapat di udara, dan panas yang dapat berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cidera bahkan kematian manusia. (Building & Plant Institute dan Ditjen Binawas Depnaker, 2005).

Gambar 2. Berkembang dan penyebaran api Sumber: Health Safety Guidelines in Adidas Group

Api dapat timbul akibat perpaduan yang tepat dari bahan bakar, panas dan oksigen. Apabila material dipanasi hingga mencapai temperatur penyalaannya, maka material tersebut akan menyala dan tetap terbakar selama masih terdapat bahan bakar, pasokan oksigen yang cukup dan temperatur yang tepat. Demikian pula,

(7)

apabila cairan yang dapat menyala atau dapat terbakar dipanasi hingga mencapai temperatur yang lebih tinggi dari titik nyalanya, maka akan ada uap yang cukup di udara untuk mendukung pembakaran apabila terdapat sumber penyalaan dan oksigen.

Tabel 5. Sumber nyala api dan tipe-tipenya

Sumber: Health Safety Guidelines in Adidas Group

Strategi Pencegahan Terjadinya Kebakaran

Oksigen biasanya terdapat di dalam udara di sekitar kita dalam kuantitas yang cukup untuk mendukung api (kurang-lebih 21%). Setiap pabrik menggunakan material yang dapat terbakar/dapat menyala. Jadi, pencegahan terjadinya kebakaran harus terfokus pada pencegahan sumber penyalaan di daerah yang peka terhadap api.

Strategi Memadamkan Kebakaran

Untuk memadamkan kebakaran setelah terjadi, salah satu dari tiga unsur yang disyaratkan harus ditiadakan atau dihilangkan: material yang dapat terbakar/dapat menyala (yaitu bahan bakar), oksigen atau panas. Sebagian besar metoda pemadaman kebakaran terfokus pada menghilangkan oksigen (misalnya: alat pemadam yang menggunakan karbon dioksida) atau menghilangkan panas (alat pemadam yang menggunakan air atau sprinkler otomatis).

(8)

Gambar 3. Cara mengatasi api

Sumber: Health Safety Guidelines in Adidas Group

Untuk mengatasi terbakarnya material yang dapat terbakar/dapat menyala, oksigen atau panas harus ditiadakan. Apabila tidak ada kesempatan untuk meniadakan material yang dapat terbakar/dapat menyala, maka mengatasi api terfokus pada menghilangkan oksigen (misalnya dengan alat pemadam yang menggunakan karbon dioksida). Selain itu, sebagian alat pemadam juga bekerja dengan mendinginkan material hingga di bawah temperatur kritisnya.

Tabel 6. Kelas Kebakaran berdasar sumber api dan alat pemadamnya Kelas

Kebakaran

Media Dry Chemical Powder

Foam AFFF CO2 Hcfc-141B

A Kain, Kayu, Kertas Ya Ya Tidak Ya

B Minyak, Benda Cair Ya Ya Ya Ya

C Gas, Kimia, Listrik Ya Tidak Ya Ya

Sumber: National Fire Protection Association (NFPA)

Tabung Pemadam Api adalah alat pemadam kebakaran yang terbagi menjadi 2 jenis, yaitu : tabung pemadam api portable unit (APAR) Alat Pemadam Api Ringan dan tabung pemadam api trolley unit (APAB) Alat Pemadam Api Berat.

Standard dari instalasi pemadam kebakaran menurut Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

(9)

Jarak perjalanan kurang dari 25 m untuk tiap pekerja ke alat pemadam. Sekurang-kurangnya satu alat pemadam (ukuran 6 kg) per 100 meter persegi luas lantai.

2. Hydran Halaman = 54 m3/jam 3. Hydran Gedung = 22.8 m3/jam 4. Panjang Selang Max = 30 meter.

Hal-hal penting yang harus diperhatikan adalah :

1. Persediaan supply air harus mencukupi (Indonesia 30 menit, Internasional 2 jam) ukuran reservoir air disesuaikan dengan selang waktu tersebut.

2. Pompa Hydran harus mempunyai Jokey pump untuk menjaga tekanan selalu ada dalam pipa, dan pompa utama memakai rangkaian automatis bila tekanan turun, pompa utama akan jalan secara auto.

3. Back up engine pump, bila terjadi kebakaran dan listrik padam.

Alaram kebakaran harus disediakan di setiap gedung, dan setiap lantai.

2.2 Tinjauan Khusus

2.2.1 Kesiapan Bencana, Managemen dan Penanggulangan Bencana

Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut:

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Gambar 4. Resiko = Bahaya dan Kerentanan

(10)

Bencana alam adalah proses atau gejala alami yang dapat mengakibatkan kehilangan jiwa, luka atau dampak kesehatan lain, kerusakan properti, kehilangan pendapatan atau layanan, gangguan sosial dan ekonomi, atau kerusakan lingkungan, bila kita tidak mengambil tindakan untuk mencegah dampak ini.

Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

Istilah Peristiwa Bahaya mengacu pada kejadian nyata sebuah bahaya. Peristiwa bahaya ini dapat mengakibatkan atau tidak mengakibatkan kehilangan jiwa atau merusak kepentingan manusia.

Tipe-tipe bahaya juga bisa dibagi menjadi 3, yaitu: bahaya natural, teknologi, dan konflik manusia.

Gambar 5. Types of Hazards

Sumber: Disaster and Emergency Preparedness-Guidance for Schools

Kesiapsiagaan adalah pengetahuan dan kemampuan yang dikembangkan oleh pemerintah dan organisasi pemulihan dan tanggap darurat profesional, komunitas dan perorangan untuk mengantisipasi, menanggapi dan memulihkan kondisi akibat dampak peristiwa atau kondisi berbahaya yang mungkin atau yang sedang terjadi secara efektif.

(11)

Gambar 6. Siklus Kesiapan bencana

Sumber: Disaster and Emergency Preparedness-Guidance for Schools

Berdasarkan siklus waktunya, kegiatan penanganan bencana dapat dibagi 4 kategori:

1. kegiatan sebelum bencana terjadi (mitigasi)

2. kegiatan saat bencana terjadi (perlindungan dan evakuasi)

3. kegiatan tepat setelah bencana terjadi (pencarian dan penyelamatan)

4. kegiatan pasca bencana (pemulihan/penyembuhan dan perbaikan/rehabilitasi)

2.2.2 Kesiapan Bencana dalam Sekolah

Manajemen bencana dalam sekolah adalah proses pengumpulan data dan perencanaan, perlindungan fisik dan pengembangan kapasitas respon yang dirancang untuk:

1. Melindungi siswa dan staf dari bahaya fisik;

2. Meminimalkan gangguan dan menjamin kelangsungan pendidikan bagi siswa 3. Mengembangkan dan memelihara budaya keselamatan.

(12)

Gambar 7. Tujuan penggabungan elemen sekolah dengan kesiapan bencana Sumber: Disaster and Emergency Preparedness-Guidance for Schools

Kesiapan dan sikap siaga bencana dalam sekolah bergantung pada manajemen bencana yang dilakukan oleh para staff pengajar dan kepala sekolah, perlengkapan dan peralatan waspada bencana, juga sarana dan prasarana yang mendukung. Pelatihan dan penyuluhan siaga bencana juga perlu dilakukan secara berkala sekitar setahun sekali atau dua kali, tergantung pada lingkup bencana yang dibahas.

Berikut adalah diagram langkah pengambilan keputusan ketika berada dalam situasi penting berbahaya saat terjadi bencana di sekolah (lihat gambar 9).

(13)

Gambar 8. Diagram prosedur pengambilan keputusan saat genting Sumber: Disaster and Emergency Preparedness-Guidance for Schools

2.2.3 Sekolah dengan Fasilitas Kesiapan Bencana

Sebagai arsitek dan peneliti, kita mengakui adanya peran penting dalam lingkungan perkotaan untuk ruang-ruang publik, yang dirancang bukan untuk sebagai objek yang berdiri secara independen, seperti yang terjadi pada mall perberlanjaan ataupun museum dan tempat publik lainnya (seperti sekolah), meskipun kepemilikan mereka yang bersifat pribadi (ataupun dimiliki badan swasta) tetap dianggap sebagai arena publik baru di dalam masyarakat.

Sekolah juga dianggap sebagai sebuah tempat publik yang terikat erat dengan lingkungan disekitarnya. Anak-anak, orang tua siswa, staff pengajar dan pelayanan, serta masyarakat sekitar ikut berperan penting dalam perkembangan sebuah sekolah. Dalam kaitannya dengan bencana, banyak sekolah di daerah rawan bencana (ataupun area pasca bencana besar, seperti tsunami dan gunung meletus) ketika terjadi

(14)

bencana, sekolah tersebut berubah fungsi sementara menjadi posko bencana, tempat perlindungan serta penampungan bagi pengungsi (shelter dan safe room).

Standar sekolah dengan fasilitas shelter/safe room di dalamnya:

- Ruang kelas yang mencukupi kapasitas rombongan belajar, dan memiliki cukup ruang untuk sirkulasi normal dan sirkulasi ketika evakuasi terjadi. jalur evakuasi (minimal 1,1 meter)

- Setiap ruang harus memiliki akses langsung ataupun tidak langsung menuju pintu keluar terdekat, jarak yang ditentukan (titik terjauh ruang terhadap pintu keluar) bergantung pada regulasi.

- Tersedia denah kunci dan petunjuk rute evakuasi (tersedia di setiap ruang dan setiap lantai), alarm kebakaran, dan rambu kebakaran (tersedia di setiap lantai)

- Adanya area evakuasi atau assembly area

- Terdapat tangga kebakaran (jarak tangga kebakaran yang sesuai peraturan) - Adanya pompa hidran dan selang hidran (jarak antar hidran maksimal 60

meter sesuai panjang selang)

- Setiap unit APAR (Alat Pemadam Api Ringan) radius jarak 25 m2 dan tersedian APAB (Alat Pemadam Kebakaran Berat).

- Tersedia kotak P3K dan ruang UKS, terpisah dari bangunan utama

- Tersedia ruang serba guna yang bisa berfungsi sebagai tempat berlindung

(shelter ataupun safe room)

- Tersedia fasilitas yang mendukung di dalam shelter/safe room, seperti: toilet, kitchen (dapur ataupun pantry), gudang perlengkapan, area buffer, pintu darurat, administrasi (ruang kantor)

- Adanya ruang mekanikal dan elektrikal (ME) dan mesin generator/genset jika diperlukan.

Sekolah dengan fasilitas kebakaran harus sudah memenuhi standar keamanan kebakaran yang ada seperti:

- Material yang digunakan setidaknya tahan api 1 sampai 2 jam

- Peletakan APAR, APAB dan alaram kebakaran sesuai ketentuan persyaratan keamanan

- Peletakan tangga kebakaran ataupun tangga akses yang jarak terhadap dead koridor kurang dari 10 meter,

(15)

2.3 Studi Banding

Di dalam negeri dan luar negeri ada beberapa contoh sekolah yang bisa diambil sebagai studi perbandingan. Nilai yang diperbandingkan dari sekolah-sekolah tersebut termasuk data-data kondisi bangunan dan siteplan, serta informasi tambahan lainnya. Berikut ini adalah beberapa sekolah dasar dari luar negeri yang mengalami perbaikan dalam bangunan secara struktural dan secara arsitektural dengan memperhatikan kondisi geografis rawan bencana di area masing-masing:

Tabel 7. Studi banding Sekolah Dasar di luar negeri

Variable perbandingan Teikyo University Elementary School Uto Elementary School Xiaoquan Ethnic Elementary school

Arsitek Kengo Kuma CAt TAO

Lokasi 1254-6 Wada, Tama-shi, Tokyo, Japan

104-1 Takayanagimachi, Uto, Kumamoto Prefecture 869-0452, Japan China, sichuan province, Xiaoquan town Site plan

Jumlah lapis 1 basement, 3 lapis lantai

3 lapis bangunan 3 lapis lantai

Material bangunan

Fasade Kayu dan kaca, struktur baja

Struktur beton bertulang, dan batu alam dan kaca sebagai

fasade

Struktur beton bertulang, dengan batu

alam, kayu dan beton sebagai elemen fasade

utama

Sejarah pembangunan

Penambahan bangunan untuk sekolah dasar

dalam area Teikyo University

Pembangunan ulang karena usia sekolah lama mancapai lebih

dari 40 tahun dan sudah tidak sesuai menghadapi bencana

gempa

Menggantikan sekolah lama yang hancur akibat bencana gempa di Sichuan pada

tahun 2008

(16)

Variable perbandingan Teikyo University Elementary School Uto Elementary School Xiaoquan Ethnic Elementary school Jumlah ruang kelas

12 ruang kelas dan koridor antar ruang yang bisa dipakai

sebagai kelas

28 ruang kelas termasuk 4 kelas

khusus untuk penyandang cacat

24 ruang kelas dengan masing-masing kelas

memiliki kapasitas hingga 48 anak

Luas tapak 7,781.52 m2 25,650 m2 8,900 m2

Harga proyek - ±18.5 juta dollar ±2.3 juta dollar

Status kepemilikan

Swasta Negeri Negeri dan komunitas setempat

Sarana dan prasarana

Ruang kelas, perpustakaan, ruang

audio visual, ruang musik, cafetaria, lapangan OR, taman dan ruang serba guna

ruang kelas, laboratorium, ruang

musik, ruang seni, kelas spesial, perpustakaan, gymnasium, kantor, ruang guru, lapangan

OR.

Ruang kelas, perpustakaan, asrama

siswa, kantor, ruang musik, lapangan OR, ruang serba guna, dan

dining hall

Akses pintu masuk

Terletak di belakang parkir, dengan penjagaan ketat dan terdapat pintu gerbang

masuk

Berdekatan dengan kantor dan ruang guru, serta ruang kelas untuk penyandang cacat atau

kelas khusus.

Terletak di dekat area kelas, memiliki lebar

yang cukup besar sehingga bisa menampung banyak

siswa tanpa menimbulkan macet

Parkir Disediakan parkir di dekat gerbang sekolah, akses langsung ke jalan

raya

Parkir terletak di antara gerbang sekolah

dan pintu masuk dari jalan raya (di samping

lapangan olah raga)

Parkir terletak agak jauh dari ruang kelas,

tapi dekat dengan kantor guru, akses masuk ke parkir

dipisahkan.

Orientasi bangunan

Atap menghadap selatan, ke arah bukaan

di lapangan dan ke dalam tapak. Peletakan

alat penangkap panas

Terpusat ke dalam, dengan banyak bukaan

di dalam tapak, sebagai void dan bukaan sirkulasi udara

Terpusat ke luar, lebih mencerminkan penyebaran flow sirkulasi. Peletakan ruang secara asimetris

(17)

Variable perbandingan Teikyo University Elementary School Uto Elementary School Xiaoquan Ethnic Elementary school Orientasi bangunan di selatan sebagai pemanas ketika musim

dingin. Air hujan dikumpulkan dialirkan ke sistem biotik dalam

sekolah.

dari bangunan yang mengitarinya.

dengan metode linear.

Ciri khas desain yang

menonjol

Penggunaan material kayu cedar, membuat

kesan hangat dan tradisional walau dengan desain bangunan yang minimalis. Konsep

rainwater harvesting

juga diterapkan dalam bangunan ini Mempertahankan ide konsep bangunan lama, tanpa mempertahankan bangunannya. Tetapi menjaga adanya bukaan yang memberikan udara

segar pada setiap ruang

Koridor utama yang membelah tapak

menjadi dua, menghubungkan bangunan satu dengan

lainnya dan pembentukan area

seperti kota kecil dalam sekolah

Konsep bangunan

“Back to nature”

mengembalikan konsep sekolah dari kayu di tengah kota besar yang

modern. Juga sebagai bagian dari eksperimen

durability terhadap

material kayu.

Sekolah yang tanggap terhadap iklim sekitar dan memiliki potensi

untuk mengubah pandangan kaku akan bangunan sekolah pada

umumnya menjadi lebih aktif.

Urban architecture, sekolah sebagai kelompok bangunan kecil yang membentuk

kota kecil, memberi area yang beragam, kaya akan aktifitas dan

imajinasi

Kesimpulan Penggunaan kayu yang baik dengan daur ulang dan penataan furniture serta fleksibilitas ruang

Konsep hubungan ruang dengan bukaan,

juga keterbukaan ruang kelas menjadi lebih aktif dan dinamis

Peletakan ruang yang dinamis, koridor penghubung antar gedung dimanfaatkan seefektif mungkin dan

harga konstruksi ditekan rendah.

(18)

Variable perbandingan Teikyo University Elementary School Uto Elementary School Xiaoquan Ethnic Elementary school Kesimpulan terkait topik/tema sekolah tanggap bencana Dengan tanggap lingkungan dan alam, sekolah ini mengambil

sistem rainwater

harvesting dan atap

menghadap selatan dan material daur ulang.

Sekolah ini mengambil perkuatan pada struktur agar tahan terhadap gempa, serta

mengikuti bentuk sekolah lama dengan

beberapa adaptasi.

Perkuatan pada struktur tahan gempa

ditonjolkan dan menjadi akses dalam

bangunan dan site.

“Spine”adalah julukan

untuk koridor aksen. Sumber: Olahan pribadi

Studi banding dalam negeri mengambil beberapa contoh sekolah dasar dengan skala bangunan yang sama dengan yang akan dirancang. Bangunan tiga sampai 4 lantai, memiliki paling sedikit 1.500 murid, dan dalam satu administrasi pengelola. Berikut ini adalah sekolah dasar yang dijadikan studi perbandingan, antara lain:

- SDN Kota Bambu 07-08, sudah mengalami regrouping, terletak di Jl. K.S. Tubun I No. 2

- SDN Slipi 01, 03, 05, akan mengalami regrouping pada tahun 2015 atau 2016, terletak di JL. K.S. Tubun III No. 40

- SDN Kemanggisan 01, 03, 05, 06, mengalami renovasi total dan akan digabungkan pada saat renovasi selesai, terletak di JL. Anggrek Garuda Blok E

- SDN Palmerah 15, 17, 19-20, 21-22, sekolah yang masih terletak pada kompleks SDN Palmerah berdekatan dengan masing-masing sekolah yaitu SDN 15, 17 (terletak di Komp. Sandang RT. 05/015), SDN 19-20 (terletak di Jl. Rawa Belong II/E RT. 009/015), 21-22 (terletak di Jl. Palmerah Barat VI RT 009/015)

- SDN Palmerah 25-26, sudah mengalami proses regouping, terletak di Jl. Kemanggisan Pulo RT.12/03

- SDN Kebon Jeruk 01/03 dan 08/09, sudah mengalami renovasi dan dalam tahap regrouping, terletak di Jl. Kebon Jeruk no. 41

Hasil studi banding SDN dalam negeri adalah semua SDN tersebut sudah/akan mengalami penggabungan dari SD pagi dan sore menjadi SD pagi saja,

(19)

perubahan yang dilakukan seperti pembangunan gedung baru, penambahan ruang kelas dan pengaturan sistem manajemen dalam sekolah.

2.4 Studi Literatur

Berikut adalah beberapa jurnal dan tulisan yang mendasari penelitian ini. Jurnal, thesis, dan artikel yang melandasi studi literatur ini diambil dengan memusatkan pada aspek pendidikan sekolah dasar (K-9 di luar negeri) dan aspek kesehatan dan keamanan dalam sekolah, juga aspek tanggap terhadap bencana. Walaupun mungkin ada beberapa jurnal atau thesis yang tidak memiliki semua aspek tersebut, yang diambil adalah informasi terkait dengan aspek-aspek yang disebutkan.

Tabel 8. Studi literatur jurnal, paper dan laporan No. Judul paper, jurnal, atau

artikel

Isi dari tulisan ilmiah

1 Panduan Tentang

Konstruksi Sekolah Yang Lebih Aman-Global Facility untuk Pengurangan dan Pemulihan Bencana

setiap sekolah baru harus dibangun sebagai sekolah yang seaman mungkin dan sekolah yang tidak aman harus diperbaiki agar tahan bencana. Pendidikan Untuk Semua tidak akan tercapai tanpa konstruksi bangunan dan fasilitas pendidikan yang lebih aman dan lebih tahan bahaya.

2 Fire and the Design of Educational Buildings. Building Bulletin 7. Sixth Edition. Department of Education and Science, London (England)

Tujuan dari buku pedoman ini adalah untuk memberikan arahan untuk regulasi dan peraturan standar untuk sekolah dasar terhadap bencana kebakaran. Hal-hal yang dicakup di dalam panduan ini adalah: peraturan tentang jalur evakuasi kebakaran, tangga kebakaran, alarm kebakaran, fasilitas pemadaman kebakaran, kecepatan penyebaran api, struktur dan material tahan api, dan pengontrolan terhadap dampak kebakaran (damage control).

(20)

No. Judul paper, jurnal, atau artikel

Isi dari tulisan ilmiah

3 Local Governments and Schools:A Community-Oriented Approach. Volume 40/Special Edition 2008

Delapan studi kasus menggambarkan bagaimana masyarakat di seluruh AS telah berhasil bekerja sama untuk menciptakan komunitas sekolah yang lebih berorientasi.

4 Education and Community Building-Connecting Two Worlds. Institute for Educational Leadership. ISBN Number: 0-937846-20-1

Tujuan IEL dalam penulisan laporan ini adalah: Untuk membantu pendidik dan pembangun masyarakat memahami satu sama lain, seperti: cara pandang, kekhawatiran, budaya organisasi, gaya operasi dan faktor lain yang mempengaruhi bagaimana mereka bekerja bersama-sama; Untuk menggambarkan strategi yang bekerja dan menyarankan "aturan keterlibatan" untuk membimbing sekolah / komunitas interaksi pembangun;

5 KAJIAN KERENTANAN KAWASAN PERMUKIMAN PADAT TERHADAP BENCANA KEBAKARAN DI KECAMATAN TAMBORA.

Sebagai hasil analisis ditemukan bahwa:

Pertama hanya 50% ruas jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan pemadam dengan lebar badan 3meter.

Kedua, terdapat kesesuaian antara data statistik dengan fakta analisis bahwa Kelurahan Duri Selatan, Duri Utara, Krendang, Pekojan, dan Tambora adalah kelurahan yang paling sering terjadi kebakaran dan tetap beresiko terjadi bencana kebakaran apabila muncul kebakaran pada sebuah bangunan.

6 Disaster and Crisis Management Guidebook for Educational Facilities. Florida Department of Education. 2006-2007

Sekolah memiliki peran ganda dalam kesiapsiagaan bencana. Mereka harus berfungsi sebagai tempat penampungan darurat ketika dipanggil, dan harus kembali ke fungsi pendidikan secepat mungkin untuk anak-anak, orang tua, dan staf.

(21)

No. Judul paper, jurnal, atau artikel

Isi dari tulisan ilmiah

7. Disaster and Emergency Preparedness: Guidance for

Schools. International Financial Corporation: World Bank Group. 2010

Panduan ini berisi tentang pedoman sekolah menghadapi bencana dan manajemen bencana dalam sekolah.

Buku panduan ini ditulis untuk administrator, guru, staf pendukung, dan individu lainnya yang terlibat dalam manajemen kegiatan darurat dan kesiapsiagaan bencana di sekolah.

8. Kerangka Kerja Sekolah Siaga Bencana. Konsorsium Pendidikan Bencana Indonesia. Mei 2011

Karakteristik bangunan sekolah yang aman terhadap bencana

- Struktur bangunan sekolah sesuai dengan standar bangunan aman bencana

- Tata letak dan desain bangunan utama terpisah dari bangunan UKS.

- Tata letak dan desain kelas yang aman untuk penempatan sarana dan prasarana kelas dan sekolah.

- Adanya perlengkapan dasar dan suplai kebutuhan dasar pasca bencana yang dapat segera dipenuhidan diakses oleh warga sekolah

- Sekolah memiliki lokasi evakuasi/shelter terdekat yang tersosialisasikan serta disepakati oleh seluruh komponen sekolah Kesimpulan

Sekolah yang menerapkan sistem orientasi pada komunitas rata-rata sudah memikirkan tempat untuk penampungan ataupun ruang serbaguna, ketika terjadi hal-hal diluar dugaan. Konstruksi dan standar keamanan juga harus diperhatikan.

Gambar

Tabel 3. Rasio minimum Luas Lahan Terhadap Peserta Didik
Gambar 2. Berkembang dan penyebaran api  Sumber: Health Safety Guidelines in Adidas Group
Tabel 5. Sumber nyala api dan tipe-tipenya
Tabel 6. Kelas Kebakaran berdasar sumber api dan alat pemadamnya  Kelas
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran maka tes komunikasi yang telah diujicobakan dapat digunakan sebagai instrumen pada

 WIKA : Bidik Kontrak Baru Luar Negeri Rp6 triliun Tahun Depan  EXCL : XL Prediksi Trafik Data Naik 15% pada Akhir Tahun  TPIA : Pabrik baru resmi

H 0A = Tidak ada perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran yang dilakukan terhadap hasil belajar mahasiswa semester V untuk mata kuliah Termodinamika

Berdasarkan uraian dan hasil analisa yang telah dilakukan selama pengembangan Aplikasi Deteksi Kemiripan Source Code Pada Bahasa Pemrograman Java Menggunakan Metode

Setelah didapatkan bobot kepentingan untuk masing-masing subkriteria maka tahapan selanjutnya adalah meranking prioritas untuk alternatif supplier yang dianggap

Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi, singkatan atau akronim lebih dari satu, maka masing-masing uraiannya diberi nomor urut dengan angka Arab

Sehingga bila pelat dibentuk seperti profil “U” dalam jumlah yang banyak atau diproduksi masal dinilai tidak efektif, kemudian kualitas hasil pembentukan yang dihasilkan juga

Pada dimensi ini, atribut pelayanan yang memiliki gap antara persepsi dan harapan paling besar adalah “Apakah Pelayanan rekomendasi dan permohonan kehendak nikah dilakukan