• Tidak ada hasil yang ditemukan

HALAMAN SAMPUL KONVERSI PENTOSAN DALAM SEKAM PADI MENJADI FURFURAL DENGAN TEKNIK REFLUK SEDERHANA : “ APLIKASI PEMISAHAN DENGAN TEKNIK EKSTRAKSI BERTAHAP “ SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HALAMAN SAMPUL KONVERSI PENTOSAN DALAM SEKAM PADI MENJADI FURFURAL DENGAN TEKNIK REFLUK SEDERHANA : “ APLIKASI PEMISAHAN DENGAN TEKNIK EKSTRAKSI BERTAHAP “ SKRIPSI"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

HALAMAN SAMPUL

KONVERSI PENTOSAN DALAM SEKAM PADI MENJADI FURFURAL DENGAN TEKNIK REFLUK SEDERHANA :

“ APLIKASI PEMISAHAN DENGAN TEKNIK EKSTRAKSI BERTAHAP “

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan Oleh

Florentina Dewi Susianti

NIM : 058114019

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

HALAMAN JUDUL

KONVERSI PENTOSAN DALAM SEKAM PADI MENJADI FURFURAL DENGAN TEKNIK REFLUK SEDERHANA :

“ APLIKASI PEMISAHAN DENGAN TEKNIK EKSTRAKSI BERTAHAP “

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan Oleh

Florentina Dewi Susianti

NIM : 058114019

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi

KONVERSI PENTOSAN DALAM SEKAM PADI MENJADI FURFURAL DENGAN TEKNIK REFLUK SEDERHANA :

“ APLIKASI PEMISAHAN DENGAN TEKNIK EKSTRAKSI BERTAHAP “

Yang diajukan oleh

Florentina Dewi Susianti

NIM : 058114019

Telah disetujui oleh

Pembimbing

Christine Patramurti, M. Si., Apt.

Tanggal 17 Desember 2008

(4)

iv

(5)

PERSEMBAHAN

Marilah datang kepada-Ku semua yang letih

lesu dan berbeban berat,

Aku akan memberi kelegaan kepadamu

Matius 11:28

Untuk sumber kekuatanku Jesus Christ atas rencana-Nya yang indah Untuk Mamih dan Dedih

atas doa, pengorbanan dan cinta kasihnya

Untuk almamaterku

(6)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama: Florentina Dewi Susianti

Nomor mahasiswa: 058114019

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Konversi Pentosan dalam Sekam Padi Menjadi Furfural dengan Teknik Refluk Sederhana : ” Aplikasi Pemisahan dengan Ekstraksi Bertahap”

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 27 Januari 2009 Yang menyatakan

(7)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Baik atas berkat dan karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Konversi Pentosan dalam Sekam

Padi dengan Teknik Refluk Sederhana : “Aplikasi Pemisahan dengan Ekstraksi

Bertahap “ sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari banyak

pihak, Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan

terima kasih kepada :

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta

2. Christine Patramurti, M. Si. selaku dosen pembimbing atas bimbingan , bantuan,

masukkan serta kesabarannya baik selama penelitian maupun penyusunan skripsi

ini.

3. Lucia Wiwid Wijayanti, M. Si. selaku penguji atas pendampingan, kesabaran

serta segala masukan, kritik, dan sarannya.

4. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. selaku penguji atas segala masukkan, kritik

dan sarannya.

5. Yohanes Dwiatmaka, M. Si., selaku Kepala Laboratorium Farmasi atas

bantuannya sehingga penulis dapat bekerja di laboratorium dengan lancar.

(8)

6. Bapak Supardjan, Bapak Pudjono, dan Pak Jeffry atas segala masukkan dan

bantuan yang diberikan.

7. Mas Parlan, Mas Kunto, Mas Bim-bim, Mas Wagiran, dan Mas Bimo atas

bantuannya selama peneliti bekerja di laboratorium Kimia Organik, Kimia

Analisis, Kimia Analisis Instrumen, Farmakognosi Fitokimia, dan Analisa Pusat.

8. Mamih dan dedihku tercinta, untuk segala pengorbanan, doa, kasih sayang dan

dukungan yang selalu diberikan kepada penulis,untuk Danny, adikku tersayang,

untuk keceriaan yang selalu bisa kita bagi bersama.

9. Vicky ariestya Chandra untuk rasa sayang, dukungan, kritik dan sarannya

10.Teman-teman terbaikku, my sister, Yosephine Ratih Ismayanti dan Ermin

Setyaningsih, untuk sebuah persahabatan yang tulus, ceria, hangat, dan

menguatkan.

11.Adrian dan Happy untuk semua cerita seru dan menyenangkan yang kita alami,

dukungan semangat dan masukkan yang diberikan

12.Boris, Probo, Robby, dan Vita, rekan seperjuangan dalam penelitian ini yang

selalu membantu.

13.Donk-donk, Lista, dan Pipit untuk dukungan, semangat, dan keceriaan di akhir

tahun yang tidak akan terlupakan dan selalu penulis nantikan.

14.Linna”laofoye”, Widia, Henny, David, Primbon, Nixon, Imel, Erlin, Yoyok,

Berto, Sinta, Inus, Made, Widdy, Tyas, dan anak UKKA yang lain untuk

persahabatan yang indah.

(9)

15.Pipi, Lili, Depot, Lilik, Lucia, Dita, Hardian, Lucky, Udjo dan Mba Esti (KKN

Wonorejo) untuk sebuah keluarga baru dan hari-hari menyenangkan selama

KKN.

16.Anak-anak kost Dewi dan Gracia khususnya Ci Reni untuk bantuan dan

dukungannya.

17.Mas Dwi, Mas Narto, Pak Mukmin, Mas Tri, Mas Ottok, seluruh staf kebersihan

dan karyawan untuk semua bantuan yang diberikan pada penulis.

18.Segenap rekan dan pihak-pihak yang membantu namun tidak dapat disebutkan

satu persatu.

Akhir kata penulis menyadari bahwa karya penulisan skripsi ini jauh dari

sempurna mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki. Oleh

karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diperlukan oleh penulis

demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih

yang bermanfaat pada perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 17 Desember 2008

Penulis

(10)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah.

Yogyakarta, 17 Desember 2008

Penulis,

Florentina Dewi Susianti

(11)

INTISARI

Kebutuhan furfural di dalam negeri jumlahnya terus meningkat. Furfural memiliki beberapa kegunaan antara lain: pelarut industri minyak bumi, pelarut aktif untuk resin fenol, disinfektan dan sebagai starting material dalam pembuatan obat anti bakteri notrofurazon. Hingga saat ini seluruh kebutuhan furfural untuk dalam negeri diperoleh melalui impor. Furfural dapat diperoleh dari proses konversi pentosan yang terdapat dalam limbah pertanian seperti sekam padi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase furfural yang diperoleh dari proses konversi pentosan yang terdapat dalam sekam padi dengan teknik refluk sederhana “aplikasi pemisahan dengan ekstraksi berulang”

Proses konversi pentosan dilakukan dengan pereaksi H SO2 4 10 %

menggunakan teknik refluk sederhana. Hasil proses konversi dipisahkan dari campuran dengan ekstraksi bertahap menggunakan eter. Analisis hasil yang dilakukan adalah uji pendahuluan yang meliputi uji organoleptis dan uji kelarutan, uji kemurnian yang meliputi uji indeks bias dan kromatografi gas, identifikasi struktur dengan kromatografi gas-spektrometri massa (GC-MS), dan perhitungan persentase furfural yang dihasilkan dari proses konversi. Proses konversi direplikasi sebanyak 3 kali.

Hasil dari uji-uji yang dilakukan menunjukkan bahwa dalam isolat tidak murni mengandung satu senyawa. Identifikasi struktur menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa menunjukkan adanya 2 peak dalam kromatogram, yaitu peak dari senyawa furfural dan etil levulinat. Berdasarkan hasil analisis tersebut, persentase furfural dari proses konversi tidak dapat diperoleh

Kata kunci : furfural, sekam padi, konversi pentosan

(12)

ABSTRACT

The level of furfural needs in Indonesia is always increase. Furfural has many uses such as: solvent for petroleum industry, reactive solvent for phenol resin, disinfectant and as a starting material for nitrofurazone (antibacterial drug) synthesis.Until this time, all of the furfural needs in this country was fullfiled by import. Furfural can be obtained from converting pentosan in agricultural waste like rice husk . The goal of this research is to know the percentage of furfural gained from the conversion process of pentosan available in rice husk using the simple reflux technique and the multi-stage extraction.

The conversion process of pentosan was done by H SO2 4 10% using the

simple reflux technique and the multi-stage extraction with ether solvent. The result from this process isolated by multistage extraction using diethyl ether and analyzed with several test sush as preliminary tests including organoleptic test and solubility test; purity tests including refractive index test and gas chromatographic test; and structural identification test using gas chromatography-mass spectrometry. Furfural precentage that produced from this process was counted.

The result from several test above showed that the the liquid possessed from the conversion process is not contain a single compound: Structural identification using gas chromatography-mass spectrometry showed 2 peaks from the chromatrogram: furfural and ethyl levulinic. Based on the analysis result, the precentage of furfural gained from the conversion process is unavailable.

Keywords : furfural, rice husk, pentosan conversion

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... ..i

HALAMAN JUDUL...ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii

HALAMAN PENGESAHAN... .iv

HALAMAN PERSEMBAHAN...v

PRAKATA...vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... .ix

INTISARI...x

ABSTRACT…... .xi

DAFTAR ISI ...xii

DAFTAR TABEL...xvi

DAFTAR GAMBAR...xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I. PENGANTAR...1

A. Latar Belakang...1

1. Permasalahan...3

2. Keaslian penelitian ...4

3. Manfaat penelitian...4

B. Tujuan Penelitian ... 4

(14)

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 5

A.Sekam Padi... 5

1. Tanaman asal... 5

2. Sekam padi ... 7

B.Furfural... 8

C.Teknik Refluk ... 10

D.Ekstraksi Pelarut... 12

1. Definisi umum... 13

2. Prinsip dasar ekstraksi pelarut... 14

3. Teknik ekstraksi ... 15

E.Identifikasi Senyawa Organik ... 16

1. Uji pendahuluan ... 16

a. Uji organoleptis ... 16

b. Uji kelarutan ... 16

2. Uji kemurnian ... 17

a. Indeks bias ... 17

b. Kromatografi gas... 18

3. Identifikasi struktur menggunakan spektrometri massa... 24

a. Pengertian dan mekanisme kerja spektrometri massa... 24

b. Kombinasi kromatografi gas dan spektrometri massa ... 27

F.Keterangan Empiris... 28

(15)

BAB III. METODE PENELITIAN ... 29

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 29

B. Definisi Operasional ... 29

C. Alat dan Bahan Penelitian... 29

1. Alat... 29

2. Bahan ... 30

D. Tata Cara Penelitian ... 30

1. Pengambilan bahan ... 30

2. Penyiapan bahan ... 30

3. Konversi pentosan menjadi furfural dengan teknik refluk.... 30

4. Isolasi furfural dengan ekstraksi bertahap... 31

5. Identifikasi senyawa organik... 31

a. Uji pendahuluan ... 31

1). Uji organoleptis ... 31

2). Uji kelarutan ... 31

b. Uji kemurnian... 32

1). Indeks bias ... 32

2). Kromatografi gas ... 32

c.Identifikasi struktur menggunakan spektrometri massa... 33

E. Analisis Hasil... 34

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Pengambilan bahan ... 36

(16)

B. Penyiapan bahan ... 36

C. Konversi pentosan menjadi furfural dengan teknik refluk... 37

D. Isolasi furfural dengan ekstraksi bertahap... 43

E. Uji pendahuluan... 45

1. Uji organoleptis... 45

2. Uji kelarutan... 46

F. Uji kemurnian ... 47

1. Indeks bias………... 47

2. Kromatografi gas... 49

G. Identifikasi struktur menggunakan spektrometri massa... 57

H. Perhitungan persentase furfural dalam sekam padi... 62

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran... 64

DAFTAR PUSTAKA ...65

LAMPIRAN...67

BIOGRAFI PENULIS...82

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Istilah kelarutan menurut Farmakope Indonesia III (1979)...17

Tabel 2.Perbandingan organoleptis isolat dengan furfural baku………....46

Tabel 3. Perbandingan kelarutan isolat dengan kelarutan furfural baku……….47

Tabel 4. Hasil pengukuran indeks bias...48

Tabel 5. Perhitungan persentase isolat hasil konversi...62

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur molekul furfural……….………8

Gambar 2. Alat refluk sederhana………..……....……….…..10

Gambar 3. Air condenser………...11

Gambar 4. Water jacket condenser……….………....…...12

Gambar 5. Corong pisah………....…..14

Gambar 6. Refraktometer………18

Gambar 7. Skema alat kromatografi gas………..…………20

Gambar 8. Diagram mekanisme kerja spektrometer massa ………...………...25

Gambar 9.Struktur arabinoxylan...……….……….…38

Gambar 10. Ikatan arabinoxilosida dan xilosida...……..……...……39

Gambar 11. Reaksi hidrolisis arabinoxylan menjadi arabinosa dan xilosa...40

Gambar 12. Dehidrasi xilosa menghasilkan furfural……….………..41

Gambar 13. Dehidrasi arabinosa menghasilkan furfural...42

Gambar 14. Ikatan hidrogen yang terjadi antara furfural dengan air………..….45

Gambar 15. Kromatogram furfural baku...51

Gambar 16. Kromatogram eter………52

Gambar 17. Kromatogram isolat 1……….….53

Gambar 18. Kromatogram isolat 2………..…55

Gambar 19. Kromatogram isolat 3………..56

(19)

Gambar 20. Kromatogram GC untuk analisis GC-MS……….…..58

Gambar 21. Spektra massa untuk peak pertama………..60

Gambar 22. Spektra massa untuk peak kedua………..……….……..61

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sekam padi……….….67

Lampiran 2. Gambar isolat……….……….68

Lampiran 3. Gambar hasil uji kelarutan ……….69

Lampiran 4. Data kromatogram………...72

Lampiran 5. Hasil analisis kromatografi gas-spektrometri massa………...77

Lampiran 6. Perhitungan persentase isolat yang diperoleh……….80

(21)

BAB I

PENGANTAR A. Latar Belakang

Kebutuhan furfural dan produk turunannya seperti tetrahidrofurfuril

alkohol, tetrahidrofuran dan asam furoat di dalam negeri jumlahnya terus meningkat.

Hingga saat ini seluruh kebutuhan furfural untuk dalam negeri diperoleh melalui

impor (Anonim b, 2007).

Furfural digunakan sebagai pelarut dalam penyulingan minyak bumi untuk

mengekstraksi diena (yang digunakan untuk membuat karet sintesis) dari hidrokarbon

(Anonim d, 2007), sebagai starting material dalam sintesis nitrofurazon (obat golongan nitroheterosiklik yang memiliki khasiat sebagai anti bakteri) dan dapat

disintesis menjadi senyawa turunannya seperti tetrahidrofurfuril alkohol,

tetrahidrofuran, dan asam furoat yang berguna dalam dunia farmasi.

Cina sebagai negara pengekspor furfural terbesar di dunia melakukan

proses produksi furfural dengan memanfaatkan limbah pertanian. Berdasarkan saran

dari penelitian yang dilakukan oleh Witono, J. A. (2007) serta dalam situs yang

dikeluarkan oleh International Furan Chemical B. V (Anonim d, 2006), diketahui

bahwa limbah pertanian seperti sekam padi dapat dijadikan sebagai sumber pentosa

dalam produksi furfural. Sekam padi mengandung pentosa yaitu xilosa dan arabinosa

yang merupakan senyawa awal (prekursor) untuk pembentukan furfural.

(22)

Indonesia merupakan negara agraris yang menghasilkan produk pertanian

utama seperti padi dalam jumlah yang melimpah. Pengolahan padi menghasilkan

sekam padi sebagai limbah pertanian dalam jumlah besar. Industri pengolahan padi

(sederhana, kecil, menengah dan besar) menghadapi permasalahan penanganan

limbah produk agrikultur ini. Hampir semua tempat penggilingan padi menumpuk

sekam hasil penggilingan di sekitar bangunan. Pembuangan sulit dilakukan karena

keterbatasan tempat dan biaya yang besar. Penggunaan untuk bahan bakar (bata,

pengering) masih sangat terbatas. Akibatnya, muncul berbagai persoalan lingkungan

seperti estetika, bau dan sumber penyakit (Bantacut, 2008). Untuk mengatasi hal ini

salah satunya dapat dilakukan dengan menjadikan sekam padi sebagai sumber

pentosa dalam proses produksi furfural.

Pemanfaatan sekam padi sebagai sumber pentosan dalam produksi furfural

memberikan 3 keuntungan sekaligus yaitu dapat mengurangi permasalahan

lingkungan yang timbul karena penumpukan sekam padi, dapat meningkatkan nilai

ekonomis sekam padi dan dapat meningkatkan produksi furfural karena bahan baku

mudah diperoleh. Nilai ekonomis sekam padi meningkat karena meningkatnya

kebutuhan sekam padi sehingga nilai jual sekam padi juga akan naik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah persentase furfural yang

diperoleh dari konversi pentosan dalam sekam padi dengan teknik refluk sederhana,

aplikasi pemisahan dengan ekstraksi bertahap. Furfural diperoleh dari reaksi

(23)

asam sulfat atau uap senyawa hasil reaksi yang mungkin terbentuk akan

terkondensasi kembali ke dalam sistem campuran reaksi sehingga reaksi dapat

belangsung terus menerus hingga diperoleh hasil optimum. Panas yang dihasilkan

dalam sistem ini berfungsi untuk menaikkan tenaga kinetik dalam sistem sehingga

mempercepat reaksi yang terjadi.

Furfural yang terbentuk dari reaksi akan berada dalam fase air. Untuk

memisahkannya, dapat dilakukan dengan teknik ekstraksi menggunakan pelarut

organik yang tidak campur dengan air. Kelarutan furfural dalam pelarut tersebut juga

harus lebih besar daripada kelarutan furfural dalam air. Pelarut yang digunakan dalam

ekstraksi adalah eter, karena tidak campur dengan air dan furfural sangat mudah larut

dalam eter dibandingkan dalam air. Ekstraksi bertahap dipilih karena teknik ini sangat

menguntungkan untuk memisahkan furfural yang larut sebagian dalam kedua pelarut

yang tidak saling campur. Sehingga diharapkan dengan teknik ini seluruh furfural

dapat dipisahkan.

1. Permasalahan

Berapakah persentase furfural yang diperoleh dari hasil konversi pentosan

yang terdapat dalam sekam padi dengan teknik refluk sederhana: “aplikasi pemisahan

dengan ekstraksi bertahap “?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan peneliti tentang penelitian

(24)

konversi pentosa dalam sekam padi menjadi furfural dengan teknik refluk : “aplikasi

pemisahan dengan ekstraksi bertahap “ belum pernah dilakukan .

Penelitian mengenai produksi furfural dari sekam padi yang sudah ada

dilakukan dengan menggunakan hidrolisis asam dengan ekstraksi menggunakan CO2

supercritical yang dilakukan oleh Ngamprasertsith, Piumsomboon, Sangalunlert

(2007) serta dengan metode teknologi Westpro Huaxia (Win, 2005) yang

menggunakan suatu reaktor dan sistem pemurnian kontinyu.

3. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menemukan metode

konversi pentosan dalam sekam padi menjadi furfural dengan teknik yang sederhana.

B. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah persentase furfural yang

diperoleh dari proses konversi pentosan yang terdapat dalam sekam padi dengan

(25)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Sekam Padi 1. Tanaman asal

Tanaman padi dengan nama spesies Oryza sativa L. berasal dari famili

Poaceae atau suku rumput-rumputan. Padi memiliki banyak varietas yang ditanam di sawah dan di ladang, sampai ketinggian 1.200 m dari permukaan laut. Tanaman

semak semusim ini berbatang basah, tingginya 50 cm - 1,5 m. Batang tegak, lunak,

beruas, berongga, kasar, warna hijau. Daun tunggal berbentuk pita yang panjangnya

15-30 cm, lebar mencapai 2 cm, permukaan kasar, ujung runcing, tepi rata,

berpelepah, pertulangan sejajar, hijau. Bunga rnajemuk berbentuk malai. Buahnya

buah batu, terjurai pada tangkai, warna hijau, setelah tua menjadi kuning. Biji keras,

bulat telur, putih atau merah. Butir-butir padi yang sudah lepas dari tangkainya

disebut gabah, dan yang sudah dibuang kulit luarnya disebut beras. Umumnya beras

berwarna putih, walaupun ada beras yang berwarna merah. Tangkai butir padi setelah

dirontokkan gabahnya dan dijemur sampai kering, disebut merang. Padi yang

termasuk keluarga rumput-rumputan ini ditanam dari bijinya secara langsung atau

melalui persemaian dahulu (Anonim f, 2007).

(26)

Dari komposisinya bulir padi mengandung karbohidrat, dextrin,

arabinoxylan, xylan, phytin, glutelin, enzim (phytase, lypase, diastase), dan vitamin B

(Anonim f, 2007).

Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan manusia yaitu Oryza sativa

yang berasal dari daerah hulu sungai di kaki Pegunungan Himalaya (India dan

Tibet/Tiongkok) dan O. glaberrima yang berasal dari Afrika Barat (hulu Sungai Niger).

Tanaman padi terdiri dari dua varietas, indica dan japonica (sinonim

sinica). Varietas japonica umumnya berumur panjang, postur tinggi namun mudah rebah, paleanya memiliki "bulu" (Ing. awn), bijinya cenderung panjang. Varietas

indica, sebaliknya, berumur lebih pendek, postur lebih kecil, paleanya tidak ber-"bulu" atau hanya pendek saja, dan biji cenderung oval. Walaupun kedua varietas

dapat saling membuahi, persentase keberhasilannya tidak tinggi. Contoh terkenal dari

hasil persilangan ini adalah kultivar IR8, yang merupakan hasil seleksi dari

persilangan varietas japonica (kultivar 'Deegeowoogen' dari Formosa dan varietas

indica (kultivar 'Peta' dari Indonesia). Selain kedua varietas ini, dikenal pula sekelompok padi yang tergolong varietas minor javanica yang memiliki sifat antara dari kedua varietas utama di atas. Varietas javanica hanya ditemukan di Pulau Jawa. Budidaya padi yang telah berlangsung lama telah menghasilkan berbagai macam

(27)

2. Sekam padi

Sekam padi adalah kulit biji padi (Oryza sativa) hasil penggilingan gabah

kering. Sekam padi merupakan lapisan keras yang membungkus kariopsis butir

gabah, yang terdiri atas dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling

bertautan. Pada proses penggilingan gabah, akan diperoleh sekam yang terpisah dari

butir beras dan menjadi sisa atau limbah penggilingan. Dari proses penggilingan

dihasilkan 16,3-28% sekam. Sekam di kategorikan sebagai biomassa yang dapat

digunakan untuk berbagai macam kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan

ternak, dan energi (Anonim e, 2007).

Menurut Suharmo (1979) komposisi kimia sekam adalah air 9,02%,

protein kasar 3,03%, serat kasar (selulosa) 35,68%, silika 16,98%, karbohidrat kasar

33,71%, dan lemak 1,18%. Ditinjau dari komposisi kimianya ini, sekam dapat

dimanfaatkan untuk :

a. Bahan baku industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfuralnya.

b. Bahan baku industri bangunan, terutama karena kandungan silikanya yang dapat

digunakan untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi,

husk-board dan campuran pada industri bata merah.

c. Sumber energi panas,karena kadar selulosa cukup tinggi sehingga dapat

(28)

Sekam padi merupakan suatu produk alam yang tersusun atas

lignoselulosa. Salah satu komponen dari lignoselulosa adalah hemiselulosa (Anonim

f, 2008). Hemiselulosa paling banyak terkandung dalam dinding sel sekam padi,

fungsinya adalah untuk menjaga integrasi dari dinding sel. Hemiselulosa ini tersusun

atas 2 konstituen utama dari hetero-polisakarida yaitu xylosa dan arabinosa yang

merupakan pentosa (Anonim d,2006).

B. Furfural

Furfural (C H O5 4 2) atau sering disebut dengan 2-furankarboksaldehid,

furaldehid, furanaldehid, 2-Furfuraldehid, merupakan senyawa organik turunan dari

golongan furan. Senyawa ini berfase cair berwarna kuning hingga kecoklatan dengan

titik didih 161,7oC, densitas (20oC) adalah 1,16 g/cm3. Furfural merupakan senyawa

yang kurang larut dalam air namun larut dalam alkohol, eter, dan benzena. Gambar 1

menunjukkan struktur molekul dari furfural (Anonim d,2007).

Gambar 1. Struktur molekul Furfural

Furfural memiliki aplikasi yang cukup luas terutama untuk mensintesis

(29)

furoat dan lain-lain. Di dunia hanya 13% saja yang langsung menggunakan furfural

sebagai aplikasi, selebihnya disintesis menjadi produk turunannya (Anonim d,2007).

Secara langsung furfural dipergunakan sebagai starting material untuk

sintesis obat golongan nitrofuran yang berfungsi sebagai obat anti bakteri dan sebagai

solven pada penyulingan minyak bumi untuk mengekstrak diena (yang dipakai untuk

pembuatan karet sintetis) dari hidrokarbon lain. Sedangkan produk-produk

turunannya seperti furfural alkohol berguna dalam industri pencetakan logam,

tetrahidrofurfuril alkohol digunakan sebagai pelarut dan campuran dalam bahan

bakar, tetrahidrofuran digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi butadiena dan

sintesis parfum, asam furoat digunakan untuk sintesis sediaan farmasi, dan

sebagainya. (Witono, 2007).

Beberapa residu atau limbah agrikultur seperti ampas tebu,, tongkol

jagung, kulit kayu, sekam dari biji kapas, gandum dan padi merupakan suatu sumber

alam untuk produksi furfural yang tersedia dalam jumlah yang melimpah (Anonim d,

2006).

Reaksi utama pada konversi pentosa menjadi furfural adalah sebagai

berikut :

1. Hidrolisis pentosan menjadi pentosa :

(C5H8O4)n + xH2O asam xC5H10O5

pentosan air pentosa

(30)

2. Dehidrasi pentosa membentuk Furfural :

C5H10O5 asam xC5H4O2+ 3xH2O

pentosa furfural air

...(2)

Keterangan : n menunjukkan jumlah monomer dan x menunjukkan koefisien reaksi

C. Teknik Refluk

Refluk adalah proses yang dilakukan dalam kimia organik dimana suatu

cairan yang berasal dari kondensasi uap air kembali ke bagian atas kolom fraksinasi

dan kemudian mengalir kembali ke column conter untuk dialirkan menjadi uap air menaik (Kaustik dan Yadav, 1994).

(31)

Pada umumnya senyawa-senyawa organik direaksikan dalam suatu pelarut

dan untuk menaikkan tenaga kinetik sistem perlu dilakukan pemanasan. Salah satu

cara yang digunakan adalah refluk. Agar senyawa-senyawa yang mudah menguap

tidak keluar dari sistem, maka diperlukan pendingin untuk menjaga agar uap yang

terbentuk tidak keluar dan akan terkondensasi kembali kedalam sistem campuran

reaksi. Pendingin yang digunakan dalam refluk salah satunya adalah pendingin bola,

dimana permukaan dalam pendingin yang berbentuk bola ini akan menyebabkan

aliran uap lebih turbulen sehingga diperoleh efek pendinginan yang makin baik

(Achmad,1994).

Terdapat 2 tipe pipa pendingin dalam refluk, yaitu air condenser dan

water jacket condenser. Pendingin dengan tipe air condenser berbentuk pipa panjang sederhana. Udara dari lingkungan sepanjang pipa pendingin akan mendinginkan uap

panas yang terdapat dalam pipa sehingga uap panas tersebut akan terkondensasi

menjadi bentuk cair. Pendingin jenis air condenser cocok digunakan untuk senyawa

yang memiliki titik didih yang tinggi atau bila senyawa yang dipanaskan jumlahnya

(32)

Gambar 3. Air condenser

Tipe pendingin yang kedua adalah water jacket condenser, pendingin jenis ini terdiri dari 2 pipa yaitu pipa bagian dalam dan pipa bagian luar yang mengelilingi

pipa bagian dalam. Pada bagian bawah pipa luar terdapat lubang tempat masukya air,

dan di bagian atas pipa terdapat lubang tempat keluarnya air. Sirkulasi air ini

berfungsi untuk mendinginkan. Uap panas akan mengalir pada pipa bagian dalam dan

sirkulasi air yang mengalir melalui pipa luar akan mendinginkan uap panas sehingga

terkondensasi kembali ke dalam sistem . Tipe pendingin ini cocok digunakan bila uap

yang terbentuk sulit diembunkan, biasanya dikarenakan senyawa tersebut sangat

mudah menguap (volatile) (Pavia,1995).

Gambar 4. Water jacket condenser

D. Ekstraksi Pelarut 1. Definisi umum

Ekstraksi didefinisikan sebagai metoda pemisahan komponen dari suatu

(33)

untuk memisahkan senyawa organik dari larutan air atau suspensi. Langkahnya

adalah dengan mengocok larutan air atau suspensi dengan pelarut organik yang tidak

bercampur dengan air kemudian didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan dan

selanjutnya dipisahkan (Achmad, 1994).

Solut (zat terlarut) atau bahan yang akan dipisahkan terdistribusi diantara

kedua lapisan (organik dan air) berdasarkan kelarutan relatifnya. Dengan demikian

garam anorganik akan berada dalam lapisan air dan senyawa organik yang tidak

membentuk ikatan hidrogen seperti hidrokarbon atau derivat halogen akan berada

dalam lapisan organik. Untuk solut jenis ini sekali ekstraksi sudah cukup untuk

memisahkannya. Untuk senyawa organik yang dapat membentuk ikatan hidrogen

dengan air seperti alkohol,aldehid, keton, asam, amina, dan lain-lain yang hanya larut

sebagian dalam kedua pelarut diperlukan beberapa kali ekstraksi untuk mengambil

solut. Dengan demikian terjadi distribusi solut dalam kedua pelarut (Achmad, 1994).

Di antara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau disebut

juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan

utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro

maupun mikro. Tidak diperlukan alat yang khusus atau canggih kecuali corong

pemisah.. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan preparatif, pemurnian,

(34)

Gambar 5. Corong pisah

2. Prinsip dasar ekstraksi pelarut

Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan

perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling campur (Khopkar,1990).

Perbandingan konsentrasi solut dalam kedua pelarut dalam kesetimbangan disebut

dengan koefisien distribusi (KD).

air C organik C

KD=

Keterangan : Corganik = konsentrasi solut dalam pelarut organik

Cair = konsentrasi solut dalam air

Suatu senyawa polar seperti garam-garam ionik larut dalam air namun

tidak larut dalam pelarut organik, sehingga senyawa ini memiliki harga koefisien

distribusi yang kecil. Sebaliknya, senyawa- senyawa non polar seperti senyawa

hidrokarbon tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik sehingga

(35)

3. Teknik Ekstraksi

Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah: ekstraksi bertahap

(batch), ekstraksi kontinyu, dan ekstraksi counter current. Ektraksi bertahap

merupakan cara yang paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut

pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan

pengocokkan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi

pada kedua lapisan. Setelah kondisi ini tercapai, lapisan didiamkan dan dipisahkan.

Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada banyaknya jumlah ekstraksi yang

dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang

kali dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit. Ektraksi bertahap baik digunakan jika

perbandingan distribusi besar. Alat yang digunakan pada ekstraksi bertahap adalah

corong pemisah (Khopkar,1990).

Ekstraksi kontinyu digunakan bila perbandingan distribusi relatif kecil

sehingga untuk pemisahan yang kuantitatif diperlukan beberapa tahap ekstraksi.

Efisiensi yang tinggi pada ekstraksi kontinyu tergantung pada viskositas fase dan

faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecepatan tercapainya kesetimbangan seperti

nilai D, volume ralatif dari dua fase dan beberapa faktor lainnya (Khopkar 1990).

Pada ekstraksi kontinyu counter current, fase cair pengekstraksi dialirkan

dengan arah yang berlawanan dengan larutan yang mengandung zat yang akan

diekstraksi. Biasanya digunakan untuk memisahkan zat, isolasi atau pemurnian

(36)

Secara umum, pemilihan metode yang digunakan tergantung pada

perbandingan distribusi zat terlarut dan zat-zat lain yang bercampur dan mengganngu

pemisahan (Khopkar 1990).

E. Identifikasi Senyawa Organik

1. Uji pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan dengan tujuan mengetahui karakteristik dari

senyawa hasil reaksi, biasanya meliputi pemeriksaan organoleptis, pemeriksaan titik

lebur, dan pemeriksaan kelarutan.

a. Uji organoleptis. Uji ini dilakukan untuk melihat bentuk,warna dan bau

dari senyawa hasil reaksi. Uji ini merupakan uji paling sederhana tanpa bantuan alat.

b Uji kelarutan. Untuk menyatakan kelarutan zat kimia, istilah kelarutan

dalam pengertian umum kadang-kadang perlu untuk digunakan, tanpa mengindahkan

perubahan kimia yang mungkin terjadi pada pelarutan tersebut. Pernyataan kelarutan

zat dalam bagian tertentu pelarut kelarutan pada suhu 20oC dan kecuali dinyatakan

lain menunjukkan bahwa, 1 bagian bobot zat pada atau 1 bagian volume zat cair larut

dalam bagian volume tertentu pelarut. Pernyataan kelarutan yang tidak disertai angka

adalah kelarutan pada suhu kamar. Kecuali dinyatakan lain, zat jika dilarutkan boleh

(37)

butiran debu. Pernyataan bagian dalam kelarutan berarti bahwa 1 g zat padat atau 1

ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut (Anonim, 1979).

Jika kelarutan suatu zat tidak dapat diketahui dengan pasti, kelarutannya

dapat ditunjukkan dengan istilah berikut :

Tabel 1. Istilah kelarutan menurut Farmakope Indonesia III (1979)

Jumlah bagian pelarut diperlukan untuk melarutkan 1 bagian zat Istilah kelarutan

Sangat mudah larut Kurang dari 1 Mudah larut 1 sampai 10 Larut 10 sampai 30

Agak sukar larut 30 sampai 100 Sukar larut 100 sampai 1000 Sangat sukar larut 1000 sampi 10.000

Praktis tidak larut Lebih dari 10.000

2.Uji kemurnian

a. Indeks bias. Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan

cahaya dalam udara dan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks bias berguna

untuk identifikasi zat dan deteksi ketidakmurnian (Anonim 1995).

Indeks bias dapat ditentukan dengan alat refraktometer dan alat standar

yang banyak digunakan di laboratorium kimia organik adalah refraktometer Abbe.

Keuntungan dari alat ini adalah senyawa yang digunakan hanya beberapa tetes dan

indeks bias (biasanya dari skala 1,3000 sampai 1,7000) dapat dibaca secara langsung

(38)

adalah sudut refleksi total antara gelas dengan indeks bias tinggi dengan zat yang

akan diamati (Achmad,1994).

Indeks bias sangat tergantung pada suhu. Untuk senyawa- senyawa

organik, indeks bias akan turun dengan naiknya suhu, kira-kira sebesar 4-5 x 10-4 per

derajat celcius. Indeks bias juga bergantung pada panjang gelombang yang

digunakan. Pada umumnya indeks bias diperoleh dengan menggunakan panjang

gelombang garis spektra dari cahaya kuning natrium (garis D ; 589,3 nm)

(Achmad,1994).

Gambar 6. Refraktometer

b. Kromatografi gas. Kromatografi adalah suatu metode pemisahan

campuran yang terdiri dari dua macam komponen atau lebih, berdasarkan distribusi

diferensial antara dua fase yaitu fase diam (stationary phase) dan fase bergerak

(mobile phase). Disebut kromatografi gas bila fase diam berupa padatan atau cairan

sedangkan fase geraknya berupa gas (Achmad,1994).

Berdasarkan kombinasi antara fase diam dan fase gerak maka

(39)

fase diam yang berupa padatan, dan kromatografi gas cair dengan fase diam yang

berupa cairan. Pada kromatografi gas padat pemisahan suatu campuran didasarkan

pada perbedaan adsorbsi suatu komponen pada fase diam, contoh fase diam yang

sering digunakan adalah karbon, molekular sieve, dan silika gel. Sedangkan pada

kromatografi gas cair yang menjadi dasar pemisahan senyawa dalam campuran

adalah perbedaan partisi komponen di dalam fase diam. Pada perkembangannya

kemudian sistem kromatografi gas cair lebih banyak digunakan dibandingkan

kromatografi gas padat hal ini dikarenakan jenis cairan yang digunakan sebagai fasa

diam sangat banyak sedangkan padatan yang digunakan dalam fasa diam jumlah dan

jenisnya terbatas (Achmad, 1994).

Kromatografi gas merupakan cara analisa yang dapat digunakan untuk

menganalisa senyawa organik. Kromatografi gas cair memiliki beberapa keuntungan

diantaranya kecepatan pemisahan senyawa, memiliki sensifitas yang tinggi, dapat

digunakan untuk analisa kualitatif dengan melihat waktu retensi senyawa dan untuk

(40)

Gambar 7. Skema alat kromatografi gas (Christian, 2004)

Pada kromatografi gas, sampel diubah ke dalam bentuk gas (bila bentuk

awal sampel bukan berupa gas) dengan menginjeksikannya ke dalam injektor dan

akan menghasilkan eluen yang berupa gas. Eluen akan terbawa fase gerak melewati

kolom yang berisi fase diam, pada proses ini eluen akan terdistribusi antara fase diam

dan fase gerak (Christian,2004).

Suhu injektor, kolom dan detektor diatur sekitar 50 C diatas titik didih

sampel terlarut. Biasanya suhu pada injektor dan detektor dibuat lebih tinggi dari

kolom untuk mempercepat proses penguapan sampel di injektor dan mencegah agar

sampel tidak terkondensasi di detektor (Christian,2004).

Secara umum komponen-komponen yan penting dalam kromatografi gas

antara lain :

1). Gas pembawa

Gas pembawa berfungsi untuk mengangkut cuplikan dalam kolom menuju

(41)

helium,argon, hidrogen atau nitrogen. Pemilihan gas pembawa ini biasanya

ditentukan oleh jenis detektor yang digunakan (Christian,2004).

Suatu pengatur tekanan digunakan untuk menjamin tekanan yang seragam

agar laju aliran gas pembawa konstan selama proses elusi. Pada suatu suhu tertentu

laju aliran yang tetap/konstan akan mengelusi komponen campuran pada waktu yang

khas yang sering dikenal sebagai waktu tambat. Syarat yang harus dimiliki oleh gas

pembawa antara lain :

a). Lembam untuk mencegah antaraksi dengan cuplikan atau fase diam

b). Dapat meminimumkan difusi gas

c). Murni dan mudah diiperoleh

d). Sesuai atau cocok untuk detektor yang digunakan (Mc Nair,1988).

2). Kolom

Kolom dalam kromatografi gas terdiri dari tiga bagian yaitu wadah luar

atau pipa kolom, padatan pendukung yang berfungsi sebagai tempat pelekatan fase

diam, dan fase cair atau fase diam (Anwar,1994). Pipa kolom dapat dibuat dari

tembaga, baja anti karat, alumunium atau kaca yang berbentuk lurus,lengkung atau

melingkar (Mc Nair, 1988 ). Dua tipe kolom yang sering digunakan dalam

kromatografi gas yaitu packed column dan capillary column. Packed column

panjangnya berkisar antara 1-10 meter dengan diameter 0,2-0,6 cm. Jumlah sampel

(42)

column memiliki panjang 15-150 meter dengan diameter 0,10-0,53 mm, dan karena kapasitas yang lebih kecil inilah, sampel yang diinjeksikan 100 kali lebih kecil dari

jumlah sampel yang dapat diinjeksikan dalam packed column (Christian,2004).

Kolom dilapisi dengan suatu penyangga padat tempat penyebaran fase

diam. Syarat penyangga padat yang digunakan yaitu harus inert, mudah dibasahi atau

dilekati fase diam (fase cair), stabil terhadap panas dan ukurannya seragam.

Penyangga yang sering digunakan adalah cromosorb W dan P (Christian,2004).

3). Fase diam

Pemilihan fase diam didasarkan pada kepolarannya, dimana fase diam

yang bersifat polar akan lebih berikatan dengan senyawa yang bersifat polar, begitu

pula sebaliknya. Fase diam yang dipilih hendaknya sesuai dengan kelarutan sampel.

Fase diam yang bersifat non polar biasanya bersifat non selektif karena hanya terjadi

sedikit interaksi dengan sampel, sehingga pemisahan biasanya hanya bergantung pada

titik didih sampel, dimana senyawa dengan titik didih yang lebih rendah akan terelusi

lebih cepat. Fase diam yang bersifat polar akan berinteraksi dengan sampel melalui

beberapa mekanisme yaitu interaksi dipol-dipol, ikatan hidrogen, dan gaya induksi.

Pemilihan fase diam merupakan kunci paling penting untuk menghasilkan pemisahan

sampel yang baik. Fase diam yang sering digunakan dalam kromatografi gas antara

(43)

Temperatur maksimum kolom ditentukan oleh temperatur penguapan fase

diam. Bila melebihi temperatur penguapan fase diam maka fase diam akan ikut

menguap atau bleeding (Achmad,1994).

4). Detektor

Dalam kromatografi gas detektor yang umum dikenal yaitu thermal conductivity detectors, flame ionization detectors, dan electron capture detectors

(Khopkar,1990).

Untuk senyawa-senyawa organik biasanya digunakan flame onization detectors. Banyak senyawa organik yang berubah menjadi bentuk ion bila dikenai nyala api, hal ini yang menjadi dasar untuk flame ionization detector sehingga disebut sebagai detektor dengan sensitifitas yang sangat tinggi untuk senyawa-senyawa

organik. Ion-ion yang terbentuk akan terkumpul pada elektroda dan diukur

jumlahnya. Jumlah ion yang terkumpul bergantung pada jumlah atom karbon yang

dapat terionkan, sehingga makin kecil jumlah karbon yang teroksidasi jumlah ion

akan makin besar dan sinyal yang terdeteksi akan makin besar pula. Gas Pembawa

yang sering digunakan dalam kromatrografii dengan FID yaitu hidrogen, helium, dan

argon (Christian,2004).

Detektor lain yang digunakan dalam kromatografi gas adalah thermal conductivity detector (TCD). Detektor jenis ini dapat digunakan untuk mendeteksi hampir semua senyawa hanya saja TCD merupakan detektor yang paling tidak

(44)

merupakan fase gerak yang cocok dengan detektor jenis ini karena konduktivitas

termal helium yang tinggi (Khopkar,1990).

Senyawa yang dapat dianalisis dengan kromatografi gas adalah senyawa

yang mudah diuapkan , stabil pada temperatur yang digunakan (biasanya 5-300o C).

Kromatgrafi gas dapat digunakan untuk analisis:

a). Semua senyawa yang berupa gas

b). Senyawa organik yang tidak terionisasi, bisa berupa zat padat atau cair yang

mengandung hingga 25 atom karbon

c). Senyawa organometalic (khususnya yang mudah diuapkan) (Chistian,2004).

Untuk campuran senyawa yang kompleks, teknik analisis kromatografi

gas sederhana tidaklah cukup untuk mengidentifikasi banyaknya peak yang

dihasilkan. Diperlukan analisis lebih lanjut untuk mengkonfirmasi kromatogram yang

dihasilkan apakah mengandung senyawa yang kita inginkan atau tidak. Informasi

spektra mungkin harus dicari dengan spektrometri inframerah atau ultraviolet. Suatu

kombinasi alat yang menghasilkan kekuatan analisis yang tinggi adalah kombinasi

antara kromatografi gas dan spektrometri masa (Christian,2004).

3. Identifikasi struktur menggunakan spektrometri massa

a. Pengertian dan mekanisme kerja spektrometri massa. Spektrometri

massa merupakan suatu instrumen analisis yang canggih yang dapat menghasilkan,

memisahkan dan mendeteksi ion dalam fase gas. Suatu sampel dengan tekanan uap

(45)

vakum (10-4 sampai 10-7) dan pada temperatur tinggi (hingga 300˚ C). Sampel akan

teruapkan dan terbawa ke dalam ionization source. Molekul analit biasanya bersifat netral dan harus dapat terionisasi. Proses ionisasi ini biasanya terjadi bila sampel

ditembak dengan elektron berenergi tinggi yang berasal dari sumber elektron

(ionization source) (Christian,2004).

Gambar 8. Diagram mekanisme kerja spektrometer massa

Ion-ion bermuatan positif bertenaga tinggi yang dihasilkan dari proses

penembakkan dapat pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (ion-ion pecahan atau

ion-ion anak); lepasnya elektron dari molekul menghasilkan radikal kation dan proses

ini dapat dinyatakan sebagai M→ M+. Ion molekuler M+ biasanya terurai menjadi

sepasang pecahan/fragmen, yang dapat berupa radikal atau ion, atau molekul yang

lebih kecil atau radikal kation.

M+→m+1 + m.2 atau m+1 + m2

Ion-ion molekuler, ion-ion pecahan dan ion-ion radikal pecahan

dipisahkan oleh pembelokkan dalam medan magnet yang dapat berubah sesuai

dengan massa dan muatan mereka, dan menimbulkan arus pada kolektor yang

sebanding dengan limpahan relatif mereka. Spektrum massa adalah merupakan

gambaran antara limpahan relatif lawan perbandingan massa/muatan

(46)

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan ion

molekul yaitu: ionisasi dengan electron impact (EI), chemical ionization (CI), field desorption (FD), fast atom bombardment (FAB), electrospray ionization (ESI) dan

matrix assisted loaser desorption ionization (MALDI). Dari beberapa teknik tersebut yang paling umum digunakan adalah teknik EI, yaitu dengan menembakkan berkas

elektron pada suatu molekul organik menghasilkan ion molekul bermuatan positif

yang dapat pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (Silverstein and Webster, 1998).

Ion-ion molekul yang telah terbentuk dari proses ionisasi selanjutnya akan

mengalami fragmentasi yaitu suatu proses pelepasan radikal-radikal bebas atau

molekul netral kecil dari ion molekul itu. Sebuah ion molekul tidak pecah secara

acak, melainkan cenderung membentuk fragmen-fragmen yang paling stabil dan

bergantung pada kerangka karbon dan gugus fungsional yang ada. Oleh karena itu,

struktur dan massa fragmen memberikan petunjuk mengenai struktur induknya.

(Fessenden and Fessenden, 1994).

Dari spektrum massa kita dapat menentukan berat molekul atau rumus

molekul atau mengidentifikasi senyawa berdasarkan pola fragmentasinya. Rumus

molekul suatu senyawa dapat ditentukan jika puncak ion molekul sudah dikenal,

namun untuk hal-hal seperti ini diperlukan spektrometri beresolusi tinggi. Pengenalan

gugus-gugus fungsi dapat dilihat dari puncak-puncak fragmentasi yang spesifik

(47)

Kombinasi antara kromatografi gas dan spektrometri massa

b). .

Kombinasi kromatografi gas dan spektrometri massa memberi keuntungan dan

kelebihan dari dasar analitik secara bersamaan dari kedua teknik ini. Proses

pemisahan akan dilakukan oleh kromatografi gas, sedangkan proses identifikasi dan

kuantitatif dilakukan oleh spektrometer massa (Dean, 1995).

Pengembangan metode GC-MS pada mulanya dihadapkan pada satu

masalah besar yaitu penggabungan keluaran kolom kromatografi gas ke spektrometer

massa. Packed columns yang digunakan dan besarnya volume sampel dan gas pembawa akan memenuhi sistem spektrometer massa, sehingga harus dioperasikan

dengan tekanan rendah dan penggabungan antara keluaran kolom dan spektrometer

massa harus dibuat khusus. Dengan ditemukannya kolom berlapis silika, masalah

penggabunggan keluaran kolom dan spektrometer massa dapat teratasi, dan eluat dari

kromatografi gas dapat dihubungkan langsung ke ion source (Christian,2004).

Dalam kromatografi gas spektrometri massa, spektrometer massa dapat

dioperasikan dengan berbagai macam metode. Metode total ion current (TIC), ion-ion terfragmentasi akan dijumlahkan dan muncul sebagai peak dalam kromatogram. Sedangkan dalam metode selective ion, ion molekular ataupun ion terfragmentasi akan terlihat berupa perbandinganm/z. Spektrum massa dari molekul yang dideteksi

tersimpan dalam sistem komputer, sehingga spektrum massa yang berhubungan

(48)

Untuk menggunakan GC-MS senyawa organik harus berupa larutan

sehingga dapat diinjeksikan ke dalam kromatografi gas. Larutan tersebut harus

bersifat mudah menguap dan merupakan senyawa organik. Hanya senyawa dengan

tekanan uap melebihi 10-10 torr yang dapat dianalisis dengan GC-MS. Senyawa yang

memiliki tekanan yang lebih rendah dapat dianalisis jika senyawa tersebut merupakan

senyawa derivatif. Beberapa senyawa isomer tidak dapat dibedakan oleh spektrometri

massa tetapi dapat dipisahkan dengan kromatografi (Settle, 1997).

Keuntungan dari GC-MS adalah metode ini dapat digunakan untuk hampir

semua jenis zat analit, memiliki batas deteksi yang rendah dan memberi informasi

penting tentang spektra massa dari senyawa organik (Dean, 1995).

F. Keterangan Empiris

Keterangan empiris yang diharapkan dari penelitian ini adalah mengetahui

jumlah persentase furfural yang diperoleh dari konversi pentosan dalam sekam padi

menghasilkan furfural dengan teknik refluk sederhana: “aplikasi pemisahan

menggunakan ekstraksi bertahap”.

Penelitian yang dilakukan sebelumnya, menggunakan toluen sebagai

pelarut untuk ekstraksi. Namun toluen tidak dapat dipisahkan dari furfural dengan

penguapan, hal ini dikarenakan selisih titik didih toluen (113,440 C) dengan titik didih

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental deskriptif

karena tidak dilakukan perlakuan terhadap sampel dan hanya dipaparkan fenomena

yang terjadi.

B. Definisi Operasional

1. Sekam padi adalah kulit biji padi (Oryza sativa L.) hasil penggilingan gabah

kering.

2. Pereaksi adalah bahan yang digunakan untuk penelitian. Pereaksi yang digunakan

dalam penelititan ini adalah asam sulfat 10%

3. Senyawa target adalah senyawa yang diharapkan terbentuk dari reaksi. Senyawa

target yang diharapkan terbentuk adalah senyawa Furfural atau 2-furaldehid.

C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain meliputi alat-alat

(50)

kromatografi gas Hewlett Pacard 5890 Series II, spektrometri massa

GC-MS-QPR2010S Shimadzu .

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain meliputi sekam

padi, asam sulfat 97% p.a. (E. Merck), eter kualitas teknis (Brataco), eter kualitas teknis (Asia Lab), eter kualitas pro analisis (E. Merck), asam klorida 37% p.a, natrium hidroksida dan akuades (Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma).

D. Tata Cara Penelitian 1. Pengambilan bahan

Sekam padi diambil dari suatu tempat penggilingan padi di daerah

Kawunganten, Cilacap. Sekam yang diambil adalah sekam kering yaitu berwarna

kuning pucat, tidak lengket antara 1 bulir dengan bulir lain dan mudah dipatahkan.

2. Penyiapan bahan

Sekam padi terlebih dulu dibersihkan dari pengotor-pengotor seperti

tangkai kering padi, kerikil atau tanaman lain yang ikut terbawa. Sekam yang telah

dibersihkan kemudian diserbuk.

3. Konversi pentosa menjadi furfural dengan teknik refluk

Serbuk sekam padi sebanyak 25 g dimasukkan ke dalam labu alas bulat.

(51)

berisi serbuk sekam padi dan dilakukan refluk selama 2 jam. Setelah direfluk, cairan

hasil refluk disaring dan dipisahkan dari sekam padi. Proses penyaringan dilakukan

dengan menggunakan kertas saring dengan bantuan pompa penghisap. Proses

konversi dilakukan untuk 3 replikasi.

4. Isolasi furfural dengan ekstraksi bertahap

Cairan hasil refluk tiap replikasi kemudian diekstraksi dengan eter.

Volume cairan untuk setiap ekstraksi adalah 30 ml. Cairan diekstraksi menggunakan

eter sebanyak 5 kali dengan jumlah eter 30, 25, 20, 15, dan 10 ml . Fase eter dari tiap

ekstraksi ditampung menjadi satu. Fase eter dimasukkan ke dalam rotary evaporator

untuk menguapkan eter. Cairan yang diperoleh dimasukkan ke dalam flakon dan

ditutup dengan alumunium foil.

5. Idetifikasi senyawa organik

a. Uji pendahuluan. Meliputi :

1). Uji organoleptis. Cairan yang diperoleh diamati bau, warna dan bentuknya.

2). Uji kelarutan. Sebanyak 0,2 ml isolat dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan

tambahkan aquadest bertetes-tetes hingga larut. Diamati berapa ml aquadest

yang diperlukan untuk melarutkan isolat, dan istilah kelarutan yang digunakan

mengacu pada istilah kelarutan dalam Farmakope Indonesia III. Prosedur

yang sama dilakukan dengan pelarut lain yaitu eter, HCl 10% dan NaOH

10%. Hasil uji kelarutan isolat dibandingkan dengan furfural baku yang juga

(52)

Uji kemurnian

b. . Meliputi :

1). Uji indeks bias. Pada alat refraktometer, skala diletakkan pada angka terendah

yaitu 1,3000 dan keduan permukaan prisma pada alat dibersihkan dengan

kertas tissue khusus untuk membersihkan permukaan optik. Satu tetes cairan

dioleskan pada permukaan prisma dan kemudian prisma tersebut dijepit.

Bidang penglihatan pada teleskop pertama diatur sedemikian rupa dengan

tombol kontrol sehingga diperoleh suatu garis batas yang jelas antara bidang

terang dan gelap yang terletak pada garis menyilang. Indeks bias dapat dibaca

langsung dari skala yang diamati melalui teleskop kedua.

2). Kromatografi gas . Isolat dan furfural baku dilarutkan dalam eter kemudian

dilakukan pemeriksaan dengan metode GC dengan kondisi alat:

a). Kolom : HP 5 (5% Phenyl Methyl Siloxane) panjang 30 meter; semi

(53)

f). Suhu injektor : 2800C

g). Pembawa : Gas helium

Kromatogram yang dihasilkan diamati jumlah peak dan waktu retensinya.

c. Identifikasi struktur menggunakan kromatografi gas dan spektofotometri

massa.

1) Kolom : RTx-5MS; panjang 30 meter; ID 0,25 mm

2) Volume injektor : 0,1 µL

3) Suhu kolom :

suhu awal :70 oC

waktu awal :2 menit

kenaikan :100C/menit

0

suhu akhir :260 C

4) Jenis detektor : FID

5) Suhu detektor : 300 oC

6) Suhu injektor : 2800C

7) Pembawa : Gas helium

Cairan hasil replikasi diinjeksikan ke dalam injektor pada alat kromatografi

gas. Aliran gas dari gas pembawa akan membawa cairan yang sudah diuapkan

masuk ke dalam kolom kapiler. Selanjutnya, uap cairan yang keluar dari

kolom kapiler dimasukkan ke dalam kamar pengion pada spektrometer massa

(54)

Fragmen-fragmen tersebut melewati lempeng pemercepat ion dan didorong dalam

medan magnet dan menimbulkan arus pada kolektor yang sebanding dengan

kelimpahan relatif setiap fragmen. Setelah itu didapatkan kromatogram GC

dan spektra massa.

E. Analisis Hasil

1. Analisis kualitatif

a. Uji pendahuluan

1). Data uji organoleptis dengan baku

2). Data uji indeks bias

b. Uji kemurnian

1) Data uji indeks bias dengan baku

2) Kromatogram kromatografi gas

c. Data identifikasi struktur senyawa hasil pengkonversian pentosan dalam tongkol

jagunga menggunakan kromatografi gas-spektroskopi masssa

2. Perhitungan persentase furfural dalam sekam padi.

Isolat yang diperoleh ditimbang. Kemudian dilakukan perhitungan

persentase furfural dalam sekam padi (%b/b) dari bobot cairan yang diperoleh dari

(55)

% 100 )

/

(% = ×

digunakan yang

padi sekam massa

dihasilkan yang

cairan massa

b b padi sekam dalam

(56)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengambilan Bahan

Sekam padi diambil di salah satu tempat penggilingan padi di daerah

Kawunganten Cilacap. Sekam untuk 3 replikasi berasal dari sekam yang diambil pada

hari dan tempat yang sama untuk memastikan homogenitas dari sampel yang

digunakan.

Sekam yang digunakan adalah sekam yang kering agar lebih tahan lama

dan tidak busuk dalam penyimpanan. Sekam kering yang dimaksud adalah sekam

yang tidak lengket antara satu bulir dengan bulir lain, mengalir bila dijatuhkan serta

mudah dipatahkan. Pada umumnya sekam yang berasal dari tempat penggilingan padi

sudah merupakan sekam kering karena berasal dari padi kering yang digiling.

B. Penyiapan Bahan

Bahan yang digunakan adalah sekam padi yang berasal dari sisa

penggilingan padi. Padi merupakan tanaman yang umum ditemui hampir di seluruh

wilayah Indonesia, sebagai sumber bahan makanan pokok. Sekam padi sebagai

limbah dari proses penggilingan padi juga tersedia dalam jumlah yang sangat

melimpah sehingga mudah diperoleh. Selama ini sekam hanya diolah untuk dijadikan

bahan bakar (arang sekam) atau dibiarkan menumpuk begitu saja disekitar tempat

(57)

penggilingan padi. Dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai

ekonomis sekam sebagai limbah pertanian.

Sekam padi terlebih dahulu dibersihkan dari pengotor-pengotor yang ikut

terbawa pada saat pengambilan sekam, seperti batang padi yang telah kering, tanah

dan kerikil yang mungkin ikut terambil pada saat pengambilan bahan.

Pengotor-pengotor ini nantinya dapat mempengaruhi bobot sekam yang diambil untuk proses

konversi. Selain itu, batang padi yang telah kering dimungkinkan juga mengandung

pentosan sehingga dapat bereaksi dengan asam sulfat menghasilkan furfural. Hal ini

dapat mempengaruhi persentase furfural yang dihasilkan, karena furfural yang

dihasilkan bukan hanya berasal dari sekam padi.

Sekam padi yang telah dibersihkan kemudian diserbuk untuk memperluas

permukaan partikel yang kontak dan bereaksi dengan asam sulfat sehingga reaksi

dapat berjalan optimum.

C. Konversi Pentosan Menjadi Furfural Dengan Refluk

Proses konversi pentosan dalam serbuk sekam padi menjadi furfural

dilakukan dengan teknik refluk menggunakan pereaksi H SO2 4 10%. Suhu dan waktu

refluk yang digunakan adalah 110oC selama 2 jam. Kondisi ini merupakan suhu dan

waktu optimum yang dapat digunakan, karena berdasar orientasi yang dilakukan

(58)

terjadinya peristiwa pengarangan yang ditandai dengan warna cairan dan sekam padi

yang menjadi hitam pekat dan berbau gosong. Peristiwa pengarangan menandakan

senyawa organik dalam serbuk sekam padi telah terurai menjadi karbon (C) sehingga

tidak dapat dilakukan lagi proses konversi pentosan menghasilkan furfural. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono (2005) juga menyatakan bahwa kondisi

optimum hidrolisis diperoleh dengan waktu 2 jam.

Sekam padi mengandung hemiselulosa yang terdapat pada dinding selnya.

Polisakarida utama penyusun hemiselulosa dalam sekam padi adalah arabinoxylan.

Arabinoxylan tersusun dari α-L-arabinofuranosa yang tersubstitusi pada atom C

kedua atau ketiga dari rantai polimer β-1,4-D xilopiranosa. Pada umumnya

arabinoxylan terdiri dari 1500-5000 monomer xilosa dan arabinosa (Chaplin, 2008).

H

Gambar 9. Struktur arabinoxylan

Dalam serbuk sekam padi proses konversi furfural dari pentosan terjadi

(59)

menjadi arabinosa dan xilosa yang berupa monosakarida dan reaksi dehidrasi

arabinosa dan xilosa oleh asam menghasilkan furfural.

Dalam penelitian ini digunakan pereaksi asam sulfat 10% yang berfungsi

menghidrolisis arabinoxylan menjadi arabinosa dan xilosa serta mendehidrasi

arabinosa dan xilosa menjadi furfural. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

1. Hidrolisis arabinoxylan menjadi arabinosa dan xilosa

Arabinoxylan merupakan pentosan yang dapat mengalami hidrolisis pada

ikatan C-O dalam ikatan xilosida yang menghubungkan antar monomer xilosa dan

dalam ikatan arabinoxilosida yang menghubungkan monomer-monomer arabinosa.

Ikatan ini merupakan ikatan lemah yang mudah diputuskan karena perbedaan

keelektronegatifan yang besar antara atom C dan atom O.

Ikatan arabinoxilosida

(60)

Jumlah mol arabinosa dan xilosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis

arabinoxylan sebanding dengan jumlah monomer xilosa dan arabinosa yang

menyusunnya. Reaksi hidrolisis yang terjadi adalah sebagai berikut :

O

Keterangan : a = jumlah mol arabinosa

b = jumlah mol xilosa

(61)

2. Dehidrasi pentosa menjadi furfural

a). Dehidrasi xilosa menjadi furfural.

O

(62)

b). Dehidrasi arabinosa menjadi furfural.

(63)

Asam sulfat 10% yang digunakan jumlahnya berbanding 4:1 (v/b) dengan sekam

padi. Hal ini bertujuan agar seluruh serbuk sekam padi dapat terbasahi dan kontak

dengan pereaksi asam sulfat.

Proses konversi pentosa dilakukan dengan teknik refluk agar reaksi dapat

berlangsung optimal. Pemanasan yang diberikan dalam teknik refluk ini dapat

meningkatkan energi kinetik dalam sistem sehingga dapat mempercepat reaksi yang

terjadi. Uap pereaksi asam sulfat dan uap furfural yang mungkin terbentuk dicegah

agar tidak keluar dari sistem oleh suatu pendingin yang terhubung langsung dengan

labu alas bulat tempat berlangsungnya reaksi. Apabila uap furfural keluar dari sistem

maka akan mengurangi jumlah persentase furfural yang dihasilkan. Uap pereaksi ini

akan terkondensasi kembali ke dalam sistem dan bereaksi dengan pentosan dalam

serbuk sekam padi. Pendingin yang digunakan dalam sistem refluk ini adalah

pendingin jenis water jacket condenser. Bahan yang digunakan untuk mendinginkan dan mengkondensasikan uap adalah air yang disirkulasikan melalui pipa pendingin

secara teratur.

Cairan yang diperoleh dari hasil refluk dipisahkan dari sisa sekam padi.

Proses pemisahan ini ditujukan untuk memisahkan cairan dari sisa sekam padi yang

dapat mengganggu proses ekstraksi cairan pada tahap selanjutnya. Pemisahan

dilakukan dengan penyaringan menggunakan kertas saring dibantu dengan pompa

penghisap. Penggunaan pompa penghisap berfungsi untuk mempercepat dan

(64)

D. Isolasi Furfural dengan Ekstraksi Bertahap

Cairan yang diperoleh dari hasil penyaringan kemudian di ekstraksi

dengan corong pisah menggunakan pelarut eter untuk memisahkan furfural dari air

dan senyawa-senyawa lainnya. Eter dipilih sebagai pelarut untuk proses ekstraksi

karena furfural sangat mudah larut dalam eter dan eter merupakan pelarut organik

yang tidak campur dengan air sehingga mudah untuk dipisahkan. Ekstraksi

menggunakan eter dilakukan dengan tujuan agar furfural dapat larut dalam fase eter

sedangkan senyawa-senyawa lain yang larut dalam air akan tertinggal dalam fase air

dan dapat dipisahkan.

Proses ekstraksi yang digunakan adalah proses ekstraksi bertahap

menggunakan corong pisah, dengan volume eter yang digunakan 30, 25, 20, 15, dan

10 ml. Teknik ekstraksi bertahap ini dipilih karena furfural dapat larut dalam eter dan

air. Furfural memiliki cincin heterosiklik yang bersifat non polar sehingga dapat larut

dalam pelarut non polar seperti eter. Kelarutan furfural dalam air disebabkan karena

adanya atom O karbonil yang memiliki pasangan elektron bebas yang dapat

membentuk ikatan hidrogen dengan air. Karena furfural dapat larut dalam air dan

eter, diperlukan beberapa kali proses ekstraksi untuk menarik furfural dari fase air

agar dapat larut seluruhnya dalam fase eter. Cara ekstraksi ini juga diketahui lebih

efektif dan efisien bila dibandingkan dengan ekstraksi yang hanya dilakukan satu kali

(65)

O O

H

HO H

Gambar 14. Ikatan hidrogen yang terjadi antara furfural dengan air

Volume eter awal yang digunakan untuk ekstraksi jumlahnya sama

dengan volume cairan yang akan diekstraksi. Dengan perbandingan yang sama antara

fase eter dan fase air ini diharapkan furfural lebih mudah larut dalam fase eter.

Volume eter pada ekstraksi berikutnya jumlahnya menurun secara bertingkat

dimaksudkan untuk mengefisienkan jumlah eter yang digunakan. Karena dengan

asumsi jumlah furfural dalam cairan akan terus menurun dengan makin banyaknya

jumlah ekstraksi. Sehingga jumlah volume pengekstraksi yang dibutuhkan untuk

mengekstraksi furfural jumlahnya makin kecil.

Hasil ekstraksi kemudian diuapkan dengan rotary evaporator dengan suhu 60°C untuk memisahkan eter dari isolat. Eter merupakan senyawa yang mudah

menguap dengan titik didih 34,6 ˚C, sehingga dengan suhu rendah eter sudah dapat

diuapkan dan terpisah dari isolat yang diprediksi sebagai furfural. Selisih titik didih

yang cukup tinggi antara furfural (161,7˚C ) dengan eter (34,6 ˚C) juga merupakan

faktor yang memudahkan proses pemisahan ini.

(66)

E. Uji Pendahuluan

1. Uji organoleptis

Uji organoleptis dilakukan untuk mengetahui bentuk, warna, dan bau dari

isolat. Sebagai pembanding dilakukan pula uji organoleptis furfural baku.

Perbandingan organoleptis antara ketiga isolat dengan organoleptis furfural baku

dipaparkan pada tabel berikut.

Tabel II. Perbandingan organoleptis isolat dengan furfural baku

Isolat

Organoleptis Furfural baku

Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3

Bentuk cairan cairan cairan cairan

Warna kuning cokelat cokelat cokelat bau

Bau bau menyengat

Data perbandingan organoleptis isolat dengan organoleptis senyawa baku

menunjukkan adanya perbedaan warna pada isolat hasil replikasi 1 dengan warna

furfural baku. Perbedaan ini dapat disebabkan karena perbedaan intensitas paparan

udara dan cahaya. Warna awal furfural dapat berubah dari kuning menjadi cokelat

dan menjadi cokelat kehitaman bila terpapar oleh cahaya dan udara. Mekanisme

perubahan yang terjadi belum dapat diketahui, namun peristiwa perubahan warna ini

tidak menyebabkan perubahan struktur dari furfural. Hasil perbandingan organoleptis

(67)

2. Uji kelarutan

Uji kelarutan dilakukan untuk mengetahui kelarutan isolat dalam berbagai

pelarut dibandingkan dengan furfural baku.

Tabel III. Perbandingan kelarutan isolat dengan kelarutan furfural baku

Kelarutan Isolat Furfural baku

Air Sangat mudah larut Larut

Eter Sangat mudah larut Sangat mudah larut

HCl Sangat mudah larut larut

NaOH Sangat mudah larut Agak sukar larut

Data kelarutan pada tabel III menunjukkan bahwa kelarutan isolat berbeda dengan

furfural baku pada kelarutan dalam air, HCl dan NaOH. Dari data ini mengarahkan

ketiga isolat berbeda dengan furfural atau terkandung senyawa- senyawa lain selain

furfural.

F. Uji Kemurnian 1. Pengukuran indeks bias.

Uji ini dilakukan untuk membandingkan indeks bias senyawa hasil dengan

indeks bias furfural baku. Indeks bias ini dapat digunakan untuk identifikasi dan

mengetahui kemurnian suatu zat. Harga indeks bias berbeda untuk tiap senyawa

Gambar

Tabel 3. Perbandingan kelarutan isolat dengan kelarutan furfural baku…………….47
Gambar 22. Spektra massa untuk peak kedua……………..………………….……..61
Gambar 1. Struktur molekul Furfural
Gambar 2. Alat refluks sederhana
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa untuk mengoptimalkan penggunaan pita frekuensi radio dan mendorong percepatan dan pemerataan layanan telekomunikasi, perlu dilakukan penyesuaian tarif atas jenis

Hasil penelitian berdasarkan regresi linier berganda menunjukkan motivasi belajar dan hasil belajar berpengaruh terhadap minat melanjutkan studi ke perguruan tinggi

Pada hasil pengujian paired sample t- test terhadap variabel current ratio menunjukkan bahwa nilai signifikansi pada current ratio sebesar 0,006 yang berarti

Banyak tim Satuan Pengawasan Intern (SPI) di berbagai perguruan tinggi, khususnya yang belum berstatus Badan Layanan Umum (BLU) tidak dapat berfungsi dengan baik karena

Kemudian dapat ditentukan nilai konsentrasipada variasi molaritas umpan, variasi berat SIR, dan variasi berat konsentrat umpan dengan mensubstitusikan nilai I/C

Sistem pendukung keputusan yang akan dibuat menggunakan Fuzzy MADM ( Multiple Attribute Decision Making ) dengan metode Simple Additive Weighting (SAW) untuk menentukan siapa

Pelaksanaan upacara ini merupakan kelanjutan dari acara mapiteges dimana dalam acara ini anggota keluarga yang ikut lebih banyak dan juga didukung dengan teman-teman dari calon

Berdasarkan pernyataan tersebut, upaya pelestarian perlu dilakukan dengan melakukan penelitian berupa alih aksara dan alih bahasa terhadap naskah-naskah tua itu. Apabila tidak