HALAMAN SAMPUL
KONVERSI PENTOSAN DALAM SEKAM PADI MENJADI FURFURAL DENGAN TEKNIK REFLUK SEDERHANA :
“ APLIKASI PEMISAHAN DENGAN TEKNIK EKSTRAKSI BERTAHAP “
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Diajukan Oleh
Florentina Dewi Susianti
NIM : 058114019
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
HALAMAN JUDUL
KONVERSI PENTOSAN DALAM SEKAM PADI MENJADI FURFURAL DENGAN TEKNIK REFLUK SEDERHANA :
“ APLIKASI PEMISAHAN DENGAN TEKNIK EKSTRAKSI BERTAHAP “
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Diajukan Oleh
Florentina Dewi Susianti
NIM : 058114019
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi
KONVERSI PENTOSAN DALAM SEKAM PADI MENJADI FURFURAL DENGAN TEKNIK REFLUK SEDERHANA :
“ APLIKASI PEMISAHAN DENGAN TEKNIK EKSTRAKSI BERTAHAP “
Yang diajukan oleh
Florentina Dewi Susianti
NIM : 058114019
Telah disetujui oleh
Pembimbing
Christine Patramurti, M. Si., Apt.
Tanggal 17 Desember 2008
iv
PERSEMBAHAN
Marilah datang kepada-Ku semua yang letih
lesu dan berbeban berat,
Aku akan memberi kelegaan kepadamu
Matius 11:28
Untuk sumber kekuatanku Jesus Christ atas rencana-Nya yang indah Untuk Mamih dan Dedih
atas doa, pengorbanan dan cinta kasihnya
Untuk almamaterku
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama: Florentina Dewi Susianti
Nomor mahasiswa: 058114019
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Konversi Pentosan dalam Sekam Padi Menjadi Furfural dengan Teknik Refluk Sederhana : ” Aplikasi Pemisahan dengan Ekstraksi Bertahap”
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 27 Januari 2009 Yang menyatakan
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Baik atas berkat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Konversi Pentosan dalam Sekam
Padi dengan Teknik Refluk Sederhana : “Aplikasi Pemisahan dengan Ekstraksi
Bertahap “ sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari banyak
pihak, Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih kepada :
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta
2. Christine Patramurti, M. Si. selaku dosen pembimbing atas bimbingan , bantuan,
masukkan serta kesabarannya baik selama penelitian maupun penyusunan skripsi
ini.
3. Lucia Wiwid Wijayanti, M. Si. selaku penguji atas pendampingan, kesabaran
serta segala masukan, kritik, dan sarannya.
4. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. selaku penguji atas segala masukkan, kritik
dan sarannya.
5. Yohanes Dwiatmaka, M. Si., selaku Kepala Laboratorium Farmasi atas
bantuannya sehingga penulis dapat bekerja di laboratorium dengan lancar.
6. Bapak Supardjan, Bapak Pudjono, dan Pak Jeffry atas segala masukkan dan
bantuan yang diberikan.
7. Mas Parlan, Mas Kunto, Mas Bim-bim, Mas Wagiran, dan Mas Bimo atas
bantuannya selama peneliti bekerja di laboratorium Kimia Organik, Kimia
Analisis, Kimia Analisis Instrumen, Farmakognosi Fitokimia, dan Analisa Pusat.
8. Mamih dan dedihku tercinta, untuk segala pengorbanan, doa, kasih sayang dan
dukungan yang selalu diberikan kepada penulis,untuk Danny, adikku tersayang,
untuk keceriaan yang selalu bisa kita bagi bersama.
9. Vicky ariestya Chandra untuk rasa sayang, dukungan, kritik dan sarannya
10.Teman-teman terbaikku, my sister, Yosephine Ratih Ismayanti dan Ermin
Setyaningsih, untuk sebuah persahabatan yang tulus, ceria, hangat, dan
menguatkan.
11.Adrian dan Happy untuk semua cerita seru dan menyenangkan yang kita alami,
dukungan semangat dan masukkan yang diberikan
12.Boris, Probo, Robby, dan Vita, rekan seperjuangan dalam penelitian ini yang
selalu membantu.
13.Donk-donk, Lista, dan Pipit untuk dukungan, semangat, dan keceriaan di akhir
tahun yang tidak akan terlupakan dan selalu penulis nantikan.
14.Linna”laofoye”, Widia, Henny, David, Primbon, Nixon, Imel, Erlin, Yoyok,
Berto, Sinta, Inus, Made, Widdy, Tyas, dan anak UKKA yang lain untuk
persahabatan yang indah.
15.Pipi, Lili, Depot, Lilik, Lucia, Dita, Hardian, Lucky, Udjo dan Mba Esti (KKN
Wonorejo) untuk sebuah keluarga baru dan hari-hari menyenangkan selama
KKN.
16.Anak-anak kost Dewi dan Gracia khususnya Ci Reni untuk bantuan dan
dukungannya.
17.Mas Dwi, Mas Narto, Pak Mukmin, Mas Tri, Mas Ottok, seluruh staf kebersihan
dan karyawan untuk semua bantuan yang diberikan pada penulis.
18.Segenap rekan dan pihak-pihak yang membantu namun tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Akhir kata penulis menyadari bahwa karya penulisan skripsi ini jauh dari
sempurna mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diperlukan oleh penulis
demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih
yang bermanfaat pada perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 17 Desember 2008
Penulis
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah.
Yogyakarta, 17 Desember 2008
Penulis,
Florentina Dewi Susianti
INTISARI
Kebutuhan furfural di dalam negeri jumlahnya terus meningkat. Furfural memiliki beberapa kegunaan antara lain: pelarut industri minyak bumi, pelarut aktif untuk resin fenol, disinfektan dan sebagai starting material dalam pembuatan obat anti bakteri notrofurazon. Hingga saat ini seluruh kebutuhan furfural untuk dalam negeri diperoleh melalui impor. Furfural dapat diperoleh dari proses konversi pentosan yang terdapat dalam limbah pertanian seperti sekam padi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase furfural yang diperoleh dari proses konversi pentosan yang terdapat dalam sekam padi dengan teknik refluk sederhana “aplikasi pemisahan dengan ekstraksi berulang”
Proses konversi pentosan dilakukan dengan pereaksi H SO2 4 10 %
menggunakan teknik refluk sederhana. Hasil proses konversi dipisahkan dari campuran dengan ekstraksi bertahap menggunakan eter. Analisis hasil yang dilakukan adalah uji pendahuluan yang meliputi uji organoleptis dan uji kelarutan, uji kemurnian yang meliputi uji indeks bias dan kromatografi gas, identifikasi struktur dengan kromatografi gas-spektrometri massa (GC-MS), dan perhitungan persentase furfural yang dihasilkan dari proses konversi. Proses konversi direplikasi sebanyak 3 kali.
Hasil dari uji-uji yang dilakukan menunjukkan bahwa dalam isolat tidak murni mengandung satu senyawa. Identifikasi struktur menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa menunjukkan adanya 2 peak dalam kromatogram, yaitu peak dari senyawa furfural dan etil levulinat. Berdasarkan hasil analisis tersebut, persentase furfural dari proses konversi tidak dapat diperoleh
Kata kunci : furfural, sekam padi, konversi pentosan
ABSTRACT
The level of furfural needs in Indonesia is always increase. Furfural has many uses such as: solvent for petroleum industry, reactive solvent for phenol resin, disinfectant and as a starting material for nitrofurazone (antibacterial drug) synthesis.Until this time, all of the furfural needs in this country was fullfiled by import. Furfural can be obtained from converting pentosan in agricultural waste like rice husk . The goal of this research is to know the percentage of furfural gained from the conversion process of pentosan available in rice husk using the simple reflux technique and the multi-stage extraction.
The conversion process of pentosan was done by H SO2 4 10% using the
simple reflux technique and the multi-stage extraction with ether solvent. The result from this process isolated by multistage extraction using diethyl ether and analyzed with several test sush as preliminary tests including organoleptic test and solubility test; purity tests including refractive index test and gas chromatographic test; and structural identification test using gas chromatography-mass spectrometry. Furfural precentage that produced from this process was counted.
The result from several test above showed that the the liquid possessed from the conversion process is not contain a single compound: Structural identification using gas chromatography-mass spectrometry showed 2 peaks from the chromatrogram: furfural and ethyl levulinic. Based on the analysis result, the precentage of furfural gained from the conversion process is unavailable.
Keywords : furfural, rice husk, pentosan conversion
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... ..i
HALAMAN JUDUL...ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii
HALAMAN PENGESAHAN... .iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...v
PRAKATA...vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... .ix
INTISARI...x
ABSTRACT…... .xi
DAFTAR ISI ...xii
DAFTAR TABEL...xvi
DAFTAR GAMBAR...xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I. PENGANTAR...1
A. Latar Belakang...1
1. Permasalahan...3
2. Keaslian penelitian ...4
3. Manfaat penelitian...4
B. Tujuan Penelitian ... 4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 5
A.Sekam Padi... 5
1. Tanaman asal... 5
2. Sekam padi ... 7
B.Furfural... 8
C.Teknik Refluk ... 10
D.Ekstraksi Pelarut... 12
1. Definisi umum... 13
2. Prinsip dasar ekstraksi pelarut... 14
3. Teknik ekstraksi ... 15
E.Identifikasi Senyawa Organik ... 16
1. Uji pendahuluan ... 16
a. Uji organoleptis ... 16
b. Uji kelarutan ... 16
2. Uji kemurnian ... 17
a. Indeks bias ... 17
b. Kromatografi gas... 18
3. Identifikasi struktur menggunakan spektrometri massa... 24
a. Pengertian dan mekanisme kerja spektrometri massa... 24
b. Kombinasi kromatografi gas dan spektrometri massa ... 27
F.Keterangan Empiris... 28
BAB III. METODE PENELITIAN ... 29
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 29
B. Definisi Operasional ... 29
C. Alat dan Bahan Penelitian... 29
1. Alat... 29
2. Bahan ... 30
D. Tata Cara Penelitian ... 30
1. Pengambilan bahan ... 30
2. Penyiapan bahan ... 30
3. Konversi pentosan menjadi furfural dengan teknik refluk.... 30
4. Isolasi furfural dengan ekstraksi bertahap... 31
5. Identifikasi senyawa organik... 31
a. Uji pendahuluan ... 31
1). Uji organoleptis ... 31
2). Uji kelarutan ... 31
b. Uji kemurnian... 32
1). Indeks bias ... 32
2). Kromatografi gas ... 32
c.Identifikasi struktur menggunakan spektrometri massa... 33
E. Analisis Hasil... 34
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
A. Pengambilan bahan ... 36
B. Penyiapan bahan ... 36
C. Konversi pentosan menjadi furfural dengan teknik refluk... 37
D. Isolasi furfural dengan ekstraksi bertahap... 43
E. Uji pendahuluan... 45
1. Uji organoleptis... 45
2. Uji kelarutan... 46
F. Uji kemurnian ... 47
1. Indeks bias………... 47
2. Kromatografi gas... 49
G. Identifikasi struktur menggunakan spektrometri massa... 57
H. Perhitungan persentase furfural dalam sekam padi... 62
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …... 64
A. Kesimpulan ... 64
B. Saran... 64
DAFTAR PUSTAKA ...65
LAMPIRAN...67
BIOGRAFI PENULIS...82
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Istilah kelarutan menurut Farmakope Indonesia III (1979)...17
Tabel 2.Perbandingan organoleptis isolat dengan furfural baku………....46
Tabel 3. Perbandingan kelarutan isolat dengan kelarutan furfural baku……….47
Tabel 4. Hasil pengukuran indeks bias...48
Tabel 5. Perhitungan persentase isolat hasil konversi...62
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur molekul furfural……….………8
Gambar 2. Alat refluk sederhana………..……....……….…..10
Gambar 3. Air condenser………...11
Gambar 4. Water jacket condenser……….………....…...12
Gambar 5. Corong pisah………....…..14
Gambar 6. Refraktometer………18
Gambar 7. Skema alat kromatografi gas………..…………20
Gambar 8. Diagram mekanisme kerja spektrometer massa ………...………...25
Gambar 9.Struktur arabinoxylan...……….……….…38
Gambar 10. Ikatan arabinoxilosida dan xilosida...……..……...……39
Gambar 11. Reaksi hidrolisis arabinoxylan menjadi arabinosa dan xilosa...40
Gambar 12. Dehidrasi xilosa menghasilkan furfural……….………..41
Gambar 13. Dehidrasi arabinosa menghasilkan furfural...42
Gambar 14. Ikatan hidrogen yang terjadi antara furfural dengan air………..….45
Gambar 15. Kromatogram furfural baku...51
Gambar 16. Kromatogram eter………52
Gambar 17. Kromatogram isolat 1……….….53
Gambar 18. Kromatogram isolat 2………..…55
Gambar 19. Kromatogram isolat 3………..56
Gambar 20. Kromatogram GC untuk analisis GC-MS……….…..58
Gambar 21. Spektra massa untuk peak pertama………..60
Gambar 22. Spektra massa untuk peak kedua………..……….……..61
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sekam padi……….….67
Lampiran 2. Gambar isolat……….……….68
Lampiran 3. Gambar hasil uji kelarutan ……….69
Lampiran 4. Data kromatogram………...72
Lampiran 5. Hasil analisis kromatografi gas-spektrometri massa………...77
Lampiran 6. Perhitungan persentase isolat yang diperoleh……….80
BAB I
PENGANTAR A. Latar Belakang
Kebutuhan furfural dan produk turunannya seperti tetrahidrofurfuril
alkohol, tetrahidrofuran dan asam furoat di dalam negeri jumlahnya terus meningkat.
Hingga saat ini seluruh kebutuhan furfural untuk dalam negeri diperoleh melalui
impor (Anonim b, 2007).
Furfural digunakan sebagai pelarut dalam penyulingan minyak bumi untuk
mengekstraksi diena (yang digunakan untuk membuat karet sintesis) dari hidrokarbon
(Anonim d, 2007), sebagai starting material dalam sintesis nitrofurazon (obat golongan nitroheterosiklik yang memiliki khasiat sebagai anti bakteri) dan dapat
disintesis menjadi senyawa turunannya seperti tetrahidrofurfuril alkohol,
tetrahidrofuran, dan asam furoat yang berguna dalam dunia farmasi.
Cina sebagai negara pengekspor furfural terbesar di dunia melakukan
proses produksi furfural dengan memanfaatkan limbah pertanian. Berdasarkan saran
dari penelitian yang dilakukan oleh Witono, J. A. (2007) serta dalam situs yang
dikeluarkan oleh International Furan Chemical B. V (Anonim d, 2006), diketahui
bahwa limbah pertanian seperti sekam padi dapat dijadikan sebagai sumber pentosa
dalam produksi furfural. Sekam padi mengandung pentosa yaitu xilosa dan arabinosa
yang merupakan senyawa awal (prekursor) untuk pembentukan furfural.
Indonesia merupakan negara agraris yang menghasilkan produk pertanian
utama seperti padi dalam jumlah yang melimpah. Pengolahan padi menghasilkan
sekam padi sebagai limbah pertanian dalam jumlah besar. Industri pengolahan padi
(sederhana, kecil, menengah dan besar) menghadapi permasalahan penanganan
limbah produk agrikultur ini. Hampir semua tempat penggilingan padi menumpuk
sekam hasil penggilingan di sekitar bangunan. Pembuangan sulit dilakukan karena
keterbatasan tempat dan biaya yang besar. Penggunaan untuk bahan bakar (bata,
pengering) masih sangat terbatas. Akibatnya, muncul berbagai persoalan lingkungan
seperti estetika, bau dan sumber penyakit (Bantacut, 2008). Untuk mengatasi hal ini
salah satunya dapat dilakukan dengan menjadikan sekam padi sebagai sumber
pentosa dalam proses produksi furfural.
Pemanfaatan sekam padi sebagai sumber pentosan dalam produksi furfural
memberikan 3 keuntungan sekaligus yaitu dapat mengurangi permasalahan
lingkungan yang timbul karena penumpukan sekam padi, dapat meningkatkan nilai
ekonomis sekam padi dan dapat meningkatkan produksi furfural karena bahan baku
mudah diperoleh. Nilai ekonomis sekam padi meningkat karena meningkatnya
kebutuhan sekam padi sehingga nilai jual sekam padi juga akan naik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah persentase furfural yang
diperoleh dari konversi pentosan dalam sekam padi dengan teknik refluk sederhana,
aplikasi pemisahan dengan ekstraksi bertahap. Furfural diperoleh dari reaksi
asam sulfat atau uap senyawa hasil reaksi yang mungkin terbentuk akan
terkondensasi kembali ke dalam sistem campuran reaksi sehingga reaksi dapat
belangsung terus menerus hingga diperoleh hasil optimum. Panas yang dihasilkan
dalam sistem ini berfungsi untuk menaikkan tenaga kinetik dalam sistem sehingga
mempercepat reaksi yang terjadi.
Furfural yang terbentuk dari reaksi akan berada dalam fase air. Untuk
memisahkannya, dapat dilakukan dengan teknik ekstraksi menggunakan pelarut
organik yang tidak campur dengan air. Kelarutan furfural dalam pelarut tersebut juga
harus lebih besar daripada kelarutan furfural dalam air. Pelarut yang digunakan dalam
ekstraksi adalah eter, karena tidak campur dengan air dan furfural sangat mudah larut
dalam eter dibandingkan dalam air. Ekstraksi bertahap dipilih karena teknik ini sangat
menguntungkan untuk memisahkan furfural yang larut sebagian dalam kedua pelarut
yang tidak saling campur. Sehingga diharapkan dengan teknik ini seluruh furfural
dapat dipisahkan.
1. Permasalahan
Berapakah persentase furfural yang diperoleh dari hasil konversi pentosan
yang terdapat dalam sekam padi dengan teknik refluk sederhana: “aplikasi pemisahan
dengan ekstraksi bertahap “?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan peneliti tentang penelitian
konversi pentosa dalam sekam padi menjadi furfural dengan teknik refluk : “aplikasi
pemisahan dengan ekstraksi bertahap “ belum pernah dilakukan .
Penelitian mengenai produksi furfural dari sekam padi yang sudah ada
dilakukan dengan menggunakan hidrolisis asam dengan ekstraksi menggunakan CO2
supercritical yang dilakukan oleh Ngamprasertsith, Piumsomboon, Sangalunlert
(2007) serta dengan metode teknologi Westpro Huaxia (Win, 2005) yang
menggunakan suatu reaktor dan sistem pemurnian kontinyu.
3. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menemukan metode
konversi pentosan dalam sekam padi menjadi furfural dengan teknik yang sederhana.
B. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah persentase furfural yang
diperoleh dari proses konversi pentosan yang terdapat dalam sekam padi dengan
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Sekam Padi 1. Tanaman asal
Tanaman padi dengan nama spesies Oryza sativa L. berasal dari famili
Poaceae atau suku rumput-rumputan. Padi memiliki banyak varietas yang ditanam di sawah dan di ladang, sampai ketinggian 1.200 m dari permukaan laut. Tanaman
semak semusim ini berbatang basah, tingginya 50 cm - 1,5 m. Batang tegak, lunak,
beruas, berongga, kasar, warna hijau. Daun tunggal berbentuk pita yang panjangnya
15-30 cm, lebar mencapai 2 cm, permukaan kasar, ujung runcing, tepi rata,
berpelepah, pertulangan sejajar, hijau. Bunga rnajemuk berbentuk malai. Buahnya
buah batu, terjurai pada tangkai, warna hijau, setelah tua menjadi kuning. Biji keras,
bulat telur, putih atau merah. Butir-butir padi yang sudah lepas dari tangkainya
disebut gabah, dan yang sudah dibuang kulit luarnya disebut beras. Umumnya beras
berwarna putih, walaupun ada beras yang berwarna merah. Tangkai butir padi setelah
dirontokkan gabahnya dan dijemur sampai kering, disebut merang. Padi yang
termasuk keluarga rumput-rumputan ini ditanam dari bijinya secara langsung atau
melalui persemaian dahulu (Anonim f, 2007).
Dari komposisinya bulir padi mengandung karbohidrat, dextrin,
arabinoxylan, xylan, phytin, glutelin, enzim (phytase, lypase, diastase), dan vitamin B
(Anonim f, 2007).
Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan manusia yaitu Oryza sativa
yang berasal dari daerah hulu sungai di kaki Pegunungan Himalaya (India dan
Tibet/Tiongkok) dan O. glaberrima yang berasal dari Afrika Barat (hulu Sungai Niger).
Tanaman padi terdiri dari dua varietas, indica dan japonica (sinonim
sinica). Varietas japonica umumnya berumur panjang, postur tinggi namun mudah rebah, paleanya memiliki "bulu" (Ing. awn), bijinya cenderung panjang. Varietas
indica, sebaliknya, berumur lebih pendek, postur lebih kecil, paleanya tidak ber-"bulu" atau hanya pendek saja, dan biji cenderung oval. Walaupun kedua varietas
dapat saling membuahi, persentase keberhasilannya tidak tinggi. Contoh terkenal dari
hasil persilangan ini adalah kultivar IR8, yang merupakan hasil seleksi dari
persilangan varietas japonica (kultivar 'Deegeowoogen' dari Formosa dan varietas
indica (kultivar 'Peta' dari Indonesia). Selain kedua varietas ini, dikenal pula sekelompok padi yang tergolong varietas minor javanica yang memiliki sifat antara dari kedua varietas utama di atas. Varietas javanica hanya ditemukan di Pulau Jawa. Budidaya padi yang telah berlangsung lama telah menghasilkan berbagai macam
2. Sekam padi
Sekam padi adalah kulit biji padi (Oryza sativa) hasil penggilingan gabah
kering. Sekam padi merupakan lapisan keras yang membungkus kariopsis butir
gabah, yang terdiri atas dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling
bertautan. Pada proses penggilingan gabah, akan diperoleh sekam yang terpisah dari
butir beras dan menjadi sisa atau limbah penggilingan. Dari proses penggilingan
dihasilkan 16,3-28% sekam. Sekam di kategorikan sebagai biomassa yang dapat
digunakan untuk berbagai macam kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan
ternak, dan energi (Anonim e, 2007).
Menurut Suharmo (1979) komposisi kimia sekam adalah air 9,02%,
protein kasar 3,03%, serat kasar (selulosa) 35,68%, silika 16,98%, karbohidrat kasar
33,71%, dan lemak 1,18%. Ditinjau dari komposisi kimianya ini, sekam dapat
dimanfaatkan untuk :
a. Bahan baku industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfuralnya.
b. Bahan baku industri bangunan, terutama karena kandungan silikanya yang dapat
digunakan untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi,
husk-board dan campuran pada industri bata merah.
c. Sumber energi panas,karena kadar selulosa cukup tinggi sehingga dapat
Sekam padi merupakan suatu produk alam yang tersusun atas
lignoselulosa. Salah satu komponen dari lignoselulosa adalah hemiselulosa (Anonim
f, 2008). Hemiselulosa paling banyak terkandung dalam dinding sel sekam padi,
fungsinya adalah untuk menjaga integrasi dari dinding sel. Hemiselulosa ini tersusun
atas 2 konstituen utama dari hetero-polisakarida yaitu xylosa dan arabinosa yang
merupakan pentosa (Anonim d,2006).
B. Furfural
Furfural (C H O5 4 2) atau sering disebut dengan 2-furankarboksaldehid,
furaldehid, furanaldehid, 2-Furfuraldehid, merupakan senyawa organik turunan dari
golongan furan. Senyawa ini berfase cair berwarna kuning hingga kecoklatan dengan
titik didih 161,7oC, densitas (20oC) adalah 1,16 g/cm3. Furfural merupakan senyawa
yang kurang larut dalam air namun larut dalam alkohol, eter, dan benzena. Gambar 1
menunjukkan struktur molekul dari furfural (Anonim d,2007).
Gambar 1. Struktur molekul Furfural
Furfural memiliki aplikasi yang cukup luas terutama untuk mensintesis
furoat dan lain-lain. Di dunia hanya 13% saja yang langsung menggunakan furfural
sebagai aplikasi, selebihnya disintesis menjadi produk turunannya (Anonim d,2007).
Secara langsung furfural dipergunakan sebagai starting material untuk
sintesis obat golongan nitrofuran yang berfungsi sebagai obat anti bakteri dan sebagai
solven pada penyulingan minyak bumi untuk mengekstrak diena (yang dipakai untuk
pembuatan karet sintetis) dari hidrokarbon lain. Sedangkan produk-produk
turunannya seperti furfural alkohol berguna dalam industri pencetakan logam,
tetrahidrofurfuril alkohol digunakan sebagai pelarut dan campuran dalam bahan
bakar, tetrahidrofuran digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi butadiena dan
sintesis parfum, asam furoat digunakan untuk sintesis sediaan farmasi, dan
sebagainya. (Witono, 2007).
Beberapa residu atau limbah agrikultur seperti ampas tebu,, tongkol
jagung, kulit kayu, sekam dari biji kapas, gandum dan padi merupakan suatu sumber
alam untuk produksi furfural yang tersedia dalam jumlah yang melimpah (Anonim d,
2006).
Reaksi utama pada konversi pentosa menjadi furfural adalah sebagai
berikut :
1. Hidrolisis pentosan menjadi pentosa :
(C5H8O4)n + xH2O asam xC5H10O5
pentosan air pentosa
2. Dehidrasi pentosa membentuk Furfural :
C5H10O5 asam xC5H4O2+ 3xH2O
pentosa furfural air
...(2)
Keterangan : n menunjukkan jumlah monomer dan x menunjukkan koefisien reaksi
C. Teknik Refluk
Refluk adalah proses yang dilakukan dalam kimia organik dimana suatu
cairan yang berasal dari kondensasi uap air kembali ke bagian atas kolom fraksinasi
dan kemudian mengalir kembali ke column conter untuk dialirkan menjadi uap air menaik (Kaustik dan Yadav, 1994).
Pada umumnya senyawa-senyawa organik direaksikan dalam suatu pelarut
dan untuk menaikkan tenaga kinetik sistem perlu dilakukan pemanasan. Salah satu
cara yang digunakan adalah refluk. Agar senyawa-senyawa yang mudah menguap
tidak keluar dari sistem, maka diperlukan pendingin untuk menjaga agar uap yang
terbentuk tidak keluar dan akan terkondensasi kembali kedalam sistem campuran
reaksi. Pendingin yang digunakan dalam refluk salah satunya adalah pendingin bola,
dimana permukaan dalam pendingin yang berbentuk bola ini akan menyebabkan
aliran uap lebih turbulen sehingga diperoleh efek pendinginan yang makin baik
(Achmad,1994).
Terdapat 2 tipe pipa pendingin dalam refluk, yaitu air condenser dan
water jacket condenser. Pendingin dengan tipe air condenser berbentuk pipa panjang sederhana. Udara dari lingkungan sepanjang pipa pendingin akan mendinginkan uap
panas yang terdapat dalam pipa sehingga uap panas tersebut akan terkondensasi
menjadi bentuk cair. Pendingin jenis air condenser cocok digunakan untuk senyawa
yang memiliki titik didih yang tinggi atau bila senyawa yang dipanaskan jumlahnya
Gambar 3. Air condenser
Tipe pendingin yang kedua adalah water jacket condenser, pendingin jenis ini terdiri dari 2 pipa yaitu pipa bagian dalam dan pipa bagian luar yang mengelilingi
pipa bagian dalam. Pada bagian bawah pipa luar terdapat lubang tempat masukya air,
dan di bagian atas pipa terdapat lubang tempat keluarnya air. Sirkulasi air ini
berfungsi untuk mendinginkan. Uap panas akan mengalir pada pipa bagian dalam dan
sirkulasi air yang mengalir melalui pipa luar akan mendinginkan uap panas sehingga
terkondensasi kembali ke dalam sistem . Tipe pendingin ini cocok digunakan bila uap
yang terbentuk sulit diembunkan, biasanya dikarenakan senyawa tersebut sangat
mudah menguap (volatile) (Pavia,1995).
Gambar 4. Water jacket condenser
D. Ekstraksi Pelarut 1. Definisi umum
Ekstraksi didefinisikan sebagai metoda pemisahan komponen dari suatu
untuk memisahkan senyawa organik dari larutan air atau suspensi. Langkahnya
adalah dengan mengocok larutan air atau suspensi dengan pelarut organik yang tidak
bercampur dengan air kemudian didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan dan
selanjutnya dipisahkan (Achmad, 1994).
Solut (zat terlarut) atau bahan yang akan dipisahkan terdistribusi diantara
kedua lapisan (organik dan air) berdasarkan kelarutan relatifnya. Dengan demikian
garam anorganik akan berada dalam lapisan air dan senyawa organik yang tidak
membentuk ikatan hidrogen seperti hidrokarbon atau derivat halogen akan berada
dalam lapisan organik. Untuk solut jenis ini sekali ekstraksi sudah cukup untuk
memisahkannya. Untuk senyawa organik yang dapat membentuk ikatan hidrogen
dengan air seperti alkohol,aldehid, keton, asam, amina, dan lain-lain yang hanya larut
sebagian dalam kedua pelarut diperlukan beberapa kali ekstraksi untuk mengambil
solut. Dengan demikian terjadi distribusi solut dalam kedua pelarut (Achmad, 1994).
Di antara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau disebut
juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan
utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro
maupun mikro. Tidak diperlukan alat yang khusus atau canggih kecuali corong
pemisah.. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan preparatif, pemurnian,
Gambar 5. Corong pisah
2. Prinsip dasar ekstraksi pelarut
Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling campur (Khopkar,1990).
Perbandingan konsentrasi solut dalam kedua pelarut dalam kesetimbangan disebut
dengan koefisien distribusi (KD).
air C organik C
KD=
Keterangan : Corganik = konsentrasi solut dalam pelarut organik
Cair = konsentrasi solut dalam air
Suatu senyawa polar seperti garam-garam ionik larut dalam air namun
tidak larut dalam pelarut organik, sehingga senyawa ini memiliki harga koefisien
distribusi yang kecil. Sebaliknya, senyawa- senyawa non polar seperti senyawa
hidrokarbon tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik sehingga
3. Teknik Ekstraksi
Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah: ekstraksi bertahap
(batch), ekstraksi kontinyu, dan ekstraksi counter current. Ektraksi bertahap
merupakan cara yang paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut
pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan
pengocokkan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi
pada kedua lapisan. Setelah kondisi ini tercapai, lapisan didiamkan dan dipisahkan.
Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada banyaknya jumlah ekstraksi yang
dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang
kali dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit. Ektraksi bertahap baik digunakan jika
perbandingan distribusi besar. Alat yang digunakan pada ekstraksi bertahap adalah
corong pemisah (Khopkar,1990).
Ekstraksi kontinyu digunakan bila perbandingan distribusi relatif kecil
sehingga untuk pemisahan yang kuantitatif diperlukan beberapa tahap ekstraksi.
Efisiensi yang tinggi pada ekstraksi kontinyu tergantung pada viskositas fase dan
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecepatan tercapainya kesetimbangan seperti
nilai D, volume ralatif dari dua fase dan beberapa faktor lainnya (Khopkar 1990).
Pada ekstraksi kontinyu counter current, fase cair pengekstraksi dialirkan
dengan arah yang berlawanan dengan larutan yang mengandung zat yang akan
diekstraksi. Biasanya digunakan untuk memisahkan zat, isolasi atau pemurnian
Secara umum, pemilihan metode yang digunakan tergantung pada
perbandingan distribusi zat terlarut dan zat-zat lain yang bercampur dan mengganngu
pemisahan (Khopkar 1990).
E. Identifikasi Senyawa Organik
1. Uji pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan dengan tujuan mengetahui karakteristik dari
senyawa hasil reaksi, biasanya meliputi pemeriksaan organoleptis, pemeriksaan titik
lebur, dan pemeriksaan kelarutan.
a. Uji organoleptis. Uji ini dilakukan untuk melihat bentuk,warna dan bau
dari senyawa hasil reaksi. Uji ini merupakan uji paling sederhana tanpa bantuan alat.
b Uji kelarutan. Untuk menyatakan kelarutan zat kimia, istilah kelarutan
dalam pengertian umum kadang-kadang perlu untuk digunakan, tanpa mengindahkan
perubahan kimia yang mungkin terjadi pada pelarutan tersebut. Pernyataan kelarutan
zat dalam bagian tertentu pelarut kelarutan pada suhu 20oC dan kecuali dinyatakan
lain menunjukkan bahwa, 1 bagian bobot zat pada atau 1 bagian volume zat cair larut
dalam bagian volume tertentu pelarut. Pernyataan kelarutan yang tidak disertai angka
adalah kelarutan pada suhu kamar. Kecuali dinyatakan lain, zat jika dilarutkan boleh
butiran debu. Pernyataan bagian dalam kelarutan berarti bahwa 1 g zat padat atau 1
ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut (Anonim, 1979).
Jika kelarutan suatu zat tidak dapat diketahui dengan pasti, kelarutannya
dapat ditunjukkan dengan istilah berikut :
Tabel 1. Istilah kelarutan menurut Farmakope Indonesia III (1979)
Jumlah bagian pelarut diperlukan untuk melarutkan 1 bagian zat Istilah kelarutan
Sangat mudah larut Kurang dari 1 Mudah larut 1 sampai 10 Larut 10 sampai 30
Agak sukar larut 30 sampai 100 Sukar larut 100 sampai 1000 Sangat sukar larut 1000 sampi 10.000
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000
2.Uji kemurnian
a. Indeks bias. Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan
cahaya dalam udara dan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks bias berguna
untuk identifikasi zat dan deteksi ketidakmurnian (Anonim 1995).
Indeks bias dapat ditentukan dengan alat refraktometer dan alat standar
yang banyak digunakan di laboratorium kimia organik adalah refraktometer Abbe.
Keuntungan dari alat ini adalah senyawa yang digunakan hanya beberapa tetes dan
indeks bias (biasanya dari skala 1,3000 sampai 1,7000) dapat dibaca secara langsung
adalah sudut refleksi total antara gelas dengan indeks bias tinggi dengan zat yang
akan diamati (Achmad,1994).
Indeks bias sangat tergantung pada suhu. Untuk senyawa- senyawa
organik, indeks bias akan turun dengan naiknya suhu, kira-kira sebesar 4-5 x 10-4 per
derajat celcius. Indeks bias juga bergantung pada panjang gelombang yang
digunakan. Pada umumnya indeks bias diperoleh dengan menggunakan panjang
gelombang garis spektra dari cahaya kuning natrium (garis D ; 589,3 nm)
(Achmad,1994).
Gambar 6. Refraktometer
b. Kromatografi gas. Kromatografi adalah suatu metode pemisahan
campuran yang terdiri dari dua macam komponen atau lebih, berdasarkan distribusi
diferensial antara dua fase yaitu fase diam (stationary phase) dan fase bergerak
(mobile phase). Disebut kromatografi gas bila fase diam berupa padatan atau cairan
sedangkan fase geraknya berupa gas (Achmad,1994).
Berdasarkan kombinasi antara fase diam dan fase gerak maka
fase diam yang berupa padatan, dan kromatografi gas cair dengan fase diam yang
berupa cairan. Pada kromatografi gas padat pemisahan suatu campuran didasarkan
pada perbedaan adsorbsi suatu komponen pada fase diam, contoh fase diam yang
sering digunakan adalah karbon, molekular sieve, dan silika gel. Sedangkan pada
kromatografi gas cair yang menjadi dasar pemisahan senyawa dalam campuran
adalah perbedaan partisi komponen di dalam fase diam. Pada perkembangannya
kemudian sistem kromatografi gas cair lebih banyak digunakan dibandingkan
kromatografi gas padat hal ini dikarenakan jenis cairan yang digunakan sebagai fasa
diam sangat banyak sedangkan padatan yang digunakan dalam fasa diam jumlah dan
jenisnya terbatas (Achmad, 1994).
Kromatografi gas merupakan cara analisa yang dapat digunakan untuk
menganalisa senyawa organik. Kromatografi gas cair memiliki beberapa keuntungan
diantaranya kecepatan pemisahan senyawa, memiliki sensifitas yang tinggi, dapat
digunakan untuk analisa kualitatif dengan melihat waktu retensi senyawa dan untuk
Gambar 7. Skema alat kromatografi gas (Christian, 2004)
Pada kromatografi gas, sampel diubah ke dalam bentuk gas (bila bentuk
awal sampel bukan berupa gas) dengan menginjeksikannya ke dalam injektor dan
akan menghasilkan eluen yang berupa gas. Eluen akan terbawa fase gerak melewati
kolom yang berisi fase diam, pada proses ini eluen akan terdistribusi antara fase diam
dan fase gerak (Christian,2004).
Suhu injektor, kolom dan detektor diatur sekitar 50 C diatas titik didih
sampel terlarut. Biasanya suhu pada injektor dan detektor dibuat lebih tinggi dari
kolom untuk mempercepat proses penguapan sampel di injektor dan mencegah agar
sampel tidak terkondensasi di detektor (Christian,2004).
Secara umum komponen-komponen yan penting dalam kromatografi gas
antara lain :
1). Gas pembawa
Gas pembawa berfungsi untuk mengangkut cuplikan dalam kolom menuju
helium,argon, hidrogen atau nitrogen. Pemilihan gas pembawa ini biasanya
ditentukan oleh jenis detektor yang digunakan (Christian,2004).
Suatu pengatur tekanan digunakan untuk menjamin tekanan yang seragam
agar laju aliran gas pembawa konstan selama proses elusi. Pada suatu suhu tertentu
laju aliran yang tetap/konstan akan mengelusi komponen campuran pada waktu yang
khas yang sering dikenal sebagai waktu tambat. Syarat yang harus dimiliki oleh gas
pembawa antara lain :
a). Lembam untuk mencegah antaraksi dengan cuplikan atau fase diam
b). Dapat meminimumkan difusi gas
c). Murni dan mudah diiperoleh
d). Sesuai atau cocok untuk detektor yang digunakan (Mc Nair,1988).
2). Kolom
Kolom dalam kromatografi gas terdiri dari tiga bagian yaitu wadah luar
atau pipa kolom, padatan pendukung yang berfungsi sebagai tempat pelekatan fase
diam, dan fase cair atau fase diam (Anwar,1994). Pipa kolom dapat dibuat dari
tembaga, baja anti karat, alumunium atau kaca yang berbentuk lurus,lengkung atau
melingkar (Mc Nair, 1988 ). Dua tipe kolom yang sering digunakan dalam
kromatografi gas yaitu packed column dan capillary column. Packed column
panjangnya berkisar antara 1-10 meter dengan diameter 0,2-0,6 cm. Jumlah sampel
column memiliki panjang 15-150 meter dengan diameter 0,10-0,53 mm, dan karena kapasitas yang lebih kecil inilah, sampel yang diinjeksikan 100 kali lebih kecil dari
jumlah sampel yang dapat diinjeksikan dalam packed column (Christian,2004).
Kolom dilapisi dengan suatu penyangga padat tempat penyebaran fase
diam. Syarat penyangga padat yang digunakan yaitu harus inert, mudah dibasahi atau
dilekati fase diam (fase cair), stabil terhadap panas dan ukurannya seragam.
Penyangga yang sering digunakan adalah cromosorb W dan P (Christian,2004).
3). Fase diam
Pemilihan fase diam didasarkan pada kepolarannya, dimana fase diam
yang bersifat polar akan lebih berikatan dengan senyawa yang bersifat polar, begitu
pula sebaliknya. Fase diam yang dipilih hendaknya sesuai dengan kelarutan sampel.
Fase diam yang bersifat non polar biasanya bersifat non selektif karena hanya terjadi
sedikit interaksi dengan sampel, sehingga pemisahan biasanya hanya bergantung pada
titik didih sampel, dimana senyawa dengan titik didih yang lebih rendah akan terelusi
lebih cepat. Fase diam yang bersifat polar akan berinteraksi dengan sampel melalui
beberapa mekanisme yaitu interaksi dipol-dipol, ikatan hidrogen, dan gaya induksi.
Pemilihan fase diam merupakan kunci paling penting untuk menghasilkan pemisahan
sampel yang baik. Fase diam yang sering digunakan dalam kromatografi gas antara
Temperatur maksimum kolom ditentukan oleh temperatur penguapan fase
diam. Bila melebihi temperatur penguapan fase diam maka fase diam akan ikut
menguap atau bleeding (Achmad,1994).
4). Detektor
Dalam kromatografi gas detektor yang umum dikenal yaitu thermal conductivity detectors, flame ionization detectors, dan electron capture detectors
(Khopkar,1990).
Untuk senyawa-senyawa organik biasanya digunakan flame onization detectors. Banyak senyawa organik yang berubah menjadi bentuk ion bila dikenai nyala api, hal ini yang menjadi dasar untuk flame ionization detector sehingga disebut sebagai detektor dengan sensitifitas yang sangat tinggi untuk senyawa-senyawa
organik. Ion-ion yang terbentuk akan terkumpul pada elektroda dan diukur
jumlahnya. Jumlah ion yang terkumpul bergantung pada jumlah atom karbon yang
dapat terionkan, sehingga makin kecil jumlah karbon yang teroksidasi jumlah ion
akan makin besar dan sinyal yang terdeteksi akan makin besar pula. Gas Pembawa
yang sering digunakan dalam kromatrografii dengan FID yaitu hidrogen, helium, dan
argon (Christian,2004).
Detektor lain yang digunakan dalam kromatografi gas adalah thermal conductivity detector (TCD). Detektor jenis ini dapat digunakan untuk mendeteksi hampir semua senyawa hanya saja TCD merupakan detektor yang paling tidak
merupakan fase gerak yang cocok dengan detektor jenis ini karena konduktivitas
termal helium yang tinggi (Khopkar,1990).
Senyawa yang dapat dianalisis dengan kromatografi gas adalah senyawa
yang mudah diuapkan , stabil pada temperatur yang digunakan (biasanya 5-300o C).
Kromatgrafi gas dapat digunakan untuk analisis:
a). Semua senyawa yang berupa gas
b). Senyawa organik yang tidak terionisasi, bisa berupa zat padat atau cair yang
mengandung hingga 25 atom karbon
c). Senyawa organometalic (khususnya yang mudah diuapkan) (Chistian,2004).
Untuk campuran senyawa yang kompleks, teknik analisis kromatografi
gas sederhana tidaklah cukup untuk mengidentifikasi banyaknya peak yang
dihasilkan. Diperlukan analisis lebih lanjut untuk mengkonfirmasi kromatogram yang
dihasilkan apakah mengandung senyawa yang kita inginkan atau tidak. Informasi
spektra mungkin harus dicari dengan spektrometri inframerah atau ultraviolet. Suatu
kombinasi alat yang menghasilkan kekuatan analisis yang tinggi adalah kombinasi
antara kromatografi gas dan spektrometri masa (Christian,2004).
3. Identifikasi struktur menggunakan spektrometri massa
a. Pengertian dan mekanisme kerja spektrometri massa. Spektrometri
massa merupakan suatu instrumen analisis yang canggih yang dapat menghasilkan,
memisahkan dan mendeteksi ion dalam fase gas. Suatu sampel dengan tekanan uap
vakum (10-4 sampai 10-7) dan pada temperatur tinggi (hingga 300˚ C). Sampel akan
teruapkan dan terbawa ke dalam ionization source. Molekul analit biasanya bersifat netral dan harus dapat terionisasi. Proses ionisasi ini biasanya terjadi bila sampel
ditembak dengan elektron berenergi tinggi yang berasal dari sumber elektron
(ionization source) (Christian,2004).
Gambar 8. Diagram mekanisme kerja spektrometer massa
Ion-ion bermuatan positif bertenaga tinggi yang dihasilkan dari proses
penembakkan dapat pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (ion-ion pecahan atau
ion-ion anak); lepasnya elektron dari molekul menghasilkan radikal kation dan proses
ini dapat dinyatakan sebagai M→ M+. Ion molekuler M+ biasanya terurai menjadi
sepasang pecahan/fragmen, yang dapat berupa radikal atau ion, atau molekul yang
lebih kecil atau radikal kation.
M+→m+1 + m.2 atau m+1 + m2
Ion-ion molekuler, ion-ion pecahan dan ion-ion radikal pecahan
dipisahkan oleh pembelokkan dalam medan magnet yang dapat berubah sesuai
dengan massa dan muatan mereka, dan menimbulkan arus pada kolektor yang
sebanding dengan limpahan relatif mereka. Spektrum massa adalah merupakan
gambaran antara limpahan relatif lawan perbandingan massa/muatan
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan ion
molekul yaitu: ionisasi dengan electron impact (EI), chemical ionization (CI), field desorption (FD), fast atom bombardment (FAB), electrospray ionization (ESI) dan
matrix assisted loaser desorption ionization (MALDI). Dari beberapa teknik tersebut yang paling umum digunakan adalah teknik EI, yaitu dengan menembakkan berkas
elektron pada suatu molekul organik menghasilkan ion molekul bermuatan positif
yang dapat pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (Silverstein and Webster, 1998).
Ion-ion molekul yang telah terbentuk dari proses ionisasi selanjutnya akan
mengalami fragmentasi yaitu suatu proses pelepasan radikal-radikal bebas atau
molekul netral kecil dari ion molekul itu. Sebuah ion molekul tidak pecah secara
acak, melainkan cenderung membentuk fragmen-fragmen yang paling stabil dan
bergantung pada kerangka karbon dan gugus fungsional yang ada. Oleh karena itu,
struktur dan massa fragmen memberikan petunjuk mengenai struktur induknya.
(Fessenden and Fessenden, 1994).
Dari spektrum massa kita dapat menentukan berat molekul atau rumus
molekul atau mengidentifikasi senyawa berdasarkan pola fragmentasinya. Rumus
molekul suatu senyawa dapat ditentukan jika puncak ion molekul sudah dikenal,
namun untuk hal-hal seperti ini diperlukan spektrometri beresolusi tinggi. Pengenalan
gugus-gugus fungsi dapat dilihat dari puncak-puncak fragmentasi yang spesifik
Kombinasi antara kromatografi gas dan spektrometri massa
b). .
Kombinasi kromatografi gas dan spektrometri massa memberi keuntungan dan
kelebihan dari dasar analitik secara bersamaan dari kedua teknik ini. Proses
pemisahan akan dilakukan oleh kromatografi gas, sedangkan proses identifikasi dan
kuantitatif dilakukan oleh spektrometer massa (Dean, 1995).
Pengembangan metode GC-MS pada mulanya dihadapkan pada satu
masalah besar yaitu penggabungan keluaran kolom kromatografi gas ke spektrometer
massa. Packed columns yang digunakan dan besarnya volume sampel dan gas pembawa akan memenuhi sistem spektrometer massa, sehingga harus dioperasikan
dengan tekanan rendah dan penggabungan antara keluaran kolom dan spektrometer
massa harus dibuat khusus. Dengan ditemukannya kolom berlapis silika, masalah
penggabunggan keluaran kolom dan spektrometer massa dapat teratasi, dan eluat dari
kromatografi gas dapat dihubungkan langsung ke ion source (Christian,2004).
Dalam kromatografi gas spektrometri massa, spektrometer massa dapat
dioperasikan dengan berbagai macam metode. Metode total ion current (TIC), ion-ion terfragmentasi akan dijumlahkan dan muncul sebagai peak dalam kromatogram. Sedangkan dalam metode selective ion, ion molekular ataupun ion terfragmentasi akan terlihat berupa perbandinganm/z. Spektrum massa dari molekul yang dideteksi
tersimpan dalam sistem komputer, sehingga spektrum massa yang berhubungan
Untuk menggunakan GC-MS senyawa organik harus berupa larutan
sehingga dapat diinjeksikan ke dalam kromatografi gas. Larutan tersebut harus
bersifat mudah menguap dan merupakan senyawa organik. Hanya senyawa dengan
tekanan uap melebihi 10-10 torr yang dapat dianalisis dengan GC-MS. Senyawa yang
memiliki tekanan yang lebih rendah dapat dianalisis jika senyawa tersebut merupakan
senyawa derivatif. Beberapa senyawa isomer tidak dapat dibedakan oleh spektrometri
massa tetapi dapat dipisahkan dengan kromatografi (Settle, 1997).
Keuntungan dari GC-MS adalah metode ini dapat digunakan untuk hampir
semua jenis zat analit, memiliki batas deteksi yang rendah dan memberi informasi
penting tentang spektra massa dari senyawa organik (Dean, 1995).
F. Keterangan Empiris
Keterangan empiris yang diharapkan dari penelitian ini adalah mengetahui
jumlah persentase furfural yang diperoleh dari konversi pentosan dalam sekam padi
menghasilkan furfural dengan teknik refluk sederhana: “aplikasi pemisahan
menggunakan ekstraksi bertahap”.
Penelitian yang dilakukan sebelumnya, menggunakan toluen sebagai
pelarut untuk ekstraksi. Namun toluen tidak dapat dipisahkan dari furfural dengan
penguapan, hal ini dikarenakan selisih titik didih toluen (113,440 C) dengan titik didih
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental deskriptif
karena tidak dilakukan perlakuan terhadap sampel dan hanya dipaparkan fenomena
yang terjadi.
B. Definisi Operasional
1. Sekam padi adalah kulit biji padi (Oryza sativa L.) hasil penggilingan gabah
kering.
2. Pereaksi adalah bahan yang digunakan untuk penelitian. Pereaksi yang digunakan
dalam penelititan ini adalah asam sulfat 10%
3. Senyawa target adalah senyawa yang diharapkan terbentuk dari reaksi. Senyawa
target yang diharapkan terbentuk adalah senyawa Furfural atau 2-furaldehid.
C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain meliputi alat-alat
kromatografi gas Hewlett Pacard 5890 Series II, spektrometri massa
GC-MS-QPR2010S Shimadzu .
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain meliputi sekam
padi, asam sulfat 97% p.a. (E. Merck), eter kualitas teknis (Brataco), eter kualitas teknis (Asia Lab), eter kualitas pro analisis (E. Merck), asam klorida 37% p.a, natrium hidroksida dan akuades (Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma).
D. Tata Cara Penelitian 1. Pengambilan bahan
Sekam padi diambil dari suatu tempat penggilingan padi di daerah
Kawunganten, Cilacap. Sekam yang diambil adalah sekam kering yaitu berwarna
kuning pucat, tidak lengket antara 1 bulir dengan bulir lain dan mudah dipatahkan.
2. Penyiapan bahan
Sekam padi terlebih dulu dibersihkan dari pengotor-pengotor seperti
tangkai kering padi, kerikil atau tanaman lain yang ikut terbawa. Sekam yang telah
dibersihkan kemudian diserbuk.
3. Konversi pentosa menjadi furfural dengan teknik refluk
Serbuk sekam padi sebanyak 25 g dimasukkan ke dalam labu alas bulat.
berisi serbuk sekam padi dan dilakukan refluk selama 2 jam. Setelah direfluk, cairan
hasil refluk disaring dan dipisahkan dari sekam padi. Proses penyaringan dilakukan
dengan menggunakan kertas saring dengan bantuan pompa penghisap. Proses
konversi dilakukan untuk 3 replikasi.
4. Isolasi furfural dengan ekstraksi bertahap
Cairan hasil refluk tiap replikasi kemudian diekstraksi dengan eter.
Volume cairan untuk setiap ekstraksi adalah 30 ml. Cairan diekstraksi menggunakan
eter sebanyak 5 kali dengan jumlah eter 30, 25, 20, 15, dan 10 ml . Fase eter dari tiap
ekstraksi ditampung menjadi satu. Fase eter dimasukkan ke dalam rotary evaporator
untuk menguapkan eter. Cairan yang diperoleh dimasukkan ke dalam flakon dan
ditutup dengan alumunium foil.
5. Idetifikasi senyawa organik
a. Uji pendahuluan. Meliputi :
1). Uji organoleptis. Cairan yang diperoleh diamati bau, warna dan bentuknya.
2). Uji kelarutan. Sebanyak 0,2 ml isolat dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
tambahkan aquadest bertetes-tetes hingga larut. Diamati berapa ml aquadest
yang diperlukan untuk melarutkan isolat, dan istilah kelarutan yang digunakan
mengacu pada istilah kelarutan dalam Farmakope Indonesia III. Prosedur
yang sama dilakukan dengan pelarut lain yaitu eter, HCl 10% dan NaOH
10%. Hasil uji kelarutan isolat dibandingkan dengan furfural baku yang juga
Uji kemurnian
b. . Meliputi :
1). Uji indeks bias. Pada alat refraktometer, skala diletakkan pada angka terendah
yaitu 1,3000 dan keduan permukaan prisma pada alat dibersihkan dengan
kertas tissue khusus untuk membersihkan permukaan optik. Satu tetes cairan
dioleskan pada permukaan prisma dan kemudian prisma tersebut dijepit.
Bidang penglihatan pada teleskop pertama diatur sedemikian rupa dengan
tombol kontrol sehingga diperoleh suatu garis batas yang jelas antara bidang
terang dan gelap yang terletak pada garis menyilang. Indeks bias dapat dibaca
langsung dari skala yang diamati melalui teleskop kedua.
2). Kromatografi gas . Isolat dan furfural baku dilarutkan dalam eter kemudian
dilakukan pemeriksaan dengan metode GC dengan kondisi alat:
a). Kolom : HP 5 (5% Phenyl Methyl Siloxane) panjang 30 meter; semi
f). Suhu injektor : 2800C
g). Pembawa : Gas helium
Kromatogram yang dihasilkan diamati jumlah peak dan waktu retensinya.
c. Identifikasi struktur menggunakan kromatografi gas dan spektofotometri
massa.
1) Kolom : RTx-5MS; panjang 30 meter; ID 0,25 mm
2) Volume injektor : 0,1 µL
3) Suhu kolom :
suhu awal :70 oC
waktu awal :2 menit
kenaikan :100C/menit
0
suhu akhir :260 C
4) Jenis detektor : FID
5) Suhu detektor : 300 oC
6) Suhu injektor : 2800C
7) Pembawa : Gas helium
Cairan hasil replikasi diinjeksikan ke dalam injektor pada alat kromatografi
gas. Aliran gas dari gas pembawa akan membawa cairan yang sudah diuapkan
masuk ke dalam kolom kapiler. Selanjutnya, uap cairan yang keluar dari
kolom kapiler dimasukkan ke dalam kamar pengion pada spektrometer massa
Fragmen-fragmen tersebut melewati lempeng pemercepat ion dan didorong dalam
medan magnet dan menimbulkan arus pada kolektor yang sebanding dengan
kelimpahan relatif setiap fragmen. Setelah itu didapatkan kromatogram GC
dan spektra massa.
E. Analisis Hasil
1. Analisis kualitatif
a. Uji pendahuluan
1). Data uji organoleptis dengan baku
2). Data uji indeks bias
b. Uji kemurnian
1) Data uji indeks bias dengan baku
2) Kromatogram kromatografi gas
c. Data identifikasi struktur senyawa hasil pengkonversian pentosan dalam tongkol
jagunga menggunakan kromatografi gas-spektroskopi masssa
2. Perhitungan persentase furfural dalam sekam padi.
Isolat yang diperoleh ditimbang. Kemudian dilakukan perhitungan
persentase furfural dalam sekam padi (%b/b) dari bobot cairan yang diperoleh dari
% 100 )
/
(% = ×
digunakan yang
padi sekam massa
dihasilkan yang
cairan massa
b b padi sekam dalam
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengambilan Bahan
Sekam padi diambil di salah satu tempat penggilingan padi di daerah
Kawunganten Cilacap. Sekam untuk 3 replikasi berasal dari sekam yang diambil pada
hari dan tempat yang sama untuk memastikan homogenitas dari sampel yang
digunakan.
Sekam yang digunakan adalah sekam yang kering agar lebih tahan lama
dan tidak busuk dalam penyimpanan. Sekam kering yang dimaksud adalah sekam
yang tidak lengket antara satu bulir dengan bulir lain, mengalir bila dijatuhkan serta
mudah dipatahkan. Pada umumnya sekam yang berasal dari tempat penggilingan padi
sudah merupakan sekam kering karena berasal dari padi kering yang digiling.
B. Penyiapan Bahan
Bahan yang digunakan adalah sekam padi yang berasal dari sisa
penggilingan padi. Padi merupakan tanaman yang umum ditemui hampir di seluruh
wilayah Indonesia, sebagai sumber bahan makanan pokok. Sekam padi sebagai
limbah dari proses penggilingan padi juga tersedia dalam jumlah yang sangat
melimpah sehingga mudah diperoleh. Selama ini sekam hanya diolah untuk dijadikan
bahan bakar (arang sekam) atau dibiarkan menumpuk begitu saja disekitar tempat
penggilingan padi. Dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai
ekonomis sekam sebagai limbah pertanian.
Sekam padi terlebih dahulu dibersihkan dari pengotor-pengotor yang ikut
terbawa pada saat pengambilan sekam, seperti batang padi yang telah kering, tanah
dan kerikil yang mungkin ikut terambil pada saat pengambilan bahan.
Pengotor-pengotor ini nantinya dapat mempengaruhi bobot sekam yang diambil untuk proses
konversi. Selain itu, batang padi yang telah kering dimungkinkan juga mengandung
pentosan sehingga dapat bereaksi dengan asam sulfat menghasilkan furfural. Hal ini
dapat mempengaruhi persentase furfural yang dihasilkan, karena furfural yang
dihasilkan bukan hanya berasal dari sekam padi.
Sekam padi yang telah dibersihkan kemudian diserbuk untuk memperluas
permukaan partikel yang kontak dan bereaksi dengan asam sulfat sehingga reaksi
dapat berjalan optimum.
C. Konversi Pentosan Menjadi Furfural Dengan Refluk
Proses konversi pentosan dalam serbuk sekam padi menjadi furfural
dilakukan dengan teknik refluk menggunakan pereaksi H SO2 4 10%. Suhu dan waktu
refluk yang digunakan adalah 110oC selama 2 jam. Kondisi ini merupakan suhu dan
waktu optimum yang dapat digunakan, karena berdasar orientasi yang dilakukan
terjadinya peristiwa pengarangan yang ditandai dengan warna cairan dan sekam padi
yang menjadi hitam pekat dan berbau gosong. Peristiwa pengarangan menandakan
senyawa organik dalam serbuk sekam padi telah terurai menjadi karbon (C) sehingga
tidak dapat dilakukan lagi proses konversi pentosan menghasilkan furfural. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono (2005) juga menyatakan bahwa kondisi
optimum hidrolisis diperoleh dengan waktu 2 jam.
Sekam padi mengandung hemiselulosa yang terdapat pada dinding selnya.
Polisakarida utama penyusun hemiselulosa dalam sekam padi adalah arabinoxylan.
Arabinoxylan tersusun dari α-L-arabinofuranosa yang tersubstitusi pada atom C
kedua atau ketiga dari rantai polimer β-1,4-D xilopiranosa. Pada umumnya
arabinoxylan terdiri dari 1500-5000 monomer xilosa dan arabinosa (Chaplin, 2008).
H
Gambar 9. Struktur arabinoxylan
Dalam serbuk sekam padi proses konversi furfural dari pentosan terjadi
menjadi arabinosa dan xilosa yang berupa monosakarida dan reaksi dehidrasi
arabinosa dan xilosa oleh asam menghasilkan furfural.
Dalam penelitian ini digunakan pereaksi asam sulfat 10% yang berfungsi
menghidrolisis arabinoxylan menjadi arabinosa dan xilosa serta mendehidrasi
arabinosa dan xilosa menjadi furfural. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
1. Hidrolisis arabinoxylan menjadi arabinosa dan xilosa
Arabinoxylan merupakan pentosan yang dapat mengalami hidrolisis pada
ikatan C-O dalam ikatan xilosida yang menghubungkan antar monomer xilosa dan
dalam ikatan arabinoxilosida yang menghubungkan monomer-monomer arabinosa.
Ikatan ini merupakan ikatan lemah yang mudah diputuskan karena perbedaan
keelektronegatifan yang besar antara atom C dan atom O.
Ikatan arabinoxilosida
Jumlah mol arabinosa dan xilosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis
arabinoxylan sebanding dengan jumlah monomer xilosa dan arabinosa yang
menyusunnya. Reaksi hidrolisis yang terjadi adalah sebagai berikut :
O
Keterangan : a = jumlah mol arabinosa
b = jumlah mol xilosa
2. Dehidrasi pentosa menjadi furfural
a). Dehidrasi xilosa menjadi furfural.
O
b). Dehidrasi arabinosa menjadi furfural.
Asam sulfat 10% yang digunakan jumlahnya berbanding 4:1 (v/b) dengan sekam
padi. Hal ini bertujuan agar seluruh serbuk sekam padi dapat terbasahi dan kontak
dengan pereaksi asam sulfat.
Proses konversi pentosa dilakukan dengan teknik refluk agar reaksi dapat
berlangsung optimal. Pemanasan yang diberikan dalam teknik refluk ini dapat
meningkatkan energi kinetik dalam sistem sehingga dapat mempercepat reaksi yang
terjadi. Uap pereaksi asam sulfat dan uap furfural yang mungkin terbentuk dicegah
agar tidak keluar dari sistem oleh suatu pendingin yang terhubung langsung dengan
labu alas bulat tempat berlangsungnya reaksi. Apabila uap furfural keluar dari sistem
maka akan mengurangi jumlah persentase furfural yang dihasilkan. Uap pereaksi ini
akan terkondensasi kembali ke dalam sistem dan bereaksi dengan pentosan dalam
serbuk sekam padi. Pendingin yang digunakan dalam sistem refluk ini adalah
pendingin jenis water jacket condenser. Bahan yang digunakan untuk mendinginkan dan mengkondensasikan uap adalah air yang disirkulasikan melalui pipa pendingin
secara teratur.
Cairan yang diperoleh dari hasil refluk dipisahkan dari sisa sekam padi.
Proses pemisahan ini ditujukan untuk memisahkan cairan dari sisa sekam padi yang
dapat mengganggu proses ekstraksi cairan pada tahap selanjutnya. Pemisahan
dilakukan dengan penyaringan menggunakan kertas saring dibantu dengan pompa
penghisap. Penggunaan pompa penghisap berfungsi untuk mempercepat dan
D. Isolasi Furfural dengan Ekstraksi Bertahap
Cairan yang diperoleh dari hasil penyaringan kemudian di ekstraksi
dengan corong pisah menggunakan pelarut eter untuk memisahkan furfural dari air
dan senyawa-senyawa lainnya. Eter dipilih sebagai pelarut untuk proses ekstraksi
karena furfural sangat mudah larut dalam eter dan eter merupakan pelarut organik
yang tidak campur dengan air sehingga mudah untuk dipisahkan. Ekstraksi
menggunakan eter dilakukan dengan tujuan agar furfural dapat larut dalam fase eter
sedangkan senyawa-senyawa lain yang larut dalam air akan tertinggal dalam fase air
dan dapat dipisahkan.
Proses ekstraksi yang digunakan adalah proses ekstraksi bertahap
menggunakan corong pisah, dengan volume eter yang digunakan 30, 25, 20, 15, dan
10 ml. Teknik ekstraksi bertahap ini dipilih karena furfural dapat larut dalam eter dan
air. Furfural memiliki cincin heterosiklik yang bersifat non polar sehingga dapat larut
dalam pelarut non polar seperti eter. Kelarutan furfural dalam air disebabkan karena
adanya atom O karbonil yang memiliki pasangan elektron bebas yang dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan air. Karena furfural dapat larut dalam air dan
eter, diperlukan beberapa kali proses ekstraksi untuk menarik furfural dari fase air
agar dapat larut seluruhnya dalam fase eter. Cara ekstraksi ini juga diketahui lebih
efektif dan efisien bila dibandingkan dengan ekstraksi yang hanya dilakukan satu kali
O O
H
HO H
Gambar 14. Ikatan hidrogen yang terjadi antara furfural dengan air
Volume eter awal yang digunakan untuk ekstraksi jumlahnya sama
dengan volume cairan yang akan diekstraksi. Dengan perbandingan yang sama antara
fase eter dan fase air ini diharapkan furfural lebih mudah larut dalam fase eter.
Volume eter pada ekstraksi berikutnya jumlahnya menurun secara bertingkat
dimaksudkan untuk mengefisienkan jumlah eter yang digunakan. Karena dengan
asumsi jumlah furfural dalam cairan akan terus menurun dengan makin banyaknya
jumlah ekstraksi. Sehingga jumlah volume pengekstraksi yang dibutuhkan untuk
mengekstraksi furfural jumlahnya makin kecil.
Hasil ekstraksi kemudian diuapkan dengan rotary evaporator dengan suhu 60°C untuk memisahkan eter dari isolat. Eter merupakan senyawa yang mudah
menguap dengan titik didih 34,6 ˚C, sehingga dengan suhu rendah eter sudah dapat
diuapkan dan terpisah dari isolat yang diprediksi sebagai furfural. Selisih titik didih
yang cukup tinggi antara furfural (161,7˚C ) dengan eter (34,6 ˚C) juga merupakan
faktor yang memudahkan proses pemisahan ini.
E. Uji Pendahuluan
1. Uji organoleptis
Uji organoleptis dilakukan untuk mengetahui bentuk, warna, dan bau dari
isolat. Sebagai pembanding dilakukan pula uji organoleptis furfural baku.
Perbandingan organoleptis antara ketiga isolat dengan organoleptis furfural baku
dipaparkan pada tabel berikut.
Tabel II. Perbandingan organoleptis isolat dengan furfural baku
Isolat
Organoleptis Furfural baku
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
Bentuk cairan cairan cairan cairan
Warna kuning cokelat cokelat cokelat bau
Bau bau menyengat
Data perbandingan organoleptis isolat dengan organoleptis senyawa baku
menunjukkan adanya perbedaan warna pada isolat hasil replikasi 1 dengan warna
furfural baku. Perbedaan ini dapat disebabkan karena perbedaan intensitas paparan
udara dan cahaya. Warna awal furfural dapat berubah dari kuning menjadi cokelat
dan menjadi cokelat kehitaman bila terpapar oleh cahaya dan udara. Mekanisme
perubahan yang terjadi belum dapat diketahui, namun peristiwa perubahan warna ini
tidak menyebabkan perubahan struktur dari furfural. Hasil perbandingan organoleptis
2. Uji kelarutan
Uji kelarutan dilakukan untuk mengetahui kelarutan isolat dalam berbagai
pelarut dibandingkan dengan furfural baku.
Tabel III. Perbandingan kelarutan isolat dengan kelarutan furfural baku
Kelarutan Isolat Furfural baku
Air Sangat mudah larut Larut
Eter Sangat mudah larut Sangat mudah larut
HCl Sangat mudah larut larut
NaOH Sangat mudah larut Agak sukar larut
Data kelarutan pada tabel III menunjukkan bahwa kelarutan isolat berbeda dengan
furfural baku pada kelarutan dalam air, HCl dan NaOH. Dari data ini mengarahkan
ketiga isolat berbeda dengan furfural atau terkandung senyawa- senyawa lain selain
furfural.
F. Uji Kemurnian 1. Pengukuran indeks bias.
Uji ini dilakukan untuk membandingkan indeks bias senyawa hasil dengan
indeks bias furfural baku. Indeks bias ini dapat digunakan untuk identifikasi dan
mengetahui kemurnian suatu zat. Harga indeks bias berbeda untuk tiap senyawa